CKD

download CKD

of 52

description

Gagal ginjal KRonis

Transcript of CKD

BAB IPENDAHULUAN

Selama ini dikenal istilah Gagal Ginjal Kronis yang merupakan sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini berjalan secara kronis dan progresif sehingga pada akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal. Pada tahun 2002, The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) menyusun panduan mengenai penyakit ginjal kronis.1Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) adalah kondisi hilangnya fungsi ginjal yang terjadi secara bertahap dari waktu ke waktu. Chronic Kidney Disease merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Chronic Kidney Disease sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal kronis. Penderita Chronic Kidney Disease memiliki resiko yang lebih tinggi terjadi penyakit kardiovaskular dan harus segera dideteksi secara dini, sehingga dapat dilakukan usaha preventif. Faktor resiko utama terjadinya Chronic Kidney Disease diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan ras, faktor resiko lain diantaranya adalah kebiasaan hidup seperti merokok, dan faktor biomedik seperti tekanan darah tinggi.10,19,31Pada stadium dini, penderita Chronic Kidney Disease mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang sakit, pemeriksaan darah dan urine merupakan satu-satunya cara untuk mendeteksi. Perlu diadakan pemeriksaan urin dan darah pada orang-orang yang memiliki predisposisi terjadinya Chronic Kidney Disease. Deteksi dini sangat diperlukan untuk mencegah atau memperlambat terjadinya progresifitas. Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan angka kejadian dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan diikuti biaya pengobatan yang tinggi. Saat ini, Penyakit ginjal adalah penyebab utama kematian kesembilan di Amerika Serikat.10,19Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2KejadianChronic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Kronis semakin meningkat. Pada 1970, jumlah penderita < 500.000 kasus, sedangkan pada 2010 tercatat sebanyak 2 juta kasus Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease adalah suatu kondisi di mana pasien kehilangan nefron dan fungsi nefron secara progresif serta ireversibel. Ada lima stadium Chronic Kidney Disease, yaitu stadium 1 di mana terjadi kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90), stadium 2 terjadi kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan (60-89), stadium 3 terjadi penurunan sedang GFR (30-59), stadium 4 GFR menurun dengan berat (15-29), dan stadium 5 terjadi kegagalan ginjal dengan GFR 160

Sampel dari plasma

Rerata gula puasa< 11090 130< 90 / > 180

Rerata gula menjelang tidur< 120110 150< 110 / > 180

A1C< 6< 7> 8

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan penggunaan ACE blocker pada semua penderita DM yang terbukti sudah ada kelainan ginjal, dengan atau tanpa adanya hipertensi, sepanjang penggunaan obat tersebut tidak ada kontra indikasi dan tidak menimbulkan komplikasi.4ACE blocker dan antagonis reseptor angiotensin (ARB) mempunyai peran protektif khusus pada penderita penyakit ginjal diabetik maupun non diabetic, selain menurunkan tekanan darah sistemik juga menurunkan tekanan darah kapiler glomeruler serta filtrasi protein sehingga memperlambat progresifitas kerusakan ginjal. Selain itu kedua obat tersebut juga mengurangi proliferasi sel serta fibrosis akibat efek angiotensin II.4Gambar 10. Guidelines treatment Diabetic Patient with Chronic Kidney Disease2425-40% pasien dengan diabetes dapat berkembang menjadi diabetic nephropathy. Microalbuminuria mendeteksi progresifitas terjadinya diabetic nephropathy. Pencegahan regresi albuminaria merupakan kunci utama pengobatan pada penyakit ginjal diabetic. ACE inhibitors dan mencegah terjadinya diabetic nephropathy (microalbuminuria) dan dapat juga menurunkan progresifitas microalbuminaria menjadi makroalbuminaria, dan meregresi proses microalbuminaria menjadi tanpa albuminuria. ACE inhibitors juga mencegah terbentuknya penyakit ginjal diabetes pada pasien diabetes tipe 1 dan 2 tanpa mikroalbuminuria (ekskresi albumin < 30mg/hari), dengan normotensi dan prehipertensi. Pada pasien diabetes tipe 2 dengan hipertensi, ARB dapat menurunkan regresi microalbuminaria menjadi tanpa albuminaria.19Pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik dan proteinuria, ACE inhibitors dapat menurunkan protein urea secara signifikan setelah koreksi dan merubah tekanan darah. Penurunan tampak nyata pada kadar proteinuria yang lebih tinggi.19

Gambar 11. Guidelines management of proteinuria24Penelitian telah membuktikan bahwa kombinasi ACE inhibitors dan ARB menurunkan proteinuria lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan tunggal ACE Inhibitor pada pasien diabetic atau penyakit ginjal non diabetic. Mekanisme melalui penurunan tekanan darah diduga belum jelas.19

2. Pengendalian keseimbangan air dan garamPemberian cairan disesuaikan dengan produksi urine. Yaitu produksi urine 24 jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya dibatasi 40-120 mEq (920-2760) mg. Diet normal rata-rata mengandung 150 mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai pada awal CKD, akan tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi merupakan kontra indikasi. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi urine, serta pencatatan keseimbangan cairan akan membantu pengelolaan keseimbangan cairan dan garam.4

3. Diet rendah protein, tinggi kaloriAsupan protein dibatasi 0,6-0,8 gram/kgBB/hari. Rata-rata kebutuhan protein sehari pada penderita gagal ginjal kronik adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal 35 kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki keluhan mual, menurunkan BUN, dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet rendah protein akan menghambat progresifitas penurunan faal ginjal.4

Gambar 12. Guideline and management lifestyle Chronic Kidney Disease24

4. Pengendalian tekanan darahTekanan darah tinggi sering terjadi pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dan merupakan target utama untuk mencegah progesifitas. Studi epidemiologi mengungkapkan ada hubungan yang erat antara tekanan darah dan penyakit kardiovaskular. Pada penelitian yang menggunakan metode meta analisis mengungkapkan keuntungan pengobatan dengan menggunakan antihipertensi merupakan control utama tekanan darah. Penggunaan berbagai macam obat anti hipertensi secara rutin digunakan sebagai manajemen tekanan darah pada pasien dengan CKD.19Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada Chronic Kidney Disease masalah pembatasan cairan mudah dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan untuk menghambat laju progresifitas penurunan faal ginjal dan mengurangi proteinuria. Pasien dengan kadar proteinuria 1g/hari (setara 100mg/mmol) ditargetkan memiliki tekanan sistolik maksimal 130 mmHg. ACE blocker dan ARB diharapkan akan menghambat progresifitas CKD. Apabila dicurigai adanya stenosis renal, ACE blocker merupakan kontra indikasi.4,19

Gambar 13. Guidelines and treatment patient with hypertension in CKD24

Terdapat beberapa perbedaan terhadap cara kerja ACE inhibitor dan ARB. ACE inhibitor mengurangi resiko progesifitas Chronic Kidney Disease dengan menghambat terjadinya ESRD hingga 40%. Pada pasien tanpa diabetes ACE inhibitor menurunkan resiko terjadinya ERDS sebanyak 30%. Sementara pada pasien tanpa penyakit ginjal non diabetic, ACE inhibitors menurunkan resiko ESRD atau peningkatan serum kreatinin serta memperbaiki tekanan darah dan proteinuria. 19

Gambar 14. Algoritma manajemen pasien hipertensi pada CKD28

5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basaGangguan keseimbangan elektrolit utama pada Chronic Kidney Disease adalah hiperkalemia dan asidosis. Hiperkalemia dapat tetap asimptomatis walaupun telah mengancam jiwa. Perubahan EKG kadang baru terlihat setelah hiperkalemia membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi:4a. Diet rendah kaliumMenghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran berlebih.b. Menghindari pemakaian diuretika K-sparring.Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air hunger dan drowsiness. Pengobatan intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada keadaan asidosis berat., sedangkan jika tidak gawat diberikan per oral.4

6. Pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renalTermasuk dalam tindakan ini adalah:4a. Pengendalian hiperfosfatemiaKadar P serum harus dipertahankan < 6 mg/dl. Dengan cara diet rendah phosphor saja kadang tidak cukup, sehingga perlu diberikan obat pengikat phospat. Alumunium hidroksida 300-1800 mg diberikan bersama makan. Sebagai pilihan lain dapat diberikan calcium carbonat 500-3000mg bersama makanan dengan keuntungan menambah kalsium dan untuk koreksi hipokalsemia. Makanan yang mengandung tinggi phosphor harus dihindari misalnya susu, keju, yoghurt, es krim, ikan dan kacang-kacangan. Pengendalian hiperphospatemia juga dapat menghambat progresifitas penurunan faal ginjal.4Disfungsi ginjal tingkat lanjut menyebabkan resiko tinggi mortalitas dan komorbiditas yang berat. Salah satunya adalah hiperfosfatemia yang terjadi akibat insufisiensi filter fosfat dari darah akibat fungsi ginjal yang buruk. Yang berarti, terdapat kandungan fosfat dalam tubuh yang tidak dieksresi melalui urine, sehingga kadar dalam darah akan meningkat.30Kadar fosfat yang tinggi secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan sekresi kelenjar parathyroid yang dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder. Apabila tidak diobati dapat meningkatkan morbiditas dan mortilitas, dan dapat menyebabkan osteorenal, fraktur tulang abnormal, kalfisikasi sendi, vascular, dan soft tissues.30Gambar 15. Guidelines treatment mineral metabolism abnormal in CKD24Pasien dengan Chronic Kidney Disease stadium 4-5 yang tidak dalam dialysis, The UK Renal Association guidelines merekomendasikan serum fosfat di pertahankan antara 0.9-1.5 mmol/l. Pasien dengan CKD stadium 5 dengan dialysis direkomendasikan agar serum fosfatnya berada pada kadar 1.1-1.7 mmol/l, berdasar pada pengeluaran fosfat dari darah melalui dialysis. Terapi standar hiperfosfatemia meliputi teaoi farmakologis dan non farmakologis.30b. Suplemen vitamin D3 aktif1,25 dihidroksi vitamin D3 (kalsitriol) hanya diberikan jika kadar P normal. Batasan pemberian jika Ca x P < 65. Dosis yang diberikan adalah 0,25 mikrogram/hari.c. ParatiroidektomiDilakukan jika osteodistrofi renal terus berlanjut.

7. Pengobatan gejala uremi spesifikTermasuk pengobatan simptomatis pruritus, keluhan gastrointestinal, dan penanganan anemia. Diet rendah protein, pengendalian P serta pemberian difenhidramin dapat memperbaiki keluhan pruritus. Diet rendah protein juga memperbaiki keluhan anoreksia dan mual. Anemia yang terjadi pada Chronic Kidney Disease terutama disebabkan oleh defisiensi hormone eritropoetin. Selain itu juga bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat, atau vitamin B12. Pemberian eritropoetin rekombinan pada penderita Chronic Kidney Disease yang menjalani hemodialisa akan memperbaiki kualitas hidup, dapat pula diberikan pada penderita Chronic Kidney Disease pra-hemodialisa. Sebelum pemberian eritropoetin dan suplemen Fe diperlukan evaluasi kadar Si, TIBC, dan ferritin.4Kecurigaan terjadinya anemia pada pasien ckd apabila kadar Hb < 11g/dl atau pasien menunjukkan gejala anemia seperti lemah lesu, nafas pendek, letargi dan palpitasi, serta apabila angka GFR < 60ml/min/1,73m2. Apabila angka GFR lebih 60ml/min/1,73m2 maka anemia lebih sering terjadi akibat sebab lain.26Kadar serum ferritin dapat digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat besi. Karena serum ferritin merupakan reaktan fase akut dan lebih sering meningkat pada pasien Chronic Kidney Disease. Hal ini tidak dapat dijadikan acuan pada pasien non Chronic Kidney Disease. Anemia defisiensi zat besi didiagnosis pada pasien Chronic Kidney Disease stage V dengan kadar ferritin < 100 micrograms/L, dan dicurigai pada pasien Chronic Kidney Disease stage III-IV dengan kadar ferritin yang sama.26Pada pasien Chronic Kidney Disease dengan kadar serum ferritin > 100 micrograms/L, defisiensi zat besi fungsional (sering mendapat terapi zat besi intravena), didiagnosis berdasarkan presentase sel darah merah hipokrom > 6%, atau saturasi transferrin < 20% (apabila tidak dapat dilakukan pengukuran kadar sel darah merah hipokrom). Pengukuran kadar eritropoetin tidak dianjurkan untuk mendiagnosis pasien anemia pada Chronic Kidney Disease.26Terapi dengan ESAs (Erithropoesis stimulating agents) dilakukan pada pasien dengan anemia pada Chronic Kidney Disease yang diprediksikan dapat memberikan manfaat nyata pada kualitas kehidupan dan fungsi fisiknya. Perbaikan kadar Hb dengan pengguanaan ESAs tidak direkomendasikan pada pasien anemia dengan CKD. Terapi ESA tidak dianjurkan pada pasien yang memiliki defisiensi zat besi tanpa koreksi defisiensi zat besi juga. Pada pasien dengan defisiensi zat besi fungsional, suplemen zat besi diberikan selama terapi ESA.26Pada pasien dengan terapi zat besi, kadar serum ferritin tidak boleh > 800 micrograms/L. Untuk mencegah, kadar zat besi harus terus dipantau ketika kadar serum ferritin mencapai > 500 micrograms/L. Pasien anemia pada Chronic Kidney Disease yang memiliki terapi alternative transplantasi ginjal, transfusi darah sebaiknya dihindari bila memungkinkan. Namun, ada beberapa indikasi klinis dimana transfusi darah dibutuhkan, merujuk pada panduan hematologi.26 Koreksi anemia pada Chronic Kidney Disease, dosis dan frekuensi ESA didasarkan pada duration of action ESA untuk tetap menjaga kadar peningkatan Hb sekitar 1-2 g/dl/bulan.26Pasien yang mendapatkan terapi ESA sebaiknya diberikan suplemen zat besi untuk menjaga kadar serum ferritin antara 200-500 micrograms/L pada pasien dengan hemodialisi atau non hemodialisis.26 Pasien anemia pada Chronic Kidney Disease, monitoring Hb dilakukan setiap 2-4 minggu pada fase induksi ESA terapi. Setiap 1-3 bulan pada fase maintenance ESA.26

Gambar 16. Guidelines treatment anemia in CKD248. Deteksi dini dan pengobatan infeksiPenderita Chronic Kidney Disease merupakan penderita dengan respon imun yang rendah, sehingga kemungkinan infeksi harus selalu dipertimbangkan. Gejala febris terkadang tidak muncul karena keadaan respon imun yang rendah ini.4

Gambar 17. Faktor resiko infeksi pada CKD18

9. Penyesuaian pemberian obatPenggunaan obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida, cotrimoxazole, amphotericin sebaiknya dihindari dan hanya diberikan pada keadaan khusus. OAINS juga menurunkan fungsi ginjal. Tetrasiklin meningkatkan katabolisme protein. Nitrofurantoin juga harus dihindari dan penggunaan diuretic K-sparing harus pula berhati-hati karena menyebabkan hiperkalemia.4

Gambar 18. Caution notes for prescribing patients with CKD1810. Deteksi dan pengobatan komplikasiDengan makin lanjutnya Chronic Kidney Disease kemungkinan timbul komplikasi makin besar. Beberapa komplikasi merupakan indikasi untuk segera dimulainya hemodialisis meskipun penderita belum sampai pada tahap Chronic Kidney Disease stadium 5.4

Gambar 19. Guidelines treatment dyslipidemia in CKD24Dislipidemia dapat berperan pada progesifitas penyakit ginjal melalui atherosclerosis intra renal atau toksisitas langsung pada sel ginjal. Penggunaan statin dapat menurunkan serum kolesterol dan memperlambat progresifitas Chronic Kidney Disease. Statin memiliki efek renoprotektif yang tidak bergantung pada kadar lemak rendah dan memiliki efek tambahan sebagai antiinflamasi. Terapi statin sebaiknya diberikan pada semua pasien stadium 1-3 Chronic Kidney Disease dengan angka resiko kardiovaskular 20 % dalam 10 tahun. Dan dapat diberikan bersamaan dengan terapi anti platelet sebagai prevensi penyakit cardiovascular. 1911. Persiapan dialysis dan transplantasiPenderita Chronic Kidney Disease dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal bahwa suatu saat penderita akan membutuhkan tindakan hemodialisa atau transplantasi ginjal. Pembuatan akses vaskuler sebaiknya dilakukan sebelum clearance creatinin < 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskuler jika clearance creatinin < 20 ml/menit.4

Gambar 20. Guidelines preparation for renal replacement therapy in CKD24Tabel 7. Stadium CKD serta Clinical action plan.StadiumDeskripsiGFR(ml/men/1,73m2)Action

1Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat 90

Diagnosis & pengobatan, pengobatan kondisi komorbid, perlambat progresifitas, penurunan resiko PJK

2Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60 89Memperkirakan progresifitas

3Penurunan GFR sedang30 59Evaluasi dan obati komplikasi

4Penurunan GFR berat15 29Persiapan terapi pengganti ginjal

5Gagal ginjal< 15 atau dialysisTerapi pengganti (jika ada uremia)

Gambar 21. Guidelines for comprehensive conservative management in CKD24The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) merekomendasikan untuk merujuk kepada specialist kidney care services, bila terdapat indikasi:18a. AKI atau abrupt sustained fall in GFRb. GFR < 30 ml/min/1,73m2 (GFR kategori G4-G5)c. Albuminaria yang signifikan (ACR 300mg/g [ 30 mg/mmol] atau AER 300 mg/24 hours, atau setara dengan PCR 500 mg/g [ 50 mg/mmol] atau PER 500mg/24hours.d. Chronic Kidney Disease yang progresife. Urinary red cell casts, RBC > 20/lpf. Chronic Kidney Disease dan hipertensi yang membutuhkan terapi dengan 4 atau lebih obat anti hipertensi.g. Serum potassium abnormalh. Rekuren nefrolithiasisi. Penyakit ginjal herediter. 2.11 Komplikasi Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.2

Table 8. Komplikasi penyakit ginjal kronik.DerajatPenjelasanGFR(ml/menit)Komplikasi

1Kerusakan ginjal dengan GFR normal 90-

2Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan60 89Tekanan darah mulai

3Penurunan GFR sedang30 59HiperfosfatemiaHipokalsemiaAnemiaHiperparatiroidHipertensiHiperhomosistinemia

4Penurunan GFR berat15 29MalnutrisiAsidosis metabolicCenderung hiperkalemia Dislipidemia

5Gagal ginjal< 15Gagal jantungUremia

Gambar 22. Hazard ratio cardiovascular mortality according to GFR28

Dua prinsip utama untuk Chronic Kidney Disease adalah mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal sebaik mungkin, serta mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular serta progresifitasnya. Penyakit kardiovaskular merupakan komplikasi Chronic Kidney Disease yang membutuhkan penanganan khusus karena angka kejadiannya lebih sering bila dibandingkan dengan gagal ginjal pada pasien Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease merupakan resiko tinggi terjadinya penyakit kardiovaskular dan membutuhkan penanganan segera dan pencegahan yang potensial. Gambar menunjukkan konsep penanganan yang dibutuhkan pasien Chronic Kidney Disease untuk mencegah terjadinya komplikasi.25,29

Gambar 23. Konseptual model CKD25

2.12 PrognosisPasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD) umumnya akan mengalami hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan beresiko menjadi end-stage renal disease. Tingkat progresifitas tergantung pada usia, diagnosis yang mendasari, keberhasilan pelaksanaan langkah-langkah pencegahan sekunder, dan individu pasien itu sendiri. Terapi dini ginjal kronis sangat penting untuk mencegah komplikasi uremik dari Chronic Kidney Disease yang dapat menyebabkan penyakit yang serius dan kematian. 1Tangri dkk, dalam penelitiannya menyebutkan pada pasien dewasa yang menggunakan hasil laboratorium rutin untuk memprediksi progesifitas dari Chronic Kidney Disease (stadium 3-5) menuju gagal ginjal. Mereka melaporkan bahwa perkiraan laju filtrasi glomerulus rendah (GFR), albuminuria tinggi, usia muda, dan jenis kelamin laki-laki merujuk ke arah progesifitas yang lebih cepat menuju gagal ginjal. Juga serum albumin, kalsium, dan tingkat bikarbonat yang rendah dan tingkat fosfat serum yang lebih tinggi dapat digunakan untuk memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.5Definisi progresifitas Chronic Kidney Disease berdasarkan satu atau lebih gejala di bawah ini, yaitu:18a. Penurunan kategori GFRPenurunan bermakna adalah penurunan kategori yang disertai penurunan jelas sebanyak 25 % pada eGFR dari batas dasar.b. Progresifitas cepatDidefinisikan sebagai penurunan eGFR lebih dari 5 ml/min/1,73m2/tahun.c. Peningkatan angka serum kreatinin dan lama penanganan.

Gambar 24. Prognosis CKD berdasarkan GFR dan Albuminaria kategori.18Biaya yang dibutuhkan untuk rawat inap pada pasien dengan Chronic Kidney Disease lebih besar 3-5 kali bila dibandingkan dengan pasien tanpa Chronic Kidney Disease. Melihat jenis kelamin, prioritas rawat inap dan komorbiditas pasien dengan Chronic Kidney Disease meningkat 1,4 kali lebih tinggi, diikuti dengan meningkatnya angka rawat inap pada pasien dengan penyakit kardiovaskular dan infeksi bakteri.6Di Amerika Serikat, rata-rata rumah sakit menerima 2 hemodialisis dan dialisis peritoneal pasien per tahun; rumah sakit rata-rata menerima 1 pasien dengan memiliki riwayat transplantasi ginjal 1 per tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi ginjal bertahan lebih lama daripada mereka dengan dialisis jangka panjang.7Hemodialisis yang dilakukan 6 kali per minggu terbukti secara signifikan meningkatkan risiko komplikasi vaskular dibandingkan dengan 3 hari regimen konvesional dalam satu penelitian. Dari 125 pasien yang menerima hemodialisis 6 hari per minggu, 48 mengalami komposit primer perbaikan pembuluh darah di akhir, hilang, atau bahkan menjadi rawat inap, dibandingkan dengan hanya 29 dari 120 pasien yang menjalani pengobatan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko secara keseluruhan untuk proses itu 76% lebih tinggi dengan hemodialisis harian dibandingkan dengan regimen konvensional.8,9Tingkat kematian yang terkait dengan Chronic Kidney Disease sangat mencolok. Berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, komorbiditas, dan perawatan rumah sakit sebelumnya, angka kematian pada pasien dengan Chronic Kidney Disease pada tahun 2009 adalah 56% lebih besar dibandingkan pada pasien tanpa Chronic Kidney Disease. Untuk pasien dengan stadium 4-5 Chronic Kidney Disease, angka kematiannya 76% lebih besar. 10Angka kematian secara konsisten lebih tinggi untuk laki-laki dibandingkan perempuan, dan bagi orang-orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih dan pasien dari ras lain. Pada pasien Medicare Chronic Kidney Disease yang berusia 66 tahun dan lebih tua, angka kematian per 1000 pasien/tahun pada tahun 2009 adalah 75 untuk pasien kulit putih dan 83 untuk pasien kulit hitam.10Angka kematian tertinggi adalah dalam 6 bulan pertama dialisis. Angka kematian kemudian cenderung stabil dalam 6 bulan ke depan, sebelum meningkat lagi secara bertahap dalam 4 tahun ke depan. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk pasien yang menjalani dialisis jangka panjang di Amerika Serikat adalah sekitar 35%, dan sekitar 25% pada pasien dengan diabetes.1

Gambar 25. Outcomes in patients with CKD28

Sebuah penelitian menemukan hubungan relative, mereka yang memiliki resiko terjadinya Chronic Kidney Disease akan lebih baik dalam perjalanannya dengan renal replacement therapy, apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki resiko terjadinya gagal jantung kongestif dan atherosclerosis pada pembuluh darah. Namun, pasien dengan atheroklerosis maupun gagal jantung kongestif saat ini lebih sering menggunakan renal replacement therapy.22 Angka kematian tinggi pada pasien dengan Chronic Kidney Disease mungkin menggambarkan peningkatan terjadinya atherosclerosis vascular dan gagal jantung kongestif. Tidak mengagetkan bila pasien dengan Chronic Kidney Disease beresiko tinggi terjadinya ESRD daripada pasien tanpa Chronic Kidney Disease. Beberapa penelitian terakhir mengungkapkan Chronic Kidney Disease stadium sedang hingga berat akan mengalami terjadinya gangguan kardiovaskular kedepannya. Terutama mereka yang mengalami insufisiensi renal akan lebih sering mengalami penyakit cardiovascular, gagal jantung kongestif atau penyakit vascular perifer, bahkan kematian. Evaluasi dini dan terapi dibutuhkan segera untuk mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular dan ESRD.22Sebuah studi oleh Sens menemukan bahwa risiko kematian meningkat pada pasien dengan ESRD dan gagal jantung kongestif yang menjalani dialisis peritoneal dibandingkan dengan mereka yang menjalani hemodialisis. Rata-rata angka kelangsungan hidup 20,4 bulan pada pasien yang menerima dialisis peritoneal dibandingkan kelompok hemodialisis yaitu 36,7 bulan.11 Pada usia berapapun, pasien dengan ESRD dengan dialysis angka kematiannya meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan nondialysis pasien dan individu tanpa penyakit ginjal. Pada usia 60 tahun, orang yang sehat angka harapan hidupnya lebih dari 20 tahun, sedangkan harapan hidup pasien berusia 60 tahun yang memulai hemodialisis lebih pendek 4 tahun. Di antara pasien berusia 65 tahun atau lebih tua yang memiliki ESRD, angka kematian 6 kali lebih tinggi daripada populasi umum. 10Penyebab paling umum kematian mendadak pada pasien dengan ESRD adalah hiperkalemia, yang sering terjadi pada pasien tanpa dialisis atau yang melanggar diet. Penyebab paling umum kematian secara keseluruhan pada populasi dialisis adalah penyakit jantung; mortalitas kardiovaskular 10-20 kali lebih tinggi pada pasien dialisis dibandingkan pada populasi umum.12Morbiditas dan mortalitas pasien dialisis jauh lebih tinggi di Amerika Serikat daripada di kebanyakan negara-negara lain, yang mungkin merupakan konsekuensi dari seleksi. Karena kriteria liberal untuk menerima dialisis yang didanai pemerintah di Amerika Serikat dan penggunaan penjatahan (medis dan ekonomi) di sebagian besar negara-negara lain, pasien yang menerima dialisis rata-rata lebih tua dan parah dibandingkan dengan mereka di negara lain. Dalam National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, hipoalbuminemia secara independen terkait dengan bikarbonat rendah, serta dengan marker inflamasi protein C-reaktif. Sebuah studi oleh Raphael et al menunjukkan bahwa kadar bikarbonat serum yang lebih tinggi berhubungan dengan kelangsungan hidup dan kondisi ginjal yang lebih baik di Afrika Amerika. 13 Sebuah studi oleh Navaneethan et al menemukan hubungan antara rendahnya tingkat 25-hydroxyvitamin D (25 [OH] D) dan semua penyebab kematian pada pasien dengan Chronic Kidney Disease nondialysis. Risiko kematian 33% lebih tinggi pada pasien yang 25 (OH) D berada di bawah 15 ng / mL. Morbiditas dan mortalitas di antara anak-anak dengan Chronic Kidney Disease dan ESRD jauh lebih rendah daripada di antara orang dewasa dengan kondisi ini, tetapi angka mereka lebih tinggi daripada anak-anak yang sehat. Seperti orang dewasa, risiko tertinggi pada pasien dialysis, sehingga transplantasi adalah pengobatan pilihan untuk pasien anak dengan ESRD. Pubertas sering tertunda pada laki-laki dan perempuan dengan Chronic Kidney Disease . Pasien wanita dengan CKD umumnya muncul ketidakteraturan menstruasi. Wanita dengan ESRD biasanya amenore dan infertil. Namun, kehamilan dapat terjadi dan dapat dikaitkan dengan renal decline, termasuk pada wanita dengan transplantasi ginjal. Dalam CKD lanjut dan ESRD, kehamilan sering dikaitkan dengan penurunan kelangsungan hidup janin. Banyak pasien dengan Chronic Kidney Disease memiliki tingkat sirkulasi yang rendah dari 25 (OH) D. Sebuah studi dari 1.099 pasien (kebanyakan laki-laki) dengan CKD lanjut menemukan bahwa tertile terendah 1,25 (OH) (2) D ( 22 pg / mL). Sebuah studi kohort retrospektif pada 12.763 pasien non-dialisis dengan Chronic Kidney Disease menemukan bahwa 25 (OH) D di bawah 15 ng / mL terkait secara independen dengan semua penyebab kematian.14,15

BAB IIIKESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria penyakit ginjal kronik menurut NKF-K/DOQI adalah kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural dan fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR), dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urine, atau kelainan dalam imaging tests. Laju filtrasi glomerulus (GFR) < 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.Penderita Chronic Kidney Disease memiliki resiko yang lebih tinggi terjadi penyakit kardiovaskular dan harus segera dideteksi secara dini, sehingga dapat dilakukan usaha preventif. Faktor resiko utama terjadinya Chronic Kidney Disease diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan ras, faktor resiko lain diantaranya adalah kebiasaan hidup seperti merokok, dan faktor biomedik seperti tekanan darah tinggi dan obesitas. Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). Pada dasarnya gejala yang timbul pada Chronic Kidney Disease erat hubungannya dengan penurunan fungsi ginjal, yaitu kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan resorbsi dan sekresi di tubulus, dan kegagalan fungsi hormonal. Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada Chronic Kidney Disease hampir mengenai seluruh sistem.Penatalaksanaan penyakit ginjal kronis meliputi pengobatan penyakit dasar, pengendalian keseimbangan air dan garam, diet rendah protein, tinggi kalori, pengendalian tekanan darah, pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renal, pengobatan gejal uremik spesifik, deteksi dini dan pengobatan infeksi, penyesuaian pemberian obat, deteksi dan pengobatan komplikasi, persiapan dialysis dan transplantasi, serta modifikasi gaya hidup.Prinsip utama untuk Chronic Kidney Disease adalah mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal sebaik mungkin, serta mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular yang merupakan komplikasi yang membutuhkan penanganan khusus karena angka kejadiannya lebih sering bila dibandingkan dengan gagal ginjal. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Komplikasi yang Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%). 28