citra diri pada wainta dewasa awal yang mengalami obesitas

58
FAKULTAS PSIKOLOGI UNISBA BAGIAN UMUM DAN EKSPERIMEN PROPOSAL PENELITIAN QUASI EXPERIMENT PENGARUH FITNESS TERHADAP KEPUASAN CITRA TUBUH PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG MENGALAMI OBESITAS DI HELIOS CABANG METRO Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Pra Praktikum Psikologi Eksperimen II Semester Genap Tahun Akademik 2014-2015 Dosen Pembimbing: Yunita Sari, M. Psi OIeh: Nama : Medina Wigrhanty NPM : 10050013121 Menyetujui Dosen Pembimbing, Yunita Sari, M. Psi

description

citra diri wanita dewasa awal yang mengalami obesitas mengikuti fitness

Transcript of citra diri pada wainta dewasa awal yang mengalami obesitas

FAKULTAS PSIKOLOGI UNISBA

BAGIAN UMUM DAN EKSPERIMEN

PROPOSAL PENELITIAN QUASI EXPERIMENT

PENGARUH FITNESS TERHADAP KEPUASAN CITRA TUBUH PADA

PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG MENGALAMI OBESITAS

DI HELIOS CABANG METRO

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Pra Praktikum Psikologi Eksperimen II

Semester Genap Tahun Akademik 2014-2015

Dosen Pembimbing: Yunita Sari, M. Psi

OIeh:

Nama : Medina Wigrhanty

NPM : 10050013121

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Yunita Sari, M. Psi

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

BAGIAN UMUM DAN EKSPERIMEN

2015

1.1. LATAR BELAKANG

Obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan

lemak yang serius dalam jaringan adipose, sehingga bisa mengganggu kesehatan

(Garrow, 1988). Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan

(overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai

tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti

di negara-negara Eropah, USA, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi.

Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa negara

berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius.

Sebagai contoh, 70% dan penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori

obes (WHO, 1998).

Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan

Asia-Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong

overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami

overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi

overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di

daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing-

masing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000).

Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa menggambarkan prevalensi

obesitas seluruh penduduk, akan tetapi data obesitas pada orang dewasa yang

tinggal di ibukota provinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian kita

terutama pada wanita. Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di

ibukota seluruh provinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki

dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI >=30) dan 6,8% mengalami

obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5%

mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun

obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki

dan 30,4% dan 43% pada wanita (Depkes, 2003).

Penampilan fisik yang menarik merupakan salah satu aspek yang dilihat

dalam kesan pertama individu. Tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan fisik

merupakan salah satu cara yang digunakan oleh individu dalam menarik lawan

jenisnya. Menurut Conger dan Petersen (dalam Perdani, 2009) seseorang yang

memasuki masa remaja akan semakin memperhatikan penampilan fisik mereka

dan mulai berpikir bagaimana memperbaiki penampilan fisik agar semakin

menarik. Bukan hanya remaja, individu yang memasuki usia dewasa awal juga

selalu memperhatikan penampilan fisik dan berusaha tampil menarik saat

berhadapan dengan orang lain. Sears (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan

bahwa fitness merupakan gaya hidup yang melibatkan unsur latihan (beban dan

aerobik), pengaturan pola makan, dan istirahat dalam kadar yang proporsional.

Olahraga fitness muncul sebagai fenomena baru, serta tumbuh dan berkembang

mengikuti gaya hidup modern, khususnya di kota-kota besar. Menurut Febrianto

(2013), fitness kini bukan hanya sebagai media untuk menjaga kebugaran dan

membentuk tubuh menjadi lebih ideal, akan tetapi juga menjadi gaya hidup di

masyarakat. Masyarakat di kota-kota besar cenderung memilih fitness sebagai

olahraga mereka karena praktis dan mudah, tanpa harus mencari tempat atau

lapangan terbuka di tengah kepadatan kota besar (Yudha, 2006).

Selain karena praktis dan mudah, para pelaku fitness memiliki beragam

alasan dalam melakukan latihan fitness yaitu untuk mempertahankan kebugaran

dan kesehatan fisik, ataupun untuk mendapatkan tubuh ideal (Yudha, 2006).

Banyaknya model perempuan di media massa yang tampil dengan tubuh ideal dan

langsing yang diperolehnya dari latihan fitness turut menjadikan fitness sebagai

salah satu olahraga yang banyak digemari oleh perempuan untuk mendapatkan

tubuh ideal yang mereka impikan (Aswi, 2008).

Seperti individu pada umumnya, perempuan yang melakukan fitness

melakukan penilaian terhadap tubuhnya dengan membandingkannya dengan

orang lain yang dianggap ideal. Perempuan yang memiliki proporsi tubuh yang

ideal belum tentu memiliki penilaian positif terhadap tubuhnya. Vilegas dan

Tinsley (dalam Herabadi, 2007) mengemukakan bahwa tidak mengherankan jika

orang-orang yang sebenarnya memiliki proporsi tinggi badan serta berat badan

yang normal mungkin saja memiliki penilaian yang negatif mengenai tubuhnya

karena menggunakan tubuh model-model yang dilihatnya di media massa sebagai

pembanding.

Citra tubuh merupakan salah satu penentu kehidupan sosial dan masa

depan. Menurut Martadi (2001) dalam konteks citra seseorang perempuan yang

tampil dalam majalah, budaya gender, dibangun dengan manipulasi tubuh

perempuan sebagai tanda dari sifat-sifat perempuaan yang secara stereotype

melekat pada diri wanita. Sifat tersebut antara lain keanggunan, kelembutan,

keibuan, serta kemanjaan. Thomson, Weber dan Brown (2000) dalam Prabundari

(2007) mengatakan bahwa majalah membuat banyak perempuan

menginternalisasi dan menerima budaya “kurus-ideal” dan memotivasi mereka

untuk menjadi seperti itu. Oleh karena itu, memiliki tubuh yang ramping

dipersepsikan di manapun sebagai salah satu hal penting yang menentukan

kebahagiaan seorang perempuan.

Penilaian perempuan terhadap tubuh dapat diwujudkan dengan penilaian

positif maupun negatif, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terbentuknya citra tubuh. Citra tubuh menurut Rice (dalam Nugraha, 2010) ialah

gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya yang meliputi pikiran,

perasaan, sensasi, kesadaran, dan perilaku yang terkait dengan tubuhnya yang

merupakan pengalaman individual seseorang tentang tubuhnya. Oleh karena citra

tubuh lebih bersifat subyektif, maka citra tubuh yang dimiliki antara satu orang

dengan yang lain tentu berbeda (tinggi atau rendah) yang kemudian

mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap tubuhnya. Melliana (2006)

mengemukakan bahwa cara berpikir yang positif atau negatif merupakan hal

terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan citra tubuh seseorang.

Bagi wanita yang mengalami obesitas, masalah yang sering muncul adalah

citra tubuh yang negatif dan kondisi ini berbeda dengan lelaki yang lebih

mementingkan prestasinya daripada mengurus bentuk badan yang ideal (Dewi,

2004). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ikhsan (19 Tahun)

bahwa wanita yang memiliki badan gemuk akan menyibukkan dirinya agar

berpenampilan menarik. Sama sepertinya sebagai lelaki yang menjaga bentuk

tubuh, namun tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh wanita.

Dewi (2004) juga mengatakan bahwa kebanyakan wanita lebih menyukai

keindahan dan memperhatikan keindahan tubuh, maka bentuk tubuh yang menarik

akan menumbuhkan rasa citra dalam diri yang positif pada wanita saat tampil di

depan orang lain. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Monica (22

Tahun) bahwa dirinya berpikir bahwa orang yang memiliki badan bagus, wajah

yang menarik, dan berpenampilan bagus memiliki percaya diri yang lebih, dirinya

berpikir bahwa orang yang seperti itu pasti nyaman dengan kondisi tubuhnya, ia

berkata bahwa wanita yang memiliki badan gemuk sering dijadikan bahan lelucin

dan di anggap tidak menarik di hadapan orang lain.

Tubuh yang kurus, bagi wanita tidak hanya menunjukkan wanita yang

aktif, tetapi juga menyimbolkan kesuksesan dan status ekonomi yang tinggi

(Rodin, Sillberstein, & Stringel – Moore, 1984). Wanita merasa tidak bahagia

dengan bentuk tubuhnya dan berusaha untuk menurunkan berat badannya

meskipun mereka sudah memiliki badan yang ideal. Striegel & Moore (2001)

menyatakan bahwa sudah sejak masa remaja wanita sudah mulai memfokuskan

diri dengan penampilan mereka dan juga sangat khawatir bila berat badan mereka

tidak ideal dengan tinggi badan mereka. Wanita meyakini bahwa jauh sebelum

masa remaja bahwa memiliki tubuh yang gemuk itu adalah suatu yang jelek, dan

langsing itu adalah sesuatu yang dianggap cantik (Dacey & Kenny, 2001).

Hurlock (1993) mengemukakan bahwa wanita pada umumnya merasa

takut pada tubuh yang terlalu gemuk, pendek, kurus, wajah yang kurang cantik,

ada jerawat dan sebagainya. Dewi (2004) mengatakan, bahwa segala hal tersebut

dianggap sebagai suatu kekurangan yang membuat mereka malu, karena wanita

menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Hal ini

sejalan dengan yang dikemukakan oleh Katrina (24 Tahun) bahwa daya tarik fisik

itu penting. Apabila dirinya sedang dalam keadaan dengan rambut yang lepek dan

juga dengan kondisi tubuh yang gemuk bertemu dengan orang yang baru, ia akan

merasa tidak percaya diri. Karena ia sering mendapatkan komentar mengenai

tubuhnya, meskipun demikian ia memiliki tekad yang kuat untuk merubah

keadaan tubuhnya menjadi seperti apa yang diinginkan.

Pada umumnya wanita lebih mementingkan penampilan fisik. Bila

penampilan fisik bagus maka akan meningkatkan citra tubuh menjadi positif,

maka penampilan fisik yang terlalu gemuk (obesitas) adalah hal yang sangat

ditakuti (Dewi, 2004). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

Agustiani (21 Tahun) yang sudah mengalami obesitas, penyebab obesitasnya

adalah karena ia mengalami putus hubungan dengan pasangannya yang membuat

ia stres sehingga pelampiasannya adalah makan dan pekerjaan yang membuatnya

lelah sehingga tidak ada waktu untuk berolahraga. Setelah menjadi obesitas, ia

merasakan kesehatannya mulai terganggu dan merusak penampilannya, oleh

karena itu, ia konsultasi dengan dokter gizi, lalu ia disarankan untuk melakukan

fitnes dan diet yang disarankan oleh dokter gizinya.

Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh

yang positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap tubuhnya,

sedangkan individu yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan memiliki citra

tubuh negatif yang mengarahkannya pada ketidakpuasan tubuh. Menurut Mintz

dan Betz (dalam Pratiwi, 2009) kepuasan citra tubuh ialah derajat kepuasan

mengenai bagian-bagian dan karakteristik tubuh seseorang, sedangkan

ketidakpuasan citra tubuh akan terjadi jika derajat kepuasan seseorang terhadap

tubuhnya rendah. Adanya ketidaksesuaian antara tubuh riil dengan standar tubuh

ideal yang dijadikan sebagai pembanding dapat berpengaruh pada rendahnya

kepuasan citra tubuh, sebaliknya memiliki bentuk tubuh yang baik dapat

berpengaruh pada kepuasan citra tubuh. Menurut Hurlock (dalam Sari, 2012)

memiliki bentuk fisik yang baik akan menimbulkan kepuasan dalam diri terhadap

tubuh individu.

Berdasarkan wawancara di atas perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh fitnes terhadap citra tubuh wanita dewasa awal yang

mengalami obesitas di Helios cabang Metro. Penelitian dilakukan ditempat

tersebut karena dilihat dari letak fitness centre yang berada dipusat kota, dimana

para wanita dewasa awal lebih mudah mengakses informasi, mengikuti trend,

lebih mudah terpengaruh terhadap media masa dan penilaian terhadap citra tubuh.

Hal tersebut dapat membuat mereka lebih rentan mengalami kepuasan citra tubuh

yang negatif.

Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

adalah:

Apakah ada pengaruh fitnes terhadap kepuasan citra tubuh perempuan

dewasa awal yang mengalami obesitas melakukan fitness di Helios Cabang

Metro?

1.1. Identifikasi Masalah

Jumlah penderita obesitas yang semakin meningkat di Indonesia dari tahun

ke tahun. Dokter Spesialis Gizi RS CM-FKUI Dr.Inge Permadhi, MS, SpGK,

memaparkan bahwa hasil riset kesehatan dasar (Risdekas) Indonesia pada tahun

2010 menunjukan 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia diatas 18 tahun

mengalami obesitas. Jumlah ini sama dengan 11,7 persen dari keseluruhan

penduduk Indonesia. Jumlah ini meningkat drastis dari jumlah penderita obesitas

di Indonesia pada tahun 2001 , yaitu hanya sekitar 2,4 persen. Ia memaparkan

bahwa saat ini obesitas adalah penyebab kematian tertinggi di dunia, melewati

jumlah kematian karena rokok. Hal ini dikarenakan obesitas dapat berdampak

pada komplikasi berbagai macam penyakit berbahaya seperti penyakit jantung

koroner, serangan stroke, diabetes, bahkan kanker. Menurut Dr.Inge , obesitas

disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat diantaranya karena makanan yang

tidak sehat dan terutama karena kurangnya aktivitas olahraga.

Namun, banyak sekali kendala yang menjadi alasan masyarakat untuk

tidak berolahraga, misalnya adalah keterbatasan tempat berolahraga, tidak adanya

waktu untuk berolahraga, dan lain-lain. Dari alasan yang ada tersebut, fitness

merupakan salah satu jawaban sebagai olahraga yang dapat dilakukan masyarakat

perkotaan karena olahraga di tempat fitness lebih memungkinkan untuk dilakukan

secara rutin dibandingkan dengan olahraga lain. Hal ini dikarenakan kepraktisan

yang ditawarkan oleh tempat fitness dimana masyarakat yang ingin berolahraga

hanya tinggal datang dan cukup membawa baju ganti saja.

Independent variable pada penelitian ini adalah fitness. Fitness adalah

kebugaran, maka tujuan dari seluruh rangkaian aktifitas fitness adalah kebugaran,

body builder (bina raga) dan fat loss (melangsingkan badan) yang membantu

seseorang untuk mewujudkan bentuk tubuh yang diinginkan.

Dependent variable pada penelitian ini adalah kepuasan citra tubuh

perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas berfitness di Helios Cabang

Metro, kepuasan citra tubuh perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas

apabila dikaitkan dengan teori akan mempengaruhi persepsi terhadap tubuhnya

sendiri sehingga memiliki kepuasan citra tubuh yang negatif. Dewi (2004)

mengatakan bahwa kebanyakan wanita lebih menyukai keindahan dan

memperhatikan keindahan tubuh, maka bentuk tubuh yang menarik akan

menumbuhkan rasa citra dalam diri yang positif pada wanita saat tampil di depan

orang lain.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fitnes terhadap kepuasan

citra tubuh perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas melakukan fitness

di Helios Cabang Metro.

1.2. Kegunaan Penelitian

a. Pengembangan Ilmu

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan ilmu yang

bermanfaat untuk pengembangan ilmu Psikologi khususnya Psikologi

Eksperimen.

b. Daya Guna Penelitian

Bagi peneliti, yaitu sebagai suatu perbandingan antara teori yang

diperoleh dengan praktek sesungguhnya di lapangan.

Bagi kaum perempuan, yaitu mendapatkan referensi salah satu cara

untung mendongkrak kepuasan citra tubuh melalui fitness, karena

masih banyak perempuan yang tidak merasa percaya diri dengan

keadaan tubuhnya.

1.1. TINJAUAN TEORITIS

1.1.1. Kepuasan Citra Tubuh

Rice (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan bahwa citra tubuh adalah

gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya yang meliputi pikiran,

perasaan, sensasi, kesadaran, dan perilaku yang terkait dengan tubuhnya yang

merupakan pengalaman individual seseorang tentang tubuhnya. Cara berpikir

yang positif atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau

menurunkan citra tubuh seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap

tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang positif yang kemudian mengarahkannya

pada rasa puas terhadap citra tubuhnya, sedangkan individu yang berpikir negatif

terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang negatif yang mengarahkannya

pada rasa tidak puas terhadap citra tubuhnya (Melliana, 2006).

Menurut Thompson (dalam Pratiwi, 2009) kepuasan citra tubuh ialah

kepuasan dengan salah satu aspek dari tubuh, biasanya skala yang menentukan

situs nilai (misalnya pinggang, pinggul, paha, payudara, rambut, dan lain-lain).

Mintz dan Betz (dalam Pratiwi, 2009) mendefinisikan kepuasan citra tubuh ialah

derajat kepuasan mengenai bagian-bagian dan karakteristik tubuh seseorang,

sedangkan ketidakpuasan citra tubuh akan terjadi jika derajat kepuasan seseorang

terhadap tubuhnya rendah.

Kepuasan citra tubuh yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan ialah

berbeda, laki-laki memiliki kepuasan citra tubuh yang lebih tinggi dibandingkan

perempuan (Santrock, 2007). Pada masa remaja awal, remaja perempuan kurang

puas dengan tubuhnya dan memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama

pubertas, dibandingkan dengan remaja laki-laki. Pada saat yang sama, laki-laki

semakin puas dengan tubuhnya yang menjadi lebih berotot setelah pubertas

(Papalia dkk., 2008). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Phillips dan Seiffge-

Krenke (dalam Santrock, 2007) bahwa seiring dengan berlangsungnya perubahan

di masa pubertas, remaja perempuan sering merasa tidak puas dengan tubuhnya

sehubungan dengan meningkatnya jumlah lemak, sementara itu remaja laki-laki

menjadi lebih puas ketika melewati masa pubertas sehubungan dengan

meningkatnya massa otot. Hal tersebut dikarenakan perempuan memandang

tubuhnya dari segi estetika, sedangkan laki-laki lebih memandang tubuhnya

secara fungsional dan aktif, sehingga laki-laki merasa lebih puas ketika tubuhnya

berotot karena memandang tubuhnya dapat menunjang aktivitasnya.

1.1.1.1. Komponen Citra Tubuh

Menurut Thompson (2001) citra tubuh merupakan kesatuan yang terdiri

dari komponen:

1. Persepsi

Komponen ini menjelaskan ketepatan seseorang tentang ukuran dan

bentuk tubuhnya. Faktor yang mempengaruhi komponen ini adalah

gangguan pengelihatan, gangguan adaptasi, serta kesalah persepsi.

Perasaan puas atau tidaknya seseorang individu dalam menilai bagian

tubuh tertentu berhubungan dengan komponen ini.

2. Perkembangan

Komponen ini menjelaskan tentang pentingnya pengalaman di masa

kecil dan remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan citra tubuh.

Waktu saat pertama kali mengalami menstruasi serta perkembangan

seksual sekunder diasosiasikan sebagai kejadian penting terhadap citra

tubuh. Thompson (2001) menjelaskan bahwa remaja putri yang

mengalami menstruasi lebih cepat dibandingkan dengan teman-

temannya memiliki kepuasan citra tubuh yang lebih tinggi. Fabian dan

Thompson (dalam Thompson, 2001) menemukan bahwa remaja putri

yang mengalami menstruasi lebih lambat dibandingkan dengan teman-

temannya memiliki prasangka bahwa ukuran pahanya lebih besar dari

keadaan sesungguhnya, dan hal tersebut memiliki korelasi positif

dengan pengalaman di ejek tentang tubuh. Pada usia remaja, ejekan

memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan citra tubuh,

gangguan makan dan kepercayaan diri. Selain itu Thompson dan

Heinberg (dalam Thompson, 2001) juga menambahkan komentar

negatif tentang berat badan dan ukuran tubuh lebih berpengaruh dalam

ketidakpuasan citra tubuh dibandingkan dengan komentar negatif

tentang tubuh secara keseluruhan.

3. Sosial budaya

Masyarakat akan menilai apa yang baik dan apa yang tidak, tidak

terkecuali dengan kecantikan. Menurut Thompson dan Tantleff (dalam

Thompson, 2001) meskipun masyarakat menilai bahwa sosok tubuh

yang ideal adalah wanita dengan yang tubuh kurus, wanita juga

menerima tekanan dalam bentuk yang berlawanan seperti wanita yang

ideal adalah wanita yang memiliki payudara yang besar. Teori feminis

menjelaskan bahwa kebanyakan wanita terlalu mengidentifikasi

dirinya dengan tubuhnya, dan hal tersebut menyebabkan mereka untuk

mengikuti sosok ideal yang ada di masyarakat bahwa mereka akan

dianggap menarik jika tubuh mereka menarik (Bergner, Remer dan

Whetsell; Striegel-Moore dan Marcus, dalam Thompso, 2001). Media

massa, menurut Lakoff dan Scherr (dalam Thompson, 2001), juga

memberikan pengaruh besar dalam menentukan standar tubuh yang

menarik, televisi dan majalah memiliki peranan yang buruk karena

model yang terlihat di media dilihat sebagai representasi sebenarnya

dari wanita sehari-hari seperti wanita kebanyakan.

1.1.1.2. Proses terbentuknya citra diri

Citra diri tebentuk dari persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara

internal maupun eksternal persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang

ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang

karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain.

Sikap, nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi pada perkembangn citra tubuh

(Perry & Potter, 2005).

Citra diri adalah sebuah komponen vital konsep diri, citra diri mengacu pada

konsep dan sikap subjektif yang dimiliki individu terhadap tubuh mereka sendiri.

citra diri terdiri atas sifat fisiologis (persepsi tentang karakteristik fisik seseorang),

psikologi (nilai – nilai sikap terhadap tubuh, kemampuan dan ideal diri). Ketiga

komponen ini saling berkaitan. Orang terdekat dalam kehidupan memberikan

dampak paling penting dan bermakna pada citra diri seseorang. Label yang

dilekatkan pada mereka (seperti : “ Si kerempeng”, “ Si cantik “, atau “Si gendut”)

ikut mempengaruhi citra diri mereka.

1.1.1.3. Respon citra diri

Respon citra diri terdiri dari citra diri positif dan citra diri negatif.

Citra diri positif

Citra diri positif adalah anggapan atau gambaran seseorang tentang

dirinya sendiri yang bersifat positif. Umumnya sejak anak anak orang tua

mereka telah menanamkan nilai-nilai positif kedalam pikiran anak. Orang

yang mempunyai citra diri positif mempunyai semangat hidup dan

semangat juang yang tinggi.

Dasar dari citra diri positif adalah adanya penerimaan diri. Hal ini

disebabkan orang yang memiliki citra diri yang positif berarti dapat

mengenal dirinya dengan baik.

Citra diri negatif

Citra diri negatif adalah gambaran serta anggapan seseorang

tentang dirinya sendiri yang bersifat negatif .Citra diri negatif tertanam

didalam diri seseorang akibat pangaruh lingkungan, orang lain.

1.1.1.4. Ciri–ciri citra diri

Ciri–ciri citra diri menurut Tadabbur, 2008 meliputi citra diri positif dan

negatif. Ciri – ciri citra diri positif adalah:

1. Mempunyai gambaran diri yang jelas mengenai masa depannya.

2. Optimis mengarungi kehidupan.

3. Yakin dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

4. Penuh harapan dan yakin dapat meraih kehidupan yang lebih baik.

5. Segera bangkit dari kegagalan dan tidak larut dalam duka berkepanjangan.

6. Tidak ada hal yang tidak mungkin.

7. Penuh percaya diri.

Ciri – ciri citra diri negatif adalah:

1. Merasa rendah diri, menganggap dirinya tidak berguna dan tidak berarti

ditengah masyarakat.

2. Merasa keberadaannya tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan.

3. Merasa tidak pantas atau tidak berhak memiliki atau mendapatkan sesuatu.

4. Merasa terlalu muda atau terlalu tua untuk melakukan sesuatu.

5. Merasa dibenci dan tidak disukai oleh lingkungan dan orang sekitar.

6. Merasa tidak mampu dan selalu khawatir mendapatkan kegagalan dan

cemoohan dari orang disekelilingnya.

7. Merasa kurang pendidikan disbanding orang lain.

8. Kurang memiliki dorongan dan semangat hidup, tidak berani memulai

sesuatu hal yang baru, selalu khawatir berbuat kesalahan dan ditertawakan

orang.

1.1.1.5. Faktor–faktor yang mempengaruhi citra diri

Menurut Linda Smolak dalam Body Image Development in Children,

faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri adalah sebagai berikut

a. Jenis kelamin (Gender)

Pria cenderung menggunakan tubuhnya dengan aktif agar dpat menunjang

aktivitasnya, sedangkan perempuan lebih memandang tubuhnya dari segi

estetika dan bersifat evaluatif. Akibatnya, perempuan memiliki kepuasan

citra diri yang lebih rendah disbanding dengan kaum pria. Kelompok

remaja putri lebih memperhatikan perkembangan tubuhnya dibandingkan

remaja putra karena lebih terkait pada nilai – nilai yang ada pada

kehidupan. Perubahan perkembangan tubuh semakin intensitas ketika

adanya steriotipe budaya dan remaja putri ingin memiliki bentuk tubuh

yang ideal (Hurlock,2003).

b. Berat badan dan derajat kekurusan atau kegemukan

Konsep citra diri berkaitan denagn derajat kekurusan ataupun kegemukan

tubuh individu. Remaja putri dengan berat badan berlebih akan merasa

tidak puas dengan citra tubuhnyadan sebagaimana pula sebalikknya. Bagi

remaja dengan normal akan lebih merasa puas dengan citra dirinya.

Ketidakpuasan yang timbul tidak hanya dikarenakan berat badan yang

berlebih tetapi juga harapan untuk memiliki bentuk tubuh yang ideal.

Dalam hal ini, berat badan dan ukuran badan disebutkan memiliki peranan

penting dalam kepuasan citra tubuh pada remaja, terutama yang tumbuh

dalam budaya yang mementingkan penampilan.

c. Teman sebaya

Teman sepergaulan memiliki peranan besar dalam terbentuknya citra diri

remaja dan ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Menurut (Oliver & Thelen

(1996), persepsi akan bentuk tubuh yang kurus berhubungan dengan

popularitas antara teman sepergaulan dan ini menjadi prediksi kuat adanya

kepuasan dan ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Hal ini berarti, jika orang

tersebut bertubuh kurus dan mendekati bentuk tubuh ideal akan popular,

begitu pula sebaliknya.

d. Konsep diri

Konsep diri berpengaruh terhadap kepuasan citra tubuh yang

dipersepsikan. Mereka yang memiliki harga diri positif tidak rentan

terhadap penghinaan fisik yang dilakukan pada lingkungannya.

e. Media masa

Media masa juga mengambil peran dalam pembentukan citra diri yang

positif maupun negatif. Wanita banyak menghabiskan waktu mereka untuk

melihat televisi maupun membaca majalah, hal ini secara tidak langsung

juga akan mempengaruhi pandangan gambaran penampilan yang ideal,

sehingga banyak dari wanita melakukan diet dan olahraga untuk

pembentukan badan yang ideal, sesuai dengan apa yang mereka lihat di

televisi maupaun yang mereka baca di majalah.

1.1.2. Dewasa Awal

Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang

ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini

didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.

Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa

awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri,

baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan

tentang masa depan sudah lebih realistis.

Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa

seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap

hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak

seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang

disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri

karena berbeda dengan orang lain).

Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun

samapi kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis

yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka

yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan,

Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara

fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta

transisi peran sosial (social role trantition).

Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan

sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan

egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat

memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers &

Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau

membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh

anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan

suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal

merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara

intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan

beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa

dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan

memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan

fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-

demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada

masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat

besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe

yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana

lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan

suatu masalah.

Dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola

kehidupan yang baru, dan harapan-harapan sosial yang baru. Masa dewasa awal

adalah kelanjutan dari masa remaja. Sebagai kelanjutan masa remaja, sehingga

ciri-ciri masa remaja tidak jauh berbeda dengan perkembangan remaja. Ciri-ciri

perkembangan dewasa awal adalah:

1. Usia reproduktif (Reproductive Age). Masa dewasa adalah masa usia

reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga.Tetapi

masa ini bisa ditunda dengan beberapa alasan. Ada beberapa orang dewasa

belum membentuk keluarga sampai mereka menyelesaikan dan memulai

karir mereka dalam suatu lapangan tertentu.

2. Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down age). Dengan

pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembangan pola

hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang

sampai akhir hayat. Situasi yang lain membutuhkan perubahan-perubahan

dalam pola hidup tersebut, dalam masa setengah baya atau masa tua, yang

dapat menimbulkan kesukaran dan gangguan-gangguan emosi bagi orang-

orang yang bersangkutan. Ini adalah masa dimana seseorang mengatur

hidup dan bertanggungjawab dengan kehidupannya. Pria mulai

membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya,

sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab

sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

3. Usia Banyak Masalah (Problem age). Masa ini adalah masa yang penuh

dengan masalah. Jika seseorang tidak siap memasuki tahap ini, dia akan

kesulitan dalam menyelesaikan tahap perkembangannya. Persoalan yang

dihadapi seperti persoalan pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup

maupun persoalan keuangan, semuanya memerlukan penyesuaian di

dalamnya.

4. Usia tegang dalam hal emosi (emostional tension). Banyak orang dewasa

muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan-

persoalan yang dialaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan,

keuangan dan sebagainya. Ketegangan emosional seringkali dinampakkan

dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan

atau kekhawatiran yang timbul ini pada umumnya bergantung pada

ketercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi

pada suatu saat tertentu, atau sejauh mana sukses atau kegagalan yang

dialami dalam pergumulan persoalan.

5. Masa keterasingan sosial. Dengan berakhirnya pendidikan formal dan

terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir,

perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok

sebaya semakin menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu

keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang.

Sebai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan

yang populerpun, akan mengalami keterpencilan sosial atau apa yang

disebut krisis ketersingan (Erikson:34).

6. Masa komitmen. Mengenai komitmen, Bardwick (dalam Hurlock:250)

mengatakan: “Nampak tidak mungkin orang mengadakan komitmen untuk

selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggungajwab yang trrlalu

berat untuk dipikul. Namun banyak komitmen yang mempunyai sifat

demikian: Jika anda menjadi orangtua menjadi orang tua untuk selamanya;

jika anda menjadi dokter gigi, dapat dipastikan bahwa pekerjaan anda akan

terkait dengan mulut orang untuk selamanya; jika anda mencapai gelar

doctor, karena ada prestasi baik disekolah sewaktu anda masih muda,

besar kemungkinan anda sampai akhir hidup anda akan berkarier sebagai

guru besar”.

7. Masa Ketergantungan. Masa dewasa awal ini adalah masa dimana

ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini

mungkin pada orangtua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa

sebagian atau sepenuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh

pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.

8. Masa perubahan nilai. Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada

orang dewasa adalah karena ingin diterima pada kelompok orang dewasa,

kelompok-kelompok sosial dan ekonomi orang dewasa.

9. Masa Kreatif. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa

akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk

mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan

sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi,

ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi

kreativitas.

1.1.2.1. Masalah Perkembangan pada Dewasa Awal

Dengan bertambahnya usia, semakin bertambahpula masalah-masalah yang

menghampiri. Dewasa awal adalah masa transisi, dari remaja yang huru-hara,

kemasa yang menuntut tanggung jawab. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak

orang dewasa awal mengalami masalah-masalah dalam perkembangannya.

Masalah-masalah itu antara lain:

1. Penentuan identitas diri ideal vs kekaburan identitas.

Dewasa awal merupakan kelanjutan dari masa remaja. Penemuan identitas

diri adalah hal yang harus pada masa ini. Jika masa ini bermasalah,

kemungkinan individu akan mengalami kekaburan identitas.

2. Kemandirian vs tidak mandiri

Sukses meniti jenjang pendidikan dan karir vs gagal menempuh jenjang

pendidikan dan karir.

3. Menikah vs tidak menikah (lambat menikah)

4. Hubungan sosial yang sehat vs menarik diri

1.1.3. Pengertian Obesitas

Obesitas adalah kelebihan berat badan dari ukuran ideal yang diakibatkan

penimbunan lemak dan dapat membahayakan individu.

1.1.3.1. Gejala-gejala Obesitas

Menurut Yulia dan Liwandaw (1999), gejala-gejala yang timbul pada remaja

yang mengalami obesitas adalah :

a. Berat badan yang kelebihan 20% atau lebih dari dari berat badan yang

ideal dengan umur, sex, tinggi badan, dan ukuran bentuk tubuh.

b. Sesak nafas bila sedikit bekerja secara fisik.

Adapun gejala lain yang ditimbulkan oleh obesitas adalah gejala klinis, seperti

lelah, pusing, sakit dada, atau sesak napas. Gejala klinis ini jika tidak diobati bisa

mengganggu organ tubuh lainnya. Gejala klinis lain yang mungkin muncul adalah

kadar lemak atau kolesterol darah yang tinggi, penyempitan pembuluh darah di

jantung dan otak, diabetes mellitus (kencing manis), impotensi, ejakulasi dini

pada pria, dan problem menstruasi pada wanita.

1.1.3.2. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Obesitas

Menurut Coleman (1984) obesitas dapat disebabkan beberapa faktor, adalah:

a. Faktor Biologis, sebagian orang memiliki kegemaran mengkonsumsi

makanan tinggi kalori tanpa pelepasan yang signifikan, akan lebih mudah

memiliki masalah dengan berat badan yang yang berlebih.

b. Faktor Psikososial, dalam banyak kasus kunci utama dari kebiasaan makan

dalam porsi yang banyak dalam keluarga. Beberapa keluarga beranggapan

bayi yang gemuk adalah bayi yang sehat, sehingga orang tua

mengusahakan agar anak tersebut makan lebih banyak.

c. Faktor Sosio kultural, perbedaan budaya memiliki perbedaan konsep

mengenai kecantikan. Ada yang menganggap kurus adalah simbol cantik

atau indah. Sedangkan bagi beberapa budaya tubuh yang gemuk adalah

simbol kecantikan, kekayaan dan kekuasaan.

1.1.3.3. Pengukuran Obesitas

Istilah normal, overweight, dan obese dapat berbeda-beda, masing-masing

negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri. Oleh karena itu, WHO

menetapkan suatu pengukuran atau klasifikasi obesitas yang tidak bergantung

pada bias-bias kebudayaan.

Metode yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat

obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi

berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang

didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

Berat Badan (Kg)

Indeks Masa Tubuh = ---------------------

Tinggi Badan (m2)

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:

a. Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan

b. Wanita hamil

c. Orang-orang yang sangat berotot

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat

terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya.

Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI

diatas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.

Seseorang dikatakan obesitas dengan kriteria memiliki barat badan 20% lebih

tinggi dari nilai tengah kisaran berat badan yang normal (Mustofa, 2006). Orang

dewasa yang berusia 20 tahun ke atas di evaluasi menggunakan skala BMI, yaitu:

dibawah 18.5 = Underweight

18.5 - 24.9 = Normal

25,0 - 29,9 = Overweight

30 atau lebih = Obese

Sebagian peneliti menganggap BMI 17 atau kurang itu sebagai indikasi dari

adanya masalah kesehatan yang serius akibat kekurangan nutrisi.

1.1.3.4. Dampak dari Obesitas

Menurut Vivi (2004) dampak obesitas dapat terjadi dalam jangka panjang

maupun jangka pendek, misalnya :

a. Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari

lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan

olok-olokan teman main dan teman sekolah. Dapat pula karena

ketidakmampuan unk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama

olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.

b. Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih

lanjut dibanding usia biologinya.

c. Masalah ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.

d. Gangguan pernafasan seperti infeksisaluran nafas, tidur ngorok, sering

mengantuk siang hari.

e. Gangguan endokrin seperti menars lebih cepat terjadi.

1.1.3.5. Ciri-ciri Perempuan yang Obesitas

Dari penelitian-penelitian mengenai orang-orang yang mengalami obesitas

yang telah dilakukan oleh beberapa tokoh, maka dapat dihasilkan beberapa

karakteristik yang sering dikaitkan dengan orang yang mengalami obesitas antara

lain, menurut Sarwono (dalam Marlina, 1997):

a. Keterampilan Sosial

Orang yang obesitas dipandang sebagai orang orang-orang yang memiliki

keterampilan sosial yang rendah.

b. Kontrol Diri

Menyatakan bahwa orang-orang yang obesitas dinilai sebagai orang yang

memiliki kontrol diri yang rendah.

c. Tingkat Kepercayaan Diri

Orang yang obesitas cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah

dari pada orang-orang yang memiliki tubuh ideal

d. Penampilan Fisik dan Wajah

Kebanyakan orang beranggapan bahwa seseorang yang obesitas biasanya

juga memiliki wajah serta penampilan fisik yang tidak menarik.

e. Tingkat Keterampilan

Orang-orang yang obesitas biasanya lamban dalam melakukan suatu

kegiatan yang berhubungan dengan gerak tubuh, sehingga diasumsibahwa

orang yang obesitas cenderung kurang terampil dan tidak cekatan dalam

melakukan sesuatu.

f. Dalam Mendapatkan Teman Kencan

Orang yang obesitas biasanya sulit mendapatkan teman kencan.

Kebanyakan orang lebih tertarik memilih teman kencan yang memiliki

bentuk tubuh ideal daripada yang memiliki bentuk tubuh gemuk.

1.1.3.6. Penanggulangan Obesitas

Menurut Atikah (2010) penatalaksanaan obesitas dapat dibagi dalam

beberapa kategori, meliputi:

a. Edukasi

Memberikan pengajaran kepada penderita obesitas bahwa cara paling

efektif untuk menurunkan berat badan adalah dengan meningkatkan

aktifitas fisik dan mengurangi asupan energi.

b. Program penurunan berat badan

1) Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang

dianjurkan ( vitamin, mineral, dan protein ). Diet untuk menurunkan

berat badan harus rendah kalori.

2) Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan

berat badan yang perlahan dan stabil.

3) Sebelum melakukan program penurunan berat badan, harus dilakukan

pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.

c. Modifikasi perilaku

Modifikasi perilaku merupakan teknik yang sering digunakan dalam terapi

psikologis untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang dapat

menyebabkan munculnya masalah kelebihan berat badan. Dengan teknik

ini, remaja ditanamkan motifasi dan disiplin diri yang kuat untuk

mengubah kebiasaan yang salah (Wirakusumah, 1994). Modifikasi

perilaku dapat dilakukan dengan cara antara lain:

1) Memonitor diri sendiri

Pencatatan olah raga, makanan yang dimakan dan emosi serta

lingkungan yang mempengaruhi pada waktu mengkonsumsi makanan

untuk memberikan dasar perencanaan untuk perubahan.

2) Dorongan positif

3) Modifikasi perilaku untuk mempromosikan penurunan atau

mempertahankan berat badan

4) Kunyah makanan secara berlahan

5) Makan dengan porsi yang kecil (menurut Denny Santoso seorang Diet

and Fitness Expert dan Fat Loss Specialist)

Sebaiknya dalam satu hari makan dibagi lima sampai enam kali.

Misalnya, pada pagi hari makan, kemudian makan siang kira-kira

pukul 12.00-13.00. Namun biasanya pukul 10.00, sudah mulai

kelaparan dan akan makan camilan, misalnya pisang goreng atau

lainnya. Biasanya, kita makan pada pagi, siang, dan malam, atau tiga

kali sehari. Di antara makan tersebut, kita pasti lapar dan makan snack.

Jadi di antara makan pagi dan siang, ada satu lagi makan kecil yang

sehat yaitu sebaiknya buah daripada pisang goreng. Kemudian pukul

16.00 atau antara makan siang dan makan malam, kita makan sekali

lagi dan kemudian sebelum tidur. Kalau lapar biasanya langsung tidur

supaya laparnya tidak terasa, namun sebaiknya dikasih makan snack

malam. makan lengkap karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan

karbohidrat seperti roti gandum, oatmeal, umbi-umbian, dan

sebagainya termasuk buah juga. Porsi karbohidrat sekepal tangan kita.

Porsi daging atau ikan sebesar tangan kita kalau dibuka slicenya.

1.1.4. Citra tubuh pada Perempuan Dewasa Awal

Kebanyakan orang menganggap dirinya telah menyelesaikan perkembangan

fisik pada tahun remaja mereka. Faktanya tubuh terus mengalami perubahan

sampai mati. Bagaimanapun seseorang bereaksi terhadap perubahan bentuk tubuh,

penampilan, dan fungsi merupakan pusat untuk sepenuhnya memahami adaptasi

psikologis sepanjang masa dewasa.

Pada wanita, tugas perkembangan yang dihubungkan dengan citra tubuhnya

dapat dilihat dari intimacy atau kegiatan mereka dalam membangun suatu

hubungan dengan komunitas sosial maupun dengan pasangan lawan jenis. Yang

wanita harapkan adalah sebuah daya tarik yang dapat diterima oleh lawan jenis

maupun teman dalam lingkungan sosial. Pada dewasa awal, wanita lebih siap

dalam mencintai, membangun suatu hubungan yang lebih serius, dan

berkomitmen terhadap suami dan keluarga. Identitas dan keintiman berkembang

bersama sehingga wanita lebih mengerti diri mereka, terlebih melalui hubungan

dengan orang lain.

1.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi citra diri:

a. Jenis kelamin

c. Modifikasi perilaku

b. Berat badan

c. Konsep diri

d. Teman sebaya

Citra Diri Negatif

b. Program penurunan berat badan : Muay Thai (kasih gerakan

Citra Diri Positif

a. Edukasi

c. Faktor psikososial L

b. Faktor sosio kultular

a. Faktor Biologis

Faktor penyebab obesitas:

Obesitas

Penanggulangan Obesitas:

e. Media massa

1.1. Hipotesis

Jika perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas melakukan fitness,

maka kepuasan citra tubuh meningkat.

1.3. Metodologi

a. Identifikasi variabel

a) Independent Variable

Independent variable adalah variabel yang dengan sengaja di

manipulasi oleh peniliti untuk mempengaruhi variabel lainnya. Dalam

penelitian ini yang menjadi IV adalah fitness.

b) Dependent Variable

Dependent varible adalah variabel faktor yang timbul atau berubah

setelah diberikan treatment atau pengaruh dari IV. Dalam penelitian ini

yang menjadi DV adalah kepuasan citra tubuh perempuan dewasa

awal yang mengalami obesitas berfitness di Helios Cabang Metro.

A. Operasionalisasi Variabel

a) Definisi operasional IV

Fitnes adalah olah raga untuk membakar lemak dengan difokuskan

pada pembentukan otot tubuh dan juga bagian tubuh lainnya yang

diinginkan. Pengertian ini merupakan pengertian secara umum. Olah

raga fitnes ini sangat bagus karena jika dilakukan rutin sangat baik

untuk kesehatan tubuh. Menggunakan alat yang digunakan untuk

pembakaran kalori yaitu:

Treadmill, alat ini bertujuan untuk membakar kalori di dalam tubuh.

Treadmill yang bisa dipakai dari mulai level jalan santai sampai lari

cepat, sesuai pengaturan yang kita gunakan.

Stepmill merupakan alat fitnes yang hampir sama seperti treadmill,

namun alat ini berbentuk tangga berjalan. Untuk pemula yang

menggunakan alat ini pastinya akan memilik kesulitan, karena alat ini

memiliki mekanisme dengan melawan gravitasi. Namun, apabila anda

sudah mahir dalam menggunakannya, maka latihan menggunakan alat

ini akan ampuh untuk membakar timbunan lemak serta kalori yang

terdapat di dalam tubuh anda.

Stationary bike, Untuk anda yang sering bersepeda namun tidak

memiliki waktu lagi untuk melakukannya, ketika anda pergi ke tempat

kebugaran anda bisa mencoba latihan dengan menggunakan stationary

bike. Stationary bike ini merupakan sebuah sepeda statis atau sepeda

yang jalan di tempat. Fungsi dari alat inipun sama halnya seperti anda

bersepeda di jalanan, yaitu untuk membakar lemak dan kalori yang

berlebih pada tubuh anda. Pegangan tangan pada alat ini umumnya

lebih tinggi dibandingkan dengan tempat duduknya. Alat fitnes ini juga

merupakan salat fitnes yang populer, sehingga semua tempat

kebugaran pasti memiliki alat seperti ini.

Barbel, Untuk anda yang ingin menurunkan berat badan dan memiliki

bentuk tubuh yang lebih proposional, selain dengan menggunkan alat

fitnes di atas anda juga bisa mencoba berbagai jenis barbel. Di tempat

kebugaran berbagai ukuran dan berat barbel telah disediakan. Masing-

masing ukuran barbel tersebut memiliki fungsi yang berbeda satu sama

lainnya sesuai dengan keinginan kita untuk membentuk bagian tubuh

yang mana.

b) Dependent variable dalam penelitian ini adalah kepuasan citra tubuh

perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas. Kepuasan citra

tubuh menurut Rice (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan bahwa

citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang

tubuhnya yang meliputi pikiran, perasaan, sensasi, kesadaran, dan

perilaku yang terkait dengan tubuhnya yang merupakan pengalaman

individual seseorang tentang tubuhnya. Cara berpikir yang positif atau

negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau

menurunkan citra tubuh seseorang. Individu yang berpikir positif

terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang positif yang

kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap citra tubuhnya,

sedangkan individu yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan

memiliki citra tubuh yang negatif yang mengarahkannya pada rasa

tidak puas terhadap citra tubuhnya (Melliana, 2006).

Penurunan dari konsep diri adalah jenis kelamin (Gender), pria

cenderung menggunakan tubuhnya dengan aktif agar dpat menunjang

aktivitasnya, sedangkan perempuan lebih memandang tubuhnya dari

segi estetika dan bersifat evaluatif. Akibatnya, perempuan memiliki

kepuasan citra diri yang lebih rendah disbanding dengan kaum pria.

Kelompok remaja putri lebih memperhatikan perkembangan tubuhnya

dibandingkan remaja putra karena lebih terkait pada nilai – nilai yang

ada pada kehidupan.

Berat badan dan derajat kekurusan atau kegemukan. Konsep citra

diri berkaitan dengan derajat kekurusan ataupun kegemukan tubuh

individu. Dalam hal ini, berat badan dan ukuran badan disebutkan

memiliki peranan penting dalam kepuasan citra tubuh pada remaja,

terutama yang tumbuh dalam budaya yang mementingkan penampilan.

Teman sepergaulan memiliki peranan besar dalam terbentuknya citra

diri. Persepsi akan bentuk tubuh yang kurus berhubungan dengan

popularitas antara teman sepergaulan dan ini menjadi prediksi kuat

adanya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Hal ini berarti,

jika wanita tersebut bertubuh kurus dan mendekati bentuk tubuh ideal

akan popular, begitu pula sebaliknya.

Konsep diri berpengaruh terhadap kepuasan citra tubuh yang

dipersepsikan. Mereka yang memiliki harga diri positif tidak rentan

terhadap penghinaan fisik yang dilakukan pada lingkungannya.

Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja

yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal,

identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur

kronologis dan mental age-nya.

a. Rancangan / Design Experiment

Penulis menggunakan teknik interupted time series design (one group time

series) yaitu untuk mengetahui pengaruh fitnes terhadap kepuasan citra tubuh

perempuan dewasa awal yang mengalami obesitas melakukan fitness di

Helios Cabang Metro, dengan skema rancangan seperti dibawah ini

Rancangan Penelitian

Group Before

Observation

Treatment After

observation

I Y1, Y2, Y3 X Y4, Y5, Y6

Keterangan:

X : Treatment

Y(1, 2, 3) : Pengukuran observasi 1,2,3 pada saat diberikan quisioner

pertama kali

Y(4, 5, 6) : Pengukuran observasi 1,2,3 pada saat diberikan quisioner

setelah dilakukannya fitnes selama 6 bulan.

Jalannya eksperimen

1. Meminta izin kepada fitness centre Helios untuk dilakukannya penelitian

2. Mencari subjek untuk dilakukannya penelitian dengan kriteria subjek

yang digunakan ialah berjenis kelamin perempuan yang mengalami

obesitas menurut BMI yaitu yang memiliki indeks massa tubuhnya lebih

dari 30 persen, terdaftar sebagai member baru di Fitness Centre Helios,

dan alasan mengikuti fitness karena ingin memperbaiki penampilan dan

mendapatkan bentuk tubuh ideal.

3. Melakukan before observation terhadap subjek yang obesitas menurut

BMI dengan mengisi quisioner skala kepuasan citra tubuh.

4. Melakukan after observation terhadap subjek yang obesitas menurut

BMI dengan mengisi quisioner skala kepuasan citra tubuh.

5. Melakukan pengumpulan data dari quisioner tersebut.

a. Controlled Variable

Visualisasi dari variabel yang di kontrol melalui tabel dibawah ini

Apa? Bagaimana? Mengapa?

Latihan yang

digunakan

Memilih metode

work out yaitu

seperti treadmill,

stepmill, stationary

bike dan barbel

Karena lebih cepat membentuk

tubuh ideal/cepat membakar

kalori.

Frekuensi

latihan

Jadwal latihan di atur

3 x 50 menit per

minggu atau 150

menit per minggu

Agar penelitian dilakukan

bersamaan sehingga data dapat

representatif, maka subjek

sebelumnya diberitahu untuk

melakukan fitnes hanya di fitness

center saja jangan melakukan di

tempat lain (rumah, sarana

olahraga lainnya).

Waktu Pemberian treatment

selama 6 bulan,

berdasarkan

pengalaman

instruktur yang

pernah memberikan

pelatihan terhadap

wanita yang

mengalami obesitas,

indeks massa

tubuhnya diatas

30%, mengalami

penurunan berat

badan secara

signifikan setelah 5

Untuk melihat berubah atau

tidaknya citra tubuh subjek

bulan berlatih,

sehingga peneliti

mencoba untuk

memilih kurun waktu

selama 6 bulan.

Pola makan Pola makan 5-6 kali

sehari dalam porsi

kecil, tinggi protein,

dan tinggi serat

(sumber dari Denny

Santoso seorang Diet

and Fitness Expert

dan Fat Loss

Specialist),

Menjaga pola makan dengan

asupan serat yang cukup akan

membantu cepatnya pembentukan

tubuh

b. Rival Hypotheses

Merupakan variabel yang tidak dapat di kontrol atau mencemari internal

validity, yaitu:

1. Maturation yaitu motivasi dan pola makan karena berada dalam

lingkungan yang kurang mendukung sehingga kesadaran diri berubah

dengan sendirinya.

2. Eksperimental mortality yaitu subjek penelitian sakit, berhenti, pindah

alamat sehingga jumlah subjek penelitian pada pre test dan post test

berbeda atau tidak seimbang.

Sedangkan variabel yang biasanya muncul dari luar diri antara lain yaitu

suasana tempat fitness yang penuh sehingga sulit untuk menggunakan alat-alatnya

dan reaction effect of experimental arrangements yaitu subjek lebih siap untuk

menjalankan treatment sehingga akan mempengaruhi hasil juga selection biases

yang terambil dalam sampel hanya subjek yang tipe tubuh yang cepat terbakar

kalorinya. Namun bagaimanapun peneliti akan tetap berupaya untuk

meminimalisir variabel-variabel tersebut.

c. Alat Ukur

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala

kepuasan citra tubuh. Untuk mengukur kepuasan citra tubuh digunakan skala

kepuasan citra tubuh yang terdiri dari 20 item yang disusun berdasarkan dimensi

kepuasan citra tubuh dari Thompson (dalam Nugraha, 2010). Thompson, (2000)

menjelaskan aspek-aspek dalam citra raga yaitu:

a. Persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan

secara keseluruhan. Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari diri

seorang individu, karena dalam hal tersebut individu dinilai oleh orang

lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Selanjutnya bentuk tubuh serta

penampilan baik dan buruk dapat mendatangkan perasaan senang atau

tidak senang terhadap bentuk tubuhnya sendiri.

b. Aspek perbandingan dengan orang lain. Adanya penilaian sesuatu yang

lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, sehinggamenimbulkan suatu

prasangka bagi dirinya keorang lain, hal-hal yang menjadi

perbandinganindividu ialah ketika harus menilai penampilan

dirinya dengan penampilan fisik orang lain.

c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain). Seseorang dapat menilai

reaksi terhadap orang lain apabila dinilai orang itu menarik secara fisik,

maka gambaran orang itu akan menuju hal-hal yang baik untuk menilai

dirinya.

Subjek diminta untuk menjawab setiap item berdasarkan keadaan subjek yang

sebenarnya, masing-masing item memiliki dua alternatif jawaban yaitu Ya yang

diberi skor 1 dan Tidak yang diberi skor 0.

d. Populasi dan Sampel

Pertama populasinya adalah seluruh perempuan dewasa awal yang mengalami

obesitas. Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan dewasa awal yang

mengalami obesitas melakukan fitness di Helios Cabang Metro. Adapun

karakteristik sampel pada penelitian ini adalah:

a) Berjenis kelamin perempuan berusia dewasa awal yang mengalami

obesitas menurut BMI yaitu yang memiliki indeks massa tubuhnya lebih

dari 30 persen

b) Terdaftar sebagai member baru di Fitness Center Helios pada saat

pengambilan data

c) Alasan mengikuti fitness karena ingin memperbaiki penampilan dan

mendapatkan bentuk tubuh ideal

e. Analisis data

Analisis tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah Body Mass Index

(BMI) memiliki peran terhadap kepuasan citra tubuh subjek. Dari hasil antara

BMI dengan kepuasan citra tubuh yang menggunakan bantuan program SPSS

20.0 for windows.

No Aspek Pertanyaan Ya Tidak

.

1. Persepsi Saya merasa kurang

nyaman dengan tinggi

badan saya

2. Berat badan saya seperti

yang saya inginkan

3. Saya merasa nyaman

dengan kulit saya

4. Saya menyukai rambut

saya

5. Wajah saya tidak seperti

yang saya inginkan

6. Saya merasa nyaman

dengan payudara saya

7. Saya merasa kurang

nyaman dengan keadaan

bentuk perut saya

8. Lingkar pinggang saya

seperti apa yang saya

inginkan

9. Lingkar paha saya seperti

apa yang saya inginkan

10. Perkembangan Teman-teman saya lebih

dulu mengalami

menstruasi daripada saya

11. Saya sering menerima

pujian tentang tubuh saya

12. Hal-hal yang saya temui

di majalah mempengaruhi

penilaian saya terhadap

tubuh saya

13. Saya mengalokasikan

dana untuk memperbaiki

tubuh saya

14. Sosial budaya Orangtua saya

mengajarkan saya tentang

bagaimana seharusnya

saya berpenampilan

sebagai perempuan

15. Sebagai perempuan saya

memiliki keharusan untuk

memiliki tubuh yang

ideal

16. Memiliki tubuh yang

ideal mampu membuat

saya mengontrol hidup

saya

17. Wajah saya seperti apa

yang di sukai banyak

orang

18. Tubuh saya seperti apa

yang di sukai banyak

orang

19. Wajah saya akan di sukai

oleh orang yang sukunya

sama dengan saya

20. Tubuh saya akan di sukai

oleh orang yang sukunya

sama dengan saya