Chapter I

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Di sisi lain sejak tahun 2000, dalam rangka tatanan pergaulan antar bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional sejalan dengan agenda pembangunan dunia, Indonesia memiliki komitmen untuk ikut menjalankan agenda pembangunan dunia yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bentuk agenda pembangunan yang dinamakan Millenium Development Goals (MDG’s). Tujuan pembangunan millennium atau Millenium Development Goals (MDG’s) adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter I

Page 1: Chapter I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil

dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan

bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia

yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.

Di sisi lain sejak tahun 2000, dalam rangka tatanan pergaulan antar bangsa

guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional sejalan dengan agenda

pembangunan dunia, Indonesia memiliki komitmen untuk ikut menjalankan agenda

pembangunan dunia yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

dalam bentuk agenda pembangunan yang dinamakan Millenium Development Goals

(MDG’s).

Tujuan pembangunan millennium atau Millenium Development Goals

(MDG’s) adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui

komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan)

tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai

pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I

memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian

lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan.

Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu,

terarah, bertahap, dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional

dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain

yang telah maju.

Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat,

dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi,

sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan, dan senantiasa harus merupakan

perwujudan wawasan nusantara serta memperkukuh ketahanan nasional, yang

diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan

dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan nasional

merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan

kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis

berdasarkan Pancasila. Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan

dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan

rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung

jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan nasional menghendaki keselarasan

hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia dan antara

manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I

Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan

pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah

berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang

menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling menunjang, saling

mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya

tujuan pembangunan nasional.

Kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Pembangunan Nasional memberi peluang kepada pemerintah daerah

untuk merencanakan pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas

serta potensi yang dimiliki. Wewenang yang lebih luas telah diberikan secara legal

untuk memanfaatkan berbagai sumber daya baik dari aspek administrasi,

kelembagaan maupun finansial. Melalui kewenangan tersebut diharapkan pemerintah

daerah mampu menyusun suatu model perencanaan pembangunan dan dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan dari pembangunan tersebut di atas dapat

tercapai dalam kerangka agenda pembangunan nasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I

Gerbang otonomi daerah mengharuskan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas aparaturnya, agar memiliki kompetensi dan kemampuan

untuk menghadapi dan menangani tantangan pembangunan sekaligus mampu

melakukan agenda pembangunan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Coorporate Governance). Yang

dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah

otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional dalam kerangka otonomi daerah

dibutuhkan perencanaan dan pembangunan wilayah yang komprehensif, terpadu dan

terintegrasi yang diharapkan dapat dijadikan panduan dalam pelaksanaan

pembangunan daerah.

Perencanaan dan pembangunan wilayah adalah suatu proses perencanaan

pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah

perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan

lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan

berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat

menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan

Bratakusumah, 2003). Menurut Archibugi (2008) teori perencanaan wilayah dapat

dibagi atas empat komponen yaitu Physical Planning (Perencanaan fisik), Macro-

Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro), Social Planning (Perencanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I

Sosial) dan Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan dan

pembangunan wilayah diharapkan menghasilkan penataan ruang perkotaan dengan

alokasi ruang perkotaan yang sesuai dengan peruntukannya sehingga aktivitas ruang

perkotaan berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi.

Selama kurun waktu pelaksanaan otonomi daerah, banyak daerah-daerah yang

telah menunjukkan kinerja pembangunan daerahnya dengan baik namun tidak sedikit

pula daerah-daerah yang tidak mampu memanfaatkan momentum tersebut.

Berdasarkan hasil kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

(KPPOD) tentang Tata Kelola Ekonomi Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia yang

menempatkan 7 (tujuh) kabupaten dan kota di Sumatera Utara dengan tata kelola

ekonomi yang terburuk. Tujuh daerah tersebut adalah Kota Medan, Labuhan Batu,

Tanjung Balai, Asahan, Nias dan Nias Selatan (KPPOD, 2008). Menurut Suntoro

(2004) yang melakukan penelitian mengenai Analisis Rasio keuangan terhadap

kinerja pemerintah Kabupaten/kota (studi kasus pada Pemerintah kota Yogyakarta).

Hasil menunjukkan bahwa otonomi daerah ternyata membawa pengaruh terhadap

kinerja pemerintah kota Yogyakarta. Tingkat ketergantungan Pemerintah Kota

Yogyakarta terhadap sumber dana ekstren (pemerintah/pinjaman) masih tinggi

walaupun dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dan Pendapatan Asli

Daerahnya mengalami peningkatan.

Kota Medan dengan luas ± 265,10 Km2 merupakan kawasan dengan kesatuan

ekologis dimana wilayahnya saling berkaitan antara inti kota, utara, selatan, barat dan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I

timur yang saat ini terdiri dari 21 (dua puluh satu) wilayah kecamatan. Untuk itu

diperlukan suatu perencanaan yang bersifat terpadu dengan tujuan pemanfaatan ruang

yang optimal. Keterpaduan yang mempertimbangkan bahwa setiap wilayah dalam

kawasan Kota Medan memiliki karakteristik masing-masing namun perlu ditilik

dengan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan yang bersinergi untuk

keberlanjutan Kota Medan.

Dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan, Pemerintah Kota Medan

telah melakukan berbagai perencanaan pembangunan berdasarkan visi dan misi kota

yang tertuang dalam berbagai dokumen induk perencanaan. Dalam pelaksanaannya,

pembangunan Kota Medan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik, namun

tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Medan yang

ditunjukkan dengan terkonsentrasinya penduduk miskin pada wilayah sub urban,

terjadinya disparitas IPM antar kecamatan, pengangguran yang masih tinggi dan

ketimpangan ketersediaan sarana prasarana antara wilayah urban dan sub urban

(paradox of growth).

Kondisi empiris menunjukkan, Kota Medan menempati posisi yang sangat

strategis dalam pembangunan ekonomi regional Sumatera Utara. Berdasarkan data

publikasi BPS Sumatera Utara pada tahun 2007, Kota Medan memberikan

konstribusi terhadap pembentukan PDRB Sumatera Utara mencapai ± 30,50%

sedangkan pada tahun 2003 hanya tercatat ± 23,42% terhadap pembentukan PDRB

Sumatera Utara. Selama periode 2003-2007, pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I

pertumbuhan yang relatif tinggi dan stabil. Demikian juga laju inflasi Kota Medan selama periode

tahun 2003-2007 berada di bawah 1 digit kecuali pada tahun 2005 mencapai 22,91 persen. Hal ini

disebabkan pada bulan Oktober 2005, Pemerintah menaikkan harga BBM. Untuk lebih jelasnya dapat

dijelaskan pada table berikut ini:

Tabel 1.1 Kinerja Pembangunan Bidang Ekonomi Kota Medan dibanding dengan Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2003-2007

No Indikator Tahun Medan Sumatera Utara

2003 22.542,02 96.233,39

2004 33.115,35 118.100,51

2005 42.792,45 139.618.31

2006 48.922,90 160.376.8

1

PDRB (ADH Berlaku) (Rp Milyar)

2007 55.455,58 181.819.74

2003 6.092,41 27.071,25

2004 23.623,13 83.328,95

2005 25.272,42 87.897.79

2006 27.234,45 93.347.40

2

PDRB (ADH Konstan) (Rp Milyar)

2007 29.352,92 99.792.27

2003 12.346,89 8.497,85

2004 13.174,81 9.741,57

2005 20.906,35 11.326,52

2006 23.629,97 12.684,53

3

Pendapatan Perkapita

(ADH Berlaku) (000 Rp/Tahun)

2007 26.620,95 14.166,63

2003 11.099,57 2.271,73

2004 11.748,85 6.873,42

2005 12.346,90 7.130,69

2006 13.174,00 7.383,039

4

Pendapatan Perkapita

(ADH Konstan) (000 Rp/Tahun)

2007 14.090,60 7.775,393

2003 5,06 4,81

2004 7,29 5,74

2005 6,98 5,48

2006 7,76 6,2

5

Pertumbuhan Ekonomi (%)

2007 7,78 6,9

2003 4,46 4,23

2004 6,64 6,81

6

Inflasi (%) 2005 22,91 22,41

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I

2006 5,97 6,11

2007 6,42 6,6 Sumber : BPS Kota Medan 2004–2008, BPS Sumut 2004-2008 (Diolah)

Selama kurun waktu tahun 2003-2007, konstribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota

Medan diberikan sektor tertier (69,22%), diikuti sektor sekunder (27,93), dan sektor

primer (2,86%). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Nilai ekspor Kota Medan yang melalui Pelabuhan Laut Belawan dan Bandara

Polonia selama tiga tahun terakhir sejak 2004-2006 menunjukkan kondisi yang

meningkat, dengan tumbuh rata-rata per tahun sebesar 31,81 persen. Nilai impor juga

mengalami peningkatan dengan tumbuh rata-rata pertahun sekitar 27,00 persen.

Berdasarkan kondisi ekpor dan impor Kota Medan tersebut, dapat diketahui bahwa

kondisi neraca perdagangan di Kota Medan pada periode tahun 2004-2006

mengalami surplus, dimana besarnya nilai ekspor selalu lebih besar nilai impor. Hal

ini dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini:

Gambar 1.1 Kontribusi Sektor Primer, Skunder dan Tertier Kota Medan Tahun 2003-2007

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter I

Tabel 1.2 Nilai Ekspor dan Impor Melalui Wilayah Kota Medan 2004-2006

Tahun Ekspor (Nilai FOB, Miliar US $)

Impor (Nilai CIF, Miliar US $)

Surplus Perdagangan (Miliar US $)

2004 2,64 0,73 1,91

2005 3,86 1,00 2,86

2006 4,52 1,17 3,35 Sumber : Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun 2006

Succses story indikator makro ekonomi yang telah berhasil dicapai selama

otonomi daerah tersebut, ternyata belum sepenuhnya diikuti oleh perbaikan tingkat

kesejahteraan masyarakat kota. Beberapa data empiris di bawah ini menunjukkan

bahwa terjadinya kesenjangan fundamental antara tingkat kesenjangan antar

kelompok pendapatan dari sisi penyerapan angkatan kerja. Angkatan kerja di pasar

kerja ternyata jauh melebihi penawaran, dalam hal ini pencari kerja lebih banyak dari

peluang kerja yang tersedia. Berdasarkan tabel berikut dapat dilihat pada tahun 2008

yang terserap dipasar tenaga kerja sebesar 86,92% sedangkan 13,08% tidak terserap

di lapangan kerja yang ada.

Tabel 1.3 Jumlah Pencari Kerja Kota Medan Tahun 2006-2008 No Angkatan Kerja Tahun Persentase 2006 2007 2008 2008

1 Bekerja 755.882 729.892 833.832 86,92

2 Pengangguran 133.470 123.670 125.477 13,08

Total 889.352 853.562 959.309 100 Sumber: LPPD Kota Medan 2008

Dari lapangan usaha yang ada sebagian besar digerakkan oleh sektor tersier

dan sekunder (gambar 1.1) yang merupakan penampung tenaga kerja yang terbesar,

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter I

namun akibat kebijakan pengupahan yang cenderung masih pro pasar (bukan buruh),

menyebabkan nilai tambah yang diciptakan di sektor-sektor ini tidak dapat dinikmati

oleh angkatan kerja yang bekerja.

Di samping itu, Medan sebagai Kota Metropolitan dengan sektor-sektor

ekonomi andalannya adalah sektor tertier dan sekunder telah mendorong arus

urbanisasi (migrasi) dan commuter yang cenderung besar yakni sekitar 500.000 orang

per hari, turut mempengaruhi ketidakseimbangan supply/demand di pasar kerja.

Kecenderungan ini diperparah lagi dengan kondisi urbanisasi dan commuter dari

kawasan sekitarnya yang hanya dimotivasi alasan-alasan irrasional tanpa didukung

oleh pendidikan dan ketrampilan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan dan

pendapatan yang lebih baik di Kota Medan.

Hal ini telah menjadikan pelaku usaha (industri) cenderung memperkerjakan

orang-orang berdomisili di luar Kota Medan yang cenderung bersedia menerima upah

lebih rendah. Peluang atau kesempatan kerja yang terbatas ini telah menyebabkan

angkatan kerja yang ada di Kota Medan sulit mendapatkan lapangan kerja sehingga

mereka menganggur berimplikasi terhadap tidak memiliki pendapatan.

Sebagian pelaku usaha yang ada merupakan sektor informal dan formal yang

tergabung dalam UKMK yang merupakan bagian dari perekonomian Kota Medan

namun perkembangan sektor ini tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan pelaku

UKMK kurang memiliki akses dana untuk usaha. Kota Medan memiliki potensi UKMK

yang besar yaitu sebanyak 217.513 unit usaha pada tahun 2006. Proporsi UKMK pada tahun tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter I

adalah sebesar 97,92 persen dari keseluruhan perusahaan yang tersebar di setiap kecamatan di Kota

Medan.

Berdasarkan total dana yang terhimpun dari masyarakat sekitar 65% telah

disalurkan kembali dalam bentuk investasi kepada pelaku usaha sedangkan sebanyak

35% masih mengalir keluar daerah baik dalam bentuk SBI maupun investasi lainnya.

Dari total kredit yang disalurkan tidak seluruhnya untuk investasi melainkan untuk

kegiatan konsumtif masyarakat. Menurut Romeo (dalam Musrenbang Kota Medan,

2007), hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain :

1. Faktanya uang terhimpun masih sedikit yang kembali dalam bentuk investasi dan

masih banyak yang mengalir ke Jakarta dan Pulau Jawa

2. Pemerintah dan uangnya masih sebagai mayor economic player

3. Permasalahan dan tantangan Kota Medan :

a. Ekonomi konglomerasi lebih dominan;

b. Kurang memiliki daya tarik investasi;

c. Keberadaan UMKM tidak terkoordinasi dan kurang memiliki akses terhadap

lembaga keuangan

Ditinjau dari aspek budaya yang berkaitan dengan etnis (suku) pada wilayah-

wilayah tertentu yang terkonsentrasi suku etnis tionghoa ternyata lebih mendominasi

pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Ada indikasi pada etnis-etnis

tertentu akibat mereka sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang cenderung

kurang selaras dengan sikap-sikap membangun yang diperlukan seperti inovasi,

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter I

inisiatif, dan kreatif menyebabkan mereka terperangkap dalam kelompok masyarakat

marjinal perkotaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.4 Penduduk Menurut Wilayah Administrasi dan Suku Bangsa Suku Bangsa ( % ) Kecamatan

Melayu Karo Simalungun Toba Madina Pakpak

1. M. Tuntungan 3.52 2.32 1.68 26.37 4.74 0.79

2. M. Johor 5.07 11.15 0.94 14.34 11.13 2.14

3. M. Amplas 5.10 2.94 1.00 26.80 15.05 0.22

4. M. Denai 4.89 0.52 0.86 25.83 12.25 0.46

5. M. Area 5.72 0.54 0.22 7.39 6.06 0.19

6. M. Kota 3.94 0.72 0.68 26.09 7.33 0.24

7. M. Maimun 6.52 0.99 0.40 6.62 14.60 0.10

8. M. Polonia 2.28 2.64 0.12 15.52 2.92 0.09

9. M. Baru 3.52 19.37 1.44 25.03 5.79 0.49

10. M. Selayang 5.10 16.62 1.64 23.37 4.69 0.56

11. M. Sunggal 6.56 4.09 0.56 16.76 6.14 0.12

12. M. Helvetia 4.95 4.17 0.81 30.29 7.08 0.25

13. M. Petisah 2.69 1.78 0.66 23.18 6.00 0.11

14. Medan Barat 4.56 0.97 0.38 14.07 16.01 0.09

15. Medan Timur 3.48 1.14 0.69 15.70 6.58 0.11

16. M. Perjuangan 3.28 1.14 1.36 24.55 15.00 0.14

17. M. Tembung 2.94 1.05 0.64 20.01 23.56 0.24

18. M. Deli 7.54 0.61 0.20 11.71 4.62 0.32

19. M. Labuhan 20.08 0.89 0.27 20.41 5.96 0.14

20. M. Marelan 19.35 0.13 0.26 6.48 5.55 0.20

21. M. Belawan 14.50 1.49 0.19 21.83 7.94 0.03 Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2007 BPS Kota Medan Lanjutan tabel 1.4

Suku Bangsa ( % ) Kecamatan

Nias Jawa Minang Cina Aceh Lainnya

1. M. Tuntungan 1.08 19.55 3.68 0.20 1.78 4.29

2. M. Johor 0.93 33.41 6.45 9.57 1.75 3.12

3. M. Amplas 0.81 37.06 6.54 0.84 1.45 2.19

4. M. Denai 0.53 24.01 21.77 4.68 2.00 2.21

5. M. Area 0.24 16.79 31.08 26.85 2.88 2.05

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter I

6. M. Kota 0.85 14.16 11.15 29.22 2.22 3.41

7. M. Maimun 1.17 21.74 18.53 18.29 2.60 8.47

8. M. Polonia 0.33 47.21 3.71 15.02 1.87 8.29

9. M. Baru 0.86 20.48 6.33 2.81 3.49 10.38

10. M. Selayang 0.76 37.10 3.32 1.31 1.87 3.67

11. M. Sunggal 0.83 37.82 4.60 11.32 6.34 4.85

12. M. Helvetia 0.78 37.33 5.26 2.13 4.07 2.90

13. M. Petisah 0.73 23.48 4.16 26.18 4.94 6.09

14. Medan Barat 0.44 26.78 6.95 22.89 1.67 5.19

15. Medan Timur 0.80 38.01 7.49 18.45 2.49 5.05

16. M. Perjuangan 0.88 24.71 9.76 13.42 3.35 2.40

Suku Bangsa ( % ) Kecamatan

Nias Jawa Minang Cina Aceh Lainnya

18. M. Deli 0.68 61.06 2.82 5.19 1.52 3.72

19. M. Labuhan 0.80 36.29 3.97 5.48 2.66 3.06

20. M. Marelan 0.20 55.27 3.38 3.74 1.65 3.78

21. M. Belawan 0.62 31.20 7.24 3.78 5.65 5.53 Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2007 BPS Kota Medan

Tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah pada komunitas

masyarakat miskin kota, kualitas derajat kesehatan masyarakat, dan daya beli yang

rendah pada daerah sub urban menyebabkan lambatnya transformasi ekonomi sosial

dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya disparitas IPM antara daerah

urban dan sub urban dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Per Kecamatan No Kecamatan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) 1 Medan Kota 86,0

2 Medan Perjuangan 75,4

3 Medan helvetia 74,5

4 Medan Johor 68,2

5 Medan Deli 67,9

6 Medan Labuhan 65,6

7 Medan Marelan 62,9

8 Medan Belawan 58,4

9 Medan Tuntungan 75,0

10 Medan Amplas 74,5

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter I

11 Medan Denai 72,2

12 Medan Area 82,4

13 Medan Polonia 84,6

14 Medan Baru 83,0

15 Medan Selayang 71,4

16 Medan Barat 89,9

17 Medan Timur 79,6

18 Medan Tuntungan 69,6 Sumber : Buku IPM Tingkat Kecamatan Kota Medan Tahun 2007 dan 2009

Tabel di atas menunjukkan IPM Kota Medan untuk tahun 2006 dan 2008.

IPM tahun 2006 (kecamatan Medan Kota, Medan Perjuangan, Medan Helvetia,

Medan Johor, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan).

Selanjutnya IPM pada tahun 2008 (Medan Tuntungan, Medan Amplas, Medan Denai,

Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Barat, Medan

Timur dan Medan Tembung).

Pada tahun 2006 IPM kecamatan Medan Kota berada pada status atas,

sedangkan kecamatan Medan Perjuangan, Medan Helvetia, Medan Johor berada pada

status menengah atas, kecamatan Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan

Medan Belawan masuk pada kelompok menengah bawah. Padahal kawasan ini

merupakan bagian wilayah kota yang direncanakan sebagai pusat pertumbuhan

wilayah (aglomerasi) dengan centre point Kawasan Industri Medan (KIM), Kawasan

Industri Lamhotma, Pelabuhan Belawan, dan Pelabuhan Samudera Perikanan Gabion.

IPM tertinggi pada tahun 2008 adalah kecamatan Medan Barat yaitu sebesar 89,9,

Medan Tembung berada pada posisi terendah dengan nilai IPM hanya sebesar 69,6.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter I

Demikian juga jika dilihat dari sisi penyebaran penduduk miskin berdasarkan

kecamatan di Kota Medan Tahun 2007 secara umum diketahui penduduk miskin

lebih banyak terkonsentrasi pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan.

Persentase penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 19.82% (412.984

jiwa) dari total penduduk Kota Medan. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat

besar. Dilihat dari persebarannya kecamatan-kecamatan yang berlokasi di sebelah

utara Kota Medan (Medan Belawan Medan Labuhan, Medan Barat dan Medan Deli,)

merupakan kantong kemiskinan terbesar di Kota Medan.

Tabel 1.6 Penyebaran Keluarga Miskin Kota Medan Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Jumlah Penduduk

Miskin (KK)

Persentase Jumlah

Penduduk Miskin (%)

1 Medan Tuntungan 68.817 12.340 17.93

2 Medan Johor 114.143 23.394 20.49

3 Medan Amplas 113.099 14.885 13.16

4 Medan Denai 137.443 31.813 23.14

5 Medan Area 107.300 24.043 22.40

6 Medan Kota 82.783 18.940 22.88

7 Medan Maimun 56.821 10.325 18.17

8 Medan Polonia 52.472 11.044 21.05

9 Medan Baru 43.419 6.323 14.56

10 Medan Selayang 84.148 10.575 12.56

11 Medan Sunggal 108.688 15.492 14.25

12 Medan Helvetia 142.777 10.432 7.30

13 Medan Petisah 66.896 18.674 27.91

14 Medan Barat 77.680 29.806 38.37

15 Medan Timur 111.839 20.991 18.77

16 Medan Perjuangan 103.809 16.653 16.04

17 Medan Tembung 139.256 20.729 14.88

18 Medan Deli 147.403 29.421 19.96

19 Medan Labuhan 105.015 32.175 30.64

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter I

20 Medan Marelan 124.369 15.827 12.72

21 Medan Belawan 94.979 39.102 41.17

Jumlah/Total 2.083.156 412.984 19.82 Sumber : BPS Kota Medan 2008

Walaupun fenomena kemiskinan di Kota Medan merupakan sifat

multikompleks yang menyebabkannya, tetapi dapat diduga faktor struktural

merupakan faktor dominan yang menyebabkan upaya-upaya menurunkan tingkat

kesenjangan pendapatan sulit dilakukan. Faktor-faktor struktural tersebut bukan

hanya yang berasal dari pemerintah daerah (kota), juga terkait dengan kebijakan

pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan persyaratan utama (neccesary condition)

untuk mengurangi kemiskinan. Namun dengan hanya memacu pertumbuhan ekonomi

saja bukanlah persyaratan yang cukup (sufficient condition) untuk mengatasi masalah

kemiskinan karena akan memunculkan trade off terhadap pemerataan yang cenderung

buruk. Pertumbuhan ekonomi akan kehilangan makna bagi golongan miskin apabila

diikuti dengan meningkatnya ketidakmerataan. Atau dengan kata lain jika manfaat

dari pertumbuhan tersebut

lebih banyak mengarah pada golongan kaya dan keadaan golongan miskin tidak

bertambah baik atau bahkan cenderung lebih buruk.

Penelitian sebelumnya oleh Kalwij dkk (2007) yang membahas peran

distribusi pendapatan dalam mempengaruhi respon kemiskinan terhadap

pertumbuhan pendapatan dan perubahan pada ketimpangan. Penelitian oleh Neumark

(2006) yang membahas tentang sebuah rasional dalam peningkatan upah minimum

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter I

untuk menghasilkan perubahan yang bermanfaat dalam distribusi pendapatan, melalui

peningkatan pendapatan keluarga miskin dan menengah. Hasil dari penelitian ini

membuktikan bahwa tidak ada fakta upah minimum di Brazil yang pendapatan

keluarganya lebih rendah dibandingkan dengan distribusi pendapatan.

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pada masa yang akan datang yang lebih baik dibandingkan dengan

kondisi sekarang. Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan tersebut,

Pemerintah Kota Medan telah melakukan berbagai perencanaan pembangunan yang

didasarkan pada visi dan misi kota yang tertuang dalam berbagai dokumen induk

perencanaan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan Kota Medan telah menunjukkan

hasil-hasil yang cukup baik, namun tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat Kota Medan (paradox of growth). Hal ini dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Gambar 1.2 Kinerja Pembangunan Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter I

Berdasarkan keadaan faktual dan kondisi dari berbagai data yang diuraikan di

atas perlu suatu kajian perencanan dan pembangunan wilayah kaitannya dengan

pendapatan di Kota Medan. Dari data pendapatan hasil survei akan diperoleh tingkat

distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini :

1. Apakah perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh terhadap

pendapatan masyarakat Kota Medan. Apakah perencanaan dan pembangunan

wilayah berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan

melalui variabel aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis,

kesempatan kerja, tabungan, pendidikan, dan lokasi tempat tinggal.

2. Apakah aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan

kerja, tabungan, pendidikan dan lokasi tempat tinggal berpengaruh secara

bersamaan terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan.

3. Apakah distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan tidak merata.

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan

maka tujuan penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter I

1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh perencanaan dan pembangunan

wilayah terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. Untuk mengkaji dan

menganalisis pengaruh perencanaan dan pembangunan wilayah terhadap

pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui variabel aglomerasi,

aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan,

pendidikan dan lokasi tempat tinggal.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis secara bersamaan pengaruh aglomerasi,

aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan,

pendidikan dan lokasi tempat tinggal berpengaruh terhadap pendapatan

masyarakat di Kota Medan.

3. Untuk mengkaji dan menganalisis kondisi distribusi pendapatan masyarakat di

Kota Medan.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis yakni diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran

dan upaya penajaman konsep tentang perencanaan dan pembangunan wilayah

kaitannya dengan pendapatan dan distribusi pendapatan wilayah.

2. Manfaat praktis, yaitu bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan

mengenai prioritas pembangunan dalam rangka peningkatan pendapatan dan

perbaikan distribusi pendapatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara