Chapter I

8
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan infeksi virus yang paling banyak tersebar dan dapat menimbulkan infeksi yang berkepanjangan, sirosis hati, kanker hati hingga kematian. Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang bersifat akut atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding dengan penyakit hati yang lain karena penyakit Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai lesu. Penderita sering tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus Hepatitis B dan tanpa sadar pula menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). Penyebaran penyakit Hepatitis B sangat mengerikan. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 1990 diperkirakan satu biliun individu yang hidup telah terinfeksi Hepatitis B, sehingga lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi, dan 1-2 juta kematian setiap tahun dikaitkan dengan VHB. Pada Tahun 2008 jumlah orang terinfeksi VHB sebanyak 2 miliar, dan 350 juta orang berlanjut menjadi pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik (Shulman, 1994). Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90 persen diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter I

Page 1: Chapter I

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat

menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan

masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan

infeksi virus yang paling banyak tersebar dan dapat menimbulkan infeksi yang

berkepanjangan, sirosis hati, kanker hati hingga kematian.

Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang bersifat

akut atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding dengan

penyakit hati yang lain karena penyakit Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala

yang jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai lesu. Penderita

sering tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus Hepatitis B dan tanpa sadar pula

menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

Penyebaran penyakit Hepatitis B sangat mengerikan. Menurut World Health

Organization (WHO) Tahun 1990 diperkirakan satu biliun individu yang hidup telah

terinfeksi Hepatitis B, sehingga lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi,

dan 1-2 juta kematian setiap tahun dikaitkan dengan VHB. Pada Tahun 2008 jumlah

orang terinfeksi VHB sebanyak 2 miliar, dan 350 juta orang berlanjut menjadi pasien

dengan infeksi Hepatitis B kronik (Shulman, 1994).

Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90

persen diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang

mengidap virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I

usia balita. Infeksi juga bisa terjadi saat ibu munyusui karena terjadi kontak luka pada

puting ibu sehingga menjadi jalan mudah masuknya virus Hepatitis B (Budihusodo,

2008).

Berdasarkan data WHO Tahun 2008, penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh

nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia.

Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B ketiga terbanyak di dunia

setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta

diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. Sebagian besar

penduduk kawasan ini terinfeksi VHB sejak usia kanak-kanak. Sejumlah negara di

Asia, 8-10 persen populasi orang menderita Hepatitis B kronik (Sulaiman, 2010).

Ningsih (2010) mengatakan bahwa mayoritas pengidap Hepatitis B terdapat di

negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) Tahun 2007, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus Hepatitis

B adalah sebesar 34% dan cenderung meningkat karena jumlah pengidapnya terus

bertambah terlebih lagi terdapat carrier atau pembawa penyakit dan dapat menjadi

penyakit pembunuh diam-diam (Silent Killer) bagi semua orang tanpa kecuali. Di

pedesaan penyakit Hepatitis menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian

pada golongan semua umur dari kelompok penyakit menular, sedangkan di daerah

perkotaan menduduki urutan ketiga.

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit Hepatitis B. Di Indonesia program imunisasi Hepatitis

B dimulai pada Tahun 1987 dan telah masuk ke dalam program imunisasi rutin secara

nasional sejak Tahun 1997. Pada Tahun 1991 Indonesia dinyatakan telah mencapai

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I

Universal Child Immunization (UCI) secara nasional, akan tetapi tetap saja masih ada

ditemukan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti kasus

Hepatitis. Kasus penyakit Hepatitis B masih ada ditemukan di beberapa desa terutama

desa dengan cakupan imunisasi Hepatitis B rendah khususnya imunisasi Hepatitis B

(0-7 hari) (Anwar, 2000).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, cakupan imunisasi

Hepatitis B 0-7 hari di Indonesia sebesar 59,19% (Depkes RI, 2009). Berdasarkan

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 jumlah kasus Hepatitis

B di Sumatera Utara adalah sebanyak 48 kasus sedangkan pada Tahun 2009 jumlah

kasus Hepatitis B di Sumatera Utara adalah sebanyak 64 kasus. Ini berarti

menunjukkan adanya kenaikan kejadian Hepatitis B.

Hasil laporan bulanan imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Aek Habil Kota

Sibolga Tahun 2009 didapatkan jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B

sebanyak 295 bayi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Hasil Laporan Bulanan Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2009

No

Kelurahan

Sasaran Bayi

Bayi yang Mendapat Imunisasi Hepatitis B ( 0-7 Hari)

Jlh % Jan Fe

b

Mar

Apr

Mei Jun Jul Ag

t Sep

Okt Nov

Des

1 Aek Habil 200 8 8 0 5 14 5 12 11 10 10 15 0 98 49,0

2 Aek Manis 183 7 10 0 6 13 6 12 10 12 10 10 0 96 52,5

3 Aek

Parombunan

194 7 7 0 3 2 2 10 11 13 15 0 0 70 36,1

4 Aek

Muara Pinang

146 8 5 0 2 1 0 5 3 2 5 0 0 31 21,2

Sumber : Profil Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I

Pada Tabel 1.1 menunjukkan (1) di Kelurahan Aek Habil Kecamatan Sibolga

Selatan sasaran bayi yang diimunisasi Hepatitis B adalah sebanyak 200 orang, yang

diimunisasi hanya 98 orang (49,0%), ini berarti ada sebanyak 102 orang (51%) yang

tidak diimunisasi, (2) di Kelurahan Aek Manis Kecamatan Sibolga Selatan sasaran

bayi yang diimunisasi Hepatitis B adalah sebanyak 183 orang, yang diimunisasi 96

orang (52,5%), ini berarti ada sebanyak 87 orang (47,5%) yang tidak diimunisasi, (3)

di Kelurahan Aek Parombunan Kecamatan Sibolga Selatan sasaran bayi yang

diimunisasi Hepatitis B adalah sebanyak 146 orang, yang diimunisasi 70 orang

(36,1%), ini berarti ada sebanyak 124 orang (63,9%) yang tidak diimunisasi, (4) di

Kelurahan Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan sasaran bayi yang

diimunisasi Hepatitis B adalah sebanyak 146 orang, yang diimunisasi 31 orang

(21,2%), ini berarti ada sebanyak 115 orang (78,8%) yang tidak diimunisasi.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa Kelurahan Aek Muara Pinang

adalah kelurahan dengan cakupan imunisasi Hepatitis B terendah yaitu sebesar

21,2%. Kelurahan Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan termasuk wilayah

kerja Puskesmas Aek Habil. Menurut Petugas Imunisasi Puskesmas Aek Habil

Sibolga hal ini terkait dengan masih rendahnya pengetahuan ibu tentang penyakit

Hepatitis B. Selain itu ibu merasa takut untuk mengimunisasikan bayinya karena bila

diimunisasi anaknya akan demam terutama bila imunisasi diberikan 12 jam setelah

bayi lahir.

Data Monografi Kelurahan Aek Muara Pinang Tahun 2009, diperoleh

Kelurahan Aek Muara Pinang memiliki jumlah penduduk 6.728 jiwa. Jumlah ibu

yang mempunyai bayi berusia di bawah 12 bulan adalah sebanyak 67 orang dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I

mata pencaharian kepala keluarga mayoritas nelayan dan rata-rata ibu tidak bekerja.

Kelurahan Aek Muara Pinang mempunyai 4 posyandu. Kegiatan posyandu ini

didukung oleh peran serta kader posyandu sebanyak 20 orang akan tetapi tetap saja

para ibu tidak datang membawa bayinya untuk diimunisasi.

Sebagian besar suku masyarakat di Kelurahan Aek Muara Pinang adalah Suku

Nias. Ada kebiasaan masyarakat di kelurahan tersebut apabila ada ibu ingin bersalin

maka pertolongan persalinan dibantu oleh dukun tidak terlatih. Akibatnya sering kali

imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari tidak diberikan sehingga berdampak pada

penurunan cakupan imunisasi Hepatitis B.

Daerah geografi tertentu juga berhubungan peningkatan VHB misalnya

daerah pesisir. Kelurahan Aek Muara Pinang merupakan daerah pesisir. Daerah

pesisir merupakan kawasan pembangunan yang penting karena sekitar 60%

masyarakat Indonesia bermukim di kawasan pesisir. Salah satu karakteristik daerah

pesisir adalah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan sangat identik dengan

lingkungan sanitasi yang buruk. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai

macam penyakit menular di antaranya penyakit Hepatitis B (Shulman, 1994).

Menurut Azwar (1999), salah satu faktor yang menentukan timbulnya kasus

Hepatitis B adalah ciri/karakteristik manusia seperti pengetahuan, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial

budaya. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi Hepatitis B juga

dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya.

Menurut Helmi (2008) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan

antara faktor internal (pengetahuan, tingkat pendidikan) dan faktor eksternal (peran

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I

petugas kesehatan) dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B

sedangkan faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara

statistik tidak terdapat adanya hubungan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2009) menyatakan bahwa

adanya pengaruh antara penolong persalinan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis

B pada bayi 0-7 hari, dimana ibu bersalin yang ditolong oleh petugas kesehatan

memiliki peluang 7 kali untuk memberikan imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.

Variabel jumlah anak, tempat persalinan tidak menunjukkan adanya pengaruh dengan

pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang

dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan

faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku seseorang atau masyarakat

tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya

dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku, misalnya seseorang ibu yang tidak mau

mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak

atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.

Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin

melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu dan lingkungan sosial

budaya terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari di Kelurahan

Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga Tahun 2010.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh

karakteristik ibu (meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak,

pengetahuan) dan lingkungan sosial budaya (meliputi penolong persalinan, tempat

persalinan, kepercayaan) terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari

di Kelurahan Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga pada

Tahun 2010”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik

ibu (meliput i pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, pengetahuan) dan

lingkungan sosial budaya (meliputi penolong persalinan, tempat persalinan,

kepercayaan) terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari di

Kelurahan Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan,

pemerintah/pengambil keputusan tentang permasalahan terkait sehingga dapat

digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dengan membuat

program yang sesuai untuk meningkatkan cakupan imunisasi.

2. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan

berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara