Chapter I

8
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka Kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan noenatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Saragih, 2011). Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka Kematian Bayi (AKB) didunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar 34/1000 kelahiran hidup sedangkan angka Kematian balita (AKBAL) pada tahun 2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Menurut WHO dalam Maryunani (2009) data BBLR dirincikan sebanyak 17% dari 25 juta persalinan pertahun didunia dan hampir semua terjadi dinegara berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih di atas angka rata-rata Thailand (9,6%) dan Vietnam (5,2%). Di Indonesia, BBLR bersama 1

description

hai

Transcript of Chapter I

Page 1: Chapter I

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara

berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi

dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini

merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka Kematian

bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan noenatal kurang baik,

untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut

(Saragih, 2011).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka

Kematian Bayi (AKB) didunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi

49 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar 34/1000 kelahiran hidup sedangkan angka

Kematian balita (AKBAL) pada tahun 2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup

(Wijaya, 2010).

Menurut WHO dalam Maryunani (2009) data BBLR dirincikan sebanyak 17%

dari 25 juta persalinan pertahun didunia dan hampir semua terjadi dinegara

berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih di atas angka

rata-rata Thailand (9,6%) dan Vietnam (5,2%). Di Indonesia, BBLR bersama

1

Page 2: Chapter I

prematur merupakan penyebab Kematian neonatal yang tinggi. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2010 ditemukan bahwa daerah Sumut kejadian berat bayi lahir rendah

sebanyak 8,2 %. Berdasarkan profil Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan tahun

2011 ditemukan kejadian BBLR 1,5% dari setiap persalinan pertahun.

Bayi yang lahir dari ibu muda mengalami lebih sering kejadian prematuritas

atau berat badan kurang, dan angka kematian yang lebih tinggi dari pada bayi yang

dilahirkan dari ibu yang lebih tua. Berat badan kurang mungkin merupakan penyebab

kematian janin dan bayi yang terpenting. Berat badan kurang pada bayi yang

dilahirkan dari ibu yang sangat muda ternyata berhubungan dengan cacat bawaan

fisik atau mental seperti ayan, kejang – kejang, keterbelakangan, kebutaan atau

ketulian (Kartono dalam Luthfiyati, 2008).

Salah satu penyebab Kematian neonatus tersering adalah bayi berat lahir

rendah (BBLR) baik cukup bulan maupun kurang bulan (prematur). Pertumbuhan dan

perkembangan BBLR setelah lahir mungkin akan mendapat banyak hambatan.

Perawatan setelah lahir diperlukan bayi untuk dapat mencapai pertumbuhan dan

perkembangannya. Kemampuan ibu untuk memahami sinyal dan berespon terhadap

bayi prematur berinteraksi dan memberikan dekapan (Widiyastuti dkk, 2009).

Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor

risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa

perinatal selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia

tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.

Page 3: Chapter I

Angka BBLR di Indonesia nampak bervariasi, secara nasional berdasarkan analisa

lanjut SDKI angka BBLR sekitar 7,5 % (Indriani, 2009).

Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan

kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun ini kadang tidak sesuai

dengan yang diharapkan. Sulit sekali diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan

menjadi masalah. Oleh karena itu pelayanan antenatal/ asuhan antenatal merupakan

cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan

mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Kehamilan dan persalinan merupakan

proses alamiah (normal) dan bukan proses patologis, tetapi kondisi normal dapat

menjadi patologi/abnormal (Varney, 2001).

Antenatal Care (ANC) merupakan pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalisasi kesehatan mental fisik ibu hamil sehingga mampu menghadapi

persalinan, kala nifas, persiapan memberi ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi

secara wajar. Pada negara berkembang kunjungan ANC minimal 4 kali yaitu 1 kali

pada trimester I & II dan 2 kali pada trimester III (Manuaba, 1998).

Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin

setelah dirinya hamil, untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal yang lebih

lengkap. Pemeriksaan kehamilan adalah suatu cara untuk menjamin setiap kehamilan

berpuncak pada upaya untuk melahirkan bayi yang sehat tanpa menganggu kesehatan

ibunya (Dewi dalam Wibowo, 1992).

Page 4: Chapter I

Berbagai studi menyebutkan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

BBLR. Faktor pelayanan antenatal merupakan salah satu faktor risiko yang sangat

penting terhadap kejadian BBLR. Penelitian Setyowati, dkk dalam Suriani (2010)

menemukan bahwa ibu yang memeriksakan kehamilannya kurang dari 4 kali berisiko

untuk melahirkan BBLR 1,5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang

memeriksakan kehamilannya 4 kali atau lebih.

Sedangkan menurut Manuaba (1998) beberapa faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya persalinan preterm (prematur) atau bayi berat lahir rendah adalah pertama

faktor ibu meliputi; gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau

diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu,

hipertensi, jantung gangguan pembuluh darah (perokok) dan faktor pekerja yang

terlalu berat, kedua faktor kehamilan meliputi; hamil dengan hidramnion, hamil

ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban

pecah dini, ketiga faktor janin meliputi; cacat bawaan, infeksi dalam rahim, dan

keempat faktor yang masih belum diketahui.

Menurut Manuaba (1998), kurangnya pengetahuan tentang waktu yang aman

untuk melakukan hubungan seksual mengakibatkan terjadi kehamilan remaja, yang

sebagian besar tidak dikehendaki. Kehamilan telah menimbulkan posisi remaja dalam

situasi yang serba salah dan memberikan tekanan batin (stres) yang disebabkan oleh

beberapa faktor.

Page 5: Chapter I

Bila kehamilan ini diteruskan dalam usia yang relatif muda dari sudut ilmu

kebidanan dapat mengakibatkan penyulit (komplikasi) kehamilan yang cukup besar

diantaranya persalinan belum cukup bulan (prematuritas), pertumbuhan janin dalam

rahim yang kurang sempurna, kehamilan dengan keracunan yang memerlukan

penanganan khusus, persalinan sering berlangsung dengan tindakan operasi,

perdarahan setelah melahirkan makin meningkat, kembalinya alat reproduksi yang

terlambat setelah persalinan, mudah terjadi infeksi setelah persalinan, pengeluaran

ASI yang tidak cukup. Menurut Setyowati dalam Suriani (2010) risiko melahirkan

bayi dengan BBLR pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun adalah 1,34 kali

dibanding ibu yang berusia 20-35 tahun.

Seorang ibu setelah persalinan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun

untuk memulihkan tubuh dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya.

Menurut Wibowo (1992) jarak kelahiran mempunyai hubungan dengan terjadinya

BBLR, yaitu jarak kelahiran semakin pendek, maka kemungkinan untuk melahirkan

BBLR akan semakin besar pula. Ibu yang mempunyai jarak persalinan kurang dari 18

bulan akan mendapatkan bayi dengan BBLR 2,77 kali lebih besar bila dibandingkan

dengan ibu yang mempunyai jarak persalinan lebih dari 18 bulan (Rosemary, 1997

dalam Suriani, 2010).

Rochman (2001) dalam Suriani (2010) juga membuktikan bahwa ibu yang

berpendidikan tidak sekolah/tamat SD mempunyai risiko 1,61 kali lebih besar untuk

melahirkan BBLR dibandingkan ibu yang berpendidikan tamat SLTP keatas.

Page 6: Chapter I

Atriyanto (2005) juga membuktikan dalam penelitiannya bahwa ibu yang

berpendidikan rendah (tidak tamat SLTA) mempunyai risiko 1,84 kali lebih besar

untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu tinggi (tamat SLTA).

Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena faktor demografi dan perawatan

antenatal yang kurang baik akan beruntut pada tingginya angka kejadian bayi berat

lahir rendah atau prematur yang dapat mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan

kematian pada bayi.

Berdasarkan penelitian Kramer (1987) dalam kajian dan meta analisis tentang

faktor faktor penentu bayi berat lahir rendah antara lain adalah faktor demografi dan

psikososial termasuk di dalamnya (usia ibu, status ekonomi, pendidikan, penghasilan)

faktor berikutnya adalah faktor perawatan Antenatal termasuk didalamnya

(kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan kualitas

perawatan antenatal).

Apabila faktor-faktor di atas tidak segera diatasi maka jumlah kelahiran BBLR

kemungkinan semakin meningkat. Hal ini akan menjadi beban pembangunan

kesehatan jangka pendek dan jangka panjang, karena dampak jangka pendek

meningkatnya jumlah kematian bayi usia 0-28 hari, sedangkan jangka panjang BBLR

rentan terhadap timbulnya beberapa jenis penyakit pada usia dewasa.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Medan

Tuntungan di beberapa klinik bersalin ditemukan kejadian bayi berat lahir rendah

yang paling banyak ditemukan di Kelurahan Lau Cih sebanyak 1,5% dari hasil

Page 7: Chapter I

wawancara diperoleh data bahwa dari ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah

yang berpendidikan yang rendah sehingga banyak ibu yang tidak bekerja sehingga

penghasilan keluarga sangat minim. Jarak kehamilan ibu antara anak yang sebelum

dan sesudahnya sangat dekat. Selain itu selama kehamilan banyak ibu yang tidak

segera melakukan pemeriksaan kehamilan, di mana cakupan kunjungan kehamilan

sebanyak 80 % berdasarkan laporan kesehatan yang dilihat dari profil Kecamatan

Medan Tuntungan.

1.2 Permasalahan

Kejadian BBLR merupakan masalah kesehatan yang serius, karena besar

pengaruhnya terhadap masih tingginya angka kematian neonatal dan kematian bayi

yang merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat. Permasalahan pada

penelitian ini adalah masih ditemukannya kejadian BBLR di Kelurahan lau Cih

Kecamatan Medan Tuntungan, untuk maksud tersebut ingin dilihat pengaruh faktor

demografi dan faktor perawatan antenatal pada Ibu terhadap kejadian bayi berat lahir

rendah.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor demografi dan

faktor perawatan antenatal pada ibu terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di

Kelurahan Lau Cih 2012.

Page 8: Chapter I

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor demografi dan faktor perawatan antenatal pada ibu

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan

Tuntungan Tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi masyarakat,

khususnya pada ibu hamil agar melakukan pemeriksaan kehamilan guna

mendeteksi komplikasi selama kehamilan baik pada ibu maupun pada bayinya.

2. Bagi petugas kesehatan setempat agar meningkatkan pelayanannya dalam

memberikan penyuluhan pada ibu – ibu hamil agar melakukan pemeriksaan

kehamilan secara rutin.