Chapter 11 Buku The Health care Quality Book

13
BAB XI. KESELAMATAN PASIEN DAN KESALAHAN MEDIS Latar Belakang dan Terminologi Pelayanan kesehatan tidak pernah bermaksud menyakiti, namun kadang itulah hasilnya. Selain ketakutan akan diagnosis terminal dan penyakit yang melemahkan, salah satu kengerian terbesar yang dialami pasien adalah kekeliruan yang mungkin muncul dan kekeliruan tersebut akan melukai mereka. Pada tahun 2000,penelitian mengenai keselamatan pasien berjudul To Err is Humanmembangkitkan kesadaran publik tentang masalah yang terjadi.Studi mengenai kesalahan medis, kesalahan pengobatan dan peristiwa kecelakaantelah muncul dalam literatur selama puluhan tahun, memberikan dasar perkiraan dalam laporan. Keselamatan Pasien Ditetapkan Keselamatan pasien diartikan sebagai “bebas dari cedera akibat kecelakaan” (Kohn, Corrigan dan Donaldson, 2000).Intinya adalah pengalaman pasien dengan tujuan tidak ada pasienyang mengalami cedera, rasa sakit, atau penderitaan lain yang tak perlu. Pengalaman pasien mengenai luka atau cedera akibat tindakan medis disebut peristiwakecelakaan (adverse event, tidak disebabkan oleh kondisi medis pada saat itu).Kecelakaan kadang berasal dari kekeliruan, yang seharusnya dapat dicegah.Walaupun demikian, kadang kala tindakan medis yang direncanakan dan dilakukan secara tepat dapat pula menimbulkan kesakitan (Shojania dkk., 2002). Beberapa berpendapat bahwa itu tidak termasuk kecelakaan, namun tetap saja konsekuensi yang muncul tidak disengaja dan pasien yang mengalaminya merasa tidaknyaman. Para dokter sering mengaitkanpenetapan tingkat pencegahan kerusakan dengan kemungkinan munculnya kesalahan yang mengakibatkan kerusakan, meskipun keduanya tidak berhubungan.Penerimaan bahwa sebagian besar kerusakan tidak dapat dicegah mungkin menghentikan pencarian terhadap praktik-

Transcript of Chapter 11 Buku The Health care Quality Book

BAB XI. KESELAMATAN PASIEN DAN KESALAHAN MEDIS

Latar Belakang dan Terminologi

Pelayanan kesehatan tidak pernah bermaksud menyakiti, namun kadang

itulah hasilnya. Selain ketakutan akan diagnosis terminal dan penyakit yang

melemahkan, salah satu kengerian terbesar yang dialami pasien adalah kekeliruan

yang mungkin muncul dan kekeliruan tersebut akan melukai mereka.

Pada tahun 2000,penelitian mengenai keselamatan pasien berjudul To Err is

Humanmembangkitkan kesadaran publik tentang masalah yang terjadi.Studi

mengenai kesalahan medis, kesalahan pengobatan dan peristiwa kecelakaantelah

muncul dalam literatur selama puluhan tahun, memberikan dasar perkiraan dalam

laporan.

Keselamatan Pasien Ditetapkan

Keselamatan pasien diartikan sebagai “bebas dari cedera akibat kecelakaan”

(Kohn, Corrigan dan Donaldson, 2000).Intinya adalah pengalaman pasien dengan

tujuan tidak ada pasienyang mengalami cedera, rasa sakit, atau penderitaan lain

yang tak perlu. Pengalaman pasien mengenai luka atau cedera akibat tindakan medis

disebut peristiwakecelakaan (adverse event, tidak disebabkan oleh kondisi medis

pada saat itu).Kecelakaan kadang berasal dari kekeliruan, yang seharusnya dapat

dicegah.Walaupun demikian, kadang kala tindakan medis yang direncanakan dan

dilakukan secara tepat dapat pula menimbulkan kesakitan (Shojania dkk., 2002).

Beberapa berpendapat bahwa itu tidak termasuk kecelakaan, namun tetap saja

konsekuensi yang muncul tidak disengaja dan pasien yang mengalaminya merasa

tidaknyaman.

Para dokter sering mengaitkanpenetapan tingkat pencegahan kerusakan

dengan kemungkinan munculnya kesalahan yang mengakibatkan kerusakan,

meskipun keduanya tidak berhubungan.Penerimaan bahwa sebagian besar

kerusakan tidak dapat dicegah mungkin menghentikan pencarian terhadap praktik-

praktik lebih baik yang tidak menghasilkan kecelakaan.Kekeliruan tidak selalu

menimpa pasien, dan ketika sampai pada pasien, belum tentu menimbulkan

kerusakan.

Menurut James Reason (1990), kekeliruan (error) adalah peristiwa kegagalan

mencapai hasil yang diharapkan, yang berasal dari dua kegagalan dasar: kegagalan

perencanaan atau kegagalan pelaksanaan.

Etiologi Kesalahan Pasien

Mengalamatkan keselamatan pasien dan kesalahan medis pertama-tama

perlu pemahaman tentang penyebab yang berkontribusi pada kekeliruan dan

kecelakaan.Ketika suatu kesalahan muncul, entah itu dari perencanaan maupun

pelaksananaannya, biasanya adalah masalah sistem (Leape, Berwick, dan Bates,

2002).Pelayanan kesehatan jarang mengenali hubungan ini.Saat kekeliruan

menyebabkan kecelakaan, sering kali respon yang muncul adalah pelimpahan

kesalahan kepada pihak pelaksana, kemudian menghukumnya dengan pencabutan

surat izin, denda, penangguhan, atau pemecatan. Hukuman atas keterlibatan dalam

suatu kesalahan menyebabkan keengganan untuk melapor (Findlay, 2000).Hukuman

dapat diberikan jika pihak yang bersangkutan memang sengaja mencelakai, yang

merupakan tindakan kriminal atau perilaku negatif.

Pelaporan atas kekeliruan dan kecelakaan penting untuk mengetahui letak

perubahan dan peningkatan dapat diterapkan.Sayangnya, pelaporan dalam lingkup

pelayanan kesehatan masih kurang, baik dalam organisasi individual, tingkat wilayah

maupun nasional.Beberapa agen, seperti departemen kesehatan negara bagian,

mewajibkan pelaporan hanya untuk peristiwa kecelakaan tertentu.Karena terlalu

sedikit kejadian yang dilaporkan, data yang ada tidak bisa digunakan untuk

mengukur peningkatan dan untuk menentukan suatu institusi telah bekerja dengan

lebih baik.

Kesalahan akan terus muncul dalam pelayanan kesehatan. Proses-proses

yang berlaku akan terus memiliki peluang kegagalan, dan kesalahan manusia

menjadi salah satu pencetusnya. Walau demikian, kecelakaan dan kerusakan tidak

perlu terus bermunculan (Nolan, 2000).Sistem yang dirancang demi keselamatan

pasien salah satunya adalah yang mengantisipasi kesalahan, prosesnya didesain dan

dikembangkan dengan faktor-faktor kemanusiaan dan dengan pertimbangan

keselamatan, serta mendorong dan menghargai pelaporan.Jika keselamatan

merupakan bagian dari rutinitas semua orang, kesalahan mungkin muncul, tetapi

bukan kecelakaan.

Cakupan dan Penggunaan dalam Organisasi Pelayanan Kesehatan

Kerja Tim dan Keselamatan Pasien

Interaksi dalam tim mempengaruhi kesuksesan. Industri penerbangan

memiliki sistem manajemen yang disebut sebagai crew resource management

(manajemen tenaga kerja kru/CRM). Di CRM, para awak belajar berinteraksi sebagai

tim, dan semua anggotanya memiliki peran dan tanggung jawab yang setara untuk

memastikan keselamatan semua penumpang. Bidang pelayanan kesehatan

menerapkan CRM dan menggunakannya dalam semua tatanan.Pelatihan CRM untuk

tim ruang pembedahan berupa memperbaiki kerja sama antara dokter bedah,

anestesiologis, perawat, dan teknisi untuk memastikan perawatan yang aman bagi

pasien. Berdasarkan survei keselamatan pasien di University of Texas Center of

Excellence, tim-tim yang melaporkan tingkat kerja tim yang tinggi masih melakukan

kesalahan, namun tidak seserius tim berkinerja rendah. Tim yang koordinasinya baik

juga mampu menyelesaikan konflik dan mencegah kesalahan-kesalahan kecil

berkembang menjadi kecelakaan. Meski begitu, korelasi tersebut lebih sering muncul

pada kru penerbangan daripada tim pembedahan, karena kru penerbangan telah

menerima pelatihan CRM dalam waktu lama (Sexton, Thomas dan Helmreich, 2000).

Setiap departemen, unit dan organisasi harus tetap mengembangkan

budayanya walaupun telah memberikan hasil yang baik, dengan berfokus dan

meningkatkan interaksi dan komunikasianggota tim pelayanan kesehatan. Fokus ini

akan memperbaiki perawatan terhadap pasien, dan memberikan banyak manfaat

lainnya. Jika semua anggota tim merasa dihargai dan dapat berkontribusi, maka

kepuasan terhadap pekerjaan naik, sehingga mengurangi persoalan yang

menyebabkan kemunduran dalam organisasi. Komunikasi yang lebih baik di antara

para dokter menyebabkan peningkatan koordinasi dalam perawatan, pengenalan

dini terhadap kesalahan dan tindakan yang lebih cekatan.

Teknik lain yang digunakan rumah sakit adalah pengadaan pertemuan singkat

yang membahas prosedur keselamatan setiap kali menjelang pelaksanaan operasi.

Setelah itu, para staf lebih mudah menyampaikan laporan ketika menemui masalah,

bahkan perasaan beban kerja mereka berkurang meskipun tingkat pembagian tugas

atau beban kerja tidak berubah (Sexton, 2002).

Mewujudkan Keselamatan Pasien yang Lebih Baik

Kepemimpinan dalam organisasi merupakan tenaga penggerak budaya yang

berlaku dan persepsi yang dibentuknya.Pesan mengenai keselamatan pasien bagi

staf dalam organisasi pelayanan kesehatan harus datang dari CEO, pimpinan staf

medis, dan dewan.Pesan tersebut juga harus nyata dan konsisten.Perubahan

kulturdan cara pandang memakan waktu lama dan memerlukan upaya dan

perhatian lebih. Kehadiran kepemimpinan di barisan depan merupakan hal pokok,

tetapi itu hanya satu bagian dari keseluruhan.

Kesadaran bahwa kesalahan dan kecelakaan yang terjadi adalah masalah

sistem, bukan manusianya, merupakan langkah awal yang penting.Penting pula

tindak lanjut atas kesadaran tersebut, dengan tanggapan yang tepat.Banyak

organisasi yang telah menerapkan kebijakan yang tidak menghukum untuk

mendorong kerelaan staf dalam pelaporan kesalahan dan kecelakaan.Hukuman

harus dipertimbangkan dari sudut pandang karyawan, bukan hanya dari

manajer.Setiap kali petugas merasa dipersalahkan, suasana penghukuman akan

terus bertahan dan kemungkinan staf memberi laporan secara sukarela pun akan

mengecil.

Berurusan dengan Peristiwa Kecelakaan

Menangani kecelakaan dalam pelayanan kesehatan mungkin sangat

rumit.Pengungkapan cedera pada pasien dan keluarganya adalah perkara rumit

lainnya bagi pimpinan rumah sakit dan dokter ketika muncul peristiwa kecelakaan.

Melibatkan pasien dan keluarganya dalam diskusi mengenai keseluruhan proses

perawatan mereka menjadi elemen penting dalam perubahan budaya. Pengutamaan

pasien adalah salah satu perubahan yang direkomendasikan. Setiap bagian

perawatan pasien harus fokus pada kebutuhan pasien, bukan kebutuhan dokter,

perawat, atau petugas klinis lainnya, rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain.

Budaya yang mengutamakan keselamatan harus mencakup pasien dan diskusi

terbuka dalam suatu wilayah dapat memicu keterbukaan di wilayah lain.

Melaporkan Kecelakaan

Fokus pada pelaporan akan meningkatkan pelaporan, namun tetap saja

organisasi harus lebih mengetahui kesalahan dan kecelakaan yang terjadi agar dapat

memperbaiki sistemnya. Rumah sakit yang berhasil menaikkan jumlah pelaporan dan

mempertahankannya lebih fokus kepada kultur dan menciptakan lingkungan sadar

keselamatan, bukan pada mekanisme pelaporannya. Komitmen jajaran

kepemimpinan terhadap keselamatan dan strategi-strategi peningkatan kerja tim di

semua tingkat organisasi merupakan langkah awal. Ketika perubahan mengakar di

suatu organisasi, perubahan kultur dan pelaporan secara suka rela meningkat secara

nyata.

Kesalahan tidak dapat dihindari bahkan pada budaya yang sadar akan

keselamatan. Reason (1990) membagi kesalahan dalam dua jenis:

1. Aktif: efek atau konsekuensinya muncul secara langsung

2. Laten:muncul dalam sistem untuk waktu yang lama, tidak menimbulkan

kerusakan hingga dipicu oleh kombinasi berbagai faktor lain menjadi

serangkaian peristiwa merugikan.

Dalam membangun budaya yang mengutamakan keselamatan, organisasi harus

memastikan bahwa informasi tentang kesalahan serta tindakan untuk mengatasinya

disebarkan secara terbuka.Organisasi juga harus mencari cara agar informasi sampai

kepada departemen, unit dan divisi-divisinya. Berbagi pelajaran mengenai

keselamatan ke seluruh organisasi adalah satu-satunya carauntuk mengenali dan

memperbaiki kesalahan laten.

Selain itu, belajar dari lingkungan luar pun penting.Setiap kali terjadi

kesalahan serius di suatu rumah sakit, pelajaran yang diambil dari peristiwa tersebut

harus dibagikan kepada rumah sakit lain, sehingga semua dapat menganalisis proses

masing-masing sehubungan dengan perbaikan. Sayangnya, akses kepada informasi

ini sepertinya tidak mudah karena terhambat masalah-masalah hukum dan

pertimbangan atasprivasi.

Melihat Industri Lain

Pelayanan kesehatan harus melihat industrilainmenyangkut gagasan

implementasi praktik yang aman. Petugas pelayanan kesehatan mengemban

tanggung jawab yang khusus dan unik ketika memberikan perawatan, namun tetap

saja dapat belajar dari organisasi di bidang lain. Salah satu perangkat yang

dikembangkan dalam tatanan industrial dan dapat diaplikasikan pada pelayanan

kesehatan adalah analisis mode dan efek kegagalan (failure modes and effects

analysis/FMEA). FMEA adalah metode yang sistematis dan proaktif untuk

mengevaluasi suatu proses guna mengidentifikasi kemungkinan kegagalan dan

menilai efek relatif berbagai kegagalan untuk mengenali bagian-bagian yang

memerlukan perbaikan. FMEA meliputi peninjauan terhadap:langkah-langkah

proses; mode kegagalan; penyebab kegagalan; akibat kegagalan. FMEA menekankan

pada pencegahan untuk mengurangi risiko kerusakan pada pasien maupun

staf.Selain itu, mitigasi merupakan aspek yang sama pentingnya yang menjadikan

praktik lebih aman. Walaupun telah ada strategi pencegahan dan deteksi, kesalahan

dapat menyelip masuk dan menimpa pasien.Pengenalan kesalahan secara cepat dan

penanganan secara tepat dapat mengurangi kerusakan secara signifikan.

Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien

Teknologi sering dipandang sebagai solusi perawatan yang lebih baik, dan

meskipun menawarkan banyak cara untuk meningkatkan sistem dan prosesnya,

setiap teknologi baru membuka peluang baru bagi kesalahan dan kegagalan.

Pemecahan dengan teknologi sering digunakan dalam sistem dan proses yang sudah

cukup rumit, dan satu perubahan pada bagian sistem dapat menghasilkan akibat

yang tak diharapkan pada bagian lainnya (Shojania dkk., 2002). FMEA dapat

membantu sebagai sumber berguna bagi staf dalam mengevaluasi potensi kegagalan

dari peralatan dan mempertimbangkan proses agar dapat mencegah, mendeteksi,

dan mitigasi kegagalan-kegagalan tersebut. Keunggulan dari suatu teknologi harus

digunakan secara seimbang. Penggunaan secara berlebihan akan menghilangkan

efektivitasnya setelah beberapa waktu.Industri lainnya telah mempertimbangkan hal

ini, pelayanan kesehatan pun seharusnya demikian.

Merancang Proses yang Aman

Penopang keberhasilan upaya pengurangan kerusakan pada pasien adalah

budaya sadar keselamatan. Selanjutnya, organisasi harus menaksir proses dan sistem

perubahan dengan elemen-elemen berikut:

1. Memasukkan pengetahuan faktor-faktor manusiawi ke dalam pelatihan dan

prosedur. Perkirakan dan rencanakan kesalahan agar kelak tidak terkejut ketika

sesuatu terjadi.

2. Rancang proses-proses agar dapat dilaksanakan secara aman dan andal oleh

para staf dengan berbagai latar belakang pengalaman, pelatihan dan lingkungan

atau tekanan personal.

3. Mendesain teknologi dan prosedur untuk pelaksana, memperkirakan kegagalan

(Norman, 1988).

4. Menurunkan tingkat kerumitan dengan mengurangi jumlah langkah dalam

proses (Nolan, 2000).

5. Memastikan bahwa upaya keamanan ditujukan pada pencegahan, deteksi, dan

mitigasi (Nolan, 2000).

6. Menetapkan standar proses, perangkat, teknologi dan peralatan.

7. Melabeli obat-obatan dan solusi secara jelas dan untuk dosis masing-masing,

termasuk nama generik dan nama dagangnya. .

8. Memberi barcode

9. Menggunakan tekanan untuk mencegah kemunculan kesalahan tertentu, namun

pastikan tetap seimbang dan tidak berlebihan.

Persoalan Klinis dan Operasional

Penelitian tentang Keselamatan Pasien

Kini, pelayanan kesehatan memiliki standar praktik untuk berbagai kondisi

klinis.Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa hal itu dapat diandalkan dan ada

konsensus di antara para ahli mengenai praktik-praktik tersebut.Penelitian terbaru

menyebutkan bahwa sebagian besar praktik ideal tercatat telah digunakan dalam

perawatan pada 50% pasien yang tepat, dengan hasil terbaik (McGlynn dkk., 2003).

Keberatan para Dokter

Beberapa keberatan yang diajukan para dokter antara lain(1) pendekatan

tersebut dianggap meremehkan keahlian dokter dan penilaian terhadap

prosesnya;(2) para dokter berpendapat bahwa setiap pasien berlainan, sebagai

individu yang unik. Seharusnya, para dokter dapat menerima bahwa praktik-praktik

berbasis fakta tidak menghilangkan nilai dan keahlian mereka, tetapi justru

membantu mereka menyediakan perawatan yang aman dan berkualitas tinggi bagi

pasien, sehingga meningkatkan hasil.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian dapat memberikan pengetahuan baru, tetapi terdapat beberapa

batasan.Desakan untuk menyelesaikan penelitian yang menyeluruh sebelum

menerapkan perubahan menghalangi peningkatan dan pelaksanaan praktik yang

aman.Beberapa praktik untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak memerlukan

penelitian untuk membuktikan efektivitasnya, cukup dilaksanakan saja (Shojania

dkk., 2002). Penelitian memberikan informasi yang kuar biasa, namun kita tidak

perlu meneliti semuanya dan seharusnya itu tidak menghalangi kita untuk

menjalankan praktik yang lebih aman.

Efek Kelelahan

Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat efek kelelahan pada kesalahan

dan keamanan.Seseorang yang kekurangan waktu tidur menunjukkan kemunduran

kognitif, dan seseorang yang tersadar selama 24 jam sering kali memperlihatkan

tindakan dan kesalahan seperti orang yang terpengaruh alkohol. Banyaknya beban

kerja, jumlah jam kerja dan besar tingkat kelelahan adalah kondisi-kondisi yang

diketahui berkontribusi pada kejadian kesalahan.

Keadaan Ekonomi dan Keselamatan Pasien

Banyak faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan, salah satunya

adalah faktor ekonomi (Kohn, Corrigan dan Donaldson, 2000).Praktik-praktik yang

tidak aman menimbulkan banyak biaya.Pengeluaran tersebut berkaitan dengan

efisiensi, penambahan lama menginap, pembalikan, biaya yang terhisap ketika

muncul kesalahan atau kecelakaan, penanganan terhadap malapraktik, dan kenaikan

premium.Diharapkan, dalam waktu dekat para pasien dapat mengakses sistem

pelayanan kesehatan dengan keyakinan penuh dan tanpa rasa takut akan kerusakan.

Studi Kasus: OSF Healthcare System

OSF Healthcare System dimulai setelah penerbitan Crossing the Quality

Chasm dari IOM (2001). OSF Healthcare System mengoperasikan fasilitas-fasilitas

rumah sakit, kantor-kantor praktik dokter, pusat perawatan darurat, dan fasilitas

extended care di Illinois, Wisconsin dan Michigan. OSF menjalankan strategi

peningkatan top-down dan bottom-up.Pihak perusahaan dan pimpinan dari masing-

masing rumah sakit memprioritaskan perawatan yang lebih aman.Mereka

memberlakukan kompensasi eksekutif untuk indikator-indikator utama keselamatan,

juga membangun infrastruktur kokoh yang diperlukan untuk menciptakan dan

mempertahankan perubahan di lini depan. Agen-agen perubahan dibentuk, terdiri

atas para dokter yang melaporkan secara langsung kepada pimpinan senior. Peran

mereka dirancang agar dapat bekerja di semua level organisasi dan mengatur

peningkatan yang digerakkan oleh prioritas-prioritas strategis.

Pada pelaksanaannya, OSF mengerahkan St. Joseph Medical Center bekerja

sama dengan Institute for Healthcare Improvement (IHI). Tim OSF yang mewakili

administrasi, staf medis, keperawatan, apotek dibentuk dan ditugasi menciptakan

purwarupa yang unggul dan berhasil.Tim kemudian menerapkan perubahan-

perubahan yang berhasil untuk menyebarkan peningkatan di dalam

organisasi.Kombinasi dari kepemimpinan yang turut serta aktif, tim garis depan yang

kreatif yang berkomitmen, harapan dan rencana yang dibagikan bersama secara

luasserta pengukuran kemampuan yang kuat dapat menciptakan tingkat keamanan

yang unggul.

Untuk mengatasi tingkat kecelakaan obat-obatan, OSF menetapkan:

1. Meningkatkan budaya keselamatan dan memelihara nilai survei kultural yang

memperlihatkan keyakinan para staf mengenani arti penting praktik aman dan

mengalami sistem perawatan yang beroperasi secara saling menghormati, saling

mendukung dan berkomitmen untuk belajar dan komunikasi lancar.

2. Mengembangkan proses rekonsiliasi pengobatan untuk memastikan bahwa para

pasien menjalani pengobatan yang benar pada setiap tingkat perawatan

3. Pemanfaatan FMEA guna mengurangi risiko dan mengingkatkan keandalan sistem

4. Standardisasi penentuan dosis dan manajemen pengobatan berisiko tinggi

Dengan definisi budaya “sikapmenonjol dan perilaku yang mencirikan kerja

suatu grup atau organisasi,” OSF St. Joseph Medical Center memulai perancangan

ulang yang komprehensif untuk kultur dan sistem perawatan untuk mengurangi

tingkat kerusakan pada pasien. Sewaktu mengevaluasi wilayah-wilayah perbaikan,

Center tersebut mengenali penurunan kecelakaan terkait pengobatan sebagai

peluang untuk menularkannya ke populasi pasien yang lebih banyak.

Mengurangi Kecelakaan Obat-Obatan

Penurunan drastis pada kecelakaan obat-obatan yang menjadi sasaran

perubahan OSF memerlukan beragam perubahan dalam berbagai proses. OSF

memulainya dengan mengukur rata-rata kerusakan yang disebabkan oleh

pengobatan, menggunakan perangkat yang disponsori oleh IHI.Dokter terlatih

mengambil sampel secara acak dan meninjaunya untuk membuat perkiraan jumlah

dan jenis kesalahan yang muncul.OSF melihat banyak kerusakan dalam sistem

pengobatannya.Organisasi tersebut juga prihatin dengan tingkat kesalahan potensial

dan yang dilaporkan.Kesalahan-kesalahan yang tidak dilaporkan mungkin belum

menimbulkan kerusakan, namun itu menandai potensi belajar dan

peningkatan.Untuk meningkatkan nilai dan pembelajaran organisasi, OSF

mengadakan hotline kecelakaan pengobatan yang berlokasi di apotek, sehingga

apoteker dapat memeriksa kejadian yang dilaporkan setiap hari dan menindaklanjuti

dengan investigasi penyebabnya.Dengan demikian, pelaporan kesalahan dan potensi

kesalahan meningkat secara mencolok.

Perubahan penting dalam pengurangan kecelakaan pengobatan yaitu adanya

proses rekonsiliasi pengobatan, membandingkan pengobatan yang telah dijalani

pasien dengan yang ia ambil saat ini.Perawatan pasien sering kali terpisah-pisah dan

dibawah penanganan banyak dokter. Proses rekonsiliasi membantu petugas

mengenali pengobatan yang tepat, menemukan hal-hal yang terlewatkan, dan

mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilanjutkan, dihentikan, atau disesuaikan

berdasarkan perubahan kondisi pasien. Pembandingan pengobatan diselenggarakan

melalui tiga tahap.Pada rekonsiliasi admisi, pengobatan di rumah dibandingkan

dengan pengobatan yang diperintahkan dokter.Kemudian rekonsiliasi transfer,

pengobatan yang dijalani pasien dari perawatan sebelumnya dibandingkan dengan

pemberian pada unit baru.Ketiga, rekonsiliasi pelepasan, yaitu pengobatan yang

diambil saat di rumah sakit dibandingkan dengan obat-obatan yang diresepkan

setelah keluar dari rumah sakit.

Standardisasi resep yang didasarkan pada praktik-praktik terbaik mengurangi

variabilitas praktik dokter secara individual dan menurunkan jumlah kecelakaan

pengobatan secara dramatis.Salah satu perubahan yang mendasar dan penting

adalah keberadaan apoteker dalam unit keperawatan untuk meninjau dan

memberikan obat-obatan.Mereka dapat melihat resep dari pihak pertama dan

mengidentifikai kesalahan dosis dan interaksi obat-obatan.

Perubahan Kultural

Organisasi harus mengubah budayanya sambil membuat perbaikan bagi

proses perawatan dan pengobatan berisiko tinggi. Pekerjaan ini meliputi melekatkan

keselamatan dalam dasar-dasar organisasi—memasukkan sasaran ke dalam misi

organisasi dan tujuan strategis, gambaran kerja dan agenda pertemuan

perusahaan.Transformasinya berupa komunikasi dan pengingat rutin melalui

pertemuan, konferensi, kunjungan dan sesi-sesi belajar.

Perubahan pertama berupa pengenalan kepada rapat-rapat keamanan

tingkat unit.Staf berkumpul selama lima-sepuluh menitpada waktu yang telah

ditentukan untuk meninjau keamanan pelaksanaan unit pada hari itu.Perubahan

kedua adalah peran yang dijalani oleh eksekutif institusi.Pimpinan senior

mengunjungi tempat perawatan pasien setiap minggu untuk memperlihatkan

komitmen terhadap keselamatan dengan mengumpulkan informasi mengenai

perhatian staf atas keamanan.Untuk mengukur semua pengaruh perubahan pada

kultur keselamatan, sebuah survei diselenggarakan setiap enam bulan sekali untuk

mengukur iklim budaya petugas di sekeliling pasien. Survei tersebut digunakan

sebagai alat pengukur tingkat budaya yang tidak menghukum terkait pelaporan

keamanan dan efektivitas inisiatif keselamatan, komunikasi antar anggota dan kerja

tim secara keseluruhan.

Hasil

Usaha OSF memberikan hasil sebagai berikut:

Rekosiliasi pengobatan diperkenalkan pada musim panas 2001; pada Mei 2003

rekonsiliasi admisi sekitar 85-95%, rekonsiliasi transfer 70% dan rekonsiliasi

pelepasan 95%

Organisasi menyelesaikan FMEA, mengusahakan penurunan risiko di setiap

tahapannya, dan mengurangi nilai risiko dari 157 ke 103 (34%).

Terdapat perubahan yang menyasar pada peningkatan keamanan pengobatan

dan tindakan tertentuyang dirancang untuk meningkatkan kultur keselamatan

Hasil berupa tingkat kejadian kecelakaan pengobatan menurun dari Juni 2001,

5,8 per 1.000 dosis menjadi 0,72 per 1.000 dosis pada Mei 2003.

Tingkat kejadian kecelakaan untuk semua OSF pada Juni 2004 adalah 98 per

1.000 pasien per hari, menurun hingga 31 kejadian per 1.000 pasien per hari

pada Maret 2007

Tingkat mortalitas standar untuk semua rumah sakit (HSMR) OSF adalah 103

pada tahun 2002 dan 73 pada tahun 2006

Tingkat kejadian kecelakaan di St. Joseph Medical Center adalah 70 pada Juni

2004 dan 29 pada Maret 2007

HSMR di St. Joseph Medical Center adalah 120 pada 2002 dan 89 pada 2006

Kesimpulan

Dalam organisasi kesehatan, para pimpinan harus memperlihatkan komitmen

mereka dalam mewujudkan keselamatan dan menciptakan budaya sadar-

keamanan.Mereka harus dapat membangun kesadaran agar semua anggota tim

pelayanan kesehatan bekerja sama melaksanakan praktik yang aman dalam operasi

setiap harinya. Tujuan ini harus dikenakan pada setiap sektor pelayanan

kesehatan.Faktor-faktor manusiawi dimasukkan dalam desain peralatan medis,

keselamatan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan pelayanan kesehatan.Sistem

pelaporan dan proses-proses hukum seharusnya tidak menyalahkan seseorang atas

masalah sistem.Penyelenggaraan sistem harus memajukan perawatan yang aman

dan berkualitas.Kesalahan mungkin masih akan terus muncul, namun frekuensi dan

tingkat kerusakannya dapat dikurangi.

Sumber : Chapter 11 Buku The Health care Quality Book