CG temu 4

28
PEMBAHASAN GCG Di Indonesia Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang,sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing . Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan tersebut. Tahap-Tahap Penerapan GCG

description

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Transcript of CG temu 4

Page 1: CG temu 4

PEMBAHASAN

GCG Di Indonesia

Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance

(GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat.

Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan

menguntungkan dalam jangka panjang,sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua,

krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan

penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama

terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi

global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi

menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu

negara bergantung pada korporat masing-masing . Pemahaman tersebut membuka wawasan

bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum

menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan

bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di

bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG

korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan tersebut.

Tahap-Tahap Penerapan GCG

Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk

menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan

sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola

(missmanagement), menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas

penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal. Dalam

pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan

pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat

kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari

seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan GCG yaitu:

1. Tahap persiapan

Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:

Awareness Building

Page 2: CG temu 4

Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran

mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat

dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perushaan. Kegiatan

dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.

GCG Assessment

GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi perusahaan

dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level

penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna

mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG

secara efektif.

GCG Manual Building

GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment dilakukan.

Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan perusahaan dan upaya

identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG

dapat disusun.

2. Tahap implementasi

Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:

Sosialisasi

Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek

yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG.

Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung

berada dibawah pengawasan Direktur Utama.

Implementasi

Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,

berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach

yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan.

Internalisasi

Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses

bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem kerja, dan berbagai peraturan

perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekadar

Page 3: CG temu 4

dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar

tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

3. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk

mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak

independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktek GCG yang ada. Dalam

hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang diharapkan akan

mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan

membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah

berikut:

Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system operasional

pencapaiannya secara jelas;

Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ

perusahaan (check and balance);

Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan

maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;

Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap

peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko

perusahaan;

Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan setara

diantara pemegang saham;

Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya.

Penerapan GCG di Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini

ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezimrezim politik yang berkuasa di Korea

Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai

“the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya

merambah pada krisis politik.

Page 4: CG temu 4

Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat

pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang

pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-

perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand

maupun Negara-negara ASEAN lainnya.

Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi

berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat,

yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).

Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa

faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan

perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga;

inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi

perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima,

ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.

Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip

dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada umumnya

(Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan

bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA,

Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.

Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional investor

Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan

nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk

memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun

2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000 investor

bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja.

Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih

baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62,

Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19.

Page 5: CG temu 4

Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah dengan

skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya corporate

governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan

dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-negara

Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya

corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang

tumbuh di Asia.

Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkanpada faktor eksternal dengan bobot 60%

dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa

implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih

nyata lagi.

Implementasi GCG

Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan

kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait

dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung

oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project, ACORN,

ASEM, dan ROSC. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan

kerangka untuk implementasi GCG.

Page 6: CG temu 4

Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai

peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi

akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait

engan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait

dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun

1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN

tahun 2003.

Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas, undang-undang

pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini masih sedang dalam proses

penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah

diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan

arbitrasi pasar modal tahun 2001.

Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus

dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Demikian pula

yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah

pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan

kesadaran dan pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas

organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan,

pembuatan rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah

IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga

advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam shareholders

activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas.

Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite

Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional

Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut

kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit,

dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk

memberikan acuan dalam mengimplementasikan GCG.

Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan komunitas bisnis

dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar

Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru dalam implentasi GCG di lingkungan BUMN

adalah kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah

komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada

Page 7: CG temu 4

strategi dan upaya manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.

Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang

merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang diembannya. Indikator

kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system dengan meratifikasi undangundang

BUMN.

Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini ditunjukkan

melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa

seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk

meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-

perusahaan terbuka.

Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance

di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan

pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali yang

berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di

samping pelindungan investor, regulasi mewajibkan system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas

dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan

kepentingan. Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk

penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit, dan sekretaris

perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ. Independensi komisaris dimaksudkan untuk memastikan

bahwa komisaris independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, dengan direksi dan dengan

komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang terafiliasi; dan memahami berbagai regulasi

pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two

tier yang kita anut, justru akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki

komite nominasi dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas

disclosure perusahaan-perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI,

dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas waktu penyerahan laporan tahunan

yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini

merupkan indikasi kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.

GCG di Lingkungan Perbankan

Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang

Perbankan, secara umum telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance

structure, governance process, maupun governance outcome.

Governance structure terdiri atas (LAN dan BPKP,2000) : pertama, uji kelayakan dan kepatutan,

Page 8: CG temu 4

(fit and proper test), yang mengatur perlunya peningkatan kompetensi dan integritas manajemen

perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali,

dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank.

Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris dan direksi tidak boleh

memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi

atau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain.

Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank publik. Dalam standar

penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk direktur kepatuhan yang

bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada.

Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan anggaran

jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank Indonesia tahun 1995, yang

dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuk

nilai-nilai yang harus dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan resikoresiko

pengendalian.

Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa peraturan,

antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan peningkatan peran auditor eksternal. Bank

diwajibkan untuk mengungkapkan non performingloan (NPL), pemegang saham pengendali dan

afiliasinya, praktik manajemen resiko dalam pelaporan keuangan.

Peran BAPEPAM

Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong implementasi prinsip-prinsip

GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan GCG.

Peraturanperaturan tersebut antara lain menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip transparansi

yang mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik, disclosure mengenai

beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham, transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas

bisnis inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang

pengungkapan mengenai apakah suatu perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.

GCG DI DUNIA

GCG adalah suatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan

usaha dan akuntabilitas perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan (corporate value)

dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders berlandaskan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, moral dan etika bisnis. Konsep GCG telah muncul di

Amerika Serikat sejak tahun 1980-an dan mengalami perkembangan cukup pesat akhir abad 20.

Page 9: CG temu 4

Beberapa waktu yang lalu muncul dua skandal kebangkrutan perusahaan di Amerika Serikat

yang menghebohkan kalangan dunia usaha. yaitu kasus Enron dan Worldcom. Hal tersebut

mengingatkan kepada kita bahwa praktek bisnis yang melanggar etika (unethical business

practices) ternyata terjadi di negara yang sangat mengagungkan prinsip GCG. Skandal tersebut

terjadi karena diabaikannya aspek moral yang terkandung dalam prinsip GCG, terutama prinsip

keterbukaan (transparency) & pengungkapan (disclosure) serta prinsip akuntabilitas

(accountability) dalam pengelolaan perusahaan. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam

penerapan GCG hanya mengandalkan kepercayaan terhadap manusia sebagai pelaku bisnis

dengan mengesampingkan aspek dimensi moral yang bersumber dari ajaran agama. Pada hal

sebagus apapun sistem yang berlaku di perusahaan, apabila karyawan dan/ atau manajemen

berperilaku menyimpang dan melanggar etika bisnis maka dapat terjadi praktek kecurangan

(fraud) yang sangat merugikan perusahaan yang berakhir dengan kebangkrutan. 

Kebijakan dan inisiatif-inisiatif lembaga internasional terhadap corporate

governance menekankan pentingnya memperluas cakupan corporate governance.

.Pendekatan ini tidak lagi memfokuskan pada kepentinganpemegang saham saja, tetapi

juga kepentingan dari seluruh pemangku(stakeholders) perusahaan. Stakeholder theory

semakin menarik perhatiandunia bisnis dan kepentingan pemangku perusahaan

diperhatikan secaralebih serius lagi oleh dunia bisnis. Disamping itu, persepsi yang timbul

bahwabaik shareholder maupun stakeholder theory bertentangan, sepertidiperkirakan

semula, semakin mengerucut, bahwa kedua teori tersebutsesungguhnya memiliki banyak

kesamaan.

Kesadaran mengenai tanggung jawab sosial perusahaan semakin tumbuh

semenjak industrialisasi di Inggris dan menyebar ke seluruh dunia. Kondisi kehidupan dan

lingkungan kerja yang mengenaskan dari pekerja industry menggerakkan hati dan

kesadaran para pemerhati yang berasal dari kelas yang lebih tinggi untuk menulis dan

menyebarluaskan kondisi tersebut kepada masyarakat luas (Solomon dan Solomon, 2004).

Corporate socialresponsibility sebagai suatu disiplin ilmu, menurut Boatright (1999)

bermula pada tahun 1950an. Hal itu didasarkan pada satu pendapat bahwa semakin besar

suatu perusahaan, semakin besar potensi dampaknya terhadap masyarakat, dan karenanya

semakin besar kebutuhan bagi perusahaan tersebut untuk melakukan usahanya secara lebih

bertanggung jawab.

Page 10: CG temu 4

Pada tahun-tahun terakhir, issue lingkungan telah menarik perhatian banyak pihak

di dunia. Istilah pelaporan lingkungan perusahaan (corporateenvironmental reporting,

dikenal dengan nama CER) diperkenalkan oleh organisasi Coallition for Environmentally

Responsible Economics (CERES) yang memberikan panduan awal mengenai prinsip-

prinsip bagi perusahaan yang ingin melaksanakan akuntabilitasnya terhadap lingkungan

(Solomon dan Solomon, 2004). Agenda dari CERES untuk mempromosikan peningkatan

kesadaran manajemen perusahaan terhadap lingkungan usahanya didorong oleh berbagai

masalah lingkungan yang ditimbulkanperusahaan. Yang pertama, kasus yang ditimbulkan

oleh Exxon Valdez, dimana sebuah tanker minyak menumpahkan ribuan gallon minyak

mentah ke lautan yang membunuh habitat dan makluk hidup di lautan. Yang kedua, kasus

meledaknya pabrik Union Carbide di Bhopal (India) yang menyebabkan terlepasnya gas

beracun dan menimbulkan kerusakan yang besar pada komunitas setempat (Solomon dan

Solomon, 2004). Kedua kasus tersebut menyadarkan banyak pihak mengenai aktivitas

perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Perusahaanpun

mulai menyadari bahwa reputasi mereka sangat tergantung pada bagaimana cara mereka

mengelola dampak lingkungan dan pemangku kepentingannya.

Perhatian terhadap konsep keberlanjutan (sustainability) mendorong perusahaan

untuk memfokuskan keterbukaan informasinya pada tujuan keberlanjutan (Solomon dan

Solomon, 2004). Organisasi seperti Global Reporting Initiative (GRI) memproduksi

pedoman pelaporan keberlanjutan, yang memfokuskan keterbukaan pada 3 hal pokok

(triple bottom line) yaitukinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial. Berbagai inisiatif telah

dilakukan untuk mendorong perkembangan laporan berkelanjutan

(sustainabilityreporting), salah satunya adalah yang dilakukan oleh Association of

Chartered Certified Accountants (ACCA) United of Kingdom (UK). Pada tahun 1991,

ACCA UK mulai mengadakan kontes sustainability reporting award; yang pada awalnya

memfokuskan diri pada pelaporan lingkungan (environmental). Pada tahun 2001, untuk

lebih mencerminkan perubahan dalam praktik keterbukaan perusahaan di Inggris, award

diberikan kepada sustainabilityreporting. Pemberian penghargaan diberikan kepada 3

kelompok yaitu: pelaporan lingkungan, pelaporan sosial, dan pelaporan keberlanjutan.

Keterbukaan informasi, bukanlah satu-satunya cara bagi perusahaan memenuhi

akuntabilitasnya kepada para pemangku kepentingannya. Perusahaan juga dapat

Page 11: CG temu 4

melibatkan usahanya secara langsung dengan grup pemangku kepentingan melalui proses

dialog. Dalam hal ini, keterlibatan investor institusi dan perusahaan dimana mereka

berinvestasi memiliki peran penting dalam keterbukaan di bidang sosial, etika, dan

lingkungan. CalPERS (California Public Employees' Retirement System), yaitu lembaga

investasi terbesar dan paling berpengaruh di AS, menerapkan kriteria sosial dalam semua

pengambilan keputusan investasinya. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa

investasi pada perusahaan yang memiliki catatan yang buruk di bidang sosial dan etika

mencerminkan risiko fiduciary yang besar karena kemungkinan tuntutan hukum, boikot,

dan masalah perburuhan (Monks, 2001). Investor institusi besar lainnya, Friends Provident

di UK, juga memilih untuk mengutamakan investasi yang memiliki tanggung jawab social

(socially responsible investment, yang sering disebut dengan SRI). Friends Provident

percaya bahwa investasi semacam itu akan meningkatkan return kepada para pemegang

saham.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran banyak investor institusi untuk

melakukan investasi yang memiliki tanggung jawab sosial (sociallyresponsible investment)

pada perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial (corporate social responsibilty),

maka perusahaan akan memiliki insentif yang besar untuk melakukan usahanya dengan

cara yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara sosial. Hal ini menunjukkan investor

institusi dapat mempengaruhi perilaku perusahaan agar melakukan usahanya secara lebih

bertanggung jawab sosial melalui pilihan investasinya. Dari sudut yang berbeda, hal

tersebut juga menunjukkan bahwa investor institusi dapat bertindak selaku pemilik

perusahaan yang bertanggung jawab. Istilah 'socially responsible investment' sendiri di

Inggris lebih dikenal sebagai 'ethical investment', yang diartikan sebagai suatu pendekatan

berinvestasi yang mengintegrasikan nilai-nilai perorangan dan masalah sosial ke dalam

proses pengambilan keputusan investasi (Scheuth, 2002). Konsep sociallyresponsible

investment, yang telah berkembang ke seluruh dunia, didorong oleh banyak faktor. Secara

garis besar, ada 2 faktor pendorong utama dari socially responsible investment, yaitu:

eksternal dan internal (Solomon dan Solomon, 2004).

Faktor eksternal pendorong socially responsible investment meliputi pemerintah,

grup pelobi, perhatian masyarakat terhadap corporate socialresponsibilty, insentif bagi

perusahaan untuk meningkatkan reputasi, dan asosiasi perdagangan. Faktor internal

Page 12: CG temu 4

pendorong socially responsibleinvestment mencakup manajer investasi dari investor

institusi tersebut, dewan pengawas dana pensiun, perhatian manajer investasi terhadap

corporate social responsibilty, dan persyaratan keterbukaan SRI. Selanjutnya, faktor

eksternal dan internal tersebut memberi tekanan pada investor institusi untuk

melaksanakan socially responsible investment. Socially responsible investment yang

dilaksanakan investor institusi tersebut, pada gilirannya, akan mendorong perusahaan-

perusahaan untuk melaksanakan corporate social responsibilty.

Tema lanjutan yang berkembang dari penerapan socially responsible investment

oleh investor institusi adalah apakah dana yang diinvestasikansecara socially responsible

investment memberikan keuntungan yangsetidaknya sama dengan dana yang

diinvestasikan tanpa karakter socially responsible investment. Terdapat bukti yang kuat

mengenai peningkatanpersepsi diantara komunitas investor institusi bahwa socially

responsible investment, sebagai bagian dari strategi investasi utama, meningkatkan

hasilkeuangan dalam jangka panjang (Solomon dan Solomon, 2002). Namundemikian,

tidak terdapat bukti empiris yang dapat menunjukkan adanyaperbedaan signifikan secara

statistik dari returns yang dihasilkan dana yang diinvestasikan secara socially responsible

investment (e.g. Mallin et al, 1995).

Penjelasan di atas memperlihatkan adanya perubahan sikap dari institusi keuangan

dan bisnis untuk lebih memperhatikan tanggung jawab sosial. Hal tersebut menunjukkan

pengakuan terhadap perluasan konsep corporategovernance, yang lebih mengutamakan

hubungan pemegang saham dan manajemen perusahaan, sebagaimana diusung oleh konsep

agency theory. Agenda yang lebih luas dari corporate governance, yang didasarkan pada

konsep stakeholder theory, tidak lagi dipandang sebagai suatu konsep yang tidak sejalan

dengan peningkatan nilai perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perbedaan

diantara pendekatan shareholder theory dan stakeholder theory, pada saat ini, tidak lagi

dipandang sebesar perbedaan di masa lalu.

Di ASIA

Page 13: CG temu 4

Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun terakhir

dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif. Namun

belakangan ini masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan meskipun memiliki bukti yang

kuat dari manfaat keuangan kepada perusahaan-perusahaan dari budaya pemerintahan yang baik,

Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate Governance.

Skandal yang dipublikasikan di AS dan Eropa pada tahun 2001 dan 2002 dan implikasi

dari Sarbanes Oxley Act pada tahun 2002 telah memberikan dorongan antara regulator dan

pemerintah di Asia. Dengan begitu banyak yang telah dicapai dalam waktu yang relatif singkat,

regulator sekarang tampaknya mengalihkann fokus mereka dari kekuasaan untuk memerintah

membuat penegakan hukum. Meskipunmmasih ada beberapa kekurangan dalam kerangka

peraturan di banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan manfaat apa

yang telah dicapai.

Untuk menambah tantangan yang dihadapi oleh tata kelola perusahaan di wilayah tersebut,

meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada bukti yang jelas

bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan di Asia berjumlah

lebih sedikit. Fakta ini sangat mengganggu karena data yang baru-baru ini diterbitkan

menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik Good Corporate Governance yang baik dan

keuntungan finansial.

A. Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia

Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate

Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk

melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa

efek tersebut. Pedoman iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas

pedoman yang diterbitkansebelumnya.

1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance

Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat

complyand explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak

menerapkanseluruh aspek dalam Pedoman tersebut.Bagi perusahaan yang tercatat

di bursa efekMalaysia, prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-

praktik terbaik yangtelah diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan

tahunan. Perusahaanjuga wajib mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang

Page 14: CG temu 4

tidak dilaksanakan disertaialasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila

perusahaan mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal ini juga harus

diungkapkan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance

Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and

explainsehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan

seluruh aspekdalam Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat

kewajiban untuk mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam

laporan tahunan. Dengandemikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan

mencatatkan sahamnya di bursatidak mengungkapkan dalam laporan tahunannya

terkait dengan penerapan tata kelola,Bursa Malaysia dapat mengambil tindakan

terhadap perusahaan atau direksisebagaimana tercantum dalam Persyaratan

Listing di Bursa Malaysia.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :

a) Bagian 1 :

Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku

di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan

fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan

keadaan masingmasing perusahaan.

b) Bagian 2 :

Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.

Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk

membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata

kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.

c) Bagian 3 :

Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang

bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar

tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam

tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari Pedoman Good Corporate

Governance tersebut adalah :

Page 15: CG temu 4

The Board Structure, Duties and Effectiveness

The Audit Committee and its Challenges

Assessing the Risk and Control Environment

Effective Oversight of Financial Reporting

Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee

Conflict of Interest and Related Party Transactions

Nominating Committee

Remuneration Committee

Shareholder Relations

B. Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura

1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance

Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and

explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek

Singapore mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata

kelola mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-

prinsip yang terdapat dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan

dan menjelaskan setiap perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut.

Perusahaan juga didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan

prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap

prinsip-prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan

Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat

voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak

menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan

untuk tidak menerapkannya.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan

a) Board Matters

b) Remuneration Matters

c) Accountability and Audit

Page 16: CG temu 4

d) Communication with Shareholders

e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements

C. Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand

1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance

Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat

Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET)

mengharapkan perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate

Governance tersebut. Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip

Good Corporate Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi

perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip Good Corporate

Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak

menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai mengungkapkan

pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tahun 2007 pada

Laporan Tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus

mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance) melalui media komunikasi yang yang paling

nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan

pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang disarankan adalah situs web

perusahaan.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan

Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat

voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak

menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan

untuk tidak menerapkannya.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaikGood Corporate Governance

Perusahaantercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of

Thailand) mencakup 5kategori yaitu,

a) Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)

b) Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of

Shareholders)

Page 17: CG temu 4

c) Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)

d) Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)

e) Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)

D. Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina

Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi tata

kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor,

mengembangkanpasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan

berkelanjutan untuksector korporasi dan ekonomi, Securities Commission, melalui

Resolusi No.135, Seri 4 April2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman

Good Corporate Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang

tercatat atau terdaftar, perusahaanpenerima izin/lisensi dan perusahaan publik.

Pedoman Good Corporate Governance ini jugaberlaku untuk cabang atau anak

perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi diFilipina yang terdaftar.

1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance

Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu

kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate

Governance tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan

dapat dikenakan sanksi. Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat

untuk melaporkan secara periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata

kelola termasuk hal-hal yang belum dapat dipenuhi wajib diungkapkan lengkap

dengan alasannya.

2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance

Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang

ditentukanuntuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo

dikenakandenda sebesar P100, 000.00.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

a) The Board Governance

b) Supply Information

Page 18: CG temu 4

c) Accountability and Audit

d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests

e) Evaluation Systems

f) Disclosure and Transparency

g) Commitment to Corporate Governance

h) Administrative Sanction