cerpen 2

10
Datos seolah membutuhkan bantuan untuk berdiri. Berulang kali tulang punggungnya berbunyi ketika Ia mencoba merenggangkan badan. Ia tak semestinya begadang, karena Ia tahu kantung mata dan lambungnya tidak dapat bekerja lebih lama malam itu. Namun berkas- berkas yang diletakkan berserakan di atas meja kerjanya juga tidak dapat ditinggalkan. Ditatapnya sekali lagi berkas-berkas penyidikan beberapa hari lalu, kemudian matanya menatap ke catatan kriminal beberapa orang untuk membentuk fokus. Datos harus segera menyelesaikan masalah ini atau Ia akan kehilangan segalanya. Dengan enggan, Ia menyeruput kopi dinginnya lagi. Datos hingga saat ini masih bertugas di satuan Reskrim resort Buah Besar. Badannya tegap dengan rambut yang selalu dicukur cepak. Terdapat bekas luka di telapak tangan kirinya. Bekas luka itu memiliki cerita lain, yang tidak seorang pun tahu. “Bahkan Aku tidak akan mengatakannya pada Tuhan”, ujarnya sambil berkelakar kepada seorang tetangganya. “Hei, Pak Tua! Sudahlah, besok tidak akan terjadi apa-apa. Dia hanya menggertak. Gertak sambal! Hahaha!”, ujarku menghampirinya sambil tertawa keras sekali. Ia menoleh dengan dengusan sebalnya. Melihatku berjalan membawa bungkus makanan dalam kantong plastik, Ia tersenyum sambil merenggangkan tubuh lagi, lalu berdiri. Sedari tadi aku hanya melihatnya dari balik pintu kaca ruang kerja kami. Melihatnya berdiri,

description

cerpen mamam

Transcript of cerpen 2

Datos seolah membutuhkan bantuan untuk berdiri. Berulang kali tulang punggungnya berbunyi ketika Ia mencoba merenggangkan badan. Ia tak semestinya begadang, karena Ia tahu kantung mata dan lambungnya tidak dapat bekerja lebih lama malam itu. Namun berkas-berkas yang diletakkan berserakan di atas meja kerjanya juga tidak dapat ditinggalkan. Ditatapnya sekali lagi berkas-berkas penyidikan beberapa hari lalu, kemudian matanya menatap ke catatan kriminal beberapa orang untuk membentuk fokus. Datos harus segera menyelesaikan masalah ini atau Ia akan kehilangan segalanya. Dengan enggan, Ia menyeruput kopi dinginnya lagi.Datos hingga saat ini masih bertugas di satuan Reskrim resort Buah Besar. Badannya tegap dengan rambut yang selalu dicukur cepak. Terdapat bekas luka di telapak tangan kirinya. Bekas luka itu memiliki cerita lain, yang tidak seorang pun tahu. Bahkan Aku tidak akan mengatakannya pada Tuhan, ujarnya sambil berkelakar kepada seorang tetangganya.

Hei, Pak Tua! Sudahlah, besok tidak akan terjadi apa-apa. Dia hanya menggertak. Gertak sambal! Hahaha!, ujarku menghampirinya sambil tertawa keras sekali. Ia menoleh dengan dengusan sebalnya. Melihatku berjalan membawa bungkus makanan dalam kantong plastik, Ia tersenyum sambil merenggangkan tubuh lagi, lalu berdiri. Sedari tadi aku hanya melihatnya dari balik pintu kaca ruang kerja kami. Melihatnya berdiri, membuatku bergidik. Siapa yang tidak akan berciut nyali bila bertatap muka dengannya? Bahkan kabarnya Ia pernah bergulat dengan seekor macan yang lepas dari kandang taman safari. Entah, benar atau tidak. Matanya hitam dan selalu berkilat diterpa cahaya. Entah itu bakat yang Ia tumbuhkan atau hadiah yang diberikan oleh Tuhan. Kulitnya kecoklatan terbakar matahari. Dikenal memiliki kompetensi, integritas dan kapabilitas memimpin pasukan, Ia benar-benar tak dapat diremehkan oleh siapapun. Berbeda denganku. Hampir genap delapan tahun bekerja namun tidak memiliki prestasi apapun di satuan ini. Satu-satunya pengingat bagi teman-teman kerja akan kehadiranku adalah sikap humorisku. Mereka selalu mencariku untuk membuat sedikit masalah di kantor, seperti misalnya adu kekuatan lengan lewat panco, yang tentu selalu berakhir dengan sorakan mengiringi kekalahanku.Secara fisik, aku termasuk golongan rata-rata. Perut sedikit buncit, tinggi badan di bawah temanku yang lain, dan wajah pas-pasan. Sudah kubilang, golongan rata-rata. Tentang apa kesan yang dirasakan orang ketika melihatku, biarlah orang lain yang menulisnya untuk kalian, bukan karena aku tidak tahu, melainkan karena ini cerita tentang Datos.Ya, ini cerita tentang teman satu timku, Datos. Aku menulisnya sebagai bukti tentang kebenaran yang hakiki. Inilah yang kami alami. Kuperlihatkan kepada kalian apa yang terjadi pada seorang Datos di masa terakhirnya. Aku menuliskannya untuk kalian, setelah menyadari bahwa seorang Kepala Reskrim pun tidak akan sanggup menyelesaikan kasus ini. Anggap saja, tulisan ini untuk berjaga-jaga bila mereka juga telah membungkamku, namun akan lebih baik bila kalian dapat menemukan mayatku.

Senin pertama bulan Mei. Tidak ada yang lebih buruk dari mayat yang tidak utuh. Hotel Grand Orion gempar setelah seorang petugas laudry hotel berteriak memancing perhatian. Aku dan Datos segera datang membalas panggilan dari kantor. Apa yang terjadi?, kataku untuk memecah kebingungan. Dari jauh, halaman hotel sudah ramai dengan kendaraan polisi dan petugas medis. Perlahan kami berjalan memasuki tempat kejadian perkara yang juga telah dikelilingi orang-orang dari media.

Pak, sapa seorang anggota berseragam yang sama sekali tidak aku hiraukan. Fokusku tertuju pada sebuah pintu kamar di lantai dua yang dibatasi garis-garis kuning.

Saksi merupakan seorang petugas laundry dan kini masih berada di rumah sakit karena mengalami trauma. BAP saksi pelapor akan segera dibuat segera setelah Ia pulih, lanjutnya. Fokusku masih ke pintu itu, namun aku masih dapat mendengar laporannya.

Datos tidak membalas laporan petugas itu, Ia langsung berjalan menaiki tangga hotel menuju satu-satunya tempat menarik saat itu. Aku mengikutinya dari belakang. Hotel Grand Orion bergaya klasik Romawi dengan ground floor luas. Kamar-kamar di hotel tersebut dibangun lima lantai mengelilingi ground floornya. Ya, sama persis seperti Colosseum. Malam ini, seorang gladiator ditemukan tewas, ujar Datos tanpa menengok ke arahku.Tim kerja kami saat itu sudah berada di TKP. Mereka sibuk dengan kamera, barang bukti, noda darah, sidik-sidik jari dan kemungkinan telapak kaki di ruangan. Sedangkan, kami berjalan pelan menuju meja tulis, melihat lebih dekat tubuh perempuan yang memunggungi pintu kamar. Aku mengambil selembar sapu tangan dan menyibak rambut perempuan itu dari wajahnya. Aku hampir muntah melihat wajahnya yang buruk. (ditambah lagi deskripsi mayat. Biar efek thrilling lebih dapet) Matanya tak dapat lagi dikatakan terbuka namun lebih tepat disebut melotot. Bola matanya hampir keluar menandakan sebelum kematiannya merasakan sakit yang teramat sangat hingga merenggut nyawanya. Mulutnya menganga lebar dengan air liurnya yang hampir kering masih terlihat berkilau melapisi sekitar bagian mulutnya.Masih sibuk mataku memandangi mayat nahas tersebut, tetiba saja Datos mengejutkanku karena ternyata Datos mengenal perempuan itu. Aku mengenalinya!, seakan sakit jantung Datos kambuh. Dia adalah istri pemilik supermarket di kota, tambahnya. Aku tak mampu berkata, begitupun Datos. Kami hanya mampu mengalihkan pandangan ke kalimat Jari manis bukan simbol cintamu lagi yang tertulis di permukaan cermin rias kamar. Indah dan menyeramkan karena merah lipstick.Hari Selasa tak ubahnya menjadi hari yang menegangkan. Di tengah-tengah penyidikan, laporan penemuan mayat lagi-lagi harus kami tindak. Kali ini, mayat ditemukan di sebuah kamar sewa tak jauh dari TKP pertama oleh tetangga kamarnya. Tim kami segera mendatangi tempat itu, dan benar saja, seorang laki-laki tak bernyawa tergeletak di atas tempat tidurnya. Hal lain yang mengejutkan kami adalah kondisinya yang sama dengan mayat SN, istri pemilik supermarket kami. Matanya terbelalak, mulutnya menganga, dan ya! Dua jari manis telah dipisahkan dari telapak tangannya. Pelaku yang sama. Apakah Kau juga berpikiran yang sama denganku, Datos?, tanyaku pada Datos sambil menoleh ke arahnya. Aku hanya melihatnya terpaku menatap tubuh sang penyewa kamar. Aku melihat Datos sangat terpukul, Ia terlihat sangat bingung namun juga waspada di satu waktu. Sejak saat itu, aku meyakini Datos memiliki sesuatu di pikirannya.Hari ini belum berakhir dan kami berdua telah kembali berada di kantor menganalisa laporan dari anggota lain yang masih di TKP. Ketika matahari sedang bermalasan menunggu pulang, Kami justru masih sibuk membaca lembaran-lembaran dalam map. Aku sudah tidak sanggup menahan gelisah, hingga akhirnya kuberanikan diri bertanya pada laki-laki yang sudah tidak beristri itu. Hey, apa Kau mengetahui sesuatu? Jadikan masalah ini mudah. Kau tahu kan, kita tidak diberi waktu selamanya untuk menyelesaikan masalah yang sama sekali tidak kita perbuat?, aku menekan kalimat terakhir untuk mengantarkan pesan. Datos tertegun, kemudian melanjutkan membaca. Aku tidak akan berhenti bertanya hingga Kau mau menjelaskannya padaku. Aku tahu Kau mengetahui sesuatu, ucapku dengan nada sebijak mungkin, tanpa ingin menyinggungnya.

Aku mengenal sang perempuan, Ton. Dia, Datos memutus sejenak kalimatnya, Maksudku kami, kami pernah bersama. Maksudmu, Kalian dulu sepasang kekasih?. Datos tidak menjawab. Hal itu membuat kami menutup mulut masing-masing.Seorang anggota kami masuk membawa laporan penyidikan korban yang kedua. Kami membaca isi dua map putih tersebut dengan cermat. Sepupu?!, aku sangat tidak percaya. SN dan DY masih memiliki hubungan darah. Betapa sangat tidak mengejutkan. Aku seharusnya mengetahuinya, sejak kulihat wajah Datos tadi siang.

Aku aku tidak tahu hal ini, ujarnya terbata dengan mata berkaca-kaca. Bagaimana bisa Kau tidak tahu?, sanggahku sinis. Kulihat wajahnya saat itu merah padam. Matanya menatap salinan selembar tulisan tangan, dengan membentuk sedikit senyum masam.But darling, I do not

Think youre in love with Him

Maybe

You are in love with the attention he gives you

Maybe

You are in love with what he thinks and

What hed do for you

And maybe

Youre a little bit too lonely

To see the difference

Begitulah kira-kira bunyinya. Ya, tentang cinta. Puisi cinta yang ditemukan di atas meja belajar sepupu sang mantan kekasih. Saat itu, kutepis segera pikiran buruk tentangnya. Karena aku tidak mau menjadi tolol saat penyidikan masih sedini ini. Datos meninggalkan ruangan, entah ke mana.

Bulan turun dengan cepat menambah cekam. Aku sedang berada di luar untuk mencari makan. Lagipula, nafas juga sudah sangat sesak, aku butuh bernafas. Aku mampir di warung nasi padang depan kantor dan memutuskan membeli dua porsi. Satu untuk Datos, atau keduanya untukku, bila Ia tidak kembali ke kantor.

Sebelum memasuki ruangan, aku mengintip dari balik kaca pintu. Itu Datos, duduk, merenggangkan badan, menyeruput kopi, lalu membaca lagi. Kuberikannya waktu beberapa menit untuk melihat apa yang akan dia lakukan terhadap berkas itu. Hingga kemudian Ia menyadari kehadiranku.

Dengarkan ini! Kuberikan waktu hingga pukul tiga dini hari untuk menyelesaikan ini, atau Kau akan melihat bola mata seseorang benar-benar keluar dari tempatnya, ujarnya kepadaku setelah mempersilahkanku masuk. Ia membacakan sebuah bukti baru, sebuah memo peringatan.

Hei, Pak Tua! Sudahlah, besok tidak akan terjadi apa-apa. Dia hanya menggertak. Gertak sambal! Hahaha!, sambutku untuk membuatnya tenang. Kuberikannya bungkus makanan itu.

Aku tahu, Kau pasti berpikir aku yang melakukannya. Kukatakan sejujurnya kepadamu, aku tidak tahu apapun. Perempuan baik itu memang dulu kekasihku, tapi kami tidak pernah terlalu cinta untuk serius. Dan tidak pernah terlalu bahagia untuk memiliki. Dia baik, pintar dan suka memberi. Aku terkesima karenanya. Kupertaruhkan nama baikku, kami hanya saling suka!. Kubiarkan dia mengumpat. Dalam hati aku tidak percaya dia benar-benar mengumpat.

Pimpinan akan membentuk tim gabungan bila dalam lima hari kasus ini tidak segera menemui jalan keluar. Dengar, Anton. Suaminya telah meninggal, dan dia tidak diwarisi seorang anakpun dari suaminya. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hubungan kami. Hal itu hanya berlangsung dua minggu, katanya berbisik sambil tertegun menyadari sesuatu. Aku harus pergi sekarang, ujarnya sambil menyambar jaket kulitnya. Dengar, lakukan segalanya dengan baik. Elang selalu tahu mangsanya. Perhatikan segala detil, jangan lengah, Datos memberi perintah. Kulihat kesedihan, ketakutan, dan kebencian di matanya.

Saat itu, pukul 8 malam. Datos mengendarai motornya melaju terburu-buru. Sedangkan aku, aku hanya menatapnya keluar ruangan sambil linglung. Aku tidak dapat menahannya untuk tinggal. Pesan tentang elang dan detil sungguh tidak membantu. Dan hingga pukul 3 pagi, Ia tidak ada kabar. Tidak ada jawaban atas panggilan dari ponselku. Hingga kini, aku tidak tahu harus mempercayai siapa. Jadi aku menyusulnya.

Banyak yang terjadi dalam dua hari, namun aku tidak dapat menjelaskan semuanya di sini. Dengar, Anak-anakku, setelah membaca surat ini, berikan folder terkunci yang Ayah lampirkan di surat elektronik ini kepada Pak Seno. Kalian ingat, kan? Laki-laki berkumis tebal yang sering datang berkunjung ketika hari libur? Katakan kepadanya, Dunia tidak akan berubah hingga massa air menutup daratan. Berikan dengan hati-hati. Dan ingat, selalu waspada. Elang selalu tahu mangsanya.

Begitulah voice note yang dibuat Anton di waktu terakhir hidupnya. Voice note tersebut Ia kirimkan melalui email kepada anak tertuanya, Hadi, pada pukul 1.15 dini hari. Surat elektronik itu menjadi hal terakhir yang Ia tinggalkan kepada dua anaknya. Sebab keesokan harinya, kabar mengejutkan datang datang seiring dengan penemuan mayat Datos di antara barisan container pelabuhan. Sedangkan tubuh Anton, hingga kini masih belum ditemukan.