BULETIN CERPEN

31
BULETIN CERPEN Disusun guna Memenuhi Perbaikan Nilai Sastra Dunia Dosen Pembimbing : Rodli, M. Pd. OLEH : NISWATI Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1

description

dipakai buat wacana

Transcript of BULETIN CERPEN

BULETIN CERPENDisusun guna Memenuhi Perbaikan NilaiSastra DuniaDosen Pembimbing :

Rodli, M. Pd.

OLEH : NISWATIPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Islam Darul Ulum

Lamongan

2012KUCING KEHUJANAN(Cat in the Rain Oleh Ernest Hemingway*)Sepasang suamiistri Amerika singgah di hotel itu. Mereka tidak mengenal orangorang yang lalulalang dan berpapasan sepanjang tangga yang mereka lewati pulangpergi ke kamar mereka. Kamar mereka terletak di lantai kedua menghadap laut. Juga menghadap ke taman rakyat dan monumen perang. Ada pohon palm besarbesar dan pepohonan hijau lainnya di taman rakyat itu. Dalam cuaca yang baik biasanya ada seorang pelukis bersama papan lukisnya. Para pelukis menyukai pepohonan palm itu dan warnawarna cerah dari hotelhotel yang menghadap ke tamantaman dan laut.

Di depan monumen perang tampak iringiringan wisatawan Italia membentuk barisan membujur untuk menyaksikan monumen itu. Monumen yang tampak kemerahan dan berkilauan di bawah guyuran hujan. Saat itu sedang hujan. Air hujan menetes dari pohonpohon palm tadi. Air berkumpul membentuk genangan di jalan berkerikil. Ombak bergulunggulung membuat garis panjang dan memecah di tepi pantai. Beberapa sepeda motor keluar dari halaman monumen. Di seberang halaman, pada pintu masuk sebuah kedai minum, berdiri seorang pelayan memandang ke halaman yang kini kosong.

Si istri Amerika tadi berdiri di depan jendela memandang keluar. Di sebelah kanan luar jendela mereka ada seekor kucing yang sedang meringkuk di bawah tetesan air yang jatuh dari sebuah meja hijau. Kucing tadi berusaha menggulung tubuhnya rapatrapat agar tidak ketetesan air.

Aku akan turun ke bawah dan mengambil kucing itu, ujar si istri.

Biar aku yang melakukannya untukmu, kata suaminya dari tempat tidur.

Tidak, biar aku saja yang mengambilnya. Kucing malang itu berusaha mengeringkan tubuhnya di bawah sebuah meja.

Si suami meneruskan bacaannya sambil berbaring bertelekan di atas dua buah bantal pada kaki ranjang.

Jangan berbasahbasah, ia memperingatkan.

Si istri turun ke bawah dan si pemilik hotel segera berdiri memberi hormat kepadanya begitu wanita tadi melewati kantornya. Mejanya terletak jauh di ujung kantor. Ia seorang lakilaki tua dan sangat tinggi.

Il piove, ujar si istri. Ia menyukai pemilik hotel itu.

Si, si, Signora, brutto tempo. Cuaca sangat buruk.

Ia berdiri di belakang mejanya yang jauh di ujung ruangan suram itu. Si istri menyukai pria itu. Ia suka caranya dalam memberi perhatian kepada para tamu. Ia suka pada penampilan dan sikapnya. Ia suka cara pria tadi dalam melayaninya. Ia suka bagaimana pria itu menetapi profesinya sebagai seorang pemilik hotel. Ia pun menyukai ketuaannya, wajahnya yang keras, dan kedua belah tangannya yang besarbesar.

Dengan memendam perasaan suka kepada pria itu di dalam hatinya, si istri membuka pintu dan menengok keluar. Saat itu hujan semakin deras. Seorang lakilaki yang memakai mantel karet tanpa lengan menyeberang melewati halaman kosong tadi menuju ke kedai minum. Kucing itu mestinya ada di sebelah kanan. Mungkin binatang tadi berjalan di bawah atapatap. Ketika si istri masih termangu di pintu masuk sebuah payung terbuka di belakangnya. Ternyata orang itu adalah pelayan wanita yang mengurusi kamar mereka.

Anda jangan berbasahbasah, wanita itu tersenyum, berbicara dalam bahasa Itali. Tentu pemilik hotel tadi yang menyuruhnya.

Bersama pelayan wanita yang memayunginya si istri berjalan menyusuri jalan berkerikil sampai akhirnya ia berada di bawah jendela kamar mereka. Meja itu terletak di sana, tercuci hijau cerah oleh air hujan, tapi kucing tadi sudah lenyap. Tibatiba ia merasa kecewa. Si pelayan wanita memandanginya.

Ha perduto qualque cosa, Signora?Tadi ada seekor kucing, jawab si istri.

Seekor kucing?

Si, il gatto.Seekor kucing? Pelayan wanita tadi tertawa. Seekor kucing di bawah guyuran hujan?

Ya, jawabnya, di bawah meja itu. Lalu, Oh, aku sangat menginginkannya. Aku ingin memiliki seekor kucing.

Ketika ia berbicara dalam bahasa Inggris wajah si pelayan menegang.

Mari, signora, katanya. Kita harus segera kembali ke dalam. Anda akan basah nanti.

Mungkin juga, jawab wanita Amerika itu.

Mereka kembali melewati jalan berkerikil dan masuk melalui pintu. Si pelayan berdiri di luar untuk menutup payung. Begitu si istri lewat di depan kantor, pemilik hotel memberi hormat dari mejanya. Ada semacam perasaan sangat kecil dalam diri wanita itu. Pria tadi membuatnya menjadi sangat kecil dan pada saat yang sama juga membuatnya merasa menjadi sangat penting. Untuk saat itu si istri merasakan bahwa seolaholah dirinya menjadi begitu pentingnya. Ia menaiki tangga. Lalu membuka pintu kamar. George masih asyik membaca di atas ranjang.

Apakah kau dapatkan kucing itu? tanyanya sambil meletakkan buku.

Ia lenyap.

Kirakira tahu kemana perginya? tanya si suami sambil memejamkan mata.

Si istri duduk di atas ranjang.

Aku sangat menginginkannya, ujarnya. Aku tidak tahu mengapa aku begitu menginginkannya. Aku ingin kucing malang itu. Sungguh tidak enak menjadi seekor kucing yang malang dan kehujanan di luar sana.

George meneruskan membaca.

Si istri beranjak dan duduk di muka cermin pada meja hias, memandangi dirinya dengan sebuah cermin lain di tangannya. Ia menelusuri raut wajahnya, dari satu bagian ke bagian lain. Kemudian ia menelusuri kepala bagian belakang sampai ke lehernya.

Menurutmu bagaimana kalau rambutku dibiarkan panjang? tanyanya sambil menelusuri raut wajahnya kembali.

George mendongak dan memandang kuduk istrinya dari belakang, rambutnya terpotong pendek seperti lakilaki.

Aku suka seperti itu.

Aku sudah bosan begini, kata si istri. Aku bosan kelihatan seperti lakilaki.

George menaikkan tubuhnya. Ia terus memandangi istrinya semenjak wanita itu mulai berbicara tadi.

Kau cantik dan bertambah manis, pujinya. Si istri meletakkan cermin kecil dari tangannya dan berjalan menuju jendela, memandang keluar. Hari mulai gelap.

Aku ingin rambutku tebal dan panjang agar bisa dikepang, katanya. Aku ingin seekor kucing duduk dalam pangkuanku dan mengeong waktu kubelai.

Yeah? komentar George dari ranjangnya.

Dan aku ingin makan di atas meja dengan piring perakku sendiri dan ada lilinlilin. Kemudian aku ingin mengurai rambutku lalu menyisirnya di muka cermin, dan aku ingin seekor kucing, dan aku ingin bajubaju baru.

Ah, sudahlah. Ambillah bacaan, tukas George. Lalu ia meneruskan membaca lagi.

Istrinya memandang keluar lewat jendela. Semakin gelap sekarang dan dari pohonpohon palm masih jatuh tetesantetesan air.

Baiklah, aku ingin seekor kucing, ujar istrinya, aku ingin seekor kucing. Saat ini aku ingin seekor kucing. Seandainya aku tidak bisa memiliki rambut yang panjang atau kesenangan lainnya, aku punya seekor kucing.

George tak peduli. Ia membaca bukunya. Si istri memandang keluar lewat jendela di mana lampu telah menyala di halaman.

Seseorang mengetuk pintu.

Avanti, kata George. Ia mendongak.

Di pintu masuk berdiri seorang pelayan wanita. Ia membawa sebuah boneka kucing dari kulit kurakura darat dan menyerahkannya ke depan.

Permisi, sapanya, pemilik hotel ini mengutus saya menyerahkan boneka ini kepada Nyonya.

*)ERNEST HEMINGWAY lahir di Illionis (Chicago) pada tahun 1898. Semula ia menjadi sukarelawan sopir ambulans pada masa Perang Dunia I. Sebagai seorang perantauan di Paris, ia meraih sukses pertama kali dengan ceritanya In Our Time. Di antara novelnovelnya adalah The Sun Also Rises dan A Farewell to Arms. Di akhir hayatnya ia melakukan bunuh diri pada tahun 1961. Judul asli cerita ini Cat In The Rain, diambil dari buku Ernest Hemingway Short Stories hal 265268.RANGGALAWEKarya : Chairil Anwar*)Bukan kematian benar menusuk kalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu atas debudan duka maha tuan bertakhta1

Di atas panggung, beberapa kotak yang disembunyikan begitu saja di balik kain hitam, Ranggalawe gugur. Tujuh bidadari tua mengelilingi tubuhnya yang tegak berdiri -bahkan kematian tak mampu merubuhkannya. Mereka melempari tubuh yang mematung itu dengan bunga. Hanya angin malam yang sanggup menyaksikannya. Angin yang sejak 10 tahun yang lalu menggerakkan rombongan itu dari satu lapangan ke lapangan yang lain. Dari satu kesepian menuju kesepian berikutnya. Dan malam itu selesailah semuanya. Angin tak sanggup lagi menggerakkan mereka menuju pemberhentian berikutnya. Lalu angin pelan-pelan mati. Dan tak mampu menggerakkan dirinya sendiri.

Malam ini adalah pertunjukan terakhir kami. Tak ada lagi yang menginginkan kehadiran kami. Tak ada lagi yang menyaksikan kami. Kami tak punya alasan lagi untuk berlama-lama di sini. Seseorang gendut berkaos hitam membuka acara. Di belakangnya berjajar para aktor mengenakan kostumnya masing-masing. Wajah-wajah yang tak bahagia telah disembunyikan sejak sore tadi di balik bedak. Kakek-kakek di balik wajah Menak Jingga yang merah mencoba berdiri tegak. Ranggalawe yang berdiri di sampingnya demikian pula. Sebentar lagi mereka akan bertarung untuk terakhir kalinya.

Lalu pertunjukan pun dimulai setelah beberapa orang naik ke panggung untuk menyampaikan simpati -sejumlah puisi. Mereka berduka atas kematian dan tak bisa berbuat apa-apa. Tapi siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab atas kematian ini? Malam itu tak sebagaimana biasanya, mereka meninggalkan tobongnya -tobong yang sesungguhnya telah lama kosong. Kain-kain dekorasi mereka pasang di beberapa penjuru, layar-layar yang sudah tak sanggup menggambarkan apa-apa. Mereka telah lama kehilangan warna. Serupa bendera-bendera kematian. Gerbang tobong juga mereka pasang sebagai penanda merekalah satu-satunya rombongan ketoprak tobong yang tersisa.

Ratu Kencana Wungu duduk di atas singgasananya. Kursi kayu bercat merah yang terlambat dibawa masuk ke panggung. Kelihatan karena tak ada layar untuk menutup pergantian. Semuanya diputuskan untuk dibuka malam itu. Termasuk kegagalan mereka untuk bertahan sebagai seniman. Kencana Wungu lantas menembang menyapa yang datang. Patih Logender duduk di hadapannya, manggut-manggut menerima kenyataan bahwa suara Kencana Wungu terlalu lirih untuk sebuah pertunjukan di tengah lapang. Yang riuh rendah oleh suara kendaraan dan pasangan-pasangan muda yang pacaran di atas sepeda panjang. Rarasati si Patih Dalam tak kebagian kursi. Ia berdiri saja di samping Kencana Wungu. Sementara para ksatria duduk di bawah, bersesakan dan saling menutupi: Layang Seta, Layang Kumitir, Menak Koncar, dan beberapa prajurit tanpa nama alias bala depak yang senantiasa terdepak. Panggung sudah terlalu sempit untuk menampung tubuh-tubuh mereka. Negeri dalam keadaan baik-baik saja, demikianlah yang kutangkap samar-samar dari percakapan mereka. Rakyat hidup makmur kerta raharja. Tak kurang suatu apa. Mereka tampak gembira dengan sandiwara itu. Bercakap-cakap diselingi canda dan tawa. Patih Logender memamerkan kesaktian sepasang anaknya, Seta dan Kumitir. Hanya Adipati Tuban, Ranggalawe, yang tak kelihatan batang hidungnya. Adipati paling sakti itu konon sedang bertapa di rumahnya. Mungkin pula tak punya ongkos berangkat ke Majapahit. Bisa saja.

Kulihat ke belakang. Cukup banyak juga yang datang. Orang-orang yang sekadar lewat. Atau sejumlah orang yang melayat. Kabar kematian kelompok ini memang sudah disebar di koran-koran danfacebook. Seorang anak kecil yang duduk di belakangku bertanya pada bapaknya.Itu apa?Ketoprak, jawab bapaknya. Lalu Menak Jingga di samping panggung memukul kepraknya. Rupanya malam itu ia merangkap sebagai dalang sekaligus tukang keprak. Bunyi keprak itu membangunkan Angkat Buta yang sejak awal tiduran di belakang gamelan. Ia pun bergegas masuk ke dalam panggung untuk menyampaikan pesan junjungannya, Menak Jingga. Si Adipati buruk rupa itu menagih janji sang Ratu Ayu. Dulu semasa ia masih bernama Jaka Umbaran yang berwajah tampan ia pernah dijanjikan untuk mendapatkan Kencana Wungu jika berhasil mengalahkan Kebo Marcuet, pemberontak yang sakti mandraguna. Sang pemberontak berhasil dikalahkan, tapi Jaka Umbaran terpaksa pulang dengan wajah dan tubuh babak belur. Jika tak ada Dayun yang menolong mungkin ia sudah lama mati.

Rarasati merobek-robek surat itu. Layang Seta dan Layang Kumitir tanpa perintah selain karena pongah menghajar utusan dari Blambangan itu. Angkat Buta berlari ke alun-alun. Angkat Buta selalu menantinya di sana selama bertahun-tahun. Perang tak terhindarkan. Gantian para bala dupak mendapatkan ruang. Dengan gagah berani mereka berperang. Melakukan adegan-adegan berbahaya. Beberapa kali mereka terlontar ke luar panggung. Terkapar di tanah lapang lalu dengan cepat bangun lagi mengejar sang lawan. Ada juga prajurit yang kedua tangannya buntung. Ialah yang paling kerap terlontar keluar panggung. Penonton terbahak dan bersorak meski adegan perkelahian ini sama sekali tak menawan. Ada pula yang malah jatuh kasihan.

Bisa ditebak, mereka telah mengulanginya beratus kali, Layang Seta dan Layang Kumitir kalah. Logender menolongnya dan membiarkan utusan-utusan Blambangan itu pulang.

Di Lumajang enam perempuan menari-nari. Menari sejadi-jadinya.

Mas mas mas aja diplerok(Mas mas mas jangan dipelototin)

Mas mas mas aja dipoyoki(Mas mas mas jangan digodain)

Karepku njaluk diesemi2(Pinginnya minta disenyumin)

Ruang pecah berkeping-keping. Mereka menyebar ke segenap penjuru membawa piring. Mendatangi penonton satu per satu, menjual cendera mata: gantungan kunci bertuliskanKetoprak is the place where we live and where we dieberlatar orang sendirian mendirikan atap tobong di langit yang biru cerah. Mereka terus beredar dalam kegelapan. Ada pula yang membawa bonang dan meminta uang. Lagu berlanjut. Apa saja yang penting berirama dangdut. Beberapa penonton naik ke panggung dan bergoyang. Lalu lampu tiba-tiba mati. Gamelan terus dibunyikan. Lagu terus dinyanyikan. Beberapa orang tampak sibuk mencari kesalahan. Menyusuri kabel demi kabel. Memeriksa bensin di dalam generator. Berkali-kali mereka pernah mengalaminya, mengulang kesalahan-kesalahan yang sama. Berkali-kali mereka ngebut di jalanan masih dengan pakaian wayang untuk membeli bensin agar pertunjukan tetap bisa dilanjutkan. Alhamdulillah, lampu mati tak lama. Lampu yang semenjana itu menyala kembali. Perempuan-perempuan itu sudah kembali ke panggung dan menjadi istri-istri dari Adipati Menak Koncar. Lalu adegan domestik di tengah lapangan, bocor-bocor tak karuan. Percakapan yang lamat-lamat itu terus berlangsung hingga Menak Jingga menabuh keprak untuk menandai kedatangannya sendiri. Ia masuk ditemani Dayun, abdinya yang setia.

Menak Koncar menyambutnya dengan hangat meski tahu tak berapa lama lagi mereka akan bertengkar dan ia akan kehilangan Mentarwati, istrinya yang pertama. Pertengkaran dimulai ketika Menak Jingga meminta bantuan Menak Koncar untuk mengawinkannya dengan Kencana Wungu. Menak Koncar meledak marah. Ia tak sanggup membayangkan ratunya yang jelita bersanding dengan manusia buruk rupa. Mentarwati bersedia mencarikan jodoh untuk Menak Jingga. Tapi Menak Jingga keras kepala. Sambil menyembah-nyembah kaki Mentarwati, Menak Jingga terus menyebut-nyebut nama Kencana Wungu. Mentarwati sebal dan memukul kepala Menak Jingga. Pertarungan kembali terjadi di atas panggung sempit itu. Kali ini yang tampil adalah prajurit-prajurit perempuan. Dengan gerak yang luar biasa kikuk -jangan dibayangkan pertarungan antara Lasmini versus Mantili dalam filmSaur Sepuh- mereka saling pukul dan tusuk. Penonton yang jumlahnya sudah jauh berkurang kembali terbangun. Bertepuk tangan menyemangati pertempuran prajurit Lumajang dan Blambangan. Pertempuran itu berakhir dengan tewasnya Mentarwati. Menak Jingga menusuk tubuh perempuan itu berali-kali dengan kerisnya. Menak Koncar datang terlambat. Ia hanya mendapati tubuh istrinya yang dingin dan berlumuran darah. Ia menangis dan pelan-pelan mengangkat tubuh istrinya. Adegan yang direncanakan dramatis itu hancur berantakan. Menak Koncar ternyata tak kuat membopong tubuh perempuan itu. Makan nasi sehari sekali dengan selingan mie instan ternyata membuat Adipati Lumajang itu kekurangan tenaga. Tak ada yang datang membantunya. Penonton kembali bersorak. Mereka menyemangati Menak Koncar dengan tepuk tangan. Akhirnya dengan susah payah, juga didorong rasa malu, ia berhasil membawa istrinya keluar panggung. Dan buru-buru dijatuhkannya begitu sampai di tepian panggung.

Lalu lagu gembira mencoba membangkitkan suasana. Gending Badutan Sragen:Rewel.Omonga terus terang yen pancen kowe bosen. Ora perlu kakehan alasan(Bicaralah terus terang jika kamu bosan. Tidak perlu banyak alasan)

Seorang pelawak masuk ke panggung dan menari sekenanya. Ia pelawak karena kumisnya mirip Hitler. Entah sejak kapan pelawak-pelawak kita memakai kumis macam itu. Mungkin sejak mereka menonton Charlie Chaplin. Mungkin pula suatu kali seorang pelawak pendahulu secara tak sengaja mengusapkan jelaga di atas bibirnya. Lalu dua kawannya datang menyusul. Penonton menanti kelucuan apa yang akan mereka munculkan. Tapi tak ada. Mereka sudah terlalu lelah untuk mencari bahan lawakan. Mereka hanya bercanda tentang lapar. Mereka pura-pura makan sampai kenyang. Mereka memesan makanan-makanan terenak yang mereka impikan. Dua bungkus rokok dilemparkan kepada mereka. Seorang pelawak pun turun ke panggung, memungutnya. Ia melempar satu bungkus ke arah para penabuh gamelan. Di tengah mereka berkhayal makan sate kambing datang seorang penonton memberi amplop. Minta laguPrau Layar, katanya. Amplop itu pun dibuka. Berisi duit yang langsung mereka hitung satu per satu. Lembaran-lembaran uang berwarna merah itu berjumlah tujuh lembar. Semua orang bertepuk tangan. Mungkin itu adalahsaweranpaling banyak yang pernah mereka dapatkan. Sayang mereka mendapatkannya di pertunjukan terakhirnya.

Malam ini mungkin mereka akan mendapat lebih dari 2.000 rupiah per orang, tidak seperti malam-malam biasanya. Mereka memanggil juragan mereka naik ke atas panggung. Sang juragan, lekaki berkaos hitam yang tadi membuka acara mengucapkan terima kasih atas bentuk simpati tersebut. Dan ia pun menyanyikanCaping Gunungkarya maestro keroncong Gesang yang baru saja meninggal dunia. Para pelawak mengingatkan bahwa mereka seharusnya menyanyiPrau Layar. Tapi lelaki itu mungkin tak mendengarnya. Ia menyanyiCaping Gunung. Ia meminta para pelawak menari. Tapi tak ada yang menari. Setelah lagu selesai kembali ia mengulang kata pamitnya. Malam ini kami pamit mati. Seperti syair sebuah lagu, katanya.Lilanana pamit mulih(Relakanlah aku pamit pulang)

Lilanana pamit mulih(Relakan aku pamit)

Pesti kula yen dudu jodhone(Aku memang bukan jodohmu)

Muga enggal antuk sulih(Semoga segera mendapat ganti)

Wong sing bisa ngladeni slirane(Orang yang bisa mendampingimu)

Pancen abor jroning ati(Memang berat rasanya)

Ninggal ndika wong sing ndak tresnani(Meninggalkan orang yang kucintai)

Nanging badhe kados pundi(Tapi mau bagaimana lagi)

Yen kawula saderma nglampahi3(Aku cuma sekadar melakoni)

Lelaki itu kemudian memanggil seorang tamu yang datang dari Jakarta. Seorang aktivis perempuan yang cantik. Ia meminta perempuan itu menyampaikan orasinya. Sang perempuan dengan berapi-api mengutuk kematian-kematian seni tradisi. Ia menyalahkan masyarakat yang tak lagi menghargainya. Ia menyalahkan pemerintah yang tak pernah merawatnya. Ia menyalahkan organ dangdut yang mematikan sawah para seniman tradisi. Lalu ia turun dan pertunjukan kembali berlangsung.

Malam sudah larut. Sebagian besar penonton sudah pulang. Sudah larut malam pula di Kadipaten Tuban. Sang Adipati Ranggalawe tengah bercakap-cakap dengan istrinya. Ia merisaukan keadaan Majapahit yang tak lagi tentram. Percakapan tampak dipercepat. Mungkin karena penonton yang semakin sedikit. Ranggalawe buru-buru ke sanggarpamujan.Berdoa dan membakar kemenyan. Ia bersila membelakangi penonton. Sebuah tembangpalaranmengalun keras dari mulutnya. Menak Koncar datang menemuinya. Melaporkan kebrutalan Menak Jingga yang makin menjadi-jadi. Menak Koncar menangisi kematian istrinya, menangisi Lumajang yang sudah berada di genggaman Menak Jingga. Bergetar dada Ranggalawe mendengar tangisan Menak Koncar, kemenakannya. Segera ia memanggil Wangsapati ajudannya. Ambil Payung Tunggul Naga, malam ini aku akan berangkat ke Lumajang!

Adegan pertemuan Ranggalawe dan Menak Jingga segera disusun. Menak Jingga menyambut kedatangan Ranggalawe dengan baik. Ia menghaturkan hormat pada orang yang paling disegani di Majapahit itu. Ranggalawe dengan tenang mendengarkan kisah Menak Jingga. Ia bisa mengerti perasaan Menak Jingga yang kecewa karena ditolak oleh Ratu Kencana Wungu. Dalam hal ini ia menyalahkan Kencana Wungu yang mengingkari janjinya. Tapi ia juga mengutuk Menak Jingga yang telah membuat huru-hara di Majapahit. Maka, dengan segala hormat ia minta Menak Jingga menghentikan pemberontakannya. Menak Jingga menggelengkan kepalanya. Ia meminta maaf tak bisa menghentikan semuanya. Maka keduanya pun berhadapan.

Tak ada yang bisa menandingi kesaktian Ranggalawe selama Payung Tunggul Naga tetap memayunginya. Menak Jingga yang terdesak segera menghujani Wangsapati si pembawa payung dengan panahnya. Pengawal nahas itu pun terjungkal dengan beberapa anak panah menancap di tubuhnya. Ranggalawe terus maju. Ia tak peduli dengan apa-apa lagi. Kematian Wangsapati begitu melukai hatinya. Dengan cepat ia berhasil menangkap Menak Jingga. Ia injak kepala adipati yang berwarna merah itu. Menak Jingga tak bisa bergerak sama sekali. Ia bahkan harus merelakan Gada Wesi Kuning andalannya direbut oleh Ranggalawe. Tetapi saat Ranggalawe mengangkat gada itu tiba-tiba tubuhnya kaku. Ia mati. Tubuhnya tanpa Payung Tunggul Naga adalah tubuh paling lemah yang pernah ada. Ia kehilangan nyawa karena mengangkat Gada Wesi Kuning. Bidadari-bidadari dengan rambut panjang terurai segera berlari mengelilinginya. Menak Jingga memerintahkan agar tubuh pahlawan itu dibawa pulang ke Blambangan. Makamkan ia dengan upacara kehormatan!

Pertunjukan selesai. Pertunjukan terkahir mereka. Dengan cepat mereka mengemasi barang-barangnya dan pulang. Aku juga. Malam menunjuk pukul 12 tepat. Di jalan aku berpapasan lagi dengan mereka. Ranggalawe berjalan sendirian lengkap dengan pakaian kebesarannya. Beberapa pemain lain menyusul di belakangnya. Aku tak tahu ke mana mereka akan pulang malam ini. Tobong yang sudah 10 tahun mereka diami telah mengusir mereka. ***

2010*) Chairil Anwar adalah penyair yang termasuk Angkatan 1945. Diperkirakan, Chairil sudah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi pribadi.Bulanku Di bulan RamadhanOleh : Niswati*)

Bella. mau kemana sih buru-buru banget???

Iya ih kak Bintang.. sorry banget gak bisa nemenin, soalnya entar temen adik ada yang pingin maen kerumah, sorry banget yah.!

Ya udah. husy, husy.!! Bintang, sosok yang dikenal bella tanpa sengaja bertabrakan dengannya di pertigaan jalan itu, kurang lebih selama 3 Ramadhan ini menjadi kakaknya. Bintang yang selalu menangis dipundaknya dan selalu mendengarkan curhatan-curhatannya juga yang selalu setia disampingnya bagaimanapun keadaanya.

Siapa sich teman Bella, istimewa banget kayaknya guman Bintang, setelah kepergian Nabilla Ramadhani, nama panjang Bella. Ada getar-getar halus menjalari tubuhnya, suatu rasa cemburu yang saat ini belum disadarinya.

Bintang.. bisa nemenin aku keperpus gak? Tanya kiki, teman sekelas Bintang dengan wajah memelas.

Dengan senang hati! sambut Bintang.

Dari pada mikirin si Bella yang nyebelin, mending ke perpus baca-baca buku. Gerutu Bintang dalam hati. Ring tone HP Bintang berdering..

Assalamualaikum..!!!

Waalaikum salam.. kak Bintang? Ini adek!

Tumben telpon sore-sore gini, pasti ada maunya, iya kan? tunding Bintang dengan sisa-sisa kekesalannya pagi tadi.

HeHe, iya. Bisa nganterin ke Masjid nggak? Habis buka puasa entar mau dengarin ceamah agama nih., bisa ya.!!! Rengek Bella.

Nggak bisa, kakak mau buka puasa bareng sama kiki dan yang lainnya, jadi sotty banget yach..!!! udah, kakak masih banyak urusan, Assalamualikum.

Waalikum salam. Ih. Salamnya belum dijaab udah dimatikan sih, dasar Bintang jelekawas lho.!!! Bella mencak-menca dikamarnya, sedangkan Bintang asyik ngakak karena sudah berhasil ngerjain Bella.

Tapi, kasihan juga si nyebelin Bella, entar ngga ada yang ngantar donk!! pikir Bintang

Langit kelam, tanpa terasa butiran-butiran kristal dari sepasang mata Bella bercucuran, tapisesaat kemudian suara mobil terdengar halus dari depan rumahnya. Awan hitam berarak kelaut hingga satu., dua., tiga..bintang-bintang berkedip dan sang purnama menyambut indah tanpa cadar.

akhirnya satu bintang itu vtepat berada dihadapanku. Cuap hati Bella.

Cie., habis nangis Bell? Ih. Cengeng banget sich? goda Bintang. Udah siap-siap? lanjutnya.

Bella menyambut pagi denagn langit biru violetnya, langkah-langkah kakinya terasa ringan karena semalam dalam sujudnya, ia memohon agar diberikan-Nya yang terbaik buat semua, tak terkecuali buat Bintang, ia bahagia dipagi ini. Dipilihnya bangku karong dibawah pohon yang rindang didepan kelasnya, lalu dibukanya agenda kecil tempat curhat-curhatnya tertulis, iapun mulia menulis.

Indahnya tak mampu kalahkan sinar sang bintang memang!! Tapi hatiku telah teropaut dalam senyum kehangatan yang setiap saat ia hidangkan, kerenyahan gelak tawa yang selalu ia perdengarkan dan kata-kata petuah yang senantiasa ia kirimkan buatku. Salahkah aku mendefinisikan yang terasa dengan sajak-sajak cinta?

Wahnulis apan sih, serius banget? Bella secepat kilat menutup agendanya, lalu nyengir sambil berujat.

Hehe.he., R-H-S. pletok!!!

Rasain lho, pake rahasia-rahasiaan segala.

Aduhkak Bintan nih pake jitak-jitak, emang kenapa sih ada di sini hayo.kangen sama adek ya!! goda Bella.

Duh.pd-nya itu lho nggak ketulungan, kak Bintang cuma mau nitip ini. Jelas Bintang sembari menyodorkan kertas beramplop.

Surat?!! Buat siapa sih?? Bella udah kelihatan sewotnya nih si Bella.

Ini buat Kiki, kamu kenal kan, dia kakak kelas kamu, bilang aja dari Bintang, Ok!! Entar kita pulang bareng, aku mau ngajak kamu buka puasa, bay! Bintang langsung berlari menjauh.

Ada hubunga apa ya antara kak Kiki dan kak Bintang? guman Bella.

Jika gugurnya sang kelopak

Mampu gambarkan..

Maka pandangilah

Ini hatiku.

Ada hasrat tuk bercerita

Tentang cinta tentunya

Aku cintai

Aku tahu ini salah

Tapi akupun

Tak berkenan tuk jadi benar.

Pantai, anginya membuat Bella sedikit tenang, semerbak bau air beningnya menggetarkan hasrat dihati Bella, hingga terlupakan ada bintang disebalahnya. Mereka berdua memilih dipantai sambil menunggu adzan maghrib berkumandang.

Hey, tumben diam, biasanya teriak-teriak kalau ada lagi di pantai, kenapa sih? Bintang menyenggol Bella yang terliahat merengut.

Tatapan sendu Bella yang tadinya menatap kehamparan birunya langit, kini beralih menatap tajam kea rah bintang. Bintang pun membalas;

Andai.

Sesungging senyuman merekah

Mampu katakana hasrat dihati

Akupun inginkan.

Andai.

Setets air terjatuh

Dari genangan pelupuk mata

Sanggup tuk ungkapkan

Ingin kupun

Andai.

Tanpa bercuappun.

Hati dapat tertutur

Itu harapku

Tapi, kata itu

Yang terdiri dari 5 sendi

A, N, D, dan I

Terbengkang anganku

Lebukan hasratku

Hanguskan inginku.

Bella, Bella, kenapa sih??

Ohehehmngak, nggak ada apa-apa kok kak, emang kalau adek sedih, kak Bintang juga ngerasain sedihnya kamu?

Uh.dasar Bintang jelek. Sungut Bella.

Bell, nggak usah cemberut gitu donk.ya iya lah, kakak pasti sedih kalau Bella seih. Bella tersenyum, Bintang mengacak-acak jilbab putih Bella.

Uh.kakak nggak usah ngacak-ngacak jilbab deh, entar adek jadi jelek lho..!!

Emang kamu cantik? ejek Bintang, cubitan sadis dibahu Bintang.

Sukurin lho..!!! teriak Bella, Bintang meringis kesakitan.

Ohya kak, ehmsurat tadi, surat cinta yach..!! getar kecemburuan dari suaranya tak dapat disembunyikan oleh Bella.

Emang kenapa? Cemburu? Tek!! Hati Bella ragu untuk menjawab.

Nggak kok, siapa yang cemburu ama bintang jelek, ih. Kayak nggak ada cowok lain aja. Sangkal Bella.

Kalaupun cemburu juga nggak apa-apa. Tebak Bintang sambil melirik dan tersenyum penuh makna kearah bella, tapi Bellamalah bergidik gelih.

Nggak tau juga, itu surat cinta atau bukan, soalnya itu surat juga bukan Dario aku, tetapi dari Ryan yang ditititpkan ke aku. Jelas Nintang yang membuat hati bella plong tanp beban.

Ehm.tapi, Ryan? Ryan siapa ya kak?

Ha??? Jadi kamu nggak kenal Ryan? Bella menggeleng.

Untungaja kamu nggak kenal Ryan. Cuap Bintang lega.

Emang kenapa?

Bisa-bisa kamu naksir dia lagi?

Emang kalau naksir kenapa? buru Bella

Ya nggak boleh.

Udah diam, masih kecil gitu ggak boleh naksir-naksiran dulu!

Emang kalau udah gede boleh? tebak Bella

Ya nggak boleh, mending lansung dilamar aja buat dijadiin bidadarinya, setuju nggak?

Iya juga yach!! pikir Bella

Kalau gitu kubiarkan saja rasa yang indah ini terkuncup dalam hatiku, hingga saatnya tiba akanmengembang dengan sendirinya. Cuap hati Bella.

Bella tersenyum sendiri sedangkan Bintang geleng-geleng kepala merasa heran.

Bell, tunggu lamaranku sebentar lagi, percayalah diantara kita. Terang hati Bintang

Cintaku terbui

Dalam pasungan tak bermakna

Bermukim pada maya

Jingga berdekap

Tanpa bisikan

Tanpa naungan

Namun pasti hidup

Aku ingin sebuah keindahan

Dari pada sang cinta

Cintaku mengembun

Berarak, teratuk batu

Kelam

Tanpa kata

Cintaku

Akui adanya.

Karena aku

CintaSorepun beranjak berganti malam dan terlihat disana-sini bintang bertaburan. Tapi, buat Nabila hanya ada satu bintang dalam hatinya yang mengajarinya tentang cinta dan menyadarkannya bahwa cinta memang benar-benar ada, walaupun banyak bintang dilangit biru dalam bulan Ramadhan ini.

Suara adzan maghribpun berkumandang, mereka berdua beranjak dari pantai menuju kekediaman Bintang dan terlantun doa dari bibir mereka dalam bulan Ramadhan kali ini, agar yang kuasa memberikan yang terbaik buat mereka, Amiii...n.*)NISWATI, Seorang mahasiswa Bahasa Indonesia semester VII di UNISDA Lamongan. 2