cedera

23
TRAUMA KAPITIS I. Latar Belakang Trauma kapitis dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif. Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di AS. Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertiggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira 5% penderita trauma kapitis meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi, psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering mengalami masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5- 10% setelah perawatan rumah sakit masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang. Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama. Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari beberapa RS (sporadis).

description

cedeeraa

Transcript of cedera

TRAUMA KAPITISI. Latar Belakang

Trauma kapitis dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif.

Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di AS. Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertiggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira 5% penderita trauma kapitis meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi, psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering mengalami masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.

Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari beberapa RS (sporadis).

Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara signifikan, dengan adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi pengaman motor/mobil. Diperkirakan sebanyak kurang lebih 10 juta orang menderita trauma kapitis berat dengan angka kematian sekitar separuhnya.

Telah banyak manajemen terapi standar yang berdasarkan evidence based medicine yang diajukan dan diterapkan di pusat kesehatan di seluruh dunia. Tetapi mengingat kemampuan dan fasilitas yang tersedia di pusat kesehatan tersebut, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka beberapa penyesuaian perlu dilakukan.Beberapa penelitian berbasis penderita orang Indonesia perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran manajemen maksimum dan optimum yang dapat diterapkan dan yang sesuai dengan karakter serta fasilitas yang tersedia.

Manajemen trauma kapitis terdiri dari:

Manajemen non operatif (kasus terbanyak), ditangani oleh keilmuan penyakit saraf (neurologi)

Manajemen operatif, ditangani oleh keilmuan bedah saraf

Terapi trauma kapitis yang belum berdasarkan evidence based medicine, tidak dianjurkan dipakai.

Manajemen trauma kapitis dapat menjawab tuntutan kebutuhan keluaran kualitas hidup yang baik setelah terjadinya cedera otak pada penderitanya (patient oriented) yang mayoritas berusia muda dan sehat dan masih berkesempatan untuk mengembangkan kariernya.

II. DefinisiTrauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.III. Epidemiologi

Cedera kepala sanagt sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala meninggal sebelum dating ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kececetan akibat cedera kepala. IV. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan:

1. Patologi

1.1 Komosio serebri

1.2 Kontusio serebri

1.3 Laserasio serebri

2. Lokasi lesi

2.1 Lesi diffus

2.2 Lesi kerusakan vaskule otak

2.3 Lesi fokal

2.3.1 Kontusio dan laserasi serebri

2.3.2 Hematoma intrakranial

2.3.2.1 Hematoma ekstradural

2.3.2.2 Hematoma subdural

2.3.2.3 Hematoma intraparenkim

2.3.2.3.1 Hematoma subarakhnoid

2.3.2.3.2 Hematoma intraserebral

2.3.2.3.3 Hematoma intraserebellar

3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS

3.1 CKR (Cedera Kepala Ringan)3.1.1 GCS > 133.1.2 Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak3.1.3 Tidak memerlukan tindakan operasi3.1.4 Lama dirawat di RS < 48 jam3.2 CKS (Cedera Kepala Sedang)3.2.1 GCS 9-133.2.2 Ditemukan kelainan pada CT scan otak3.2.3 Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial3.2.4 Dirawat di RS setidaknya 48 jam3.3 CKB (Cedera Kepala Berat)3.3.1 Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS < 9 V. Diagnosis1. Minimal (Simple Head Injury)GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT), tidak ada defisit neurologis

2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)GCS 13-15, CT scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat RS < 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit 24 jam, APT 1-24 jam4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7 hari

Penegakkan DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan1. Anamnesis

a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid

b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea

c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)

2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis

3. Foto kepala polos, posisi Ap, lateral, tangensial

4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal

5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi

Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis

1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS

2. Penilaian fungsi vital

3. Otorrhea/rhinorrhea

4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata

5. Ekimosis mastoid bilateral/Battles sign6. Gangguan fokal neurologik

7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot

8. Refleks tendon, refleks patologis

9. Pemeriksaan fungsi batang otak

10. Pemeriksaan pupil

11. Refleks kornea

12. Dolls eye phenomen13. Monitor pola pernafasan

14. Gangguan fungsi otonom

15. Funduskopi

HEMATOMA EPIDURAL

Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater. Hematoma massif, akibat pecahnya a.meningea media atau sinus venosus.Tanda diagnostik klinik:

1. Lucid interval (+)

2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur di daerah temporal

HEMATOMA EPIDURAL DI FOSSA POSTERIORGejala dan tanda klinis:

1. Lucid interval tidak jelas

2. Fraktur kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan cerebellum, batang otak dan pernafasan

5. Pupil isokor

Penunjang diagnostik:

1. CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan duramater, umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks

HEMATOMA SUBDURAL

Perdarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid, akibat robeknya bridging vein(vena jembatan)

Jenis:

Akut

: interval lucid

0-5 hari Subakut: interval ucid

5 hari minggu Kronik: interval lucid

>3 bulanHematoma Subdural Akut

Gejala dan tanda klinis: Sakit kepala

Kesadaran menurun

Penunjang diagnostik:

CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya karena robekan dari bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit

HEMATOMA INTRASEREBRAL

Adalah perdarahan parenkhim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral mono- atau multiple.

FRAKTUR BASIS KRANII

1. Anterior

Gejala dan tanda klinis

Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorrea

Perdarahan bilaterala periorbital ecchymosis/racoon eye

Anosmia

2. Media

Gejala dan tanda:

Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea

Gangguan N.VII dan VIII

3. PosteriorGejala dan tanda klinis:

Bilateral mastoid echymosis

Penunjang diagnostik:

Memastikan cairan serebrospinal secara sederhana dengan tes hal

Scanning otak resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+)

DIFFUSE AXONAL INJURY (DAI)

Gejala dan tanda klinis:

Koma lama pasca trauma kapitis

Disfungsi saraf otonom

Demam tinggi

Penunjang diagnostik: CT scan otak

PERDARAHAN SUBARAKHNOID TRAUMATIKA

Gejala dan tanda klinis:

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Bisa didapati gangguan kesadaran

Penunjang diagnostik: CT scan otak: perdarahan di ruang subarakhnoid

VI. Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi.

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;

1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada tulang tengkorak yang mengakibatkan mekanisme coup dan countrecoup. Tabrakan pada dua sisi juga dapat terjadi.

2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:

1. Cedera tulang; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.

2. Cedera intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan.Berdasarkan beratnya cedera digunakan GCS (Glasgow coma scale) untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis. Nilai GCS juga dipakai untuk menilai tingkat kesadaran penderita akibat berbagai penyebab lainnya.

1. Cedera kepala Ringan (CKR)

GCS 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada pediatricKomplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera ringan/sedang yang tidak tertangani maka dapat terjadi:

Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus, strabismus, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disarti hingga hemiparesis.

Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan yang tidak lebih dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya konsentrasi menurun, dan lain-lain. Ensefalopati pascatrauma, gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurnan kesiagaan, dan yang lainnya. Epilepsi pascatrauma, biasanya terjadi karena cedera koortikal Koma,penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks serebrum tidak berfungsi lagi semua rangsangan dari luar dapat diterima namun tidak disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus banngun tidur. Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali. Mati otak, pada keadaan mati otah selain henti napas, semua refleks batang otak tidak dapat ditimbulkan, seperti refleks, pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.Prognosis

Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien masuk semua penderita mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang mempunyai daya pemulihan yang baik. Penderita usia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebi rendah untuk pemulihan dari cedera kepala. Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-24 jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.DAFTAR PUSTAKAA Pierce. Dkk. At a Glance Ilmu Bedah. Penerbit Erlangga. Jakarta.2006Dewanto, George, dkk. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.EGC. Jakarta. 2009

Schwartz, dkk. Intisari Prinsp-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.Sjamsuhidajat, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2005

Konsensus Nasional. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. 2006.