case1

37
BAB 1 STATUS PASIEN I. Identitas Pasien Nama : Tn. D Umur : 48 tahun Agama : Islam Suku : Alamat : Tgl Masuk : II. Anamnesis 1. Keluhan Utama : BAB hitam sejak 2 hari SMRS 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh BAB berwarna hitam sejak 2 hari SMRS. BAB konsistensi lunak, berwarna hitam, lender (-), dan berbau busuk. Pasien juga mengatakan seminggu ini buang angina baunya busuk. BAK kurang warna kuning pekat lancer, terkadang menetes, terkadang anyang-anyangan. Pasien mengatakan demam sejak 3 hari SMRS. Demam

description

kjl

Transcript of case1

BAB 1STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. D

Umur : 48 tahun

Agama : Islam

Suku :

Alamat :

Tgl Masuk :

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama : BAB hitam sejak 2 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh BAB berwarna hitam sejak 2 hari SMRS. BAB

konsistensi lunak, berwarna hitam, lender (-), dan berbau busuk. Pasien

juga mengatakan seminggu ini buang angina baunya busuk. BAK

kurang warna kuning pekat lancer, terkadang menetes, terkadang

anyang-anyangan. Pasien mengatakan demam sejak 3 hari SMRS.

Demam hilang timbul dan meningkat saat malam. Demam tidak terlalu

tinggi. Pasien juga mengeluh pusing berputar saat merubah posisi, lemas

(+), perasaan seperti mau pingsan. Mual (+), muntah (-), nafsu makan

menurun. Nyeri menelan (-), batuk pilek (-). Nyeri ulu hati (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi : Disangkal

DM : Disangkal

Riwayat nyeri sendi (+)

Alergi : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien.

5. Riwayat Pemakaian Obat :

Konsumsi jamu-jamu tiap kali merasa sakit sendi. Dikonsumsi tiap hari

dan 1 kapsul dapat menghilangkan rasa nyeri.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 120 x/ menit

Pernafasan : 18 x/menit, Reguler

Suhu : 36,7 0C

IV. Status Generalis

Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks cahaya

+/+, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, strabismus -/-.

Telinga : Sekret (-)

Hidung : Sekret (-)

Mulut : Bibir tampak normal, gigi karies (-)

Thorax

- Pulmo : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simertris, retraksi

iga (-)

Palpasi : Ketinggalan gerak nafas (-),

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)

- Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

Perkusi : Redup

Auskultasi : Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Perut datar

Palpasi : Dinding perut sopel, nyeri tekan (+) regio

epigastrium, nyeri tekan McBurney (-), hepar dan lien

tidak teraba.

Perkusi : Asites (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

V. Hasil Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin tanggal

HB : 6,6 g %

LED : 81 mm/jam

Eritrosit : 3,1 x 106/mm3

Leukosit : 14,4 x 103/mm3

HT : 20,9 %

MCV : 67 fl

MCH : 25,2 pg

MCHC : 31,6 g%

RDW : 20,6%

Trombosit : 466 x 103/mm3

VI. Resume

Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu yang

lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual (+), tetapi

tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal, pasien juga mengeluh

sejak ± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam. Frekuensi BAB 1-2

hari sekali, konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah berwarna merah

segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah

berhenti sepenuhnya, BAK normal.

Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart

Rate: 84 x/menit, Respiratory rate : 20 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan pasien terlihat lemah, konsumsi jamu-jamu dan obat di mantri.

VII. Diagnosa Banding

- PSMBA ec DD - gastritis erosifa + Anemia

- gastritis NSAID

- ulkus peptikum

- varises esophagus

VIII. Diagnosa Kerja : PSMBA ec gastritis erosifa + Anemia

IX. Terapi

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam

- Inj. Ondancetron 1 amp/12 jam

- Inj. Kalnex k/p

- Tranfusi PRC 4 bag

X. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan urine / darah rutin, endoskopi

XI. Prognosis

- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

- Quo Ad Fungsionum : Dubia ad bonam

- Quo Ad Sanationum : Dubia ad bonam

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCA) merupakan salah satu

keadaan darurat medis yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera.

Sumber PSCA berlokasi di proksimal ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang

menghubungkan pars tertum duodenum ke diafragma dekat dengan flexura

lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan untuk diagnosa dan

terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang memerlukan

tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.

Epidemiologi

Insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000

penduduk/tahun, laki-laki lebih 2 kali lebih banyak dari wanita. Insidensi ini

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Kejadian yang sebenarnya di

populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan

karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan

karena ruptura varises gastroesofagia merupakan penyebab tersering yaitu sekitar

50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-

15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa

perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan

terbanyak sebagai penyebab PSCA. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi

yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%

sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar

penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri

melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal

ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.

Etiologi

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang

seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang

mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau

hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran

cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses

berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan

usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk

melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).

Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul

akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan

darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena

esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta

dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.

Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises

esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,

menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)

Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,

sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.

Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat

perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena

ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria

gastroduodenalis.

3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali

etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin

bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap

sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal

5. Esofagitis

Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.

Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering

ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus

bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung

atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu

yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan,

dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss

Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat

yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa

laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit

dibawah esofagogastrikum junction.

7. Keganasan

Keganasan, misalnya kanker lambung.

8. Angiodisplasia

Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada

traktus intestinalis.

Presentasi klinis

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami

perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber

perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis

pasien dapat berupa :

Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi (40-50%)

Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)

Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai

pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang

pendek (15-20%)

Syncope (14%)

Presyncope (43%)

Dispepsia (18%)

Nyeri epigastrium (41%)

Nyeri abdomen difus (10%)

BB menurun (12%)

Ikterus (5%)

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari

komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit

ginjal dsb.

Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan hasil laboratorium

tertentu bisa digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1

dibawah ini .

Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCBHematemesis Hampir pasti JarangMelena Sangat Mungkin MungkinHematoschizia Mungkin Sangat mungkinBlood streak stool Jarang Hampir pastiDarah samar feses Mungkin MungkinAspirasi nasogastrik Berdarah NormalRasio BUN:creatinin >35 <35Peristaltik Meningkat Normal

Beberapa hal perlu diingat :

Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang

terjadi mungkin disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss

Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan

feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas.

Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak

darah dengan asam lambung moderat. Untuk memastikan lakukan colok

dubur

Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang

cepet dari saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila

perdarahannya cepat dengan jumlah >1000 cc disertai gangguan

hemodinamik. Sebaliknya PSCB dengan waktu transit lambat

menyebabkan feses berwarna hitam

Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal

normal ; bila rasio >35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB.

Nilai puncak rasio diukur dalam 24-48 jam setelah perdarahan.

Pendekatan diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana

dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis

yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang

diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )

terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah

resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi

NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat untuk penyakit

jantung, obat stroke.

Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan

adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum

terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma

Mallory Weiss.

Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:

Penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami

aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada

pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus

untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi

jumlah perdarahan.

- Perdarahan < 8% hemodinamik stabil

- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik

- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)

- Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran

- Perdarahan >40% moribund

Mencari stigmata penyakit hati kronis ( ikterus, spider nevi, asites,

splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri

abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit rematik dll.

Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses

ini mempunyai nilai prognostik.

Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric

Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak

aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat

mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat

pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada

sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya

aspirat yang jernih pada NGT.

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang Antara lain:

Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula

darah , elektrolit , golongan darah.

RÖ dada untuk menyingkirkan pneumoni, emfisema subkutis akibat

perforasi esofagus (Boerhaave syndrom) dan elektrokardiografi.

USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis,

kholestitis, pankreatitis dan fistula aortoenterik.

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard

Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak

mengidentifikasi sumber perdarahan.

Pencitraan dengan radionuklir

Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk

terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur

emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien

masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang

nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan

pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan

hemetemesis, melena atau hematemesis–melena dapat ditentukan lokasi

perdarahan dan penyebab perdarahannya.

Lokasi dan sumber perdarahan:

Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor

Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy,

varises, gastropati kongestif

Duodenum :Ulkus,erosi, tumor, diverti

Patofisiologi

Varises esofagus dan hipertensi portal gastropati

PSCA karena varises terjadi 25-30% pasien sirosis hati. Varises esofagus

dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral

dan aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal.

Perdarahan varises bila hepatic venous gradien melebihi 12 mmHg. Identifikasi

varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan

besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus

(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic).

Ulkus Peptikum

Ulkus ini dikatakan berkaitan dengan pemakain NSAID dan infeksi

H.Pylori. tukak peptik biasanya terdapat di lambung, duodenum, esofagus dan

divertikulum. Hebat tidaknya perdarahan tergantung kaliber pembuluh darah yang

terkena.

Forrest membagi aktifitas perdarahan ulkus peptikum sbb :

Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

Tipe Tipe Perdarahan Gambaran EndoskopiForrest 1a Aktif Perdarahan memancarForrest 1b Aktif Perdarahan merembesForrest 2a Tidak aktif Pembulyh darah terlihat

pada dasar ulkusForrest 2b Tidak aktif Tukak ditutupi bekuan

darahForrest 2c Tidak aktif Tukak tertutup bekuan

merah/biru tuaForrest 3 Tidak aktif Tukak dengan dasar

bersih

Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 43-55%Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10%

Stress Gastritis

Stress gastritis/ulcera ini terjadi pada cedera kepala yang menyebabkan

tekanan intrakranial meningkat (ulkus cushing) dan luka bakar (ulkus curling) dan

pasien dengan ventilator.

Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara barrier mukosa

protektif lokal ( mukus, bikarbonat, prostaglandin ) dengan faktor agresif ( asam

lambung, pepsin ) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan ini dapat

terjadi pada : renjatan, trauma multipel, ARDS, sepsis. Pencegahan dengan

menjaga hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan HRA

antagonis untuk mengurangi asam lambung.

Esofagitis dan gastropati

Adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh

asam lambung / refluxate lain misal pada GERD atau obat-obatan tertentu seperti

NSAID/OAINs.

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak

sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung

melalui 2 mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara

tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah

trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin

merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek

sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,

meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel

defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan

kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan

mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain

itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum

(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel

epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus),

tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi

mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di

mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX(siklooksigenase) merupakan

tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua

bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam

gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperanpenting dalam

pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam

otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam respon inflamasi. Endotel

vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I

yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi

sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar

obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana

obat ini menghambat isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2

(COX-2). Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan

tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan

ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2). Prostaglandin bekerja sebagai molekul

pembawa dalam proses inflamasi. Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih

lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai

konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang

disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap

oxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera

mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.

Penatalaksanan pasien

Pemberian Vitamin K

Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin

Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek

vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena

porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.

Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat

pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan

mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan

0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah

pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat

memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka

disarankan bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan

nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus

250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk

octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24

jam atau sampai peradarahan berhenti.

Obat Anti sekresi asam

Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus

omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada

perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan

untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade

Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua

balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-

tube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan

umum dan tindakan khusus .

Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat

segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar

minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan

pemasangan CVP

Oksigen sungkup / kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT

Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine

Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya

sesuai dengan komorbid yang ada.

Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi

Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

Pemberian vitamin K

Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,

tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi

pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan

assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko

perdarahan ulang dan mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus

dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU,

radiologi dan Laboratorium.

Terapi khusus

1. Varises gastroesofageal

Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.

Otreotid

Somatostatin

Glipressin (Terlipressin)

Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

Terapi endoskopi

Skleroterapi

Ligasi

Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic

Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta.

Terapi pembedahan

Shunting

Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi

Devaskularisasi + splenektomi

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai

faktor antara lain

Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)

Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi

dengan semacam glue(histoakrilat)

Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal

sindrom dan infeksi

2. Tukak peptik

Terapi medikamentosa

PPI

Obat vasoaktif

Terapi endoskopi

Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)

Termal (koagulasi, heatprobe,laser

Mekanik (hemoklip,stapler)

Terapi bedah

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor

akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi.

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi

dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko

tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara

bertahap.

Pencegahan perdarahan ulang

Varises esofagus

Terapi medik dengan betabloker nonselektif

Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

Tukak peptik

Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu

Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi

Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan

kemudian

dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol

Memulangkan pasien

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.

Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.

Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil

serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya

pulang dalam keadaan anemis arena itu selain obat untuk mencegah perdarahan

ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

Algoritme penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas menurut Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI

Tanpa Fasilitas Endoscopi

Initial assessment

Hemodynamic instability Active bleeding

RESUSCITATION

Hemodinamic stable Hemodinamic InstabilityBleeding stop Bleeding continued

Bleeding Stop Bleeding Cont

Elective Evaluation

History & physical examVital signNGTLAB

CristaloidColloidBlood Transfusion

BP<90/60Pulse >100Hb <9Tilt test +

Balloon Tamponade/SB tube

Ba RadiographyOr referral endoscopy

BP>90/60Pulse <100Hb >9Tilt test -

Vasoactive Drug

Empirical txHemostatic agen

Bleeding Cont

Dengan Fasilitas Endoscopi

Bleeding stop

Empirical tx

Vasoactive Drug

Elective Endoscopy

Interventional Dx X radiology

Definitive TxUrgent Surgery

History & physical examVital signNGTLAB

Emergency or eraly UGI Endoscopy

Definitive TxHemostatic injection or urgent surgery

CristaloidColloidBlood Transfusion

Sclerotx/ligasi Definitive Tx

Surgery

DAFTAR PUSTAKA

Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding : an evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1): 239-61

Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute Gastrointestinal bleeding : Med Clin North Am, Sep2000;17 (1): 1183-208

Sudomo U, Syafruddin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas di RSPAD Gatot Subroto tahun 2002-2006

Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Kusumobroto, H. Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 219-225

Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makan bagian atas. Bandung 13 April 2002

Irfan, A. Penanganan Kasus Kegawatdaruratan dalam Penyakit Lambung dan Pencernaan.. National Cardivascular Center Harapan Kita.2007. Available from : http://www.pjnhk.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=192&Itemid=31 Accessed in : April 22nd, 2010

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-perdarahan-saluran-

cerna-bagian.html

Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit

Dalam RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung;2003

Wilson D. Hematemesis, melena and hematoschezia (serial on internet ) (cited

2013 August) available on ;

http://rene-holzemier.de/http://www.ncbi.nih.gov/books/NBK411/.

Abdullah, M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dan Occult Bleeding. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 295-298

Abdurrachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 327

Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Akil, H.A.M. Tukak Duodenum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 345-347

Lindseth, Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC, Jakarta 2003

Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262