Case SLE Edit

48
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lupus eritomatosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan autoantibody maupun kompleks imun terhadap komponen-komponen inti sel sehingga terjadi kerusakan organ dan sel. (1) (2) Penyakit ini terutama menyerang wanita dengan perbandingan terhadap pria 5:1. Pada wanita, biasanya terjadi saat usia produktif dengan puncak insiden 15-40 tahun. (2) Meski demikian, baik pria maupun wanita, segala usia, dan semua etnis beresiko terhadap penyakit ini. (1) Prevalensi LES terbesar dilaporkan di Itali, Spanyol, Martinique, dan populasi Afro-Karibian di Inggris. (3) Di Amerika Serikat, insiden LES sebesar 15-50 per 100.000 orang tiap tahun. Kejadian pada wanita kulit hitam empat kali lebih besar dibandingkan wanita kulit putih. (1) Kebanyakan terjadi pada wanita keturunan Afrika Barat yang beremigrasi, hal ini menunjukkan lingkungan juga dapat menjadi pencetus seperti genetic. (3) Data LES di Indonesia sendiri masih minim. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1988-1990 didapatkan 37,7 kasus per 10.000 perawatan. Tarigan melaporkan 1

description

SLE

Transcript of Case SLE Edit

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Lupus eritomatosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang

ditandai dengan autoantibody maupun kompleks imun terhadap komponen-

komponen inti sel sehingga terjadi kerusakan organ dan sel. (1) (2) Penyakit ini

terutama menyerang wanita dengan perbandingan terhadap pria 5:1. Pada wanita,

biasanya terjadi saat usia produktif dengan puncak insiden 15-40 tahun. (2) Meski

demikian, baik pria maupun wanita, segala usia, dan semua etnis beresiko

terhadap penyakit ini. (1)

Prevalensi LES terbesar dilaporkan di Itali, Spanyol, Martinique, dan

populasi Afro-Karibian di Inggris. (3) Di Amerika Serikat, insiden LES sebesar

15-50 per 100.000 orang tiap tahun. Kejadian pada wanita kulit hitam empat kali

lebih besar dibandingkan wanita kulit putih. (1) Kebanyakan terjadi pada wanita

keturunan Afrika Barat yang beremigrasi, hal ini menunjukkan lingkungan juga

dapat menjadi pencetus seperti genetic. (3)

Data LES di Indonesia sendiri masih minim. Di RS Dr. Cipto

Mangunkusumo pada tahun 1988-1990 didapatkan 37,7 kasus per 10.000

perawatan. Tarigan melaporkan terdapat 1,4 per 10.000 perawatan di Medan pada

tahun 1984-1986. (2)

Lupus eritomatosus sistemik biasa menyerang kulit, sendi, darah, dan

system saraf. (3) Manifestasi klinik penyakit ini sangat beragam dan biasa muncul

secara tidak bersamaan. Akibatnya, jarang terdiagnosa di awal perjalanan

penyakit. (2)

Harapan hidup penderita LES saat ini telah meningkat, harapan hidup 4

tahun 50% pada tahun 1950 menjadi 15 tahun sebesar 80% saat ini. Pada ras Asia

dan Afrika, prognosa lebih buruk dengan angka harapan hidup yang lebih kecil

yaitu 10 tahun hanya sebesar 60-70%. (3) Keterbatasan biasanya disebabkan oleh

fatigue kronis, arthritis, nyeri, dan penyakit ginjal. Sebanyak 25% dapat

mengalami remisi dalam beberapa tahun. Penyebab utama kematian penderita

1

LES pada dekade pertama penyakit adalah penyakit sistemik, gagal ginjal, dan

infeksi. (1) Dalam 35 tahun, penyebab utama kematian penderita adalah miokard

infark dan stroke. (3)

I.2 Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta mengkritisi

kasus bagi penulis dan pembaca mengenai lupus eritomatosus sistemik.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Anamnesa

Pasien MRS pada tanggal 19 Mei 2010, anamnesa dilakukan pada tanggal 26 Mei

2010.

Identitas

Nama : Nn. NS

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pantai Berbas RT 12 Bontang

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : tidak bekerja

Keluhan Utama

Luka pada belakang leher

Riwayat Penyakit Sekarang

Luka pada belakang leher sebelah kiri dialami sejak seminggu yang lalu.

Awalnya luka muncul hanya sebesar ibu jari lalu membesar seperti saat ini. Luka

terasa nyeri dan bernanah. Sebelumnya pasien sering memiliki luka seperti ini dan

memang sembuh agak lama, namun luka kali ini lebih parah daripada biasanya.

Badan terasa lemah sudah dirasakan sejak dua tahun sebelum masuk

rumah sakit. Kelemahan kemudian bertambah sehingga pasien sukar untuk

berjalan. Untuk melakukan aktivitas, pasien perlu dibantu oleh keluarganya.

Apabila kondisi pasien membaik, ia dapat berjalan sendiri namun badan masih

terasa lemas. Pasien sudah pernah masuk RS di Bontang, dua tahun yang lalu dan

sebulan yang lalu. Dua tahun yang lalu MRS dengan kelemahan pada badan,

3

kemudian masuk lagi pada bulan lalu dengan keluhan yang sama yaitu kelemahan.

Pasien dinyatakan menderita lupus sejak MRS yang kedua di Bontang.

Seluruh sendi terasa nyeri. Gejala ini mulai dirasakan sejak dua tahun yang

lalu. Saat ini sendi telah kaku sehingga pasien tidak dapat meluruskan kedua

tangan, menggerakkan jari tangan, serta menekuk kedua lutut dengan maksimal.

Kulit menebal dan berwarna kehitaman. Dua tahun yang lalu, gejala ini

hanya dialami di pinggang bagian belakang seluas telapak tangan orang dewasa,

kemudia meluas hingga ke seluruh tubuh. Sekarang, gejala ini mulai berkurang.

Kulit menebal dan kehitaman hanya terdapat di kepala, tangan, dan kaki yang

merupakan bagian terpapar sinar matahari. Menurut pasien, gejala ini tidak

bertambah parah dengan paparan sinar matahari. Namun, dalam dua tahun ini

pasien memang jarang keluar rumah.

Tidak ada gejala pusing, mual, maupun muntah.

Terdapat luka di bagian pinggir bibir, nyeri, tidak berdarah. Luka baru

dialami tiga minggu. Sejak dua tahun yang lalu, luka ini bersifat hilang timbul.

Apabila keadaan pasien kurang baik, gejala ini timbul.

Pada ketiak kiri terdapat ruam berupa peninggian kulit yang menebal,

berwarna merah kecoklatan, berbentuk bundar seperti uang logam, dan tidak

nyeri. Gejala ini muncul sejak dua tahun yang lalu, dan tidak pernah menghilang

sampai saat ini.

BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pada saat berusia 8 tahun, pasien menderita penyakit paru yang

memerlukan pengobatan selama enam bulan. Pasien menjalani pengobatan sampai

tuntas dan dinyatakan sembuh oleh dokter. Saat itu, terdapat pembesaran kelenjar

di leher kiri sebesar kelereng.

Riwayat Kebiasaan

Merokok (-), olahraga (-), aktifitas minimal terbatas hanya di rumah.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga dengan penyakit yang sama.

4

II.2 Pemeriksaan FisikKeadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

Status gizi :

Penentuan status gizi :

- Berat badan idaman : (145-100) = 45 Kg

- Penentuan status gizi : (BB aktual : BB idaman) x 100%

(38 : 45) x 100% = 84,44% ( Berat badan kurang)

Vital Sign

TD : 120/80 mmHg

N : 72 x/menit

RR : 24x/menit

T : 36,8 0C

Kepala/leher : anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/-, rash (hiperpigmentasi)

regio frontalis, butterfly rash (-), alopecia di bagian

frontal (garis depan rambut), ceilitis angularis +,

stomatitis -; ulkus di colli posterior sinistra ø 4 cm, pus

(+); pembesaran KGB -, deviasi trachea -

Thorax

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra

Kiri : ICS V midclavicular sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris, retraksi ICS(-)

Palpasi : fremitus raba dekstra=sinistra

5

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : flat

Palpasi : soefl, nyeri tekan (-), massa (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba

Perkusi : timphani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

- Superior : hangat, edem (-), kulit kering, menebal, kehitaman ½ region

antebrachii – dorsum manus (dekstra/sinistra)

- Inferior : hangat, edem (-), kulit kering, menebal, kehitaman pergelangan

kaki – dorsum pedis (dekstra/sinistra)

Status Lokalis

Tampak Posterior

Ulkus berdiameter 4 cm, dalam 0,5 cm tampak pus

Diskoid berupa peninggian kulit yang menebal, berwarna merah kecoklatan,

berbentuk bundar seperti uang logam, dan tidak nyeri.

6

Ulkus

Diskoid

Hiperpigmentasi & penebalan

II.3 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium :

Hb : 10,4

Ht : 32

Leuko : 4.300

Platelet : 291.000

GDS : 102

SGOT : 52

SGPT : 35

Bilirubin total : 0,3

Bilirubin direk : 0,1

Bilirubin indirek : 0,2

Protein total : 8,4

Albumin : 3,6

Globulin : 4,8

Kolesterol : 126

Asam urat : 5,7

Ureum : 24,0

Creatinin : 0,5

II.4 Diagnosa kerja : Suspek LES + ulkus colli posterior sinistra

II.5 Penatalaksanaan :

IVFD RL 12 tpm

Neurobion drip 1 ampul/hari

Ceftriaxone inj 2x1 gr iv

Kalmetason inj 3x1 iv

Rawat luka dengan hemolok

II.6 Prognosa :

Vitam : dubia

Functionam : dubia

7

II.7 Follow Up

Date Subjective(S), Objective (O), Assesment (A)

Planning therapy

20-05-2010 S : nyeri dan kaku sendi, luka belakang leher

O : composmentis, sakit sedang TD 100/70 mmHg N 96x /menit RR 20x / menit T= 36,8 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok21-05-2010 S : nyeri dan kaku sendi, luka belakang

leherO : composmentis, sakit sedang TD 100/70 mmHg N 88x /menit RR 20x / menit T= 36,5 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok

22-05-2010 S : Nyeri dan kaku sendi, luka belakang leher

O : composmentis, sakit sedang TD 100/60 mmHg N 88x /menit RR 20x / menit T= 36,6 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok24-05-2010 S : Nyeri dan kaku sendi, luka belakang

leherO : composmentis, sakit sedang TD 100/60 mmHg N 80x /menit RR 20x / menit T= 36,8 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok25-05-2010 S : Nyeri dan kaku sendi, luka belakang

leherO : composmentis, sakit sedang TD 120/70 mmHg

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

8

N 84x /menit RR 20x / menit T= 36,8 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok26-05-2010 S :Nyeri sendi (+), lemas(+), luka

belakang leher (+)O : composmentis, sakit sedang TD 120/80 mmHg N 60x /menit RR 20x / menit T= 36,9 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Kalmetason inj 3x1 iv Rawat luka dengan

hemolok27-05-2010 S :Nyeri sendi (+), lemas(+), luka

belakang leher keringO : composmentis, sakit sedang TD 100/70 mmHg N 64x /menit RR 20x / menit T= 36,7 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

IVFD RL 12 tpm Ranitidin inj 2 x ½ amp

iv Neurobion drip 1

amp/hr Ceftriaxone 2x1 gr iv Metilprednisolon 3x2 Chloroquin 2x200mg

29-05-2010 S :Nyeri sendi (+), lemas(+),luka belakang leher kering

O : compos mentis, sakit sedang TD 100/70 mmHg N 84x /menit RR 20x / menit T= 36,8 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

Cefadroxyl 2x250 mg Vit B1 B3 B12 3X1 tab Asam folat 1x400 mg Ranitidin tab 2x1 Dexanta syr 3xcthI Metilprednisolon 4mg

3x2 tab

31-05-2010 S : Nyeri sendi (+), lemas (+)O : composmentis, sakit sedang TD 120/70 mmHg N 80x /menit RR 20x / menit T= 36,9 CA : Suspek LES + ulkus colli posterior

sinistra

Cefadroxyl 2x250 mg Vit B1 B3 B12 3X1 tab Asam folat 1x400 mg Ranitidin tab 2x1 Dexanta syr 3xcthI Metilprednisolon 4mg

3x2 tab

9

BAB III

ANALISA KASUS

Anamnesa

Fakta Teori

Luka pada belakang leher, nyeri,

bernanah sejak seminggu yang lalu.

Badan lemah sejak dua tahun yang

lalu, kelemahan bertambah hingga

sukar beraktifitas.

Kulit menebal dan menghitam,

namun tidak dipengaruhi oleh sinar

matahari

Pada ketiak kiri terdapat ruam

berupa peninggian kulit yang

menebal, berwarna merah

kecoklatan, berbentuk bundar, tidak

nyeri.

Nyeri pada seluruh sendi

Luka pada mulut.

Nonspesifik kutaneus lupus

ditemukan pada 70% penderita.

Bentuk kelainan ini berupa ulkus,

urtikaria, purpura, bulosa, splinter

haemorraghe, eritema periungual.

Kelelahan biasa dijumpai pada

penderita LES. Biasanya

mendahului manifestasi klinis yang

lain.

Salah satu manifestasi

mukokutaneus LES adalah

perubahan pigmentasi kulit,

biasanya pada daerah yang terpapar

matahari.

Kutaneus lupus kronis berupa

discoid suatu bercak kemerahan

dengan kerak keratotik di tepi.

Memiliki sifat parut dan atropi pada

sentral dan hiperpigmentasi ditepi.

Manifestasi musculoskeletal

merupakan gejala yang paling

banyak dirasakan yaitu pada 90%

penderita, berupa nyeri otot dan

nyeri sendi.

Luka pada mulut biasa terdapat

pada palatum molle atau durum,

10

mukosa pipi, gusi, tidak nyeri.

Berdasarkan anamnesa didapatkan manifestasi lupus eritematosus

sistemik yang sesuai dengan teori, yaitu gejala konstitusional, manifestasi

mukokutaneus dan muskuloskeletal. Adapun keluhan pada system organ lainnya

tidak ada.

Gejala konstitusional dari anamnesa berupa kelelahan. Kelelahan

biasanya mendahului gejala yang lain. Manifestasi ini juga dapat disebabkan oleh

anemia, psikis, atau pun penggunaan prednisone. Manifestasi konstitusional yang

lain dapat berupa penurunan berat badan, demam, penurunan nafsu makan, sakit

kepala, serta mual, dan muntah.

Manifestasi pada mukokutaneus diperoleh luka pada belakang leher,

nyeri, bernanah sejak seminggu yang lalu; kulit menebal dan menghitam;

terdapat ruam di ketiak kiri berupa peninggian kulit yang menebal, berwarna

merah kecoklatan, berbentuk bundar, tidak nyeri; serta luka pada mulut.

Manifestasi ini masing-masing berupa lupus discoid yaitu kutaneus lupus kronis,

hiperpigmentasi, ulkus yaitu nonspesifik kutaneus lupus, dan oral ulcer.

Berdasarkan anamnesa, hiperpigmentasi tidak dipengaruhi oleh sinar matahari,

sedangkan menurut teori gejala ini dipengaruhi oleh sinar matahari. Namun, ada

perjalanan penyakit ini didapatkan perbaikan dimana bagian tubuh yang tidak

terpapar sinar matahari mengalami perbaikan lebih cepat dan lebih baik.

Sebaliknya, bagian yang terpapar sinar matahari seperti dorsum manus dan pedis

mengalami perbaikan lebih lambat.

Manifestasi musculoskeletal yang dirasakan pasien adalah nyeri pada

seluruh sendi bahkan telah membatasi pergerakan karena nyeri dan kontraktur

sendi. Manifestasi ini paling sering dialami penderita LES yaitu lebih dari 90%.

Keluhan berupa nyeri otot dan nyeri sendi. Nyeri sendi (arthritis) dapat terjadi dari

ringan sampai berat dengan bengkak pada sendi dan nyeri. Biasanya nyeri

didapatkan pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut. Deformitas sendi hanya

dialami 10% penderita dan erosi jarang terjadi.

11

Pemeriksaan Fisik

Fakta Teori

Status gizi : BB kurang

Ulkus di region colli posterior

sinistra

Rash (hiperpigmentasi & menebal)

regio frontalis, ½ antebrachii –

dorsum manus (dekstra/sinistra),

pergelangan kaki – dorsum pedis

(dekstra/sinistra)

Alopecia region frontalis (garis

depan rambut)

Ceilitis angularis

Discoid rash di axilla sinistra

Sendi : nyeri, kontraktur,

pembatasan ROM

Muskuloskeletal : arthritis dengan

sendi bengkak dan kemerahan

Mukokutaneus : kutaneus lupus

akut, kutaneus lupus subakut,

kutaneus lupus kronis, vaskulitis

kutaneus, alopesia, sklerodaktili,

perubahan pigmentasi, dan luka

pada mulut.

Paru : pleuritis berupa efusi pleura

atau friction rub

Jantung : Berupa perikarditis dan

efusi pericardium

Ginjal : lupus nefritis

GIT : hepatosplenomegali

Pada pemeriksaan fisik kasus ini didapatkan pemerikasaan fisik yang khas

LES pada system musculoskeletal dan mukokutaneus. Rash berupa

hiperpigmentasi dan penebalan kulit didapatkan di regio frontalis, tangan, dan

kaki. Sebelumnya kelainan ini didapatkan di seluruh tubuh, saat ini hanya

ditemukan didaerah tersebut yang merupakan daerah terpapar sinar matahari.

Selain itu ditemukan alopecia di garis depan rambut, discoid rash, ulkus, serta

arthritis. Sayangnya, tidak ditemukan malar rash (butterfly rash) pada kasus ini

yang merupakan tanda spesifik LES.

Alopecia disebabkan oleh kerontokan rambut karena aktifitas penyakit

yang bersifat difus dan tanpa jaringan parut. Kelainan ini biasa dimulai dari garis

depan rambut, dapat menetap bila disebabkan oleh discoid lupus yang

meninggalkan parut.

12

Discoid rash di axilla sinistra merupakan diskoid lupus yang termasuk

dalam kutaneus lupus kronis. Lesi ini biasa ditemukan di kulit kepala yang

menyebabkan kebotakan permanen. Gambaran klinis berupa nodul yang dalam,

keras, diameter 1-3 cm. Hanya didapatkan pada 2% penderita.

Ulkus merupakan nonspesifik kutaneus lupus. Selain ulkus, kelainan ini

dapat berupa urtikaria, purpura, bulosa, splinter hemorraghe, eritema periungual,

dan eritema pada tenar dan hipotenar.

Pada mulut penderita LES bisa diperoleh oral ulcer. Luka ini biasa

ditemukan di palatum, mukosa pipi, dan gusi, bersifat tidak nyeri. Pada kasus ini

didapatkan ceilitis angularis yaitu luka pada sudut bibir.

Manifestasi musculoskeletal berupa nyeri pada sendi yang bahkan telah

berkembang jadi kontraktur sehingga membatasi ROM. Nyeri sendi (arthritis)

dapat terjadi dari ringan sampai berat dengan bengkak pada sendi dan nyeri.

Biasanya nyeri didapatkan pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut. Deformitas

sendi hanya dialami 10% penderita dan erosi jarang terjadi.

Pemeriksaan Penunjang

Fakta Teori

Hb : 10,4 gr/dl

MCV : 82,6 femtoliters

MCH : 26,7 pico grams

MCHC : 32,4gr/dl

Ht : 32%

Leuko : 4.300/cu mm

Platelet : 291.000/cu mm

GDS : 102 mg/dl

SGOT : 52 UI

SGPT : 35 UI

Bilirubin total : 0,3 mg/dl

Bilirubin direk : 0,1 mg/dl

Bilirubin indirek : 0,2 mg/dl

Protein total : 8,4 mg/dl

DL

UL

ANA

Anti ds-DNA, anti-Sm, anti

phospolipiid

C3 dan C4

Coomb test

SGOT/SGPT

Ureum

Creatinin

Biopsi ginjal

EKG

Echokardiografi

13

Albumin : 3,6 g/dl

Globulin : 4,8 g/dl

Kolesterol : 126 mg/dl

Asam urat : 5,7 mg/dl

Ureum : 24,0 mg/dl

Creatinin : 0,5 mg/dl

Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hasil hemoglobin

dan hematokrit rendah yaitu masing-masing 10,4 dan 32, sedangkan leukosit dan

trombosit masih dalam batas normal yaitu 4.300 dan 291.000. Pada pemeriksaan

kimia darah lengkap terdapat kadar SGOT SGPT yang tinggi yaitu SGOT 52 dan

SGPT 35. Sedangkan hasil kimia darah yang lain dalam batas normal termasuk

kadar bilirubin.

Pada kasus ini didapatkan anemia normositik normokrom yang ditandai

dengan hemoglobin rendah dengan MCV, MCH, dan MCHC yang normal.

Kelainan ini menandakan adanya penyakit kronis, hal ini sesuai dengan teori.

Kelainan ini merupakan manifestasi hematologic yang paling banyak ditemukan

pada penderita LES yaitu sebesar 70%. Kelainan hematologi yang lain tidak

ditemukan pada kasus ini.

Kadar SGOT dan SGPT yang meningkat biasa ditemukan saat LES aktif.

Hal ini disebabkan oleh aktivitas penyakit itu sendiri maupun efek penggunaan

NSAID terutama salisilat. Kelainan ini akan kembali normal bila LES dapat

dikontrol dan penggunaan NSAID dihentikan. Hingga kini belum jelas apakah

terdapat hubungan antara kelainan hati dengan aktivitas LES atau merupakan

bagian dari lupus itu sendiri.

Pemeriksaan ureum kreatinin didapatkan hasil normal. Pemeriksaan

protein total, albumin, serta globulin juga normal. Jadi, dapat disingkirkan

sindrom nefrotik dan gagal ginjal yang masing-masing ditemukan sebesar 25%

dan 5-10% pada penderita LES. Keterlibatan ginjal biasanya tampak bila telah

terjadi sindrom nefrotik atau gagal ginjal. Namun, kelainan pada ginjal juga dapat

diketahui dari pemeriksaan urinlengkap dengan ditemukannya proteinuria +3, cast

14

granuler, hemoglobin, tubuler, eritrosit, atau pyuria tanpa bukti adanya infeksi.

Hasil yang lebih akurat diperoleh melalui biopsy ginjal.

Pada kasus ini sebenarnya dilakukan pemeriksaan anti ds DNA untuk

menegakka diagnosis LES. Pemeriksaan ini dikirim ke laboratorium swasta yang

menyediakan fasilitas tersebut. Karena pasien telah baik keadaan umumnya maka

pasien diizinkan pulang terlebih dahulu tanpa menunggu hasil tersebut. Hasil

pemeriksaan tersebut akan ditunjukkan saat control di rumah sakit yang dimiliki

di kota tempat tinggal pasien.

Diagnosa

Fakta Teori

Suspek lupus eritomatosus sistemik +

ulkus colli posterior sinistra

Menurut ACR, diagonsa LES

ditegakkan bila ditemukan 4 dari 11 :

1. Ruam malar

2. Ruam discoid

3. Fotosensitif

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring

5. Arhtritis

6. Serositis, pleuritis atau perikarditis

7. Kelainan ginjal

8. Kelainan neurologi

9. Kelainan hematologi

10. Kelainan imunologi

11. Antibodi anti nuclear positif

Diagnosa LES memang sukar ditegakkan karena gejala yang muncul

jarang bersamaan. Pada kasus ini, saat pemeriksaan dilakukan dipenuhi tiga

kriteria ACR yaitu ruam discoid, oral ulcer, dan arthritis. Sebenarnya sebelumnya

terdapat gejala malar rash namun menghilang saat pemeriksaan. Gejala

fotosensitif juga tidak khas, sedangkan pemeriksaan anti ds-DNA belum diketahui

hasilnya karena pasien pulang sebelum hasil pemeriksaan keluar.

15

1. Ruam malar : tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik, namun sebenarnya

manifestasi ini telah muncul dan menghilang saat dilakukan pemeriksaan fisik

2. Ruam discoid : didapatkan di axilla sinistra

3. Fotosensitif : Berdasar anamnesa didapatkan hiperpigmentasi yang tidak

dipengaruhi oleh paparan sinar matahari. Meskipun pada pemeriksaan fisik

didapatkan hiperpigmentasi yang masih tertinggal berada pada bagian tubuh

yang terpajan sinar matahari, hal ini tidak khas untuk fotosensitif.

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring : ditemukan luka pada sudut bibir penderita

(ceilitis angularis)

5. Arhtritis : nyeri sendi pada seluruh sendi, bahkan telah terjadi kontraktur.

6. Serositis, pleuritis atau perikarditis : tidak ditemukan

7. Kelainan ginjal : ureum dan kreatinin normal, perlu dilakukan pemeriksaan

urin lengkap untuk melihat adanya proteinuria +3, cast granuler, hemoglobin,

tubuler, eritrosit.

8. Kelainan neurologi : tidak ditemukan

9. Kelainan hematologi : tidak ada anemia hemolitik, leukopenia, maupun

trombositopenia. Pada kasus ini ditemukan anemia karena penyakit kronis.

10. Kelainan imunologi : hasilnya tidak diketahui

11. Antibodi anti nuclear positif : tidak dilakukan pemeriksaan

Pengobatan

Fakta Teori

IVFD RL 12 tpm

Neurobion drip 1 ampul/hari

Ceftriaxone inj 2x1 gr iv

Kalmetason inj 3x1 iv

Rawat luka dengan hemolok

Terapi konservatif:

1. Analgetik dan NSAID

2. Hidroksiklorokuin bila (1) tak

berespon

3. Kortikosteroid dosis rendah bila (2)

tak berespon

Terapi agresif bila manifestasi serius

dan mengancam jiwa

16

1. Glukokortikosteroid dosis tinggi

2. Bila 4 minggu (1) tak berespon

diberikan imunosupresan lain,

dapat berupa siklofosfamid,

azatioprin, klorambucil,

metotreksat, leflunomid

Pada kasus ini diberikan terapi agresif yaitu steroid dosis tinggi berupa

kalmetason tiga kali satu ampul per iv. Terapi ini sesuai dengan teori karena pada

kasus ini terdapat manifestasi yang serius yaitu lupus kutaneus yang berat berupa

ulkus dan poliarthritis. Pada kasus ini diberikan kalmethason 3x1 iv selama 7 hari,

kemudian dilanjutkan dengan metilprednisolon tab 4 mg 3x2 tab sampai pasien

pulang yaitu selama 5 hari. Menurut teori, pemberian metilprednisolon injeksi 15

mg/KgBB/hari hanya selama 3-5 hari, kemudian dilanjutkan oral 0,5-1 mg/KgBB

sampai 6 minggu. Setelah itu dilakukan tapering off. Pasien ini dianjurkan untuk

control dengan membawa hasil pemeriksaan anti ds-DNA agar dapat menegakkan

diagnose dan melakukan terapi dengan benar sehingga bisa diperoleh dosis

maintenance dan tapering off steroid.

Selain itu pasien juga diberikan terapi simptomatik berupa perawatan luka

dengan hemolok, serta antibiotic. Antibiotik yang dipilih adalah golongan

sefalosporin, antibiotic yang berspektrum luas karena pada kasus ini tidak

dilakukan kultur darah sehingga tidak diketahui bakteri penyebab ulkus dan

antibiotic yang sensitive.

17

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 Definisi

Lupus eritomatosus sistemik atau yang biasa disingkat dengan LES adalah

penyakit autoimun dimana terdapat autoantibody maupun kompleks imun

terhadap komponen inti sel sehingga memiliki manifestasi yang luas, berupa

kerusakan sel dan organ. (1) (2)

IV.2 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi serta pathogenesis dari LES masih belum jelas. Namun, bukti-

bukti yang ada menunjukkan patogenesisnya bersifat multifaktorial. (2) Faktor

yang mendasari munculnya LES berupa factor genetic, lingkungan, serta

hormonal yang menghasilkan respon imun abnormal. (1) (2)

Respon yang terjadi berupa aktivasi imunitas bawaan berupa sel dendritik

oleh CpG DNA, kompleks imun DNA, dan RNA pada protein antigen RNA itu

sendiri; penurunan ambang aktivasi sel imunitas adaptif berupa antigen spesifik

limfosit T dan B; adanya inefektif regulasi dan inhibisi CD4+ dan CD8+; terakhir

yaitu penurunan pembersihan apoptosis dan kompleks imun. Antigen,

autoantibody, dan kompleks imun yang berada dalam waktu lama mengakibatkan

inflamasi dan berkembang menjadi LES. Antigen, autoantibody dan kompleks

imun berikatan dengan jaringan target, melalui aktivasi komplement dan sel

phagosit yang mengenali immunoglobulin di sirkulasi darah. (1)

Lupus eritomatosus sistemik merupakan penyakit yang bersifat genetic.

(1) Pada penderita LES terdapat 10-20% yang memiliki kerabat dekat dengan

LES, pada saudara kembar identik LES terdapat 24-69% yang juga menderita

penyakit yang sama. Angka ini lebih tinggi dibandingkan saudara kembar yang

tidak identik yaitu 2-9%. (2) Berdasarkan penelitian terdapat banyak gen yang

berperan dalam pathogenesis penyakit ini, misalnya C1q, C2, C4, HLA-D2, 3, 8,

IL-10, MCP-1, dan PTPN22. (1) Gen-gen tersebut berperan dalam mengkode

system imun. (2) Pada individu yang rentan menjadi LES terdapat gen yang dalam

18

jumlah kecil dapat bekembang menjadi pencetus respon imun abnormal.

Akumulasi dari respon imun tersebut akhirnya bermanifestasi menjadi LES. (1)

Defisiensi homozigot komponen complement (C1q,r,s, C2, C4)

merupakan predisposisi kuat menjadi LES, namun hal ini jarang terjadi. Gen

tersebut meningkatkan resiko LES hanya 1,5-3 kali, namun terdapat gen yang lain

ikut meningkatkan kerentanan menjadi LES. Gen yang mempengaruhi bersihan

sel apoptosis (C1q, MBL), kompleks imun (FcR 2A dan 3A), antigen (HLA

DR2,3,8), maturasi sel B (IL-10), aktivasi sel T (PTPN22), maupun kemotaksis

(MCP-1). (1)

Autoantibodi yang terbentuk menyerang antigen pada nukleoplasma

meliputi DNA, protein histon, dan nonhiston. Autoantigen ini tidak bersifat tissue-

specific dan merupakan komponen integral semua jenis sel. Antibodi tersebut

dinamakan anti nuclear antibody (ANA). Antibodi ini membentuk kompleks

imun yang mengendap pada berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi

koplemen dan timbul inflamasi. Hal ini lah yang menimbulkan gejala pada organ

seperti ginjal, sendi, pleura, kulit, dan lain-lain. (2)

Autoantibodi pada orang normal tidak menyebabkan kelainan karena

adanya mekanisme protektif, sedangkan pada penderita LES mekanisme tersebut

19

tidak ada. Penelitian pada tikus menunjukkan adanya antibody IgG yang berikatan

dengan dsDNA melalui ikatan dengan afinitas tinggi. Kompleks ini membuat

kerusakan jaringan bahkan lebih dari IgM atau IgG dengan afinitas yang rendah.

Produksi IgG yang berafinitas tinggi dipengaruhi oleh antigen yang disebut

dengan “antigen-driven”. (4)

Sel T memiliki reseptor di permukaan selnya yang mampu berinteraksi

dengan antigen tertentu membentuk kompleks dengan MHC pada permukaan

antigen-presenting cell (APC). APC harus membuat interaksi sekunder dengan

limfosit T melalui costimulasi. Costimuasi ini terbagi dua yaitu melaui CTLA-4

dan CD-28. Costimulasi melalui CD-28 memberikan sinyal aktifasi sel T,

sedangkan bila melalui CTLA-4 akan terjadi inhibisi. (4)

Wanita memiliki respon imun yang lebih besar dibandingkan dengan pria

karena hormonal. Pada wanita terdapat estrogen, termasuk paparan pil kontrasepsi

hormonal atau sulih hormone yang meningkatkan resiko kejadian LES. (1) Pada

beberapa penelitian didapatkan bahwa hormone prolaktin dapat meningkatkan

respon imun. (2) Estradiol berikatan dengan reseptor sel limfosit B dan T,

sehingga memperlama respon imun. (1) Wanita penderita LES mengalami

perburukan gejala pada masa subur dan membaik saat menstruasi. Saat ini, ada

dugaan estrogen berpengaruh terhadap hal tersebut, namun mekanismenya belum

jelas. (5)

20

Faktor lingkungan turut berpengaruh pada kejadian LES. Sinar ultraviolet

menimbulkan kekambuhan SLE pada 70% kasus. Hal ini mungkin disebabkan

peningkatan apoptosis sel kulit maupun perubahan DNA dan protein intraseluler

sehingga berubah menjadi antigenic. Virus Epstein Barr (EBV) merupakan agen

infeksi yang dapat memicu LES pada individu yang rentan. (1) Saudara kembar

identik memiliki resiko lebih tinggi, namun tidak semua mengalami LES, hal ini

menunjukkan pengaruh lingkungan. (5)

IV.3 Diagnosis

Diagnosis LES di klinis cukup sulit karena LES sering menyerupai gejala

penyakit lain. American College of Rheumatology pada tahun 1982 mengajukan

11 kriteria LES. Diagnosis LES dapat ditegakkan bila minimal terdapat empat

criteria. Kriteria ini memiliki sensitifitas 75% dan spesifitas 95%. Kriteria tersebut

dapat dilihat di table 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Kriteria diagnosis lupus eritomatosus sistemik menurt American

College of Rheumatology (6) (1)

No Kriteria Keterangan1. Malar rash Eritema, datar atau meninggi2. Discoid rash Sirkular eritem, meninggi, dengan perlengketan

keratotic dan follicular, bisa terdapat scar atropi3. Fotosensitif Muncul rash bila terpapar sinar ultraviolet4. Luka mulut Termasuk luka oral dan nasopharyng5. Arthritis Arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer,

nyeri, bengkak, efusi6. Serositis Pleuritis atau pericarditis melalui EKG atau efusi7. Kelainan ginjal Proteinuria > 0,5 g/24 jam atau ≥ +3, atau casts seluler8. Kelainan neurologis Kejang atau psikosis tanpa sebab yang lain9. Kelainan hematologi Anemia hemolitik atau leukopeni (< 4000/mm3 pada 2

kali pemeriksaan) atau limfopeni (<1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan) atau trombositopeni (<100.000/mm3) yang bukan akibat pengaruh obat

10. Kelainan imunologi a. Peningkatan kadar anti-dsDNAb. Peningkatan anti-Smc. Peningkatan anti-fosfolipid berdasarkan : - Peningkatan IgG atau IgM antibody antifosfolipid - Lupus koagulan positif menggunakan metode

21

standar yang dianjurkan - Positif palsu sifilis selama 6 bulan

11. Antinuclear antibody Titer abnormal ANA melalui pemeriksaan immunofluoresensi atau pemeriksaan yang sebanding tanpa pengaruh obat-obatan

Autoantibodi pada LES dapat dilihat pada table di bawah ini. (1)

Antibodi Prevalensi(%)

Antigen yang dikenali Kegunaan Klinis

ANA 98 Multiple nuclear Tes screening terbaik, namun tidak spesifik

Anti-dsDNA 70 DNA Titer yang tinggi spesifik untuk LES dan berhubungan dengan aktifitas penyakit, nefritis, vaskulitis

Anti-Sm 25 Kompleks protein nuclear U1 RNA6 spesies

Spesifik untuk SLE, tidak berhubungan dengan klinik

Anti-RNP 40 Protein kompleks U1RNAγ

Tidak spesifik LES, titer tinggi berhubungan dengan beberapa syndrome rhematologi

Anti-Ro (SS-A)

30 Kompleks protein hyRNA

Tidak spesifik, berhubungan dengan syndrome sicca, lupus kutaneus subakut, lupus neonatal, penuruna resiko nefritis

Anti-La (SS-B)

10 Kompleks protein hyRNA

Beruhubungan dengan anti-Ro, penurunan resiko nefritis

Antihiston 70 Histon sehubungan DNA (pada nucleosom, kromatin)

Lebih sering pada lupus yang disebabkan obat-obatan

Antifosfolipid 50 Fosfolipid, β2

glikogen 1 cofaktor, prothrombin

ELISA untuk cardilipin dan β2G1, waktu sensitive prothrombim (DRWT)

Antieritrosit 60 Membrane eritrosit Pengukuran melalui direk Coomb’s tes

Antiplatelet 30 Permukaan dan merubah antigen sitplasma platelet

Berhubungan dengan thrombocytopenia, tidak sensitive dan spesifik

Antineural 60 Antigen permukaan neuronal dan limfosit

Pada beberapa tes CSF positif berhubungan dengan lupus CSF

Antiribosomal P

20 Protein ribosom Pada beberapa tes serum positif berhubungan dengan depresi atau

22

psokosis karena lupus SSP.

Antinuclear antibody (ANA) ditemukan pada >98% pasien selama

perjalanan penyakit. Hasil tes negative meyingkirkan diagnosis LES, meskipun

terdapat autoantibody yang lain. Titer IgG antibody anti ds-DNA dan anti-SM

yang tinggi spesifik untuk LES. (1)

IV.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik LES sangat beragam, biasanya diawali dengan gejala

yang tidak khas berupa demam, lemah, lesu, mual, penurunan, nafsu makan, dan

penurunan berat badan. (6) Manifestasi klinis yang luas dan gejala yang timbul

sering tidak bersamaan, membuat penyakit ini pada awalnya sering tidak dikenali.

(2)

IV.4.1 Manifestasi Muskuloskeletal

Keluhan ini paling sering ditemui pada penderita LES yaitu sebesar 90%.

Manifestasi dapat berupa mialgia, artralgia. Keluhan ini biasanya serupa dengan

rheumatoid arthritis sehingga perlu dibedakan dengan LES. Pada LES, tidak

sampai menyebabkan deformitas, kaku sendi hanya berlangsung beberapa menit.

(2)

IV.4.2 Manifestasi Mukokutaneus

Lupus dermatitis dapat diklasifikasikan sebagai discoid lupus

erythomatosus (DLE), rash sistemik, subacute cutaneus lupus erythematosus

(SCLE), atau lainnya. (1)

1. Kutaneus lupus akut: Malar rash berupa gambaran butterfly rash yaitu ruam di

kedua pipi tidak melebihi lipatan nasolabial, dan menyambung dengan ruam

pada hidung membentikl gambaran kupu-kupu. Bentuk akut lain yaitu morbili,

bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Biasanya bersifat fotosensitif.

23

2. Subacute cutaneus lupus erythematosus berupa simetrikal eritema sentrifugum,

anular eritema, psoriatic, pitriasis, dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi

ini dapat menghilang tanpa meninggalkan bekas.

3. Kutaneus lupus kronis. Bentuknya adalah nodul dalam, keras, berukuran 1-3

cm. Bentuk klasik berupa discoid berupa bercak merah dengan kerak keratotik

di permukaannya. Sifatnya kronik dan rekuren pada lesi dengan parut dan

atropi pada sentral serta hiperpigmentasi di tepi. Lesi ini dapat ditemukan di

telinga, leher, lengan, dan wajah. Kelainan ini ditemukan pada 2% penderita

LES.

4. Lupus kutaneus nonspesifik, berupa vaskulitis ketaneus dengan manifestasi

tergantung pembuluh darah yang terkena. Bentuk kelainan ini berupa

urtikaria, ulkus, purpura, bulosa, splinter hemorrhage, eritema periungual,

eritema tenar dan hipotenar. Kelainan ini dapat ditemukan pada 70% pasien.

5. Raynaud’s phenomenon, dengan ganmabaran berupa vasospasme dimana

sianosis menjadi kemerahan bila terkena panas. Gejala ini berhubungan

dengan antibody anti-U1 RNP.

6. Alopesia. Gejala ini bersifat sementara dan bersifat difus. Biasanya dimulai

dari garis rambut depan.

7. Sklerodaktil, sklerotik kepucatan pada tangan dari perubahan tipe

scleroderma. Hanya ditemukan pada 7% penderita.

8. Nodul rheumatoid

9. Hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar matahari

10. Luka pada mulut yang tidak nyeri.

Pada kutaneus lupus bisa dilihat gambaran histopatologis berupa kompleks

imun pada epidermal junction yang berbentuk pita sehingga disebut sebagai lupus

band.

IV.4.3 Manifestasi Paru

Manifestasi paling sering adalah pleuritis baik dengan maupun tanpa efusi

pleura. Gejala yang ringan dapat diterapi dengan NSAID, namun bila lebih berat

24

diperlukan terapi dengan glukokortikosteroid. (1) Efusi pleura berupa cairan

jernih dengan protein yang meningkat, glukosa normal, dan leukosit < 10.000. (6)

Manifestasi lain yang berupa pneumonitis, emboli paru, hipertensi

pulmonal, pulmonary haemorrage, dan shrinking lung syndrome. (6) (2)

Pneumonitis musti dibedakan dengan pneumonia bacteria, bila perlu dengan bilas

bronkhoalveolar. Pasien merasa sesak, batuk kering, dan ronkhi di basal. Hal ini

disebabkan penumpukan kompleks imunalveolus maupun vascular paru. (2)

IV.4.4 Manifestasi Jantung

Perikarditis merupakan manifestasi jantung yang tersering. Manifestasi ini

ditemukan pada 66% penderita dan jarang mengalami komplikasi. Perikarditis

dicurigai bila ditemukan nyeri substernal, friction rub, shillouet sign pada foto

dada, atau pada EKG. (2) (6) (1)

Manifestasi lain yaitu efusi pericardium, miokarditis, endokarditis,

kelainan katup, penyakit koroner, hipertensi, gagal jantung, serta kelainan

konduksi. (6) Vegetasi pada katup adalah akibat kumpulan kompleks imun, sel

mononuclear, jaringan nekrosis, jaringan parut, fibrin, serta thrombus trombosit.

(2)

IV.4.5 Manifestasi Renal

Manifestasi ini terjadi pada 45-70% penderita, umumnya terjadi setelah 5

tahun perjalanan penyakit. Keterlibatan ginjal akan tampak setelah terjadi gagal

ginjal atau sindrom nefrotik. (2) Gambaran klinis bervariasi dapat berupa

hematuria, proteinuria, atau pun cast selular tergantung dari kerusakan

glomerolus. (6) Agar dapat menilai kerusakan ginjal dengan baik sebaiknya

dilakukan biopsi ginjal. World Health Organization membagi menjadi 5 kelas

berdasarkan histopatologi hasil biopsy. (6) (2)

25

IV.4.6 Manifestasi Gastrointestinal

Manifestasi berupa nausea, mual, muntah, dan diare. Peritonitis maupun

vasculitis intestinal dapat menimbulkan nyeri abdomen. Peningkatan SGOT dan

SGPT dapat terjadi saat LES aktif. (6) (1)

IV.4.7 Manifestasi Neuropsikiatri

Kelainan ini memiliki gambaran yang sangat luas sehingga sukar

ditegakkan. Kelainan ini dikelompokkan sebagai kelainan neurologic dan

psikiatrik. (2) American College Rheumatology mengelompokkan manifestasi ini

menjadi 19 sindrom.

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropthy (Guillain-Barre

syndrome)

2. Meningitis aseptic

3. Kelainan saraf autonom berupa hipertensi ortostatik, anhidrosis, gangguan

ejakulasi, intoleransi panas, dan konstipasi

4. Penyakit serebrovaskular dapat berupa stroke, TIA, kronis multifocal,

perdarahan subintrakranial, thrombosis sinus

5. Sindrom demyelinating

6. Pusing berupa migraine, tension headache, cluster headache, atau dikarenakan

pseudotumor atau kenaikan tekanan intrakranial

7. Mononeuropati single atau multiple

8. Chorea

9. Myasthenia gravis

26

Kelas I Normal

Kelas IIA Mesangeaal deposit

Kelas IIB Mesangeal hiperseluler

Kelas III Fokal segmental glomerulonefritis

Kelas IV Difus glomerulonefritis

Kelas V Membranus glomerulonefritis

10. Myelophati (tranverse myelitis)

11. Nueropathy cranial

12. Plexopathy

13. Polineuropathy

14. Kejang

15. Delirium akut

16. Kecemasan

17. Disfungsi kognitif

18. Gangguan emosi

19. Psikosis

IV.4.8 Manifestasi Hematologi

Kelainan hematologi yang sering ditemukan adalah anemia. Anemia ini

terbagi menjadi anemia yang diperantarai imun dan yang tidak diperantarai oleh

imun. Anemia yang diperantarai imun berupa pure red cell aplasti, anemia

aplastik, anemia hemolotik autoimun, dan anemia pernisiosa. Anemia non-imun

berupa anemia karena penyakit kronis, defisiensi besi, sickle cell anemia, dan

anemia siredoblast. (6) (2)

IV.5 Penatalaksanaan

Dalam memberikan pengobatan perlu diperhatikan apakah pasien

memerlukan terapi konservatif atau immunosupresif yang agresif. Pasien yang

tidak mengancam jiwa serta tidak berhubungan dengan kerusakan organ perlu

dilakukan terapi konservatif. (2) Misalnya adalah pasien LES dengan gejala

panas, arthritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, dan kelelahan. (7)

Namun, bila penyakit mengancam jiwa dan melibatkan organ mayor

dipertimbangkan terapi kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. (2)

Misalnya yaitu penderita LES dengan gejala efusi pleura dan perikard yang

massif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral,

vaskulitis akut, dan miokarditis. (7)

27

Terapi Konservatif

Artritis, artalgia, mialgia diterapi dengan analgetik atau antiinflamasi

nonsteroid, namun harus diperhatikan efek sampingnya agar tidak malah

memperberat keadaan pasien. Apabila tidak berespon dapat diberikan antimalaria

seperti hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pemberian klorokuin lebih dari 3 bulan

atau hidroksiklorokuin lebih dari 6 bulan perlu evaluasi oftalmologik karena

toksik pada retina. Bila tetap tidak respon, dapat diberikan kortikosteroid dosis

rendah 15 mg tiap pagi atau metotreksat 7,5-15 mg/minggu untuk arthritis. (2)

Penderita LES sebesar 70% mengalami fotosensitif sehingga harus

menggunakan pelindung berupa baju pelindung, kaca jendela yang digelapkan,

menggunakan sunscreen. Glukokortikoid local dapat digunakan pada dermatitis

lupus dengan hati-hati karena dapat menyebabkan atrofi kulit, depgmentasi,

teleangiektasis, dan fragilitas. (2)

Keluhan fatigue dapat diatasi dengan menambah waktu istirahat dan

mengatur jam kerja, pembatasan aktifitas fisik yang berlebihan, serta mengubah

gaya hidup tidak perlu terapi spesifik. (2) (7) Serositis dapat diterapi dengan

salisilat, antiinflamasi nonsteroid, antimalaria, atau glukokortikoid. (2)

Terapi Agresif

Terapi ini dilakukan bila terdapat manifestasi yang berat atau mengancam

jiwa penderita seperti vaskulitis, lupus kutaneus yang berat, poliarthritis,

poliserositis, miokarditis pneumonitis lupus, glomerulonefritis, anemia hemolitik,

trombositopenia, mielopati, neuropati perifer, dan krisis lupus. (2)

Terapi berupa glukokortikosteroid dosis tinggi yaitu 0,5-2 mg/KgBB/hari

per oral. Pilihan lain adalah injeksi dengan 1000 mg atau 15 mg/KgBB/hari

methylprednisolon iv selama 3-5 hari, dilanjutkan prednisone oral 0,5-1

mg/KgBB/hari. Setelah pemberian selama 6 minggu dilakukan tapering off

dengan menurunkan dosis 5-10% tiap minggu. Setelah tercapai 30 mg/hari

penurunan dilakukan 2,5 mg/minggu, setelah tercapai 10-15 mg/hari, penurunan

28

dilakukan 1 mg/minggu. Bila terjadi kekambuhan, dosis dinaikkan ke dosis efektif

terendah sebelumnya. (2) (1)

Apabila dalam 4 minggu tidak ada kemajuan dapat ditambahkan

imunosupresif lain. Siklofosfamid (alkilating agen) diberikan dengan dosis 0,5-1

gr/m2. Azatioprin (antagonis purin) memiliki efek samping yang lebih ringan

dibandingkan siklofosfamid, dosis agen ini yaitu 2-3 mg/KgBB/hari. Agen lain

yaitu metotrksat 7,5-20 mg/minggu dalam dosis tunggal atau terbaggi 3,

siklosporin 2,5-5 mg/KgBB/hari dalam dua dosis, atau mofetil mikofenolat

2gr/hari terbagi dua dosis. (1) (2)

29

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1. Diagnosa pada pasien ini adalah suspek lupus eritomatosus sistemik dengan

ulkus colli posterior sinistra.

2. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tambahan lengkap yang

membantu melihat perkembangan penyakit.

3. Penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien ini memenuhi standard terapi

yang sesuai dengan literature.

V.2 SARAN

1. Anamnesa, pemeriksaan fisik dan terutama pemeriksaan penunjang yang

dilakukan terhadap pasien seharusnya dilakukan secara holistik dan optimal

sehingga diagnosa dapat lebih ditegakkan sesuai dengan masalah yangg

dihadapi pasien.

2. Penatalaksanaan terhadap pasien sebaiknya lebih lengkap. Tidak hanya dari

intervensi farmakologis, mulai dari edukasi, pengaturan diet dan aktivitas

sebaiknya sudah dilakukan sejak awal penatalaksanaan.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Hahn, BH. Systemic Lupus Erythematosus. Dalam: Fauci AS, Kasper DL,

Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, dkk. Harrison’s Principles

of Internal Medicine. Edisi 17. Toronto: Mc Graw Hill Medical, 2008; Vol.2,

313, 2075-83.

2. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir I, Setiyohadi B. Lupus Eritomatosus Sistemik.

Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2006; 284, 1224-31.

3. Borigini MJ. Systemic Lupus Erythematosus. USA : Medline Plus. [Online,

25 Mei 2010] Hyperlink: http://emedicine.medscape.com/article/809378-

overview.

4. Rahman A, Isenberg DA. Mechanism of Disease Systemic Lupus

Erythemtatosus. The New England Journal of Medicine 2008; 358,9.

5. Wachjudi RG, Dewi S, Hamijoyo L, Pramudiya R. Diagnosis & Terapi

penyakit Reumatik. Jakarta : Sagung Seto 2006; 21-33.

6. Yuliasih, Soeroso, J. Sistemik Lupus Eritomatosus (SLE). Dalam :

Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas kedokteran Universitas Airlangga Rumah

Sakit Pendidikan Dr Soetomo Surabaya; VI, 235-41.

7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita

Selekta Kedokteran Fakiultas kedokteran UI. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Indonesia 2001; 52, 568-72.

T h e new engl and journa l o f medicinen engl j med 358;9 www.nejm.org february 28, 2008 929

31

review articleMechanisms of Disease

Systemic Lupus Erythematosus8. Anisur Rahman, Ph.D., and David A. Isenberg, M.D.

Works Cited1. harrison, SLE.

2. UI, SLE IPD.

3. webMD, SLE. http://emedicine.medscape.com/article/809378-overview. [Online]

4. NEJM. [Online]

5. Handri, Buku Kak. [Online]

6. UNAIR. [Online]

7. selekta, Kapita. [Online]

32