case luka bakar

58
BAB I PENDAHULUAN Luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan luka lain. Hal ini dikarenakan mudahnya terjadi komplikasi pada luka bakar berupa infeksi, gagal ginjal, ARDS, multiple organ failure terutama pada luka bakar berat. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2009). Luka bakar memerlukan penanganan dan perawatan yang kompleks dan lama, pada luka bakar kita dihadapkan dengan kecacatan yang bisa timbul. Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superfisial. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Pada case report ini akan dibahas kejadian luka bakar api yang terjadi pada laki – laki usia 38 tahun 11 bulan dengan diagnosis luka bakar api grade IIA-IIB 47% dan trauma inhalasi. 1

description

case luka bakar bedah plastik

Transcript of case luka bakar

Page 1: case luka bakar

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan lokal maupun sistemik

tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan luka lain. Hal ini dikarenakan mudahnya terjadi

komplikasi pada luka bakar berupa infeksi, gagal ginjal, ARDS, multiple organ failure

terutama pada luka bakar berat. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau

kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat

tinggi misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2009).

Luka bakar memerlukan penanganan dan perawatan yang kompleks dan lama, pada

luka bakar kita dihadapkan dengan kecacatan yang bisa timbul. Prognosis dan penangangan

luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar dan

penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh

yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif

daripada luka bakar yang lebih kecil dan superfisial. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar,

usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Pada

case report ini akan dibahas kejadian luka bakar api yang terjadi pada laki – laki usia 38

tahun 11 bulan dengan diagnosis luka bakar api grade IIA-IIB 47% dan trauma inhalasi.

1

Page 2: case luka bakar

STATUS PASIEN

I. Identitas

Nama : AS

Tanggal Lahir/Umur : 28 April 1977/ 38 Tahun 11 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. PT ME KM 25, Kelurahan Talang Kemang, Kecamatan

Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan

Agama : Islam

MRS : 31 Maret 2016

No. Rekmed : 0000945689

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis (Istri Pasien) pada tanggal 31 Maret 2016

Keluhan Utama : Luka Bakar Api

Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 14 jam SMRS saat penderita sedang merokok di garasi,

penderita tersambar api dari bensin motor yang tumpah.

Wajah, leher, kedua lengan, thoraks, dan abdomen terkena

api. Pasien dibawa ke IGD RSMH.

Riwayat Keluhan Serupa Sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit terdahulu disangkal

Riwayat alergi disangkal

BB : 70 Kg

TB : 160 cm

2

Page 3: case luka bakar

PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

Airways : Suara serak (+), bulu hidung dan alis terbakar

Breathing : RR: 26x/menit Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, tidak

terdapat fraktur pada tulang iga.

Circulation : Nadi : 110x/menit isi dan tegangan lemah, TD 110/70 mmHg

Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

Disability : E4M6V5

Exposure : Terdapat Luka Bakar pada :

Wajah (hidung, telinga, mulut, pipi dan kening) : 9%

Ekstremitas Superior : Dekstra : 7%

Sinistra : 7%

Thoraks : Anterior: 7%

Posterior: 7%

Abdomen : Anterior: 5%

Posterior: 5%

Total 47%

Secondary Survey

Kepala : Normosefali, Terdapat luka bakar (+)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera icterik (-/-), pupil bulat isokor

ø 3cm, alis terbakar (+/+)

Hidung : Deformitas (-), bulu hidung terbakar (+), terdapat luka bakar

Mulut : Terdapat luka bakar di sekitar bibir, mukosa hiperemis (+)

Telinga : Terdapat luka bakar

Leher : Terdapat luka bakar

Thoraks : Inspeksi : Luka bakar (+)

Palpasi : Krepitasi (-)

-COR : Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, irama reguler

Murmur (-), Gallop (-)

3

Page 4: case luka bakar

-Pulmo : Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, rhonki(-), wheezing (-)

Abdomen : Inspeksi : luka bakar (+)

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Genitalia : Dalam batas normal, tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : Dekstra : terdapat luka bakar grade IIA-IIB 7%

Sinistra : terdapat luka bakar grade IIA-IIB 7%

Status Lokalis

Terdapat Luka bakar :

4

Page 5: case luka bakar

Terdapat luka bakar pada :

Kepala dan leher : 9%

Ekstremitas Superior

Dekstra : 7%

Sinistra : 7%

Thoraks

Anterior : 7%

Posterior : 7%

Abdomen

Anterior : 5%

Posterior : 5%

Total : 47% → IIA-IIB

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin : 19,8 g/dL

RBC : 4.300.000/mm3

WBC : 7.700/mm3

Hematokrit : 58%

Trombosit : 187.000/µL

Diffcount : 0/0/77/13/10

Ureum : 143 mg/dl

Kreatinin : 6,82 mg/dl

Natrium : 125 mEq/L

Kalium : 6,6 mEq/L

BSS : 129

IV. DIAGNOSIS

Luka bakar api grade IIA-IIB 47%

V. TATALAKSANA

Airway : Dilakukan pemasangan endotracheal tube (ETT)

Breathing : O2 10L/menit

5

Page 6: case luka bakar

Circulation : Resusitasi Cairan

Rumus Baxter = 4cc x BSA x BB

= 4cc x 47% x 70kg

= 13.160 cc/ 24jam

8 jam pertama 6580 cc

16 jam berikutnya 6580 cc

Pasang NGT

Pasang kateter urine dan monitor produksi urine ≥ 0,5 cc/kgBB/jam

Tatalaksana lanjutan

o Pro debridemen di ruang OK

o Pemberian antimikrobial lokal salep mata chloramfenikol pada luka bakar di

wajah

o Perawatan tertutup + burnazine di lengan kanan dan kiri

o Pemasangan kateter urine

o Obs. TTV dan Urin Output

o Inj. ceftriaxone 2x1gram (iv)

o Inj. ketorolac 3x30 mg (iv)

o Inj. Ranitidine 2x50 mg (iv)

o Inj. ATS 1500 IU (im)

o R/ rawat inap

VI. PROGNOSIS

Quo Vitam : Dubia ad Bonam

Quo Fungsionam : Dubia ad Bonam

6

Page 7: case luka bakar

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI

Luka Bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan

disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi misalnya

api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat,2009). Luka bakar

menyebabkan hilangnya integritas kulit dan dapat menimbulkan efek sistemik yang

sangat kompleks. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan

mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)

sampai fase lanjut.

3.2. ANATOMI KULIT

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

EpidermisEpidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.

Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam): Stratum Korneum, Stratum Lusidum,

7

Page 8: case luka bakar

Stratum Granulosum, Stratum Spinosum dan Stratum Basale (Stratum Germinativum). Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

DermisMerupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering

dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan papiler dan Lapisan retikuler. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

SubkutisMerupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang

terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Vaskularisasi KulitArteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus

terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan

8

Page 9: case luka bakar

pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis.

3.3. FAAL KULIT

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

3.4. ETIOLOGI

Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai berikut:

a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

Gas

Cairan

Bahan padat (solid)

b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)9

Page 10: case luka bakar

c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)

d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

3.5. FASE LUKA BAKAR

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya

dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase

menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase

ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh

kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan

berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.

a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),

dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau

beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan

akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab

kematian utama penderita pada fase akut

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat

cedera termal yang berdampak sistemik.

b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan

atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan :

Proses inflamasi dan infeksi

Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas

atau pada struktur atau organ fungsional

Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan

pemuluhan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa

sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

10

Page 11: case luka bakar

3.6. DERAJAT KEDALAMAN

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas,

sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren

membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yait sebagai

berikut:

a. Luka bakar derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik

berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf

sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan

khusus. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan

sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.

Gambar 1. Luka Bakar Derajat I

11

Page 12: case luka bakar

b. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi. Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman

dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal,

kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa

epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena

kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat

dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung

saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh

karena permeabilitas dindingnya meninggi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-

ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian :

Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.

Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan

dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

Derajat II dalam / deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel

tinggal sedikit. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan

nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi tergantung bagian

dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum

germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan lain sebagainya) yang tersisa.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal

sedikit. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

12

Page 13: case luka bakar

c. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam

sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami

kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang

terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.

Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai

esker. Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar

berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri. Tidak dijumpai rasa nyeri

dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi

lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan. Oleh karena tidak ada lagi elemen

epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan

cangkok kulit.

Gambar 3. Luka Bakar Derajat III

13

Page 14: case luka bakar

3.7. LUAS LUKA BAKAR

Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana

kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting

pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan

luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari

Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai

presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan

tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian

atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-

tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. Lihat gambar

Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas permukaan

kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu,

digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lundand Browder untuk

anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas telapak tangan

dianggap seluas 1%.

Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban

dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu

terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan luasnya

luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit

dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat

menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan

14

Page 15: case luka bakar

poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang

berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila

dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang

dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka

bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi

tubuh.Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule

of nine atau rule of Wallace:

a. Kepala dan leher : 9%

b. Lengan masing-masing 9% : 18%

c. Badan depan 18% : 36%

d. Tungkai masing-masing 18% : 36%

e. Genetalia perineum : 1%

Total : 100 %

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan

penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi

Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1

tahun.

15

Page 16: case luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain:

a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh

b. Kedalaman luka bakar

c. Anatomi/lokasi luka bakar

d. Umur penderita

e. Riwayat pengobatan yang lalu

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

3.8. KRITERIA BERAT RINGAN LUKA BAKAR

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :

a. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih16

Page 17: case luka bakar

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

3.9. PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN

Jackson membedakan tiga area pada luka sebagaimana diuraikan berikut:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis. Daerah yang mengalami kontak langsung.

Kerusakan jaringan berupa koagulasi protein akibat pengaruh trauma termis.

Bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis beberapa saat setelah

kontak.

2. Zona statis, daerah di luar/sekitar dan berhubungan langsung dnegan zona

koagulasi. Kerusakan yang terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah,

trombosit dan leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, trombosis dan

respon inflamasi lokal. Mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi, berlangsung

12-24 jam pasca trauma, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemia. Daerah di luar zona status, terjadi reaksi berupa vasodilatasi tanpa

banyak melibatkan rekasi sel. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,

zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah ke zona dua

bahkan satu.(Moenadjat,2009)

3.10. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler

yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya meningkat. Sel darah yang ada

didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas

menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu

menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar

menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula

yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar

derajat tiga.

Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih bisa

mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang

khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,

dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi

setelah 8 jam.

17

Page 18: case luka bakar

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi

kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring

yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas,

takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi

keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin

dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan

ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi

koma. Bila dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta

penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya

diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium

yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk

diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis.

Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab

infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi

kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial

ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap

berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi,

dapat dicegah dengan mencegah infeksi.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari

kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gream

negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin

lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi

Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman

memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan

granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah

terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan perubahan jaringan

di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula

sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3.

Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan

menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.

18

Page 19: case luka bakar

Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan

terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka

bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti Staphylococcus atau basil Gram

negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat

menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin

Skuman yang menyumbat di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh dengan

meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang

masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal

rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri,

gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.

Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila

ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus

menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat

menurun karena kekurangan ion kalium.

Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama

dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang di khawatirkan

pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau

melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan

protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi,

dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.

Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari

otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan

menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut

penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai

wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi,

prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.

3.11. MENENTUKAN KEPARAHAN LUKA BAKAR

19

Page 20: case luka bakar

Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir lebih

parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar yang disebabkan oleh

bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia mungkin masih terdapat pada kulit.

Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih berbahaya

sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar pada telapak tangan dan

kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab bisa membatasi pergerakan jari dan

jari kaki.

Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan sebab bisa

menyebabkan infeksi/peradangan jaringan yang terbakar dan memudahkan invasi

kuman ke sistem sirkulasi.

Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari jumlah

permukaan kulit yang terbakar.

Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada umumnya

mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan berbeda proses

penyembuhannya.

Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan penyakit

saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit ginjal berada dalam

bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang sehat.

3.12. TRAUMA INHALASI

Trauma inhalasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan

(kerusakan) mukosa saluran nafas akibat adanya paparan terhadap iritan yang

menimbulkan manifestasi klinik berupa distres pernafasan. Reaksi yang timbul akibat

paparan terhadap iritan tersebut merupakan suatu bentuk inflamasi akut dengan edema

dan hipersekresi mukosa nafas. Korban kebakaran yang terhirup banyak asap dari hasil

pembakaran bahan-bahan kimia yang berbahaya seperti sulfur dioksida, nitrogen

dioksida, asam hidroklorida, hidrosianida, karbon monoksida dan karbon dioksida, akan

menyebabkan kerusakan paru yang parah.

Mekanisme kerusakan saluran nafas dapat terjadi karena:

1. Terhirup panas secara langsung

Terhirup secara langsung bahan produk yang terbakar dan bahan khusus yang

dapat menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada percabangan trakeobronkial.

2. Keracunan asap yang toksik

20

Page 21: case luka bakar

Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi akibat

proses pembakaran akan terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hidrogen sianida,

nitrogen dioksida, nitrogen klorida, akreolin yang dapat menyebabkan iritasi dan

bronkokonstriksi saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih hebat

akibat trakeabronkitis dan edema.

3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)

CO memiliki afinitas yang tinggi dalam berikatan dengan hemoglobin (Hb),

sehingga hemoglobin tidak mampu berikatan dengan oksigen. Hal ini lama-

kelamaan akan menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan. Pada kondisi keracunan

CO yang berat dapat menyebabkan penderita mengalami koma bahkan sampai

pada kematian.

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat tiga

atau lebih dari keadaan berikut:

1. Riwayat terjebak dalam rumah / ruang terbakar

2. Sputum tercampur arang

3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokkan

4. Penurunan kesadaran

5. Tanda-tanda distress pernafasan, rasa tercekik, tersedak, malas bernafas, dan

adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokkan (iritasi

mukosa)

6. Gejala distress pernafasan dan takipnea

7. Sesak

8. perubahan suara atau tidak ada suara.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kondisi-kondisi kecurigaan

adanya trauma inhalasi pasca luka bakar adalah

1. Pemeriksaan gas darah

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi adanya karboksihemoglobin di

dalam darah karena karbon monoksida memiliki afinitas 200 kali lebih besar pada

hemoglobin dibandingkan dengan oksigen.

2. Foto thoraks

21

Page 22: case luka bakar

Pada fase awal atau dalam 24 jam pertama pasca luka, gambaran foto thoraks

masih terlihat normal. Namun, setelah 24 – 36 jam kemudian akan terlihat adanya

patchy atelektasis sampai berupa kelainan interstisial dan alveolar diffus.

3. Bronkoskopi Fiberoptik Fleksibel

Pemeriksaan ini dilakukan dalam kondisi pasien yang stabil secara hemodinamik

dan saluran nafas atas paten. Pada pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya

edema mukosa dan eritema, erosi dan penimbunan bahan karbon di dalam saluran

pernafasan.

3.13. GANGGUAN MEKANISME BERNAFAS

Adanya eskar tersebar dipermukaan rongga toraks menyebabkan gangguan ekspansi

rongga toraks pada proses respirasi (terutama inspirasi); hal ini menyebabkan berkurangnya

gaya pengembangan paru dan dengan sendirinya terjadi penurunan compliance paru.

Gangguan ini tidak hanya disebabkan oleh eskar, tapi diperberat dengan edema subeskar

(interstinum). Dengan keterbatasan proses ekspansi dinding dada ini, volume inspirasi

berkurang sehingga secara langsung menyebabkan gangguan proses oxygen exchange

(penurunan PaO2).

Proses yang sama terjadi bila terdapat trauma pada rangka rongga toraks, misalnya

fraktur tulang iga yang disebabkan oleh trauma multipel. Hal ini sering terjadi pada kasus

luka bakar sebagai suatu koinsidensi, misalnya terjatuh setelah terbakar. Keduanya

menyebabkan distres nafas yang diikuti peningkatan angka mortalitas fase akut.

(Moenadjat,2009)

3.14. GANGGUAN SIRKULASI

Pada luka bakar terdapat banyaknya cairan intravasukular keluar (ke jaringan

interstisium menimbulkan edema) maka terjadi kondisi hipovolemia. Gangguan sirkulasi

yang terjadi selanjutnya merupakan gangguan homeostatis yang terdiri dari rangkaian

kejadian kompleks bukan saja diakibatkan kondisi hipovolemia tapi juga akibat hipoperfusi

dan oksigenasi sel (syok).

Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan perdarahan,

pada perdarahan, sel darah merah dan sel lainnya ikut bersama dengan cairan meninggalkan

ruang intravaskular namun pada luka bakar hanya cairan saja yang meninggalkan ruang

22

Page 23: case luka bakar

intravaskular. Karena komponen sel tetap berada di ruang intravaskular, terjadi

hemokonsentrasi.

Terganggunya perfusi ke sel menyebabkan suasana aerob di lingkungan sel berubah

menjadi anaerob. Perfusi dan utilisasi oksigen terganggu, menyebabkan gangguan

metabolisme. Selain itu, dengan adanya gangguan homeostatis cairan yang bersifat sistemik

ini, timbul respon tubuh utnuk mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme

kompensasi yang sangat kompleks. Sirkulasi sentral diutamakan karena organnya khususnya

otak sangat sensitif dan memiliki toleransi yang sangat rendah pada kondisi hipoksia, jantung

dan paru yang menjadi motor pengadaan dan distribusi oksigen.

Peningkatan aktivitas jantung dan sistem pernafasan untuk memenuhi kebutuhan

perfusi organ vital di sentral dan perifer. Sementra perfusi ke sirkulasi perifer menurun.

Manifestasi yang dapat dijumpai:

- Di tingkat sentral digambarkan oleh adanya gangguan sirkulasi otak berupa

disorientasi, gelisah, penurunan kesadaran dan penurunan suhu core

- Di tingkat sirkulasi perifer terjadi penurunan suhu permukaan (kulit teraba dingin),

penurunan produksi urin, gangguan sistem pencernaan dan fungsi hati.

- Peningkatan aktivitas pernafasan (cepat dan dangkal) dan aktivitas jantung (takikardi)

(Moenadjat,2009)

3.15. PENATALAKSANAAN

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,

covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat

dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan

1. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang

menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

2. Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir

selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada

anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –

Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin)

sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan

pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)

sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka bakar

karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak

23

Page 24: case luka bakar

selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan

terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

3. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.

Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan

risiko infeksi berkurang.

4. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam

dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian

antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan

kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi

sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

5. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka

bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.

Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi

pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan

berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan

meningkatkan risiko infeksi.

6. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa :

Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

1. Evaluasi Pertama (Triage)

- Airways, Sirkulasi, ventilasi

Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi

airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi

endotrakeal, pemasangan infus untuk mempertahankan volum sirkulasi

- Pemeriksaan fisik keseluruhan

Pada pemeriksaan, diwajibkan memakain sarung tangan yang steril, bebaskan

penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami

trauma lain misalnya bersamaan dengan trauma kapitis, trauma toraks atau

mengalami trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami

patah tulang punggung/spine.

- Anamnesis

24

Page 25: case luka bakar

Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak

dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat

menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannnya, serta ditanyakan

penyakit yang pernah dialami sebelumnya.

- Pemeriksaan luka bakar

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau

ringan.

1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan rule of nine untuk menentukan

luas luka bakar

2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman). (Noer,2006)

2. Penanganan di Ruang Emergency

- Diwajibkan memakai sarung tangan steril bila melakukan pemeriksaan

penderita

- Bebaskan pakaian yang terbakar

- Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya

trauma lain yang menyertai

- Bebaskan jalan nafas. Pada luka bakar dengan distres jalan napas dapat dipasang

endotracheal tube. Tracheostomy hanya bila ada indikasi.

- Pemasangan intravenous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan

pemasangan scalp vein. Diberikan cairan ringer laktat dengan jumlah 30-50

cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak-anak di atas 2 tahun dan

1cc/kg/jam untuk anak di bawah 2 tahun.

- Dilakukan pemasangan foley kateter untuk memonitor jumlah urin produksi.

Dicatat jumlah urin/jam.

- Dilakukan pemasangan nasogastrik tube untuk gastrik dekompresi dengan

intermiten pengisapan

- Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan

diberikan intramuskuler

- Timbang berat badan

- Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster

bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.

25

Page 26: case luka bakar

- Pencucian luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusam umum. Luka

dicuci, debridement dan didesinfeksi dengan savlon 1:30. Setelah bersih tutup

dengan tulle kemudian oleskan dengan topikal silver sulfa diazine (SSD) sampai

tebal. Rawat tertutup dengan kassa steril yang tebal. Pada hari ke-5 kasa dibuka

dan penderita dimandikan dengan air dicampur savlon 1:30.

- Eskarotomi dan fasiotomi/insisi relaksasi dilakukan pada penderita luka bakar

derajat II dalam dan derajat II pada tangan,leher dan penis. Tindakan ini

dilakukan sebelum terjadi ketegangan pada daerah luka bakarnya. (Noer,2006)

3.16. PENANGANAN PERNAPASAN

Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka

kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam

pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar

mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas,

asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa

hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu

yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti

bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada

percabangan trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi

yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen

sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek

akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas.

Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem.

Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan.

Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin

dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan

memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya

trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.

a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

b. Sputum tercampur arang.

c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

26

Page 27: case luka bakar

d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau adanya

wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi

mukosa.

f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.

g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.

Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus dilakukan

trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi

stabil.

3.17. PENANGANAN SIRKULASI

Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan

diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan

interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial.

Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal

terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat

dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper menyeluruh, terjadi penimbunan cairan

massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan

intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses

transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul

harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah

parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi

cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok

dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan

diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil

kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dnegan menggunakan

metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan

penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat

kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan

27

Page 28: case luka bakar

koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik

terhadap angka mortalitas.

Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula

berikut: Evans formula, Brooke formula, Parkland Formula, Modifikasi Brooke, Monafo

Formula.

1. MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT

Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada

perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk memonitoring juga dilakukan untuk

mengikuti perkembangan keadaan penderita. Monitoring penderita kita bagi dalam 3 situasi

yaitu triage, selama resusitasi (0-72 jam) dan post resusitasi

1. Triage – IGD

a. A-B-C: pada waktu datang di rumah sakit, harus

dinilai dan dilakukan segera diatasi adalah problem airway, breathing, sirkulasi

yang segera diatasi life saving. Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma

lain, misalnya sama dengan trauma kapitis, pendarahan atau trauma toraks atau

mengalami pneumotoraks.

b. Vital Sign : Monitoring dan pencatatan tekanan

darah, respirasi, nadi, rektal temperatur. Monitoring jantung terutama pada

penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia atau pun sampai terjadi

cardiac arrest.

c. Urine Output : Jika urine tidak dapat diukur maka

dapat dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat

tiap jam. Observasi urin diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar

derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine

menunjukkan adanya kerusakan hebat.

2. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI

- Mengukur urine produksi. Urin produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi

cukup adekuat/tidak

28

Page 29: case luka bakar

- Berat jenis urin. Pascatrauma luka bakar berat jenis dapat normal atau meningkat.

Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita. Jika berat jenis meningkat

berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine

- Vital sign

- pH darah

- Perfusi perifer

- Laboratorium (Serum Elektrolit, plasma albumin, hematokrit, hemoglobin, urine

sodium, elektrolit, liver function test, renal function test, total protein/albumin,

pemeriksaan lain sesuai indikasi)

- Penilaian keadaan paru : untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain

stridor, bronkospasm, adanya secret, wheezing, atau dispnu merupakan adanya

impending obstruksi)

- Penilaian gastrointestinal : dilakukan 2-4 jam sekali dengan melakukan auskultasi

untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan

pH kurang dari 5 merupakan adanya Culing’s Ulcer

- Penilaian luka bakar : bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah,

ada cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih

perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

3. MONITORING POST RESUSITASI (72 JAM

PASCATRAUMA)

Hal-hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistemik dan teliti meliputi

observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu : cairan elektrolit, keadaan luka

bakarnya, kondisi potensial infeksi dan status nutrisi/gizi.

3.18. RESUSTASI CAIRAN

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

29

Page 30: case luka bakar

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I 8 jam X ½

16 jam X ½

Hari II ½ hari I

Hari ke III hari ke II

3.19. PENGGANTIAN DARAH

Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah merah

sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu

kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka,

terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang

tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar,

tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah

dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari

tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan 7

3.20. PERAWATAN LUKA BAKAR

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan

perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari

semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.

30

Page 31: case luka bakar

Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki

beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel

dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar

tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka

diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya

rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan

luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di

balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan

melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk

mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan

luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut

dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup

dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau

Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).

Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit

(early exicision and grafting ).

Perawatan Luka Bakar Terbuka

Perawatan pada luka yang dibiarkan terbuka dengan harapan dapat sembuh dengan

sendirinya. Permukaan luka yang selalu terbuka menyebabkan permukaan luka menjadi

cepat kering sehingga kuman akan sulit berkembang dan pengawasan luka juga akan lebih

mudah.

Perawatan lukar bakar terbuka ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompres

nitrat-argenti 0,5% yang efektif sebagai bakteriostatik. Nitrat-argenti akan mengendap

sebagai garam sulfida atau klorida yang memberikan warna hitam. Perawatan luka bakar

juga dapat menggunakan krim silver sulfadiazine 1% bersifat bakteriostatik dan memiliki

daya tembus yang cukup efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan

aman. Penggunaan krim silver sulfadiazine ini cukup dioleskan tanpa pembalutan sehingga

lebih mudah dibersihkan.

Perawatan Luka Bakar Tertutup

31

Page 32: case luka bakar

Perawatan luka bakar tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang bertujuan

untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi dan ditutup sedemikian rupa sehingga

masih terdapat ruang untuk berlangsung terjadinya penguapan1. Keuntungan perawatan luka

bakar secara tertutup adalah dapat membantu immobilisasi luka secara sempurna. Pada

perawatan luka bakar tertutup, pembalutan yang digunakan harus memiliki daya penyerapan

dan diganti setiap 8 – 24 jam , bila pembalut basah dan berbau, dan bila timbul nyeri dan

penyebab yang tidak jelas.

Debrideman

Pemotongan eskar atau eskaratomi pada luka bakar yang besar dapat dilakukan

dengan debrideman. Debrideman adalah usaha untuk menghilangkan jaringan mati dan

jaringan yang sangat terkontaminasi dengan mempertahankan secara maksimal struktur

anatomi yang penting. Jaringan mati tidak hanya menghalangi penyembuhan luka tetapi juga

menyebabkan infeksi daerah luka, infeksi sistemik, sepsis, amputasi, dan bahkan kematian.

Debrideman ini bertujuan untuk memulihkan sirkulasi dan pasokan oksigen yang adekuat ke

daerah luka. Debrideman ini dapat dilakukan pada luka akut dan luka kronik. Debrideman

terdiri dari beberapa jenis, seperti:

a) Debrideman autolitik

Usaha tubuh untuk melakukan penghancuran jaringan nonvital dengan enzim yang

dapat mencairkan jaringan nonvital yang akan bekerja maksimal dalam suasana

lembap. Mempertahankan suasana luka agar tetap lembab dapat dicapai dengan

menggunakan penutup luka yang dapat dicapai dengan menggunakan penutup luka

yang dapat menjamin kelembapan luka. Produk yang dapat mempertahankan suasana

lembab antara lain hidrokoloid, film transparan, dan hidrogel.

b) Debrideman enzimatik

Debrideman ini menggunakan salep topikal yang memiliki efek proteolitik, fibrinolitik

dan kolagenase terhadap jaringan yang akan dihancurkan. Salep topikal yang populer

saat ini adalah kolagenase produk fermentasi Clostridium histolyticum yang

mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen jaringan nekrotik. Papain merupakan

enzim proteolitik yang merupakan penghancur protein tetapi tidak berbahaya pada

jaringan sehat.

c) Debrideman mekanis

32

Page 33: case luka bakar

Luka ditutup dengan kassa yang telah dibasahi larutan salin normal, setelah kering

kassa akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balutan, jaringan mati

akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2-6 kali per hari. Prosedur ini

terasa tidak nyaman bagi pasien saat mengganti balutan, merusak jaringan granulasi

baru, merusak epitel yang masih rapuh, dan berpotensi menimbulkan laserasi disekitar

luka. Metode debrideman ini terbagi atas hidroterapi dan irigasi dengan cairan

fisiologis seperti ringer laktat atau salin normal.

d) Debrideman biologis

Upaya debrideman secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan larva yang

disebut sebagai maggot debridemant therapy (MDT). Prosedur ini dapat membersihkan

jaringan nekrotik tanpa rasa nyeri, membunuh bakteri, dan menstimulasi penyembuhan

luka.

e) Debrideman bedah

Tindakan debrideman ini menggunakan skalpel, gunting, kuret, atau instrumen lain

disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari luka. Tujuannya untuk

mengeksisi luka sampai mencapai jaringan yang normal dan vaskularisasi yang baik.

3.21. NUTRISI

Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang

normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi

yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dan

lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

33

Page 34: case luka bakar

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah dengan

mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek kalorimetri karena alat ini

telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas

permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus

ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.

Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan

formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur. Sedangkan untuk

kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan faktor

aktifitas fisik dan faktor stress.

Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS

Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian khusus karena

kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama dan juga

meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat

menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode

yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi

dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma

sampai dengan 48 jam pascatrauma.

3.22. PERMASALAHAN PASCA LUKA BAKAR

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat

berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan

menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga

diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:

Infeksi dan sepsis

Oliguria dan anuria

Oedem paru

34

Page 35: case luka bakar

ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )

Anemia

Kontraktur

Kematian

3.23. KOMPLIKASI

Kondisi pasca luka bakar yang dapat muncul berupa jaringan parut yang dapat

berkembang menjadi cacat berat, kontraktur kulit yang dapat menganggu fungsi dan

menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek terutaa bila

jaringan parut tersebut berupa keloid. Kondisi pasca luka bakar juga dapat

menyebabkan terjadinya infeksi sitemik (SIRS) dan jika luka bakar merusak jalan nafas

akibat adanya trauma inhalasi maka dapat menyebabkan terjadinya atelektasis,

pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma1. Pada penderita luka bakat lebih

dari 20 % – 25% luas permukaan tubuh sering terjadi ileus paralitik yang dapat

menghalangi pemberian cairan oral pada saat resusitasi dan diperlukan intubasi

nasogaster serta dilakukan penghisapan untuk menghindari ketegangan abdomen,

emesis dan aspirasi sekunder. Komplikasi lainnya:

Gagal ginjal akut

Gagal respirasi akut

Syok sirkulasi

Sindrom kompartemen

Ilius paralitik

Ulkus curling

3.27. PROGNOSIS

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, kedalaman luka bakar,

luas permukaan badan yang terkena luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokasi luka

bakar,trauma penyerta, respon terhadap trauma, adanya komplikasi seperti infeksi, dan

kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa

adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin

menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh

dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi.

35

Page 36: case luka bakar

Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut. Mortalitas

meningkat pada penderita yang rentan terhadap infeksi, penderita dengan penyakit jantung,

DM dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

36

Page 37: case luka bakar

BAB III

ANALISIS MASALAH

Seorang laki-laki usia 38 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan luka bakar api pada

kepala, leher, lengan kanan, lengan kiri, thoraks dan abdomen. Pasien mengalami luka ini

karena tersambar api dari bensin motor yang tumpah pada saat penderita sedang merokok di

garasi. Pasien mengalami perubahan pada suara, bulu hidung dan kedua alis terbakar.

Penanganan pasien luka bakar sama seperti pasien trauma lainnya. Harus dilakukan

tindakan primary survey yaitu pengecekan pada airways, breathing, circulation, disabillity,

and exposure. Airways, pada pasien ini harus dicek apakah ada sumbatan atau gangguan jalan

napas lainnya, apakah pasien mengalami trauma inhalasi. Trauma inhalasi adalah salah satu

kegawatdaruratan yang mengancam nyawa pada kasus luka bakar. Cara mengetahui apakah

pasien mengalami trauma inhalasi adalah melalui anamnesis dengan menanyakan pada

keluarga atau orang yang menemukan pasien pertama kali apakah pasien terkurung dalam

suatu ruangan pada saat terbakar, dapat pula dilihat apakah terdapat jejas pada area wajah,

apakah alis dan bulu hidung tampak terbakar, mukosa mulut dan tenggorokan tampak

hiperemis, terdapat air liur berwarna seperti jelaga. Pada pasien terdapat jejas pada wajah dan

leher, ada riwayat berada dalam ruang tertutup yaitu garasi pada saat terbakar, alis terbakar,

adanya udara panas masuk ke dalam saluran pernapasan yang dapat dilihat pada bulu hidung

yang terbakar dan perubahan suara menjadi serak sehingga dicurigai adanya trauma inhalasi

pada pasien ini.

Breathing, dilihat, apakah pasien tampak sesak atau tidak atau adakah usaha nafas

yang berlebihan. Selain itu, pada kasus luka bakar, dilihat juga apakah terdapat eskar pada

dinding dada pasien. Eskar adalah jaringan yang mengalami kerusakan akibat proses

denaturasi karena trauma termis. Eskar melingkar menghalangi daya ekspansi rongga toraks

yang akan menurunkan compliance paru, jika ada perlu segera dilakukan eskarotomi. Pada

pasien ini ditemukan luka bakar pada dinding dada dan dinding perutnya, ditemukan juga

sedikit peningkatan dari respiratory rate.

Circulation, penghitungan nadi dan pengukuran tekanan darah perlu dilakukan untuk

mengecek apakah pasien ada masalah pada sirkulasi nya. Akral dan cappilary refile time juga

dipertimbangkan dalam hal ini. Sembari itu, perlu dilakukan pemasangan IV line atau infus.

Tujuan dari pemasangan infus adalah untuk mengganti cairan yang hilang pada luka bakar.

Jumlah cairan yang digunakan tergantung dari luas dan kedalaman luka bakar serta kondisi

37

Page 38: case luka bakar

pasien. Syok hipovoloemik adalah juga merupakan kondisi yang harus dicegah pada kasus

ini. Karena banyaknya pasien kehilangan cairan tubuh. Pada luka bakar, menggunakan rumus

baxter untuk menghitung kebutuhan cairan pasien. Apabila pasien mengalami syok

hipovolemik, segera dilakukan resusitasi cairan dengan menggunakan cairan kristaloid

secepatnya. Jumlah cairan yang dibutuhkan :

Dengan berat badan 70 kg dan BSA 47%, maka :

Rumus Baxter = 4cc x BSA x BB

= 4cc x 47% x 70kg

= 13.160 cc/ 24jam

8 jam pertama 6580 cc

16 jam berikutnya 6580 cc

Cairan kristaloid yang digunakan dalam kasus ini adalah RL. Penggunaan kristaloid

pada kasus luka bakar dikarenakan pada kejadian ini bukan hanya cairan intravaskular yang

keluar, tapi cairan interstitial dan intrasel juga menguap sehingga cairan yang diberikan harus

mampu mengisi ruangan tersebut. RL sebagai salah satu kristaloid, mampu mengisi ketiga

ruangan tersebut tanpa menarik cairan di intravaskuler, sementara koloid, cairan ini akan

mengisi cairan interstitial dan intraseluler tetapi jika cairannya masuk ke intraseluler,

interstitial akan menarik cairan di intravaskuler dan akan membuat cairan di intravaskuler

menurun yang justru tidak akan memperbaiki kondisi pasien.

Disabillity, diperiksa, kesadaran pasien dengan menghitung GCS. Pada pasien ini,

GCS 15 karena pasien dalam keadaan sadar penuh, dapat merespon dan bergerak aktif.

Exposure, pasien dibebaskan dari kondisi yang dapat memperburuk keadaannya. Pakaian

yang dikenakan yang terbakar disingkirkan, dan pada saat inilah dapat dinilai luas dan

kedalaman luka bakar yang dialami pasien. Pada pasien didapatkan luka bakar grade IIA-IIB

dengan luas 47% meliputi, kepala 9%, lengan kanan 7%, lengan kiri 7% dan thoraks 14% dan

abdomen 10%. Selain itu lakukan pencegahan hipotermi pada pasien, dengan mengatur suhu

ruangan yang sesuai dengan kondisi pasien dan menyelimuti pasien.

Setelah memastikan pasien dalam keadaan stabil maka dilakukan secondary survey

dan menilai keadaan umum pasien dari ujung rambut hingga ujung kaki dan dapat dilakukan

pengambilan darah untuk menilai darah rutin, kadar elektrolit, fungsi hepar, fungsi ginjal dan

lainnya. Selain itu juga kita harus melakukan pemasangan kateter untuk menilai urine output

(pada dewasa produksi urin normal sebanyak 0,5-1 cc/kgBB/jam) dan juga sebagai media

untuk menilai apakah resusitasi cairan telah berhasil. Selanjutnya adalah kita memberikan

38

Page 39: case luka bakar

beberapa obat seperti antibiotik broad spectrum, obat penghilang nyeri, dan mempersiapkan

pasien untuk dilakukan debridement di ruangan operasi. Pada pasien ini, tubuh kehilangan

kulit sebagai protective barrier sehingga rentan terhadap infeksi, oleh karena itu diberikan

antibiotik spektrum luas sebagai profilaksis pada pasien ini. Untuk mengurangi rasa sakit,

dikarenakan pada luka bakar grade II terjadi iritasi ujung-ujung saraf perifer, analgetik

diberikan pada pasien ini. Pada ruangan OK pertama-tama dilakukan pencucian luka bakar

menggunakan savlon 1:30, NaCl, dan kemudian dibalut dengan tulle dan diolesi Silver Sulfa

Diazine (SSD), rawat tertutup dengan kassa steril yang tebal.

Luka Bakar, terutama grade IIA-IIB merupakan salah satu ‘tetanus prone wound’atau

luka yang menyebabkan tetanus. Penyakit lain yang juga termasuk dalam ‘tetanus prone

wound’ meliputi luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda

asing, terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi piogenik, luka dengan kerusakan jaringan

yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata berkontaminasi dengan

tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat lebih dari 4 jam baru mendapat

topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah, abortus dengan septis, melahirkan

dengan pertolongan persalinan yang tidak adekuat, pemotongan dan perawatan tali pusat

tidak adekuat, gigitan binatang dengan banyak jaringan nekrotik, ulserasi kulit dengan

jaringan nekrotik, segala macam tipe gangrena, operasi bedah pada saluran cema mulai dari

mulut sampai anus, otitis media puralenta.

Penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan pada orang yang telah diserangnya. 

Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar 50 %. Oleh sebab itu pencegahan

penyakit ini sangat penting dan perlu mendapat perhatian yang utama salah satunya adalah

dengan memberikan ATS (Anti Tetanus Serum). Pada kasus ini diiberikan ATS dengan dosis

1x1500 IU IM. Tindakan lanjutan pada pasien ini adalah observasi dari urinenya dan vital

sign, serta penggantian verban, debridement secara berkala dan pengukuran ulang luka bakar

secara berkala.

39

Page 40: case luka bakar

DAFTAR PUSTAKA

Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah : UNPAD,

2000

Moenadjat Yefta. 2009. Luka Bakar; Masalah dan Tatalaksana. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

Noer Sjaifuddin. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya

Robert. H, Demling.Md.Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty, Gerard M,

Way, Lawrence W (Editor). 2006. Hlm: 248

Sjamsuhidajat, De Jong. Luka Bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2007. Hlm: 103-110

Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5. 2008. Hlm:

418-425

Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,1996

Perdakusuma David. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.

Departemen Bedah Plastik Universitas Airlangga. Surabaya

40