BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan lokal maupun sistemik
tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan luka lain. Hal ini dikarenakan mudahnya terjadi
komplikasi pada luka bakar berupa infeksi, gagal ginjal, ARDS, multiple organ failure
terutama pada luka bakar berat. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau
kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2009).
Luka bakar memerlukan penanganan dan perawatan yang kompleks dan lama, pada
luka bakar kita dihadapkan dengan kecacatan yang bisa timbul. Prognosis dan penangangan
luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar dan
penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh
yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif
daripada luka bakar yang lebih kecil dan superfisial. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar,
usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Pada
case report ini akan dibahas kejadian luka bakar api yang terjadi pada laki – laki usia 38
tahun 11 bulan dengan diagnosis luka bakar api grade IIA-IIB 47% dan trauma inhalasi.
1
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : AS
Tanggal Lahir/Umur : 28 April 1977/ 38 Tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. PT ME KM 25, Kelurahan Talang Kemang, Kecamatan
Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS : 31 Maret 2016
No. Rekmed : 0000945689
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis (Istri Pasien) pada tanggal 31 Maret 2016
Keluhan Utama : Luka Bakar Api
Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 14 jam SMRS saat penderita sedang merokok di garasi,
penderita tersambar api dari bensin motor yang tumpah.
Wajah, leher, kedua lengan, thoraks, dan abdomen terkena
api. Pasien dibawa ke IGD RSMH.
Riwayat Keluhan Serupa Sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit terdahulu disangkal
Riwayat alergi disangkal
BB : 70 Kg
TB : 160 cm
2
PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airways : Suara serak (+), bulu hidung dan alis terbakar
Breathing : RR: 26x/menit Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, tidak
terdapat fraktur pada tulang iga.
Circulation : Nadi : 110x/menit isi dan tegangan lemah, TD 110/70 mmHg
Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
Disability : E4M6V5
Exposure : Terdapat Luka Bakar pada :
Wajah (hidung, telinga, mulut, pipi dan kening) : 9%
Ekstremitas Superior : Dekstra : 7%
Sinistra : 7%
Thoraks : Anterior: 7%
Posterior: 7%
Abdomen : Anterior: 5%
Posterior: 5%
Total 47%
Secondary Survey
Kepala : Normosefali, Terdapat luka bakar (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera icterik (-/-), pupil bulat isokor
ø 3cm, alis terbakar (+/+)
Hidung : Deformitas (-), bulu hidung terbakar (+), terdapat luka bakar
Mulut : Terdapat luka bakar di sekitar bibir, mukosa hiperemis (+)
Telinga : Terdapat luka bakar
Leher : Terdapat luka bakar
Thoraks : Inspeksi : Luka bakar (+)
Palpasi : Krepitasi (-)
-COR : Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, irama reguler
Murmur (-), Gallop (-)
3
-Pulmo : Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, rhonki(-), wheezing (-)
Abdomen : Inspeksi : luka bakar (+)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Genitalia : Dalam batas normal, tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior : Dekstra : terdapat luka bakar grade IIA-IIB 7%
Sinistra : terdapat luka bakar grade IIA-IIB 7%
Status Lokalis
Terdapat Luka bakar :
4
Terdapat luka bakar pada :
Kepala dan leher : 9%
Ekstremitas Superior
Dekstra : 7%
Sinistra : 7%
Thoraks
Anterior : 7%
Posterior : 7%
Abdomen
Anterior : 5%
Posterior : 5%
Total : 47% → IIA-IIB
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 19,8 g/dL
RBC : 4.300.000/mm3
WBC : 7.700/mm3
Hematokrit : 58%
Trombosit : 187.000/µL
Diffcount : 0/0/77/13/10
Ureum : 143 mg/dl
Kreatinin : 6,82 mg/dl
Natrium : 125 mEq/L
Kalium : 6,6 mEq/L
BSS : 129
IV. DIAGNOSIS
Luka bakar api grade IIA-IIB 47%
V. TATALAKSANA
Airway : Dilakukan pemasangan endotracheal tube (ETT)
Breathing : O2 10L/menit
5
Circulation : Resusitasi Cairan
Rumus Baxter = 4cc x BSA x BB
= 4cc x 47% x 70kg
= 13.160 cc/ 24jam
8 jam pertama 6580 cc
16 jam berikutnya 6580 cc
Pasang NGT
Pasang kateter urine dan monitor produksi urine ≥ 0,5 cc/kgBB/jam
Tatalaksana lanjutan
o Pro debridemen di ruang OK
o Pemberian antimikrobial lokal salep mata chloramfenikol pada luka bakar di
wajah
o Perawatan tertutup + burnazine di lengan kanan dan kiri
o Pemasangan kateter urine
o Obs. TTV dan Urin Output
o Inj. ceftriaxone 2x1gram (iv)
o Inj. ketorolac 3x30 mg (iv)
o Inj. Ranitidine 2x50 mg (iv)
o Inj. ATS 1500 IU (im)
o R/ rawat inap
VI. PROGNOSIS
Quo Vitam : Dubia ad Bonam
Quo Fungsionam : Dubia ad Bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Luka Bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi misalnya
api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat,2009). Luka bakar
menyebabkan hilangnya integritas kulit dan dapat menimbulkan efek sistemik yang
sangat kompleks. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.
3.2. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
EpidermisEpidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam): Stratum Korneum, Stratum Lusidum,
7
Stratum Granulosum, Stratum Spinosum dan Stratum Basale (Stratum Germinativum). Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
DermisMerupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan papiler dan Lapisan retikuler. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
SubkutisMerupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Vaskularisasi KulitArteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus
terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan
8
pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis.
3.3. FAAL KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
3.4. ETIOLOGI
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Gas
Cairan
Bahan padat (solid)
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)9
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
3.5. FASE LUKA BAKAR
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya
dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase
menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase
ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh
kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan
berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderita pada fase akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan :
Proses inflamasi dan infeksi
Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas
atau pada struktur atau organ fungsional
Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemuluhan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa
sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
10
3.6. DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas,
sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren
membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yait sebagai
berikut:
a. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik
berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan
khusus. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan
sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
Gambar 1. Luka Bakar Derajat I
11
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman
dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa
epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena
kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat
dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung
saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh
karena permeabilitas dindingnya meninggi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian :
Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel
tinggal sedikit. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan
nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi tergantung bagian
dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum
germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan lain sebagainya) yang tersisa.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal
sedikit. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
12
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
esker. Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar
berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri. Tidak dijumpai rasa nyeri
dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan. Oleh karena tidak ada lagi elemen
epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan
cangkok kulit.
Gambar 3. Luka Bakar Derajat III
13
3.7. LUAS LUKA BAKAR
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan
luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian
atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-
tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. Lihat gambar
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu,
digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lundand Browder untuk
anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas telapak tangan
dianggap seluas 1%.
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan luasnya
luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit
dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat
menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan
14
poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang
berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang
dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka
bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi
tubuh.Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atau rule of Wallace:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi
Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun.
15
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
3.8. KRITERIA BERAT RINGAN LUKA BAKAR
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih16
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
3.9. PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN
Jackson membedakan tiga area pada luka sebagaimana diuraikan berikut:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis. Daerah yang mengalami kontak langsung.
Kerusakan jaringan berupa koagulasi protein akibat pengaruh trauma termis.
Bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis beberapa saat setelah
kontak.
2. Zona statis, daerah di luar/sekitar dan berhubungan langsung dnegan zona
koagulasi. Kerusakan yang terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah,
trombosit dan leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, trombosis dan
respon inflamasi lokal. Mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi, berlangsung
12-24 jam pasca trauma, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemia. Daerah di luar zona status, terjadi reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan rekasi sel. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,
zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah ke zona dua
bahkan satu.(Moenadjat,2009)
3.10. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya meningkat. Sel darah yang ada
didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi
setelah 8 jam.
17
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas,
takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin
dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan
ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi
koma. Bila dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk
diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis.
Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab
infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi
kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi,
dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gream
negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan perubahan jaringan
di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula
sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3.
Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
18
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti Staphylococcus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin
Skuman yang menyumbat di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri,
gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila
ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang di khawatirkan
pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau
melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi,
dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai
wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi,
prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.
3.11. MENENTUKAN KEPARAHAN LUKA BAKAR
19
Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir lebih
parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar yang disebabkan oleh
bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia mungkin masih terdapat pada kulit.
Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih berbahaya
sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar pada telapak tangan dan
kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab bisa membatasi pergerakan jari dan
jari kaki.
Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan sebab bisa
menyebabkan infeksi/peradangan jaringan yang terbakar dan memudahkan invasi
kuman ke sistem sirkulasi.
Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari jumlah
permukaan kulit yang terbakar.
Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada umumnya
mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan berbeda proses
penyembuhannya.
Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan penyakit
saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit ginjal berada dalam
bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang sehat.
3.12. TRAUMA INHALASI
Trauma inhalasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
(kerusakan) mukosa saluran nafas akibat adanya paparan terhadap iritan yang
menimbulkan manifestasi klinik berupa distres pernafasan. Reaksi yang timbul akibat
paparan terhadap iritan tersebut merupakan suatu bentuk inflamasi akut dengan edema
dan hipersekresi mukosa nafas. Korban kebakaran yang terhirup banyak asap dari hasil
pembakaran bahan-bahan kimia yang berbahaya seperti sulfur dioksida, nitrogen
dioksida, asam hidroklorida, hidrosianida, karbon monoksida dan karbon dioksida, akan
menyebabkan kerusakan paru yang parah.
Mekanisme kerusakan saluran nafas dapat terjadi karena:
1. Terhirup panas secara langsung
Terhirup secara langsung bahan produk yang terbakar dan bahan khusus yang
dapat menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada percabangan trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
20
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi akibat
proses pembakaran akan terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hidrogen sianida,
nitrogen dioksida, nitrogen klorida, akreolin yang dapat menyebabkan iritasi dan
bronkokonstriksi saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih hebat
akibat trakeabronkitis dan edema.
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
CO memiliki afinitas yang tinggi dalam berikatan dengan hemoglobin (Hb),
sehingga hemoglobin tidak mampu berikatan dengan oksigen. Hal ini lama-
kelamaan akan menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan. Pada kondisi keracunan
CO yang berat dapat menyebabkan penderita mengalami koma bahkan sampai
pada kematian.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat tiga
atau lebih dari keadaan berikut:
1. Riwayat terjebak dalam rumah / ruang terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokkan
4. Penurunan kesadaran
5. Tanda-tanda distress pernafasan, rasa tercekik, tersedak, malas bernafas, dan
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokkan (iritasi
mukosa)
6. Gejala distress pernafasan dan takipnea
7. Sesak
8. perubahan suara atau tidak ada suara.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kondisi-kondisi kecurigaan
adanya trauma inhalasi pasca luka bakar adalah
1. Pemeriksaan gas darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi adanya karboksihemoglobin di
dalam darah karena karbon monoksida memiliki afinitas 200 kali lebih besar pada
hemoglobin dibandingkan dengan oksigen.
2. Foto thoraks
21
Pada fase awal atau dalam 24 jam pertama pasca luka, gambaran foto thoraks
masih terlihat normal. Namun, setelah 24 – 36 jam kemudian akan terlihat adanya
patchy atelektasis sampai berupa kelainan interstisial dan alveolar diffus.
3. Bronkoskopi Fiberoptik Fleksibel
Pemeriksaan ini dilakukan dalam kondisi pasien yang stabil secara hemodinamik
dan saluran nafas atas paten. Pada pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya
edema mukosa dan eritema, erosi dan penimbunan bahan karbon di dalam saluran
pernafasan.
3.13. GANGGUAN MEKANISME BERNAFAS
Adanya eskar tersebar dipermukaan rongga toraks menyebabkan gangguan ekspansi
rongga toraks pada proses respirasi (terutama inspirasi); hal ini menyebabkan berkurangnya
gaya pengembangan paru dan dengan sendirinya terjadi penurunan compliance paru.
Gangguan ini tidak hanya disebabkan oleh eskar, tapi diperberat dengan edema subeskar
(interstinum). Dengan keterbatasan proses ekspansi dinding dada ini, volume inspirasi
berkurang sehingga secara langsung menyebabkan gangguan proses oxygen exchange
(penurunan PaO2).
Proses yang sama terjadi bila terdapat trauma pada rangka rongga toraks, misalnya
fraktur tulang iga yang disebabkan oleh trauma multipel. Hal ini sering terjadi pada kasus
luka bakar sebagai suatu koinsidensi, misalnya terjatuh setelah terbakar. Keduanya
menyebabkan distres nafas yang diikuti peningkatan angka mortalitas fase akut.
(Moenadjat,2009)
3.14. GANGGUAN SIRKULASI
Pada luka bakar terdapat banyaknya cairan intravasukular keluar (ke jaringan
interstisium menimbulkan edema) maka terjadi kondisi hipovolemia. Gangguan sirkulasi
yang terjadi selanjutnya merupakan gangguan homeostatis yang terdiri dari rangkaian
kejadian kompleks bukan saja diakibatkan kondisi hipovolemia tapi juga akibat hipoperfusi
dan oksigenasi sel (syok).
Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan perdarahan,
pada perdarahan, sel darah merah dan sel lainnya ikut bersama dengan cairan meninggalkan
ruang intravaskular namun pada luka bakar hanya cairan saja yang meninggalkan ruang
22
intravaskular. Karena komponen sel tetap berada di ruang intravaskular, terjadi
hemokonsentrasi.
Terganggunya perfusi ke sel menyebabkan suasana aerob di lingkungan sel berubah
menjadi anaerob. Perfusi dan utilisasi oksigen terganggu, menyebabkan gangguan
metabolisme. Selain itu, dengan adanya gangguan homeostatis cairan yang bersifat sistemik
ini, timbul respon tubuh utnuk mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme
kompensasi yang sangat kompleks. Sirkulasi sentral diutamakan karena organnya khususnya
otak sangat sensitif dan memiliki toleransi yang sangat rendah pada kondisi hipoksia, jantung
dan paru yang menjadi motor pengadaan dan distribusi oksigen.
Peningkatan aktivitas jantung dan sistem pernafasan untuk memenuhi kebutuhan
perfusi organ vital di sentral dan perifer. Sementra perfusi ke sirkulasi perifer menurun.
Manifestasi yang dapat dijumpai:
- Di tingkat sentral digambarkan oleh adanya gangguan sirkulasi otak berupa
disorientasi, gelisah, penurunan kesadaran dan penurunan suhu core
- Di tingkat sirkulasi perifer terjadi penurunan suhu permukaan (kulit teraba dingin),
penurunan produksi urin, gangguan sistem pencernaan dan fungsi hati.
- Peningkatan aktivitas pernafasan (cepat dan dangkal) dan aktivitas jantung (takikardi)
(Moenadjat,2009)
3.15. PENATALAKSANAAN
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,
covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
1. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
2. Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir
selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada
anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin)
sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka bakar
karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak
23
selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan
terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
3. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan
risiko infeksi berkurang.
4. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian
antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan
kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi
sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
5. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
6. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa :
Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
1. Evaluasi Pertama (Triage)
- Airways, Sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi
airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi
endotrakeal, pemasangan infus untuk mempertahankan volum sirkulasi
- Pemeriksaan fisik keseluruhan
Pada pemeriksaan, diwajibkan memakain sarung tangan yang steril, bebaskan
penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami
trauma lain misalnya bersamaan dengan trauma kapitis, trauma toraks atau
mengalami trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami
patah tulang punggung/spine.
- Anamnesis
24
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak
dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannnya, serta ditanyakan
penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
- Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau
ringan.
1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan rule of nine untuk menentukan
luas luka bakar
2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman). (Noer,2006)
2. Penanganan di Ruang Emergency
- Diwajibkan memakai sarung tangan steril bila melakukan pemeriksaan
penderita
- Bebaskan pakaian yang terbakar
- Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya
trauma lain yang menyertai
- Bebaskan jalan nafas. Pada luka bakar dengan distres jalan napas dapat dipasang
endotracheal tube. Tracheostomy hanya bila ada indikasi.
- Pemasangan intravenous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan
pemasangan scalp vein. Diberikan cairan ringer laktat dengan jumlah 30-50
cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak-anak di atas 2 tahun dan
1cc/kg/jam untuk anak di bawah 2 tahun.
- Dilakukan pemasangan foley kateter untuk memonitor jumlah urin produksi.
Dicatat jumlah urin/jam.
- Dilakukan pemasangan nasogastrik tube untuk gastrik dekompresi dengan
intermiten pengisapan
- Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan
diberikan intramuskuler
- Timbang berat badan
- Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster
bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
25
- Pencucian luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusam umum. Luka
dicuci, debridement dan didesinfeksi dengan savlon 1:30. Setelah bersih tutup
dengan tulle kemudian oleskan dengan topikal silver sulfa diazine (SSD) sampai
tebal. Rawat tertutup dengan kassa steril yang tebal. Pada hari ke-5 kasa dibuka
dan penderita dimandikan dengan air dicampur savlon 1:30.
- Eskarotomi dan fasiotomi/insisi relaksasi dilakukan pada penderita luka bakar
derajat II dalam dan derajat II pada tangan,leher dan penis. Tindakan ini
dilakukan sebelum terjadi ketegangan pada daerah luka bakarnya. (Noer,2006)
3.16. PENANGANAN PERNAPASAN
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka
kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam
pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas,
asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa
hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu
yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti
bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada
percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen
sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek
akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas.
Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem.
Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan.
Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin
dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan
memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya
trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
b. Sputum tercampur arang.
c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
26
d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau adanya
wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi
mukosa.
f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus dilakukan
trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi
stabil.
3.17. PENANGANAN SIRKULASI
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan
diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial.
Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat
dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper menyeluruh, terjadi penimbunan cairan
massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses
transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul
harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah
parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi
cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok
dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan
diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil
kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dnegan menggunakan
metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan
penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat
kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
27
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik
terhadap angka mortalitas.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut: Evans formula, Brooke formula, Parkland Formula, Modifikasi Brooke, Monafo
Formula.
1. MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT
Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada
perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk memonitoring juga dilakukan untuk
mengikuti perkembangan keadaan penderita. Monitoring penderita kita bagi dalam 3 situasi
yaitu triage, selama resusitasi (0-72 jam) dan post resusitasi
1. Triage – IGD
a. A-B-C: pada waktu datang di rumah sakit, harus
dinilai dan dilakukan segera diatasi adalah problem airway, breathing, sirkulasi
yang segera diatasi life saving. Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma
lain, misalnya sama dengan trauma kapitis, pendarahan atau trauma toraks atau
mengalami pneumotoraks.
b. Vital Sign : Monitoring dan pencatatan tekanan
darah, respirasi, nadi, rektal temperatur. Monitoring jantung terutama pada
penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia atau pun sampai terjadi
cardiac arrest.
c. Urine Output : Jika urine tidak dapat diukur maka
dapat dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat
tiap jam. Observasi urin diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar
derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine
menunjukkan adanya kerusakan hebat.
2. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI
- Mengukur urine produksi. Urin produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi
cukup adekuat/tidak
28
- Berat jenis urin. Pascatrauma luka bakar berat jenis dapat normal atau meningkat.
Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita. Jika berat jenis meningkat
berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine
- Vital sign
- pH darah
- Perfusi perifer
- Laboratorium (Serum Elektrolit, plasma albumin, hematokrit, hemoglobin, urine
sodium, elektrolit, liver function test, renal function test, total protein/albumin,
pemeriksaan lain sesuai indikasi)
- Penilaian keadaan paru : untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain
stridor, bronkospasm, adanya secret, wheezing, atau dispnu merupakan adanya
impending obstruksi)
- Penilaian gastrointestinal : dilakukan 2-4 jam sekali dengan melakukan auskultasi
untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan
pH kurang dari 5 merupakan adanya Culing’s Ulcer
- Penilaian luka bakar : bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah,
ada cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih
perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
3. MONITORING POST RESUSITASI (72 JAM
PASCATRAUMA)
Hal-hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistemik dan teliti meliputi
observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu : cairan elektrolit, keadaan luka
bakarnya, kondisi potensial infeksi dan status nutrisi/gizi.
3.18. RESUSTASI CAIRAN
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
29
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I 8 jam X ½
16 jam X ½
Hari II ½ hari I
Hari ke III hari ke II
3.19. PENGGANTIAN DARAH
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah merah
sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu
kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka,
terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang
tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar,
tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah
dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari
tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan 7
3.20. PERAWATAN LUKA BAKAR
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan
perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari
semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.
30
Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki
beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel
dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar
tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka
diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya
rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan
luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di
balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan
luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup
dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau
Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).
Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit
(early exicision and grafting ).
Perawatan Luka Bakar Terbuka
Perawatan pada luka yang dibiarkan terbuka dengan harapan dapat sembuh dengan
sendirinya. Permukaan luka yang selalu terbuka menyebabkan permukaan luka menjadi
cepat kering sehingga kuman akan sulit berkembang dan pengawasan luka juga akan lebih
mudah.
Perawatan lukar bakar terbuka ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompres
nitrat-argenti 0,5% yang efektif sebagai bakteriostatik. Nitrat-argenti akan mengendap
sebagai garam sulfida atau klorida yang memberikan warna hitam. Perawatan luka bakar
juga dapat menggunakan krim silver sulfadiazine 1% bersifat bakteriostatik dan memiliki
daya tembus yang cukup efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan
aman. Penggunaan krim silver sulfadiazine ini cukup dioleskan tanpa pembalutan sehingga
lebih mudah dibersihkan.
Perawatan Luka Bakar Tertutup
31
Perawatan luka bakar tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang bertujuan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi dan ditutup sedemikian rupa sehingga
masih terdapat ruang untuk berlangsung terjadinya penguapan1. Keuntungan perawatan luka
bakar secara tertutup adalah dapat membantu immobilisasi luka secara sempurna. Pada
perawatan luka bakar tertutup, pembalutan yang digunakan harus memiliki daya penyerapan
dan diganti setiap 8 – 24 jam , bila pembalut basah dan berbau, dan bila timbul nyeri dan
penyebab yang tidak jelas.
Debrideman
Pemotongan eskar atau eskaratomi pada luka bakar yang besar dapat dilakukan
dengan debrideman. Debrideman adalah usaha untuk menghilangkan jaringan mati dan
jaringan yang sangat terkontaminasi dengan mempertahankan secara maksimal struktur
anatomi yang penting. Jaringan mati tidak hanya menghalangi penyembuhan luka tetapi juga
menyebabkan infeksi daerah luka, infeksi sistemik, sepsis, amputasi, dan bahkan kematian.
Debrideman ini bertujuan untuk memulihkan sirkulasi dan pasokan oksigen yang adekuat ke
daerah luka. Debrideman ini dapat dilakukan pada luka akut dan luka kronik. Debrideman
terdiri dari beberapa jenis, seperti:
a) Debrideman autolitik
Usaha tubuh untuk melakukan penghancuran jaringan nonvital dengan enzim yang
dapat mencairkan jaringan nonvital yang akan bekerja maksimal dalam suasana
lembap. Mempertahankan suasana luka agar tetap lembab dapat dicapai dengan
menggunakan penutup luka yang dapat dicapai dengan menggunakan penutup luka
yang dapat menjamin kelembapan luka. Produk yang dapat mempertahankan suasana
lembab antara lain hidrokoloid, film transparan, dan hidrogel.
b) Debrideman enzimatik
Debrideman ini menggunakan salep topikal yang memiliki efek proteolitik, fibrinolitik
dan kolagenase terhadap jaringan yang akan dihancurkan. Salep topikal yang populer
saat ini adalah kolagenase produk fermentasi Clostridium histolyticum yang
mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen jaringan nekrotik. Papain merupakan
enzim proteolitik yang merupakan penghancur protein tetapi tidak berbahaya pada
jaringan sehat.
c) Debrideman mekanis
32
Luka ditutup dengan kassa yang telah dibasahi larutan salin normal, setelah kering
kassa akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balutan, jaringan mati
akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2-6 kali per hari. Prosedur ini
terasa tidak nyaman bagi pasien saat mengganti balutan, merusak jaringan granulasi
baru, merusak epitel yang masih rapuh, dan berpotensi menimbulkan laserasi disekitar
luka. Metode debrideman ini terbagi atas hidroterapi dan irigasi dengan cairan
fisiologis seperti ringer laktat atau salin normal.
d) Debrideman biologis
Upaya debrideman secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan larva yang
disebut sebagai maggot debridemant therapy (MDT). Prosedur ini dapat membersihkan
jaringan nekrotik tanpa rasa nyeri, membunuh bakteri, dan menstimulasi penyembuhan
luka.
e) Debrideman bedah
Tindakan debrideman ini menggunakan skalpel, gunting, kuret, atau instrumen lain
disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari luka. Tujuannya untuk
mengeksisi luka sampai mencapai jaringan yang normal dan vaskularisasi yang baik.
3.21. NUTRISI
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang
normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi
yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dan
lain-lain.
Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
33
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah dengan
mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek kalorimetri karena alat ini
telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas
permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus
ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan
formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur. Sedangkan untuk
kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan faktor
aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian khusus karena
kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama dan juga
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat
menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi
dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma
sampai dengan 48 jam pascatrauma.
3.22. PERMASALAHAN PASCA LUKA BAKAR
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga
diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
34
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian
3.23. KOMPLIKASI
Kondisi pasca luka bakar yang dapat muncul berupa jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat, kontraktur kulit yang dapat menganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek terutaa bila
jaringan parut tersebut berupa keloid. Kondisi pasca luka bakar juga dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sitemik (SIRS) dan jika luka bakar merusak jalan nafas
akibat adanya trauma inhalasi maka dapat menyebabkan terjadinya atelektasis,
pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma1. Pada penderita luka bakat lebih
dari 20 % – 25% luas permukaan tubuh sering terjadi ileus paralitik yang dapat
menghalangi pemberian cairan oral pada saat resusitasi dan diperlukan intubasi
nasogaster serta dilakukan penghisapan untuk menghindari ketegangan abdomen,
emesis dan aspirasi sekunder. Komplikasi lainnya:
Gagal ginjal akut
Gagal respirasi akut
Syok sirkulasi
Sindrom kompartemen
Ilius paralitik
Ulkus curling
3.27. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, kedalaman luka bakar,
luas permukaan badan yang terkena luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokasi luka
bakar,trauma penyerta, respon terhadap trauma, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa
adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin
menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh
dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi.
35
Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut. Mortalitas
meningkat pada penderita yang rentan terhadap infeksi, penderita dengan penyakit jantung,
DM dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
36
BAB III
ANALISIS MASALAH
Seorang laki-laki usia 38 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan luka bakar api pada
kepala, leher, lengan kanan, lengan kiri, thoraks dan abdomen. Pasien mengalami luka ini
karena tersambar api dari bensin motor yang tumpah pada saat penderita sedang merokok di
garasi. Pasien mengalami perubahan pada suara, bulu hidung dan kedua alis terbakar.
Penanganan pasien luka bakar sama seperti pasien trauma lainnya. Harus dilakukan
tindakan primary survey yaitu pengecekan pada airways, breathing, circulation, disabillity,
and exposure. Airways, pada pasien ini harus dicek apakah ada sumbatan atau gangguan jalan
napas lainnya, apakah pasien mengalami trauma inhalasi. Trauma inhalasi adalah salah satu
kegawatdaruratan yang mengancam nyawa pada kasus luka bakar. Cara mengetahui apakah
pasien mengalami trauma inhalasi adalah melalui anamnesis dengan menanyakan pada
keluarga atau orang yang menemukan pasien pertama kali apakah pasien terkurung dalam
suatu ruangan pada saat terbakar, dapat pula dilihat apakah terdapat jejas pada area wajah,
apakah alis dan bulu hidung tampak terbakar, mukosa mulut dan tenggorokan tampak
hiperemis, terdapat air liur berwarna seperti jelaga. Pada pasien terdapat jejas pada wajah dan
leher, ada riwayat berada dalam ruang tertutup yaitu garasi pada saat terbakar, alis terbakar,
adanya udara panas masuk ke dalam saluran pernapasan yang dapat dilihat pada bulu hidung
yang terbakar dan perubahan suara menjadi serak sehingga dicurigai adanya trauma inhalasi
pada pasien ini.
Breathing, dilihat, apakah pasien tampak sesak atau tidak atau adakah usaha nafas
yang berlebihan. Selain itu, pada kasus luka bakar, dilihat juga apakah terdapat eskar pada
dinding dada pasien. Eskar adalah jaringan yang mengalami kerusakan akibat proses
denaturasi karena trauma termis. Eskar melingkar menghalangi daya ekspansi rongga toraks
yang akan menurunkan compliance paru, jika ada perlu segera dilakukan eskarotomi. Pada
pasien ini ditemukan luka bakar pada dinding dada dan dinding perutnya, ditemukan juga
sedikit peningkatan dari respiratory rate.
Circulation, penghitungan nadi dan pengukuran tekanan darah perlu dilakukan untuk
mengecek apakah pasien ada masalah pada sirkulasi nya. Akral dan cappilary refile time juga
dipertimbangkan dalam hal ini. Sembari itu, perlu dilakukan pemasangan IV line atau infus.
Tujuan dari pemasangan infus adalah untuk mengganti cairan yang hilang pada luka bakar.
Jumlah cairan yang digunakan tergantung dari luas dan kedalaman luka bakar serta kondisi
37
pasien. Syok hipovoloemik adalah juga merupakan kondisi yang harus dicegah pada kasus
ini. Karena banyaknya pasien kehilangan cairan tubuh. Pada luka bakar, menggunakan rumus
baxter untuk menghitung kebutuhan cairan pasien. Apabila pasien mengalami syok
hipovolemik, segera dilakukan resusitasi cairan dengan menggunakan cairan kristaloid
secepatnya. Jumlah cairan yang dibutuhkan :
Dengan berat badan 70 kg dan BSA 47%, maka :
Rumus Baxter = 4cc x BSA x BB
= 4cc x 47% x 70kg
= 13.160 cc/ 24jam
8 jam pertama 6580 cc
16 jam berikutnya 6580 cc
Cairan kristaloid yang digunakan dalam kasus ini adalah RL. Penggunaan kristaloid
pada kasus luka bakar dikarenakan pada kejadian ini bukan hanya cairan intravaskular yang
keluar, tapi cairan interstitial dan intrasel juga menguap sehingga cairan yang diberikan harus
mampu mengisi ruangan tersebut. RL sebagai salah satu kristaloid, mampu mengisi ketiga
ruangan tersebut tanpa menarik cairan di intravaskuler, sementara koloid, cairan ini akan
mengisi cairan interstitial dan intraseluler tetapi jika cairannya masuk ke intraseluler,
interstitial akan menarik cairan di intravaskuler dan akan membuat cairan di intravaskuler
menurun yang justru tidak akan memperbaiki kondisi pasien.
Disabillity, diperiksa, kesadaran pasien dengan menghitung GCS. Pada pasien ini,
GCS 15 karena pasien dalam keadaan sadar penuh, dapat merespon dan bergerak aktif.
Exposure, pasien dibebaskan dari kondisi yang dapat memperburuk keadaannya. Pakaian
yang dikenakan yang terbakar disingkirkan, dan pada saat inilah dapat dinilai luas dan
kedalaman luka bakar yang dialami pasien. Pada pasien didapatkan luka bakar grade IIA-IIB
dengan luas 47% meliputi, kepala 9%, lengan kanan 7%, lengan kiri 7% dan thoraks 14% dan
abdomen 10%. Selain itu lakukan pencegahan hipotermi pada pasien, dengan mengatur suhu
ruangan yang sesuai dengan kondisi pasien dan menyelimuti pasien.
Setelah memastikan pasien dalam keadaan stabil maka dilakukan secondary survey
dan menilai keadaan umum pasien dari ujung rambut hingga ujung kaki dan dapat dilakukan
pengambilan darah untuk menilai darah rutin, kadar elektrolit, fungsi hepar, fungsi ginjal dan
lainnya. Selain itu juga kita harus melakukan pemasangan kateter untuk menilai urine output
(pada dewasa produksi urin normal sebanyak 0,5-1 cc/kgBB/jam) dan juga sebagai media
untuk menilai apakah resusitasi cairan telah berhasil. Selanjutnya adalah kita memberikan
38
beberapa obat seperti antibiotik broad spectrum, obat penghilang nyeri, dan mempersiapkan
pasien untuk dilakukan debridement di ruangan operasi. Pada pasien ini, tubuh kehilangan
kulit sebagai protective barrier sehingga rentan terhadap infeksi, oleh karena itu diberikan
antibiotik spektrum luas sebagai profilaksis pada pasien ini. Untuk mengurangi rasa sakit,
dikarenakan pada luka bakar grade II terjadi iritasi ujung-ujung saraf perifer, analgetik
diberikan pada pasien ini. Pada ruangan OK pertama-tama dilakukan pencucian luka bakar
menggunakan savlon 1:30, NaCl, dan kemudian dibalut dengan tulle dan diolesi Silver Sulfa
Diazine (SSD), rawat tertutup dengan kassa steril yang tebal.
Luka Bakar, terutama grade IIA-IIB merupakan salah satu ‘tetanus prone wound’atau
luka yang menyebabkan tetanus. Penyakit lain yang juga termasuk dalam ‘tetanus prone
wound’ meliputi luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda
asing, terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi piogenik, luka dengan kerusakan jaringan
yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata berkontaminasi dengan
tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat lebih dari 4 jam baru mendapat
topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah, abortus dengan septis, melahirkan
dengan pertolongan persalinan yang tidak adekuat, pemotongan dan perawatan tali pusat
tidak adekuat, gigitan binatang dengan banyak jaringan nekrotik, ulserasi kulit dengan
jaringan nekrotik, segala macam tipe gangrena, operasi bedah pada saluran cema mulai dari
mulut sampai anus, otitis media puralenta.
Penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan pada orang yang telah diserangnya.
Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar 50 %. Oleh sebab itu pencegahan
penyakit ini sangat penting dan perlu mendapat perhatian yang utama salah satunya adalah
dengan memberikan ATS (Anti Tetanus Serum). Pada kasus ini diiberikan ATS dengan dosis
1x1500 IU IM. Tindakan lanjutan pada pasien ini adalah observasi dari urinenya dan vital
sign, serta penggantian verban, debridement secara berkala dan pengukuran ulang luka bakar
secara berkala.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah : UNPAD,
2000
Moenadjat Yefta. 2009. Luka Bakar; Masalah dan Tatalaksana. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Noer Sjaifuddin. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya
Robert. H, Demling.Md.Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty, Gerard M,
Way, Lawrence W (Editor). 2006. Hlm: 248
Sjamsuhidajat, De Jong. Luka Bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2007. Hlm: 103-110
Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5. 2008. Hlm:
418-425
Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,1996
Perdakusuma David. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
Departemen Bedah Plastik Universitas Airlangga. Surabaya
40
Top Related