case kel 2

download case kel 2

of 21

Transcript of case kel 2

BAB I PENDAHULUAN

Pre-eklampsia ialah adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (Cunningham et al., 2005; Lim, 2011). Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat (Wibowo dan Rachimhadhi, 2006). Pre-eklampsia ringan didefinisikan sebagai hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) pada 2 kali pengukuran dengan jarak pengukuran paling sedikit 6 jam tanpa adanya kerusakan target organ .Sedangkan pre-eklampsia berat

didefinisikan bila terdapat 1 gejala atau tanda pada pre-eklampsia: Tekanan darah sistolik 160 atau tekanan darah diastolik 110 pada dua kali pengukuran dengan jarak pengukuran paling sedikit 6 jam Proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam atau 3+ pada 2 kali pemeriksaan kualitatif sampel urin secara acak Edema paru atau sianosis Oliguria ( 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal. =2 =2 =2 =2

BAB III PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Carsinoma mamae merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita, disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker).

B. ETIOLOGI Sebab keganasan pada mamae masih belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan familiar; 1. 2. 3. Wanita memiliki resiko lebih tinggi daripada pria Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan 4. Riwayat menstrual: a. b. 5. Early menarche (sebelum 12 tahun) Late menopouse (setelah 50 tahun)

Riwayat kesehatan: Pernah mengalami / sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.

6. 7. 8. 9.

Menikah tapi tidak melahirkan anak Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun. Tidak menyusui Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen

10. 11. 12.

Mengalami trauma berulang kali pada payudara Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen Obesitas

13. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok. 14. Stres hebat.

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT Proses terjadinya kanker karena terjadi perubahan struktur sel, dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan

menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.

C. TANDA DAN GEJALA 1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi 2. Nyeri di daerah massa 3. Perubahan bentuk dan besar payudara. Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola mammae 4. Edema dengan peant d orange (keriput seperti kulit jeruk)

5. Pengelupasan papilla mammae 6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting, 7. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui. 8. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium meliputi: Morfologi sel darah, LED, Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma, pemeriksaan sitologis 2. Test diagnostik lain: a.Non invasive; -Mamografi -Ro thorak -USG -MRI -PET b.Invasif -Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan - Aspirasi biopsy (FNAB) -Dengn aspirasi jarum halus, sifat massa dibedakan antar kistik atau padat -True cut / Care biopsy -Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa -Incisi biopsy -Eksisi biopsy Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section

F. KOMPLIKASI

Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe (limfogen) ke paru, pleura, tulang dan hati.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan kuratif dengan pembedahan yang

dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker. Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H. CARA PENCEGAHAN 1. 2. Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan. Berikan ASI pada Bayi. Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut. Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen. 3. 4. Jika menemukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.

Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10% dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.

5.

Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan estrogen. 6. Perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.

7.

Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.

8.

Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit.

9.

Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia > 50 tahun.

10. Rileks

/

hindari

stress

berat.

Menurunkan

tingkat

stress

akan

menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.

Anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesia cukup, dan relaksasi otot lurik yang cukup.Pada pasien ini diberikan maintenance oksigen + N2O + sevoflurane.Oksigen (O2) diberikan untuk mencukupi oksigenasi jaringan.N2O sebagai analgetik dan sevoflurane untuk efek hipnotik.N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan

sebagainya.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti. Hentikan pemberian 10 menit sebelum operasi selesai namun naikkan volume O2. ONDANSETRON Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron juga mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak 70-76 %, dan waktu paruh 3 jam. Ondansetron di eliminasi dengan cepat dari tubuh.Metabolism obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat dalam hati.

Indikasi Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan oprasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Dosis 0,1 0,2 mg/kg IV. Efek samping Ondansetron biasanya ditoleransi secara baik.Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alcohol, morfin atau anti emetic lainnya. Kontraindikasi Keadaaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondasetron.Obat ini dapat digunakan pada anak-anak.Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi dalam ASI.Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.Karena obat ini sangat mahal, maka

penggunaannya harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat obat dengan indikasi sejenis tersedia cukup banyak. MIDAZOLAM Merupakan golongan benzodiazepine.Dimana lebih dianjurkan daripada opioid dan barbiturate.Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi napas akibat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepine juga menyebabkan amnesia retrograde dan dapat mengurangi rasa cemas. Namun benzodiazepine sedikit mengurangi tonus sfingter esophagus sehingga ada kemungkinan masuk ke esophagus asam lambung.Umumnya benzodiazepine diberikan secara oral karena absorbsinya baik.

Benzodiazepine yang tidak larut dalam air misalnya diazepam dan lorazepam tidak diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena. Tetapi dapat diberikan secara IM dalam pelarut propilenglikol.Sedangkan midazolam yang larut dalam air dapat diberikan secara

IV. Lorazepam lebih lambat mula kerjanya, dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4mg) diberikan paling sedikit 2 jam prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih sedikit efek sampingnya. Efek amnesia anterograd benzodiazepine bermanfaat untuk pasien tertentu, tetapi efek itu diperoleh pada dosis besar yang dapat memperpanjang masa pemulihan.Untuk mempercepat pemulihan, kalau perlu, dapat digunakan flumazenil (antagonis benzodiazepine) tetapi tidak dapat memperbaiki depresi napas yang telah terjadi. DEKSKETOPROFEN Merupakan analgetik non narkotika.Indikasi dari obat ini yaitu pada nyeri musculoskeletal akut, dismenore, sakit gigi, nyeri pasca operasi. Kontra indikasi dari obat ini yaitu riwayat serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut atau polip nasal, urtikaria atau edeme angioneurotik, tukak lambung atau dyspepsia kronik, perdarahan lambung, penyakit Crohn atau colitis ulseratif, gagal jantung berat, disfungsi ginjal sedang sampai berat, disfungsi hati berat, diathesis hemoragik, gangguan pembekuan darah, terapi antikoagulan, hamil, laktasi. Perhatian pada riwayat alergi obat, esofagitis, gastritis dan ulkus peptic. Kelainan darah, SLE atau penyakit jaringan ikat tipe campuran, fungsi hati atau ginjal abnormal, mendapat terapi diuretic, dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin, anak, dan lanjut usia. Dosis standar : a. Tablet 12,5 mg tiap 4-5 jam atau 25 mg tiap 8 jam. Untuk nyeri paska operasi 25mg tiap 8 jam maksimal 75 mg. b. Ampul 50mg/mL tiap 8-12 jam. Dosis IV/IM maksimal 150mg.

PETHIDIN Merupakan narkotik sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek terhadap susunan saraf pusat yaitu menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria,

depresi pernapasan serta efek sentral lain seperti morfin. Efek analgesi pethidin timbul agal lebih cepat daripada efek analgesic morfin, yaitu kira-kira 10 menit, setelah suntikan subkutan atau intramuscular, tetapi masa kerjanya lebih pendek, yaitu 2-4 jam. Obat ini mengalami metabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin.Digunakan untuk meringankan rasa nyeri sedang sampai berat yang tidak responsive terhadap analgetik non-narkotika. Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca bedah.Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan.Pada prakteknya banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dankompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+,K+,Cl- ,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis). Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan.Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1

mmol/kgBB/hari.Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk

digantikan.Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya.Cairan tersbut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Pada kasus ini, terapi cairan yang digunakan ada dua macam yaitu larutan koloid dan kristaloid.Pada pre-operatif dan awal operatif, digunakan cairan gelatin (koloid) yaitu succinylated gelatins. Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Sedangkan gelatin sendiri adalah larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Penggunaan koloid pada kasus ini diindikasikan pada anestesi spinal untuk resusitasi cairan akibat kehilangan darah yang cukup banyak serta mengatasi hipoalbuminemia pada pasien ini (protein urine didapatkan +++ ). Sedangkan cairan kristaloid yang digunakan adalah Ringer Laktat. Cairan kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan

ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.

BAB IV KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa impending eklampsia IUGR. Berdasarkan jenis operasi pada pasien ini yaitu seksio sesarea maka dipilih tehnik terbaik untuk tindakan anestesi adalah anestesi regional-spinal dengan bupivacain. Selama operasi pasien mendapatkan oksitosin, metilergometrin, ondansetron, midazolam, dexketoprofen, dan pethidin.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., et al. 2005. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

EP Nurul Falah.2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia.Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.

Gunawan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : FKUI

Hadi H., 2000. Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan.FK USU.

Hartanto, W.W. 2007.Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif.Bandung: FK Unpad.

Lim,. Preeclampsia (document on the internet). Update 2011 November 10. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview.

Lubis A.B., 2010. Agen Anestesi Lokal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Yarsi.

Muhiman, M. dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI.

Ruchili, A. 1984.Anestesi Spinal pada Seksio Sesarea.Cermin Dunia Kedokteran 33 (15-7).

Riback,

W.

Plasma

Expanders:

Expanding

The

Options.

http://www.traumasa.co.za. Diakses tanggal 19 Januari 2012.

Sridana, 2009. Uterotonika.Palembang: FK UNSRI.

Wibowo, B., Rachimhadhi, T. 2006. Pre-Eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.