Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

7
KEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDA STATUS ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU Kaki Diabetes Alexandra – 112014136 Pembimbing: dr. Philemon K, Sp.PD Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolic yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah) akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Menurut penelitian epidemiologi di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1.4% dengan 1.6%, kecuali di dua tempat yaitu Pekajangan 2.3% dan di Manado 6%. Prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta 12.1% dengan DM terdeteksi sebesar 3.8% dan DM tidak terdeteksi sebesar 11.2%. DM tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta oleh penyakit autoimun atau idiopatik, yang umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Gejala klasik pada DM adalah polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gejala lainnya adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulvae pada wanita. Komplikasi diabetes mellitus yaitu makroangiopati (penyakit jantung coroner, penyakit pembuluh darah perifer, stroke), mikroangiopati (retinopati, nefropati, dan neuropati). Kaki diabetes adalah komplikasi 1

description

case kecil

Transcript of Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

Page 1: Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

KEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDA

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

Kaki Diabetes

Alexandra – 112014136

Pembimbing: dr. Philemon K, Sp.PD

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolic yang ditandai oleh hiperglikemia

(kenaikan kadar glukosa darah) akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Menurut penelitian epidemiologi di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara

1.4% dengan 1.6%, kecuali di dua tempat yaitu Pekajangan 2.3% dan di Manado 6%. Prevalensi

DM di lima wilayah DKI Jakarta 12.1% dengan DM terdeteksi sebesar 3.8% dan DM tidak

terdeteksi sebesar 11.2%. DM tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta oleh penyakit autoimun

atau idiopatik, yang umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 bervariasi

mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang

dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Gejala klasik pada DM adalah polyuria,

polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Gejala lainnya adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria

dan pruritus vulvae pada wanita. Komplikasi diabetes mellitus yaitu makroangiopati (penyakit

jantung coroner, penyakit pembuluh darah perifer, stroke), mikroangiopati (retinopati, nefropati,

dan neuropati). Kaki diabetes adalah komplikasi makroangiopati yang terjadi karena adanya

neuropati yang menyebabkan pasien mengalami luka tanpa disadari, terjadi juga anhidrosis dan

gangguan perfusi sehingga kulit kering dan mudah menjadi fisura; gangguan pembuluh darah

perifer menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan sehingga menghambat proses penyembuhan

luka. Pengelolaan DM dibagi menjadi 3 yaitu kendali glukosa dengan diet/gaya hidup sehat,

latihan jasmani, dan obat/insulin; mengatasi kelainan komorbid yaitu dislipidemi, hipertensi,

obesitas, dan penyakit jantung coroner; penapisan/pengelolaan komplikasi yaitu retinopati,

nefropati, neuropati, penyakit kardiovaskular, dan komplikasi lain. Prognosis pada kaki diabetes

bergantung pada factor-faktor yang terlibat dalam patofisiologisnya dan berat komplikasinya.

Pembuatan laporan ini ditujukan dalam rangka pemenuhan tugas laporan kasus dalam proses

pembelajaran kami di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Mardi Rahayu, Kudus, berikut

ini kami laporkan kasus kaki diabetes.

1

Page 2: Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

Laporan kasus

Diagnosis : Diabetic foot plantar pedis dextra, DM

Terapi : levofloxacin 1x1

: paracetamol 3x1

: ketorolac 2x30mg

: ketoprofen

: zegavit

: humulin R bila GDS < 150

: lantus

Sliding scale 6 jam

151-200 : 5 UI

201-250 : 10 UI

251-300 : 15 UI

301-350 : 20 UI

≥350 : 24 UI

Follow up:

- 17/9/2015 nyeri telapak kaki kanan, meriang, dan pusing

- 18/9/2015 pusing, nyeri (post OP debridemen)

- 19/92015 pasien pulang

Pembahasan

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dengan bahan darah

plasma vena menggunakan pemeriksaan glukosa secara enzimatik. Gejala klasik pada DM

adalah polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya. Gejala lainnya adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi

ereksi pada pria dan pruritus vulvae pada wanita. Penegakan diagnosis DM dapat melalui tiga

cara, yaitu ditemukannya keluhan klasik disertai glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL,

ditemukannya keluhan klasik disertai glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL, dengan tes toleransi

glukosa (TTGO) dimana didapatkan kadar gula plasma 2 jam ≥ 200 mg/dL.pada kasus ini

ditemukan poliuri, polifagi, polidipsi, berat badan menurun, pandangan terasa kabur, lemas. Pada

2

Page 3: Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

pemeriksaan ekstremitas didapatkan ulkus pada plantar pedis 2x2cm2, dengan kemerahan

disekitar luka, teraba panas, dan nyeri bila ditekan dan digerakkan, terlihat adanya pus yang

keluar berwarna kuning. Nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior teraba kuat angkat, akral

hangat, tidak terdapat edema. Pada pemeriksaan dengan monofilament didapatkan tidak terasa

sensasi tekanan pada 6 titik. Evaluasi ulkus dengan PEDIS didapatkan Perfusion derajat 1,

Extent 2x2xm2, Depth derajat derajat 1, infection derajat 3, sensation derajat 2. Pada

pemeriksaan laboratorium: leukositosis (16.26), peningkatan GDS (461).

Evaluasi ulkus pada kaki diabetes dengan atau tanpa infeksi dapat menggunakan kriteria PEDIS.

Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat DM sejak 5 tahun dengan pengobatan tidak teratur.

Tidak didapatkan adanya klaudikasio, pada pemeriksaan fisik didapatkan arteri dorsalis pedis

dan tibialis posterior yang teraba, sehingga didapatkan Perfusion derajat 1. Luka berukuran

2x2cm2, sehingga Extent 2x2xm2. Ulkus masih superfisial dan tidak menembus jaringan

dibawah dermis, sehingga didapat depth derajat 1. Infeksi disertai eritema >2cm, pembengkakan,

nyeri local, hangat pada perabaan, dan terdapatnya duh purulent; juga terdapat selulitis, sehingga

didapatkan infection derajat 2. Pada pemeriksaan monofilament tidak didapatkan sensasi tekanan

di 6 titik, sehingga didapat sensation derajat 2. Dari keseluruhan pemeriksaan objektif, yang

dapat mengarahkan diagnosis pada kaki diabetes adalah: hilangnya rasa sensasi pada tes

monofilament. Pada pemeriksaan penunjang yang dapat mengarahkan diagnosa pada kaki

diabetes adalah: peningkatan GDS (461).

Pada anamnesa, pasien mengakui memiliki riwayat DM dan mempunyai gejala klasi DM, akan

tetapi tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan, selain itu ibu pasien juga memiliki riwayat serupa.

Pada pemeriksaan didapatkan GDS: 461.

Pada kasus ini dipikirkan diagnosis kerja kaki diabetic, DM tipe II. Tindakan: Infus NaCl,

paracetamol 500 mg 3x1, ceftriaxone inj 1 g 1x1, ketorolac inj 30 mg 1x1, lantus 24 UI, dan

tindakan debridemen ulkus.

Prognosis pada kasus ini ada vitam nya bonam, ad funcionam dubia ad malam, ad sanactionam

dubia ad malam.

3

Page 4: Case Kecil Dr Philemon - REVISI 2

Penutup

Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai kasus yang diberikan pada saya, mengenai

kaki diabetic dan diabetes mellitus dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya. Penulis banyak berharap kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya

makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini

berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca. Terima kasih.

Daftar Pustaka

1. Misnadiarly. Diabetes mellitus: gangrene, ulcer, infeksi. Mengenal gejala,

menanggulangi, dan mencegah komplikasi. Edisi ke-1. Jakarta: Pustaka Populer

Obor; 2006.h.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 979-82.

3. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC;

2013.h.519-23.

4. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA [editor]. Kapita selekta kedokteran.

Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.777-82, 792-6.

5. Perkeni. Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta: Salemba Medika; 2011.h.1-61.

4