Case Gilut Fix

37
BAB I REKAM MEDIK 1.1 Identifikasi Pasien Nama : An. Livia Mega Sari Umur : 3 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Belum kawin Agama : Islam Alamat : Semendawai Suku III, OKU Timur Kebangsaan : Indonesia 1.2 Anamnesis a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi gigi dan mulut karena akan direncanakan kemoterapi b. Keluhan Tambahan : - c. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien dirawat di bagian Anak RSMH dan didiagnosis dengan anemia gravis ec ALL window period + sindrom down. Ibu pasein mengatakan gigi berlubang disadari seja umur 1 tahun, anak 1

description

case

Transcript of Case Gilut Fix

BAB I

REKAM MEDIK

1.1Identifikasi Pasien

Nama:An. Livia Mega SariUmur:3 tahun

Jenis Kelamin:PerempuanStatus Perkawinan:Belum kawin

Agama:Islam

Alamat:Semendawai Suku III, OKU TimurKebangsaan:Indonesia

1.2Anamnesis

a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi gigi dan mulut karena akan direncanakan kemoterapib. Keluhan Tambahan : -c. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien dirawat di bagian Anak RSMH dan didiagnosis dengan anemia gravis ec ALL window period + sindrom down. Ibu pasein mengatakan gigi berlubang disadari seja umur 1 tahun, anak minum susu botol sejak umur 1 tahun hingga sekarang. anak sering makan permen. Anak juga jarang menyikat gigid. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan SistemikAdaDisangkal

Alergi : debu, dingin

Penyakit Jantung

Penyakit Tekanan Darah Tinggi

Penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Kelainan Darah

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H

Kelainan Hati Lainnya

HIV/ AIDS

Penyakit Pernafasan/paru

Kelainan Pencernaan

Penyakit Ginjal

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah

Epilepsy

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan gigi sebelumnya Riwayat trauma (-)

1.3Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Rujukan

: dari teman sejawat bagian Anak RSMH2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis

3. Berat Badan

: 12 kg

4. Tinggi Badan

: 92 cm

5. Vital Sign

Tekanan Darah : 90/60 mmHg Nadi

: 94x/menit

RR

: 24 x/menit

T

: afebris Pupil mata

: normal

b. Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah

: simetris Bibir

: tidak ada kelainan KGB Submandibula

: tidak teraba dan nyeri tekan (-) Kelenjar lainnya

: tampak normal

c. Pemeriksaan Intra Oral Debris

: ada, di semua regio Plak

: tidak ada

Kalkulus

: tidak ada Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada

Gingiva

: tidak ada kelainan Mukosa

: tidak ada kelainan Palatum

: tidak ada kelainan Lidah

: tidak ada kelainan Dasar Mulut

: tidak ada kelainan Hubungan Rahang

: ortognati

Kelainan Gigi Geligi

: lihat status lokalis Lain-lain

: tidak adad. Status LokalisGigiLesiSondaseCEPerkusiPalpasiDiagnosis/ ICDTerapi

5.ILesi akar gigiTd---Gangren radixPro ekstraksi

5.IILesi akar gigiTd---Gangren radixPro ekstraksi

5.IIID3Td---Karies EmailPro konservasi

5.IVD5Td---Karies DentinPro konservasi

5.VD6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

6.ID6Td---Gangren radixPro ekstraksi

6.IILesi akar gigiTd---Gangrene radixPro ekstraksi

6.IIILesi akar gigiTd---Gangren radixPro ekstraksi

6.IVD3Td---Karies emailPro ekstraksi

6.VD6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

7.ID6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

7.IID4Td---Karies emailPro konservasi

7.IIID5Td---Karies DentinPro konservasi

7.IVD5Td---Karies DentinPro konservasi

7.VD6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

8.ID6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

8.IID6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

8.IIID6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

8.IVD6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

8.VD6Td---Gangren pulpaPro ekstraksi

Td: Tidak dilakukane. Temuan Masalaha. Karies email 5.III, 6.IV, 7.IIb. Karies Dentin 5.IV,7.III,7.IVc. Gangren pulpa 5.V, , 6.V, 7.I7.V, 8.I,8.II, 8.III,8.IV,8.Vd. Gangren Radix 5.I, 5.II, 6.I, 6.II, 6.IIIf. Perencanaan Terapi1. Karies dentin 5.IV,7.III,7.IV ( Pro konservasi2. Karies email 5.III, 6.IV,7.II ( Pro konservasi3. Gangren pulpa 5.V,, 6.V, 7.I,7.V, 8.I,8.II, 8.III,8.IV,8.V ( Pro ekstraksi4. Gangren Radix 5.I, 5.II, 6.I, 6.II, 6.III ( pro ekstraksiBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)Leukemia merupakan penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada anak anak. Paling sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia 14 tahun dan merupakan sepertiga dari semua keganasan pada anak. Pada penderita leukemia, keadaan sel darah putih sangat banyak dimana berjumlah (29.000/mm3) bahkan bisa mencapai 50.000-100.000/mm3.1

Penyakit leukemia memiliki proporsi 75-85% dari semua kasus leukemia pada anak. Angka kejadian leukemia limfositik akut pada anak sebesar 30%. Sedangkan angka kejadiaan di Amerika Serikat dan Eropa pada anak di bawah usia 15 tahun, pertahun sekitar 3,5 -4,0 per 100.000 anak. Rasio laki-laki dan perempuan sebesar 1,2. Angka tertinggi adalah pada usia 2-7 tahun yang jumlahnya dapat mencapai 10 per 100.000 anak.22.1.1 Etiologi

Leukimia disebabkan oleh karena terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya jumlah leukosit yang berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia. Hal tersebut terjadi karena pertumbuhan sel dalam sumsum tulang tidak terkendali dan fungsinya pun tidak normal. Karena proses tersebut, sel darah normal menjadi terdesak dan menimbulkan berbagai gejala. Setiap anak dengan leukemia limfoblastik akut mempunyai gejala yang bervariasi. Seringkali mereka tampak pucat, sakit kepala, demam, nyeri tulang, muntah, dan perdarahan.1Etiologi LLA tidak diketahui meskipun beberapa faktor genetik dan lingkungan berikatan erat dengan leukemia pada anak. Pajanan terhadap radiasi diagnostik baik saat dalam kandungan atau masa anak-anak berkaitan dengan angka kejadian LLA. Faktor lain yang diduga berkaitan adalah infeksi EBV.12.1.2 Patofisiologi

Pada LLA, komponen genetik progenitor sel limfoid mengalami perubahan dan mengalami disregulasi proliferasi dengan ekspansi klonal. Sel limfoid yang bertransformasi menggambarkan ekspresi gen yang berubah yang terlibat dalam perkembangan normal sel B dan sel T. Beberapa studi menunjukkan bahwa sel punca leukemik ada pada jenis tertentu dari LLA.2.1.3 Diagnosis

Anamnesis

Awal perjalanan LLA biasanya tidak spesifik dan berlangsung singkat. Anoreksia, kelelahan, gelisah kadang-kadang ada, dan ada demam hilang timbul. Nyeri tulang atau sendi pada ekstremitas bawah juga dapat dikeluhkan. Nyeri tulang bersifat persisten dan perlu dibedakan dengan growing pain, nyeri akibat pertumbuhan tulang. Gejala dapat berlangsung beberapa bulan dan terlokalisasi pada tulang atau sendi dan mungkin terdapat pembengkakan sendi.1

Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atas berulang 1-2 bulan sebelumnya. Dalam perkembangannya gejala dan tanda kegagalan sumsum tulang menjadi lebih jelas, berupa pucat, fatigue, memar, atau mimisan dan demam yang mungkin disebabkan oleh infeksi.1

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, anak tampak pucat, lesu, purpura dan petekie pada kulit dan perdarahan membran mukosa menandakan kegagalan sumsum tulang. Aktivitas proliferatif dari penyakit dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati, hepatomegali dan splenomegali. Pada pasien dengan nyeri tulang dan sendi, palpasi dapat ditemukan pembengkakan sendi dan efusi. Tidak jarang terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan papiledema, perdarahan retina, dan kelumpuhan nervus kranialis. Distres pernapasan biasanya berkaitan dengan anemia tetapi kadangkala terjadi pada pasien dengan obstruksi jalan napas oleh massa limfoblastik pada mediastinum yang berukuran besar. Masalah ini umum dijumpai pada anak remaja dengan LLA sel T.1

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis LLA dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi yang mengindikasikan adanya kegagalan sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia ditemukan pada banyak kasus. Sel leukemik biasanya tidak dilihat pada pemeriksaan rutin darah tepi. Sebagian besar pasien LLA menunjukkan hitung leukosit kurang dari 10.000/L atau >80.000/L (hiperleukositosis).1

Apabila analisis darah tepi menunjukkan kemungkinan leukemia, pemeriksaan sumsum tulang belakang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Aspirasi sumsum tulang belakang biasanya cukup tetapi terakdang dibutuhkan biopsi sumsum tulang belakang. Diagnosis LLA ditegakkan dengan evaluasi sumsum tulang yang didominasi lebih dari 25% sel sumsum tulang belakang sebagai populasi limfoblas.1

Diagnosis Banding

LLA harus dibedakan dari LMA atau penyakit keganasan lain yang menginvasi sumsum tulang dan menyebabkan kegagalan sumsum tulang seperti neuroblastoma dan rabdomiosarkoma.

Diagnosis definitif LLA dengan aspirasi sumsum tulang untuk mengidentifikasi sel-sel hematopoietik di sumsum tulang, penelitian yang telah dilakukan pada LLA menunjukkan bahwa sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia berasal dari sel tunggal, oleh karena itu oleh FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:1,21. L-1 terdiri dari sel-sel limfroblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nukleolus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.

2. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti.

3. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.

2.1.4 Tata Laksana

Pengobatan LLA menggunakan kombinasi beberapa obat sitostatika, berdasarkan risiko relapsnya pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan risiko rendah dan risiko tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis leukemia limfoblastik akut, sebagai berikut:11. Jumlah leukosit awal lebih dari 50.000/mm32. Umur pasien pada saat diagnosis dan hasil pengobatan kurang dari 2 tahun

atau lebih dari 10 tahun.

3. Fenotipe imunologis (immunophenotype).

4. Jenis kelamin laki-laki.

5. Respon terapi yang buruk pada saat pemberian kemoterapi inisial, dilihat melalui BMP, sel blast di sumsum tulang >1000/mm36. Kelainan jumlah kromosom, pasien dengan indeks DNA >1.16 (hiperdiploid) mempunyai prognosis yang lebih baik.

Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di RS dr. Kariadi protokol pengobatan yang digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Indonesia 2006 yang terdiri dari 2 tipe, yaitu protokol kemoterapi risiko standar dan protokol kemoterapi risiko tinggi. Perbedaannya selain lebih banyak jenis obat sitostatika, pada protokol kemoterapi risiko tinggi juga terdapat fase reinduksi, dibanding kemoterapi risiko standar yang terdiri dari fase induksi, konsolidasi dan maintenance. Protokol kemoterapi risiko tinggi berlangsung 17 minggu sebelum masuk fase maintenance, sedangkan risiko standar 12 minggu.

Anak dan remaja dengan sindroma down mempunyai risiko 10-30 kali daripada anak normal untuk menderita leukemia.3 Sindroma down merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom yaitu trisomi kromosom somatik, yang merupakan abnormalitas kromosom paling sering, dengan insidens 1:700 kelahiran hidup. Sindroma down ditandai oleh berbagai variasi penampakan dismorfik, malformasi kongenital, dan retardasi mental. Penderita sindroma down seringkali menderita infeksi akibat adanya penurunan daya tahan tubuh. Defek kemotaksis, rendahnya IgG, dan abnormalitas sel T dan sel B diketahui sebagai penyebabnya.4Adanya defisiensi imun intrinsik diketahui dari rendahnya sel limfosit T dan limfosit B pada penderita sindroma down pada tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan anak sehat.5

Terdapat tiga fase dan durasi kemoterapi untuk LLA.

a. Fase terapi

Tatalaksana LLA pada anak umumnya meliputi 3 fase, yaitu induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan.

Tujuan fase induksi adalah untuk mencapai remisi sumsum tulang yang didefinisikan sebagai kurang dari 5% blas dari sumsum tulang. Terapi induksi biasanya terdiri dari 3-4 macam obat, antara lain glukokortikoid, vincristine, asparaginase, dan anthracycline. Terapi ini menginduksi remisi komplit berdasarkan morfologi pada 98% pasien. Pengukuran minimal residual disease (MRD) dengan flowsitometri atau PCR menunjukkan pemeriksaan morfologik blas yang spesifik dan sensitif mencapai kurang dari 0,1% pada akhir fase induksi.1

Terapi konsolidasi diberikan segera setelah remisi tercapai untuk mengurangi beban leukemik sebelum adanya resistensi obat dan pada situs tertentu. Pada fase terapi ini diberikan obat lain seperti siklofosfamid, metotreksat, cytarabine dan/atau 6-mercaptopurine (6MP). Terapi konsolidase bertujuan untuk meningkatkan long term survival pada pasien dengan penyakit risiko standar.1

Fase pemeliharaan merupakan fase terlama. Fase ini bertujuan untuk mempertahankan remisi. Terapi terdiri atas metotreksat intratekal, vincristine, dan steroid, 6MP dan metotreksat per oral.1

b. Durasi terapi

Untuk mencapai angka kesembuhan untuk pasien llA jalur sel B dan sel T membutuhkan sekitar 2-2,5 tahun untuk melanjutkan terapi. Percobaan mengurangi durasi terapi menghasilkan angka relaps yang tinggi.1

2.2 Infeksi Fokal2

Fokus infeksi merupakan area jaringan berbatas tegas yang terinfeksi oleh mikroorganisme patogen eksogen yang biasanya terletak dekat permukaan kulit atau mukosa. Infeksi fokal adalah metastasis dari fokus infeksi, organisme, atau produknya yang memiliki kemampuan untuk merusak jaringan.

2.2.1 Mekanisme Infeksi Fokal

Metastasis mikroorganismedapat menyebar secara hematogen atau limfogen. Mikroorganisme ini kemudian akan menetap pada jaringan. Organisme tertentu memiliki predileksi untuk mengisolasi dirinya pada daerah tertentu pada tubuh. Toksin dan produk toksinmenyebar melalui aliran darah atau saluran limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari streptokokus.2.2.2 Fokus Infeksi Oral

Lesi periapikal terinfeksikhususnya, pada kasus kronik, daerah terinfeksi akan dikelilingi oleh kapsul fibrosa, yang akan melindungi area bebas infeksi dari area terinfeksi, tetapi tidak dapat mencegah absorpsi bakteri atau toksin. Granuloma periapikal dideskripsikan sebagai manifestasi pertahanan tubuh dan reaksi penyembuhan, sementara kista adalah bentuk lanjut dari granuloma. Abses terjadi ketika fase penyembuhan dan pertahanan tubuh rendah. Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi merupakan sumber potensial dari penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis reumatoid dan demam rematik. Penyakit periodontal merupakan sumber infeksi potensial yang signifikan. Organisme yang sering ditemukan adalah Streptococcus viridans. Masase ringan pada gusi dapat menyebabkan bakteremia transitori. Menggoyangkan gigi dari soketnya dengan menggunakan forsep sebelum melakukan ekstraksi dapat menyebabkan bakteremia pada pasien dengan penyakit periodontal. Profilaksis oral dapat diikuti dengan bakteremia. Sehingga dianjurkan untuk memberikan antibiotik pada anak dengan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung rematik untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis.2.2.3 Dampak Penyebaran Fokus Infeksi Oral

Ada beberapa laporan bahwa fokus infeksi oral dapat menyebabkan atau memperparah penyakit-penyakit sistemik. Contoh yang paling sering adalah:

Artritistermasuk artritis rematoid dan demam rematik. Artritis rematoid merupakan jenis yang tidak diketahui etiologinya. Pasien ini memiliki titer antibodi terhadap streptokokus hemolitikus yang tinggi. Ini merupakan reaksi hipersensitivitas jaringan.

Penyakit katup jantungendokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia streptokokus, sehingga kejadian endokarditis bakterialis subakut dapat terjadi setelah operasi dan ekstraksi gigi.

Penyakit gastrointestinalbeberapa pekerja menyatakan bahwa menelan mikroorganisme secara spontan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit gastrointestinal. Ulkus gaster dan ulkus duodenum dapat diakibatkan oleh penetrasi streptokokus.

Penyakit matafaktor-faktor mendukung hipotesis Woods tentang peranan fokus infeksi pada penyakit mata

Penyakit ginjal mikroorganisme yang sering ditemukan pada infeksi saluran kemih adalah E.coli, stafilokokus, dan streptokokus. Streptokokus hemolitikus tampaknya merupakan mikroorganisme yang paling sering. Streptokokus merupakan inhabitan saluran akar gigi atau area periapikal dan gingiva yang jarang. Karena mikroorganisme ini sering berhubungan dengan infeksi renal, tampaknya hubungan antara fokus infeksi oral dan penyakit ginjal sedikit.2.3 Karies Rampant

Menurut Massler, rampan karies adalah karies yang muncul tiba-tiba, menyebar dengan cepat dan meluas, sehingga terdapat keterlibatan dini pulpa dan mengenai banyak gigi bahkan bidang yang biasanya dianggap tahan terhadap karies.Wei menyatakan bahwa rampan karies terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam plak dan saliva akibat mengkonsumsi makanan olahan yang mengandung sukrosa diantara dua waktu makan, yang diikuti dengan menurunnya sekresi saliva1.Rampan karies tidak berbeda dengan karies biasa, namun waktu terjadinya lebih cepat karena dalam waktu 1 tahun, gigi yang terlibat bisa mencapai 10 gigi dan melibatkan bagian pulpa dan dapat terjadi pada kondisi mulut yang cukup bersih.2.3.1 EtiologiFaktor etiologi rampan karies : Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat dan gula

Berkurangnya sekresi serta kekentalan dari saliva akan berakibat peningkatan akumulasi plak dan jumlah mikrooganisme Streptococcus mutansbertambah. Faktor psikologis dapat mengakibatkan timbul kebiasaan buruk dalam makan atau memilh makanan. Stress dapat berhubungan sebagai penyebab berkurangnya sekresi dan kekentalan saliva Faktor sistemik misalnya diabetes melitus Faktor turunan. Misalnya seperti kebiasaan pola makan yang sama dan pemeliharaan kesehatan gigi yang sama dari orang tua yang peka terhadap karies akan mempunyai anak yang peka terhadap karies.4Terdapat dua faktor predisposisi utama dalam karies yaitu mikroorganisme spesifik dan diet.1. Mikroorganisme spesifik

Streptococcus mutans merupakan patogen penting dalam perkembangan karies gigi.Mikroorganisme biasanya tidak terdeteksi dalam mulut bayi sampai tahap akhir dari munculnya gigi incisive.Streptococcus mutans ini dikaitkan dengan infeksi primer dan sumber utama infeksi berasal dari ibu 1.

Van Houte et al menunjukkan bahwa Streptococcus mutans sekitar 60% dari flora diolah dari plak gigi yang diperoleh dari lesi karies, margin lesi white spot dan permukaan enamel klinis pada anak-anak pra sekolah dengan nursing caries. Penyebab dari Streptococcus mutans mungkin berhubungan dengan kombinasi dari sifat, yang meliputi :

Kolonisasi pada gigi

Produksi polisakarida ekstraseluler dalam jumlah besar mungkin terbentuk plak yang tebal

Produksi asam dalam jumlah besar, bahkan pada pH yang rendah

Pemisahan saliva glikoprotein yang mungkin penting perkembangan awal lesi karies

2. Diet

Komponen karbohidrat dari diet dikaitkan dengan pembentukan karies gigi. Studi Vipeholm Swedish menunjukkan, bahwa potensi kariogenik berkaitan erat dengan tekstur karbohidrat dan frekuensi konsumsi gula yang melekat pada permukaan gigi daripada jumlah gula dimakan. Karbohidrat mendukung bakteri plak untuk memproduksi asam dan untuk sintesis polisakarida ekstraselular.Karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti gula, mudah berdifusi kedalam plak dan dimetabolisme oleh bakteri plak lebih kariogenik daripada karbohidrat kompleks seperti pati1.

Sukrosa telah dianggap gula paling kariogenik dalam makanan, karena ukurannya yang kecil, mudah larut dan merupakan substrat baik untuk pembentukan polisakarida ekstraselular. Selain itu, sukrosa juga digunakan untuk produksi asam pembentuk streptococcus mutans pada gigi, asupan sukrosa yang tinggi menimbulkan banyaknya pembentukan plak dan tidak mengandung zat yang dapat menghambat bakteri plak atau membentuk lapisan pelindung pada permukaan email gigi pada anak-anak yang diberi makanan manis di awal masa kanak-kanak1.

ASI mengandung laktosa yang lebih tinggi dari susu sapi, serta memiliki potensi kariogenik yang lebih besar. Hackett et al menyimpulkan, bahwa ASI dan susu sapi dapat menyebabkan karies gigi. Namun, prevalensi yang terjadi cukup rendah dan sering berhubungan dengan lamanya konsumsi ASI dan susu botol selama pemakaian siang dan malam hari sampai anak umur 2 tahun atau lebih1.

2.3.2 Mekanisme

Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor utama yang berperan yaitu, host (permukaan gigi), mikroorganisme (bakteri penyebab karies), substrat (karbohidrat yang terfermentasi), dan waktu. Karies baru bisa terjadi hanya jika keempat faktor ini ada.5

Proses terjadi karies

Proses terjadinya rampan karies sama dengan karies biasa hanya terjadi lebih cepat, banyak ahli menghubungkan dengan kondisi anak itu sendri dimana email gigi sulung lebih tipis. Bila rampan karies berlangsung lebih awal terutama pada anak yang minum susu botol dalam waktu yang lama akan timbul corak karies tertentu, disebut rampan karies atau nursing bottle caries3.Seperti yang telah kita ketahui bahwa susu formula yang mengandung sukrosa dan glukosa yang diminum pada anak. Sukrosa dan glukosa yang menempel pada gigi apabila tidak dibesihkan akan difermentasi oleh mikroorganisme rongga mulut menjadi asam melalui proses glikolisis. Mikroorganisme yang berperan dalam proses glikolisis adalah Lactobacillus dan Streptococcus mutans.Asam yang dibentuk dari hasil glikolisis akan mengakibatkan larutnya email gigi sehingga terjadi proses demineralisasi email gigi dan di awali dengan lesi white-spot pada gigi dan kerusakan tersebut akan berlanjut ke dentin dan proses kariespun dimulai 3.2.3.3 Gambaran KlinisPola rampan karies pada periode gigi bercampur biasanya berhubungan dengan urutan erupsi gigi kecuali pada gigi insisif bawah. Gigi Insisif bawah tetap biasanya lebih resisten terhadap karies karena dekat dengan sekresi dari kelenjar submandibularis serta tindakan pembersihan lidah selama proses menyusui botol. Lesi awal biasanya terjadi pada permukaan labial incisive maksila, dekat dengan margin gingival, terdapat white spot atau hilangnya permukaan enamel segera setalah erupsi gigi. Lesi ini akan berpigmentasi menjadi warna kuning terang dan pada waktu yang sama menyebar kedaerah lateral sampai permukaan proksimal dan turun ke permukaan insisal 1.

Rampan karies

Proses karies pada rampan karies yang terhenti

Pada tahap yang lebih lanjut, proses karies akan menyebar kesekeliling gigi, menyebabkan fraktur patologis pada mahkota karena trauma minimal. Gigi lain yang dapat terlibat meliputi gigi molar pertama tetap, gigi molar kedua tetap, dan terakhir meliputi gigi caninus yang terlibat secara bertahap.Nursing bottle caries merupakan bentuk dari rampan karies pada gigi bercampur dari bayi sampai anak-anak. Banyak kasus terjadi, masalah yang ditemukan pada bayi ketika minum susu botol saat tidur. Kondisi ini juga berhubungan dengan pemberian ASI pada bayi dalam jangka waktu yang lama. Berkurangnya jumlah saliva saat tidur dan adanya makanan manis disekitar gigi mengakibatkan meningkatnya lingkungan kariogenik. Rampan karies juga terjadi pada gigi permanen, karena sering mengkonsumsi makanan ringan dan minuman manis1.Gejala klinis pada anak-anak usia 2 sampai 4 tahun sudah terserang rampan karies pada gigi sulung, hal ini dihubungkan dengan enamel hipoplasia dan kepekaan terhadap karies yang tinggi.Gigi yang terkena rampan karies biasanya sudah mengalami kerusakan hebat, beberapa gigi atau semuanya dapat menjadi gangren atau menjadi radiks. Pada umumnya karies sudah dalam. Terkenanya pulpa akan menyebabkan rasa sakit, terlebih bila disertai abses yang mengakibatkan anak susah / tidak mau makan. Hal ini menyebabkan kurang optimalnya fungsi pengunyahan sehingga mengakibatkan pertumbuhan rahang berkurang terutama arah vertikal. Bila terjadi gangguan pada jaringan penyangga, melalui foto rontgen terlihat gambaran radiolusen disekitar apeks gigi4. 2.4 Penyakit Pulpa3Pulpa Normal

Gigi dengan pulpa normal tidak menunjukkan gejala spontan. Pulpa akan respon terhadap tes pulpa, dan gejala yang timbul akibat tes tersebut bersifat ringan, tidak mengganggu pasien, dan bersifat sementara dan hilang dalam beberapa detik. Dari pemeriksaan radiografi, dapat ditemukan berbagai derajat kalsifikasi pulpa, tetapi tidak ditemukan adanya tanda-tanda resorpsi, karies, atau paparan pulpa mekanik. Pada kasus seperti ini tidak diperlukan terapi endodontik.3

2.3.1 Pulpitis ReversibelKetika pulpa di dalam gigi mengalami iritasi, hal ini menyebabkan stimulasi sehingga pasien merasa tidak nyaman, tetapi apabila iritan atau stimulus dihilangkan, nyeri akan hilang, menandakan keterlibatan serabut saraf A. Kondisi ini dinamakan dengan pulpitis reversibel. Etiologi pulpitis reversibel antara lain karies, atrisi, abrasi, erosi, atau defek perkembangan yang menyebabkan dentin yang terekspos, serta terapi gigi yang baru dilakukan.3,4 Apabila iritan dihilangkan secara konservatif maka gejala akan hilang. Dapat terjadi kebingungan apabila terdapat dentin yang terekspos, tanpa adanya bukti patosis pulpa yang terkadang respon dengan nyeri tajam dan reversibel secara cepat ketika diberikan rangsangan suhu, evaporatif, taktil, mekanik, osmotik, atau kimiawi. Hal ini disebut dengan sensitivitas dentin (atau hipersensitivitas dentinal). Dentin yang terekspos pada area servikal gigi pada kebanyakan kasus didiagnosis sebagai sensitivitas dentin. Perpindahan cairan di dalam tubulus dentin menstimulasi odontoblas dan serabut saraf A-delta konduksi cepat, sehingga menyebabkan nyeri tajam dan reversibel cepat dari dentin (Gambar 1).3

Gambar 1. Perpindahan cairan dalam saluran dentin3

Semakin terbuka tubulus dentin (akibat dekalsifikasi dentin, scaling periodontal, material pemutih gigi, atau fraktur koronal gigi), semakin besar pergerakan cairan tubulus dan sensitivitas akan lebih jelas. Anamnesis rinci mengenai perawatan gigi terakhir akan membantu membedakan antara sensitivitas dentin dengan kelainan pulpa lainnya.3

Terapi pulpitis reversibel meliputi ekskavasi karies, restorasi, atau sealing dentin. Apabila gejala terjadi setelah prosedur terapi seperti placement, restorasi, atau scaling, maka dibutuhkan waktu agar gejala reda. Jaringan periradikular tampak normal.4 Pemeriksaan radiologis dapat membuktikan adanya karies atau restorasi defektif; semetara jaringan periapikal normal. Dengan menghilangkan faktor kausal, umumnya gejala inflamasi pulpa akan berkurang.52.3.2 Pulpitis Ireversibel

Adalah keadaan penyakit pulpa yang berlanjut, dan diperlukan pembuangan jaringan yang sakit. Etiologi pulpitis ireversibel sama seperti pulpitis reversibel, kecuali gejalanya yang lebih berat dan konsisten akibat stimulasi serabut saraf C. ABE menyarankan untuk mengklasifikasikan pulpitis ireversibel menjadi simptomatik dan asimptomatik.3

a. Pulpitis Ireversibel SimptomatikGigi ini mengimbulkan nyeri spontan atau intermiten. Paparan gigi terhadap perubahan suhu yang dramatis akan meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri bahkan setelah stimulus telah dihilangkan. Tanda khas pulpitis ini adalah nyeri terhadap panas yang berkurang dengan dingin. Nyeri pada kasus ini dapat timbul sebagai nyeri tajam atau tumpul, lokal, difus, atau referred. Pada pulpitis ireversibel simptomatik biasanya tidak ada perubahan atau ditemukan perubahan minimal pada pemeriksaan radiografi pada tulang periradikular. Pada pulpitis ireversibel lanjut dapat ditemukan penebalan ligamen periodontal dan dapat menandakan adanya iritasi pulpa oleh kalsifikasi ruang kanalis akar dan pulpa ekstensif. Apabila pulpitis ireversibel simptomatik tidak diterapi, pulpa akan menjadi nekrotik. Terapi meliputi perawatan saluran akar, vital pulp therapy, atau ekstraksi.3 Umumnya, jaringan periradikular tampak normal, kecuali pada beberapa kasus lamina dura tampak melebar atau menunjukkan adanya condensing osteitis.3,4

b. Pulpitis Ireversibel Asimptomatik

Pada beberapa keadaan, karies dalam tidak akan menyebabkan gejala apapun, meskipun secara klinis atau radiografi karies dapat mencapai pulpa. Apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan gejala atau nekrosis pulpa. Pada kondisi pulpitis ireversibel asimptomatik, perawatan endodontik harus dilakukan sedini mungkin sehingga kondisi ini tidak menjadi simptomatik yang menyebabkan nyeri hebat dan mengganggu kenyamanan pasien.3

2.3.3 Nekrosis pulpa

Terdapat dua bentuk nekrosis pulpa: kering dan likuefaktif. Nekrosis kering ditandai dengan sistem saluran akar devoid of tissue elements. Nekrosis jenis ini sering menyebabkan kelainan periradikular. Nekrosis likuefaktif ditandai dengan jaringan pulpa berstruktur tetapi kurang elemen pembuluh darah. Nekrosis likuefaktif lebih sering menimbulkan gejala dan lebih jarang melibatkan kelainan periradikular.3,4Apabila terjadi nekrosis pulpa, aliran darah pulpa tidak ada dan serabut saraf pulpa tidak berfungsi. Kondisi ini merupakan klasifikasi klinis yang digunakan untuk menggambarkan kondisi histologis pulpa. Kondisi ini terjadi setelah pulpitis ireversibel asimptomatik atau simptomatik. Setelah seluruh pulpa menjadi nekrotik, gigi akan menjadi asimptomatik sampai akhirnya proses ini akan berlanjut mencapai jaringan periradikular. Pada kasus nekrosis pulpa, gigi tidak respon terhadap tes listrik pulpa atau stimulasi dingin. Tetapi, apabila panas diaplikasikan dalam rentang waktu tertentu, gigi dapat respon terhadap stimulus ini. Hal ini dapat terjadi akibat sisa dari cairan atau gas di dalam ruang kanalis pulpa yang meluas hingga jaringan periapikal. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau komplit dan dapat hanya belibatkan sebagian kanal pada gigi dengan akar lebih dari satu. Oleh karena itu, gigi dapat menimbulkan gejala yang membingungkan dan pemeriksaan pada satu akar dapat tidak menimbulkan gejala dan pada akar lainnya dapat memberikan respon vital. Gigi dapat juga menimbulkan gejala seperti pada pulpitis ireversibel simptomatik.3,4

Setelah pulpa mengalami nekrosis, pertumbuhan bakteri dapat terhambat di dalam kanal. Ketika infeksi ini meluas ke ruang ligamen periodontal, gigi dapat menjadi simptomatik terhadap perkusi atau menimbulkan nyeri spontan. Gigi dengan akar tunggal umumnya tidak respon terhadap tes sensitivitas. Tetapi pada gigi dengan akar ganda, sebagian dari pulpa masih mungkin vital; sehingga pemeriksaan sensitivitas dapat menimbulkan respon negatif atau positif, tergantung dari keadaan suplai saraf pada permukaan gigi yang diperiksa.3,4,5 Perubahan radiografi dapat terjadi, berkisar dari penebalan ruang ligamen periodontal hingga adanya lesi radiolusen periapikal. Gigi dapat menjadi hipersensitif terhadap panas, bahkan terhadap kehangatan kavitas oral, dan seringkali berkurang dengan aplikasi dingin. Hal ini dapat membantu melokalisir gigi yang nekrosis apabila nyeri beralih atau tidak terlokalisir. Perawatan saluran akar diperlukan pada kasus nekrosis pulpa.3,4,5BAB IIIANALISIS KASUSAn. LMS, perempuan berusia 3 tahun dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang dengan leukemia limfositik akut dikonsulkan ke bagian poliklinik gigi dan mulut RSMH dengan untuk dilakukan pemeriksaan adanya fokal infeksi pada gigi untuk persiapan kemoterapi. Pasien sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. Menurut ibu pasien, Pasien juga tidak mengeluhkan adanya sakit gigi saat makan. Hal ini bisa disebabkan karena sebagaian besar gigi sudah mengalami nekrosis. Pada gigi yang mengalami nekrosis atau gangren pulpa, gigi tidak akan merasakan nyeri atau ngilu akibat serabut saraf yang telah mati.Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak kompos mentis, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,5C, dan tekanan darah 90/60 mmHg. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada status lokalis ditemukan Karies dentin 5.IV,7.III,7.IV, Karies email 5.III, 6.IV 7.II,Gangren pulpa 5.V, 6 6.V, 7.I,7.V, 8.I,8.II, 8.III,8.IV,8.V Gangren Radix 5.I, 5.II, 6.I, 6.II, 6.III

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro konservasi pada karies email dan dentin yaitu dengan restorasi dan pro ekstraksi pada gangren pulpa. Edukasi juga diberikan kepada pasien dalam pemilihan makanan seperti menghindari makan makanan yang keras dan yang mengandung banyak sukrosa seperti permen. Pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur. Pasien juga diberi konseling mengenai pentingnya kunjungan teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan.

Pada pasien ini penyebab dari gangren pulpa diduga adalah karies karena berhubungan dengan riwayat pasien yang tidak pernah berobat ke dokter gigi sehingga karies yang dialaminya terus berlanjut hingga menjadi nekrosis pulpa. Gangrene pulpa dan gangren radiks harus secepatnya ditatalaksana sebelum tindakan kemoterapi karena kemoterapi akan menurunkan daya tahan tubuh pasien, sehingga fokal infeksi akan dapat menyebar ke organ tubuh lain melalui penyebaran sistemik. DAFTAR PUSTAKA1. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.

2. Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials of medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57.

3. Berman LH, GR Hartwell. Pulpal Disease. Dalam: Hargreaves KM, S Cohen, penyunting. Cohens Pathway of The Pulp, 10th ed. China: Elsevier Mosby. 2011: hal.36-37.

4. Johnson, WT. Diagnosis of Pulpal and Periradicular Pathosis. Dalam: Color Atlas of Endodontics. Philadelphia: Saunders. 2002: hal. 9-10.

5. Patel S, BS Chong. Differential Diagnosis. Dalam: BS Chong, penyunting. Hartys Endodontics in Clinical Practice, 6th ed. Edinburgh: Elsevier Churcill Livingstone. 2010: hal.26-27.

124