Case Fitri Dr Jaya
-
Upload
fitri-fatimatuzzahra -
Category
Documents
-
view
230 -
download
6
description
Transcript of Case Fitri Dr Jaya
LAPORAN PRESENTASI KASUS
ASUHAN NUTRISI PADA PASIEN GIZI BURUK
Oleh:
Fitri Fatimatuzzahra
1110103000023
Pembimbing:
dr. Jaya Ariheryanto Effendi, SpA.
MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identifikasi
Identitas Pasien
• Nomor Rekam Medik : 01371220
• Nama : An. RA
• Tanggal lahir : 14/01/2015
• Jenis kelamin : Perempuan
• Usia : 5 bulan
• Agama : Islam
• Alamat : Jalan H Meang VII Pondok Rajek, Ciledug,
Tangerang
• Masuk rawat : 08/07/2015
1.2 Hari Masuk Rumah Sakit (08/07/2015)
1.2.1 Anamnesis (22 Juli 2015)
Data didapatkan dari data sekunder rekam medis pada tanggal 25 Juli 2015
Keluhan Utama
Berat badan sulit naik sejak lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien, seorang anak perempuan berusia 6 bulan datang dibawa orang tuanya
dengan keluhan berat badan sulit naik sejak lahir. Ibu pasien merasa berat badan
pasien tidak sesuai dengan anak-anak lain seusianya. Pasien lahir spontan dengan
berat lahir 2500 gr, pasien lahir kurang bulan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien
hanya mengalami pertambahan berat badan sebanyak 500 gr sampai usia 6 bulan.
Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi, sehingga ibu pasien kesulitan memberikan
makanan kepada pasien.
Pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 2 minggu
sebelum masuk RS, sesak terasa sepanjang hari. Tidak berhubungan dengan posisi.
Saat sesak pasien tidak biru. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam yang
hilang timbul sejak 3 bulan sebelum masuk RS, batuk berkurang bila diberikan obat.
Saat pasien tidur sering terdengar bunyi suara grok-grok. Pasien mengalami demam
sejak 1 hari sebelum masuk RS, ketika demam diberikan obat dari puskesmas dan
demam berkurang. Pasien mengalami keringat berlebih pada malam hari. Mual dan
muntah disangkal.
Selain itu, pasien menderita diare sejak 1 hari SMRS. Diare sebanyak 3-4 kali
perhari dengan konsistensi cair, berwarna kecoklatan, tidak berbau dan tidak ada
ampas. Setiap hari mengganti popok sebanyak 2-3 kali. Pasien tidak muntah, tidak
kejang. BAK tidak ada kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan batuk, demam dan sesak nafas sudah
sering dialami pasien sejak pasien berusia 3 bulan. Pasien sering bolak-balik ke
puskesmas karena keluhan tersebut, sehingga disarankan untuk dirujuk ke RSF. Pada
akhir usia 4 bulan, keluhan batuk pada pasien semakin memberat, kemudian pasien
didiagnosis menderita Tb paru dan telah memulai pengobata Tb selama 2 bulan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sesak seperti pasien. Ibu pasien
memiliki riwayat alergi. Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit TB
ataupun batuk lama.
Riwayat Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin untuk kontrol kehamilan di puskesmas. Ibu
pasien juga sering meminum suplemen besi saat hamil. Saat hamil, ibu pasien tidak
pernah mengalami demam ataupun infeksi.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir normal pada usia 8 bulan ditolong bidan, dengan berat lahir 2500
gr dan panjang 47 cm, langsung menangis, tidak biru dan tidak kuning, tidak ada
kelainan bawaan
Riwayat Imunisasi
DPT 3
Polio 3
Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI sampai usia 1 bulan. Selanjutnya pasien diberikan susu
soya karena pasien alergi susu sapi. Pasien mendapatkan bubur susu sejak usia 6
bulan. Saat ini pasien minum susu soya 6x sehari sebanyak 90 cc dan makan bubur
susu 3x/hari. Semua minuman dan makanan tersebut dapat dihabiskan oleh pasien.
Namun, ibu pasien mengeluh berat badannya sulit naik
• Berat badan lahir : 2,5 kg
• Berat badan bulan ke-2 : 3,0 kg
• Berat badan bulan ke-4 : 3,2kg
• Berat badan bulan ke-6 : 3,5 kg
Riwayat Tumbuh Kembang
Saat ini pasien berusia 6 bulan, belum bisa tengkurap, menunjuk jari ke garis
tengah dan hanya menggerakkan kaki dan tangan serta merengek.
Status Nutrisi
Dilakukan pada tanggal 22 Juli 2015 di Gedung Teratai Lantai 3 Selatan ruang isolasi
RSUP Fatmawati.
An. R, perempuan, 6 bulan
BB = 3,9 kg
TB = 58 cm
LLA = 9,5 cm
L kepala = 39 cm
BB/U = Zo < -3
TB/U = -3 < Zo < -2
BB/TB = Zo < -3
Kesan gizi buruk tipe marasmik
Height age 1,5 bulan
RDA 108 kkal/kg
BB ideal 5 kg
Kalori untuk gizi buruk
360-540 kkal
1.3.3 Diagnosis
• Failure to thrive
• Pneumonia komunitas dd PCP
• Gizi buruk tipe marasmic
• TB paru on OAT bulan ke 2
• Diare akut dehidrasi ringan-sedang
• Alergi susu sapi
1.2.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : Nadi : 100x/menit
Napas : 60x/menit, tidak teratur
Suhu : 37,4oC
Antropometri : BB : 3,9 kg; TB: 58 cm, lila 9,5 cm
Kepala : Mikrosefal, tidak ada deformitas, head lag (+)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada sekret, terdapat napas cuping hidung
Mulut : tidak tampak sianosis, mukosa bibir dan mulut lembab
Telinga : tidak ada sekret
Leher : KGB tidak membesar
Dada : Paru : simetris, terdapat retraksi interkostal dan substernal,
suara nafas vesikuler, terdapat ronkhi, tidak ada wheezing
Jantung: bunyi jantung S1S2 normal, tidak ada murmur dan
gallop
Abdomen : simetris, lemas
Ekstremitas : akral hangat, tidak edema, tidak sianosis, capillary refill time
< 3 detik
1.2.3 Pemeriksaan Penunjang (10 Juli 2015)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal InterpretasiHematologi
- Hb- Hematokrit- Leukosit- Trombosit- Eritrosit- LED- VER- HER- KHER- RDW
10.0 g/dL34 % ribu/uL10.600 ribu/uL292 juta/uL4.94 fl16.0 mm67.9 pg20.2 g/dl20.817.1 %
10,8-15,6 g/dl35-43%6,0-17,0 ribu/uL217-497 ribu/uL3,60-5,20 juta/uL0.0-20.00 mm73-101 fl23-31g28-32 g/dL11,5-14,5 %
Normal Normal MeningkatNormalMeningkatNormal Normal MenurunNormal Meningkat
GDS 192 mg/dL 40-60 mg/dL Meningkat- Natrium- Kalium- Klorida
130 mmol/L4,93 mmol/L96 mmol/L
135-147 mmol/L3,10-5,10 mmol/L95-108 mmol/L
MenurunNormalNormal
CRP kuatintatif 3.7 mg/dl
Foto polos dada : corakan bronkovaskular kasar, infiltrat perihiler, suprahiler
paracardial, kell hilus prominen (Tb Dupleks)
1.2.5 Tatalaksana (22 Juli 2015)
Tatalaksana KeteranganPasien dirawat di ruang isolasiO2 nasal 2 liter/menitF 100 = 8 x 120 ccCefotaxime 2x150 mg H 13 (IV)Dexamethasone 3x0.5 mg (IV)KDT intensif 1 x 1 tab (PO)Asam folat 1x1 mg (PO)Zink 1x20 mg
LB10 1x1 sachParasetamol 3x40 mgNystatin 1x1 ml
1.3.4 Tatalaksana
Tatalaksana KeteranganTB Paru KDT intensif 1 x 1 tab
Dexamethasone 3x0,5 mg Pemberian sejak Juni 2015
Gizi Buruk F100 bahan dasar soya 8x120ccAsam folat 1x1mgAsam folat 1x1mgZink 1x20mgKlaritomisin 3x20 mg
1.4 Follow Up
23 Juli 2015 24 Juli 2015 25 Juli 2015S : demam naik turun, saat demam pasien sesak, diare 7x/hari cair, ampas ada, lendir darah (-) sebanyak 1 sdm.
S : demam naik turun, batuk berdahak (+), diare 5kali/hari ampas ada, lendir darah (-). Asupan susu formula oral 10-20 cc dan sisanya melalui NGT
S : masih demam naik turun, diare 4 kali perhari, cair dan ampas ada. Sesak berkurang. Minum sus baik dengan susu formula
O : Composmentis, Suhu 36,6oC, Nadi 100x/menit, nafas 28x/menitMata tidak anemis, tidak ikterikTerdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat
Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 3,9 kg, TB =585 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal
O : Terdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat
Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 4 kg, TB =58 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal Diet F100 = 4(100-150)400-600 kal = 8(66,6-100)F100 8x120 cc
O : Composmentis, Suhu 36,8oC, Nadi 100x/menit, nafas 26x/menitMata tidak anemis, tidak ikterikTerdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat
Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 4,1 kg, TB =58 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal
A :Failure to thrive, Gizi A : Failure to thrive, Gizi A : Failure to thrive, Gizi
buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi
buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi
buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi
P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg
P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg
P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malnutrisi
Terminologi malnutrisi biasanya dihubungkan dengan keadaan kurang dan
berlebih. Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya malnutrisi, hampir
semuanya berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi, dier, atau penyakit infeksi
kronik yang menyerang populasi umum.1 Masukan makanan yang tidak sesuai atau
tidak cukup dan penyerapan makanan yang tidak baik dapat mengkibatkan malnutrisi.
Hal yang dapat membatasi asupan makanan diantaranya adalah penyediaan makanan
yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, dan faktor emosi. Malnutrisi juga dapat
diakibatkan kelainan metabolik tertentu. Malnutrisi dapat akut atau kronik, reversible
atau tidak.2
Malnutisi adalah masalah kesehatan yang serius karena dapat menjadi salah
satu faktor risiko penyakit yang lainnya, serta dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Walaupun jarang sekali secara langsung menyebabkan kematian, namun
malnutrisi pada anak berhubungan dengan kematian 54% anak di negara
berkembang.1
Gambar 2.1 Pengaruh malnutrisi pada anak1
Diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan berdasarkan riwayat asupan makanan,
penurunan berat badan, penurunan tinggi badan, pengukuran lingkar kepala rata-rata
dan kecepatan pertumbuhan, pengukuran komparatif lingkaran dan ketebalan kulit di
tengah-tengah lengan atas. Penurunan ketebalan lipatan kulit memberi kesan
malnutrisi protein kalori, sementara ketebalan yang lebih menunjukkan kegemukan.
Massa otot dapat dihitung dengan mengurangi lingkaran lengan atas dengan ukuran
lipatan kulit. Berat badan tanpa lemak dapat diperkirakan dari ekskresi kreatinin 24
jam.2
Kadar nutrien atau metabolitnya yang rendah dalam darah dapat menunjukkan
adanya defisiensi pada nutrien-nutrien tersebut. Cadangan protein dapat dinilai dari
albumins erum dan kecepatan penggantian protein.2
Gangguan nutrisi yang paling akut adalah gangguan yang melibatkan air dan
elektrolit, terutama ion natrium, kalium, klorida dan hydrogen. Malnutrisi kronik
biasanya melibatkan defisit beberapa nutrient. Insufisiensi imunologis sering ada
pada malnutrisi dan ditunjukkan oleh angka limfosit total yang kuramg dari
1500/mm3 dan anergi terhadap uji antigen kulit, seperti streptokinase-streptodornase,
candida, parotitis, atau tuberculin pada orang yang terpajan.2
2.1.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan
metabolic, malformasi kongenital. Terjadinya gangguan berat yang ada dalam tubuh
hampir dapat menyebabkan malnutrisi.2
Pada awalnya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai kehilangan
berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
kerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari
bantalan pipi, muka bayi dapat tetap terlihat normal walaupun akhirnya menjadi
menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar , dan gambaran usus
dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.2
Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme
basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudia menjadi
lesu, dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat terjadi juga diare
tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus, dan sedikit.2
2.1.2 Malnutrisi Protein/ Kwashiorkor
Gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis. Gejala juga dapat timbul akibat penyerapan protein
terganggu, seperti pada keadaaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada
proteinuria, infeksi, perdarahan, atau luka bakar.2
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat
dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolic yang disebabkan oleh infeksi kronik,
akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan gejala dan tanda
tersebut. 2
Manifestasi awal dapat berupa letargi, apatis, atau iritabilitas. Bila terus
berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, stamina kurang, kehilangan
jaringan muskuler, bertambah kerentanan terhadap infeksi, dan oedem.
Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang palings erius
dan konstan. Misalnya, campak, penyakit yang relative benigna pada anak gizi baik,
dapat menjadi memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat
terjadi anoreksia, kenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot.
Hepatomegali juga dapat terjadi , sering ada infiltasi lemak. Oedem biasanya terjadi
di awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oelh oedem, yang sering ada dalam
organ dalam sebelum terjadi pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka
filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada
awal stadium penyakit tetapi kemudian bisa membesar.2
Pada malnutrisi bisa ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah
yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.
Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat
generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnnya. Pada
anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corat-coret merah atau abu
pada warna rambut.2
Infeksi dan infestasi parasite sering ada, sebagaimana halnya anoreksia,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi leamh, tipis, dan atrofi, tetapi kadang
mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan
apatis sering ada.
Penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan paling khas. Ketonuria
sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali menghilang pada
stadium akhir. Kadar glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat
bersifat diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin
dapat turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relative terhadap asam
amino non esensial, dan dapat menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan
magnesium sering ada. Kadar kolestrol serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke
normal sesudah beberapa hari pengobatan. Angka amylase, esterase, kolineesterase,
transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun. Ada penurunan aktivitas
enzim pancreas dan xhantin oksidase, tetapi angka ini kembali normal segera sesudah
memulai pengobatan.2
Diagnosis banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang
menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan
ketidakmampuan metabolic untuk mensintesis protein.2
Kwashiorkor memerlukan diet yang berjumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare
berat, gagal ginjal, dan syok, dan akhirnya penggantian nutrient yang hilang.2
2.1.3 Malnutrisi Akut Berat
Kriteria untuk mendiagnosis Malnutrisi Akut Berat antara lain:3
- Terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional
- BB/TB < -3 SD
- LILA < 115 mm
Berikut ini adalah alur tatalaksana malnutrisi akut berat yang digunakan pada
program CTC (Community based Theraperutic Care)3
Bagan tatalaksana malnutrisi akut berat3
Tatalaksana penderita malnutrisi akut berat dibagi dua yaitu malnutrisi akut berat
dengan komplikasi dan malnutrisi akut berat tanpa komplikasi. Pasien malnutrisi akut
berat dengan komplikasi harus ditatalaksana dengan rawat inap. Pasien malnutrisi
akut berat tanpa komplikasi dapat tetap di rumah, tetapi harus menjalani rawat jalan
dengan Outpatient Therapy Program (OTP) yaitu dengan pemantauan status nutrisi
dan kesehatan pasien setiap minggu di tempat tertentu yang disepakati masyarakat
serta mendapatkan makanan khusus.3
Malnutrisi akut berat
Dengan Komplikasi
1. Edema pitting bilateral derajat 3 (edema berat) (atau)
2. LLA < 11,5 cm dan edema pitting bilateral derajat 1-2 (marasmik
kwashiorkor) (dan ditambah) 1 dari komplikasi : anoreksia, pneumonia
berat, demam tinggi, dehidrasi berat, letargis, hipotermia,
hipoglikemiaPasien dirawat inap
Tanpa Komplikasi
LLA < 11,5 cm(atau)
Edema pitting bilateral derajat 1-2 dengan LLA ≥ 11,5
cm (dan) nafsu makan baik, secara
klinis baik, sadarRawat Jalan dg OTP
LLA 11,5-12,5 cm (dan) tidak ada edema pitting
(dan) nafsu makan baik, klinis stabil,
dan sadarPemberian suplemen makanan
Adapun alur tatalaksana pasien dengan gizi buruk, terutama di fasilitas
kesehatan primer seperti puskesmas adalah dibawah ini :4
Penderita gizi buruk yang dirawat di rumah sakit diberikan tatalaksana yang
dibagi menjadi dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi dengan sepuluh
langkah utama dengan perkiraan waktu dalam setiap fase seperti yang dicantumkan
dalam tabel dibawah ini:
Tabel Langkah-langkah Utama Tatalaksana Gizi Buruk2
Langkah 1. Atasi/ Cegah Hipoglikemia
Anak yang mengalami gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar
gula darah < 54 mg/dL). Hal ini dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak
tidak makan selama 4-6 jam. Hipoglikemia merupakan salah satu tanda infeksi dan
sering bersamaan dengan hipotermia. Maka dari itu, hipoglikemia harus diselidiki
apabila menemukan tanda hipotermia. Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian makan F-75 dengan frekuensi sering yaitu setiap 2-3 jam. Selanjutnya
kadar gula darah dapat dimonitor setelah 2 jam. Apabila kadar glukosa darah tidak
dapat diukur, semua anak malnutrisi berat dapat dianggap hipoglikemia dan
dilakukan penanganan.2
Langkah 2. Atasi/ Cegah Hipotermia
Gizi buruk meningkatkan risiko seorang anak mengalami hipotermia (suhu
aksila < 35,0oC dan suhu rektal < 35,5oC). Apabila hal ini terjadi maka :
- Berikan makanan secara langsung (mulai rehidrasi)
- Hangatkan anak dengan pakaian, penghangat atau lampu, atau anak diletakkan
pada dada ibu
- Berikan antibiotik spektrum luas
- Lakukan hingga suhu tubuh anak mencapai > 36,5oC
Hipotermia dapat dicegah dengan menjaga agar anak tetap kering,
menghindari paparan langsung dengan udara, dan membiarkan anak tidur dengan ibu/
pengasuh pada malam hari. 2
Langkah 3. Atasi/ Cegah Dehidrasi
Anak gizi buruk dengan diare atau muntah harus dicegah agar tidak terjadi
dehidrasi dengan tetap memberikan F75, mengganti perkiraan cairan yang hilang
dengan ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition), serta ASI masih dapat
diberikan apabila anak masih menyusu ASI.2
Diagnosis pasti adanya dehidrasi pada gizi buruk adalah dengan pengukuran
berat jenis urin (> 1.030) selain tanda dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa
haus dan mukosa mulut kering. Bila pada anak gizi buruk didapatkan dehidrasi maka
anak harus diberikan ReSoMal 5ml/kg/jam setiap 30 menit selama 2 jam pertama,
dilanjutkan dengan 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya. Pemberian ReSoMal
dapat dihentikan bila sudah rehidrasi, tetapi ReSoMal masih dilanjutkan bila anak
masih diare.2
Langkah 4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami gangguan elektrolit sehingga
berikan ekstra kalium 3-4 mmol/kg/hari, ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari,
ReSoMal (atau ccairan rendah natrium lainnya), dan siapkan makanan tanpa garam.2
Langkah 5. Obati/ Cegah Infeksi
Pada saat rawat inap, antibiotik spektrum luas dan vaksin campak (pada anak
> 6 bulan dan belum mendapat imunisasi) dapat diberikan secara rutin.Bila anak tidak
terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata dapat diberikan kotrimoksasol 5 ml
larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5ml bila berat < 6 kg),
sedangkan pada anak yang terlihat sangat sakit atau terdapat komplikasi dapat
diberikan ampisilin 50 mg/kg IM/IV tiap jam untuk 2 har dan dilanjutkan dengan
amoksisilin per oral 15 mg/kg/8 jam untuk 5 hari atau ampisilin per oral 50 mg/kg/6
jam.2
Langkah 6. Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Pemberian pada hari pertama adalah (1) vitamin A per oral dengan dosis
200.000 IU untuk usia > 12 bulan, 100.000 IU untuk usia 6 – 12 bulan, dan 50.000 IU
untuk usia 0 – 5 bulan; (2) asam folat 5 mg per oral. Lalu selama 2 minggu
selanjutnya pemberian mikronutrien harian berupa (1) suplemen multivitamin; (2)
asam folat 1 mg/hari; (3) zink 2 mg/kgBB/hari; (4) Copper 0,3mg/kgBB/hari; (5)
Preparat besi 3 mg/kgBB/hari pada fase rehabilitasi.2
Langkah 7. Pemberian Makanan
Pemberian makan pada fase stabilisisasi adalah pemberian makan melalui oral
atau pipa nasogastrik dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah dan
rendah laktosa (F75 = 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein/ 100 ml). Pada fase
stabilisasi, kebutuhan energi sebesar 80 – 100 kkal/kgBB/hari, kebutuhan protein
sebesar 1 – 1,5 gram/kgBB/hari, dan kebutuhan cairan sebesar 130 ml/kgBB/hari.2
Langkah 8. Mencapai Kejar-Tumbuh
Untuk memasuki fase rehabilitasi diperlukan fase transisi dimana terdapat
perubahan pemberian makanan yang bertahap dari makanan awal ke makanan kejar
tumbuh yaitu fase rehabilitasi. Pada fase transisi ini F75 dapat diganti dengan F100
dan meningkatkan volume secara bertahap sehingga kebutuhan energi mencapai 100-
150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari. Setelah fase transisi, anak
masuk ke fase rehabilitasi. Tahapan ini dapat dimulai bila nafsu makan anak kembali
biasanya sekitar satu minggu setelah perawatan. Kebutuhan dalam fase rehabilitasi
adalah energi 150 – 220 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram/kgBB/hari. Tatalaksana
dapat dimonitor dengan kenaikan berat badan seperti di bawah ini:
- Buruk (< 5 gram/kgBB/hari) maka anak perlu dilakukan penilaian ulang
tentang target asupan makanan dan periksa apakah ada tanda-tanda infeksi
- Sedang (5-10 gram/kgBB/hari) maka lanjutkan tatalaksana
- Baik (> 10 gram/kgBB/hari) maka lanjutkan tatalaksana2
Langkah 9. Memberikan Stimuli Fisik, Sensorik, dan Dukungan Emosional
Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perlilaku yang
terlambat sehingga diperlukan pemberian stimuli-stimuli berupa:
- Perawatan dengan kasih sayang
- Kegembiraan dan lingkungan nyaman
- Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari
- Aktivitas fisiik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak
- Keterlibatan ibu dalam kenyamanan, makan, mandi, dan bermain2
Langkah 10. Persiapan Tindak Lanjut Setelah Perawatan
Pada anak yang sudah mencapai persentil 90% BB/TB atau -1 SD maka anak
sudah pulih. Pola makan yang baik perlu dilanjutkan sehingga orang tua harus
diberikan edukasi tentang pemberian makan dengan frekuensi dan kandungan yang
memadasi serta terapi bermain yang terstruktur di rumah. Pasien yang sudah pulang
seharus nya kontrol secara teratur, diberikan imunisasi booster, dan diberikan vitamin
A setiap 6 bulan.2
2.2 Alergi Susu Sapi
Penyakit yang bedasarkan reaksi hipersensitivitas akibat pemberian susu sapi
atau makanan yang mengandung susu sapi. Alergen yang paling sering terdapat
dalam susu sapi adalah protein. Protein susu sapi memiliiki 2 fraksi yaitu casein dan
whey. Fraksi kasein membuat susu menjadi kental, sedangkan protein whey dapat
mengalami denaturasi dalam pemanasan ekstensif.3
Gejala alergi susu sapi timbul paling sering dimulai pada usia 6 bulan pertama
kehidupan dan bermanifestasi pada 3 sistem organ tubuh yaitu kulit (urtikaria,
kemerahan kulit, pruritus, dan dermatitis atopik), saluran nafas (hidung tersumbat,
rinitis, batuk berulang, dan asma), dan saluran cerna (muntah, kolik, konstipasi, diare,
dan buang air besar berdarah). 3
Diagnosis alergi susu sapi ditegakkan sesuai anamnesis tentang gejala yang
timbul saat meminum susu sapi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
(hematologi, uji kulit, provokasi makanan, dan pemeriksaan kadar histamin). Bila
diagnosis sudah ditegakkan maka tatalaksana yang dilakukan adalah pemberian susu
sapi harus dihindari dengan ketat, mengganti susu dengan susu kedele (bila alergi
terhadap susu sapi dan susu kedele diberikan susu sapi hidrolisat), dan pemberian
pengobatan simptoomatis pada gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi. 3
Pencegahan alergi susu sapi dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pertama
pencegahan primer adalah penghindaran sebelum terjadi sensitisasi yaitu sejak dalam
masa kehamilan dengan pemberian susu sapi hipoalergenik. Tahap kedua adalah
pencegahan sekunder dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum ada gejala dari
alergi maka susu sapi harus dihindari dengan pemberian susu sapi non alergenik pada
usia 0 sampai 3 tahun. Terakhir, pencegahan tersier yang dilakukan pada anak yang
sudah tersensitisasi dan bermanifestasi dini seperti dermatitis atopik atau rinitis
sehingga diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau penggantu susu sapi
pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. 3
2.3 Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/ bakteri) dan hal-hal lainnya (aspirasi, radiasi, dan lain-
lain). Etiologi pneumonia berbeda-beda sesuai dengan usia penderita. Bakteri yang
paling berperan secara umum adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenzae, Staphylococcus aureus, strekokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma. Secara klinis, pneumonia bakterial sulit dibedakan dengan pneumonia
viral. Akan tetapi, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial
awitannya lebih cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
terdapat perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. 4
Mikroorganisme penyebab masuk ke paru, menyebabkan edema akibat reaksi
jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitar,
dan paru akan mengalami konsolidasi. Konsolidasi ini disebut stadium hepatisasi
merah yang berisi sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan adanya
kuman di alveoli. Lalu dilanjutkan oleh stadium selanjutnya yaitu stadium hepatisasi
kelabu yang berupa deposisi fibrin semakin bertambah serta terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat. Terakhir adalah stadium
resolusi yaitu saat jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel mengalami degenerasi,
fibrin menipis, dan debris menghilang. 4
Secara umum gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak dibagi menjadi
dua yaitu gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala infeksi umum
antara lain demam, sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu makan menurun, dan keluhan
gastrointestinal (seperti mual, muntah atau diare). Sedangkan gejala gangguan
respiratori yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis. 4
Foto rontgen toraks direkomendaskan pada pneumonia berat. Secara umum
gambaran foto toraks terdiri dari :
- Infiltrat interstisial : peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar : konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
yang mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris
- Bronkopneumonia : gambaran difus merata kedua paru berupa bercak infiltrat
yang dapat meluas hingga perifer paru disertai peningkatan corakan
peribronkial4
Diagnosis etiologi pneumonia ditegakkan bedasarkan pemeriksaan
mikrobiologis dan/atau serologis. Akan tetapi pneumonia pada anak umumnya
didiagnosis bedasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratoris, serta gambaran radiologis. Berkut ini adalah klasifikasi pneumonia pada
bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun:
- Pneumonia berat : sesak napas, harus dirawat, dan diberi antibiotik
- Pneumonia : tidak ada sesak napas, ada napas cepat dengan laju > 50 x/menit
untuk usia 2 bulan – 1 tahun dan > 40 x/menit untuk 1-5 tahun, tidak perlu
dirawat, dan diberi antibotik
- Bukan pneumonia : tidak ada napas cepat dan sesak napas, tidak dirawat,
tidak diberi antibiotik, dan diberi pengobatan simptomatis
Sedangkan pada bayi berusia di bawah 2 bulan klasifikasinya berbeda, yaitu seperti di
bawah ini:
- Pneumonia : napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas, dirawat, dan diberi
antibiotik
- Bukan pneumonia : tidak napas cepat, tidak sesak napas, tidak dirawat, dan
diberi pengobatan simptomatik.
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama yaitu
amoksisilin dengan dosis 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol dengan dosis 4 mg/kgBB.
Pada pneumonia rawat inap, antibiotik lini pertama yang digunakan adalah golongan
beta-laktam atau kloramfenikol. Kloramfenikol biasanya diberikan dengan dosis 15
mg/kgBB setiap 6 jam. Terapi antibiotik dapat diteruskan selama 7-10 hari.
Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, umumnya pasien
tetap diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. 4
BAB 3
ANALISIS KASUS
Pasien anak perempuan berusia 6 bulan dibawa oleh kedua orangtuanya
dengan keluhan berat badan yang sulit naik sejak lahir.
Pasien, seorang anak perempuan berusia 6 bulan datang dibawa orang tuanya
dengan keluhan berat badan sulit naik sejak lahir. Ibu pasien merasa berat badan
pasien tidak sesuai dengan anak-anak lain seusianya. Pasien lahir spontan dengan
berat lahir 2500 gr, pasien lahir kurang bulan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien
hanya mengalami pertambahan berat badan sebanyak 500 gr sampai usia 6 bulan.
Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi, sehingga ibu pasien kesulitan memberikan
makanan kepada pasien.
Pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 2 minggu
sebelum masuk RS, sesak terasa sepanjang hari. Tidak berhubungan dengan posisi.
Saat sesak pasien tidak biru. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam yang
hilang timbul sejak 3 bulan sebelum masuk RS, batuk berkurang bila diberikan obat.
Saat pasien tidur sering terdengar bunyi suara grok-grok. Pasien mengalami demam
sejak 1 hari sebelum masuk RS, ketika demam diberikan obat dari puskesmas dan
demam berkurang. Pasien mengalami keringat berlebih pada malam hari. Mual dan
muntah disangkal.
Selain itu, pasien menderita diare sejak 1 hari SMRS. Diare sebanyak 3-4 kali
perhari dengan konsistensi cair, berwarna kecoklatan, tidak berbau dan tidak ada
ampas. Setiap hari mengganti popok sebanyak 2-3 kali. Pasien tidak muntah, tidak
kejang. BAK tidak ada kelainan.
Terdapat sesak napas dengan laju pernapasan yang tidak teratur sebesar
60x/menit, dengan bantuan otot bantu napas, retraksi interkostal dan substernal, serta
adanya nafas cuping hidung menegakkan diagnosis adanya pneumonia pada pasien.4
Pada saat pasien masuk rumah sakit, berat badan pasien adalah 3,5 kg, BB/TB
pasien adalah Zo = -3 dengan kesan gizi kurang sehingga tidak diberikan tatalaksana
gizi buruk.2 Selanjutnya pasien dirawat di ruang isolasi. Pasien mendapatkan asupan
nutrisi berupa susu formula dengan bahan dasar soya melalui NGT sebanyak 8x120cc
yaitu setara dengan 540 kkal, sedangkan kebutuhan nutrisi yang sebenarnya adalah
540 kkal.
Secara umum faktor risiko infeksi pasca lahir dapat disingkirkan karena
riwayat kehamilan, kelahiran, imunisasi, dan tumbuh kembang pasien baik dan tidak
terdapat kelainan. Hanya saja, berat badan pasien tidak naik sejak lahir. Atau ibunya
merasa pasien tidak seperti anak seusianya. Selain itu, keluhan seperti batuk dan
sesak terus menerus. Padahal dilihat dari asupan makanannya, pasien memiliki nafsu
makan yang baik, namun berat badan tetap tidak naik. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya gizi buruk, seperti pada pasien ini juga terdiagnosis Tb paru
dimana dapan menyebabkan penurunan nafsu makan, malabsorpsi nutrien dan
mikronutrien, dan perubahan metabolisme pada protein. Hal-hal inilah yang
memperburuk status gizi pasien.5
Pasien diberikan tatalaksana F100 sesuai dengan kebutuhan nutrisi pada
pasien lalu asupan ditingkatkan secara bertahap melalui fase stabilisasi, fase transisi,
dan fase rehabilitasi. Pasien mengalami kenaikan berat badan rata-rata 0,1kg per
harinya sehingga kemajuan status nutrisi pasien dapat dikategorikan baik.2
Gizi buruk juga dapat mempengaruhi infeksi atau penyakit lain yang dapat
masuk ke dalam tubuh, sehingga penggunaan antibiotik broad spectrum juga perlu
diberikan. Koreksi defisiensi mikronutrien juga diberikan kepada pasien secara tepat
dan terjadwal.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Blosner, Monica. Et al. Malnutrition. Quantifying the health impact at
national and local levels. WHO : 2005
2. Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE,
Kliegman RM. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1. Jakarta: EGC.
2000.
3. Damayanti Rusli Sjarif, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jakarta: IDAI. 2013
4. Depkes. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Buku I. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan
Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi 2011
5. Arwin AP Akib, dkk. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta: IDAI.
2010.
6. Nastiti N. Rahajoe, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI. 2013.
7. Krishna Bihari Gupta, dkk. Tuberculosis and Nutrition. Lung India. 2009.
26(1): 9-16.