KTI FITRI SIPP

38
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiksitis merupakan peradangan dari apendiks, vermiformis dan merupakan abdomen akut yang paling sering. Penyebab utamanya adalah obstruksi atau penyumbtaan yang disebabkan hyperplasia dari folikel limfoid yang merupakan penyebab utama adanya tekolit dalam lumen apendiks, adanya benda asing seperti cacing striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya( Arif Mansjoer,2001) Sedangkan apendiks sendiri merupakan ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci ), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif , dan lumennya kecil , apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi ( apendiksitis) (Suzane C.Smeltzer & Bare ,2002) Apendektomi merupakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2002) 1

description

KTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPPKTI FITRI SIPP

Transcript of KTI FITRI SIPP

Page 1: KTI FITRI SIPP

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendiksitis merupakan peradangan dari apendiks, vermiformis dan

merupakan abdomen akut yang paling sering. Penyebab utamanya adalah

obstruksi atau penyumbtaan yang disebabkan hyperplasia dari folikel limfoid

yang merupakan penyebab utama adanya tekolit dalam lumen apendiks, adanya

benda asing seperti cacing striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya( Arif Mansjoer,2001)

Sedangkan apendiks sendiri merupakan ujung seperti jari-jari yang kecil

panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci ), melekat pada sekum tepat di bawah katup

ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke

dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif , dan lumennya kecil ,

apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi

( apendiksitis) (Suzane C.Smeltzer & Bare ,2002)

Apendektomi merupakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C.,

2002)

Insiden apendiksitis sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan pada

masa prapuber,sedangkan pada masa remaja ratio laki-laki : perempuan menjadi

3 : 2 dab pada usia diatas 25 tahun ratio ini menjadi 1 : 1 (Telford,

Condon,1996).

Insiden apendiksitis di Negara maju lebih banyak dari pada di Negara

berkembang (Pieter , 2005). Kejadian ini mungkin disebabkan karena pola

makanan di Negara berkembang yang banyak mengkonsumsi makanan berserat.

Di Indonesia kasus apendiksitis jarang di laporkan. Prevalensi apendiksitis

Di Wilayah RSUD Gambiran Kota Kediri tahun 2010 adalah sebanyak 66 jiwa.

1

Page 2: KTI FITRI SIPP

2

Tahun 2011 sebanyak 51 jiwa,sedangkan tahun 2012 sebanyak 38 jiwa. (Rekam

Medik RSUD Gambiran Kota Kediri, 2012 )

Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka

morbiditas masih cukup tinggi. Penanganan apendiksitis yang secara baik selama

ini membuat angka kematian akibat apendiksitis dalam 20 tahun terakhir

menurun tajam. Walaupun angka kematian akibat apendiksitis telah menurun,

tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi (Triatmojo,2008 )

Penyebab apendiksitis adalah kurangnya mengkonsumsi serat dan

gaya hidup yang tidak sehat. Hingga tidak dapat dihindari,  penyakit apendiksitis

menjadi kasus tersering yang diderita oleh klien dengan nyeri abdomen akut,yang

menimbulkan maslah keperawatan nyeri akut.Nyeri akut ini jika tidak cepat

ditangani,akan mengakibatkan syok neurogenik.

Dengan melihat kompleksnya masalah yang timbul pada penderita

apendiksitis maka membutuhkan peranan keperawatan yang efektif dalam

penanggulangan apendiksitis di Rumah Sakit yang meliputi aspek promotif yaitu

dengan pendidikan kesehatan tentang apendiksitis, preventif adalah pencegahan

penyakit apendiksitis bisa dengan penggunaan makanan berserat dalam menú

sehari-hari, kuratif dengan tindakan pembedahan, pemberian antibiotik,dan

rehabilitatif yaitu progaram yang direncanakan untuk penyembuhan klien dengan

apendiksitis.

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan studi kasus pada klien dengan apendiksitis dengan

menggunakan proses pendekatan asuhan keperawatan.

2. Tujuan khusus

Mahasiswa mampu melakukan :

a. Pengkajian dan analisa data prioritas klien untuk kasus apendiksitis

Page 3: KTI FITRI SIPP

3

b. Merumuskan diagnosa atau masalah keperawatan dari kasus apendiksitis

c. Melakukan rencana asuhan keperawatan untuk kasus apendiksitis

d. Menyusun segera implementasi (dependen, independen, interdependen)

kasus apendiksitis

e. Mengevaluasi efektifitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki

tindakan yang dipandang perlu diperbaiki dengan kasus apendiksitis

f. Mampu membahas kesenjangan teori dan praktek

g. Mampu mendokumentasikan tentang asuhan keperawatan pada klien

apendiksitis.

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil studi kasus dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam

upaya penyempurnaan asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis.

1. Institusi

Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan penyempurnaan

penanganan kasus apendiksitis dengan memasukan dalam kurikulum

pembelajaran.

2. Profesi

Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam

asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis.

3. Peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan dan pengelaman dalam melakukan

penelitian di Rumah Sakit.

4. Responden

Responden mendapatkan asuhan keperawatan sehingga dapat mencegah

berbagai macam komplikasi yang di timbulkan dan meningkatkan kualitas

hidup.

D. PENGUMPULAN DATA

Teknik Pengambilan Data :

Page 4: KTI FITRI SIPP

4

a. Dengan melakukan wawancara yaitu wawancara merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab

langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber

atau sumber data.

b. Dengan observasi atau pengamatan yaitu pengumpulan data dengan

terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek

yang diteliti.

c. Dengan studi dokumentasi rekam medis berupa hasil-hasil pemeriksaan

dan dokumentasi klien selama di rawat di rumah sakit sampai saat

pengkajian dilakukan.

E. TEMPAT DAN WAKTU

Tempat : RSUD Gambiran Kota Kediri

Waktu :

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan terdiri dari 5 Bab,Bab pertama terdiri dari

pndahuluan yang berisi tentang latar belakang,tujuan penulisan,  manfaat

penulisan dan sistematika penulisan. Sedangkan BAB II tinjauan pustaka

yang berisi konsep dasar penyakit,  meliputi pengertian,  etiologi, 

klasifikasi,  manifestasi klinis,  patofisiologi,   pathways,  pemeriksaan

penunjang,  penatalaksanaan,  komplikasi,  konsep keperawatan.

Page 5: KTI FITRI SIPP

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR APENDIKSITIS

1. Anatomi

Apendiks merupakan ujung seperti jari-jari yang kecil

panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci ), melekat pada sekum tepat di

bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan

diri secara teratur ke dalam sekum. (Suzane C.Smeltzer & Bare ,2002)

Apendiks merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih

sebesar pensil dengan panjang kira-kira 10 cm. lokasi apendiks pada

daerah iliaka kanan, dibawah katup iliocaecal, tepatnya pada dinding

abdomen di bawah titik Mc Burney.(Deden & Tutik

Rahayuningsih,2010)

Gambar :

2. Pengertian apendiksitis

Apendiksitis , penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran kanan bawah dari rongga abdomen,adalah penyebab paling

umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan

Page 6: KTI FITRI SIPP

6

mengalami apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup

mereka; pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja

lebih sering dari orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia

berapapun, apendiksitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30

tahun.

(Suzane C.Smeltzer ,2002)

Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis .

(Muttaqin & Kumala Sari,2011).

Menurut Katz,2000 dalam Arif Muttaqin 2011 mengatakan

secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir

tersebut normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya

mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada pathogenesis apendiksitis. Immunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lympoid Tissue

(GALT) yang terdapat sepanjang saluran cerna termasuk apendiks

adalah igA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian , pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini

sangat kecil jika di bandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan

di seluruh tubuh .

3. Klasifikasi

Klasifikasi appendiksitis menurut Samsuhidajat dan Win De

Jong, 2002:

a. Apendisitis Akut

Page 7: KTI FITRI SIPP

7

Apendisitis Akut merupakan infeksi bacteria yang berawal di mukosa

dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendik dalam

waktu 24 – 48 jam. Jika berbentuk abses apendisitis akan sembuh.

Apendiks yang pernah tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan

jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat meradang akut lagi dan

dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut ( eksaserbasi =

penyakit tambah berat )

b. Apendisitis Kronik

Diagnosa apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi

semua syarat riwayat nyeri kanan bawah lebih dari dua minggu

radang kronik appendiks dan keluhan menghilang setelah

apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan )

menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut di mukosa.

c. Apendisitis Perforasi

Perforasi apendiks mengakibatkan peritonitis yang ditandai dengan

demam tinggi, nyeri semakin hebat yang meliputi seluruh perut dan

perut menjadi tegang dan kembung.

4. Etiologi

1) Menurut Syamsyuhidayat, 2005 :

a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.

b. Tumor apendiks.

c. Cacing ascaris.

Page 8: KTI FITRI SIPP

8

d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.

e. Hiperplasia jaringan limfe.

2) Menurut Mansjoer , 2000 :

a. Hiperflasia folikel limfoid.

b. Fekalit.

c. Benda asing.

d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

e. Neoplasma.

5. Komplikasi

Menurut Brunner dan Suddart, 2002 adalah perforasi apendiks,

yang dapat berubah menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi

adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan

lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

Gejala mencangkup demam dengan suhu 37,7 0 C atau lebih tinggi,

penampilan toksit, dan nyeri atau  nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

6. Patofisiologi

Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat

tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massakeras dari feses), tumor

atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal

yang akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa

jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya

appendiks yang terinflamasi berisi pus. (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Mansjoer, 2000:

Page 9: KTI FITRI SIPP

9

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan

lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,

striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau

neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan

menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan

terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi

yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal

yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri

sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E

Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,

lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah

peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi

mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan

bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis

supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan

menyebabkan apendisitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan

lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah

apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate

Page 10: KTI FITRI SIPP

10

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses

atau bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.

Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah

( Mansjoer, 2000 ).

7. Gambaran Klinis

Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai

dengan demam ringan,mual dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan

local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas

(hasil atau intensifikaasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin

di jumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat

konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi

apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum , nyeri dan nyeri

tekan dapat tersa di daerah lumbal ; bila ujungnya pada pelvis , tanda-

tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada

defekasi menunjukan ujung apendiks dekat dengan kandung kemih

atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan

dapat terjadi.

Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah

kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di

kuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah rupture nyeri menjadi

lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan

kondisi pasien memburuk.

Page 11: KTI FITRI SIPP

11

8. Pathway

Penyumbatan lumen apendiks,hyperplasia folikel limfoid, fekalit,

benda asing, striktur fibrosis neoplasma

apendiks terinflamasi

peningkatan tekanan intraluminal

menghambat aliran limfe

ulserasi pada dinding mukosa

Ganggren dan perforasi

Apendiktomi

Luka Post OP

Mual,muntah

Resiko tinggi kurang volume vairan dan elektrolit

Kurang pengetahuan

Cemas

Page 12: KTI FITRI SIPP

12

Gambar : Pathway Apendiksitis

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Diagnose keperawatan adalah langkah awal dari proses

keperawatan yang meliputi aspek bio,psiko,social dan spiritual serta

komprehensif. Maksud dari pengkajian adalah untuk mendapatkan

informasi atau data tentang pasien. Data tersebut dapat berasal dari

pasien (data primer),dari keluarga (data sekunder),data dari catatan

yang ada (data tersier),pengumpulan melalui wawancara, observasi

langsung daan melihat secara medis adapun data yang diperlikan pada

pasien apendiksitis adalah sebagai berikut :

a. Data dasar

1) Identitas klien,diperlukan untuk memudahkan

mengenal dan membandingkan antara klien yang

satu dengan klien yang klien lain. Identitas klien

melipiti umur , jenis kelamin, pendidikan, agama,

pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan

diagnisa medis.

Resiko tinggi infeksi Nyeri akut

Sumber: ( Smeltzer,suzzane.,C.2002.,Mansjoer,2000.,Doengoes E.Marilyn,2010.,NANDA , 2012.)

Kerusakan intregitas kulit

Page 13: KTI FITRI SIPP

13

2) Riwayat penyakit sekarang meliputi awal gejala

yang dirasakan, keluhan timbul nyeri, secara

bertahap, atau mendadak di bagian perut kanan

bawah.

3) Riwayat penyakit dahulu meliputi penyakit yang

berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat

kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit, riwayat

pemakaian obat.

4) Riwayat kesehatan keluarga meliputi anggota

keluarga yang mempunyai riwayat penyakit

keturunan seperti DM,asma,jantung,ginjal.

5) Kebiasaan sehari-hari meliputi pola nutrisi

eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas

dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi

kesehatan.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan mulai dari

ujung rambut sampai ujung kaki menggunakan empat

tekhnik, yaitu inspeksi,auskultasi, perkusi, palpasi.

a) Inspeksi , kesadaran komposmentis, keadaan umum

lemah, pucat, keringat dingin,kesakitan,bentuk

tubuh bungkuk,pernafasan cepat.

b) Auskultasi usus, peristaltic usus dan suara tambah

keras.

c) Palpasi , adanya nyeri tekan , nyeri lepas, terasa

adanya benjolan kuadran kanan bawah, abdomen,

nadi cepat, suhu tubuh meningkat.

d) Perkusi , mengetuk jari diatas perut.

c. Pemeriksaan penunjang

Page 14: KTI FITRI SIPP

14

Pada periksaan darah lengkap menunjukan adanya

leukosit diatas 10.000/ ul (normal=5000-10000/ ul) .

Pada urinalisis biasanya normal,tetapi terkadang

terdapat leukosit atau eritrosit. Dan pada foto

Apendikskogram terlihat pada apendiks tidak terisi

kontras.

(Perry & Potter,2005)

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes, Marrilynn E,2010 dan Hardhi & Amin Huda 2012:

a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama,perforasi/ rupture pada

apendiks,peritonitis,pembentukan abses.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah praoperasi,pembatasan pascaoperasi (puasa),status

hipermetabolik (demam,proses penyembuhan),inflamasi peritoneum

dengan cairan asing.

c. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh

inflamasi,adanya insisi bedah.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat , salah

intrepetasi informasi,tidak mengenal sumber informasi.

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi bedah.

3. Perencanaan

1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan utama,perforasi/ rupture pada

apendiks,peritonitis,pembentukan abses.

Page 15: KTI FITRI SIPP

15

Tujuan & KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan

benar,bebas tanda infeksi/ inflamasi , drainase purulen, eritema,

dan demam.

a) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil ,

berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri

abdomen.

Rasional : Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis,

abses, peritonitis.

b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka

aseptic. Berikan perawatan paripurna.

Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.

c) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka /

drein (bila dimasukan ), adanya eritema.

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses

infeksi dan atau pengawasan penyembuhan

peritonitis yang telah ada sebelumnya.

d) Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien / orang

terdekat.

Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi

memberikan dukungan emosi,membantu

menurunkan ansietas.

e) Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Rasional : Kultur peawarnaan Gram dan sensitivitas

berguna untuk mengidentifikasi organism

penyebab dan pilhan terapi.

f) Berikan antibiotic sesuai indikasi

Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau

menurunkan jumlah organisme (pada infeksi

yang sebelumnya) untuk menurunkan

Page 16: KTI FITRI SIPP

16

penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga

abdomen.

g) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses

terlokalisir.

2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan muntah praoperasi,pembatasan pascaoperasi (puasa),status

hipermetabolik (demam,proses penyembuhan),inflamasi

peritoneum dengan cairan asing.

Tujuan & KH : Mempertimbangkan keseimbangan cairan

dibutuhkan oleh kelembaban membrane , mukosa, turgor kulit

baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaranurine

adekuat.

a) Awasi TD dan nadi

Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi

fluktuasi volume intravaskuler.

b) Lihat membrane mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian

kapiler.

Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan

hidrasi seluler.

c) Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine /

konsentrasi , berat jenis.

Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan

peningkatan berat jenis diduga dehidrasi /

kebutuhan peningkatan cairan.

d) Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus , gerakan

usus.

Page 17: KTI FITRI SIPP

17

Rasional : Indikator kembalinya peristaltic kesiapan untuk

pemasukan per oral.

e) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per

oral dimulai , dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

Rasional : menurunkan iritasi gaster / muntah untuk

meminimalkan kehilangan cairan.

f) Pertahanlan penghisapan gaster/usus.

Rasional : selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi

dan di pertahankan pada fase segera pasca

operasi

3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh

inflamasi,adanya insisi bedah.

Tujuan & KH : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol,Tampak rileks

, mampu tidur / istirahat dengan tepat.

a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).

Selidiki dan laporkan perubahan laporan perubahan nyeri

dengan tepat.

Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,

kemajuan penyembuhan. Perubahan pada

karakteristik nyeri menunjukan terjadinya

abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi

medic dan intervensi.

b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi Fowler.

Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat infamasi dalam

abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah dengan

posisi telentang.

c) Dorong ambulasi dini.

Page 18: KTI FITRI SIPP

18

Rasional : Meningkatkan normalsasi fungsi organ,contoh

merangsang peristaltic dan kelancaran

flatus.,menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

d) Berikan aktivitas hiburan .

Rasional : Fokus perhatian kembali , meningkatkan

relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan

koping.

e) Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal.

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic

usus dini dan iritasi gaster/muntah.

f) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai indikasi.

Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama

dengan intervensi terapi lain contoh ambulasi,

batuk.

g) Berikan kantong es pada abdomen.

Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui

penghilangan rasa ujung syaraf. Catatan :

Jangan lakukan kompres panas karena dapat

menyebabkan kongesti jaringan.

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat ,

salah intrepetasi informasi,tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan & KH : Menyatakan pemahamanproses

penyakit,pengobatan dan potensial komplikasi. Berpartisipasi

dalam program pengobatan.

a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi,contoh

mengangkat berat,olahraga,seks.

Page 19: KTI FITRI SIPP

19

Rasional : Memberikan informasi pada pasien untuk

merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa

menimbulkan masalah.

b) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat

periodic.

Rasional : Mencegah kelemahan , meningkatkan

penyembuhan , dan perasaan sehat, dan

mempermudah kembali ke aktivitas normal.

c) Anjurkan menggunakan laksatif , pelembek feses ringan bila

perlu dan hindari enema.

Rasional : membantu ke fungsi usus semula, mencegah

mengejan saat defekasi.

d) Diskusikan perawatan insisi , termasuk mengganti

balutan,pembatasan mandi,dan kembali ke dokter untuk

mengangkat jahitan / pengikat.

Rasional : pemahaman meningkatkan kerja sama dengan

progam terapi , meningkatkan penyembuhan

dan proses perbaikan.

e) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic,contoh

peningkatan nyeri ,edema/eritema luka, adanya drainase ,

demam.

Rasional : upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi

serius contoh lambatnya penyembuhan ,

peritonitis.

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi

bedah.

Tujuan dan KH : Integritas kulit baik bisa di pertahankan (sensasi,

elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka / lesi

pada kulit. Perfusi jaringan baik. Menunjukan pemahaman dalam

Page 20: KTI FITRI SIPP

20

proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

dan perawatan alami.

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

Rasional : untuk menghindari gesekan berlebih antara

pakaian dengan luka pasien yang dapat

menimbulkan luka berlebih.

b) Hindari kerutan pada tempat tidur

Rasional : untuk menghindari dekubitus.

c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

Rasional : mengurangi resiko masuknya bakteri sehingga

mengakibatkan infeksi.

d) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

Rasional : untuk memperlancar aliran darah sehingga

tidak terjadi nekrosis.

e) Monitor kulit akan adanya kemerahan

Rasional : Mendeteksi dini adanya proses infeksi.

3) Impelementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas

yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar

implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan

efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau

dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang

dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.

Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk

mengatasi nyeri,mengatasi, kurang pengetahuan tentang proses

penyakit (Lynda Juall C, 2006, Rencana Asuhan Keperawatan)

4) Evaluasi

Page 21: KTI FITRI SIPP

21

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi

respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk

memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,

Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu,

karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan

dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan

kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi

keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap

evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : nyeri

berkurang / hilang (Keliat Budi Anna, 2004, Proses Keperawatan).

C. KONSEP DASAR NYERI

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan

hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi

perasaan tersebut (Long,1996)

2. Fisiologi nyeri

Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih

belum sepenuhnya dimengerti.Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan

hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi

antara sistem algesia tubuh dan tranmisi sistem saraf serta interpretasi

stimulus.(Wahit & Nurul, 2008)

3. Nosisepsi menurut Wahit dan Nurul (2008)

Page 22: KTI FITRI SIPP

22

Nosisepsi merupakan proses fisiologis terkait dengan nyeri .ada 4 fase

yakni :

a) Transduksi . stimulus atau rangsangan yang membahayakan (mis., bahan

kimia, suhu) memicu pelepasan mediator biokimia (mis., prostaglandin,

bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.

b) Tranmisi. Nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medula

spinalis .tranmisi nyeri dari medula spinalis menuju batang otak dan

talamus melalui spinothalamic tract (STT).sinyal diteruskan ke korteks

sensorik somatik tempat nyeri diersepsikan .impuls yang ditranmisikan

melalui STT mengaktifkan respon otonomi dan limbik.

c) Persepsi. Individu mulai menyadari adanya nyeri

d) Modulasi. (sistem desenden).Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal

kembali ke medula spinalis. Serabut desenden melepaskan substansi

seperti opioid, serotonin, norepinefrin yang menghambat impuls asenden

yang membahayakan di dorsal medula spinalis.

4. Pengalaman nyeri

Dipengaruhi oleh:

(1) arti nyeri bagi seseorang,

(2) persepsi nyeri individu,

(3) toleransi nyeri,

(4) reaksi individu terhadap nyeri .

(Wahit & Nurul,2008)

Page 23: KTI FITRI SIPP

23

5. Faktor yang mempengaruhi toleransi nyeri

Meningkat Menurun

Alkohol

Obat-obatan

Hipnosis

Panas

Gesekan atau garukan

Pengalihan perhatian

Kepercayaan yang kuat

Capai atau kelelahan

Marah

Kebosanan

Cemas

Nyeri yang kronis

Sakit atau penderitaan

(Wahit & Nurul,2008)

6. Jenis dan bentuk nyeri menurut Wahit dan Nurul (2008)

a) Jenis nyeri

(1) Nyeri perifer. Nyeri ada 3 macam (1) nyeri superfisial, yakni rasa

nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa , (2)

nyeri viseral, yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor

nyeridi rongga abdomen ,kranium, thoraks, (3) nyeri alih, yakni nyeri

yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab

nyeri.

(2) Nyeri sentral. Nyeri yang timbul akibat stimulasi pada medula

spinalis, batang otak dan talamus

(3) Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya .nyeri

ini timbul akibat fikiran si penderita sendiri.

b) Bentuk nyeri

Page 24: KTI FITRI SIPP

24

(1) Nyeri akut. Nyeri biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan.awitan

gejalanya mendadak,biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.

(2) Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa

diketahui atau tidak.nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya sudah

tidak dapat disembuhkan

7. Skala nyeri menurut Hayward

Skala Keterangan

0

1-3

4-6

7-9

10

Tidak nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Sangat nyeri masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biadsa

dilakukan

Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

8. Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri

Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama yakni (1) riwayat

nyeri untuk mendapatkan data dari klien, (2) observasi langsung pada respon

perilaku dan fisiologis klien.

P : provoking atau pemicu yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri

Q : quality atau kualitas nyeri (mis. Tumpul, tajam)

R : region atau daerah yaitu daerah perjalanan kedaerah lain

S : severity yaitu intensitas nyeri

T : time atau waktu yaitu seragan, lamanya nyeri

(Wahit & Nurul,2008)

Page 25: KTI FITRI SIPP

25

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. Marilyn. E.dkk (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta

Syamsuhidayat. R & De Jong W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :

EGC.

Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:

EGC.

Mansjoer,A., dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Muttaqin, Arif & Kumala Sari.(2010).Gangguan Gastrointestinal,Jakarta: EGC

Kusuma, Hardhi & Amin Huda Nurarif.(2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan NANDA. Edisi Revisi. Yogjakarta.

http://www.depkes.go.id di unduh tanggal 30 Januari 2013 jam 17.37 WIB.

Page 26: KTI FITRI SIPP

26

http://andikakurazaki.com di unduh tanggal 27 Januari 2013 jam 06.54 WIB.