KTI FITRI SIPP
-
Upload
vya-rasta-mania -
Category
Documents
-
view
111 -
download
4
description
Transcript of KTI FITRI SIPP
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiksitis merupakan peradangan dari apendiks, vermiformis dan
merupakan abdomen akut yang paling sering. Penyebab utamanya adalah
obstruksi atau penyumbtaan yang disebabkan hyperplasia dari folikel limfoid
yang merupakan penyebab utama adanya tekolit dalam lumen apendiks, adanya
benda asing seperti cacing striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya( Arif Mansjoer,2001)
Sedangkan apendiks sendiri merupakan ujung seperti jari-jari yang kecil
panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci ), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke
dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif , dan lumennya kecil ,
apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
( apendiksitis) (Suzane C.Smeltzer & Bare ,2002)
Apendektomi merupakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C.,
2002)
Insiden apendiksitis sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan pada
masa prapuber,sedangkan pada masa remaja ratio laki-laki : perempuan menjadi
3 : 2 dab pada usia diatas 25 tahun ratio ini menjadi 1 : 1 (Telford,
Condon,1996).
Insiden apendiksitis di Negara maju lebih banyak dari pada di Negara
berkembang (Pieter , 2005). Kejadian ini mungkin disebabkan karena pola
makanan di Negara berkembang yang banyak mengkonsumsi makanan berserat.
Di Indonesia kasus apendiksitis jarang di laporkan. Prevalensi apendiksitis
Di Wilayah RSUD Gambiran Kota Kediri tahun 2010 adalah sebanyak 66 jiwa.
1
2
Tahun 2011 sebanyak 51 jiwa,sedangkan tahun 2012 sebanyak 38 jiwa. (Rekam
Medik RSUD Gambiran Kota Kediri, 2012 )
Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi. Penanganan apendiksitis yang secara baik selama
ini membuat angka kematian akibat apendiksitis dalam 20 tahun terakhir
menurun tajam. Walaupun angka kematian akibat apendiksitis telah menurun,
tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi (Triatmojo,2008 )
Penyebab apendiksitis adalah kurangnya mengkonsumsi serat dan
gaya hidup yang tidak sehat. Hingga tidak dapat dihindari, penyakit apendiksitis
menjadi kasus tersering yang diderita oleh klien dengan nyeri abdomen akut,yang
menimbulkan maslah keperawatan nyeri akut.Nyeri akut ini jika tidak cepat
ditangani,akan mengakibatkan syok neurogenik.
Dengan melihat kompleksnya masalah yang timbul pada penderita
apendiksitis maka membutuhkan peranan keperawatan yang efektif dalam
penanggulangan apendiksitis di Rumah Sakit yang meliputi aspek promotif yaitu
dengan pendidikan kesehatan tentang apendiksitis, preventif adalah pencegahan
penyakit apendiksitis bisa dengan penggunaan makanan berserat dalam menú
sehari-hari, kuratif dengan tindakan pembedahan, pemberian antibiotik,dan
rehabilitatif yaitu progaram yang direncanakan untuk penyembuhan klien dengan
apendiksitis.
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan studi kasus pada klien dengan apendiksitis dengan
menggunakan proses pendekatan asuhan keperawatan.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu melakukan :
a. Pengkajian dan analisa data prioritas klien untuk kasus apendiksitis
3
b. Merumuskan diagnosa atau masalah keperawatan dari kasus apendiksitis
c. Melakukan rencana asuhan keperawatan untuk kasus apendiksitis
d. Menyusun segera implementasi (dependen, independen, interdependen)
kasus apendiksitis
e. Mengevaluasi efektifitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki
tindakan yang dipandang perlu diperbaiki dengan kasus apendiksitis
f. Mampu membahas kesenjangan teori dan praktek
g. Mampu mendokumentasikan tentang asuhan keperawatan pada klien
apendiksitis.
C. MANFAAT PENELITIAN
Hasil studi kasus dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam
upaya penyempurnaan asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis.
1. Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan penyempurnaan
penanganan kasus apendiksitis dengan memasukan dalam kurikulum
pembelajaran.
2. Profesi
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam
asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis.
3. Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengelaman dalam melakukan
penelitian di Rumah Sakit.
4. Responden
Responden mendapatkan asuhan keperawatan sehingga dapat mencegah
berbagai macam komplikasi yang di timbulkan dan meningkatkan kualitas
hidup.
D. PENGUMPULAN DATA
Teknik Pengambilan Data :
4
a. Dengan melakukan wawancara yaitu wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab
langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber
atau sumber data.
b. Dengan observasi atau pengamatan yaitu pengumpulan data dengan
terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek
yang diteliti.
c. Dengan studi dokumentasi rekam medis berupa hasil-hasil pemeriksaan
dan dokumentasi klien selama di rawat di rumah sakit sampai saat
pengkajian dilakukan.
E. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat : RSUD Gambiran Kota Kediri
Waktu :
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan terdiri dari 5 Bab,Bab pertama terdiri dari
pndahuluan yang berisi tentang latar belakang,tujuan penulisan, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan. Sedangkan BAB II tinjauan pustaka
yang berisi konsep dasar penyakit, meliputi pengertian, etiologi,
klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathways, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, konsep keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR APENDIKSITIS
1. Anatomi
Apendiks merupakan ujung seperti jari-jari yang kecil
panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci ), melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum. (Suzane C.Smeltzer & Bare ,2002)
Apendiks merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih
sebesar pensil dengan panjang kira-kira 10 cm. lokasi apendiks pada
daerah iliaka kanan, dibawah katup iliocaecal, tepatnya pada dinding
abdomen di bawah titik Mc Burney.(Deden & Tutik
Rahayuningsih,2010)
Gambar :
2. Pengertian apendiksitis
Apendiksitis , penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen,adalah penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan
6
mengalami apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka; pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja
lebih sering dari orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia
berapapun, apendiksitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30
tahun.
(Suzane C.Smeltzer ,2002)
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis .
(Muttaqin & Kumala Sari,2011).
Menurut Katz,2000 dalam Arif Muttaqin 2011 mengatakan
secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir
tersebut normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendiksitis. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lympoid Tissue
(GALT) yang terdapat sepanjang saluran cerna termasuk apendiks
adalah igA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian , pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini
sangat kecil jika di bandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
di seluruh tubuh .
3. Klasifikasi
Klasifikasi appendiksitis menurut Samsuhidajat dan Win De
Jong, 2002:
a. Apendisitis Akut
7
Apendisitis Akut merupakan infeksi bacteria yang berawal di mukosa
dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendik dalam
waktu 24 – 48 jam. Jika berbentuk abses apendisitis akan sembuh.
Apendiks yang pernah tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut ( eksaserbasi =
penyakit tambah berat )
b. Apendisitis Kronik
Diagnosa apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat riwayat nyeri kanan bawah lebih dari dua minggu
radang kronik appendiks dan keluhan menghilang setelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan )
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut di mukosa.
c. Apendisitis Perforasi
Perforasi apendiks mengakibatkan peritonitis yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri semakin hebat yang meliputi seluruh perut dan
perut menjadi tegang dan kembung.
4. Etiologi
1) Menurut Syamsyuhidayat, 2005 :
a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
8
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe.
2) Menurut Mansjoer , 2000 :
a. Hiperflasia folikel limfoid.
b. Fekalit.
c. Benda asing.
d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
e. Neoplasma.
5. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddart, 2002 adalah perforasi apendiks,
yang dapat berubah menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi
adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencangkup demam dengan suhu 37,7 0 C atau lebih tinggi,
penampilan toksit, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.
6. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massakeras dari feses), tumor
atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal
yang akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa
jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
appendiks yang terinflamasi berisi pus. (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Mansjoer, 2000:
9
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan
lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan
menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi
yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri
sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E
Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan
bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan
menyebabkan apendisitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
10
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses
atau bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
( Mansjoer, 2000 ).
7. Gambaran Klinis
Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai
dengan demam ringan,mual dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan
local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
(hasil atau intensifikaasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin
di jumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum , nyeri dan nyeri
tekan dapat tersa di daerah lumbal ; bila ujungnya pada pelvis , tanda-
tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada
defekasi menunjukan ujung apendiks dekat dengan kandung kemih
atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi.
Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah
kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di
kuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah rupture nyeri menjadi
lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan
kondisi pasien memburuk.
11
8. Pathway
Penyumbatan lumen apendiks,hyperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur fibrosis neoplasma
apendiks terinflamasi
peningkatan tekanan intraluminal
menghambat aliran limfe
ulserasi pada dinding mukosa
Ganggren dan perforasi
Apendiktomi
Luka Post OP
Mual,muntah
Resiko tinggi kurang volume vairan dan elektrolit
Kurang pengetahuan
Cemas
12
Gambar : Pathway Apendiksitis
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Diagnose keperawatan adalah langkah awal dari proses
keperawatan yang meliputi aspek bio,psiko,social dan spiritual serta
komprehensif. Maksud dari pengkajian adalah untuk mendapatkan
informasi atau data tentang pasien. Data tersebut dapat berasal dari
pasien (data primer),dari keluarga (data sekunder),data dari catatan
yang ada (data tersier),pengumpulan melalui wawancara, observasi
langsung daan melihat secara medis adapun data yang diperlikan pada
pasien apendiksitis adalah sebagai berikut :
a. Data dasar
1) Identitas klien,diperlukan untuk memudahkan
mengenal dan membandingkan antara klien yang
satu dengan klien yang klien lain. Identitas klien
melipiti umur , jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnisa medis.
Resiko tinggi infeksi Nyeri akut
Sumber: ( Smeltzer,suzzane.,C.2002.,Mansjoer,2000.,Doengoes E.Marilyn,2010.,NANDA , 2012.)
Kerusakan intregitas kulit
13
2) Riwayat penyakit sekarang meliputi awal gejala
yang dirasakan, keluhan timbul nyeri, secara
bertahap, atau mendadak di bagian perut kanan
bawah.
3) Riwayat penyakit dahulu meliputi penyakit yang
berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat
kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit, riwayat
pemakaian obat.
4) Riwayat kesehatan keluarga meliputi anggota
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
keturunan seperti DM,asma,jantung,ginjal.
5) Kebiasaan sehari-hari meliputi pola nutrisi
eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas
dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan mulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki menggunakan empat
tekhnik, yaitu inspeksi,auskultasi, perkusi, palpasi.
a) Inspeksi , kesadaran komposmentis, keadaan umum
lemah, pucat, keringat dingin,kesakitan,bentuk
tubuh bungkuk,pernafasan cepat.
b) Auskultasi usus, peristaltic usus dan suara tambah
keras.
c) Palpasi , adanya nyeri tekan , nyeri lepas, terasa
adanya benjolan kuadran kanan bawah, abdomen,
nadi cepat, suhu tubuh meningkat.
d) Perkusi , mengetuk jari diatas perut.
c. Pemeriksaan penunjang
14
Pada periksaan darah lengkap menunjukan adanya
leukosit diatas 10.000/ ul (normal=5000-10000/ ul) .
Pada urinalisis biasanya normal,tetapi terkadang
terdapat leukosit atau eritrosit. Dan pada foto
Apendikskogram terlihat pada apendiks tidak terisi
kontras.
(Perry & Potter,2005)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, Marrilynn E,2010 dan Hardhi & Amin Huda 2012:
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama,perforasi/ rupture pada
apendiks,peritonitis,pembentukan abses.
b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
muntah praoperasi,pembatasan pascaoperasi (puasa),status
hipermetabolik (demam,proses penyembuhan),inflamasi peritoneum
dengan cairan asing.
c. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi,adanya insisi bedah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat , salah
intrepetasi informasi,tidak mengenal sumber informasi.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi bedah.
3. Perencanaan
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama,perforasi/ rupture pada
apendiks,peritonitis,pembentukan abses.
15
Tujuan & KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan
benar,bebas tanda infeksi/ inflamasi , drainase purulen, eritema,
dan demam.
a) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil ,
berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri
abdomen.
Rasional : Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis,
abses, peritonitis.
b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka
aseptic. Berikan perawatan paripurna.
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka /
drein (bila dimasukan ), adanya eritema.
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses
infeksi dan atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d) Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien / orang
terdekat.
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi
memberikan dukungan emosi,membantu
menurunkan ansietas.
e) Ambil contoh drainase bila diindikasikan.
Rasional : Kultur peawarnaan Gram dan sensitivitas
berguna untuk mengidentifikasi organism
penyebab dan pilhan terapi.
f) Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau
menurunkan jumlah organisme (pada infeksi
yang sebelumnya) untuk menurunkan
16
penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
g) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan
Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses
terlokalisir.
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah praoperasi,pembatasan pascaoperasi (puasa),status
hipermetabolik (demam,proses penyembuhan),inflamasi
peritoneum dengan cairan asing.
Tujuan & KH : Mempertimbangkan keseimbangan cairan
dibutuhkan oleh kelembaban membrane , mukosa, turgor kulit
baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaranurine
adekuat.
a) Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi
fluktuasi volume intravaskuler.
b) Lihat membrane mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian
kapiler.
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
hidrasi seluler.
c) Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine /
konsentrasi , berat jenis.
Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan
peningkatan berat jenis diduga dehidrasi /
kebutuhan peningkatan cairan.
d) Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus , gerakan
usus.
17
Rasional : Indikator kembalinya peristaltic kesiapan untuk
pemasukan per oral.
e) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per
oral dimulai , dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Rasional : menurunkan iritasi gaster / muntah untuk
meminimalkan kehilangan cairan.
f) Pertahanlan penghisapan gaster/usus.
Rasional : selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi
dan di pertahankan pada fase segera pasca
operasi
3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi,adanya insisi bedah.
Tujuan & KH : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol,Tampak rileks
, mampu tidur / istirahat dengan tepat.
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Selidiki dan laporkan perubahan laporan perubahan nyeri
dengan tepat.
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,
kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
karakteristik nyeri menunjukan terjadinya
abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medic dan intervensi.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi Fowler.
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat infamasi dalam
abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
c) Dorong ambulasi dini.
18
Rasional : Meningkatkan normalsasi fungsi organ,contoh
merangsang peristaltic dan kelancaran
flatus.,menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
d) Berikan aktivitas hiburan .
Rasional : Fokus perhatian kembali , meningkatkan
relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
e) Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal.
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic
usus dini dan iritasi gaster/muntah.
f) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama
dengan intervensi terapi lain contoh ambulasi,
batuk.
g) Berikan kantong es pada abdomen.
Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung syaraf. Catatan :
Jangan lakukan kompres panas karena dapat
menyebabkan kongesti jaringan.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat ,
salah intrepetasi informasi,tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan & KH : Menyatakan pemahamanproses
penyakit,pengobatan dan potensial komplikasi. Berpartisipasi
dalam program pengobatan.
a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi,contoh
mengangkat berat,olahraga,seks.
19
Rasional : Memberikan informasi pada pasien untuk
merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah.
b) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat
periodic.
Rasional : Mencegah kelemahan , meningkatkan
penyembuhan , dan perasaan sehat, dan
mempermudah kembali ke aktivitas normal.
c) Anjurkan menggunakan laksatif , pelembek feses ringan bila
perlu dan hindari enema.
Rasional : membantu ke fungsi usus semula, mencegah
mengejan saat defekasi.
d) Diskusikan perawatan insisi , termasuk mengganti
balutan,pembatasan mandi,dan kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan / pengikat.
Rasional : pemahaman meningkatkan kerja sama dengan
progam terapi , meningkatkan penyembuhan
dan proses perbaikan.
e) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic,contoh
peningkatan nyeri ,edema/eritema luka, adanya drainase ,
demam.
Rasional : upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi
serius contoh lambatnya penyembuhan ,
peritonitis.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi
bedah.
Tujuan dan KH : Integritas kulit baik bisa di pertahankan (sensasi,
elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka / lesi
pada kulit. Perfusi jaringan baik. Menunjukan pemahaman dalam
20
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
Rasional : untuk menghindari gesekan berlebih antara
pakaian dengan luka pasien yang dapat
menimbulkan luka berlebih.
b) Hindari kerutan pada tempat tidur
Rasional : untuk menghindari dekubitus.
c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
Rasional : mengurangi resiko masuknya bakteri sehingga
mengakibatkan infeksi.
d) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional : untuk memperlancar aliran darah sehingga
tidak terjadi nekrosis.
e) Monitor kulit akan adanya kemerahan
Rasional : Mendeteksi dini adanya proses infeksi.
3) Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk
mengatasi nyeri,mengatasi, kurang pengetahuan tentang proses
penyakit (Lynda Juall C, 2006, Rencana Asuhan Keperawatan)
4) Evaluasi
21
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi
respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk
memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu,
karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap
evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : nyeri
berkurang / hilang (Keliat Budi Anna, 2004, Proses Keperawatan).
C. KONSEP DASAR NYERI
1. Definisi
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut (Long,1996)
2. Fisiologi nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih
belum sepenuhnya dimengerti.Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan
hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi
antara sistem algesia tubuh dan tranmisi sistem saraf serta interpretasi
stimulus.(Wahit & Nurul, 2008)
3. Nosisepsi menurut Wahit dan Nurul (2008)
22
Nosisepsi merupakan proses fisiologis terkait dengan nyeri .ada 4 fase
yakni :
a) Transduksi . stimulus atau rangsangan yang membahayakan (mis., bahan
kimia, suhu) memicu pelepasan mediator biokimia (mis., prostaglandin,
bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
b) Tranmisi. Nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis .tranmisi nyeri dari medula spinalis menuju batang otak dan
talamus melalui spinothalamic tract (STT).sinyal diteruskan ke korteks
sensorik somatik tempat nyeri diersepsikan .impuls yang ditranmisikan
melalui STT mengaktifkan respon otonomi dan limbik.
c) Persepsi. Individu mulai menyadari adanya nyeri
d) Modulasi. (sistem desenden).Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal
kembali ke medula spinalis. Serabut desenden melepaskan substansi
seperti opioid, serotonin, norepinefrin yang menghambat impuls asenden
yang membahayakan di dorsal medula spinalis.
4. Pengalaman nyeri
Dipengaruhi oleh:
(1) arti nyeri bagi seseorang,
(2) persepsi nyeri individu,
(3) toleransi nyeri,
(4) reaksi individu terhadap nyeri .
(Wahit & Nurul,2008)
23
5. Faktor yang mempengaruhi toleransi nyeri
Meningkat Menurun
Alkohol
Obat-obatan
Hipnosis
Panas
Gesekan atau garukan
Pengalihan perhatian
Kepercayaan yang kuat
Capai atau kelelahan
Marah
Kebosanan
Cemas
Nyeri yang kronis
Sakit atau penderitaan
(Wahit & Nurul,2008)
6. Jenis dan bentuk nyeri menurut Wahit dan Nurul (2008)
a) Jenis nyeri
(1) Nyeri perifer. Nyeri ada 3 macam (1) nyeri superfisial, yakni rasa
nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa , (2)
nyeri viseral, yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
nyeridi rongga abdomen ,kranium, thoraks, (3) nyeri alih, yakni nyeri
yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab
nyeri.
(2) Nyeri sentral. Nyeri yang timbul akibat stimulasi pada medula
spinalis, batang otak dan talamus
(3) Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya .nyeri
ini timbul akibat fikiran si penderita sendiri.
b) Bentuk nyeri
24
(1) Nyeri akut. Nyeri biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan.awitan
gejalanya mendadak,biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.
(2) Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa
diketahui atau tidak.nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya sudah
tidak dapat disembuhkan
7. Skala nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0
1-3
4-6
7-9
10
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Sangat nyeri masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biadsa
dilakukan
Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
8. Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri
Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama yakni (1) riwayat
nyeri untuk mendapatkan data dari klien, (2) observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien.
P : provoking atau pemicu yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : quality atau kualitas nyeri (mis. Tumpul, tajam)
R : region atau daerah yaitu daerah perjalanan kedaerah lain
S : severity yaitu intensitas nyeri
T : time atau waktu yaitu seragan, lamanya nyeri
(Wahit & Nurul,2008)
25
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. Marilyn. E.dkk (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta
Syamsuhidayat. R & De Jong W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :
EGC.
Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Mansjoer,A., dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Muttaqin, Arif & Kumala Sari.(2010).Gangguan Gastrointestinal,Jakarta: EGC
Kusuma, Hardhi & Amin Huda Nurarif.(2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA. Edisi Revisi. Yogjakarta.
http://www.depkes.go.id di unduh tanggal 30 Januari 2013 jam 17.37 WIB.
26
http://andikakurazaki.com di unduh tanggal 27 Januari 2013 jam 06.54 WIB.