Case CA Cervix

46
CASE PRESENTATION Karsinoma Serviks Disusun oleh: Lesley Diana 0915054 Juni Royntan T 1015070 Meigi Suwarto 1015110 Dandi Ali Akbar 1015169 Pembimbing : dr. Robiyanto, SpOG KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

description

gynecology

Transcript of Case CA Cervix

CASE PRESENTATIONKarsinoma Serviks

Disusun oleh:Lesley Diana 0915054Juni Royntan T 1015070Meigi Suwarto 1015110Dandi Ali Akbar 1015169

Pembimbing :dr. Robiyanto, SpOG

KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA RUMAH SAKIT IMMANUELBANDUNG2015

IDENTITAS PASIEN Nama: Ny. R.K Umur: 42 Tahun Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Nama Suami: Tn.R Pekerjaan Suami: Swasta Alamat: Babakan Tarongong pendidikan: SLTA Tinggi Badan: 167 Cm Berat Badan: 65 Kg

ANAMNESIS (autoanamnesis)Anamnesis Umuma. Riwayat perkawinanKawin 1 kali, menikah pada usia 15 tahun lamanya 24 tahun.

b. Riwayat ObstetriP8A3 Anak pertama : Laki-laki, Meninggal Anak kedua: Abortus Anak ketiga: Perempuan, Meninggal Anak keempat: Abortus Anak kelima: Abortus Anak keenam: Perempuan, Meninggal Anak ketujuh: Laki-laki, 14 tahun Anak kedelapan: Perempuan 13 tahun

c. Riwayat haid Menarche umur 13 tahun. Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, darah haid biasa, sakit waktu haid tidak ada. d. Riwayat penyakit yang pernah diderita DM tidak ada Penyakit jantung tidak ada Hipertensi tidak ada

Anamnesis KhususKeluhan utama: Perdarahan dari kemaluan RPP : Sejak 1 tahun yang lalu os mengeluh sering keluar darah dari kemaluan, tidak terus menerus, terjadi terutama setelah berhubungan suami istri. Os juga mengeluh sering keluar cairan putih kekuningan dan berbau dari kemaluan. Nafsu makan biasa, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak berobat. 3 bulan yang lalu os mengeluh perdarahan semakin sering dari kemaluan, nafsu makan menurun, BAB dan BAK biasa. Os berobat ke SPOG di Lubuk Linggau dan dinyatakan os menderita sakit kanker leher rahim, os kemudian dirujuk ke RSMH. Os lalu dirawat di RSMH selama 11 hari dan ada perbaikan, lalu os pulang. Setelah satu minggu pulang, perdarahan dari kemaluan terjadi kembali, lalu os kembali berobat ke RSMH dan dirawat kembali.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi: 90x/menit Pernapasan : 22 x/menit Temperatur: 36,5 C.

Status Generalis Kepala : Conjuntiva Anemis +/+, Sclera Ikterik -/- Leher: KGB tidak membesar Thorax : Jantung : Bunyi jantung murni, reguler, murmur - Paru-paru : VBS Simetris, Rh -/-, Wh -/- Abdomen: Cembung, BU + normal, nyeri tekan - Ekstremitas: Edema -/-, varises -/-, R. fisiologis +/+ R. Patologis -/-

Status Ginekologis Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-). Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus (+) darah tak aktif. Pemeriksaan dalam : Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal. Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol. Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan CFS kiri 0%.

PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium : A. DarahHematologi :Hb: 6,9 g/dL, Ht: 17%, leukosit:11800/mm3, trombosit: 237.000/mm3 Eritrosit 2.190.000/mm3, LED 86 mm/jam, Retkulosit 1,2%, Diff Count 0/4/3/71/16,6, CT 1 menit, BT 8 menit.Kimia klinik : BSS: 108 mg/dl, ureum: 22 mg/dL, kreatinin: 0,6 mg/dL, protein total: 7,1 g/dL, albumin: 3,1 g/dL, globulin: 4,0 mg/dL, bilirubin total: 0,38 mg/dl, bilirubin direk: 0,11, bilirubin indirek: 0,27, SGOT: 21 U/I, SGPT: 14 U/I, ALP 50 U/I, LDH 223 U/I, GGT 5 U/I, Natrium: 138 mmol/L, Kalium: 3,6 mmol/ L. Urinalisis :Sel epitel (+), Leukosit 10-15 LPB, Eritrosit 8-10 LPB, Silinder: Granula (+), Bakteri (+), Protein (+) trace, Glukosa (-), Keton (-), darah (+++), urobilirubin (-), nitrit (-).

B. Patologi jaringan Kesan : Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif.

C. Rontgen ThoraksKesan : normal thoraks

D. BNO IVPKesan : Kedua ginjal, ureter, dan buli normal

DIAGNOSIS KERJADiagnosis kerja : Karsinoma serviks stadium III B+ anemia berat

PROGNOSISQuo ad vitam : malamQuo ad functionam: malam

Anatomi dan histologi serviksOrgan reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan interna. Organ eksterna adalah vulva, mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, bulbus vestibuli, introitus vagina, dan perineum. Sedangkan yang termasuk organ genitalia interna adalah vagina, uterus, tuba falloppii, dan ovarium.

Gambar : Organ Reproduksi Wanita

Serviks merupakan bagian dari uterus yang terletak pada sepertiga bagian bawah uterus. Serviks dibagi menjadi yaitu (a) pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina dan (b) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan eksoserviks atau portio vaginalis merupakan bagian dari serviks yang menjorok ke vagina.Serviks berbentuk silindris, dimana terdapat kanal yang menghubungkan vagina dengan rongga uterus. Saluran tersebut dinamakan kanalis servikalis atau kanalis endoservikal yang panjangnya sekitar dua sampai tiga sentimeter. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu saluran serviks ke vagina disebut ostium uteri eksternum.

Gambar : Uterus normal dan bagiannya

Secara histologis, serviks terdiri dari dua jenis epitel yaitu epitel kolumnar dan epitel skuamosa yang bertemu pada daerah yang dinamakan sambungan skuamo-kolumnar (squamocolumnar junction). Epitel kolumnar melapisi kanalis endoserviks, terdiri dari dua macam sel, yaitu sel yang tidak bersilia berfungsi memproduksi lendir atau mukus untuk membasahi kanalis servikalis dan sel yang bersilia berfungsi membersihkan lendir pada endoserviks. Epitel skuamosa yang melapisi eksoserviks terdiri dari empat lapis sel, yaitu : Lapisan basal terdiri dari satu baris sel-sel imatur dengan inti sel yang besar dan sedikit sitoplasma. Lapisan parabasal mencakup dua dari empat baris sel-sel imatur yang mempunyai gambaran mitosis yang normal, berfungsi sel-sel pengganti bagi epitel yang berada di atasnya. Lapisan intermediet terdiri dari empat sampai enam baris sel-sel yang mengandung banyak sitoplasma, dipisahkan oleh ruang interseluler. Jembatan interseluler merupakan tempat dimana terjadi perbedaan produksi glikogen, dapat diidentifikasi dengan mikroskop cahaya. Lapisan superfisial terdiri atas lima sampai delapan baris sel-sel gepeng dengan inti sel yang kecil dan sebuah sitoplasma berisi glikogen.

Gambar : Gambaran epitel serviksEpitel kolumnar dan epitel skuamosa akan saling bertemu dan berhubungan pada daerah yang dinamakan sambungan skuamo-kolumnar (squamocolumnar junction) yang juga disebut sebagai zona transformasi. Daerah ini paling rentan untuk timbulnya keganasan.

Gambar : Serviks dan zona transformasiPada menstruasi pertama (menarche), diproduksi estrogen yang akan menyebabkan epitel vagina berisi glikogen, yang dengan peranan Lactobacillus akan dihasilkan asam laktat, sehingga menurunkan pH vagina menjadi 4 atau kurang. Perubahan pH ini akan menstimulasi sel-sel cadangan yang ada di bawah epitel kolumnar (subcolumnar reserve cells) untuk mengalami metaplasia menjadi epitel skuamosa. Daerah dimana terjadi metaplasia disebut daerah transformasi atau daerah transisi.

Gambar : Proses metaplasia sel epitel

Perubahan-perubahan epitel di atas merupakan hal yang normal pada sebagian besar wanita. Epitel skuamosa hasil dari metaplasia epitel kolumnar disebut epitel skuamosa metaplastik (aktif). Jika terdapat mutagen pada serviks seperti HPV atau bahan lain yang mengandung DNA pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel metaplastik dapat berubah menjadi sel-sel yang berpotensi untuk menjadi ganas, dengan demikian dapat terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Oleh karena itu daerah ini merupakan daerah yang paling rentan untuk timbulnya keganasan.

Karsinoma Serviks

DefinisiKanker serviks merupakan kanker ginekologis tersering pada wanita. Pada mulanya kanker serviks berasal dari mutasi genetik sel epitel serviks sehingga mengubah perilakunya. Dimana terjadi pembelahan sel yang tidak terkendali, imortal, dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki, akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker. Kebanyakan kanker ini berasal dari infeksi oleh Human papillomavirus, walaupun faktor-faktor host lainnya mempengaruhi progresi neoplasia setelah infeksi.

Insidensi dan PrevalensiDi dunia, kanker serviks merupakan kanker urutan kedua tersering dari seluruh keganasan pada wanita setalah kanker payudara. Di negara maju, seperti Amerika, angka kejadian dan kematian menurun karena suksesnya program pemeriksaan sel (Pap smear) secara berkala. Sementara itu, di negara berkembang, kanker serviks masih menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat kanker di usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, setiap hari ditemukan 41 kasus baru dan 20 kematian sekaligus, sehingga diperkirakan 40000 kasus baru kanker serviks ditemukan setiap Htahunnya.Insidensi karsinoma serviks lebih tinggi di negara-negara berkembang yang kehidupan ekonominya kurang baik, disebakan karena kurang efektifnya program skrining pada negara berkembang. Insidensi tertinggi karsinoma serviks terdapat di Amerika Latin, Asia Selatan, Asia tenggara, dan Afrika Sub-Sahara.Secara umum, kanker serviks mulai berkembang pada umur yang lebih muda daripada keganasan ginekologik lain, tetapi rata-rata terdiagnosis pada umur 40-59 tahun. Kanker serviks menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian terbanyak wanita umur 20-39 tahun.

Faktor RisikoBerikut ini adalah beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker serviks :1. Infeksi Human papillomavirus (HPV)Infeksi HPV adalah faktor risiko utama untuk kanker serviks. HPV ini dapat menyebabkan perubahan pada sel-sel di leher rahim. Beberapa mikroba seperti Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoea, Herpes Simpleks virus (HSV), dan Trichomonas vaginalis juga berperan sebagai kofaktor yang dapat memudahkan terjadinya perubahan epitel serviks dengan mengganggu integrasi epitel di daerah serviks.

2. UmurBiasanya menyerang wanita usia pertengahan atau lebih tua ( usia diatas 40 tahun) tetapi dapat terdiagnosis pada semua wanita usia reproduktif.

3. Riwayat reproduksi Paritas yang tinggi, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat meningkatkan insidensi kanker serviks. Hal ini karena selama kehamilan, terjadi imunosupresi dan perubahan hormonal yang mempengaruhi epitel; ditambah terjadinya trauma epitel pada saat persalinan per vaginam, diduga berhubungan dengan perkembangan neoplasia servikal.

4. Pemakaian kontrasepsiPenggunaan pil kontrasepsi oral kombinasi (COC) dalam jangka panjang (lima tahun atau lebih) dianggap sebagai kofaktor terjadinya kanker serviks, dimana akan meningkatkan risiko kanker serviks dua kali lipat. Telah dilaporkan bahwa hormon steroid yang ditemukan dalam COC dapat mempengaruhi genom HPV dan meningkatkan ekspresi onkoprotein E6 dan E7 virus.

5. Perilaku / Aktivitas seksualAktivitas seksual terlalu muda (< 16 tahun), jumlah pasangan seksual yang banyak/berganti-ganti (>4orang), dan riwayat pernah menderita kondiloma meningkatkan risiko untuk terjadinya kanker serviks. Risiko untuk menderita kanker serviks meningkat dua kali lipat pada wanita yang pertama kali koitus sebelum umur 16 tahun dibandingkan wanita yang koitus pertama setelah umur 20 tahun. Pemakaian kontrasepsi barier (kondom) selama berhubungan seksual terbukti menurunkan insidensi kanker serviks.

6. Status sosio-ekonomi rendahTingkat pendidikan yang rendah dan kemiskinan berkaitan dengan rendahnya angka skrining kanker serviks. Orang-orang yang berada dalam kemiskinan mempunyai akses yang terbatas untuk melakukan skrining Pap smear secara rutin. Ada pula pendapat bahwa orang golongan sosial ekonomi rendah mempunyai higiene seksual yang jelek.

7. RokokDi antara wanita yang terinfeksi HPV, wanita yang mempunyai kebiasaan merokok (terutama wanita yang telah merokok dalam jangka waktu lama / bila sudah mulai merokok sejak menarche atau intensitas merokoknya tinggi) mempunyai peningkatan insidensi 2-3 kali lipat untuk terjadinya HSIL (high grade squamous intraepithelial lesions) atau kanker invasif. Perokok pasif juga berhubungan tetapi kurang bermakna. Diduga nikotin dan metabolit utamanya kotinin, hidrokarbon, dan tar dari rokok yang terbukti bersifat mutagenik melalui mekanisme genotoxic, bahan ini merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan. Hal ini didukung dengan terdeteksinya bahan karsinogenik spesifik dari tembakau pada kadar yang tinggi dalam lendir dari serviks wanita perokok.

8. Imunosupresi Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang menderita penurunan sistem imun atau menggunakan obat untuk menekan sistem imunnya sangat berisiko untuk terjadinya kanker serviks. Di sini imunitas seluler yang berperan dalam perkembangan kanker serviks.

9. Kontribusi partner priaWanita yang mempunyai partner pria yang mempunyai kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual dan mempunyai riwayat menderita penyakit menular seksual mempunyai risiko kanker serviks lebih besar.

10. Defisiensi nutrisiSejumlah data menyatakan bahwa defisiensi beberapa vitamin seperti vitamin A, C, E, beta carotene, dan asam folat dapat mengubah resistensi seluler terhadap infeksi HPV, serta meningkatkan persistensi infeksi virus dan neoplasia servikal. Diduga bahwa konsumsi vitamin A, C, E dapat memproteksi daerah serviks, dan defisiensi asam folat akan mengurangi metabolisme mutagen.

KlasifikasiBeberapa klasifikasi karsinoma serviks:1. World Health Organization (WHO): Mild dysplasia, Moderate dysplasia, Severe dysplasia atau carcinoma in situ (CIS).

2. Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN): Mild dysplasia (CIN1),Displasia didapatkan pada 1/3 bawah epitel serviks. Moderate dysplasia (CIN2),Displasia didapatkan pada 2/3 bawah epitel serviks. Severe dysplasia dan CIS (CIN3).Displasia didapatkan pada lebih dari 2/3 tebal epitel serviks.Pada klasifikasi yang terbaru CIN2 dan CIN3 digabungkan menjadi CIN2/3.3. Bethesda System: Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL), High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL).Bethesta system merupakan klasifikasi yang terbaru, dimana LSIL merupakan CIN1 dan HSIL merupakan CIN2/3.4. Papanicolaou ClassificationKelas I : tidak ditemukan sel-sel atipikal/ abnormalKelas II : sitologi atipikal/ abnormal, namun tidak tersangka keganasanKelas III : sugestif secara sitologi, terdapat sel-sel atipik namun diragukan merupakan suatu keganasanKelas IV : sugestif kuat secara sitologi, curiga suatu keganasanKelas V : tampak adanya sel-sel ganas

Meskipun klasifikasi papanicolaou terus dimodifikasi, masalah yang didapat terus berulang, yaitu pembagian klasifikasi papanicolaou diterjemahkan terhadap lesi histopatologis. Meskipun kelas I dan V dapat diterjemahkan dengan jelas, namun terdapat kesulitan menterjemahkan kelas II, III, dan IV. Tidak terdapat konsensus yang menjelaskan kondisi non-neoplastik yang dapat dimasukan untuk kelas II pada klasifikasi papanicolaou.

Epitel serviks normal (Pewarnaan HE)

Patogenesis Kausa utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang onkogenik. Risiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kebanyakan wanita, infeksi ini akan hilang dengan spontan. Tetapi jika infeksi ini persisten maka akan terjadi integrasi genom dari virus ke dalam genom sel manusia, menyebabkan hilangnya kontrol normal dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan differensiasi dari epitel serviks. Lokasi awal dari terjadinya karsinoma serviks biasanya pada atau dekat dengan pertemuan epitel kolumner di endoserviks dengan epitel skuamous di ektoserviks atau yang juga dikenal dengan squamocolumnar junction. Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal, sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan displasia sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel, namun belum menembus membrana basalis. Perubahan pada displasia ringan sampai sedang ini masih bersifat reversibel dan sering disebut dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) derajat 1-2. Displasia berat (CIN 3) dapat berlanjut menjadi karsinoma in situ. Perubahan dari displasia ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15 tahun). Gejala pada CIN umumnya asimptomatik, seringkali terdeteksi saat pemeriksaan kolposkopi. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuning- kuningan terutama bila lesi nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah, sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan sistem renal.

Gejala KlinisTidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda -tanda yang lebih khas, baik berupa perdara han yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda -tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala -gejala sebagai berikut :1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan2. Perdarahan setelah sanggama ( post coita/ b/eeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning -kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian ba wah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat -tempat lainnya.7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

DiagnosisDiagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.2. Pendarahan kontak merupakan 75 -80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin serin g terjadi diluar senggama.3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.4. Gejala lainnya adalah gejala -gejala yang timbul akibat metastase jauh.Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker serviks adalah :1. SitologiBila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

Pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan Pap Smear untuk deteksi dini kanker leher rahim

2. KolposkopiKolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.

Colposcopy untuk mengambil jaringan yang abnormal

3. BiopsiBiopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Biopsi Kerucut pada ServiksTerapiSecara umum, jenis terapi yang diberikan tergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pengobatan kanker serviks sama seperti pengobatan keganasan tipe lainnya baik untuk lesi primer maupun untuk metastasisnya harus dievaluasi dan diobati. Terapi yang dapat digunakan berupa pembedahan, radioterapi, kemoterapi, atau kemoradiasi. Terapi radiasi dapat digunakan dalam semua stadium penyakit, sedangkan pembedahan hanya dilakukan pada stadium I sampai IIa. Untuk kasus yang lebih lanjut, radiasi dikombinasi dengan kemoterapi adalah terapi standar saat ini. Pada pasien dengan metastasis, kemoterapi atau radiasi hanya bersifat sebagai terapi paliatif. Banyak penelitian tentang pemberian kemoterapi tunggal maupun kombinasi untuk mengobati penderita kanker serviks stadium lanjut atau kasus kanker berulang yang tidak mungkin dilakukan operatif atau radiasi. Kombinasi antara bleomisin, sisplatin, dan ifosfamid tampaknya memberi respon yang lebih baik, tetapi efek samping pada sistem saraf pusat cukup mengganggu. Klinik Mayo melaporkan pemberian kemoterapi metotreksat-vinblastin-doksorubisin dan sisplatin memberikan hasil yang lebih baik dengan efek samping lebih ringan.Kombinasi pemberian sisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup baik. Akan tetapi bila terjadi kekambuhan baik lokal maupun jauh setelah kemoradiasi ini, biasanya usaha pengobatan lain gagal.Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologik menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium Ia1 cukup hanya konisasi, sedangkan untuk stadium lainnya fungsi reproduksi terpaksa dikorbankan.Pada tahun 1994 DArgent memperkenalkan teknik operasi radikal kanker serviks stadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal ini dikenal sebagai trakhelektomi radikal, dilakukan pada penderita kanker serviks stadium dini yang masih ingin hamil.2 Trakhlektomi radikal dapat dikerjakan per vagina atau abdominal dengan cara dan peralatan yang sama seperti operasi histerektomi radikal biasa, tetapi di sini hanya dilakukan pemotongan serviks setinggi orifisium uteri internum. Biasanya disertai limfedenektomi pelvis secara laparoskopi atau teknik laparotomy terbuka. Radikal trakhelektomi ini diindikasikan untuk stadium Ia2 dan Ib1/IIa dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis.Konisasi dari serviks dapat digunakan untuk diagnostik maupun terapi kanker serviks, khususnya stadium Ia1 bila fertilitas masih dibutuhkan. Terapi yang efektif, jika tidak ditemukan invasi mikroskopik, tidak terbukti terkenanya ruang limfo-vaskuler, dan jika pinggir lesi bebas dari displasia.

Algoritme pengelolaan kanker serviks

Penanganan kanker serviks invasif secara umumStadium Ia1 : invasi < 3 mm, LVSI (-) Conization atau type I hysterectomy

invasi < 3mm, LVSI (+) Radical trachelectomy atau type II radical hysterectomy with pelvic lymph node dissection

Stadium Ia2 : invasi > 3 mm 5 mmRadical trachelectomy or type II radical hysterectomy with pelvic lymphadenectomy

Stadium Ib1 : invasi > 5 mm, < 2 cmRadical trachelectomy or type III radical hysterectomy with pelvic lymphadenectomy

Stadium Ib2 : invasi > 5 mm, > 2 cmType III radical hysterectomy with pelvic lymphadenectomy atau Type III radical hysterectomy with pelvic and para-aortic lymphadenectomy or primary chemoradiation

Stadium IIa : Type III radical hysterectomy with pelvic and para-aortic lymphadenectomy or primary chemoradiation

Stadium IIb, IIIa, IIIb :Primary chemoradiation

Stadium Iva :Primary chemoradiation or primary exenteration

Stadium Ivb :Primary chemotherapy radiation

Keterangan : LVSI = Lymphovascular space invasion Tipe I hysterectomy (Simple hysterectomy atau Extrafacial hysterectomy) : mengangkat uterus dan serviks tanpa disertai eksisi parametrium atau parakolpium. Operasi ini untuk kelainan patologis jinak, penyakit serviks preinvasif, kanker serviks stadium Ia1. Tipe II Modified Radical Hysterectomy : mengangkat serviks, proksimal vagina, parametrium dan jaringan paraservikal. Tipe III Radical hysterectomy : histerektomi ini membutuhkan reseksi yang lebih luas dari parametrium, diperluas sampai dinding panggul, dan dilakukan reseksi sedikitnya 2-3 cm dari proksimal vagina. Dilakukan juga diseksi total ureter. Kandung kemih dan rektum dimobilisasi agar pengangkatan jaringan dapat lebih luas. Prosedur ini dikerjakan pada stadium yang lebih tinggi dari stadium Ib dan pada pasien yang mempunyai kontraindikasi relatif terhadap radiasi, contoh pasien DM, PID (pelvic inflammatory disease), hipertensi, penyakit kolagen, atau massa pada adneksa.Pada CIN dan squamous cell karsinoma stage IA1, cone biopsy dengan LEEP, laser, atau cold knife biasanya merupakan terapi yang efektif. Histerektomi dilakukan pada stage IA1 apabila didapatkan faktor prognostik yang merugikan (histologi nonsquamous atau invasi limfatik maupun vaskular). Histerektomi radikal direkomendasikan, meliputi limfadenektomi pelvik bilateral, pengangkatan semua ligamen yang berdekatan (misalnya ligamentum kardinal atau uterosakral), parametrium, dan 2 cm bagian atas vagina. Histerektomi juga dapat dilakukan pada wanita yang tidak lagi menginginkan fertilitas. Apabila tidak ada faktor prognostik yang merugikan, histerektomi simpel biasanya cukup karena resiko terjadinya rekurensi dan metastase kelenjar getah bening adalah kurang dari 1%. Diseksi kelenjar getah bening pelvik tidak diindikasikan.Pilihan terapi pada stage IA2 sampai IIA diantaranya adalah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvik saja (stage IA2 sampai IB1), atau histerektomi radikal dan limfadenektomi dengan kemoterapi dan radiasi pelvik (stage IB2 sampai IIA). Apabila penyebaran ekstraservikal diketahui saat operasi, radiasi postoperatif dapat mencegah terjadinya rekurensi.Pada pasien dengan stage awal dan berharap untuk mempertahankan fertilitasnya, trachelectomy radikal dapat dilakukan. Pada prosedur ini, serviks, parametrium yang berhubungan secara langsung dengan serviks, 2 cm bagian atas vagina, dan kelenjar getah bening pelvik diangkat. Sisa uterus dihubungkan kembali dengan bagian atas vagina untuk mempertahankan fertilitas. Kandidat ideal untuk prosedur ini adalah pasien dengan: Subtipe histologik seperti squamous carcinoma, adenokarsinoma, atau adenosquamous carcinoma, Stage IA1, Stage IA2, atau Stage IB1 dengan ukuran lesi kurang dari 2 cm.Pada stage IIB sampai IVA, radiasi ditambah dengan kemoterapi (cisplatin) merupakan terapi primer yang paling efektif. Radiasi eksternal mengecilkan tumor sentral dan kelenjar getah bening regional. Terapi ini dilanjutkan dengan brachytherapy (implan radioaktif lokal, biasanya menggunakan cesium) pada serviks, yang menghancurkan tumor central. Kemoterapi biasanya diberikan dengan radiasi, yaitu untuk membuat tumor peka terhadap radiasi. Walaupun pada stage IV biasa dilakukan terapi radiasi pada awalnya, eksenterasi pelvik (eksisi seluruh organ pelvis) dapat dipertimbangkan. Pada stage IVB dan kanker yang rekuren, kemoterapi merupakan terapi primer.

Perbandingan Hasil Sitologi dari Berbagai Terminologi yang BerbedaTatalaksana

PapanicolaouWHOCINBethesda System

Kelas IDalam batas normalSkrining secara teratur.

Kelas IIBenign cellular changes

Terapi eksisi: LEEP, LLETZ, laser conization, cervical conization.Terapi ablatif : cryosurgery, laser ablation.

ASC (Atypical Squamous Cell)Tes HPV (+) kolposkopiTes HPV (-) ulang tes sitologi dlm 1 thnUlangi tes sitologi 6 bln-6 bln kemudian, bila hasil:Normal (2x berturut-turut) skrining rutin.Tetap ASC kolposkopi.

Kelas IIIMild DysplasiaModerate DysplasiaSevere DysplasiaCIN 1CIN 2

CIN 3L-SIL

H-SILLSIL : kolposkopi biopsi ECC PA : lihat hasil apakah ada perubahan ke arah precancerous? jika hasil :CIN 1/ < : tes HPV / sitologi lain dlm 12 bulan.ASC/>/ tesh HPV (+) : ulang kolposkopi .CIN 2/3 : remove all abnormal area. HSIL : kolposkopi tes sitologi ulang jika: CIN 2/3 : remove all abnormal area.

Kelas IVCarcinoma in situCIN 3remove all abnormal area.

Kelas VMicroinvasive carcinomaInvasive carcinomaInvasive CarcinomaInvasive Carcinoma(lihat algoritma penatalaksanaan kanker serviks)

LEEP = Loop electrosurgical excision procedure LLETZ = large loop excision of the transformation zoneECC = Encocervical curetage

Evaluasi Setelah TerapiPasien yang mendapat radioterapi harus dimonitor secara ketat untuk menilai respon terapinya. 3 bulan setelah radioterapi diharapkan terjadi regresi tumor. Selama pemeriksaan panggul, perlu dinilai apakah ada stenosis dari ostium serviks dan vagina bagian atas, serta pemeriksaan secara cermat kelenjar getah bening supraklavikula dan inguinal. Penilaian serviks atau vagina harus dilakukan setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk 3 tahun berikutnya.Selama pemeriksaan rektovaginal, diperlukan palpasi cermat dari ligamentum uterosakral dan kardinale untuk meraba apakah terdapat suatu nodularitas. Pada pasien dengan tumor sentral yang besar perlu dilakukan kuretase endoservikal. IVP bukan pemeriksaan rutin setelah radioterapi tapi jika terdeteksi massa pada pelvis atau timbul gangguan berkemih harus dievaluasi dengan IVP. Pasien dengan radikal histerektomi yang berisiko tinggi mengalami rekurensi, dilakukan radioterapi sesudahnya. Tindakan CT-urogram rutin selama 6-12 bulan setelah opreasi mungkin bermanfaat.

Residif dan penanganannyaKasus kekambuhan merupakan keadaan tanpa harapan karena 80-100% penderita akan meninggal kurang dari 1 tahun semenjak kekambuhan dan sampai saat ini belum ada terapi pilihan yang efektif untuk mengatasinya. Secara keseluruhan, kelangsungan hidup 5 tahun, kasus berulang < 5% dan hampir 90% terjadi dalam 2 tahun pertama. Kasus berulang setelah menjalani operasi radikal dapat dicoba dengan pengobatan radiasi.Kasus berulang setelah mendapat terapi radiasi dapat dilakukan operasi atau kemoterapi terutama untuk lesi kambuh berada di luar lapangan radiasi sebelumnya. Pembedahan dilakukan bila lesi soliter seperti pada paru-paru atau daerah sentral (central recurrence) dan masih memberikan hasil yang cukup baik. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan seperti eksenterasi pelvik. Bila kekambuhan pascaoperatif di daerah pelvis dapat diobati dengan radiasi.Akhir-akhir ini ada upaya lain untuk menigkatkan kualitas hidup penderita paska eksenterasi dengan membentuk urinary conduit dan rekonstruksi vagina. Pemberian kemoterapi pada kasus berulang yang sebelumnya telah radiasi atau operasi tidak memberikan hasil yang baik.

Komplikasi Komplikasi radiasi meliputi : Radiasi pelvis jaringan sekitar seperti usus halus, kandung kemih, dan kulit perineum terkena. Efek samping akut saluran pencernaan : diare, kram perut, ketidaknyamanan rektum, perdarahan. Sistitis-uretritis Gangguan kulit daerah perineum Komplikasi radiasi jangka panjang meliputi pemendekan vagina, stenosis vagina atau rektum, malabsorpsi, sumbatan usus kecil, sistitis kronis, gangguan miksi, fistula, enteritis, proktitis. Disfungsi seksual dapat terjadi karena pemendekan atau stenosis vagina, dispareunia, dan faktor psikologis. Komplikasi pembedahan meliputi : Komplikasi histerektomi radikal adalah gangguan berkemih akibat denervasi sebagian otot detrusor. Komplikasi lain meliputi striktur ureter, konstipasi, limfedema infeksi, perdarahan, obstruksi usus, striktur dan fibrosis usus halus atau rektosigmoid, fistula uterovaginal atau kandung kemih atau rektovaginal.

Pencegahan Kanker ServiksPengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan prmer, pencegahan sek under, dan pencegahan tersier Strategi kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan pencegahan primer dan pencegaan sekunder.1. Pencegahan PrimerPencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat untuk mengurangi atau menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain -lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi HPV pada kelompok masyarakat

2. Pencegahan sekunderPencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus -kasus kanker serviks secara dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi diken al dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara negara maju. Pencegahandenganpap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50 -60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan kanker serviks, yaitu :1. Pencegahan Tingkat Pertamaa. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :1) Kampanye kesadaran masyarakat2) Program pendidikan kesehatan masyarakat3) Promosi kesehatanb. Pencegahan khusus, misalnya :1) lnterfensi sumber keterpaparan2) Kemopreventif

2. Pencegahan Tingkat Keduaa. Diagnosis dini, misalnya screeningb. Pengobatan, misalnya :I) Kemoterapi2) Bedah

3. Pencegahan Tingkat KetigaRehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan radioterapi dan operasi radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena umumnya yang dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.

PrognosisPrognosis kanker serviks tergantung pada stadium kanker. Secara umum, 5year survival rate untuk stadium I > 90%, untuk stadium II 60-80 % dan untuk stadium III 50% dan untuk stadium IV < 30%. Keterlibatan kelenjar getah bening juga ikut menentukan prognosis. Penelitian GOG menunjukkan bahwa 3-year survival rate untuk wanita penderita kanker serviks stadium awal dengan keterlibatan kelenjar getah bening pelvis adalah 74% dan yang tanpa keterlibatan kelenjar getah bening pelvis adalah 86%.Di samping itu, jumlah metastasis ke kelenjar juga menentukan prognosis. Studi retrospektif menunjukkan 5year survival rate lebih tinggi pada kanker dengan keterlibatan 1 atau 2 kelenjar getah bening dibandingkan dengan keterlibatan yang multipel dari kelenjar getah bening. Begitu juga untuk stadium lanjut (stadium IIB-IV). Secara umum, keterlibatan secara mikroskopik mempunyai prognosis lebih baik daripada secara makroskopik.

Survival rate Kanker serviks menurut stadiumnyaStage5-year survivalStage5-year survival

IA100%IIB44%

IB88%III18-39%

IIA68%IV18-34%