Case CA Rectosigmoid

54
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M Usia : 57 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Ruang rawat : P. Sibatik RSAL Mintohardjo Tanggal masuk : 12 Juni 2013 ANAMNESIS Dilakukan auto-anamnesis pada Keluhan utama : nyeri pada perut bawah sejak 4 hari SMRS Keluhan tambahan : OS merasakan adanya demam, BAB sulit, BAK sulit dan nyeri Riwayat penyakit sekarang (RPS) Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari SMRS. Nyeri tersebut dirasakan menjalar dari perut bagian bawah ke arah punggung. Pasien merasakan adanya demam. BAB sulit 2

Transcript of Case CA Rectosigmoid

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Usia : 57 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Ruang rawat : P. Sibatik RSAL Mintohardjo

Tanggal masuk : 12 Juni 2013

ANAMNESIS

Dilakukan auto-anamnesis pada

Keluhan utama : nyeri pada perut bawah sejak 4 hari SMRS

Keluhan tambahan : OS merasakan adanya demam, BAB sulit, BAK sulit dan nyeri

Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari SMRS. Nyeri

tersebut dirasakan menjalar dari perut bagian bawah ke arah punggung. Pasien merasakan

adanya demam. BAB sulit keluar. BAK dirasakan sulit dan nyeri. Pasien mengaku mengalami

adanya penurunan berat badan sebanyak ± 25 kg (60 35 kg). Pasien juga mengaku mengalami

mual dan muntah berupa cairan berwarna kuning namun tidak didapatkan darah. Pasien

mengeluhkan adanya cairan berwarna coklat yang keluar dari vagina dan berbau seperti feses.

2

Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit asma. Riwayat penyakit hipertensi dan

diabetes mellitus disangkal. Pasien memiliki riwayat operasi pengangkatan tumor kandungan.

Riwayat penyakit keluarga (RPK)

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes

mellitus, ataupun asma. Adanya keluarga pasien yang pernah mengalami hal serupa dengan

pasien juga disangkal.

Riwayat kebiasaan

Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok

Riwayat medikasi

Pasien pernah berobat ke bagian neurologi untuk pengobatan saraf yang terjepit.

Riwayat kemoterapi (Fluorouracil 750mg)

Riwayat alergi

Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat, makanan, dan substansi lainnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

BB : 35kg

TB : 150cm

Gizi : buruk

3

Tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 104 x/menit

Suhu : 36oc

Pernafasan : 12 x/menit

STATUS GENERALIS

1. Kulit

Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada

ruam, dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi

Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul, vesikel, pustul

maupun lesi sekunder seperti jaringan parut

Turgor : baik

Suhu raba : hangat

2. Kepala : normocephali, ubun-ubun besar cekung (-)

Mata

Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris

Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema,

perdarahan, blepharitis

Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva : anemis

Sklera : tidak ikterik

Pupil : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+

Telinga

Bentuk : normotia

Liang telinga : lapang

Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri

NT auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kanan maupun kiri

NT tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

4

Hidung

Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak

ada sekret, tidak ada nyeri tekan

Septum : simetris, tidak ada deviasi

Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

Mulut dan tenggorok

Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis

Gigi-geligi : hygiene baik, tidak ada gigi yang tanggal, gigi geraham

belakang belum tumbuh

Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis

Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor

Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis

Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

3. Leher :

Bendungan vena : tidak ada bendungan vena

Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan saat menelan

4. Kelenjar Getah Bening

Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher

Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

5. Thorax

Sela iga tidak melebar, tidak ada efloresensi yang bermakna

5

Paru-paru

Inspeksi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal pada saat inspirasi,

tipe pernapasan abdomino-thorakal

Palpasi : vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithoraks

Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing

pada kedua lapang paru

Jantung

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, + 1 cm lateral dari linea

midklavikularis sinistra

Perkusi : -

Auskultasi : bunyi jantung I & II regular, tidak terdengar gallop maupun

murmur

6. Abdomen

Inspeksi : datar, supel, terkesan keriput karena penurunan BB drastis

Auskultasi : bising usus (+) 2x/menit

Palpasi : nyeri tekan (+) kuadran kanan-kiri bawah, nyeri ketok (+)

kanan-kiri bawah, perabaan massa pada kuadran kiri bawah.

7. Ekstremitas

o Inspeksi : tidak tampak deformitas

o Palpasi : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak terdapat oedema

pada keempat ekstremitas

6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM DARAH

(1 Juli 2013) PRE-OPERASI

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit *8.100/Ul 5.000 – 10.000/Ul

Eritrosit 5,68 juta/mm3 3,6 – 5,2 juta/mm3

Hemoglobin 16,5 g/dl 12 – 16 g/dl

Hematokrit 52 % 38 – 46 %

Thrombosit 542.000 /mm3 150 – 400 ribu/mm3

(12 Juli 2013) POST-OPERASI

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit *13.500/Ul 5.000 – 10.000/Ul

Eritrosit 4,49 juta/mm3 3,6 – 5,2 juta/mm3

Hemoglobin 12,6 g/dl 12 – 16 g/dl

Hematokrit 39 % 38 – 46 %

Thrombosit 198.000 /mm3 150 – 400 ribu/mm3

RADIOLOGI

7

Ronsen thorax

Jantung dan paru-paru normal

USG Abdomen

Pada daerah pelvis minor tampak gambaran seperti massa padat dengan ukuran 5x5,9 cm.

Kesan : suspek massa padat di pelvis minor (rectosigmoid). Organ abdomen tak tampak

kelainan.

Saran : CT scan abdomen

KOLONOSKOPI (3 Juli 2013)

8

Rectum

Tampak pus di spool/ dicuci pada 10 cm

Pada 10 cm mulai menyempit

Striktur masuk sampai dengan 15 cm, scop tidak dapat dilanjutkan oleh karena

penyempitan

Kesan : striktur daerah rektum 10-15 cm dari anus.

CT SCAN ABDOMEN

Tampak usus-usus yang terscan berdilatasi dengan penuh fecal mass di sepanjang colon

proximal sampai rektum

9

Penebalan dinding colon sigmoid, rectum proksimal-medial, tepi ireguler, disertai

perirectal fat sedikit kabur pada aspek medial sisi kiri. Tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening regional.

Sugestif tumor rectosigmoid (Duke’s B type)

PEMERIKSAAN KHUSUS

CEA (Carcino Embryonic Antigen) : 10,2 mg/L (N < 5 mg/L)

RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari SMRS. Nyeri

tersebut dirasakan menjalar dari perut bagian bawah ke arah punggung. Pasien merasakan

adanya demam. BAB sulit keluar. BAK dirasakan sulit dan nyeri. Pasien mengaku mengalami

adanya penurunan berat badan sebanyak ± 25 kg (60 35 kg). Pasien juga mengaku mengalami

mual dan muntah berupa cairan berwarna kuning namun tidak didapatkan darah. Pasien

mengeluhkan adanya cairan berwarna coklat yang keluar dari vagina dan berbau seperti feses.

Pada pemeriksaan region abdomen didapatkan nyeri tekan dan nyeri ketok pada kuadran

kanan dan kiri perut bawah dan pada palpasi juga ditemukan adanya perabaan massa pada perut

kuadran kiri bawah.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan USG abdomen, kolonoskopi, dan CT scan abdomen.

Dari ketiga pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya massa tumor di region rectosigmoid

tanpa metastase ke kelenjar getah bening regional.

DIAGNOSIS

10

PRE-OPERASI : TUMOR KOLON SIGMOID SUSPEK CA DENGAN FISTULA

REKTOVAGINAL

PASCA-OPERASI : TUMOR KOLON SIGMOID SUSPEK CA DENGAN FISTULA

REKTOVAGINAL

PENATALAKSANAAN

Tindakan pembedahan :

Laparotomi eksplorasi

Reseksi tumor sigmoid (anterior reseksi)

Kolostomi sigmoid

Tindakan non bedah :

Medika mentosa

o Infus RL 30 tetes per menit

o Injeksi ranitidine 2x1 ampul

o Enzyplex 3x1

o Domperidone tab. ½ h.a.c.

o Levofloxacin 3x1

o Loperamide 3x1

o Biodiar 3x1

o Neurodex 1x1

o Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram

o Injeksi Neurobion 5000 1x1

Non medika mentosa

o Diit nasi tim

PROGNOSIS

11

o AD VITAM : dubia ad bonam

o AD SANATIONAM : dubia ad bonam

o AD FUNCTIONAM : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI

Intestinum Crasum (usus besar)

Terdiri atas :

o Caecum terdapat valvula ileocaecalis (mengendalikan aliran kimus &

mencegah refluks)

o Colon

o Rektum

Colon

Tabung muscular berongga dengan panjang ± 1,5m, diameter ± 6,5cm (distal <<)

Terdiri atas :

o Colon ascendens

o Colon tranversum

o Colon descendens

o Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaca; membentuk lekukan berbentuk

huruf “S”

Lekukan pada colon :

12

o flexura coli dextra (flexura hepatica)

o flexura coli sinistra (flexura lienalis)

Lapisan otot longitudinal terkumpul dalam TAENIA KOLI; taenia koli lebih pendek

dari colon sehingga usus tertarik membentuk kantung-kantung kecil yang disebut

HAUSTRAE

Fungsi utama :

o Penyerapan air 5-6 L/hari (menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit)

o Mengubah sisa hasil pencernaan di usus halus kotoran padat

o Degradasi bakteri membantu mencerna beberapa bahan makanan dan

membantu penyerapan zat gizi.

Rektum

Mulai dari setelah kolon sigmoid sampai ke anus

Berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara

Biasanya kosong karena feses disimpan di colon descendens turun rektum penuh

defekasi

Anus

Lubang pada ujung saluran pencernaan, tempat pengeluaran feses

Pembukaan dan penutupan diatur oleh otot sphincter, yang terdiri dari :

o m. sphincter ani internus involunter

o m. sphincter levator ani involunter

13

o m. sphincter ani externus volunteer

VASKULARISASI

Suplai pembuluh darah untuk usus besar berasal dari arteri mesenterica inferior dan superior.

Pembagian suplai darah usus besar yaitu sebagai berikut:

1. sekum, kolon asenden, dan kolon transversus proksimal arteri mesenterica superior

2. kolon transversus distalis, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum bagian atas

arteri mesenterica inferior

3. sisa rektum arteri rektalis tengah dan inferior( cabang dari arteri iliaca interna dan

arteri pudenda interna)

14

Vaskularisasi Usus Besar

PERSARAFAN

Diatur oleh sistem saraf otonom (kecuali m.sphincter ani externus)

Parasimpatis (merangsang sekresi dan kontraksi) :

o N.Vagus bagian tengah colon tranversum

o N. Pelvikus bagian distal

Simpatis (menghambat sekresi dan kontraksi; merangsang sphincter) :

o Medulla Spinalis N.splancnicus bersinaps di ganglion coeliaca dan

aorticorenalis post ganglion colon

15

EPIDEMIOLOGI

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas.1,11 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat

mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan

pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.1

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru;

sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel.2,12

Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya,

dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga kasus ini terjadi di kolon dan 2/3 di

rektum. Adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak (98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%),

limfoma (1,3%), dan sarkoma (0,3%) .10

Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.

Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 %

ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan

kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. 13 Pada

tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada kasus kanker yang dialami oleh

pasien pria setelah kanker paru pada urutan pertama, sedangkan pada pasien wanita kanker

kolorektal berada pada urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. 12.

Histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma

lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma,

sedangkan untuk lokasinya, sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon

sigmoid (18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens

(7,8%), dan multifokal (0,28%)

Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker kolo rectal di RS.

AWS Samarinda berjumlah 160 orang, hasil penelitian mengenai jenis kelamin sampel, jumlah

pria lebih banyak yaitu 81 orang dan wanita 65 orang, dan untuk jenis terbanyak didapatkan hasil

Adeno Ca (130 orang), Mucinous Ca (4 orang), Signet ring cell Ca (4 orang), Lymphoma (4

orang), Carcinoid cell Ca (2 orang), Sarcoma (2 orang) serta berdasarkan usia sampel,

didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun.14

16

Patofisiologi kanker rektosigmoid

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rectum sama seperti

kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi munculnya karsinoma

rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan

Kolitis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan.

Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden

yang cukup tinggi.15

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah serat,

tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan degradasi

garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini

bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi

karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat.

Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.15

PATOFISIOLOGI

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi setiap 6

hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu

proses differensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen

adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol.

Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya

mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah

terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

17

Familial Adenomatous Polyposis

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel

usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak

jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor

primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

FAKTOR RESIKO 2, 16, 17,18,19

Etiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa faktor resiko telah

ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa faktor resiko yang

berperan antara lain:

1. Faktor genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary

nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).

18

Gambar 7. Kolitis Ulseratif

Crohn’s Disease

2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit crohn dan kolitis ulseratif.

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.

4. Riwayat menderita polip, kanker ovarium, endometriosis, dan kanker payudara.

5. Umur di atas 40 tahun.

Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan

wanita berusia 50 tahun atau lebih, 1 dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada

orang dengan usia dibawah 40 tahun.2 55% kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun 13

6. Diet tinggi lemak rendah serat

19

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian,

meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat

dan kanker kolorektal. 20

7. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk

memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok

lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita

adenoma yang berukuran besar. 21

MANIFESTASI KLINIS

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai

darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum,

kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior

yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan

sigmoid, dan bagian proksimal rektum).27 Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi

dan tidak spesifik.19 Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar

dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan,

cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi

karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh,

nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan

penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan

perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya

ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan

obstruksi.2,27

Gejala Subakut

Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air

besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien

mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali

20

menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam jangka

waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post

menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan

kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan

yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak

dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya

berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air besar.

Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah

yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah

penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat

menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai

gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium

enema harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.19

Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien

usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker.

Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah

keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah.

Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram

perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi

iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis.

Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut

divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan

pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama

kali yang muncul dari kanker kolon.19

Metastase

21

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke

pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum

peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat

jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka

metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon

dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama kali

paling sering di hepar.2

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Tenesmus

Defekasi Diare Konstipasi progresif Tenesmi terus-menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Samar Samar atau makroskopis Makroskopis

Feses Normal Normal Perubahan bentuk

Dispepsia Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

RINGKASAN DIAGNOSIS KARSINOMA KOLOREKTAL

22

Kolon kanan Anemia dan kelemahan

Darah samar di feses

Dispepsia

Perasaan tidak enak di perut kanan bawah

Massa di perut kanan bawah

Kolon kiri Perubahan pola defekasi

Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi

Rektum Perdarahan rektum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi masih ada perasaan tidak puas atau penuh

Penemuan tumor pada colok dubur

Penemuan tumor pada rektosigmoidoskopi

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase seperti pembesaran KGB

atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok dubur dapat diketahui : 1,7

Adanya tumor rektum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar / menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar

2. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara lain:

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika

ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara

patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90

23

Colok dubur pada karsinoma rekti

sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,

carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2

2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA 19-9 2

3. uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.18,22,23

4. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75%

karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal

touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba

keras dan menggaung.17

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os

coccygis.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi

pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan

otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya

terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal

seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior

uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik

pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.

5. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung barium, dimasukkan

melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro rontgen.

24

Foto rontgen dengan barium enema

6. Endoskopi

a. Sigmoidoskopi

yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah

terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui

rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk

biopsi.

Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun merupakan

metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang asimptomatik yang

berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip

adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk

dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada

di distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal

pada 6-10% pasien. 18

25

sigmoidoskopi

b. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon

dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.

Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan

ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%,

lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah

kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan

dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana

komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang

dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk

mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,

sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan

neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik

kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik,

sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. 18

26

Kolonoskopi

7. Virtual colonoscopy (CT colonography)

Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru, menggunakan X-ray

dan software komputer,untuk melihat dua dan tiga-dimensi dari seluruh usus besar dan

rektum untuk mendeteksi polip dan  kanker kolorektal.14

8. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang

digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi

tehnik ini bukan merupakan screening tes.18

CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT

scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ

lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai

CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT

scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam

menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi

invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran

kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen

dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

27

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada

klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang

lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke

hepar.

Endoskopi UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor,

terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk

digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya

tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat

meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah

mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa

perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.

28

DIAGNOSIS PASTI

KLASIFIKASI KARSINOMA KOLOREKTAL

Berdasarkan klasifikasi Dukes

Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam, yaitu pada mukosa

saja. Disebut juga carcinoma in situ.

Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan

melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding

rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak

menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar

kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau

ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

29

Cara pemeriksaan Persentase

Colok dubur

Rektosigmoidoskopi

Foto kolon dengan barium

kontras

Kolonoskopi

40%

75%

90%

100% (hampir)

Stadium Ca Rectosigmoid I-IV

Berdasarkan sistem TNM

TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stadium Modified

Dukes

Stadium

Deskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

PENATALAKSANAAN

Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum. Tiga terapi standar

yang digunakan antara lain adalah:

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium 1

dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3 juga masih dapat dilakukan

30

pembedahan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang sebelum dioperasi

pasien diberi presurgical treatment berupa radiasi dan kemoterapi. Penggunaan

kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan terapi

ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rektum stadium 2 dan 3. Pada pasien

lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker

sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau

radiasi pasca pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Adapun jenis

pembedahan yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Eksisi lokal

Eksisi lokal jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat

dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika tumor ditemukan dalam

bentuk polip, maka operasinya disebut polypectomy. Eksisi lokal melalui rektoskop dapat

dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara

lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat

penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

b. Low anterior resection (LAR)

Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3 atas rektum.

Untuk masa tumor lebih 5 cm dari anokutan dipertimbangkan reseksi rectum rendah

(LowAnteriorResection/LAR), sehingga tidak perlu kolostomi.

Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang

berada di lokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan ”

restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak

antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting

untuk menentukan jenis operasi.

31

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi ”Low

anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm.

Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate

aman untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh

hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat

diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan.

Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum

memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan

melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Pendekatan

transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk

mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki

kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan menggunakan

alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

c. Abdominal perineal resection (Miles procedure)

Untuk masa tumor < 5 cm dari anokutan. Pengangkatan kanker rektum biasanya

dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum,

mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan

yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

32

A : Low anterior resection; B,C : coloanal anastomosis; D : j pouch construction creating a reservoir.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter

anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi

abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan

mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar

limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya

dengan rektum melalui abdomen.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk poorly differentiated secara histologi

33

Abdominoperineal resection with colostomy

Gambar 14. Pembedahan pada CA Recti

2. Radiasi

Pada kasus stadium 2 dan 3, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum

dilakukan pembedahan, dalam hal ini radiasi berperan sebagai preoperative treatment.

Peran lainnya radioterapi adalah sebagai terapi tambahan untuk kasus tumor lokal yang

telah diangkat melalui pembedahan dan untuk penanganan kasus metastase jauh. Jika

radioterapi pasca pembedahan dikombinasikan dengan kemoterapi, maka akan

menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan menurunkan angka

kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastase jauh, radiasi telah terbukti dapat

mengurangi efek dari metastase tersebut terutama pada otak. Radioterapi umumnya

digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien dengan tumor lokal yang unresectable.

Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan

internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari

kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi

tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk

34

membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan

yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya

berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation)

menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker.

Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara

oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat

radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan

eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap

didalam tubuh.24, 25

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy digunakan untuk menangani pasien yang tidak terbukti

memiliki penyakit residual tetapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan. Terapi ini

digunakan pada tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol

(stadium 2 dan 3). Terapi standar kemoterapi tersebut adalah fluorouracil (5-FU) yang

dikombinasikan dengan leucovorin dalam waktu 6-12 bulan. Obat lain yaitu levamisole

dapat menjadi pengganti leucovorin jika tidak tersedia. Protokol kemoterapi ini telah

terbukti menurunkan angka kekambuhan sebesar 15% dan menurunkan angka kematian

sebesar 10%. 2, 18

4. Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up untuk

rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon. Beberapa tenaga

kesehatan telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika

terdeteksi adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker terdeteksi

dalam jangka waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah

ditangani dari kanker kolon mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker

kolon. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan

prognosa. Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi,

tes fungsi hati, CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.17

Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6 minggu setelah

pembedahan.2

35

Evaluasi klinik

o Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up

adalah untuk mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker

kolorektal membentuk satu atau beberapa tempat metastasis di hepar,

paru-paru, atau tempat anastomosis dimana tumor primer telah

diangkat.2

Rontgen

o Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan

dalam mendeteksi rekurensi.2

Kolonoskopi

o Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan

kolonoskopi 3 sampai 6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan

tidak adanya neoplasma yang tertinggal di kolon. Tujuan dilakukannya

endoskopi adalah untuk mendeteksi adanya metachronous tumor,

suture line rekurensi atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi tidak ada

maka kolonoskopi dilakukan pada satu sampai tiga tahun setelah

pembedahan, jika negatif maka endoskopi dilakukan lagi dengan

interval 2-3 tahun.2

CEA

o Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan

lebih jauh untuk mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya

sangat membantu dalam mengidentifikasi metastasis ke hepar. Jika

dicurigai adanya metastasis ke pelvis, maka MRI lebih membantu

diagnosa daripada CT scan.2

PROGNOSA

36

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting,.Grade histologi secara

signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well

differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik

dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker terlihat

sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien dengan tumor yang

berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor

yang berada di kolon.2

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :

a. Stadium I - 72%

b. Stadium II - 54%

c. Stadium III - 39%

d. Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal,

jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-

30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi

terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan

untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. 7

BAB III

PENUTUP

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di

dunia. Di seluruh dunia 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada

wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.

Karsinoma rektal umumnya didahului oleh kondisi pramaligna seperti adenomatous,

villous polyp, familial adenomatous polyposis dan kolitis ulseratif

Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma (90-95%),

adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).

37

Skrening awal untuk mengarahkan diagnosa Karsinoma kolorektal penting dilakukan

untuk meningkatkan survivalnya. Skrening awal yang dapat dilakukan yaitu: pemeriksaan darah

samar di feses, sigmodoskopi, kombinasi darah samar feses dan sigmoidoskopi, kolonoskopi,

dobel kontras barium enema.

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai penyebaran

tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi dan

perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2006. Gaya hidup penyebab kolorektol, (Online), (http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2058&Itemid=2, diakses 20 Juli 2013).

2. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams & Wilkins: USA.p 201

3. Syamsuhidajat R, Jong Wim D,(eds). 2004. buku ajar Ilmu Bedah 2nd ed. EGC: jakarta.

38

4. WHO. 2006. The Impact of Cancer, (Online), (http://www.who.int /ncd_ surveillance/infobase/web/InfoBasePolicyMaker/reports/ReporterFullView.aspx?id=5, diakses 21 Juli 2013).

5. Depkes. 2006. Deteksi Dini Kanker Usus Besar, (Online), (http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/KankerUsus011106.htm, diakses 20 Juli 2013).

6. Samiadji, S. 1995. Akurasi Keluhan Berak Darah dan Penurunan Berat Badan dalam Diagnosis Karsinoma Rekti. Tesis. Semarang: FK UNDIP

7. Elizabeth., Cirincione, 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com. (Download : 21 Juli 2013).

8. Tim pengajar anatomi. 2001. Situs Abdominis. laboratorium anatomi histologi fakultas kedokteran universitas airlangga: surabaya.

9. Snell RS. 2004. Clinical Anatomy 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins.USA.

10. Stewart SL, Wike JM, Kato I, Lewis DR, Michaud F. a population based study of colorectal cancer histology in United States 1998-2001. cancer, (online)2006; 107(5 suppl): American Cancer Society, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

11. Kastomo DR, Soemardi A. Tindakan Bedah pada Keganasan Kolorektal Stadium Lanjut. Maj Kedokt Indon, 2005 Juli; Vol 55 No 7, p 499-500.

12. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, (http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf, diakses 21 Juli 2013).

13. Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005 Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

14. Mukhtar, S. 2010. Colo-rectal Cancer in A. Wahab Sjahranie General Hospital Samarinda, East Borneo. Samarinda

15. Price, S. dan Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

16. Suyono S.In : Boedi Darmojo R, Pranarka K. (eds.). 2001. buku ajar Ilmu Penyakit Dalam II 3th Ed. balai penerbit FKUI: jakarta. p 24

39

17. Silalahi J. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran, (Online), 2006; 153: 40, (diakses 21 Juli 2013).

18. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

19. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

20. Michels KB, Giovannucci E, Joshipura KJ, Rosner BA, Stampfer MJ, Fuchs CS, Colditz GA, Speizer FE, Willett WC. Prospective study of fruit and vegetable consumption and incidence of colon and rectal cancers. J Natl Cancer Inst. (online). 2001 Jun 6; 93(11):879, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

21. Giovannucci E. An updated review of the epidemiological evidence that cigarette smoking increases risk of colorectal cancer. Cancer Epidemiol BiomarkersPrev. (online). 2001Jul; 10(7):725-31, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

22. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Download : 21 Juli 2013)

23. Moayyedi P, Achkar E. Does fecal occult blood testing really reduce mortality? A reanalysis of systematic review data. Am J Gastroenterol. (online). 2006 Feb; 101(2): 380-4, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

24. Beaumont hospitals. 2006. Colorectal Cancer, (Online), (http://www.beaumont hospi tals.com/pls/ portal30/site. Web pkg. page?xpageid=P07164, diakses 21 Juli 2013).

25. Henry ford. 2006. What is Radiation Therapy?, (Online), (http://www.Henry ford.com/body. cfm?id=39201, diakses 21 Juli 2013).

40