CASE ANASTESI maya.doc

45
BAB II LAPORAN KASUS 1.1. Identitas pasien Nomor Rekam Medis : 751442 Nama lengkap : Ny. Nurjannah Umur : 26 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMP Alamat : banyu resmi Status pernikahan : Menikah Agama : Islam Ruang rawat/ Kelas : Kalimaya Tanggal operasi : 12 Maret 2015 1.2. Anamnesis Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, pada tanggal 12 Maret pukul 15:30 WIB. Keluhan Utama Seorang wanita hamil 37-38 minggu dengan keluhan utama kejang-kejang. Keluhan Tambahan Perdarahan dan tidak terasa nyeri 1

Transcript of CASE ANASTESI maya.doc

BAB II

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas pasienNomor Rekam Medis: 751442Nama lengkap: Ny. NurjannahUmur: 26 tahun

Jenis kelamin : PerempuanPekerjaan : Ibu Rumah TanggaPendidikan: SMPAlamat: banyu resmiStatus pernikahan: MenikahAgama

: IslamRuang rawat/ Kelas

: KalimayaTanggal operasi

: 12 Maret 20151.2. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, pada tanggal 12 Maret pukul 15:30 WIB. Keluhan UtamaSeorang wanita hamil 37-38 minggu dengan keluhan utama kejang-kejang. Keluhan Tambahan

Perdarahan dan tidak terasa nyeri Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke RSUD Slamet Garut, sedang hamil dengan usia kehamilan 37-38 minggu dengan keluhan kejang- kejang dsebanyak 2 kali dan perdarahan dari jalan lahir, mules- mules disangkal, pergerakan janin masih dirasakan., tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Pada riwayat kehamilan G4P3A0. Riwayat Penyakit Dahulu :

OS sebelumnya belum pernah menjalani operasi atau tindakan anestesi apapun. Riwayat alergi obat-obatan atau makanan tertentu disangkal. OS tidak mempunyai riwayat hipertensi, os menyangkal mempunyai DM, penyakit jantung, asma, ginjal maupun hati. Pasien mengaku tidak meminum obat-obatan tertentu secara rutin dalam jangka panjang.

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi obat atau makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh OS. Riwayat kematian anggota keluarga di atas meja operasi juga disangkal.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang.1.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran

: Compos Mentis

Status gizi

: TB: 155 cm

BB: 60 kg Tanda vital

Tekanan darah

: 110/70mmHgNadi

: 88x/menitSuhu

: 36,5 CPernapasan

: 28 x/menit

Status Generalis

Kepala: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-Leher: KGB tidak teraba membesarThorax-Jantung

: BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)Paru

: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-Abdomen :Inspeksi

: Perut membesar , Cembung, hiperpigmentasi padalinea alba di garis tengah abdomenPalpasi

: TF4: 36 CMLP:90CM

His:+

Perkusi/Auskultasi: DJJ (+)Ekstremitas

: Akral dingin pada keempat ekstremitas.1.4. Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan laboratoriumdilakukan pada tanggal 11 maret 2015a. Hematologi

Hemoglobin

: 5,8 g/dL

(N= 12.0 - 16.0) Hematokrit

: 18 %

(N= 35 - 47) Leukosit

: 22.380/mm

(N= 3800 - 10.600) Trombosit

: 262.000/mm

(N= 150.000 - 440.000) Eritrosit

: 2.07 juta/mm(N = 3.6 5.8)b. Urine

berat jenis urine:1.010

(1,002-1.000)blood urine

:POS (++)

lekosit esterase:NegatifPH urine

:6,0

(4,0-7,5)Nitrit urine

:NegativeGlukosa urine

:NegativeKeton urine

:NegativeUrobilinogen urine:NormalBilirubin urine

:Negativec. Radiologi

USG abdomen : Plasenta Previa Totalis1.5. Diagnosis Kerja

G4P3A0 gravida 37-38 minggu Perdaarahan ante partum + Plasenta Previa Totalis + Eklampsi Janin tunggal hidup1,6 Rencana tindakan Bedah

SC1.7 Rencana Tindakan Anastesi

Status fisik pasien: ASA IV EJenis anastesi

: anastesi umumBAB III

LAPORAN ANASTESI

a. Status anestesi

Diagnosa pre operasi : G4P3A0 gravida 37-38 mgg, PAP+ post eklamsi Jenis operasi

: SC Rencana teknik anestesi : Anestesi umum Status fisik

: ASA IV Eb. Keadaan selama pembedahan

Lama operasi

: (Jam12.00 13.00 WIB)

Lama anestesi

: (Jam 11.50 16.45 WIB)

Jenis anestesi

: Anestesi umumPosisi

: SupineInfus

: WidahesRinger laktatNacl

Transfusi Darah (PRC) 3 labuMedikasi : Propofol 100 mgAtracurium 30 mg

Fentanyl 150 mgDexamethasone 10 mg

kalnexCairan Masuk : Widahes 500 cc

Ringer laktat 1000 cc

Transfusi Darah PRC 750 cc

Nacl 500 ccPerdarahan

: + 1300 ccc. Persiapan Alat

Scoop : Stetoscoop dan laringoscoop

Tube : a. Endo Tracheal Tube

Pria : 7, 7.5, 8

Wanita: 6.5, 7

b. Laryngeal Mask Airway

Airway : Mayo

Tape : Plaster

Introdus : Mandrin

Konektor

Suction

Mesin anastesi Monitor anastesi Sfigmomanometer digital

Oksimeter atau saturasi

Spuit 5 cc dan 3cc Kanul O2d. Persiapan Obat

Pre medikasi: - Analgetik: fentanil Sedativa: propofol Muscle relaxant : atrakurium

Obat emergency: Ephedrinee. Monitoring Saat OperasiJam

(waktu)TindakanTekanan darah

(mmHg)Nadi

(x/menit)

12.00 OS masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.

Infus widhes RL110/7082

12:15 Medikasi propofol 100 mg, fentanyl 150 mg, atrakurium 30 mg Pemberian Oksigen 2 liter/menit90/60100

12.30Operasi dimulai- masuk RL- PRC70/30120

12.45- OS masih dalam keadaan di operasi110/60100

13.00- Operasi selesai

- Pemberian oksigen tetap diberikan- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC100/6080

13.15- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC100/6096

13.30- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6073

13.45- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6076

14.00- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- Masuk PRC90/6072

14.15- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6071

14.30- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6073

14.45- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6072

15.00- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC100/6076

15.15- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6075

15.30- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC90/6086

15.45- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- menunggu PRC100/6093

16.00- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien

- masuk PRC100/6092

16.15- Pemberian oksigen tetap diberikan

- Stabilisasi keadaan pasien

- Menghangatkan tubuh pasien110/6089

16.30- Operasi selesai

- Pemberian oksigen tetap diberikan- menyadarkan pasien dan membawa pasien ke ruang resusitasi110/7098

f. Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 110/60 mmHg, Nadi : 100 x/m

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :

Nilai210

KesadaranSadar, orientasi baikDapat dibangunkanTak dapat dibangunkan

WarnaMerah muda (pink) tanpa O2, SaO2 > 92 %Pucat atau kehitaman perlu O2 agar SaO2 > 90%Sianosis dengan O2 SaO2 tetap < 90%

Aktivitas4 ekstremitas bergerak2 ekstremitas bergerakTak ada ekstremitas bergerak

RespirasiDapat napas dalam

BatukNapas dangkal

Sesak napasApnu atau obstruksi

KardiovaskularTekanan darah berubah 20 %Berubah 20-30 %Berubah > 50 %

Total = 10 ( Pasien dapat dipindahkan ke ruangan rawat (bangsal)BAB IVTINJAUAN PUSTAKAPERDARAHAN1. Pengertian

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan (robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika pembuluh darah terluka maka akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.

2. Jenis perdarahan

Berdasarkan letak keluarnya darah:

a. Perdarahan Luar

Ada 3 macam perdarahan :

1. Perdarahan dari pembuluh rambut (kapiler) Tanda tandanya :

Perdarahan tidak hebat

Keluar perlahan lahan berupa rembesan

Biasanya perdarahan berhenti sendiri walaupun tidak diobati

Mudah untuk menghentikan dengan perawatan luka biasa

2. Perdarahan dari pembuluh darah balik (vena)

Tanda tandanya :

Warna darah merah tua

Pancaran darah tidak begitu hebat dibanding perdarahan arteri

Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan meninggikan anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung.

3. Perdarahan dari pembuluh nadi (arteri) Tanda tandanya :

Warna darah merah muda

Keluar secara memancar sesuai irama jantung

Biasanya perdarahan sukar untuk dihentikan

b. Perdarahan Dalam

Perdarahan dalam adalah perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada, rongga tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar, tapi terkadang dapat juga darah keluar melalui lubang hidung, telinga, dan mulut. Penyebab:

Pukulan keras, terbentur hebat

Luka tusuk

Luka tembak

Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit

Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah.

Derajat Syok Hemoragik

Klas IKlas IIKlas IIIKlas IV

Kehilangan dlm %< 15%15 30%30 40%> 40%

Kehilangan dlm cc< 750 cc750 1500 cc1500 2000 cc> 2000 cc

Frek. Nadi< 100x/m100x/m120x/m> 140x/m (tidak teraba)

Sistolik> 110 mmHg> 100 mmHg< 90 mmHg< 90 mmHg

Cap refillNormalDelayedDelayedDelayed

Frek. Nafas16x/m16 20 x/m21 26 x/m> 26 x/m

Kesadaran (mental state)Sadar (anxious)Gelisah (agitated)Kesadaran menurun (confused)Lemah tak bergerak (lethargic)

Derajat Dehidrasi (Kriteria Pierce)

Gejala DefisitRingan (3-5% BB)Sedang (6-8% BB)Berat (>10% BB)

Turgor kulitBerkurangMenurunsangat menurun

LidahNormalLunakkecil keriput

MataNormalCowongsangat cowong

Ubun-ubunNormalCekungsangat cekung

Rasa haus++++++

Nadi kecil lemah sangat kecil

Tensi tak terukur

UrinePekatAnuria

Hal-hal yang perlu dikaji terkait dengan perdarahan yaitu:

1. ABCD

2. Sianosis atau tidak

3. Kulit dingin terutama akral

4. Tekanan darah yang turun

5. Nadi cepat tapi lemah

6. Nafas dalam dan cepat

7. Banyaknya darah yang keluar

8. Kesadaran klien

Pada perdarahan eksternal, jika berlebihan akan terlihat jelas pada pakaian. Jika seseorang menggunakan pakaian yang tebal perdarahan mungkin tidak terlihat. Pemeriksaan harus cepat-cepat memeriksa tubuh pasien dengan membuka pakaian terlebih dahulu, yakinkan bagian-bagian yang terbawah sudah diperiksa. Pakaian yang berlumuran darah dapat digunting sehingga daerah yang terluka dapat diperiksa. Kulit kepala mengandung banyak pembuluh darah, lacerasi kecil pun dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.Sedangkan perdarahan internal sukar diidentifikasi. Perdarahan didalam rongga (pneumothorak) bisa menghambat pernafasan dan akan mengakibatkan nyeri dada. Perdarahan pada rongga perut akan menyebabkan kekakuan pada otot abdomen dan nyeri abdomen. Hemoptysis dan hematemisis menunjukkan adanya perdarahan di paru-paru atau perdarahan saluran pencernaan. Shock dapat terjadi pada perdarahan internal dan eksternal yang hebat. Korban dikaji terhadap nadi yang sangat cepat tetapi lemah, pernafasan lambat dan dangkal, kulit dingin, cemas gelisah dan haus. Pupil sama, dapat berdilatasi dan responnya terhadap cahaya sangat lambat.1. Teknik menghentikan perdarahan

1. R rest : Diistirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial, penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

2. I Ice : Terapi dingan, gunanya mengurangi perdarahan, dan meredakan rasa nyeri.

3. C Compresion : Penakanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut.

4. E Elevation : Peninggian daerah cedera gunanya untuk mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan), dan rasa nyeri.

Tranfusi Darah

Tranfusi darah pada hakekatnya merupakan pemberian darah atau komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lain (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi di sisi lain dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi. Oleh karena itu, pemberian tranfusi hendaknya selalu dilakukan secara rasional dan efisien, yaitu dengan memberikan hanya komponen darah atau derivat plasma yang dibutuhkan saja. Dengan demikian diharapkan manfaat yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin terjadi.

TES PRE TRANFUSI

Pemeriksaan alloantibodi mengidentifikasi antibodi yang melawan antigen sel darah merah lain. Spesifisitas alloantibodi ditentukan oleh ada tidaknya antigen yang mengakibatkan aglutinasi.

Uji cocok silang (crossmatch) adalah prosedur yang paling penting dan paling sering dilakukan sebelum tranfusi darah. Secara umum, uji cocok silang terdiri dari serangkaian prosedur yang dilakukan sebelum tranfusi untuk memastikan seleksi darah yang tepat untuk seorang pasien dan untuk mendeteksi antigen ireguler dalam serum resipien yang akan mengurangi atau mempengaruhi ketahanan hidup dari sel darah merah donor setelah tranfusi.

Uji cocok silang ada 2 jenis, yaitu mayor dan minor. Uji silang mayor menguji reaksi antara sel darah merah donor dengan serum resipien, yaitu untuk mendeteksi antibodi resipien yang dapat melisis sel darah merah donor dan menyebabkan reaksi tranfusi hemolitik. Uji silang minor yaitu menguji reaksi antara serum donor dengan sel darah merah resipien. Uji cocok silang mayor dilakukan pada tes pretranfusi, menggunakan metode yang akan menunjukkan antibodi aglutinasi, sensitisasi, dan hemolisis, juga tes antiaglutinin. Sedangkan uji tranfusi silang minor tidak dilakukan pretranfusi karena uji ini dilakukan sebagai tes rutin pada darah donor setelah pengumpulan darah. Kombinasi beberapa prosedur dapat dilakukan untuk melakukan uji cocok silang. Kedua uji tersebut biasa dikerjakan dalam 3 fase, yaitu medium NaCl 0,9%, medium albumin dan Coombs yang keseluruhannya memerlukan waktu 2 jam.

Secara umum, uji cocok silang harus mendeteksi sebagian besar antibodi resipien yang dapat bereaksi dengan sel darah merah donor. Namun permintaan darah dalam keadaan darurat dimana tidak dilakukan uji cocok silang, harus dipertimbangkan kemungkinan besar terjadinya resiko tranfusi. Meskipun demikian, uji cocok silang juga tidak menjamin sel darah donor tetap hidup atau mencegah imunisasi resipien, tidak mendeteksi kesalahan penggolongan ABO, Rh-typing, atau semua antibodi ireguler pada resipien serum.

Syarat transfusi darah

1. KU baik

2. usia 17 65 th

3. BB 50 kg atau lebih

4. tidak demam (temperatur oral < 37 C)

5. frekuensi irama denyut nadi normal

6. TD 50 100/90 180 mmHg

7. tidak lesi kulit yg berat

8. terakhir 8 minggu yg lalu , tidak hamil

9. tidak menderita TBC aktif

10. tidak menderita asma bronkial simptomatik

11. pasca pembedahan (6 bulan setelah operasi besar, luka operasi telah sembuh pada operasi kecil , minimal 3 hari setelah ekstraksi gigi atau pembedahan mulut)

12. tidak ada riwayat kejang

13. tidak ada riwayat perdarahan abnormal

14. tidak menderita penyakit infeksi yang menular melalui darah

KOMPONEN DARAH UNTUK TRANFUSI

Darah Utuh (Whole Blood)

Darah utuh berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma. Satu unit kantong darah utuh/lengkap berisi 450ml darah dan 65 gram hemoglobin. Suhu simpan antara 1-6Celcius. Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai pada kantong darah. Pada pemakaian sitrat fosfat dextrose (CPD) lama simpan adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD adenin (CPDA) lama simpan adalah 35 hari. Menurut cara simpan in vitro, ada 2 jenis darah lengkap, yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar merupakan darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru adalah darah yang disimpan sampai 5 hari.

Selama penyimpanan dingin, afinitas oksigen darah utuh meningkat seiring dengan penurunan 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) sel darah merah. Baik afinitas oksigen maupun kadar 2,3-difosfogliserat akan kembali normal dalam beberapa jam setelah tranfusi.

Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah total. Namun pemberian darah lengkap pada kondisi tersebut hendaklah tidak menjadi pilihan utama, karena pemulihan segera volume darah pasien jauh lebih penting daripada penggantian sel darah merah, sedangkan persiapan darah untuk tranfusi memerlukan waktu. Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronis yang normovolemik atau yang hanya bertujuan meningkatkan sel darah merah.

Pemberian darah utuh disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pada orang dewasa, satu unit darah lengkap diperkirakan dapat meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-4%, sedangkan pada anak-anak darah lengkap 8ml/kg akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl. Pemberian darah lengkap sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien, namun sebaiknya setiap unitnya diberikan dalam 4 jam.

Sel Darah Merah Pekat (Packed Red blood Cell)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel darah merah pekat ini didapatkan dengan cara memusingkan darah utuh dan mengeluarkan plasma ke dalam kentong lain, sehingga diperoleh sel darah merah dengan hematokrit sekitar 60-70% dengan volume sel darah merah 200ml. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1-6 Celcius. Apabila menggunakan antikoagulan CPDA, maka masa simpan dari sel darah merah tersebut adalah 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%, sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD maka masa simpan sel darah merah ini sekitar 21 hari. Komponen sel darah merah yang disimpan dalam larutan tambahan (buffer, dextrosa, adenin, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60% dengan masa simpan 42 hari.

Sel darah merah pekat merupakan terapi suportif untuk kehilangan darah praoperasi atau untuk anemia kronis bila terapi definitif tidak tersedia, misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan. Pemberian PRC disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, bukan tergantung pada nilai Hb atau hematokrit. PRC dapat memperbaiki oksigenasi jaringan dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban volume seperti pasien anemia dengan gagal jantung. Sedangkan pemberian PRC juga dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Setiap satu unit sel darah merah pekat pada orang dewasa akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-4%. Pemberian sel darah ini harus melalui filter darah standar (170u). Penemuan faktor spesifik, eritropoitin manusia rekombinan secara dramatis telah menurunkan penggunaan tranfusi sel darah merah pada pasien penyakit ginjal kronis terminal.Eritropoitin rekombinan juga telah menggantikan tranfusi darah pada pasien tertentu yang menderita kanker, AIDS dan mielodisplasia tergantung tranfusi.

Sel Darah Merah dengan Sedikit leukosit (Packed Red Cell Leukocyte Reduced)

Komponen sel darah merah dan trombosit mengandung leukosit (terutama lymfosit) dalam jumlah yang bervariasi. Reaksi demam sering terjadi pada pasien tersensitisasi yang menerima komponen lebih dari 5 x 10 8 leukosit, dan alloimunisasi terhadap antigen HLA pada limfosit residual dapat terjadi bila dilakukan tranfusi lebih dari 10 6 limfosit. Virus tertentu yang terkait sel, misalnya citomegalovirus dan HTLV-1 dan II ditularkan melalui sejumlah kecil limfosit. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan upaya menciptakan komponen darah seluler dengan jumlah leukosit yang dikurangi atau direduksi. Tindakan pencucian sel menghilangkan sebagian besar plasma, tetapi hanya mengurangi leukosit sekitar 1 log, cukup untuk menghilangkan reaksi demam tetapi tidak dapat mencegah penyulit lain.

Setiap unit sel darah ini mengandung 1-3 x 10 9 leukosit. Sel darah ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Suhu simpannya 1-6 Celcius, sedangkan masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Bila pemisahan leukosit dilakukan dengan memakai kantong ganda (sistem tertutup) masa simpannya sama dengan darah lengkap asalnya, tetapi bila dengan pencucian/filtrasi (sistem terbuka) produk ini harus dipakai secepatnya (dalam 24 jam).

Produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang sering mendapat/ tergantung pada tranfusi darah dan pada mereka yang sering mendapat reaksi tranfusi panas yang berulang serta reaksi alergi yang disebabkan oleh protein plasma atau antibodi leukosit. Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya graft versus host disease (GVHD) sehingga komponen darah yang dapat diandalkan untuk mencegah hal itu adalah bila komponen darah tersebut diradiasi.

Sel darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Cell Washed)

Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80% dengan volume 180ml. Pencucian dengan salin mebuang hampir seluruh plasma (98%), menurunkan konsentrasi leukosit dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya sering dilakukan dengan sistem terbuka, maka komponen ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam dalam suhu 1-6 Celcius.

Pada orang dewasa komponen darah ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang, dapat pula digunakan pada tranfusi neonatal atau tranfusi intrauteri. Komponen darah ini masih dapat menularkan hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Karena masih mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable, komponen ini juga tidak menjamin pencegahan terjadinya GVHD atau infeksi CMV pasca tranfusi.Trombosit Pekat (Concentrat Platelet)

Komponen darah ini berisi trombosit, bebrapa leukosit, sel darah merah serta plasma. Trombosit pekat diperoleh dengan cara pemusingan plasma kaya trombosit dari sebuah unit darah untuk menghasilkan 6 x 10 10 trombosit, atau dengan tromboferesis otomatis untuk menghasilkan sekitar 6 unit semacam itu dari donor individual. Bila disimpan dalam suhu kamar pada wadah yang permiabel gas untuk mempertahankan metabolisme aerobik dan pH, trombosit dapat bertahan hidup selama 5 hari. Satu unit trombosit dapat meningkatkan hitung trombosit dewasa paling sedikit 5000 sel per mikroliter, dan trombosit dapat beredar sekitar seminggu dalam tubuh pasien trombositopenik yang mungkin tidak terimunisasi dan stabil.

Tranfusi trombosit pekat ini diindikasikan bila terjadi trombositopenia berat atau disfungsi trombosit yang disertai perdarahan aktif atau mengancam jiwa. Tranfusi trombosit mengontrol perdarahan pada pasien trombositopenik yang mengalami penekanan pembentukan trombosit, misalnya pada pasien leukemia, kemoterapi, atau radioterapi, atau yang mengalami trombositopenia dilusional setelah tranfusi masif. Tranfusi trombosit kurang efektif bila terjadi destruksi perifer, misalnya terjadi koagulopati konsumsi atau purpura trombositopenik imun (ITP), dan tidak dianjurkan kecuali bila benar-benar mengancam jiwa. Pada kondisi ini, tranfusi trombosit dapat mencegah perdarahan yang potensial fatal sampai penyebab destruksi trombosit dapat diperbaiki.

Penggunaan tranfusi trombosit profilaksis untuk pasien trombositopenik yang stabil masih diperdebatkan. Ambang hitung trombosit ketika terjadi perdarahan akan bervariasi sesuai dengan penyebab trombositopenia dan sesuai dengan derajat disfungsi trombosit. Sebagian besar pasien dengan hitung trombosit sekitar 10.000 sel permikroliter tidak mengalami komplikasi perdarahan spontan. Faktor klinis tertentu yang menyulitkan misalnya sepsis, hitung trodiberikan untuk mempertahankan hitungmbosit yang turun cepat, obat yang mengganggu fungsi trombosit, dan mukositis, dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pasien yang mendapat terapi mielosupresif. Dalam keadaan ini, tranfusi trombosit profilaktik sering diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit lebih dari 20.000 sel per mikroliter. Pasien yang berada pada keadaan pascaoperasi dan yang mengalami defek kedua pada hemostasis mungkin memerlukan hitung trombosit 50.000 sampai 100.000 sel per mikroliter. Tranfusi trombosit harus dipantau dengan hitung trombosit pada 1 dan 24 jam pasca tranfusi.

Trombosit yang ditranfusikan idealnya berasal dari jenis ABO dan golongan Rh yang sama dengan pasien. Trombosit yang tidak cocok sistem ABO nya dapat menyebabkan peningkatan jumlah trombosit yang lebih rendah dan mjunbgkin berperan dalam menimbulkan refrakteritas trombosit. Apabila digunakan donor golongan O untuk resipien A, B atau AB, plasma donor mjungkin mengandung antibodi yang cukup untuk merusak sebagian sel darah merah resipien. Plasma yang tidak cocok dapat dikurangi untuk infus pediatrik atau bila orang dewasa memerlukan sejumlah besar trombosit donor tunggal. Walaupun trombosit tidak mengekspresikan antigen Rh, sel; darah merah yang ada dapat mensensitisasikan resipien Rh negatif terhadap konsentrat trombosit Rh positif. Pasien dengan Rh negatif harus mendapat trombosit dari donor dengan Rh negatif juga bila mungkin. Tetapi apabila hal tersebut tidk dapat dilakukan, imunisasi Rh dapat dicegah dengan penyuntikan globulin imun Rh. Hal ini sangat penting terutama untuk wanita usia subur.

Pada tranfusi trombosit dapat terjadi reaksi menggigil, panas dan reaksi alergi lain. Antipiretik yang dipilih sebaiknya bukan golongan aspirin, karena dapat menghambat agregasi dan fungsi trombosit. Tranfusi berulang dari tranfusi trombosit dapat menimbulkan alloimunisasi terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi refrakter yang ditandai dengan tidak meningkatnya jumlah trombosit. Pemberian yang terlalu cepat dapat menimbulkan kelebihan beban serta penularan penyakit dapat terjadi seperti halnya pada tranfusi komponen lain.Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)

Plasma digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi. Komponen darah ini berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komplemen dan protein plasma. Plasma ini dipisahkan dari darah lengkap yang kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan darah dari donor. Plasma segar beku disimpan pada suhu simpan -18 Celcius atau kurang, dengan masa simpan 1 tahun.

Plasma segar beku dindikasikan untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel, antara lain pada penyakit hati dan dilusi koagulopati akibat tranfusi masif. Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan ekspansi volume karena risiko penularan penyakit yang tinggi. Komponen darah ini diberikan dalam 6 jam setelah pencairan. Plasma harus cocok golongan ABO nya dengan sel darah merah pasien, dan tidak memerlukan uji cocok silang. Jika plasma diberikan sebagai faktor koagulasi, dosisnya adalah 10-20 ml/kg (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, serta dapat pula meningkatkan faktor VIII sebesar 2% (1 unit/kg).

KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH

Komplikasi tranfusi darah dapat berupa komplikasi imunologi dan non imunologi, sebagai berikut:

Komplikasi imunologi:

1. Aloimunisasi : antigen eritrosit, antigen HLA

2. Reaksi tranfusi hemolitik : segera dan delayed

3. Reaksi febris tranfusi

4. Kerusakan paru akut karena tranfusi

5. Reaksi tranfusi alergi

6. Purpura pasca tranfusi

7. Pengaruh imunosupresi

8. Penyakit graft versus host

Komplikasi non imunologi:

1. Kelebihan/ overload volume

2. Tranfusi masif: metabolik, hipotermi, pengenceran, mikroembolisasi paru

3. Lainnya: plasticizer, hemosiderosis tranfusi

4. Infeksi: hepatitis A,B,C dan lainnya (HIV, virus Epstein Barr, sifilis, parasit malaria,dll)

EKLAMPSIADEFINISIEklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi (dengan peningkatan Tekanan Darah (Sistole 180 mmHg, Diastole 110 mmHg), oedema dan proteinuria. Eklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dari pada multipara.

(obstetri patologi, UNPAD)

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi pada waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

(Prawirohardjo, sarwono: 2009)

Eklampsia adalah keadaan dimana didiagnosis ketika pre-eklampsia memburuk menjadi kejang.

(Helen Varney: 2007)

ETIOLOGIMenurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:

a.Teori genetik

Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklampsi.

b.Teori imunologik

Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologik normal, sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklampsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.

c.Teori iskhemia regio utero placental

Kejadian eklampsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placental menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk odem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler danpeningkatan permeabilitas pada membran glomerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.

d.Teori radikal bebas

Faktor yang dihasilkan oleh ischemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi dari pada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.

e.Teori kerusakan endotel

Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase asam lemak jenuh.

Pada iskhemia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glomerulus ginjal yaitu berupa glumerulus endotheliosis. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.

f.Teori trombosit

Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Iskhemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan iskhemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.

g.Teori diet ibu hamil

Kebutuhan kalsium ibu hamil 2-2 gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin. Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai berikut: dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang menyebabkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi, sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.

PATOFISIOLOGIPada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung. Pada umumnya ditemukan necrose, oedema, ischemia dan thrombosis. Pada placenta terdapat infarct karena degenerasi syncytium. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium, haemokonsentrasi dan kadang-kadang acidosis.

Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resistensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidramnion.

Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriktor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin, angiotensin, dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia utero plasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan odema generalisator, termasuk odema intima pada anterior.

Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia.Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.Vasospasme dapat diakobatkan karena adanya peningkatan sensitivitas dari sirkulating pressor. Eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta, sehingga dapat berakibat terjadinya intrauterine growth retardation.

KLASIFIKASIBerdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi:

a.Eklampsia gravidarum - Kejadian 50% sampai 60%- Serangan terjadi dalam keadaan hamil

b.Eklampsia parturientum- Kejadian sekitar 30% sampai 35%- Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan, terutama saat mulai inpartu

c.Eklampsia puerperium- Kejadian jarang yaitu 10%- Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

DIAGNOSISPada umumnya diagnosa eklampsia tidak terlalu sukar, karena eklampsia merupakan lanjutan pre eklampsi berat dan disusul kejang atau koma.

Eklampsia dapat dibedakan dengan:

a.- Epilepsi dengan kejang terjadipada:- Hamilmudaatausebelumhamil- Tidak disertai tandapreeklampsia- Karena obat anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam vena

b.Keadaan komapada: - Diabetesmelitus- Perdarahanotak- Infeksi: meningitis, ensefalitis

PENGOBATAN atau TERAPIEklampsia merupakan kelanjutan dari pre eklampsia berat disertai semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal.

Tambahan gejala pada eklampsia adalah sebagai berikut.

a.Menurunnya kesadaran sampai koma

b. Terjadi konvulsi

Seperti diketahui, turunnya kesadaran sampai koma terjadi sebagai akibat dari:

a.Edema serebri

b.Perdarahan dan nekrosis sekitar perdarahan

c.Mungkin terjadi hernia batang otak sehingga mengganggu fungsinya untuk mengendalikan dan koordinasi pusat vital

d.Konvulsi sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis

Tahapan kejang

a.Tingkat invasi (tingkat permulaan)

Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, kejang-kejang halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik

b.Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)

Seluruh badan menjadi kaku, pernapasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki diputar ke dalam, lidah dapat tergigit.

c.Tingkat konvulsi (kejang klonik)

- Berlangsung 1-2 menit Kontraksi otot berlangsung cepat

- Mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus

Mata melotot

Mulut berbuih

Muka tampak sianosis

- Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

d.Tingkat koma

- Setelah kejang klonik ini, pasien dapat jatuh koma.

- Lamanya koma ini dari beberapa menit sampai berjam-jam.

Kalau pasien sadar kembali, ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi

Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghindari terjadinya kejang berulang, mengurangi koma, dan meningkatkan diuresis. Dalam hal itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang adalah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma.

Saat perjalanan ke rumah sakit dapat diberikan:

-Penenang dengan suntikan 20 mg valium

-Pasang infus glukosa 5% dan dapat ditambah valium 10 sampai 20 mg

Perawatan di rumah sakit dapat diberikan sebagai berikut:

a.Kamar isolasi

-Menghindarkan rangsangan dari luar: sinar atau keributan

-Mengurangi menerima kunjungan

-Yang merawat jumlahnya terbatas

b.Pengobatan medis

Untuk menghindfari kejang berkelanjutan, dapat diberikan obat-obatan yaitu:

Sodium pentothal

Pemberian sodium pentothal dapat menghilangkan kejang. Dosis inisial pentothal antara 200 sampai 300 mg IV perlahan-lahan.

Magnesium sulfat,Efeknya yaitu:

-Menurunkan tekanan darah

-Mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis

-Meningkatkan diuresis

-Mematahkan sirkulasi iskemia plasenta, sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.

Dosis pemberian larutan MgSO440%

Intramuskular-8 gr pada daerah gluteal kanan kiri-Selanjutnya 4 gr tiap 6 jam

Intravena-10 cc magnesium sulfat 40% intravena perlahan-lahan-Diikuti intramuskular 8 gr.

Syarat pemberian magnesium sulfat adalah:Refleks patella masih positif-Pernapasan tidak kurang dari 16 kali per menit-Diuresis minimal 600 cc/24 jam

Antidotum untuk magnesium sulfat adalah 1 gr kalsium klorida atau glukonas kalsikus.

- Lytic cocktail

Terdiri dari pethidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg yang dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5% dan diberikan secara intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Tensi dan nadi dapat tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita

Perawatan pada serangan kejang:

-Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang

-Masukkan tong spatel ke dalam mulut penderita

-Kepala direndahkan, lendir diisap dari daerah oropharing

-Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman, namun cukup lonnggar guna menghindari fraktur

-Pemberian oksigen

-Dipasang kateter menetap

Perawatan pada penderita koma :

-Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow Pittsburg Coma Scale.

-Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

-Pada koma yang lama ( 24 jam), makanan melalui hidung (NGT)

Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada:Edema paru-Gagal jantung kongestif-Edema anasarka

DIAGNOSA BANDINGKejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.

Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.

Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.

Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.

Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.

PROGNOSISBila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan makagejala pengobatan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis akan terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuahan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya kecuali pada janin dari ibu yang mempunyai hipertensi kronik. Prognosisi janin pada penderiata eklampsi juga tergolong buruk. Sering pula janin mati intra uterin atau mati pada fase neonatal karena kondisi bayi sudah sangat inferiorBAB V

ANALISA KASUS

Seorang wanita berusia 26 tahun datang ke RSUD Dr.Slamet Garut hamil 37-38 minggu, os mengeluh kejang-kejang dan perdarahan sejak tadi malam, sebelumnya os sudah dibawa ke puskesmas terdekat.. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik saat pre-operasi dan pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA IVE. Menjelang operasi keadaan umum pasien buruk dengan tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu di bawah batas normal.Operasi dilakukan pada tanggal 11maret 2015 pukul 12: 005sedangkan anestesi diberikan pada pukul 11.30 di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr.Slamet Garut. Pada pasien dipilih anestesi umum.

Pada pasien diberikan medikasi yaitu. Profopol, Fentanil Digunakan sebagai analgesic dengan dosis 1-5 g/kg , onset dalam 30 detik dan durasi 30-60 menit. Muscle relaxant dipilih obat atracurium 0,3-0,6 mg/kg.dan kalnex.Untuk menjaga distribusi oksigen ke jaringan maka perlu dilakukan terapi cairan. Setiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL cairan koloid/darah. Sebelumnya, untuk mengetahui persentase kehilangan darah pada pasien dapat dihitung perkiraan volum darah (EBV) yaitu 75 ml/kg x 45 kg = 3375 ml. Perkiraan besar volum darah yang telah hilang adalah + 1500 ml atau sebanyak 18%. Sedangkan allowable blood loss selanjutnya adalah 3 x 5325 x (32,4%-30%) = 383,4 ml.

Pada keadaan awal yaitu ketika Hb 5,5g.dl dan Ht 18 pasien dapat diberikan terapi cairan awal yaitu Normal Saline 2-4 L selama 30 menit untuk mengembalikan keadaan hemodinamik. Sementara dilakukan uji crossmartched terhadap darah donor yang akan diberikan bila memenuhi indikasi transfusi. Pada pemeriksaan darah kedua Hb turun sehingga perlu dilakukan transfusi PRC.

Perhitungan rencana pemberian cairan

DIK :

BB

: 60 kg

Puasa

: 4 jam

Perdarahan : 1300 cc

Operasi

: 1 jamEBV : 65 x 60 = 3900 ccEBL = 1300 ccMaintenance

Maintenance4 cc x 10 = 40 cc

2 cc x 10 = 20 cc

1 cc x 40 = 40 cc

Total maintenance = 100 cc

Puasa = Maintenance x puasa/jam

100 cc x 4 = 400 cc

IWL

Derajat operasi X BB

6 X 60 = 360 cc/jam

Kebutuhan cairan

Jam 1 jam

= 100cc +360 cc +1/2 ( 400 ) = 660 cc = 165 gtt/menitJam 2 3 = 100cc + ( 400 ) = 200 cc = 50 gtt/menitJam 4 24= 100cc = 25gtt/menitManajemen cairan intra operasi

JamInputOutputTotal

KristaloidKoloidPRCKebutuhan

CairanPerdarahanUrine

11000 cc500 cc250 cc660 cc1300 cc140 cc- 450 cc

Instruksi Post Operasi

Jam 2 3 = 50 gtt/ menitJam 4 24 = 25 gtt/menitDAFTAR PUSTAKA1. Salgas Gestosis POGI. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Ed. 1985.2. POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. 1. Cet. ke-2. Jakarta : Gaya baru. 1994. 1-8.3. Fields DH. Gestationally Induced Hypertention. In : Barber HRK, Fields DH, Kaufman SA, eds. Quick Deference to Obgyn Procedure. Philadelphia : AB Lippincoti Company. 1990 : 166-173.4. Abadi A, Sukaputra B. Waspodo D, Djuarsa E, Gumilar E, Uktolsea F, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo, 1994. Laboratorium / UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya.5. Handaya. Penanganan Pre Eklampsia Berat / Eklampsia. Dibacakan pada seminar dan lokakarya Penanganan Pre Eklampsia dan Eklampsia Berat. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Januari 1993.6. Bhalla AK, Dhall 61, Dhall K. A Safer and More Effective Treatment Regimen for Eclampsia. Aust NZ J Obstet Gynecol 1994 : 34; z : 144-148PAGE 1