Case Rep Anastesi Spinal

38
ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis Keluhan Utama: Benjolan di paha kiri depan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan benjolan di paha kiri sejak 2 tahun SMRS. Dua tahun SMRS, benjolan diakui berukuran sebesar telur puyuh yang kemudian tumbuh perlahan menjadi sebesar seukuran telur bebek dalam waktu satu tahun. Sejak satu tahun terakhir, benjolan diakui tidak bertambah besar. Benjolan diakui pasien terasa di bawah kulit dan terasa keras. Benjolan tidak terasa nyeri, kemerahan, panas, keluar nanah, maupun berbau. Riwayat demam disangkal. Bagian kaki di bawah benjolan diakui tidak bengkak, pucat, nyeri, kesemutan, baal, atau dingin. Riwayat benjolan di selangkangan atau di bagian tubuh lain, penurunan berat badan, dan keluhan sesak disangkal pasien. Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan radiasi maupun riwayat keganasan pada keluarga. Habit: Tidak ada habit yang khusus, riwayat mengkonsumsi obat-obatan terlarang, merokok, minum alkohol disangkal pasien. Riwayat Operasi Sebelumnya: Tidak ada

description

Case Rep Anastesi Spinal

Transcript of Case Rep Anastesi Spinal

Page 1: Case Rep Anastesi Spinal

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

Keluhan Utama: Benjolan di paha kiri depan sejak 2 tahun sebelum masuk

rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan benjolan di paha kiri sejak 2 tahun SMRS. Dua tahun

SMRS, benjolan diakui berukuran sebesar telur puyuh yang kemudian tumbuh

perlahan menjadi sebesar seukuran telur bebek dalam waktu satu tahun. Sejak

satu tahun terakhir, benjolan diakui tidak bertambah besar. Benjolan diakui

pasien terasa di bawah kulit dan terasa keras. Benjolan tidak terasa nyeri,

kemerahan, panas, keluar nanah, maupun berbau. Riwayat demam disangkal.

Bagian kaki di bawah benjolan diakui tidak bengkak, pucat, nyeri, kesemutan,

baal, atau dingin. Riwayat benjolan di selangkangan atau di bagian tubuh lain,

penurunan berat badan, dan keluhan sesak disangkal pasien. Pasien tidak

memiliki riwayat pengobatan radiasi maupun riwayat keganasan pada

keluarga.

Habit: Tidak ada habit yang khusus, riwayat mengkonsumsi obat-obatan

terlarang, merokok, minum alkohol disangkal pasien.

Riwayat Operasi Sebelumnya:

Tidak ada

I. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Berat Badan : 56 kg

Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : 150/73 mmHg

Frekuensi nadi : 53x/menit

Frekuensi nafas : 18x/menit

Suhu : 36,5 oC

Page 2: Case Rep Anastesi Spinal

Kepala : Normocephali, wajah simetris, tidak ada benjolan, tidak ada

oedema pada wajah.

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : Tidak ada deviasi septum nasi.

Leher : Tidak pendek, tidak teraba masa atau pembesaran, Mallampati 1,

leher bebas jarak tiromental > 7cm.

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada keadaan statis dan dinamis,

tidak tampak pelebaran sela iga.

Palpasi : Tidak teraba retraksi sela iga, pergerakan dinding dada simetris

pada saat keadaan statis dan dinamis, vokal fremitus kanan dan kiri simetris

dan tidak mengeras, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa pada dada.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, whezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tidak membuncit

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa pada abdomen, hati,

limpa, dan ginjal tidak teraba membesar.

Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullnes –

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas Atas

o Otot : Normotonus, massa normal

o Sendi : Tidak kaku

o Gerakan : Aktif

o Kekuatan : +5/+5

1

Page 3: Case Rep Anastesi Spinal

Ekstremitas Bawah

o Otot : Normotonus, massa normal

o Sendi : Tidak kaku

o Gerakan : Aktif

o Kekuatan : +5/+5

o Palpasi: benjolan di paha kiri dengan ukuran 3x4 cm

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal: 17 Juni 2014

Nama Test Hasil Flag Unit Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Lekosit

Trombosit

Hitung Jenis

Basofil

Eosinofil

Batang

Neutrofil

Limfosit

Monosit

LED

HEMOSTASIS

BT

CT

PT

INR

13,2

37,0

4,40

7,471

284,000

0

1

0

34

58

7

21

2

11

13,2

0,85

*

*

*

*

*

*

*

*

g/dL

%

Juta/uL

/mm3

/mm3

%

%

%

%

%

%

mm/jam

menit

menit

detik

11 – 16,5

35 – 45

4 – 5

4.000 – 10.000

150.000 – 450.000

0 – 1

1 – 2

2 – 6

54 – 62

25 – 33

3 – 7

0 – 20

<5 menit

< 15 menit

12 – 19

2

Page 4: Case Rep Anastesi Spinal

PT Control

APTT

APTT Control

KIMIA KLINIK

Fungsi Liver

AST (SGOT)

ALT (SGPT)

Fungsi Ginjal

Ureum

Kreatinin

14,4

28,7

28,3

22

12

15

0,75

*

detik

detik

detik

U/L

U/L

mg/dL

mg/dL

12,3 – 18,9

27 – 43

27 – 43

<32

<33

15 – 50

0,6 – 1,3

III. STATUS FISIK (ASA)

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Advis pre- operatif: Puasa 8 jam pre-operasi

IV. DIAGNOSIS KERJA

Soft tissue tumor

Dasar Diagnosis Kerja:

Anamnesis: Benjolan di paha kiri depan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Pemeriksaan fisik: pada palpasi didapatkan benjolan dengan ukuran 3x4cm, tidak

nyeri, mobile

V. RENCANA TINDAKAN BEDAH

Bedah eksisi (BE) + Patologi anatomi (PA)

VI. RENCANA TEKNIK ANASTESI

Pre operasi:

1. Anamnesis:

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan.

Pasien tidak pernah mendapat anestesi sebelumnya dan riwayat operasi (-)

Pasien mulai puasa 8 jam sebelum rencana operasi.

3

Page 5: Case Rep Anastesi Spinal

2. Pemeriksaan Fisik:

Airway paten, nafas spontan, ronki (-), wheezing (-)

Mallampati 1

Leher bebas, jarak tiromental > 7cm

Buka mulut > 3 jari

Gigi goyang (-), gigi palsu (-)

Tanda-tanda vital:

o Tekanan darah : 150/73 mmHg

o Frekuensi nadi : 53x/menit

o Frekuensi nafas : 18x/menit

o Suhu : 36,5 oC

Berat badan: 56 kg

3. Pemeriksaan Laboratorium

HB: 13,2 g/dL

HT: 37,0 %

E: 4,40 Juta/uL

L: 7,4711/ mm3

T: 284,000/ mm3

BT: 2 menit

CT: 12 menit

Teknik Anestesi : General Anesthesia

Teknik Intubasi : GA dengan LMA no. 7,0, cuff (+)

Lama Anestesi : 10.15 – 11.00

Lama Operasi : 10.25 – 10.50

4

Page 6: Case Rep Anastesi Spinal

Pre Operasi

1. Alat disiapkan dan pasien dengan posisi supine, memastikan kondisi pasien stabil

dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, memastikan cairan infus Ringer

Fudin berjalan lancar.

2. Diberikan premedikasi fentanyl 100 mcg secara intravena.

3. Mulai dilakukan induksi dengan propofol 120 mg secara intravena.

4. Sungkup muka dipasang dengan pemberian oksigen 100% sebesar 2 liter/ menit

dan anestesi inhalasi sevofluran dengan volume 2% selama kurang lebih 3 menit.

5. Memastikan pasien dalam kondisi tidak sadar dan stabil untuk dilakukan

pemasangan LMA dengan memanggil nama pasien dan melakukan refleks bulu

mata.

6. Dilakukan pemasangan LMA nomor 7,0 , cuff (+)

7. LMA difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan dengan ventilator.

8. Maintenance dengan inhalasi oksigen 2 liter/ menit dan sevofluran volume 2%.

9. Setelah diyakini anestesi berhasil dan aman untuk dilakukan operasi, operasi

dimulai.

Intra Operasi:

1. Tanda-tanda vital dimonitor termasuk tekanan darah, frekuensi pernapasan, nadi

dan saturasi oksigen selama operasi.

2. Obat atropine dimasukkan pada saat denyut jantung pasien 40x/menit

3. Obat ondansentron 1x8 mg dan ketorolac 1x30 mg dimasukkan melalui intravena

ketika operasi hampir selesai.

4. Cairan yang masuk sepanjang operasi adalah Ringer Fundin sebanyak 1500 mL.

5. Pendarahan kurang lebih ± 100 mL

6. Setelah operasi selesai, dilakukan ekstubasi, pasien bernafas spontan dan ada

refleks-refleks jalan nafas atas dan dapat menuruti perintah sederhana, pasien

dibawa ke ruang PACU.

Post Operasi (pasca bedah di ruang pulih sadar) :

Keluhan pasien: pasien sadar penuh dengan Glasgow Coma Scale (GCS) :15

5

Page 7: Case Rep Anastesi Spinal

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : compos mentis, baik

Respirasi : 2 (sanggup diminta bernafas dalam dan batuk)

Sirkulasi : 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)

Warna kulit : 2 (merah muda, cappilari refill < 3 detik)

Aktivitas : 2 (4 anggota tubuh bergerak aktif/ diperintah)

Tekanan darah 90/60 mmHg, CRT < 3 detik

BAK spontan (+), urin warna kuning jernih

Terapi pasca bedah:

Analgetik : Injeksi ketorolac 30 mg

Antiemetik : Injeksi ondansentron 8 mg

Terapi lain sesuai DPJP

Tinjauan Pustaka

Pendahuluan

Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesia adalah

suatu keadaan depresi dari pusat - pusat saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh

perasaan dan kesadaran hilang. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari

berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan

pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien

gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. 1

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun,

obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan

kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan

lancar. 1

6

Page 8: Case Rep Anastesi Spinal

Anestesi Umum

Anestesi umum merupakan tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan pasien

untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,

mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak

menyenangkan.1

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:2

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran

2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri

3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Cara pemberian anestesi umum : 4

Parenteral (IM/IV)

digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan

propofol, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk

tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.

Perektal

Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

Anestesi inhalasi

yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anesetsi yang mudah menguap

sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan.Zat anestetik yang digunakan berupa

campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan

parsialnya.

7

Page 9: Case Rep Anastesi Spinal

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anestesi Umum

Faktor respirasi:5

Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru (alveolus).

Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat anestesika

akan berdifusi melalui membran alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat disfusi zat

anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam

arteri pulmonaris. Hal- hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah:

o Konsentrasi zat anestesika yang dihirup atau diinhalasi, semakin tinggi

konsentrasinya, semakin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam alveolus.

o Ventilasi alveolus, semakin tinggi ventilasi alveolus, semakin cepat meningginya

tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.

Faktor Sirkulasi5

Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan darah

vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian

kembali melalui vena.

2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam darah

terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Semakin banyak aliran

darah yang melalui paru semakin banyak zat anestesika yang diambil dari

alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan semakin lama

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

Faktor jaringan5

1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.

2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,

kecuali halotan.

Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:

8

Page 10: Case Rep Anastesi Spinal

a. Jaringan kaya pembuluh darah: otak, jantung, hepar, ginjal. Organ-organ ini

menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial zat anestesika ini

meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima 14% curah

jantung.

b. Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.

c. Lemak : jaringan lemak

d. Jaringan sedikit pembuluh darah: relatif tidak ada aliran darah, ligamen dan

tendon.

Faktor zat anestesi

Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk

menentukan derajat potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration

atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal pada

tekanan udara 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang

sakit suprakmaksimal pada 50%. Semakin rendah nilai MAC, semakin tinggi potensi zat

anestesika tersebut.

Persiapan Anastesi Umum

1. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting

untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya

alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat

dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik.

2. Pemeriksaan fisik5

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk

diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan

kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan

seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

3. Pemeriksaan laboratorium

9

Page 11: Case Rep Anastesi Spinal

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin (Hb, lekosit, masa

perdarahan dan masa pembekuan. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran

pemeriksaan EKG dan foto thoraks.

4. Klasifikasi status fisik5

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari

The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat

prakiraan resiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari

dampak samping pembedahan.

Kelas I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

Kelas V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa

operasi menyebabkan keterbatasan fungsi

Kelas VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

Bila operasi yang dilakukan darurat maka penggolongan ASA diikuti huruf E.

Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang

terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.

Untuk meminimalkan risiko tersebut, pasien harus berpuasa selama periode tertentu.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.

Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air

putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas

boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

10

Page 12: Case Rep Anastesi Spinal

Premedikasi

Pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:5

o Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

o Menghilangkan rasa khawatir

Kunjungan pre anestesi

Pengertian masalah yang dihadapi

Keyakinan akan keberhasilan operasi

Memberikan ketenangan (sedative)

Membuat amnesia

Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)

Mencegah mual dan muntah

o Memudahkan atau memperlancar induksi

Pemberian hipnotik sedative atau narkotik

o Mengurangi jumlah obat-obat anestesi

Pemberian hipnotik sedatif atau narkotik

o Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)

o Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung

Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis

o Mengurangi rasa sakit

Induksi Anastesi

Tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan

dimulainya anestesi dan pembedahan. Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:5

S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope,

pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus

cukup terang.

T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5

tahun dengan balon (cuffed).

11

Page 13: Case Rep Anastesi Spinal

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah

dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction Penyedot lender, ludah dan lain-lainnya.

Induksi dapat dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal.

1. Induksi intravena

Paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,

perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan

antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah

harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Propofol

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

kepekatan 1% (1ml=10mg). Dosis bolus untuk induksi 2-3 mg/kg, suntikan intravena

sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan fentanyl

1-3 mcg/kg intravena.3

Ketamin

Dosis bolus 1-2 mg/kg. Dapat menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri

kepala pasca anestesia. Ketamin juga dapat menimbulkan halusinasi sehingga dianjurkan

pemberian sedativa seperti midazolam atau diazepam dengan dosis 0,1 mg/kg intravena

sebelumnya. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml=10mg)3

12

Page 14: Case Rep Anastesi Spinal

Efek samping:

Hingga 40% dari pasien mungkin mengalami efek samping, yaitu : 3

Delirium Eritema

Sakit kepala Nyeri pada tempat injeksi

Diplopia Fenomena psycotomimetik

Penglihatan kabur Euforia

Nistagmus Afasia

Hipertensi Vivid dreams

Takikardi Mimpi buruk

Hipersalivasi Gangguan atensi, memori

Mual dan muntah Ilusi dan Halusinasi

Emergency Delirium

Dapat terjadi pada periode pasca anestesi ketamin, mengenai visual, pendengaran,

prorioseptif, ilusi, bingung yang dapat berkembang menjadi delirium. Mimpi buruk dan

halusinasi dapat terjadi 24 jam sesudah anestesi ketamin dan biasanya akan hilang dalam

beberapa jam. Angka kejadian emergency delirium, berkisar antara 5-30%. Faktor yang

diduga dapat meningkatkan angka kejadian mimpi buruk dan halusinasi antara lain

wanita usia dari 16 tahun, dosis ketamin lebih dari 2 mg/kgBB dan mempunyai riwayat

sering mimpi buruk. Emergency delirium dapat dikurangi dengan memberikan obat

golongan benzodiazepin. Atropin dan droperidol meningkatkan terjadinya emergency

delirium.

2. Induksi inhalasi

Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan sevofluran atau isofluran. Cara induksi ini

dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada dewasa yang

takut untuk disuntik.

13

Page 15: Case Rep Anastesi Spinal

Sevofluran

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak

menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi

inhalasi disamping halotan. Konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.

Rendahnya kelarutan darah/gas dan kenyamanan pemakaian sevofluran, membuat agent

ini jadi pilihan utama untuk induksi inhalasi cepat dengan recovery yang cepat.

Sevofluran sering digunakan untuk induksi pada anak karena berbau enak, tidak

merangsang jalan nafas dan tidak meningkatkan sekresi saluran nafas. Sevofluran

mungkin paling tidak iritasi pada saluran nafas dibanding agent inhalasi lain yang dipakai

saat ini. MAC ( Minimal Alveolar Concentration ) adalah konsentrasi agent inhalasi

minimal yang dapat mencegah gerakan pada 50% pasien terhadap respon stimulus

standar ( irisan operasi pertama ). MAC sevofluran pada manusia berkisar 1,7-2,05. Bila

diberikan dalam 64% N 2O – O2, MAC menjadi 0,66%, yang menandakan efek N2O

bersifat aditif terhadap sevofluran. Single breath induction sevofluran dengan 4-8%

dalam 50% N2O - O2 dapat terjadi dalam 1-3 menit.Kelarutan sevofluran jaringan yang

rendah menimbulkan eliminasi yang cepat sehingga terjaga cepat. Depresi ventilasi

mencerminkan efek depresi langsung terhadap pusat ventilasi medulla dan kemungkinan

efek perifer terhadap otot interkostal. Relaksasi otot polos bronkus dapat timbul melalui

efek langsung atau secara tidak langsung melalui reduksi lalu lintas saraf aferen atau

depresi secara sentral.4

Isofluran

Isofluran adalah agent inhalasi yang sering digunakan di klinik. Koefisien partisi

gas/darah isofluran adalah 1,4. Ini lebih kecil dibanding agent inhalasi lainnya, kecuali

desfluran 0,42 dan sevofluran 0,6–0,7, memungkinkan peningkatan konsentrasi isofluran

di alveolar terjadi lebih cepat. Penelitian oleh Frink dkk, pasien yang dianestesi dengan

isofluran kurang dari 1 jam, dapat membuka mata dengan perintah kira – kira 7 menit

setelah anestesi dihentikan. Pemberian yang lebih lama , yaitu selama 5 – 6 jam,

munculnya respon dengan perintah relatif cepat, kira – kira 11 menit setelah isofluran

14

Page 16: Case Rep Anastesi Spinal

dihentikan. MAC isofluran berkisar 1,2. Induksi dengan isofluran relatif cepat tetapi

isofluran dapat mengiritasi jalan nafas bila digunakan pada awal induksi dengan masker

pada konsentrasi tinggi. Induksi lambat direkomendasikan untuk mengurangi efek iritatif

saluran nafas dan untuk menghindari tahan nafas dan batuk. Dalam praktek barbiturat

aksi pendek biasanya diberikan untuk memfasilitasi proses tersebut. Komplikasi respirasi

sangat nyata pada bayi. Friesen dan Lichtor menyatakan bahwa induksi isofluran, dengan

konsentrasi inspirasi sampai 3,5 % menyebabkan tingginya frekuensi spasme laring dan

batuk yang tidak diinginkan. Pada bayi, induksi isofluran menyebabkan penurunan

bermakna pada laju jantung, tekanan darah sistolik,dan tekanan arteri rata–rata.

Premedikasi atropin dapat mengurangi bradikardi.4

Rumatan Anestesia

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan

campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar,

analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi

otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis

tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan

relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi

pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total

intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan

udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 2:2

sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.4

15

Page 17: Case Rep Anastesi Spinal

Tatalaksana Jalan Napas

Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesi posisi terlentang, tonus otot jalan nafas atas,

otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi

jalan nafas baik total atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan

dikoreksi dengan cara sebagai berikut.4

A. Manuver tripel jalan napas

Terdiri dari:

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3. Mulut dibuka

Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas

atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

Gambar 1. Manuver Tripel Jalan Napas

B. Jalan napas faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring

lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal

airway).

16

Page 18: Case Rep Anastesi Spinal

C. Sungkup muka

Sungkup muka (facemask) Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau

system anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga

ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan

gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.

D. Sungkup laring

Sungkup laring (laryngeal mask) merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri

dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa

pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten

E. Pipa trakea

Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan

biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan

melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

F. Laringoskopi dan Intubasi

Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan alat

yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan

pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam

laringoskop:4

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa

2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.

Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle

17

Page 19: Case Rep Anastesi Spinal

1 + + +

2 - + +

3 - - +

4 - - -

Gambar 2. Derajat Mallampati

Tehnik anestesi LMA

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya pengendalian jalan

nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter anestesi adalah untuk

menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk pasien. LMA telah

digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di

insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling

pintu masuk laring Dibawah ini tabel 1 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika

dibandingkan dengan ventilasi facemask atau intubasi.2

18

Page 20: Case Rep Anastesi Spinal

Table 1: Keuntungan dan kerugian pemakaian LMA3

Indikasi:3

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA

bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

Kontraindikasi :3

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung (pada emergency adalah pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang bertekanan

rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi

pengembangan lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk

meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.

d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu

terjadinya laryngospasme.

19

Page 21: Case Rep Anastesi Spinal

Tehnik induksi dan insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar. Kedalaman

anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA

dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang tidak sempurna. Sebelum insersi,

kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan mandibula yang relaksasi dan tidak ber-

respon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot.

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan refleks jalan

nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan. Introduksi

LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding pharing akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat

ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis

jantung. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset

cepat ( seperti fentanyl atau alfentanyl ).

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy ( Sniffing Position ) dan

akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA

harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi

berbasis air sebelum dilakukan insersi. Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff,

beberapa klinisi lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini

akan menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-

stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini

terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi

ringan pada tulang belakang leher bagian atas. Clma dipegang seperti memegang pensil pada

perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan.

Selama insersi, cLMA dimajuka ke arah posterior sepanjang palatum durum kemudian

dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama

insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya

sudah berada pada posisi yang tepat. 3,4

20

Page 22: Case Rep Anastesi Spinal

Gambar 1: Tehnik insersi LMA

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan. Lima tes

sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA:5

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di

inflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat perbedaan kecil

terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan

nafas. N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff

sama dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan

didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang berlebihan dapat

dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon.

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging dengan lembut. Yang

perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laryng dan tekanan jalan

nafas diatas sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan lembut,

ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara ribut pada jalan

nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung

reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran

yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka cLMA harus

dipindahkan dan di insersi ulang.

Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek dengan capnograf, auskultasi,

dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan

obstruksi dari kesalahan tempat menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA

untuk menutupi laring dan penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa

kondisi dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi, resiko

regurgitasi faring rendah.4

21

Page 23: Case Rep Anastesi Spinal

Maintenance

Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa sedang dan juga

pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O harus

dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi

tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut,

tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan

meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi.

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama kemungkinan

tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke jalan nafas untuk

membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini

sering lebih mudah sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan

compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang bebas dan

penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi kurang

dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring

dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-

kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas

jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali

ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan nafas. 1,2

Tehnik extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan mampu untuk

membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali.

Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak diperlukan dan malah dapat men-

stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat

membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini

22

Page 24: Case Rep Anastesi Spinal

dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat

menelan sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi

jika cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik

dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika

ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme. 2

Komplikasi LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi lambung

dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang punya resiko

meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus

simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese. Insidensi nyeri tenggorokan

dengan menggunakan LMA sekitar 28 %.3

Pasca Anestesia

Anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Penghentian anestesi inhalasi

disertai oksigenisasi.Oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi

inhalasi diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi. Kesadaran penderita

juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obat anestesi di dalam darah.

Setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus diobservasi

dengan cara menilai Aldrette’s score nya, nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8

observasi secara ketat, kurang dari 5 pindahkan ke ICU, penilaian meliputi:1

Hal yang dinilai Nilai

1. Kesadaran:

Sadar penuh

Bangun bila dipanggil

2

1

23

Page 25: Case Rep Anastesi Spinal

Tidak ada respon 0

2. Respirasi:

Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk

Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan

Apnoe

2

1

0

3. Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesi

Perbedaan +- 20

Perbedaan +- 50

Perbedaan lebih dari 50

2

1

0

4. Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas perintah:

4 ekstremitas

2 ekstremitas

Tidak dapat

2

1

0

5. Warna kulit

Normal

Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik

Cyanotic

2

1

0

Daftar Pustaka

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta:

FKUI; 2011.

2. Omoigui S. Buku saku obat-obatan anestesia. Edisi ke-2 Jakarta: EGC; 2012.

3. Desai AM. General Anesthesia. Accessed on Mey 21 2014. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall.

4. Gwinnut CL. Catatan kuliah anestesi klinis. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.

5. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in

24

Page 26: Case Rep Anastesi Spinal

Anaesthesia : 32 - 42

25