case anak

24
STATUS PRESENTASI KASUS 1. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : An. Muhammad Muhlis Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 7 bulan 27 hari Alamat : Sukadana II Kasemen Masuk Rumah Sakit : 26 April 2014 Ruang Perawatan : Flamboyan III 2. IDENTITAS ORANG TUA Ayah Nama : Arsudin Usia : 28 tahun Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan : Wiraswasta Ibu Nama : Nahyati Usia : 32 tahun Pendidikan Terakhir : SMP Pekerjaan : Tidak Bekerja 3. ANAMNESA Alloanamnesa kepada Ibu pasien Keluhan Utama BAB cair ± 8 kali Keluhan Tambahan

Transcript of case anak

Page 1: case anak

STATUS PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS PASIENNama Pasien : An. Muhammad Muhlis

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 7 bulan 27 hari

Alamat : Sukadana II Kasemen

Masuk Rumah Sakit: 26 April 2014

Ruang Perawatan : Flamboyan III

2. IDENTITAS ORANG TUAAyahNama : ArsudinUsia : 28 tahunPendidikan Terakhir: SDPekerjaan : Wiraswasta

IbuNama : NahyatiUsia : 32 tahunPendidikan Terakhir: SMPPekerjaan : Tidak Bekerja

3. ANAMNESAAlloanamnesa kepada Ibu pasien

Keluhan UtamaBAB cair ± 8 kali

Keluhan Tambahan Badan panas ± 3 hari, muntah ±3 kali

Page 2: case anak

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke BLUD RSUD serang dengan keluhan bab cair. Keluhan mulai

dirasakan sejak 3 hari SMRS. Ibu pasien mengaku dalam sehari frekuensi bab pasien sebanyak lebih kurang 8x dengan konsistensi cair, warna kuning, disertai dengan ampas, menurut pengakuan ibu pasien bab juga disertai lendir dan berbau amis namun tidak ada darah. Keluhan sakit ketika bab juga disampaikan ibu pasien, kadang pasien menangis ketika bab.

Keluhan demam diderita sejak 3 hari SMRS. Demam yang diderita pasien naik-turun dan ketika diukur menggunakan thermometer suhunya 40℃ . Ketika demam memasuki hari ke 2 pasien di bawa ke puskesmas atau klinik untuk diperiksa, pasien diberi obat penurun panas, kemudian demam menurun lalu kemudian demam muncul kembali. Keluhan demam disertai kejang disangkal, keluhan demam disertai mimisan atau gusi berdarah disangkal, keluhan demam disertai dengan ruam merah di belakang telinga atau leher disangkal, keluhan demam disertai dengan penurunan kesadaran disangkal.

Keluhan muntah sejak 3 hari SMRS, muntah sebanyak 3x sehari, tiap muntah ¼ gelas aqua, muntah berupa cairan berwarna putih. Muntah berupa kehitaman disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien mengaku ketika sedang menyusui pasien, pasien tidak seperti orang kehausan. Ibu pasien mengaku kini pasien mendapatkan nutrisi melaluli ASI eksklusif. Pasien juga tidak memiliki riwayat bab cair sebelumnya. Keluhan bab cair yang dialami oleh tetangga pasien disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu Demam tinggi disertai kejang disangkal Alergi terhadap ASI disangkal

Riwayat Imunisasi

Lahir1 Bulan

2 Bulan

3 Bulan

4 Bulan

5 Bulan

6 Bulan

7 Bulan

8 Bulan

BCG √Hep B √Polio √ √ √DPT √ √ √Campak

Riwayat Kehamilan IbuMenurut pengakuan ibu pasien, ketika sedang hamil, rutin control kehamilan di puskesmas dan bidan, selama kehamilan control tiap bulan. Ibu tidak ada konsumsi obat-obatan selama kehamilan.

Page 3: case anak

Riwayat Persalinan IbuMelahirkan dengan usia kehamilan 8 bulan, melahirkan secara spontan dibantu oleh

dukun, berat badan ketika lahir 2600 gr.

4. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : tampak sakit sedang, rewelKesadaran : compos mentis

Tanda VitalHeart Rate : 119x/ menitRespirasi Rate : 53x/ menit pola torakoabdominalSuhu : 37,5oC

Status GiziBerat Badan : 8,4 kgPanjang Badan : 72 cmBB/BBI x 100% : 8,4/9,4x100% = 89%Status Gizi : Baik

Status Generalis Kepala : UUB datar Mata : konjungtiva anemis -/-, mata cekung (-), airmata (+) Hidung : pernapasan cuping hidung (-) Mulut : perioral sianosis (-), mukosa kering (+) Leher : pembesaran KGB (-) Thorax

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), retraksi suprasternal (-), retraksi substernal (-)

Palpasi : fremitus vocal dan taktil simetris saat statis dan dinamisPerkusi : sonor di seluruh lapang paruAuskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor

Page 4: case anak

Inspeksi : iktus kordis terlihatPalpasi : iktus cordis teraba di ics 4 linea midclavicularis sinistra, tidak ada thrillAuskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan

AbdomenInspeksi : distensi abdomen (-), datarAuskultasi : bising usus (+)Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomenPalpasi : hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali lambat

Extremitas : akral hangat, capillary refill test <2 detik, edema ekstremitas atas -/-, edema ekstremitas bawah -/-

5. PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah RutinDiperiksakan tanggal 26 april 2014Hemoglobin : 9,5 mg/dlHematocrit : 30,6 %Leukosit : 10.490/µLTrombosit : 425.000/ µL Gds :128

6. DIAGNOSIS KERJADiare akut dengan dehidrasi ringan sedang

7. TERAPIIVFD RL 6-8 tpmInj. Cefotaxime 210mg/8jamParacetamole sirup 100mg/6jamZinkid sirup I CTH/12 jamL-Bio 2x1

Page 5: case anak

Tanggal Jam Perjalanan Penyakit Terapi / Tindakan Medik

28/4//2014 07.00 S/ Mencret 5x berampas, mual

dan muntah jika diberi makan

atau minum

O/ Ku :sedang, Ks: Compos

mentis

VS: HR: 119x/m RR: 54x/m T:

37,30C

Kepala : UUB datar

Mata: ca -/ - si -/-

Hidung : PCH –

Mulut : POC –

Thorax : Retraksi -

COR bj I /II reg M-,G -

Pulmo VBS +/+ rh -/- wh-/-

Abdomen: BU +, cembung,

supel

ext : akral hangat, sianosis -,

edema –

• IVFD RL 12 tpm

• Inj. Cefotaxime 3x 300

mg

• Paracetamole sirup 3x

100mg

• Zinkid sirup 1x 1

• L-Bio 2x1

• Inj.Ranitidine 4x

100mg

29/5/2014 07.00 S/ Mencret 2x berampas, panas

naik-turun 5 hari

O/ Ku :sedang, Ks: Compos

mentis

VS: HR: 103x/m RR: 36x/m T:

36,70C

Kepala : UUB datar

Mata: ca -/ - si -/-

Hidung : PCH –

Mulut : POC –

•  IVFD RL 12 tpm

• Inj. Cefotaxime 3x 300

mg

• Paracetamole sirup 3x

100mg

• Zinkid sirup 1x 1

• L-Bio 2x1

• Inj.Ranitidine 4x

100mg

Page 6: case anak

Thorax : Retraksi -

COR bj I /II reg M-,G -

Pulmo VBS +/+ rh -/- wh-/-

Abdomen: BU +, cembung,

supel

ext : akral hangat, sianosis -,

edema –

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Definisi Diare

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).

Page 7: case anak

1.2.Jenis Diare

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

1.3.Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).

1.4.Etiologi dan Patogenesis Diare

1.4.1. Etiologi Diare

Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius (Ahlquist dan Camilleri, 2005). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman, 2006). Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).

Page 8: case anak

1.4.2. Patogenesis Diare

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare: 1.Gangguan osmotik

Makanan/zat yang tidak dapat diserap tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.

Isi rongga usus yang berlebihan merangsang usus untuk mengeluarkannya diare osmotik

2. Gangguan sekresiRangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus peningkatan sekresi air dan elektrolit

ke dalam rongga usus diare sekretorik timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus

3. Gangguan motilitas ususHiperperistaltik berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan diare. Bila peristaltik usus menurun bakteri tumbuh berlebihan diare

Patogenesis DIARE

Masuknya jasad renik yang masih hidupkedalam usus halus setelah berhasilmelewati rintangan asam lambung

Jasad renik tersebut berkembang biak

(multiplikasi) di dalam usus halus

Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksindiaregenik)

Diare akut

Bila diare melanjut sampai

2 minggu/lebih, kehilangan BB atau tidak

Page 9: case anak

bertambah selama masa tersebut

Diare kronik

Bila diarenya menetap dalam 2 minggu/lebih dan disertai gangguan pertumbuhan

Diare persisten

1.5.Gejala Diare

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

• Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

• Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. • Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.

• Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Page 10: case anak

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

Page 11: case anak
Page 12: case anak

1.6.Faktor Resiko Diare pada Balita

1.6.1. Faktor Gizi Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.

1.6.2. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991).

1.6.3. Faktor Pendidikan Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).

1.6.4. Faktor Pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).

1.6.5. Faktor Umur Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).

Page 13: case anak

1.6.6. Faktor ASI ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997), menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).

1.6.7. Faktor Jamban Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat (Simatupang, 2004).

1.6.8. Faktor Sumber Air Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004).

1.7. Pencegahan dan Penanggulangan Diare

1.7.1. Pencegahan Diare Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang paling penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak mereka sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan dan sesudah bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat menyebabkan diare. Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada anak mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI mengandungi antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar tidak mudah terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk pertumbuhan anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi keparahan kejadian diare.

Page 14: case anak

Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna, bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.

1.7.2. Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)

A. Tanpa Dehidrasi Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.

Page 15: case anak

B. Dehidrasi Ringan Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.

C. Dehidrasi Sedang Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.

Page 16: case anak

D. Dehidrasi berat Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

Page 17: case anak

1.8 Komplikasi Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson, Behrman, 2006).

Page 18: case anak

Daftar Pustaka

Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI kerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997

Hayes,Peter C et al. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.1997

Mansjoer,Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Markum, A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jilid I.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1991

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985

Suharyono, dkk. Buku Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1988