Carpal Tunnel Syndrome

21
CARPAL TUNNEL SYNDROME ANATOMI Sebuah lorong dari pergelangan tangan ke tangan, terowongan karpal terbuat dari tendon, ligamen dan tulang. Bagian bawah tunnel terdiri dari deretan tulang, tulang-tulang karpal. Bagian atas tunnel dibuat dari ligamen yang sangat padat, para transcarpal ligamentum. Di dalamnya terdapat tendon yang memungkinkan kita untuk melenturkan jari-jari dan satu nervus, yaitu nervus medianus. Nervus medianus melewati terowongan dan memberikan sensasi persarafan pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan sisi ibu jari jari manis. Ketika nervus ini terganggu, kita akan merasakan mati rasa dan kesemutan di ketiga jari kita. Carpal tunnel terbentuk karena adanya retinaculum flexorum Batas : Posterior : 8 tulang carpalia Anterior : Retinaculum flexorum yang melekat di medial pada os pisiforme dan di lateral pada os naviculare ( scaphoideum ) dan os trapezium pada proximal ossa manus Didalam carpal tunnel terdapat Nervus medianus (C6-T1) berasal dari gabungan funikulus medialis dan lateralis plexus brachialis. Dalam perjalanannya ke distal ia tidak mempunyai cabang-cabang pada lengan atas kecuali

description

nnnn

Transcript of Carpal Tunnel Syndrome

CARPAL TUNNEL SYNDROMEANATOMISebuah lorong dari pergelangan tangan ke tangan, terowongan karpal terbuat dari tendon, ligamen dan tulang. Bagian bawah tunnel terdiri dari deretan tulang, tulang-tulang karpal. Bagian atas tunnel dibuat dari ligamen yang sangat padat, para transcarpal ligamentum. Di dalamnya terdapat tendon yang memungkinkan kita untuk melenturkan jari-jari dan satu nervus, yaitu nervus medianus. Nervus medianus melewati terowongan dan memberikan sensasi persarafan pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan sisi ibu jari jari manis. Ketika nervus ini terganggu, kita akan merasakan mati rasa dan kesemutan di ketiga jari kita.Carpal tunnel terbentuk karena adanya retinaculum flexorumBatas : Posterior : 8 tulang carpaliaAnterior : Retinaculum flexorum yang melekat di medial pada os pisiforme dan di lateral pada os naviculare ( scaphoideum ) dan os trapezium pada proximal ossa manusDidalam carpal tunnel terdapat Nervus medianus (C6-T1) berasal dari gabungan funikulus medialis dan lateralis plexus brachialis. Dalam perjalanannya ke distal ia tidak mempunyai cabang-cabang pada lengan atas kecuali cabang artikular yang menuju sendi siku. Ia berjalan diantara caput ulna dan humeri musculus pronator teres lali menyelip dibawah tepi musculus flexor digitorum sublimis. Pada lengan bawah nervus medianus memberikan cabang muscular pada musculus pronator teres, musculus carpi radialis dan musculus Palmaris longus dan musculus flexor digitorum sublimis. Tepat distal setelah melalui muskulus pronator teres ia mempunyai cabang muscular yang penting yaitu nervus interosei anterior,yang mempersarafi sisi ulnar musculus flexor digitorum profundus, musculus flexor pollicis longus dan musculus pronator quadratus.

EtiologiTerowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah Carpal Tunnel Syndrome.

FisiologiPersarafan tangan terdiri atas saraf radialis, medianus, dan ulnaris. Dari ketiga saraf ini hanya saraf medianus yang melewati terowongan carpal, sehingga pada STK menimbulkan gangguan fungsi saraf medianus dari terowongan carpal ke distal, walaupun rasa nyerinya dapat dirasakan sampai ke arah proksimal di leher tempat saraf medianus berasal. Selain fungsi motoris dan sensoris, saraf medianus juga merupakan saraf simpatis, sehingga ketiga fungsi ini dapat terganggu pada STK.

PatomekanismeAda beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari STK. Sebagian besar berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskuler memegang peranan penting dalam terjadinya STK.Sebagian besar STK terjadi perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan tangan yang terus-menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitis pada fleksor retinakulum, yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesis ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/ pagi hari akan berkurangsetelah tangan dikibaskan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut, akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikasn oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.

PatofisiologiTulang- tulang carpal dan ligamentum karpalis transversal membentuk terowongan karpal yand dalam bahasa inggris carpal tunnel . Inflamasi atau fibrosis pada selubung tendon yang melintasi terowongan karpal ini bisanya akan menyebabkan edema dan kompresi nervus medianus. Neuropati kompresi ini mengakibatkan gangguan sensorik dan motorik di daerah distribusi nervus.

Histologi

Sistem saraf tepi, selanjutnya disebut SST, tersusun atas akson- akson yang keluar menuju organ efektor dan diorganisasikan menjadi saraf. Akson SST pada ummnya termielinasi, sehingga terlihat berwarna putih.Organisasi akson-akson saraf tepi menjadi berkas saraf melalui jaringan pengikatSaraf-saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson) yang saling berkumpul bersama, dan disatukan melalui jaringan penyambung, sehingga menghasilkan kumpulan serabut saraf, disebut dengan fasikulus. Dalam satu fasikel pada umumnya mengandung persarafan baik sensorik maupun motorik. Beberapa fasikulus membentuk bundel berkas serat saraf. Bundel berkas serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat yang padat, tidak beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas. Epineurium menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di epineurium pula bisa ditemukan pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah distal. Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun secara kosentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatuba rrie r (sawar) materi bagi fasikulus. Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini tersusun ats jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann yang bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.

DIAGNOSA Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu : 1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah :

Palpasi :

d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK. h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

Perkusi :

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Inspeksi :

i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK.

b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan radiologis . Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

4. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.Penatalaksanaana. Terapi konservatif. b. Terapi operatif.

Prinsip tindakan Medis

a. Terapi konservatif. 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid. 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg 8 atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. 5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan 1. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar 1,5. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan. b. Terapi operatif. Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar 8. Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain 16 menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada safar 8,12,14. Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka 14.

GEJALA1. Rasa kebas, dan parasthesia (seakan-akan terbakar dan bergetar) di ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, atau pada beberapa pasien terjadi di telapak tangan.2. Susah menggenggam dan mengepalkan tangan.3. Sering menjatuhkan barang4. mati rasa dan kesemutan di tangan atau jari5. Nyeri malam, yang dapat membangunkan individu6. penurunan perasaan sentuhan di ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah7. mengurangi kecekatan tangan atau jari8. perasaan jari membengkak, bahkan tanpa adanya tanda-tanda visual pembengkakan9. Kekuatan mengurangi grip10. terlihat pengurangan ukuran otot tangan, terutama oleh ibu jari (tenar otot)PROGNOSA Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik 1,17. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan 1. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini 1,8 : 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi 1. Penggunaan pergelangan tangan yang sakit secara terus menerus dapat meningkatkan inflamsi tendon, kompresi dan iskemia neural sehingga terjadi penurunan fungsi tangan2. CTS yag tidak ditangani dengan baik menimbulkan kerusakan saraf yang permanen disertai gangguan gerak dan sensibilitas.

PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

Artritis reumatoidRadang sendiatauartritis reumatoid(bahasa Inggris:Rheumatoid Arthritis, RA) merupakanpenyakit autoimun(penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerangpersendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun.

GejalaPenderita RA selalu menunjukkansimtomaritme sirkadiadarisistem kekebalan neuroindokrin.[1]RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6 minggu, yaitu:1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan5. Gejala-Gejala Konstitusional Beberapa gejala tersebut meliputi lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Bahkan terkadang kelelahan yang sangat hebat.6. Poliatritis Simetris Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.Hampir semua sendi diatrodial dapat terserang.7. Kekakuan di Pagi Hari Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam. 8. Atritis Erosif Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram. 9. Deformitas Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.PATOFISIOLOGIArtritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacam-macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial, proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tulang.Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis reumatoid. Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan merupakan hal yang spesifik pada penderita artritis reumatoid. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada serum orang normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-20% pada orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang rendah.Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang tidak spesifik. Pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan artritis rematoid yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon pada pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang merasa kelelahan.Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun tidak ada satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis reumatoid. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak mendiagnosis artritis reumatoid.

2. Pemeriksaan Radiologi Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel.

3. Foto PolosTanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.

4. CT ScanComputer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.

5. Ultrasonografi (USG)Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.

Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada peradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid.

6. MRIMagnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid.

PEMERIKSAAN FISIKInspeksi : 1. Edema2. Perubahan warna , kulit akan terlihat memerah3. Deformitas, perubahan bentuk dari normal bandingkan dengan keadaan normal pergelangan tangan.4. Ruang gerak terbatas, Bagaimana gerak pergerakan pergelangan tangan penuh atau tidak

Palpasi :1. Pada saat palpasi Nyeri ketika di tekan2. Perubahan suhu, biasanya suhu di sekitar daerah yang bengkak akan terasa hangat atau panas karena peradangan akan dapat di ketahui ketika di palpasi