Carla - Makalah Blok 14

19
Etiologi Fraktur Tertutup dan Diagnosis Banding pada Regio Antebrachii Carla Oktavia Heryanti Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Abstrak: Penyakit-penyakit sistem muskuloskeletal menduduki tempat pertama di antara penyakit-penyakit yang mengubah kualitas hidup. Keadaan ini berkaitan dengan keterbatasan aktivitas, disabilitas, dan gangguan. Di Amerika Serikat, satu dari setiap tujuh orang menderita salah satu jenis gangguan muskuloskeletal, yang menghabiskan biaya lebih dari 60 milyar dolar setahunnya. Biaya ini mencakup hilangnya penghasilan dan biaya pengobatan. Penyakit sistem muskuloskeletal dapat dibagi menjadi dua golongan: penyakit sistemik dan penyakit lokal. Pasien dengan penyakit sistemik, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, dan polimiolitis, dapat terlibat sakit kronis dengan kelemahan umum, nyeri dan kaku sendi secara berkala. Pasien dengan penyakit lokal pada dasarnya merupakan individu sehat yang menderita keterbatasan gerakan dan nyeri pada satu daerah tertentu. Yang termasuk ke dalam

description

fraktur tertutup

Transcript of Carla - Makalah Blok 14

Etiologi Fraktur Tertutup dan Diagnosis Banding pada Regio Antebrachii

Carla Oktavia HeryantiMahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida [email protected]

Abstrak: Penyakit-penyakit sistem muskuloskeletal menduduki tempat pertama di antara penyakit-penyakit yang mengubah kualitas hidup. Keadaan ini berkaitan dengan keterbatasan aktivitas, disabilitas, dan gangguan. Di Amerika Serikat, satu dari setiap tujuh orang menderita salah satu jenis gangguan muskuloskeletal, yang menghabiskan biaya lebih dari 60 milyar dolar setahunnya. Biaya ini mencakup hilangnya penghasilan dan biaya pengobatan. Penyakit sistem muskuloskeletal dapat dibagi menjadi dua golongan: penyakit sistemik dan penyakit lokal. Pasien dengan penyakit sistemik, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, dan polimiolitis, dapat terlibat sakit kronis dengan kelemahan umum, nyeri dan kaku sendi secara berkala. Pasien dengan penyakit lokal pada dasarnya merupakan individu sehat yang menderita keterbatasan gerakan dan nyeri pada satu daerah tertentu. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah pasien yang menderita nyeri punggung, tennis elbow, dan juga fraktur. Salah satu fraktur yang sering terjadi adalah fraktur pada regio antebrachii. Fraktur ini sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh atau perkelahian. Fraktur ini terbagi dalam beberapa jenis sesuai dengan lokasi dan ciri dari frakturnya. Penanganan yang tepat apabila terjadi fraktur ini dapat mempercepat proses penyembuhan. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan osteoporosis rutin dan mengkonsumsi obat-obat yang mengurangi resorpsi tulang.Kata kunci: Fraktur tertutup antebrachii.

Abstract: Diseases of the musculoskeletal system occupies the first place among the diseases that alter the quality of life. This situation is related to activity limitations, disability, and disorders. In the United States, one of every seven people suffer from one type of musculoskeletal disorders, which cost more than 60 billion dollars annually. These costs include loss of earnings and medical expenses. Diseases of the musculoskeletal system can be divided into two categories: systemic disease and localized disease. Patients with systemic diseases, such as rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, and polimyelitis, chronic pain can engage with the general weakness, pain and stiff joints periodically. Patients with localized disease is basically healthy individuals who suffer from the limitations of movement and pain in one particular area. Are included in this group are patients suffering from back pain, tennis elbow, and also fracture. One of the most common fractures are fractures in the region of antebrachii. This fracture is often caused by traffic accidents, falls or fights. These fractures are divided into several types according to the location and characteristics of the fracture. Proper handling in case of fracture can accelerate the healing process. Preventive action can be performed by routine osteoporosis examination and taking medications that reduce bone resorption. Key words: Closed fracture antebrachii.

PendahuluanFraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.1 trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah juga. Di dalam makalah kali ini, akan dibahas mengenai fraktur yang terjadi pada regio antebrachii. Fraktur sendiri berarti hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.2,3Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini agar pembaca dapat mengerti tentang fraktur pada regio antebrachii, mengetahui tentang jenis-jenis frakturnya, etiologi, patofisiologi, terapi serta tindakan pencegahan agar dapat mengurangi resiko dan bisa terhindar dari penyakit ini.Trauma dalam bentuk cedera remuk pada otot dan tulang, luka tembak dan penetrasi pada pembuluh darah, viscera, atau organ vital lain oleh pisau atau alat tajam lain, yang menimbulkan status syok terutama melalui kehilangan darah tiba-tiba dan hebat. Jumlah kehilangan darah yang tidak terduga karena trauma dapat tersembunyi dalam jaringan, organ, dan ruang ketiga selama variable waktu sebelum gejala syok terlihat. Sebagai contoh, otot paha dapat menahan sampai 1000 mL darah akibat fraktur femur atau robekan pada pembuluh darah femoralis tampa terlihat peningkatan diameter paha. Kehilangan darah 1 liter menunjukkan hemoragik serius, khususnya bila berlangsung tanpa terdeteksi dan tidak diperbaiki. Karena kehilangan darah massif biasanya dihubungkan dengan trauma hebat, syok traumatik hampir serupa dengan syok hemoragik dalam hal mekanisme patologis dan respon adaptifnya.4Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik. Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.5Fraktur yang bahkan disebabkan oleh jatuh ringan adalah penyebab utama disabilitas pada lansia. Lansia dengan persentase besar yang mengalami fraktur, terutama fraktur panggul, tidak mendapatkan kembali tingkat fungsi yang sama seperti sebelum jatuh. Ketika lansia mengalami fraktur, mereka sering menjadi tidak mandiri, yang sering menyebabkan mereka dirawat di nursing home dengan biaya tinggi bagi pasien maupun masyarakat. Banyak lansia yang lemah tidak pernah pulih dari fraktur, takut jatuh adalah masalah signifikan bagi banyak individu lansia, bahkan mereka yang tidak pernah jatuh.

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.6

Gambar 1. Palpasi radius dan ulna distal di sisi lateral dan medial.7Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan fisik dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yang dilakukan adalah dengan mengamati posisi tangan saat bergerak untuk melihat apakah pergerakannya halus dan normal. Saat diam, jari seharusnya sedikit fleksi dan teratur hampir sejajar. Lihat pula sisi palmar dan dorsal dari pergelangan dan tangan secara hati-hati untuk melihat pembengkakkan di atas sendi. Perhatikan pula adakah deformitas dari pergelangan, dan angulasi dari sudut tulang radius ataupun ulna. Palpasi juga diamati pada pergelangan, palpasi sisi distal radius dan ulna di permukaan medial dan lateral (lihat Gambar 1). Perhatikan adanya pembengkakkan, kekenyalan, dan kehalusannya.7

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bulai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal.3,8Tujuan dari pemeriksaan radiologis antara lain untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi, konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan, menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, serta untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.3Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua, yaitu: Pertama, dua posisi proyeksi yang dilakukan sekurang-kurangnya pada antero-posterior dan lateral; Kedua, dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; Ketiga, dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; Keempat, dua trauma. Pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang, misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang; Kelima, dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.3Selain pemeriksaan radiologis, juga dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah menyatakan pendarahan (penurunan hemoglobin dan hematocrit) dan kerusakan otot (peningkatan aspartate transaminase [AST] dan lactic dehydrogenase [LDH]).

Terdapat beberapa macam fraktur pada regio antebrachii antara lain: fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur colles, fraktur smith dan fraktur barton. Fraktur antebrachii pada anak yang paling sering adalah greenstick fracture. Secara klinis, anak mengeluh sakit pada lengan bawahnya sehingga tidak mau menggerakkan tangannya. Sedangkan fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau perkelahian. Gambaran klinisnya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering disertai dislokasi fragmen fraktur.

Gambar 2. Gambaran radiologis fraktur Monteggia.9Fraktur Monteggia adalah fraktur ulna sepertiga tengah atau proksimal dengan disertai dislokasi caput radii (lihat Gambar 2). Caput radii dapat bergeser ke anterior, posterior, atau lateral, dan pada beberapa keadaan baik radius maupun ulna dapat mengalami fraktur.10 Terdapat klasifikasi dari fraktur Monteggia ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.11

Gambar 3. Fraktur monteggia tipe I: angulasi fraktur ulna ke depan dan dislokasi caput radii ke depan.11

Gambar 4. Fraktur Monteggia tipe II: angulasi fraktur ulna ke belakang dan dislokasi caput radii ke belakang.11

Gambar 5. Fraktur Monteggia tipe III: fraktur metafisis ulna proksimal dan dislokasi caput radii ke samping.11

Gambar 6. Fraktur Monteggia tipe IV: dislokasi caput radii ke depan dan fraktur tulang radius dan ulna.11Penyebab fraktur ini biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.12

Gambar 7. Gambaran radiologis fraktur Galeazzi.9Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi articulatio radioulnaris distalis (lihat Gambar 7).10 Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi laterial ketika jatuh.12

Gambar 8. Gambaran radiologis fraktur Colles. 13Fraktur Colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3 sampai 4 cm dari permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur, dislokasi fragmen distal ke arah dorsal, dan disertai pemendekan radius (lihat Gambar 8).10

Gambar 9. Fraktur Colles disebabkan sisi palmar tangan menahan tubuh saat jatuh.12Fraktur ini paling sering ditemukan di kehidupan normal karena jatuh bertumpu pada sisi palmar tangan sehingga juga disebut fraktur radius tipikal (lihat Gambar 9).12

Gambar 10. Gambaran radiologis fraktur Smith.13Fraktur Smith dikenal sebagai kebalikan fraktur colles yaitu pergeseran bagian distal radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar (lihat Gambar 10). Fraktur ini ditemukan saat jatuh bertumpu pada sisi dorsal tangan, lebih jarang terjadi (lihat Gambar 11).12

Gambar 11. Fraktur Smith disebabkan sisi dorsal tangan menahan tubuh saat jatuh.12Fraktur Barton sebetulnya masih merupakan bagian dari fraktur Smith. Reduksi biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang miring reposisi yang dicapai biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epifisiolisis harus diusahakan untuk reposisi secara anatomis dengan benar agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau tanpa reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil tetapi cukup kuat untuk fiksasi interna sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram epifisis.12

Mekanisme terjadinya fraktur dapat beragam. Kasus yang paling sering adalah terjatuh dengan posisi tangan menahan tubuh, atau bisa juga pukulan langsung ke lengan bawah yang menyebabkan patahnya tulang radius dan ulna, atau keduanya. Mekanisme dari fraktur juga termasuk yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet.13

Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan dan jatuh. Umumnya merupakan kombinasi beberapa faktor yang saling berinteraksi dengan masalah lingkungan.6 Proses menua mengakibatkan perubahan pada kontrol postural yang mungkin memegang peran penting pada sebagian besar kejadian jatuh dan menyebabkan fraktur. Perubahan komponen dari kapabilitas biomekanik meliputi latensi mioelektrik, waktu untuk bereaksi, proprioseptif, lingkup gerak sendi, dan kekuatan otot. Selain itu, terdapat pula perubahan pada postur tubuh, gaya berjalan, ayunan postural, sistem sensorik, dan mobilitas fungsional. Usia lanjut dikaitkan dengan input proprioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem vestibuler, refleks posisi yang melambat, dan melemahnya kekuatan otot yang amat penting dalam memelihara postur. Semua perubahan tersebut dapat berperan untuk terjadinya jatuh, terutama pada kemampuan untuk mencegah jatuh manakala terpeleset atau menghadapi situasi lingkungan yang membahayakan sehingga menyebabkan fraktur.6

McQueen dan rekan-rekannya melakukan analisis komprehensif mengenai insidensi fraktur antebrachii yang diliat dari unit trauma Royal Infirmary of Edibburgh selama 3 tahun. Unit ini khusus melayani kasus trauma di area spesifik dan populasi dan sangat baik sebagai panduan epidemiologi dari fraktur antebrachii di negara barat. Kasus dari fraktur termasuk trauma langsung, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan saat olahraga. Tidak seperti di regio lain, fraktur yang berhubungan dengan tembakan tidak masuk dalam persentase fraktur regio ini. Dari 2812 kejadian fraktur, hanya 5% fraktur di diafisis antebrachii, dan yang paling besar adalah fraktur distal radius sebanyak 76%.13

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersilat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung adalah trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa; tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral alau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau rnernecah misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak, trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, fraktur oleh karena remuk, dan trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang. Selain itu, umur penderita dan lokasi fraktur juga dapat mempengaruhi jenis-jenis fraktur yang terjadi. Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.3,8

Perlu dilakukan tata laksana terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada keadaan tersebut pasien dapat diberikan paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditambah dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan obat anti inflamasi non-steroid (AINS) seperti ibuprofen 400 mg sebanyak 3 kali sehari. Penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba) hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan delirium.6Untuk fraktur sendiri, prinsip penatalaksanaan secara non-medika mentosa adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodelling).12Fraktur dapat ditangani sesuai dengan kondisi dari tulang. Imobilisasi dengan gips merupakan penanganan pilihan pada fraktur lengan bawah kedua tulang yang tidak disertai dislokasi dan fraktur ulna saja. Alatnya dengan stress sharing, dengan cara penyembuhan tulang sekunder. Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan long arm cast telah dipergunakan untuk fraktur lengan bawah dengan dislokasi, tapi mungkin kurang memuaskan kecuali jika reduksinya dapat dipertahankan dengan hati-hati. Gips harus memiliki cetakan interoseus yang baik dengan potongan melintang berbentuk oval, bukan bulat, karena dapat membantu mempertahankan ruang interoseus. Fraktur radius sepertiga distal harus dimobilisasi dalam posisi pronasi (merelaksasikan tarikan deformasi m. pronator quadratus) untuk mencapai kemungkinan terbaik kesegarisan yang dapat diterima. Long arm cast dipakai selama 4 minggu, dan kemudian diganti dengan short arm cast atau brace fungsional selama 2 minggu. Durasi pemakaian gips dan imobilisasi adalah sekitar 6 sampai 8 minggu sebelum menyambung.10Kebanyakan fraktur lengan bawah, termasuk fraktur radius saja, fraktur kedua tulang, dan fraktur yang disertai dislokasi caput radii atau destruksi articulatio radioulnaris distalis memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stess shielding dan cara penyembuhan tulang primer.10Pada fraktur monteggia, reduksi tertutup caput radii dapat dilakukan, diikuti dengan pemasangan pelat untuk fraktur ulna. Reduksi simultan caput radii akan terjadi saat fraktur corpus ulnae telah tereduksi secara anatomis dan terfiksasi. Bergantung pada stabilitas caput radii setelah reduksi, imobilisasi pascaoperatif dapat bervariasi dari long arm cast sampai brace fungsional.Pada fraktur galeazzi, radius direduksi secara anatomis dan difiksasi pada pelat. Penanganan ini akan mengembalikan posisi articulatio radioulnaris. Long arm cast atau brace fungsional mempertahankan lengan bawah pada posisi supinasi selama 4 minggu. Penanganan kemudian diikuti dengan short arm cast selama 2 minggu berikutnya.10Fraktur colles dan smith juga memiliki cara penanganan yang berbeda dengan fraktur monteggia dan galaezzi. Cara pertama adalah dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips, yang merupakan penanganan fraktur yang tidak memerlukan fiksasi bedah. Cara ini diindikasikan untuk pasien dengan fraktur tanpa dislokasi atau dengan dislokasi minimal tanpa kominutif yang banyak. Radiograf pascareduksi harus memperlihatkan pemulihan kemiringan palmar dan panjang radius. Secara umum, pasien berusia lebih dari 60 tahun biasanya ditangani dengan short arm cast untuk mencegah kekakuan siku. Setelah pemasangan long arm cast selama 3 sampai 6 minggu pertama, akan diteruskan dengan pemasangan short arm cast. Long arm cast memberikan dukungan yang lebih baik untuk fraktur kominutif tidak stabil serta memberikan kontrol rotasional dan kontrol nyeri yang lebih baik. Fraktur tanpa lokasi dapat ditangani dengan short arm cast.10Ada pula fiksator eksterna yang sangat berguna untuk fraktur kominutif, fraktur dengan dislokasi yang tidak dapat ditangani dengan reduksi terbuka atau fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stress-sharing dengan cara penyembuhan tulang sekunder, dengan disertai pembentukan kalus. Kadang-kadang, pin perkutaneus atau fiksasi interna dapat digunakan sebagai adjuvan fiksasi eksterna.10Selain itu, bila frakturnya artikular dengan dislokasi, digunakan metode reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stres-shielding untuk fiksasi pelat dan stress-sharing untuk fiksasi pin. Cara penyembuhannya primer, jika tercapai fiksasi solid dengan pelat sehingga tidak terbentuk kalus, cara penyembuhan sekunder jika fiksasi solid tidak tercapai, atau pada pin perkutaneus. Gips pasca oprasi biasanya dianjurkan selama 2 sampai 6 minggu, bergantung pada stabilitas fiksasi.10Untuk mencegah terjadinya fraktur dapat dilakukan dengan pemeriksaan osteoporosis rutin. Digunakan obat-obat untuk mencegah fraktur apabila pasien menderita osteoporosis yaitu obat-obat yang mengurangi resorpsi tulang seperti kalsium / vitamin D, bifosfat, dan/atau terapi estrogen.14Prognosis untuk fraktur pada orang dewasa di radius dan ulna tergantung oleh banyak faktor. Namun, faktor dalam operasi juga menentukan prognosis termasuk dalam metode penanganan, waktu fiksasi internal untuk fraktur tertentu, dan penanganan akan jaringan lunak, dan restorasi jaringan tulang. Hal pentingnya adalah dimana union rate lebih dari 90% dilaporkan, bergantung pada kekerasan fiksasi.13

PenutupFraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur tertutup atau simple adalah fraktur dengan kulit yang tidak mengalami perforasi sehingga lokasi fraktur tidak terpajan lingkungan luar sedangkan fraktur terbuka atau fraktur gabungan adalah fraktur dengan kulit yang tertembus pada ekstremitas yang terkena. Fraktur tertutup biasanya mempunyai resiko tinggi untuk mendapat compartment syndrome karena pada patah tulang tertutup, darah tidak dapat keluar dan sering menimbulkan peningkatan tekanan compartment otot. Melakukan anamnesis, pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, serta penanganan yang baik maka proses penyembuhan dan prognosis dapat lebih baik.

Daftar Pustaka1. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Simadibrata M, Siti S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-3. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.2556-564.2. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995.h.309. 3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.h.355-61,364-70. 4. Tamboyang J. Patofisiologi. Edisi ke-1. Jakarta: EGC; 2004.h.25. 5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.335-8. 6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-7,31-2,815,822,2650. 7. Bickley LS. Bates guide to physical examination and history taking. 10th ed. London: Lippincott Willams & Wilkins; 2009.p.603-4. 8. Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.31-4, 46. 9. Sutton D. Textbook of radiology and imaging. 7th ed. London: Churchill Livingstone; 2008.p.1408. 10. Thomas MA. Terapi dan rehabiliasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011.h.158-81. 11. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. 11th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2003.p.1141-2. 12. Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.h.840-68. 13. Forearm fracture. http://emedicine.medscape.com/article/1239187-overview#a0102, diunduh tanggal 25 Maret 2015. 14. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.381.