Makalah Blok 14 Osteoartritis

download Makalah Blok 14 Osteoartritis

of 29

description

OA pada wanita lansia

Transcript of Makalah Blok 14 Osteoartritis

Osteoarthritis pada Wanita Lanjut Usia Nama : Theodora Abdiel Purwa Dolorosa NIM : 102011066 Kelompok : A7Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected]

PendahuluanPenyakit nyeri sendi adalah penyakit yang umum terjadi di negara Indonesia bahkan di dunia. Umumnya penyakit sendi ini menyerang kaum lanjut usia yang mengakibatkan menurunnya aktivitas yang dapat dilakukan sehari-hari. Salah satu penyakit sendi yang sering mengenai individu saat lanjut usia adalah osteo arthritis yang memang merupakan suatu penyakit degeneratif. Bertambahnya kaum lanjut usia sekarang ini mengakibatkan bertambahnya juga penderita osteo arthritis, mengakibatkan penyakit ini harus mendapat perhatian yang lebih besar. Ditambah lagi faktor gaya hidup yang memperburuk berjalannya penyakit ini membuat penyakit ini menjadi lebih sering diketemukan pada kaum lanjut usia.Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui perjalanan penyakit dari penyakit osteo arthritis, serta prognosis dan komplikasi dari penyakit osteo arthritis itu sendiri. Selain itu dalam makalah ini juga akan dibahas mengenai pemeriksaan fisik dan penunjang dari penyakit osteo arthritis, ciri-ciri dan penatalaksanaan juga akan dibahas pada makalah. Dalam makalah ini juga akan disinggung mengenai cara mencegah terkena osteo arthritis, karena penyakit osteo arthritis adalah penyakit yang sangat mengganggu aktivitas individu sehari-hari, sehingga mencegahnya adalah suatu hal yang penting.

Pembahasan Skenario 1Seorang perempuan, 60 tahun datang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam RS dengan alasan nyeri lutut kanan dan kiri yang memberat sejak 1 minggu. Keadaan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri pada lutut terutama bertambah saat berjalan, menekuk kaki, bangun dari duduk yang lama dan saat sholat. Pasien mengatakan saat bangun tidur lututnya sering terasa kaku sekitar 30 menit dan pada lututnya sering berbunyi kretek-kretek.Mind Mapping

Penunjang Pemeriksaan FisikAnamnesis

Diagnosa

Pencegahan Perempuan 60 tahun mengeluh nyeri lutut kanan&kiri sejak 1 minggu yg lalu. Nyeri bertambah saat berjalan, menekuk kaki, bangun dari duduk yg lama dan saat sholat. Saat bangun tidur lututnya terasa kaku dan berbunyi kretek-kretek

Prognosis Gejala Klinis

Komplikasi

Etiologi

Terapi Patofisiologi Epidemiologi

1. AnamnesisHal paling utama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Yaitu menyanyakan keadaan pasien sebelum datang ke rumah sakit (RS). Apa saja keluhan yang dirasakannya dan dapat menempatkan rasa empati dengan benar, serta mendapatkan kepercayaan pasien sehingga pasien dapat menceritakan semua yang dirasakannya tanpa menutup-nutupi apa yang dia alami.Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diajak berbicara mengenai penyakitnya, maka anamnesis ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang mengantarkan pasien ke tempat praktek atau unit gawat darurat (UGD) yang disebut dengan allo anamnesis.Sangat penting untuk mendapatkan anamnesis yang akurat, karena dari anamnesis, dokter dapat mengetahui gejala-gejala yang dialami pasien sehingga dapat mengenali lebih lagi penyakit apa yang dialami oleh pasien.Jika kita mencurigai adanya gejala dan keluhan nyeri sendi, maka hendaklah kita lakukan anamnesis dengan baik. Diantaranya kita dapat melakukan anamnesis sebagai berikut.1,2a. Identitas pasien (Nama, Usia, Pekerjaan, dll).b. Keluhan Utama Nyeri kedua lutut : kapan mulai serangan pertama? Sudah berapa kali serangan sampai sekarang? Intensitas beratnya serangan : tetap? makin berat? atau malah menurun? Adakah riwayat trauma ?c. Riwayat penyakit sekarang Apakah ada faktor pemicu nyeri? Seperti beraktivitas dan lain-lain.d. Riwayat penyakit dahulu Apakah pernah seperti ini sebelumnya? Apakah ada riwayat darah tinggi atau diabetes dll sebelumnya?e. Riwayat penyakit Keluarga Apakah ada keluarga yang mengalami masalah yang sama?f. Riwayat penyakit sosial Bagaimana pola hidup ? Apakah rajin berolah raga atau tidak?2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal meliputi inspeksi pada saat diam/ istirahat, inspeksi pada saat gerak, dan palpasi. Yang dinilai dalam pemeriksaan fisik antara lain:

InspeksiGaya Berjalan. Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading / stance phase, toe off phase dan swing phase. Pada heel strike phase, lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi sendi coxae dan ekstensi sendi lutut. Pada loading / stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan teratur melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe off phase, sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase, sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi sendi talokruralis.Gaya berjalan abnormal meliputi gaya berjalan antalgik (gaya berjalan pada pasien artritis dimana pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri), Trendelenburg (disebabkan oleh abduksi coxae yang tidak efektif sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing phase), Waddle Gait (gaya berjalan Tendelenburg bilateral sehingga pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang), Paraparetik Spastik (kedua tungkai melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat sebagai usaha agar tidak jatuh), Paraparetik flaksid (gaya berjalan seperti ayam jantan), hemiparetik (tungkai yang kesemutan akan digerakan ke samping baru diayun ke depan karena koksae dan lutut tidak dapat difleksikan), ataktik (kedua tungkai dilangkahkan secara bergoyang ke depan dan ditapakkan ke lantai secara ceroboh secara berjauhan satu sama lain), Parkinson (gerak berjalandilakukan perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek), Scissor Gait (gaya berjalan dengan kedua tungkai bersikap genu velgum sehingga lutut yang satu berada di depan lutut yang lain secara bergantian).Sikap / Postur BadanPerlu diperhatikan bagaimana cara pasien mengatur posisi bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikular yang tinggi, oleh karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi.

Atrofi atau Penurunan Kekuatan OtotAtrofi otot merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari besar otot.2PalpasiBengkak SendiBengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut. Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (100cc), sebab lain karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi, sering terdapat pembengkakan sendi lutut dan kantong suprapatela sehingga cekungan normal di sekitar patela menghilang.

Nyeri RabaMenentukan lokasi nyeri raba yang tepat merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab keluhan pasien. Nyeri pada OA dapat berupa penjalaran atau radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. Nyeri biasanya paling berat pada malam hari, pagi hari terasa lebih ringan dan membaik di siang hari.Pada artritis reumatoid, nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari. Pada artritis gout, nyeri yang terjadi biasanya berupa serangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada malam hari sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa, nyeri ini biasanya self limiting dan sangat resposif dengan pengobatan. Nyeri yang menetap sepanjang hari (siang dan malam) pada tulang merupakan tanda proses keganasan.

MoveKisaran Gerak dan ManuverGerakan sendi lutut yang terutama adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal. Pada penderita osteoarthritis biasanya ditemukan pengurangan range of movement / ROM. Terutama pada gerakan fleksi-ekstensi. Normalnya pada pergerakan ini pasien setidaknya dapat mencapai ROM sebesar 120o. Namun sudut ini dapat menurun pada penderita osteoarthritis. Umumnya pasien akan kesulitan melakukan fleksi yang dalam seperti pada saat berlutut.Pergelangan kaki dan kaki juga merupakan tempat yang sering terjadi perubahan radiografi akibat terjadinya proses peradagan. Oleh karena itu pemeriksaan di daerah ini tidak kalah pentingnya.

KrepitasiGejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.3. Pemeriksaan PenunjangArtrosentesisMerupakan teknik pengambilan cairan sendi (aspirasi) yang harus disesuaikan dengan lokasi anatomi dan ukuran sendi. Pemeriksaan artrosentesis diindikasikan (diagnostik) untuk membantu diagnosa artritis, memperbaiki fungsi gerak persendian, dan digunakan selama pengobatan artritis septik secara serial untuk menghitung jumlah leukosit, pengecatan gram dan kultur cairan sendi. Sedangkan indikasi terapeutik pemeriksaan artrosentesis adalah pemberian kortikosteroid intraartikular yang bertujuan untuk membantu terapi fisik pada kontraktur sendi, menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat, mempersingkat periode nyeri pada artritis gout, dan mengontrol inflamasi steril pada sendi (bila obat non steroid telah gagal, kemungkinan akan gagal atau kontraindikiasi). Kontraindikasi diagnostik artrosentesis ialah apabila terdapat infeksi jaringan lunak yang menutupi sendi, bakteremi, secara anatomis tidak dapat dilakukan (fraktur intra artikuler, sendi yang tidak stabil), dan pasien tidak kooperatif. Kontraindikasi terapeutik artrosentesis meliputi instabilitas sendi, nekrosis avakular, artritis septik, dan telah kontraindikasi diagnostik.

Tes MakroskopisPemeriksaan makroskopis cairan sendi merupakan pemeriksaan bedside. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan cairan sendi tersebut termasuk dalam kelompok apa. Dalam pemeriksaan makroskopis, cairan sendi dibedakan menjadi 5 macam kelompok. Kelompok 1 Normal, Kelompok 2 Non Inflamasi, kelompok 3 Inflamasi, Kelompok 4 Purulen, dan kelompok 5 Hemoragik. Diagnosis spesifik jarang bisa ditentukan hanya berdasarkan pemeriksaan makroskopis saja. Dalam pemeriksaan makroskopis cairan sendi, yang dilihat meliputi volume, viskositas, kejernihan dan warna, bekuan musin, dan polimorfonuklear.Volume, sendi normal umumnya hanya mengandung sedikit cairan sendi, bahkan pada sendi besar seperti lutut hanya mengandung 3-4 mL cairan sinovial.Viskositas, cairan sendi normal sangat kental karena tingginya konsentrasi polimer hyaluronat. Asam hyaluronat merupakan komponen non protein utama cairan sinovial dan berperan penting pada lubrikasi cairan sinovial. Pada penyakit sendi inflamasi , asam hyaluronat rusak dan menurunkan viskositas cairan sendi. Viskositas merupakan penilaian tidak langsung dari konsentrasi asam hyaluronat dalam cairan sinovial. Penilaian viskositas cairan sendi dilakukan dengan pemeriksaan string test, yaitu melihat cairan sendi pada saat dialirkan dari spuit ke tabung gelas. Pada cairan sendi normal akan dapat membentuk juluran (string out) 7-10 cm lebih. Pemeriksaan lain adalah dengan menggunakan viscometer. Warna dan kejernihan, cairan sendi yang normal tidak berwarna ( seperti air atau putih telur). Pada sendi inflamasi, jumlah leukosit dan eritrosit pada cairan sinovial meningkat. Eritrosit pada sinovial selanjutnya akan mengalami kerusakan dan akan memberikan warna kekuningan (xantokrom) pada sendi inflamasi. Leukosit akan membuat warna cairan sendi menjadi putih , sehingga semakin tinggi jumlah leukosit cairan sendi akan berwarna putih seperti susu. Selain dipengaruhi oleh jumlah eritrosit dan leukosit, warna cairan sendi juga dipengaruhi oleh kuman dan kristal yang ada dalam cairan sendi. Staphylococcus aureus akan memberikan pigmen keemasan, serratia marcescens akan memberikan warna kemerahan dan kristal monosodium urat akan memberikan warna putih seperti susu.Bekuan, cairan sinovial mengandung sedikit sekali kandungan protein pembekuan seperti fibrinogen , protombin, faktor V, faktor VII dan tromboplastin jaringan sehingga cairan sinovial normal tidak membeku. Tetapi pada kondisi inflamasi membran dialisat sendi mnjadi rusak sehingga protein berat molekul yang lebih besar seperti protein-protein pembekuan akan menerobos masuk ke cairan sinovial, sehingga cairan sinovial pada penyakit sendi inflamasi bisa membeku dan kecepatan terbentuknuya bekuan tergantung dengan derajat inflamasi sinovial.Bekuan musin,pemeriksaan bekuan musin juga merupakan pemeriksaan untuk menilai konsentrasi polimer asam hyaluronat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menambahkan 1 bagian sendi ke dalam 4 bagian asam asetat 2 %. Pada cairan sendi normal atau kelompok 1 akan membentuk bekuan, sedangkan pada cairan sendi kelompok III dan IV (inflamasi dan purulen) akan terbentuk bekuan yang buruk atau kurang baik.2

Tes MikroskopisJumlah dan hitung Leukosit,pemeriksaan jumlah dan hitung sel leukosit sangat membantu dalam mengelompokan cairan sendi. Paling tidak pemeriksaan ini dapat membedakan kelompok inflamasi dan non inflamasi. Pada cairan sendi kelompok II seperti artritis reumatoid, jumlah leukosit umumnya 3000 50000 sel / mL sedangkan pada kelompok III , jumlah leukosit biasanya > 50000 / mL. Pada cairan sendi normal, umumnya PMN < 25 %, sedangkan pada kelompok inflamasi PMN umumnya lebih dari 70%.Kristal, pemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan basah segera setelah aspirasi cairan sendi. Kristal monosodium urat (MSU) dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa, tetapi untuk pemeriksaan yang lebih baik memerlukan polarisasi. Kristal MSU berbentuk batang dengan ukuran sekitar 40 m (4 x leukosit). Kristal ini sangat berpendar sehingga pada mikroskop polarisasi tampak sangat terang.2

Tes MikrobiologiArtritis septik harus selalu dipikirkan terutama pada artritis inflamasi yang terjadi bersama dengan infeksi di tempat lain (misalnya endokarditis, selulitis, pneumonia) atau sebelumnya terdapat kerusakan sendi serta pada pasien-pasien diabetes pasca transplantasi. Pada pengelompokan cairan sendi, artritis septik termasuk dalam kelompok III, yang jumlah leukositnya umumnya lebih dari 50000/mL. Tetapi kadang-kadang cairan sendi septik dapat memberi gambaran sebagai kelompok II, sebaliknya cairan sendi kelompok III dapat juga terjadi pada artritis inflamasi non infeksi seperti pada gout. Pada umumnya pengecatan gram dan kultur bakteri cukup untuk analisis cairan sendi, tetapi beberapa pengecatan dan biakan pada media khusus saangat membantu pada kondisi tertentu misalnyab mycobacterium tuberkulosis dan jamur.3

Tes KimiaTes glukosa,tes glukosa sendi harus dilakukan dengan tes glukosa darah untuk membandingkan peningkatan glukosa pada pasien tersebut pada saat itu. Tes ini dibagi menjadi 4 kelompok , yakni Normal (apabila perbedaan antara glukosa serum dan glukosa cairan sendi < 10 mg%), Non Inflamatorik (Perbedaan < 10 mg%), kelompok inflamatorik ( pada artritis reumatoid rata-rata 12 mg%, Faktor reumatoid : perbedaan 6 mg%), dan kelompok septik (Pada artritis tuberkulosa dapat mencapai 57 mg% dan pada Artritis gonore dapat mencapai 26 mg%)Laktat dehidrogenase,nilai normal sekitar 100 190 U/L. Meningkat pada reumatoid artritis , gout , dan artritis karena infeksi.2,3Hasil pemeriksaan laboratorium pada Osteo Arthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali oseteo arthritis generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada osteo arthritis yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan ( 10 mg/dL Tinggi, pada infeksi bakteri akut, trauma berat, dan vaskulitis sistemik

Tes Antinuclear Antibodies (ANA)Antinuklear antibodi merupakan suatu kelompok autoantibodi yang spesifik terhadap asam nukleat dan nukleoprotein, ditemukan pada connective tissue dissease seperti SLE, sklerosis sistemik, mixed connective tissue dissease dan sindrom sjorgens primer. Pada reumatoid artritis pemeriksaan ini tidak spesifik.

RadiologiFoto polosPemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar pemeriksaan pencitraan penyakit sendi walaupun mungkin setelah itu akan dilakukan pemeriksaan MRI. Biayanya murah dan resolusi spatial tinggi, sehingga detail trabekula dan erosi kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Meskipun resolusi kontrasnya tidak sebaik CT-Scan ataupun MRI, foto polos merupakan sarana yang berguna untuk menilai pengaruh massa jaringan lunak terhadap tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi kalsifikasi dalam jaringan lunak. Namun teknik ini tidak cocok untuk mengevaluasi jaringan lunak (soft tissue).

TomografiTeknik ini sangat berguna untuk pemeriksaan daerah dengan anatomi yang kompleks, dimana struktur yang berhimpitan akan mengaburkan gambaran anatomi. Biasanya hampir sama dengan CT-Scan. Resolusi struktur tulang sedikit lebih baik, sedangkan visualisasi jaringan lunak jauh lebih buruk. Dalam prakteknya, teknik ini telah digantikan oleh CT-Scan.

CT-Scan (Computed Tomography)Meskipun relatif mahal, CT-Scan lebih murah daripada MRI. Resolusi spasial lebih baik daripada MRI, tetapi lebih buruk daripada foto konvensional. CT-Scan dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak yang lebih baik daripada foto konvensional, walaupun tidak sebaik MRI.CT-Scan merupakan teknik yang sangat baik untuk mengevaluasi penyakit degenaratif diskus intervertebralis dan kemungkinan herniasi diskus pada orang tua. Penekanan tulang pada kanalis spinalis dan foramen intervertebralis lebih muda dievaluasi daripada MRI.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)MRI membawa keuntungan besar bagi pencitraan muskuloskeletal karena kesanggupannya memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat diperlihatkan oleh pemeriksaan radiologi konvensional. Teknik ini memperoleh informasi struktur berdasarkan densitas proton dalam jaringan dan hubungan proton ini dengan lingkungan terdekatnya. MRI dapat memberi penekanan pada jaringan atau status metabolik yang berbeda-beda.MRI relatif lebih mahal daripada pemeriksaan pencitraan lain, terutama karena harga peralatan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan. Struktur jaringan lunak sendi seperti meniskus dan krusiatum lutut dapat diperlihatkan dengan jelas. Jaringan sinovium juga dapat dilihat, terutama dengan menggunakan bahan kontras paramagnetik intravena seperti gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti efusi sendi, kista poplitea, ganglioma, kista meniskus dan bursitis dapat dilihat dengan jelas dan integritas tendo dapat dinilai. MRI makin populer untuk mengevaluasi ligamen antara tulang karpal dan fibrokartilago trianguler.Kalsifikasi jaringan ikat terlihat tidak sebaik foto biasa karena pancaran sinyal yang rendah. Mula-mula diduga bahwa tulang juga mempunya pancaran sinyal yang rendah akan menimbulkan masalah, tetapi karena sumsum tulang memiliki sinyal yang tinggi, MRI menjadi sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan tulang.

Sintigrafi / Radiografi NuklirTeknik ini merupakan cara mudah untuk melihat pola keterlibatan sendi dan keadaan aktivitas penyakit. Sintigrafi diberikan intravena dengan memasukan bahan seperti 99m Teknisium Metilen Difosfat untuk scan tulang, 99Tc Sulfur koloid untuk scan sumsum tulang.

USG (Ultrasonografi)USG tampak menjanjikan untuk evaluasi osteoporosis. Hantaran gelombang melalui tulang memberikan informasi mengenai struktur mikrotrabekula yang berkaitan dengan kekuatan tulang, tetapi tidak dapat dinilai langsung dengan teknik radiografi. USG juga telah dipakai untuk menilai sifat permukaan rawan sendi. ArtrografiPada artrografi diperlukan suntikan bahan kontras ke dalam sendi diikuti oleh pemeriksaan radiologi. Pada artrografi konvensional , ruang sendi diisi dengan bahan kontras yang mengandung yodium dan kadang-kadang udara. Biaya pemeriksaan lebih murah dibandingkan CT-Scan dan MRI dan dapat dilakukan jika tersedia fluoroskopi. Tetapi kemungkinan masuknya bakteri ke dalam sendi ataupun reaksi terhadap bahan kontras dan anestesi lokal harus dipertimbangkan.Salah satu alasan utama melakukan artrografi adalah untuk memeriksa struktur dalam sendi seperti meniskus sendi lutut yang tak dapat dilihat dengan pemeriksaan radiologi konvensional. Artrografi dengan kontras digunakan untuk memastikan lokasi jarum intraartikuler setelah aspirasi cairan sendi dari sendi yang diduga terinfeksi. Artrografi merupakan satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk memastikan asal spesimen.

Densitometri TulangDensitometri tulang digunakan terutama untuk mengevaluasi osteoporosis. Dua teknik akurat yang telah dipergunakan secara luas adalah dual energy x-ray absorptiometry (DEXA) dan quantitive computed tomography (QCT). Keuntungan teknik ini adalah dapat mengevaluasi bagian tengah vertebra karena korteks dan bagian posterior vertebra tidak diukur. Bagian trabekular lebih cepat terpengaruh dibandingkan dengan korteks pada waktu terjadi kehilangan massa tulang.

Pemilihan Pemeriksaan RadiologiHampir semua pemeriksaan pencitraan dimulai dengan foto polos. Jika diperlukan informasi diagnostik lain yang mungkin akan mengubah tindakan klinis, MRI sering merupakan pilihan kedua. Pada kebanyakan kasus, hasil pemeriksaan MRI harus dikorelasikan dengan foto polos karena MRI tidak dapat memperlihatkan kalsifikasi atau erosi ringan pada korteks.3,4Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik.Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis Osteo arthritis ialah: Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban). Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral. Kista tulang Osteofit pada pinggir sendi Perubahan struktur anatomi sendiBerdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi Osteo arthritis dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence),yaitu: Derajat 0: normal, celah sendi baik, tidak ada osteofit dan kista subkondral. Derajat 1: adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan adanya kemungkinan pembentukan osteofit. Derajat 2: adanya osteofit yang disertai dengan kemungkinan penyempitan pada celah sendi. Derajat 3: jumlah osteofit yang lebih dari satu, penyempitan celah sendi, beberapa gambaran sklerotik pada tulang yang disertai dengan kemungkinan adanya deformitas tulang. Derajat 4: osteofit yang besar, celah sendi yang menyempit, sklerosis dalam tingkatan yang parah serta didapatkan adanya deformitas pada tulang.Pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.34. Diagnosis kerja Osteo arthritisPenyakit ini merupakan penyakit arthritis kronik yang angka kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur oleh karena itu disebut penyakit degeneratif sendi sinovial. Terdapat kerusakan kartilago hialin disertai sklerosis, pembentukan kista dan osteofit pada tulang subkondral yang mendasari, dan penyempitan rongga sendi. Ada dua jenis osteoartritis, yaitu osteoartritis primer (tidak diketahui penyebabnya), dan osteoartritis sekunder (pencetusnya adalah penyakit lain). Baik Rhematoid arthritis maupun Osteo arthritis, keduanya menyebabkan terjadinya radang sendi sehingga mengakibatkan nyeri (hebat), kaku, kerusakan jaringan sendi dan hilangnya fungsi. Pada dasarnya Rhematoid arthritis sangat berbeda dengan Osteo arthritis, Rhematoid arthritis adalah penyakit autoimun, artinya, sistem imun tubuh menyerang jaringan sehat sehingga mengakibatkan rusaknya sendi, inflamasi kronik yang ditambah dengan rusaknya organ-organ lain dan sistem organ. Rhematoid arthritis cenderung muncul pada usia yang lebih muda, dan tidak terbatas pada sendi-sendi penyangga (berat) tubuh. Sebaliknya pada Osteo arthritis, rusaknya sendi dikarenakan oleh penggunaan dan usia, Osteo arthritis biasanya menyerang sendi penyangga (berat) tubuh, tidak menyerang organ-organ lain, dan biasanya berkaitan dengan bertambahnya usia.2,3

Diagnosis banding OsteoporosisOsteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis terbagi menjadi dua tipe, yaitu :1. Tipe 1 : Osteoporosis pasca menopause yang terjadi karena defisiensi estrogen.2. Tipe 2 : Osteoporosis senilis yaitu karena gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder dan menjadi osteoporosis.Dalam hal osteoporosis ini estrogen sangat berperan pada pasca menopause dan senilis. Peran estrogen pada tulang sendiri meliputi regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang penting, efek langsung terhadap sel-sel tulang yaitu meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorbsi tulang oleh osteoklas, dan efek tak langsungnya yang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25(OH)2D,ekskresi Ca di ginjal dan sekresi hormon paratiroid.Wanita akan mengalami kehilangan massa tulang lebih cepat terutama setelah menopause. Hal ini disebabkan estrogen yang diproduksi di ovarium yang berperan mencegah kehilangan masa tulang sangat rendah sehingga kehilangan massa tulang akan terjadi lebih cepat.

Artritis ReumatoidArtritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif yang melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan nonartikular lain.Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian,seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul. Walaupun faktor genetik, hormon seks, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini, hingga saat ini, etiologi artritis reumatoid yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui secara pasti.Gambaran radiografi juga bisa membedakan OA dan rematoid arthritis (RA) : Kepadatan tulang terjadi pada sendi OA, pada RA terjadi sebaliknya, yaitu osteopeni. Erosi periartrikular yang tidak terdapat pada OA, tetapi terdapat pada RA. Terdapat sklerosis dan osteofit pada OA yang tidak terdapat pada RA.OA biasanya terjadi pada sendi sendi penahan beban, DIP dan CMC tangan, tetapi RA biasanya bilateral simetris dan bisa menyerang sendi apapun.45. Gejala klinis1. Nyeri sendi. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih disbanding gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten.2. Hambatan gerakan sendi. Gangguan ini semakin bertambah berat perlahan bersamaan dengan bertambahnya rasa nyeri.3. Kaku pagi. Pada beberapa pasien, gejala ini timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.4. Tanda tanda peradangan. Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, bengkak, gangguan gerak, rasa hangat, dan kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi sendi kecil tangan dan kaki.5. Krepitasi. Rasa gemeretak(kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.6. Pembesaran sendi(Deformitas). Perubahan yang khas terjadi pada tangan. Nodus Heberden atau pembesaran tulang sendi interfalang distal sering dijumpai.7. Perubahan gaya berjalan. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi pincang.8. Sendi-sendi yang terkena. Adanya kecenderungan Osteo arthritis pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, Osteo arthritis pada siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering tekena Osteo arthritis adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama.36. EtiologiUntuk etiologi dari osteoarthritis terdapat berberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terkenanya osteo arthritis pada seorang individu,faktor tersebut adalah:1. Umur. Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.2. Jenis Kelamin. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.3. Suku Bangsa. Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitaii dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.4. Genetik. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi).5. Kegemukan dan Penyakit Metabolik. Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atas sternoklavikula). Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolic) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolic dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya katan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang-orang tnpa osteoartritis.6. Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olahraga. Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.7. Kelainan Pertumbuhan. Kelainan congenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu.8. Faktor-faktor Lain. Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA.Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas.37. EpidemiologiOsteo arthritis ini adalah bentuk penyakit sendi tersering di dunia. Sekitar 7% populasi di amerika serikat terkena penyakit OA ini. Prevalensi keseluruhan 12-15% pada paling sedikit satu sendi, dan meningkat pada kelompok usia diatas enam puluh lima tahun. Terdapat peningkatan yang sering dengan bertambahnya usia. Contohnya adalah lebih dari 80% pasien berusia diatas tujuh puluh lima tahun memiliki bukti radiologis terkena osteo arthritis. Kecenderungan wanita sedikit lebih tinggi secara keseluruhan, terutama pada penyakit sendi pada interphalanx dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah satu berbanding sepuluh. Osteo arthritis juga dihubungkan dengan antigen limfosit manusia yaitu A1 B8 tipe haploid, selain itu juga pada konrokalsinosis familial, dan konrodisplasia.5,6

8. PatofisiologiBerdasarkan patogenesisnya Osteo artritis dibedakan menjadi dua yaitu Osteoartritis primer dan Osteo artritis sekunder. Osteo artritis primer disebut juga oseteo arthritis idiopatik yaitu Osteo artritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteo artritis sekunder adalah Osteo artritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteo artritis primer lebih sering ditemukan dibanding Osteo artritis sekunder.3Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensistesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor (TGF- ) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1.Faktor pertumbuhan TGF- mempunyai efek multipel pada matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzym yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inhibisi sintesis PGE2 oleh interleukin-1 (IL-1). Hormon lain yang mempengaruhi sistesis komponen kartilago adalah testosteron, P-estradiol, plateletderivat growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin. Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah dibanding normal yaitu 0,29 berbading satu.Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut . Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkhondrial .Peran makrofag didalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan interferon (IFN) dan . Sitokin-sitokin ini akan merangsang khondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya .Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sistesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1 a sebesar 0,01 dapat menghambat sistesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding individu normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal. Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama.3

9. PenatalaksanaanPengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. 1) Terapi non-farmakologis: Edukasi atau penerangan,Terapi fisik dan rehabilitasi, Penurunan berat badan.2) Terapi farmakologis:Analgesik oral non-opiat,Analgesik topical,OAINS (obat anti inflamasi non steroid),Chondroprotective, Steroid intra-artikuler3) Terapi Bedah

Terapi non farmakologis1. Penerangan. Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.2. Terapi fisik dan rehabilitasi. Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.3. Penurunan berat badan. Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal. Terapi farmakologis1. Analgesik Oral Non Opiat. Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit.Pada penderita osteoarthritis yang digunakan sebagai lini pertama penanganan penyakit adalah asetaminofen.Asetaminofen/Paracetamol merupakan obat analgesik-antipiretik yang berasal dari golongan Para Amino Fenol. Dosis yang digunakan berkisar antara 350-650 mg dan digunakan 4 kali sehari. Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri dalam tingkat ringan yang timbul akibat gejala awal dari osteoarthritis. Yang perlu diperhatikan adalah efek samping obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi seperti eritemia, urtikaria dan demam. Selain itu dapat timbul nefropati analgesik. Dalam dosis yang toksik maka bisa terjadi nekrosis hati dan tubuler ginjal.52. Analgesik TopikalAnalgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya. Contohnya adalah Capsaicin yang berasal dari ekstrak cabe merah. Capsaicin melepas substansi P dari serabut saraf sehingga dapat mengurangi nyeri pada osteoarthritis. Agar efektif, Capsaicin harus digunakan secara reguler setidak-tidaknya selama 2 minggu. Pemberian Capsaicin dapat dikombinasikan dengan analgesik maupun OAINS.3. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang kedokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat gologan ini di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana, di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu harus dilakukan. OAINS juga bersifat toksik dan mengiritasi lambung, jadi harus berhati hati pada pemberiannya. Bisa diberi naproxen 375 500 mg 2x sehari, salisilat 1500 mg 2x sehari, naproxen 600 800 mg 2x sehari.Bisa diberikan juga OAINS COX-2 selektif untuk mengurangi iritasi gastrointestinal seperti celecoxib dengan dosis 100 200 mg per hari.3Bila penggunakan Asetaminofen dan OAINS tidak memberi perubahan yang berarti pada pasien, maka dapat diberikan analgesik opiod dalam dosis yang rendah yang dikombinasikan dengan Asetaminofen. Contohnya ialah penggunaan 8 mg kodein ditambah dengan 650 mg Paracetamol. Tetap perhatikan efek samping seperti mual, muntah, pusing, sakit kepala dan penurunan tingkat kesadaran pada pemakaian obat ini.4. Chondroprotective AgentYang dimaksud dengan chondroprotective agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dan belum dipakai pada manusia.Asam hialuronat disebut juga sebagai visco supplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini diberikan secara intra-artikuler. Asam hialuronat ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Di samping itu pada binatang percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-sel inflamasi. Dosis sekali injeksi 2cc seminggu untuk 3 5 minggu.Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia. Dari penelitian pemakaian glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja, yang secara statistik bermakna. Juga dilaporkan pada pemeriksaan radiologis menunjukkan progresivitas kerusakan tulang rawan yang menurun dibandingkan dengan kontrol.Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebrata, dan terutama terdapat pada matriks ekstraselular sekeliling sel. Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin sulfat adalah tulang rawan sendi dan zat ini merupakan bagian dari proteoglikan. Tulang rawan sendi, terdiri dari 2% sel dan 98% matriks ekstraselular yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. atriks ini membentuk satu struktur yang utuh sehingga mampu menerima beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya proteoglikan pada tulang rawan tersebut. Menurut penelitian pemberian kondroitin sulfat pada kasus OA mempunyai efek protektif terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan sendi. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Pada pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam terapi OA. Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dan mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxil radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondrosit secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase ini dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.Steroid intra-artikuler, pada penyakit artritis reumatoid menunjukkan hasil yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu kortikosteroid intra artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga pemakaiannya dalam hal ini masih kontroversial. Terapi bedahTerapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi dan total joint replacement. Tindakan ini diindikasikan sesuai dengan derajat keparahan radiologis penderita OA menurun Kellgren dan Lawrance (Pembagian derajat Kellgren Lawrance dapat dilihat pada bagian pemeriksaan penunjang). Untuk OA derajat 1 dan 2 dilakukan artroskopi sedangkan untuk OA derajat 3 dan 4 dilakukan total joint replacement. Berikut ini akan dideskripsikan mengenai kedua bentuk pembedahan tersebut.

1. ArtroskopiArtroskopi merupakan prosedur pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara melihat sendi melalui kabel serat optik sambil melakukan proses pembedahan dengan semacam selang kecil yang ditusukan ke dalam persendian. Indikasi dilakukannya artroskopi ialah bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan terkunci (locking), tertahan (catching), dan sempoyongan (giving way). Selain itu artroskopi dapat dilakukan untuk memperbaiki robekan meniskus/bantalan sendi. Pada artroskopi dapat dikeluarkan benda asing dan pencucian sendi. Umumnya pasca operasi nyeri dapat hilang hingga 2-5 tahun pada 50-85% pasien.Ada dua bentuk artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan debridement. Lavage merupakan proses pencucian cairan sendi dengan memakai larutan garam yang kemudian dikeluarkan lagi bersama benda asing dari dalam sendi beserta dengan cairan sendi yang berlebihan. Sedangkan debridement merupakan proses yang sama namun ditambah dengan proses penipisan dan pelembutan kartilago sendi yang telah keras dan meradang serta pengambilan serpihan tulang rawan yang ada dari persendian. Selain itu pada debridement dapat pula dilakukan synovectomy yaitu tindakan membuang selaput sinovial yang meradang.Berdasarkan prospective study yang dilakukan Jackson pada tahun 1982, ditemukan bahwa debridement memiliki angka keberhasilan yang lebih baik dibandingkan lavage dalam jangka waktu 3 tahun pasca operasi.6

2. Total Joint ReplacementMerupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal dan plastik. Operasi ini telah dimulai sejak tahun 1950. Saat ini dilakukan penelitian untuk mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi buatan ini bertahan lebih lama. Operasi penggantian sendi secara total diindikasikan pada orang yang mengalami ostearthritis derajat 3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada usia muda. Kontraindikasi dilakukannya total joint replacement ialah adanya penyakit tambahan seperti diabetes dan jantung yang dapat memperparah keadaan pasien.Operasi ini dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri lutut parah hingga terjadi deformitas (seperti varus dan valgus pada lutut), kegagalan pengobatan serta keterbatasan dalam melakukan gerakan / penurunan range of movement yang berujung pada kehilangan fungsi sendi seperti ketidakmampuan berjalan dan berjongkok.Sendi yang paling sering dilakukan total joint replacement adalah sendi lutut dan pangkal paha. Umumnya keluhan nyeri berkurang setelah operasi dan terdapat koreksi pada deformitas. Pada lutut didapati fleksi hingga 120 derajat bahkan dengan desain implant high flex knee fleksi hingga 155 derajat bisa tercapai. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam melakukan gerakan yang melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa. Selain itu tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95% dalam kurun waktu 10-15 tahun pasca operasi.Namun, ada komplikasi yang dapat timbul dari operasi total joint replacement, yaitu infeksi akibat operasi terbuka, trombosis vena-vena dalam, keterbatasan gerakan sendi, nyeri lutut yang menetap dan keausan implant dalam jangka panjang. Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini dikembangkan suatu sistem operasi dengan bantuan komputer. Sistem ini dikenal sebagai Computer Assisted Surgery. Sistem ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding operasi yang dikerjakan secara manual. Selain itu resiko infeksi dan penggunaan tourniquet dapat diturunkan dalam penggunaan operasi ini.6

10. Komplikasi Jika penyakit ini tidak mendapatkan penanganan yang baik dan tepat maka menimbulkan berbagai masalah baru yang terjadi akibat proses penyakit ini sendiri. Seperti adanya spur (Ostefit) sehingga terjadi proses penghancuran tulang rawan sendi. Tulang subkondral lama kelamaan dapat menusuk pada metafisis dari tulang tibia dan tualang femur sebagai akibat terjadi komplikasi seperti nyeri, kaki membentuk varus dan valgus, atrofi, kelemahan otot, menurunnya ketahanan struktur dan komplikasi deformitas valrus dan valgus terganggunya aktifitas sehari-hari seperti aktifitas ibadah, jongkok,duduk, berdiri,dan berjalan.2

11. PrognosisOsteo athrititis biasanya berjalan lambat dan progresif. Banyak penderita OA dapat bertahan baik dengan terapi medis maupun terapi non medis. Dalam skenario terburuk sendi yang terkena osteo arthritits akan menjadi kaku dan nyeri. Gejala ini akan mengakibatkan penderita OA terbatas gerakannya pada sendi yang sakit, mengakibatkan ligament di sekitar persendian yang sakit mengecil. Otot yang mengerakan persendian juga akan ikut melemah dan mengecil. Akibatnya penderita OA akan kehilangan mobilitas dari sendi yang terkena OA sekaligus akan menggangu kegiatan sehari-hari.Dalam kenyataan prognosis untuk penderita osteo arthritis adalah baik. Namun prognosis dapat berubah buruk jika penderita OA tetap menjalani gaya hidup yang tidak sehat,yang dapat memperparah OA yang dideritanya.7,8

12. PencegahanBeberapa cara bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya Osteoartritis.8 Menjaga Berat BadanHal ini merupakan faktor yang penting agar bobot tubuh yang ditanggung oleh sendi menjadi ringan. BerolahragaHendaknya melakukan jenis olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang menyebabkan terjadinya perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang bisa dilakukan dalam posisi duduk dan tiduran. Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umurJangan memaksa untuk melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Namun, jangan pula tidak melakukan gerakan sama sekali. Menghindari terjadinya luka pada persendianSendi yang mengalami trauma karena terluka atau kecelakaan akan mengalami kerusakan lebih awal dari seharusnya. Mengonsumsi suplemen khusus untuk kesehatan persendianNamun hal ini sebaiknya dilakukan atas anjuran dari dokter. Mengonsumsi makanan sehatKonsumsi makanan sehat akan sangat membantu Anda terhindar dari berbagai penyakit. Memilih alas kaki yang tepat dan nyamanHal ini bertujuan agar kaki terhindar dari sakit akibat alas kaki yang tidak tepat. Meregangkan sendi jari tanganSeperti membunyikan ruas jari tangan ketika terasa pegal, juga dapat menyebabkan aus pada sendi. Itu sebabnya, tindakan ini tidak dianjurkan demi kesehatan persendian. Jika terdapat deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, sebaiknya tidak dibiarkan. Karena akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaantulang.13. Berat badan dan Osteoarthritis Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria. Selain umur, berat badan yang berlebih terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi.Wanita dan orang gemuk cenderung lebih sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka dibandingkan dengan orang lain yang kurang gemuk. Pasien OA lutut dengan obesitas mengalami peningkatan rasa nyeri yang pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas. Berdasarkan dua hal tersebut dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang meningkatkan intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.7.8

KesimpulanOsteo arthritis adalah penyakit sendi tersering yang umumnya menyerang individu lanjut usia. Umumnya osteo arthritis menyerang sendi-sendi besar yang menopang berat badan tubuh. Berat badan yang berlebih juga dapat mengakibatkan terjadinya osteo arthritis, karenanya menjaga berat badan yang ideal harus dilakukan bagi penderita osteo arthritis. Pada osteo athrititis komponen kartilago sendi akan mengalami disorganisasi dan degradasi. Prognosis bagi penderita osteo athritits umunya lebih baik dibandingkan penderita rhemaoid arthritis, namun hal ini juga tidak terlepas dari bagaimana penderita OA merubah gaya hidupnya, terutama bagi penderita OA yang mempunyai berat badan berlebih.

Daftar pustaka

1. Aru WS, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus SK, Siti Setiati. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC;2009.1. Moskowitz RW, Altman RD, Hochberg NC, Bickcalter JA, Goldberg VM. Oateoarthritis diagnosis and medical surgical management.USA: Lippincott Williams and Milkins. 2007.p.1-17.2. Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S.Ilmu penyakit dalam.Jakarta: Interna Publishing.2009.p.1205-11.3. Ahuja AT, Antonio GE, Wong KT, Yuen HY. Case studies in medical imaging radiology for students and trainees. Ith ed. New York; Cambridge University Press: 2006. p. 198-9.4. Brashers VL.Aplikasi klinis patofisiologi.Jakarta:EGC.2007.p.351-5.5. Gunderman RB. Essential radiology. Edisi ke-2. New York: Thieme; 2006.h.220-57.6. Davey P.At a glance medicine.jakara:Erlangga.2006.p.374-98.1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC ; 2005. h. 1380-3.

2