CANGKRIMAN DALAM BAHASA JAWA.rtf

download CANGKRIMAN DALAM BAHASA JAWA.rtf

If you can't read please download the document

Transcript of CANGKRIMAN DALAM BAHASA JAWA.rtf

Orang Jawa sangat akrab dengan kata cangkriman

Orang Jawa sangat akrab dengan kata cangkriman. Bahkan, dalam rangka menghibur dan komunikasi tidak jarang menggunakan cangkriman. Apa dan bagaimana cangkriman? Kesempatan ini kami berusaha menginformasikannya.

CANGKRIMAN DALAM BAHASA JAWA

(SUATU KAJIAN PRAGMATIK)

oleh Drs. Y. Suwanto, M.Hum.[1]

ABSTRACT

The problems discussed in this research were: 1) how cangkriman (puzzles) in Javanese language took form, 2) how cangkriman in Javanese language functioned, and 3) what cangkriman in Javanese language implied.

This research was aimed at 1) describing the forms of cangkriman in Javanese language, 2) describing the functions of cangkriman in Javanese language, and 3) describing the meaning of cangkriman in Javanese language.

The data of this reasearch were taken from documents. They were collected by means of observation method and note-taking technique. The were then analyzed by using descriptive method, functional descriptive method, and classification technique of analysis leading to pragmatics analysis. Descriptive method was used to decide the forms of cangkriman. Metode functional descriptive method was used to analyze the function of cangkriman. Classification and technique and pragmatics analysis were used to decide the meaning of cangkriman. Hasil The results of analysis were presented by means of informal method.

The results of this research can be concluded that 1) based on its forms, cangkriman in Javanese language can be classified into wancahan acronym, pepindhan similarity, pengandaian, blenderan slippery words, and tembang song; 2) there are 2 functions of cangkriman in Javanese language, namely as a game or entertainment and as a means of education; 3) in order to understand the unswer of cangkriman in Javanese language one should know the textual and contextual meanings of the utterences in cangkriman.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cangkriman (dalam bahasa Indonesia disebut pula cangkrim) merupakan peristiwa tutur atau tindak tutur yang terdapat di dalam masyarakat Jawa. Cangkriman merupakan kelompok kata, kalimat, wacana, dan tembang yang mempunyai makna tersamar. Oleh karena itu, cangkriman harus mencari jawabannya atau menebak apabila ingin mengetahui maksudnya. Penutur yang belum mengerti atau belum pernah mendengarkan cangkriman, maka akan memberikan makna atau maksud yang salah. Padahal cangkriman masih hidup di kalangan masyarakat atau penutur bahasa Jawa.

Cangkriman merupakan tuturan Jawa yang sangat menarik untuk diperhatikan oleh siapapun. Cangkriman disebut pula bedhekan, yaitu merupakan kata-kata atau kalimat yang harus dijawab, maksudnya karena kata-kata atau kalimat tersebut memiliki makna yang di luar tuturan. Biasanya, cangkriman memang menggunakan kata-kata pertanyaan, misalnya pak boletus apa? pak boletus apa?; apa batangane sega sakepel dirubung tinggi? apa jawaban nasi satu kepal dikitari kutu?; gajah midak endhog pecah apa ora? gajah menginjak telur pecah apa tidak? lawa telu kalong loro ana pira? kelelawar tiga kalong (jenis kelelawar) dua ada berapa? Namun demikian, apabila di dalam ber-cangkriman sudah ramai, kata apa apa tersebut kadang-kadang tidak digunakan lagi. Misalnya, lha, yen pitik walik saba kebon? kalau ayam walik yang ada di kebun?; dan pak bomba, pak lawa, pak piyut? pak bomba, pak lawa, pak piyut?

Penelitian cangkriman bahasa Jawa tampaknya belum pernah dilakukan secara khusus dan mendalam. Selama ini, pembahasan cangkriman bahasa Jawa baru disinggung secara sepintas dalam kaitannya dengan pembahasan tingkat tutur bahasa ngoko dan krama (Labberton, 1912), hanya dalam rangka mengumpulkan cangkriman yang berbentuk tembang (Ranneft, tanpa tahun), dalam rangka membahas bentuk, ragam, fungsi, dan perkembangan cangkriman (Maryono Dwiraharjo, 1981). Di samping itu, pembahasan cangkriman kebanyakan masih digabungkan dalam bidang kesusasteraan Jawa, misalnya dalam buku Tata-Sastra (Hadiwidjana, 1967: 97-98), Kawruh Kasusastran Jawa (Subalidinata, 1994: 13-14), dan Sapala Basa Jawa (Hidayat, 1991: 67-68).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cangkriman sebagai peristiwa tutur tampak belum pernah diteliti secara komprehensif dari segi linguistik (khususnya pragmatik) tetapi baru dibahas secara sepintas dalam pembahasan tentang kesusasteraan Jawa, dan belum dilakukan pembahasan atau penelitian secara deskriptif dan mendalam. Oleh karena itu, cangkriman bahasa Jawa perlu dikaji secara menyeluruh (khususnya secara pragmatik) sehingga akan diperoleh beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian tersebut, baik berkaitan dengan bentuk atau struktur, fungsi, maupun maksud cangkriman.

1.2 Masalah

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah bentuk cangkriman dalam bahasa Jawa?

(2) Apakah fungsi cangkriman bahasa Jawa?

(3) Apakah maksud cangkriman bahasa Jawa?

1.3 Tinjauan Pustaka

Konsep-konsep teoretis yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1.3.1 Pengertian Cangkriman

Cangkriman (dalam bahasa Indonesia disebut pula cangkrim) yang berarti teka-teki atau tebakan. (Anton M. Moeliono, 1990: 150). Teka-teki adalah soal dan sebagainya yang berupa kalimat yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran, misalnya: yang digantungkan di atas, yang menggantungkan di bawah (jawabannya adalah orang yang menaikkan layang-layang) (Anton M. Moeliono, 1990: 915). Cangkriman berarti badhekan pertanyaan atau batangan pertanyaan (Poerwadarminta, 1939: 625).

Menurut Subalidinata (1994: 13), cangkriman merupakan kata-kata yang disusun secara teratur, makna atau isinya mengandung maksud untuk dijawab. Cangkriman juga disebut badhean atau bedhekan (bahkan pada wilayah tertentu juga disebut capean).

1.3.2 Struktur atau Bentuk Cangkriman

Struktur adalah seperangkat kaidah yang menghubungkan ucapan dan makna (Langacker, 1972: 3). Struktur merupakan susunan bagian-bagian dalam dimensi linier (Verhaar, 1983: 107). Kata, kalimat, wacana merupakan salah satu struktur sintaksis yang terdiri dari konstituen-konstituen yang berada dalam dimensi linier ini. Karena penelitian ini berupa penelitian struktur kata, kalimat, wacana, tembang, maka teori struktur ini digunakan untuk mengkaji cangkriman.

Cangkriman merupakan ungkapan atau kalimat yang harus dijawab. Cangkriman pada umumnya untuk permainan (gegojegan). Ada pula cangkriman yang disampaikan untuk sayembara pada pertunjukan wayang. Cangkriman berdasarkan strukturnya ada bermacam-macam, yaitu cangkriman wancahan akronim, cangkriman pepindhan pengandaian, dan cangkriman blenderan pelesedan, dan cangkriman sekar tembang. Ada pula yang berpendapat bahwa struktur atau bentuk cangkriman dapat berupa kata, kalimat biasa, ada pula yang berbentuk tembang. Pendapat lainnya tentang bentuk cangkriman, Dwiraharjo (1981: 5) menyebutkan bahwa cangkriman bahasa Jawa berbentuk akronim, kalimat, tembang, dan campuran. Misalnya, pipalanda (bentuk akronim): ping para lan suda perkalian pembagian penjumlahan pengurangan, Pitik walik saba kebon Ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun (berbentuk kalimat) dan jawabannya adalah nanas, dan yang berbentuk tembang pocung sebagai berikut.

Namung tutuk, lan netra kalih kadulu / yen pinet kang karya / sinuduk netrane kalih / yeku saratira bangkit ngemah-ngemah //

Hanya mulut, dan mata dua terlihat / bila dimanfaatkan kerjanya / matanya dua dimasuki / yaitu sebagai syarat untuk mengunyah (menghancurkan)

Jawaban cangkriman berbentuk tembang pocung tersebut adalah gunting.

1.3.3 Pragmatik

Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu di antaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan sebagainya (Wijana, 1996: 1). Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji morfem dan kombinasi-kombinasinya. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa kata yang membentuk satuan lingual yang lebih besar berupa frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang paling kecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Berbeda dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Parker, 1986: 11). Makna yang dikaji dalam semantik adalah makna yang bebas konteks (context independent), makna linguistik (linguistic meaning) atau makna semantik, sedangkan makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent), maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense) (Verhaar 1983: 131; Parker, 1986: 32; Wijana, 1996: 3).

Makna yang dikaji oleh semantik bersifat dua segi atau diadis (dyadic). Makna itu bisa dirumuskan dengan kalimat What does X mean? (Apa makna X itu?). Makna yang ditelaah oleh pragmatik bersifat tiga segi atau triadis (triadic). Makna itu dapat dirumuskan dengan kalimat What did you mean by X? (Apakah yang kau maksud dengan berkata X itu?) (Leech, 1993: 8; bandingkan pula Wijana, 1996: 3).

Pragmatik sebagai cabang linguistik yang berdiri sendiri memiliki bidang kajian yang cukup kompleks, bahkan dimungkinkan sering tumpang tindih antara kajian pragmatik dengan kajian cabang linguistik yang lainnya. Misalnya, kajian tentang tindak tutur atau tindak ujaran, sampai saatnya dipelajari pula dalam pragmatik yang termasuk kajian dalam pragmatik atau sebaliknya. Memang cukup sulit untuk membatasi secara tegas antara bidang yang satu dengan bidang yang lainnya.

Menurut Kaswanti Purwo (1987: 7), bidang kajian yang dipelajari dalam pragmatik ada empat yaitu: (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) tindak ujaran (speech acts), dan (4) implikatur percakapan (conversational implicature). Sedangkan menurut Levinson (1987: 27), bidang kajian pragmatik mencakup tentang deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana. Dengan demikian, Levinson memasukkan satu hal yang lain yaitu aspek-aspek wacana dalam kajian pragmatik, sedangkan Kaswanti Purwo tidak menyebutkan aspek wacana.

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini hanya akan mengangkat satu pembahasan yang cukup menarik sebagai suatu kajian kebahasaan yang termasuk dalam kajian pragmatik yaitu cangkriman, khususnya cangkriman dalam bahasa Jawa.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan bentuk cangkriman dalam bahasa Jawa, baik yang berbentuk kata, kalimat, wacana, maupun tembang.

2. mendeskripsikan fungsi cangkriman bahasa Jawa, baik yang berfungsi sebagai permainan maupun pengasah pikiran.

3. mendeskripsikan maksud cangkriman bahasa Jawa, baik yang ditunjukkan oleh ko-teks (tuturan) maupun konteks (hal-hal di luar teks).

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang bersifat teoretis dan praktis.

1) Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat terhadap kejelasan bentuk, fungsi, dan maksud cangkriman bahasa Jawa dan kejelasan pengetahuan cangkriman bidang linguistik bahasa Jawa. Di samping itu, rumusan konsep tentang cangkriman bahasa Jawa yang ditinjau secara pragmatik dapat dipilahkan secara memadai.

2) Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini memberikan manfaat akan adanya sumber informasi penelitian linguistik bahasa Jawa yang berikutnya, menunjang pengajaran bahasa Jawa, menunjang program pemerintah dalam usaha pemeliharaan, pembinaan, dan pengembangan bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, dan memberikan sumbangan dalam pemecahan masalah, khususnya cangkriman.

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini meliputi empat hal, yaitu (1) lokasi penelitian, (2) penyediaan data, (3) metode analisis data, dan (4) metode penyajian hasil analisis (c.f. Sudaryanto, 1993: 7).

2.1 Lokasi Penelitian

Kegitan penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surakarta dan sekitarnya. Lokasi ini sengaja dipilih karena daerah Surakarta dan sekitarnya masyarakatnya kebanyakan masih menggunakan bahasa Jawa (termasuk di dalamnya cangkriman).

2.2 Penyediaan Data

Sumber data penelitian ini adalah dari pustaka. Pengumpulan data menggunakan metode simak. Metode simak ini dilakukan dengan menyimak penggunaan cangkriman pada karya sastra dan buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik catat. Setelah data terkumpul, kemudian diklasifikasikan berdasarkan bentuk, fungsi, dan maksud cangkriman.

2.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data ini menyangkut analisis penentuan bentuk cangkriman, fungsi cangkriman, dan maksud cangkriman.

a) Penentuan bentuk atau struktur cangkriman.

Penentuan bentuk cangkriman ini dengan metode deskriptif. Teknik dasarnya dengan teknik pilah, yaitu semua bentuk cangkriman yang diperoleh dari informan dan pustaka dipilahkan, dan teknik lanjutannya dengan teknik catat.

b) Penentuan fungsi cangkriman sebagai sarana permainan dan pengasah pikiran (pendidikan).

Penentuan fungsi ini dilakukan dengan deskriptif fungsional. Teknik dasarnya dengan teknik pilah dengan cara membandingkan dan mempersamakan. Teknik lanjutannya dengan teknik catat.

c) Penentuan maksud cangkriman.

Penentuan maksud ini dengan menggunakan analisis pragmatik. Teknik dasarnya adalah dengan teknik pilah yaitu dengan cara memilah maksud (jawaban) cangkriman berdasarkan ko-teks (berdasarkan tuturan semata) dan maksud (jawaban) cangkriman berdarkan konteks (hal-hal yang ada di luar teks). Untuk mengetahui maksud cangkriman ini menggunakan teori tindak tutur, Parker (1986), Mey (1994), dan Wijana (1996). Teknik lanjutannya adalah tenik catat.

2.4 Metode Penyajian Hasil Analisis

Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah dapat disajikan melalui dua cara, yaitu (1) perumusan dengan kata-kata biasa dan (2) perumusan yang menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang. Yang pertama sering disebut metode informal dan yang kedua sering disebut metode formal. Penggunaan kata-kata atau lambang-lambang merupakan teknik dari penyajian hasil analisis tersebut (Sudaryanto, 1993: 145).

III. BENTUK, FUNGSI, DAN MAKSUD CANGKRIMAN

3.1 Bentuk Cangkriman

Pada bagian ini akan diuraikan bentuk-bentuk cangkriman yang dibagi menjadi 4 macam, yaitu yang berupa sekar atau tembang, akronim, perumpanaan, dan blenderan.

3.1.1 Cangkriman Tembang

Cangkriman yang berupa tembang ini bentuknya tembang macapat yang menceritakan sifat-sifat suatu barang yang harus dijawab. Biasanya satu bait tembang untuk satu cangkriman, sekalipun ada pula satu bait tembang untuk cangkriman lebih dari satu. Misalnya, dalam tembang Asmaradana berikut.

Wontn ta dhapur sawiji / tanpa sirah tanpa tnggak / mung gatraning wtng bae / miwah suku kalihira / nging tanpa dalamakan / kanthaning bokong kadulu / rumakt ing para priya //

Ada satu wujud / tanpa kepala tanpa leher / hanya bentuk perut saja / dan kaki keduanya / tetapi tanpa telapak kaki / wujud pinggul kelihatan / melekat pada para laki-laki //

Jawabannya: celana.

3.1.2 Cangkriman Wancahan

Wancah berarti singkat atau singkatan. Wancahan tersebut harus dijawab yang disusun dari baris yang ada. Cangkriman wancahan ini wujudnya singkatan atau akronim kata-kata dari kalimat yang digunakan untuk cangkriman. Caranya dengan menyingkat kata menurut singkatan yang biasa terjadi dalam singkatan bahasa Jawa, yaitu dengan menghilangkan suku kata yang depan. Dengan demikian yang digunakan dua suku kata terakhir atau satu suku kata terakhir, misalnya bapak menjadi pak, kebo menjadi bo, tracake menjadi cake, bapak cilik menjadi pak lik, nama Suparyana apabila dipanggil cukup na saja, gedhe dhuwur menjadi dhewur, dan idu abang menjadi dubang. Untuk lebih jelasnya jenis cangkriman wancahan ini dapat diperhatikan contoh berikut.

1. kabaktan = nangka tiba nng suktan nangka jatuh di rerumputan

2. pakboltus = tapak kbo ana lln satus jejak kaki kerbau ada ikan lele seratus

3. burnaskopn = bubur panas kokopn bubur panas makanlah

Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Jawa, singkatan atau akronim kata kaidahnya sudah pasti, yaitu seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian tidak pernah akan dijumpai akronim dengan menghilangkan bagian (suku kata) yang belakang atau menurut selera yang membuat singkatan atau akronim. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang dijumpai pada koran atau tayangan televisi: dalam membuat singkatan sangat berbeda. Misalnya: sembilan bahan pokok disingkat sembako, Dewan Perwakilan Rakyat disingkat DPR, Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan disingkat Menkopolkam. Pada acara televisi seperti: Intips singkatan dari informasi dan tips, Jelita singkatan dari jendela informasi wanita, Pesta singkatan dari pentas sejuta aksi, dan Kiss singkatan dari kisah seputar selebriti, yang jumlah dan bentuknya bermacam-macam.

Pada bagian lain, terdapat cangkriman akronim yang berbentuk kata seolah-olah bahasa asing tetapi setelah diperhatikan sebenarnya kata-kata bahasa Jawa. Misalnya:

4. ling cik tu tu ling ling yu (seperti bahasa Mandarin) = maling mancik watu, watun nggoling maling mlayu pencuri menginjak batu, batunya terguling, pencurinya lari.

5. burnas kopn (seperti bahasa Belanda) = bubur panas kokopn bubur panas makanlah.

3.1.3 Cangkriman Pepindhan (Irib-iriban Barang)

Cangkriman ppindhan bentuknya hampir sama dengan cangkriman tembang. Keduanya menyebutkan keadaan atau sifat suatu barang, perbedaannya terletak pada jumlah kalimat yang digunakan. Cangkriman tembang menggunakan kalimat lebih dari satu dan berbentuk tembang dengan aturan tertentu, sedangkan cangkriman pepindhan bentuknya kalimat, kebanyakan hanya satu kalimat, meskipun ada juga yang menggunakan lebih dari satu kalimat.

1. Pitik walik saba kbon ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun = nanas buah nenas

2. Wujud kaya kbo, uls kaya kbo, lakun kaya kbo, nanging dudu kbo bentuknya seperti kerbau, warnanya seperti kerbau, jalannya seperti kerbau, akan tetapi bukan kerbau = gudl anak kerbau

3. Bapak Demang klambi abang yn disuduk manthuk-manthuk Bapak Demang berbaju merah kalau ditusuk mengangguk-angguk = tuntut (kembang gedhang) bunga pohon pisang

3.1.4 Cangkriman Blenderan

Blenderan juga disebut plesetan. Bentuk cangkriman blenderan adalah kalimat yang sudah jelas maknanya, akan tetapi makna yang tertulis itu bukan makna yang sebenarnya (yang dimaksudkan). Cangkriman blenderan ada yang berbentuk tembang ada pula yang berbentuk kalimat biasa. Bentuk kata yang digunakan adalah kata-kata singkatan dan homonim.

1. Wong adol tmp ditalni Orang jual tempe diikat = sing ditalni tmp, dudu wong sing adol yang diikat tempe, bukan orang yang berjualan

2. Wong mati ditunggoni wong msam-msm orang meninggal ditunggui orang tersenyum = sing msam-msm wong sing nunggu, dudu sing mati yang tersenyum orang yang menunggu, bukan orang yang telah meninggal dunia

Contoh cangkriman blenderan yang berbentuk tembang:

- Pangkur

Badhnn cangkriman ingwang / tulung-tulung ana gdhang awoh gori / ana pitik ndhas tlu / gandhnana ndhasnya / kyai dhalang yn mati sapa sing mikul / ana buta nunggang grobag / slaw sunguting gangsir //

Tebaklah teka-teki saya / tolong-tolong ada pisang berbuah gori / ada ayam kepalanya tiga / dipukul pun kepalanya / kiai dalang jika mati siapa yang memikul / ada raksasa naik gerobak / dua puluh lima sungut gangsir //

Batangane: gori = ditegori; telu = dibuntel wulu; gandhenana = gandhen ana; dhalang = kadhal lan walang; buta = tebu ditata; selawe (lawe) = bolah, benang.

Jawabannya: gori = ditebangi; tlu = dibungkus bulu, dipukul gandhn = gandhn ada; dalang = kadal dan belalang; buta = tebu ditata; selawe dua puluh lima = law benang.

Ada juga cangkriman yang mirip dengan ilmu kebatinan, contohnya adalah sebagai berikut.

Pcating nyawa barng bldhosing bantala, lukar busana nymplung kawah candradimuka, supayan sampurna dikanthni sa cacah tlu (= tla pohung)

Katrangan mangkn: tla pohung kuwi manawa dijabut ora bisa ditandur lan urip (kjaba uwit = kanthi cara stek), bubar dioncki banjur digodhog, supaya bisa nak dibumboni sa tlu yaiku, sarm, salam lan santn.

Lepasnya nyawa bersamaan dengan meletusnya bumi, melepas pakaian masuk kawah candradimuka, agar mencapai kesempurnaan disertai sa berjumlah tiga. (= ketela pohon)

Keterangannya demikian: ketela pohon jika dicabut tidak bisa ditanam dan hidup lagi (kecuali batangnya dengan cara stek), setelah dikupas lalu direbus, agar enak diberi bumbu sa tiga macam yakni sarm garam, salam daun salam, santn santan.

3.1.5 Wangsalan

Wangsalan tidak termasuk dalam jenis cangkriman meskipun bentuknya mirip dengan cangkriman. Perbedaannya, wangsalan berbentuk kalimat yang mengandung kata-kata yang harus ditebak maksudnya. Bentuk jawaban itu tidak tampak nyata tetapi disamarkan pada suku kata pada baris berikutnya.

1. Wilangan wolu lan loro, puluh-puluh wis kbanjur, kpriy manh? (wolu lan loro = spuluh) Bilangan delapan dan dua, memang sudah terlanjur, bagaimana lagi? (delapan dan dua = sepuluh)

2. Pring dhmpt sunduk sat, bsuk manh yn arp kandhan wrna-wrna, bok ktmu ijn ba, ta (pring dhmpt = andha, sunduk sat = sujn) Bambu melekat tusuk sate, besuk lagi kalau mau bicara macam-macam, ketemu sendiri sajalah (bambu melekat = tangga, tusuk sate = sujn).

Dalam penggunaan sehari-hari sering juga dijumpai wangsalan yang tidak menyebutkan jawabannya. Hal itu disebabkan oleh karena mitra tutur sudah dianggap mengetahui jawaban atas wangsalan yang dituturkan karena sudah sering didengar dalam pergaulan sehari-hari.

3. W lha, njanur gunung tmn, suk-suk kok wis tkan kn. Wah, benar-benar njanur gunung, pagi-pagi sudah sampai di sini.

4. Jnang gula, lho Dhi! Bubur gula, lho Dik!

Wangsalan juga terdapat dalam bentuk tembang. Contohnya adalah sebagai berikut.

5. Dandhanggula

Carang wrksa ingkang jamang tambir / nora gampang wong mngku nagara / baligo amba godhong / kudu santosng kalbu / tngarng prang andhging riris / dn ttg trang dn cipta / sndhang nir ing ranu / sasat ana palagan / kasang toya mnyan sta munggng ardi / yn aps kuwirangan.

Katrangan: carang wrksa = pang; jamang tambir = wngku; baligo amba godhong = labu; tngarng prang = ttg; andhging riris = trang; nir ing ranu = asat; kasang toya = imps; mnyan sta munggng ardi = wlirang.

Cabang pohon yang belenggu tambir / tidak mudah orang memerintah negara / tanaman baligo lebar daunnya / harus kuat di hati / tanda perang hentinya hujan / tetaplah kehendaknya / danau tanpa air / laksana di medan perang / jaring air kemenyan putih di gunung / jika tak untung dipermalukan.

3.2 Fungsi Cangkriman

3.2.1 Cangkriman sebagai Sarana Hiburan

Cangkriman atau teka-teki biasanya melibatkan dua orang atau lebih yang sedang terlibat dalam pembicaraan santai. Jika orang sedang dalam persoalan serius atau sedang membutuhkan pemikiran berat, tidak bisa diajak bercangkriman. Hal ini disebabkan oleh karena cangkriman sendiri membutuhkan pikiran untuk dapat menjawabnya. Dengan demikian terjadinya tanya-jawab cangkriman membutuhkan minimal tiga syarat, yakni 1) pelaku yang terdiri dari dua orang atau lebih; 2) ada waktu luang; dan 3) tidak ada pekerjaan lain yang membutuhkan perhatian dan pemikiran ekstra.

Cangkriman mengandung aspek permainan, yakni permainan kata atau tebak-tebakan. Seorang pembicara akan melontarkan pertanyaan dan mitra-bicara harus menebak dengan cara menjawab pertanyaan yang disampaikan. Suasana akan menjadi ramai dan menarik jika pesertanya banyak orang, tidak hanya dua orang. Orang yang dapat menebak dengan benar akan mendapatkan tepuk tangan dari orang-orang (peserta) yang lain.

Pertanyaan cangkriman biasanya disampaikan secara bergantian akan tetapi dapat juga didominasi oleh orang tertentu. Bila pertanyaannya disampaikan secara bergantian, maka penutur yang menuturkan pertanyaan, pada cangkriman berikutnya berganti menjadi orang yang harus menjawab. Terdapat kemungkinan cangkriman yang dilontarkan tidak mendapat jawaban yang benar dari mitra tutur, maka harus dijawab sendiri oleh penutur yang melontarkan cangkriman tersebut.

Sebagai bentuk permainan, cangkriman memiliki fungsi hiburan. Terutama hiburan pada waktu luang. Sambil bersantai, saat orang-orang berkumpul, seringkali disampaikan cangkriman di antara orang-orang tersebut. Cangkriman dapat juga disampaikan sambil mengerjakan pekerjaan ringan yang dikerjakan bersama-sama, misalnya pada saat sambatan kerja bakti. Sambil mengerjakan sesuatu, mereka saling melontarkan cangkriman.

Biasanya cangkriman diawali oleh seseorang dengan melontarkan pertanyaan. Kemudian orang tersebut meminta orang lain untuk mencoba menjawab. Dalam kumpulan orang banyak, tidak hanya satu orang saja yang dapat mencoba menjawab suatu cangkriman. Semua orang yang hadir memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab suatu cangkriman. Bahkan kadang-kadang semua orang yang hadir ditawari satu-persatu untuk mencoba menjawab. Bila orang-orang sudah mencoba menjawab tetapi jawabannya tidak ada yang sesuai dengan maksud pemberi pertanyaan, atau jawabannya salah, biasanya si pelontar pertanyaan menjawab sendiri cangkriman yang disampaikannya.

Kadang-kadang jawaban yang disampaikan oleh si pelontar cangkriman terasa sepele atau di luar perkiraan sehingga membuat orang-orang yang mendengar menjadi tertawa. Hal itu membuat suasana menjadi cair dan riang. Agaknya memang gelak tawa itulah yang menjadi tujuan disampaikannya cangkriman dalam suasana santai. Gelak tawa dan suasana riang itu kemudian membuat hubungan orang-orang tersebut menjadi lebih akrab.

Kadang-kadang dalam perkumpulan orang-orang yang sedang bersantai cangkriman didominasi oleh satu orang saja, maksudnya hanya satu orang tertentu saja yang mampu membuat pertanyaan dan sekaligus menjawabnya sendiri. Orang-orang lain tidak benar atau tidak bisa menjawab dengan benar cangkriman yang disampaikannya. Jika hal itu terjadi, maka bukan berarti orang tersebut ingin menonjolkan diri, akan tetapi semata-mata hanya untuk menghibur, membuat orang tertawa.

Oleh karena cangkriman dapat menimbulkan tawa dan bersifat menghibur maka banyak digunakan oleh para pelawak sebagai bahan lawakannya. Para pelawak itu kebanyakan menggunakan cangkriman yang berbentuk wancahan, cangkriman pepindhan, dan/atau cangkriman blenderan. Cangkriman bentuk itu memang lebih terasa lucu dibandingkan dengan cangkriman yang berbentuk tembang. Cangkriman berbentuk tembang lebih banyak disampaikan dalam suasana yang lebih formal.

3.2.2 Cangkriman sebagai Sarana Pendidikan

Cangkriman dapat dilakukan oleh anak-anak, remaja, maupun dewasa. Bahkan dalam cerita wayang cangkriman dilakukan sebagai sayembara. Dalam acara-acara tertentu bisa juga disediakan hadiah bagi orang yang dapat menjawab cangkriman dengan benar dan hukuman bagi yang tidak bisa menjawab atau jawabannya salah. Tentu saja sifat hukumannya hanya sebatas untuk meramaikan suasana.

Selain berfungsi sebagai hiburan, cangkriman juga berfungsi untuk mengasah otak atau sebagai alat pendidikan. Dengan banyak bermain cangkriman, secara langsung atau pun tidak langsung, orang akan dilatih untuk berpikir secara cepat dan tepat. Dalam menjawab pertanyaan cangkriman orang memang dituntut untuk berpikir secara cepat. Orang yang tidak dapat berpikir secara cepat akan ketinggalan kesempatan.

Cangkriman juga melatih orang agar berwawasan luas dan mencari banyak kemungkinan. Secara tidak langsung cangkriman juga berfungsi untuk melatih kecerdasan. Orang yang cerdas akan mampu melontarkan pertanyaan yang sulit dijawab, sebaliknya ia selalu bisa menjawab cangkriman dari orang lain. Orang yang demikian lalu dapat mendominasi permainan cangkriman. Meskipun demikian orang akan tetap menyukainya, bahkan kadang-kadang orang yang demikian ini malahan dirindukan oleh teman-temannya.

Selain itu cangkriman juga melatih kreativitas seseorang. Cangkriman memang memerlukan cara berpikir yang kreatif. Berpikir kreatif antara lain ditandai adanya kemampuan memandang hal-hal yang biasa dari sisi yang lain sehingga hal-hal yang tadinya biasa itu dapat diubah menjadi tidak biasa. Orang yang kreatif akan mampu menciptakan pertanyaan-pertanyaan baru. Unsur kebaruan sangat dibutuhkan dalam permainan cangkriman karena dengan adanya kebaruan akan membuat orang tidak merasa bosan. Sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak kreatif, mereka hanya meniru atau mengulang cangkriman yang pernah didengarnya dari orang lain. Jadi, dengan adanya kreativitas cangkriman selalu berkembang.

3.3 Maksud Cangkriman

Cangkriman adalah permainan kata-kata. Tuturan cangkriman membutuhkan adanya dua pihak, yakni penutur dan mitra-tutur. Penutur menyampaikan pertanyaan dan mitra-tutur menjawab pertanyaan yang disampaikan. Seringkali terjadi mitra-tutur tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan yang disampaikan oleh penutur. Dalam hal yang demikian, maka penutur sendiri yang menjawab pertanyaannya.

Sebagai permainan kata-kata, secara umum cangkriman memiliki maksud adu kepandaian, yakni kepandaian dalam menyusun kata-kata pertanyaan dan kepandaian dalam menebak pertanyaan. Penutur yang memiliki kepandaian tinggi akan dapat menyusun pertanyaan yang sulit dijawab oleh mitra tutur, bahkan penutur yang pandai dan kreatif dapat mengelak, dengan mengubah jawabannya, jika jawaban yang dimaksudkan semula dapat dijawab oleh mitra tutur. Sebaliknya, mitra-tutur yang pandai akan dengan mudah menjawab pertanyaan cangkriman yang disampaikan.

Untuk dapat menjawab cangkriman dengan benar orang harus menguasai makna tekstual dan kontekstualnya. Makna tekstual berkaitan dengan bentuk cangkriman. Cangkriman yang berbentuk tembang tunduk pada kaidah-kaidah penyusunan tembang, oleh karena itu dalam memberi makna juga harus sesuai dengan kaidah-kaidah tersebut. Kaidah tembang Jawa yang membatasi jumlah baris, jumlah suku kata tiap baris, dan bunyi vokal tiap baris kadang-kadang menyebabkan susunan kata yang berbeda dengan bentuk prosa. Oleh karena itu untuk mengetahui makna tembang mitra-tutur harus membuat penafsiran, misalnya melalui parafrasa. Contohnya cangkriman dalam bentuk tembang Kinanthi berikut.

Wontn putri luwih ayu / tan ana ingkang tumandhing / sariranira sang rtna / owah-owah sabn ari / yn rina kucm kang cahya / mung ratri mancur nlahi //

Ada putri amat cantik / tak ada yang menandingi / badan sang ayu / berubah-ubah setiap hari / jika siang suram cahyanya/ hanya di malam hari terang benderang //

Cangkriman di atas sudah dapat ditangkap maknanya melalui terjemahan, akan tetapi akan lebih jelas lagi jika diparafrasakan sehingga bentuknya berubah menjadi prosa. Bentuk parafrasa tembang di atas dapat dirumuskan; Ada putri yang kecantikannya tak tertandingi. Badannya berubah setiap hari. Pada siang hari cahayanya suram tetapi di malam hari amat terang. Apakah itu?

Cangkriman wancahan yang berbentuk akronim tunduk pada kaidah pembentukan akronim bahasa Jawa. Akronim bahasa Jawa dibentuk dengan menggabungkan suku kata ultima dan/atau penultima. Oleh karena itu penyusun cangkriman harus memenuhi kaidah ini. Demikian juga dalam menafsirkan cangkriman wancahan, orang harus bertumpu pada kaidah tersebut. Perhatikan contoh berikut.

1. kabaktan = nangka tiba nng suktan nangka jatuh di rerumputan

2. pakboltus = tapak kbo ana lln satus jejak kaki kerbau ada ikan lelenya seratus

Cangkriman pepindhan disusun berdasarkan kemiripan bentuk. Hal yang dimaksud atau hal yang dipertanyakan dicari persamaannya dengan benda lain kemudian benda lain itulah yang dikatakan. Dalam hal ini baik penyusun cangkriman maupun yang menjawab harus lebih cermat dalam mengamati gejala-gejala benda dan lingkungan di sekitarnya.

- Pitik walik saba kbon ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun = nanas buah nenas

- Wujud kaya kbo, uls kaya kbo, lakun kaya kbo, nanging dudu kbo bentuknya seperti kerbau, warnanya seperti kerbau, jalannya seperti kerbau, akan tetapi bukan kerbau = gudl anak kerbau

Cangkriman di atas memanfaatkan kemiripan bentuk antara hal yang ditanyakan dengan hal yang dimaksudkan. Persamaan/kemiripan antara pitik walik saba kbon ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun dan buah nenas adalah bentuk bulu ayam dan bentuk kulit buah nenas. Cangkriman berikutnya memanfaatkan kemiripan bentuk, warna kulit, dan cara jalan kerbau dengan anak kerbau.

Cangkriman blenderan disusun dengan menggunakan kata-kata yang bersifat homonim dan pemindahan pengacuan. Oleh karena itu, cangkriman blenderan kebanyakan disusun sebagai kalimat yang seolah-olah maknanya sudah jelas akan tetapi maksudnya berbeda. Hal itulah yang digunakan sebagai sarana untuk mengecoh mitra tutur. Dengan demikian untuk menyusun maupun menjawab cangkriman bentuk blenderan ini orang harus memiliki penguasaan kosa kata yang luas dan kecermatan dalam menangkap makna kalimat. Contoh cangkriman blenderan yang menggunakan strategi homonim sebagai pengecoh adalah sebagai berikut.

- Lawa tlu kalong loro ana pira? Kelelawar tiga kelelawar besar dua ada berapa? = (lawan tlu karo kalong (lawa gdh) loro dadi ana lima Kelelawar tiga dan kelelawar besar dua jadi jumlahnya lima).

Cangkriman di atas menggunakan kata kalong kurang, kelelawar besar sebagai pengecoh. Di dalam bahasa Jawa kata kalong memiliki dua makna yakni kurang dan jenis kelelawar besar. Dengan adanya kata bilangan yang lebih besar (tlu tiga) disebut lebih dulu diikuti kata bilangan yang lebih kecil (loro dua) orang cenderung memaknai kata kalong sebagai kurang, padahal yang dimaksud penutur adalah makna yang lain, yaitu kelelawar besar.

- Wong adol tmp ditalni Orang jual tempe diikat = sing ditalni tmp, dudu wong sing adol yang diikat tempe, bukan orang yang berjualan

Cangkriman di atas menggunakan strategi pemindahan pengacuan sebagai pengecoh. Kuncinya terletak pada kata ditalni diikat. Dalam kalimat di atas kata ditalni diikat mengacu atau memberi keterangan pada Wong adol tmp akan tetapi yang dimaksud penyusun cangkriman ini yang ditalni adalah tmp.

Demikianlah adanya kebutuhan penguasaan koteks untuk mengetahui maksud cangkriman. Selain penguasaan koteks tuturan, untuk mengetahui maksud cangkriman juga dibutuhkan penguasaan konteks. Konteks tuturan cangkriman adalah situasi yang mendukung makna tuturan. Berdasarkan data cangkriman yang telah terkumpul dapat diketahui bahwa konteks tuturan cangkriman sangatlah luas, sesuai dengan topik/objek permasalahan yang dikandung oleh cangkriman tersebut.

Dapat dibayangkan, proses penciptaan cangkriman terjadi setelah penciptanya mengamati, meski tidak langsung, benda atau hal-hal yang akan dibuat cangkriman. Sesuai dengan itu maka orang yang diberi pertanyaan atau cangkriman itu juga harus mengetahui hal-hal dan benda-benda yang dijadikan objek cangkriman, beserta dengan keadaan dan sifat-sifatny. Adapun hal-hal yang banyak digunakan sebagai objek cangkriman antara lain adalah:

a) Benda

Abang-abang dudu kidang, prsgi dudu pipisan, iku apa?

Merah-merah bukan kijang, persegi bukan penumbuk jamu, apakah itu? Jawabannya: bata batu bata.

Dipdhanga, dibdhila, dimriyma, ora bisa mati, nanging yn dicgati mati, iku apa?

Meski dipedang, meski ditembak, bahkan dimeriam, tidak bisa mati, tetapi jika dihalangi mati, apakah itu? Jawabannya: banyu air.

b) Benda angkasa

Yn stngah kbak, yn akh kurang, iku apa?

Jika setengah penuh, jika banyak kurang, apakah itu? Jawabannya: bulan bulan.

Didlng gampang, dickl angl, iku apa?

Dilihat mudah, dipegang sulit, apakah itu? Jawabannya: srngng matahari.

c) Binatang

Bocah cilik nggndhong omah, iku apa?

Anak kecil menggendong rumah, apakah itu? Jawabannya: kyong siput.

Ana titah saka sabrang angajawa, gdhn ngdap-dapi, yn lumaku irung kagawa lambyan, iku apa?

Ada makhluk dari seberang datang ke Jawa, besarnya luar biasa, jika berjalan hidungnya bergerak juga, apakah itu? Jawabannya: gajah gajah

d) Buah dan tanaman

Cangkriman tentang buah dan tanaman antara lain:

E, Gundhul! Aja lunga-lunga aku takgolk pangan ing saparan-paran, iku apa?

E, Gundul! Jangan pergi-pergi aku akan mencari makanan kemana-mana, apakah itu? Jawabannya: smangka buah semangka.

Duw rambut ora duw ndhas, iku apa?

Memiliki rambut tetapi tidak memiliki kepala, apakah itu? Jawabannya: jagung jagung.

e) Manusia

Cangkriman tentang manusia antara lain:

Satriya ana tngahing paprangan, mungsuh nugli ndhas, iku apa?

Kesatria di medan perang, tugasnya memenggal kepala, apakah itu? Jawabannya: wong ndrp orang membersihkan rumput di sawah.

Ing ngisor kdhung ing ndhuwur payung, iku apa?

Di bawah palung di atas payung, apakah itu? Jawabannya: wong adang orang menanak nasi.

IV. SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan simpulan sebagai berikut.

1. Cangkriman bahasa Jawa berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi cangkriman yang berbentuk wancahan akronim, ppindhan (irib-iriban) kemiripan, pengendaian, blndran plesedan, dan berbentuk tembang tembang;

2. Fungsi cangkriman bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi 2 yaitu berfungsi sebagai sarana permainan atau hiburan dan berfungsi sebagai sarana pendidikan (didaktis, asah otak);

3. Untuk mengetahui maksud cangkriman bahasa Jawa harus mengetahui makna tekstual dan kontekstual tuturan cangkriman.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Syukur Ibrahim. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Anton M. Moeliono (Penyunting Penyelia). 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.

Antunsuhono. 1956. Paramasastra Djawa. Jilid 1 dan 2. Jogyakarta: Hein Hoo Sing.

Bambang Kaswanti Purwa. 1987. Pragmatik dan Linguistik dalam Bacaan Linguistik No. 36 April 1987. Yogyakarta: MLI Komisariat Universitas Gadjah Mada.

_______. 1990. Pragmatik dan pengajaran Bahasa, Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Crystal, David. 1989. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

D. Edi Subroto dkk. 1991. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Harimurti Kridalaksana. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

I Dewa Putu Wijana. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Lambberton, D. van Hinloopen. 1912. Lajang Oenggah-Oenggoehing Basa, Krama en Ngoko. Batavia: Gedrukt Bij Filiaal Albrecht & Co.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. (terjemahan M.D.D. Oka). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Levinson, Stephen C. 1987. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Lyons, John. 1977. Semantics II. Cambridge: Cambridge University Press.

Maryono Dwiraharjo. 1981. Cangkriman di dalam Bahasa Jawa (Tesis). Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Mey, Jacob L. 1994. Pragmatics An Introduction. Oxford UK & Cambridge USA: Blackwell.

Moh. Syamsul Hidayat. 1991. Sapala Basa Jawa. Surabaya: Penerbit Indah.

Muhammad Rohmadi. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.

Mukidi Adisumarto. 1975. Pengantar Tata Kalimat Bahasa Jawa. Jilid 1. Yogyakarta: FKSS Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Parker, Frank. 1986. Linguistics for Non-Linguistics. London: Taylor & Francis Ltd.

R.D.S. Hadiwidjana. 1967. Tata-Sastra. Yogya: UP Indonesia.

R.S. Subalidinata. 1994. Kawruh Kasusastran Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Ranneft, W.Meijer. 1931. Tjangkriman Basa Djawa Nganggo Tembang. Batavia Centrum: Balai Poestaka.

S. Padmosoekotjo. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa. II. Jogjakarta: Hein Hoo Sing.

_______.. 1987. Paramasastra Jawa. Surabaya: PT Citra Jaya Murti.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. (Diterjemahkan oleh J.S. Badudu). Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto (penyunting). 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

_______. 1982. Metode Linguistik: Kedudukannya, Aneka Jenisnya, dan Faktor Penentu Wujudnya. Cet. ke-1. Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

_______. 1986. Metode Linguistik Bagian Pertama: ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

_______. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Syamsul Afifin dkk. 1987. Tipe Kalimat Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______, dkk. 1990b. Tipe-tipe Semantik Adjektiva dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Uhlenbeck, E.M. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. (Diterjemahkan oleh Soenarjati Djajanegara). Jakarta: Djambatan.

Verhaar, J.W.M. 1983. Pengantar Lingguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Verschueren, Jef, Jan-Ola Ostman, and Jan Blommaert. 1998. Handbook of Pragmatics Manual. Amsterdam/ Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.

W.J.S. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters Uitgevers Maatschappij N.V.

_______. 1953. Sarining Paramasastra Djawa. Djakarta: Noorhoff-Kolf N.V.

[1] Staf pengajar Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan Sekretaris Program Studi Linguistik (S2) Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Posted in: Uncategorized

ADD COMMENTS

Serat Tripama

Jul-10-2009 By yswan

Serat Tripama merupakan karya KGPAA Mangkunagara IV mengandung ajaran yang masih relevan sampai saat sekarang. Di samping itu, sangat menarik untuk dicermati dan dikaji oleh para pemerhati dan para peneliti. Berikut adalah Teks Serat Tripama.

DHANDHANGGULA

1.

Yogyanira kang para prajuritlamun bisa sira atulada[1]duk ing nguni caritaneandelira sang prabuSasrabau ing Maespatiaran patih Suwandalelabuhanipunkang ginelung tri prakaraguna kaya purun ingkang den antepinuhoni trah utama

2.

Lire lelabuhan tri prakawisguna bisa saniskareng karyabinudi dadya unggulekaya sayektinipunduk bantu prang Manggada nagriamboyong putri dhomaskatur ratunipunpurune sampun tetelaaprang tandhing lan ditya Ngalengka nagriSuwanda mati ngrana

3.

Wonten malih tuladan prayogisatriya gung nagri ing Ngalengkasang Kumbakarna aranetur iku warna diyusuprandene gayuh utamiduk wiwit prang Ngalengkadenya darbe aturmring raka amrih raharja Dasamuka tan keguh ing atur yektidene mungsuh wanara

4. Kumbakarna kinon mangsah juritmring kang raka sira tan lenggananglungguhi kasatriyaneing tekad tan asurudamung cipta labuh nagarilan nolih yayah renamyang leluhuripunwus mukti aneng Ngalengkamangke arsa rinusak ing bala kapipunagi mati ngrana

5.

Wonten malih kinarya palupiSurya putra narpati Ngawanggalan Pandhawa tur kadangelen yayah tunggil ibusuwita mring sri Kurupatianeng nagri Ngastinakinarya gul-agulmanggala golonganing prangbratayuda ingadegken senopatingalaga ing Korawa

6. Den mungsuhken kadange pribadiaprang tandhing lan sang Dananjayasri Karna suka manahede gonira pikantukmarga denya arsa males sihira sang Duryudanamarmanta kalangkungdenya ngetog kasudiranaprang rame Karna mati jinemparingsumbaga wirotama

7. Katri mangka sudarsaneng jawipantes sagung kang para prawiraamirita sakadareing lelabuhanipunaywa kongsi buwang palupimenawa tibng nisthaina esthinipunsanadyan tekading buda[2]tan prabeda budi panduming dumadimarsudi ing kotaman

[1] anulada

[2] buta

Posted in: Uncategorized

ADD COMMENTS

Bahasa Kawi

May-4-2009 By yswan

BAHASA KAWI1. Makna Istilah kawiKata kawi (n): 1. bahasa Jawa kuno; 2. bahasa Jawa yang lazim dipakai dalam kesusastraan. Kawi (a): kuat; kukuh; sakit adat yang adat yang tetap berlaku sejak dahulu kala. Kawi (n): pengarang; pujangga (KBBI).Kawi (S): 1. kw. pengarang; pujangga; 2. (ut. kakawin) kw. karangan, tembang; 3. kn. tembung-tembung kang kanggo ana ing kapujanggan (layang-layang, tembang lsp.) ora kaprah dianggo padinan; 3. kn. tembung Jawa Kuno; dikawi: dikarang; dirumpaka (Porwadarminta, 1939: 194)2. Tmbung KawiAkh tmbung-tmbung kang kanggo ana ing Padhalangan utawa ing layang-layang wacan, luwih-luwih ing layang tmbang, kang lumrahe padha dingrtni tgse, nanging ora tau dinggo pdinan. Iku jnnge tmbung kawi. Dadi titikane tmbung kawi mono: Tmbung kang uga lumrah kanggo ana ing padhalangan utawa tmbang, nanging yn kanggo ana ing pagunman pdinan kok malah rada dadi gguyon. Cacahe 2.500. Tuladha sawtara, kayata:suryabantalaandakajanmakartikapawanasatawikugaganasamodrakukilanarendrawiyatbramakuthilaapsaraakasatirtawrewanaraAkh bangt panunggalane, lan pancn isih kanggo ing kapustakan. Malah jnng-jnng lan tmbung-tmbung anyar ing basa Indonesia iya akh kang njupuk saka tmbung kawi iku, kayata:siswapidanatriwacanawismawarsamawapanitrapriyasaptasarjananarawanitapancabudayajayaprwiradwiciptaudara3. Tmbung KunaTmbung-tmbung Jawa kang maune kanggo ing layang-layang, nanging saiki wis ora ksrambah, wis ora ana kang nganggo, iku arane tmbung kuna. Dadi beda tmnan karo tmbung kawi ing angka 7.Tumrape kang snng nyinau layang-layang kuna, yasan jaman Majapahit sapandhuwur, yasaning lluhur ing abad IX tkan XV, tmbung-tmbung Kuna iku wis ana kamuse, gaweyane Dr. Juynboll ing th. 1923, nanging saiki wis ora ana sing adol. Prof. Dr. Zoetmulder guru besar Gajahmada, wis rampung olhe yasa Kamus Jawa-Kuna iku, mung kari ngntni mtune saka ing pangcapan. Dene layang-layang Jawa-kuna kang saiki dinggo sinau ing pamulangan ya wis kpara akh, sing tuwa dhewe layang kanggo skolahan SMA jnnge layang Sarwa-Sastra I, II lan III, wton Usaha Penerbitan Indonesia ing Yogyakarta wiwit taun 1952. Tkan saiki isih ambal-ambalan dicap.Satmne akh bangt tmbung Jawa iku kang asal saka tmbung Indhu, nanging wis ora ktara. Jare yn ditliti tmnan tmbung-tmbung Jawa saiki iki luwih sparo kang asal saka tmbung-tmbung Indhu, nanging kang isih krasa yn dudu Jawa, krasa yn tmbung manca, ya ora piraa, malah banjur wis dilbokake tmbung kawi bae.Kawi iku tgse pujangga, yaiku pngarang kang wohing karyane kna sinbut sastra-di. Dadi tmbung kawi iku tmbung-tmbung kang klumrah dipigunakake dening para kawi. Mangka para kawi (= para pujangga) Jawa wiwit ing biyn-biyn (abad VII) kulina nyinau layang-layang Indhu ing basa Sansekerta. Lah wis layak bae yn tmbung-tmbung Jawa akh kang asal Sansekerta iku. Wujude tmbung asal Sansekerta iku, kayata:parama-arthaprawiranarendraswa-bawana-paksabupatiwarangganapandhitasenapatimantri

ngka: 6, Juni 1926. Taun V.Pusaka JawiWdalipun sabn wulanIngkang ngdalakn: PakmpalanYapa Institut (JAVA INSTITUUT)Redhaksi:Kangjng Pangeran Arya Adiwijaya, Radn Sasrasugnda, Yasawidagda4. Wawasan Bab Basa JawiKala kina-kinanipun basa Jawi punika dede basa ingkang luhur. Inggih lrs sawnh mastani bilih llampahan ing alam donya punika kenging kaupamkakn skar. Skar punika wiwitanipun alit, saya dangu saya agng, mkar lajng angggrgi. Ananging mnggah ing basa Jawi ppindhan punika kirang mathis. Basa Jawi punika kula upamkakn tiyang lumampah ing tanah pardn, wontn kalanipun minggah, saya dangu saya inggil ngantos dumugi ing pucak, lajng mandhap, sarng sampun dumugi ing ngandhap lajng wiwit minggah malih.Kala saantawisipun taun 100-200 tanah Jawi wiwit kadhatngan bngsa Hindhu. Mnggah bngsa wau dhatngipun saking tanah Hindhustan sisih kidul. Nalika samantn bngsa wau kasagdanipun ing bab punapa kemawon langkung inggil katimbang bngsa Jawi. Langkung malih bab agami. Mila bngsa Jawi inggih lajng kathah ingkang manut. Botn namung bab agami, tatacara saha kasagdan ingkang dipun nut, dalah basanipun pisan ugi dipun tiru. Kathah tmbung-tmbung ingkang sapunika dipun akn dados gadhahanipun, ananging sajatosipun asal saking tmbungipun tiyang Hindhu. Mnggah basanipun tiyang Hindhu wau dipun wastani basa Sangskrita. Basa Sangskrita wau kathah ingkang kasrambah ing basa Jawi, langkung malih ing srat-srat ingkang ngangge skar.Dhatngipun bngsa Hindhu ing tanah Jawi punika kabkta saking anggnipun llayanan dagang kalihan nagari Cina. Tanah Jawi punika minngka pakndlanipun, mila inggih kathah tmbung Sangs-krita ingkang ggayutan kalihan daga ingkang dados panunggilanipun basa Jawi, kados ta: baita (wahitra), usaha (utsaha).Ing sarhning agami Hindhu kala rumiyin dipun nut dening bngsa Jawi, mila inggih kathah tmbung-tmbung Sangskrita ingkang magpokan kalihan bab agami, ingkang sapunika sampun dados tmbung Jawi, kados ta: rca (arcca), puja (puja), hyang, brahmana.Saking bngsa Hindhu tiyang Jawi ugi sinau warni-warni, kados ta: ulah ttann, nyrat sinjang, daml candhi tuwin sans-sansipun. Dene manawi daml sinjang ingkang kadaml pulas biru tarum (tom). Ing tanah Pasundhan nalika samantn dipun tanmi tom kathah sangt, ngantos lpn ingkang agng piyambak ing tanah Pasundhan kawastanan Citarum.Tiyang Hindhu punika botn namung trimah agami, adat saha tatacaranipun kemawon ingkang dipun tiru ing tiyang Jawi, dalah srat-sratipun sawatawis inggih dipun akn gadhahanipun piyambak, sarta lajng kasantunan tmbung Jawi, saha lajng kawangun ngantos llampahan ingkang kasbut ing srat-srat wau klampahanipun kados wontn ing tanah Jawi. Pamangunipun wau mawi rrekan, sakathahing rdi-rdi utawi panggenan ing tanah Jawi kanamakakn manut nama-nama ingkang kasbut ing Mahabarata, kados ta: namaning ngari: Madura, Ngayogya.rdi : Smru, Mahendra, Indrakila.candhi : Prambanan, Barabudhur.Namaning lpn: Srayu.Bngsa Jawi punika ingkang jamboran botn namung adat tuwin tatacaranipun kemawon, dalah kasusastran tuwin ccriyosanipun sampun botn Jawi dls, sampun kawoworan warni-warni. Bab wwahan saking dayanipun agami Hindhu kalawau sampun kula aturakn.Wwahan ingkang tuwuhipun saking tumangkaripun agami Islam inggih punika srat Menak (cariyosipun Amir Hamsah) srat Menak wau asli cariyos saking Prsi, (Dr.v.Ronkel), sarta mawi katrangakn pisan lampahing tular-tumularipun cariyos wau dumugi ngantos kadadosanipun kadhapuk kangge lampahan ringgit Menak.Dlgipun cariyos ingkang dls Jawi punika prasasat drng dipun udi, ananging wontnipun sampun ttela, inggih punika warni cariyos utawi ddongengan warni-warni, ingkang samangke sampun ical utawi kantun dados dongng, salong sampun wontn ingkang kapacak ing srat, wontn ingkang kacarub kalihan cariyos asli saking ngamnca, kados ta: cariyos llampahanipun Radn Panji ingkang ngantos warni-warni.Kala taun 775 sampun wontn pujngga saha juru nynyrati ing basa Jawi, awit bngsa Hindhu botn sagd ngsuk basanipun tiyang siti babarpisan, bngsa Hindhu kintn-kintn amung sagd amwahi sagdipun basanipun tiyang siti dados basa ingkang kangge wontn ing srat-srat. Kala taun sewonan basa Jawi sampun katingal adiluhung, amila kenging dipun tamtokakn bilih ing sadrngipun tamtu sampun wontn srat-srat waosan.Tiyang Jawi inggih sampun sami sumrp dhatng srat Mahabarata, saha srat Ramayana, srat kkidungan basa Sangskrita, malah saking pahamipun dhatng ccriyosan wau, lami-lami lajng kapndht kadaml ccriyosan ringgit. Saking pandamlipun tiyang Hindhu, jamanipun Jawi lajng kathah sangt ewahipun. Pranatan silah-silahing golongan, adaml sangting pisahipun bngsa. Wontnipun tmbung ngoko kalihan krama ing basa Jawi lajng pilah, punika botn trang, punapa inggih saking dayanipun bngsa Hindhu. Sababipun ingkang maton ngantos sapriki drng kasumrpan. Prof Kern mastani bilih beda-bedaning tmbung wau saking mindhak-mindhakipun pamali. Ing basa Jawi kina panganggenipun krama lan ngoko kacarub kemawon, pilahipun wiwit taun swu gangsal atusan, nanging inggih botn trang sababipun.Ing tanah Jawi basa ingkang dipun wastani kina piyambak punika basa Kawi. Kawi tgsipun pujngga, sujana. Basa Kawi punika dados kenging dipun tgsi basanipun pujngga, kados ingkang tumrap ing tturunanipun srat kina-kina, ingkang sapunika taksih wontn, nanging kawruh dhatng basa Kawi wau ing jaman sapunika prasasat sampun sirna. Ing pawingkingipun nalika tiyang Jawi suda pamarsudinipun dhatng basa Kawi tuln, para pujngga ngangge Kawi tuglan, ingkang dipun wastani Kawi miring. Mila dipun wastani makatn, dene kathah lrgipun dhatng basa Jawi, lan malih ingkang tumrap ing srat jarwa ngangge tmbung, ingkang sampun prasasat basa Jawi wantah, punika nelakakn manawi jaman wkasan punika kawruh dhatng basa Kawi sampun sirna.Basa Sangskrita punika babonipun Kawi, tgsipun Sangskrita: langkung, rinngga, sampurna. Dene risakipun tmbung Sangskrita kanggenipun ing Kawi lan ing Jawi, ttela saking panandhingipun tmbung tigang prakawis wau, ing sawatawis kasbut punika:jksa (Kw) daksa (Skr) tgsipun: sujana, wong wicaksana.dipa (Kw) dipa (Skr) = ddamardipa (Kw) dwipa (Skr) = gajah, (dwi = loro, pa= pangombe). Gajah manawi ngombe dipun srot ing irung, lajng dipun lbtakn ing cangkm.Wiwitipun srat-srat waosan Jawi mumbul (srat Jawi kina utawi Kawi), punika kala ing jamanipun Prabu rlangga 1010-1042 saking kparngipun sang prabu, srat kidungan Hindhu upaminipun Mahabarata, ingkang cariyosipun sawatawis, sampun kasumrpan dening tiyang Jawi, lajng kajawkakn, pujngganipun nama mpu Kanwa.Ing salbtipun Prabu Jayabaya jumnng nata, kawontnanipun srat-srat Jawi kina sawg mumbul-mumbulipun, ing jaman samantn wontn pujngga nama mpu Sdhah saha mpu Panuluh ingkang daml srat Boratayuda, (ing taun 1157) inggih punika prtalanipun Sangskrita nama Mahaborata kapndht namung saperangan. Srat wau amratelakakn paprangan ingkang klampahan ing tanah Hindhustan. Llampahan wau kaembakakn ing tanah Jawi, sarta para prawiranipun bngsa Hindhu kaanggp tiyang Jawi. Ingkang makatn wau tumrapipun srat wau anjalari sangt anggnipun dipun ajngi ing tiyang, sarta ing salajngipun para prawira Hindhu ingkang kocap wontn ing srat wau lajng kaanggp pancring lluhuripun para luhur Jawi.Srat Boratayuda Kawi taksih miturut babonipun ingkang tmbung Sangskrita. Namung Srat Baratayuda jarwa punika sampun ewah sangt. Tiyang Jawi punika mnggah ing tatakrama kagolong munjuli. Kabkta saking tatakrama wau basanipun tiyang Jawi dados langkung alus. Kasugihanipun tiyang Jawi ing bab tmbung ingkang saking bbantunipun tmbung Sangskrita, ing pawingkingipun saya wwah. Tmbung-tmbung Sangskrita ingkang asring kangge ing basa Jawi, kados ta:suka ing basa Jawi: suka.dhoeka ing basa Jawi: duka.manusya, ing basa Jawi: manusa.stri, ing basa Jawi: stri.ksatrya, ing basa Jawi: satriya.suksma, ing basa Jawi: suksma, tuwin sapanunggilanipun.Wiwit ngangge tmbungipun bngsa sans, margi saking ssrawunganipun lampah dagang, kados ta: bngsa Arab, Prsi, Portgis, Walandi, bngsa Mlayu tuwin bngsa Cina, kasugihanipun tiyang Jawi bab tmbung saya wwah.Kala taun 1293 tanah Jawi llayanan dagang kalihan bngsa Cina. Nalika samantn ingkang dados kasnnganipun tiyang, barang-barang porslin pthak utawi biru saking nagari Cina, mrjan, kasturi. Dayanipun bngsa Cina ing tanah Jawi botn patos agng, mila tmbung-tmbung Cina ingkang lumbt ing basa Jawi inggih botn sapintna kathahipun, kados ta: kongsi, tangkuwh, lotng, conto, tauge, congkog, yasin, mkao, tuwin sapanunggilanipun. Ing taun 1500 katungka lumbtipun agami Islam ing tanah Jawi. Pamulangipun dhatng tiyang Jawi, kuwajibanipun prakawis agami ingkang prlu: bab anglampahi ngibadah. Juru mncarakn agami kanamakakn wali (tiyang suci). Tmbung-tmbung ingkang magpokan kalihan agami upaminipun: masjid, imam, ngimanake, salat, sujud, sarengat, adan, lapal, sdhkah, kutbah, namanipun wanci: subuh, luhur, ngasar, magrib, ngisak.Raja-raja Islam sbutanipun: sultan, dalah namanipun tiyang inggih niru cara Arab, kados ta: katijah, siti maryam, saphiyah, saphingi, bakri, salh, mursid.Mnggah tmbung-tmbung Arab sansipun ingkang asring kasrambah ing basa Jawi, kados ta: napsu, prlu, wahyu, gaib, eklas, pitnah, saha sans-sansipun.Namanipun dintn: Isnain, Salasa, Arbaa, tuwin salajngipun.Namanipun wulan: Mukharam, Shapar sapanunggilanipun.Manawi kula dolan dhatng pondhok, ningali kitab ingkang wontn cara Jawinipun, lajng sumrp bilih anggnipun anjawkakn punika satmbung-satmbung kaurutakn, limrahipun ing nginggil tmbungipun Arab, ing ngandhap tmbungipun Jawi. Ingkang makatn wau botn anggumunakn bilih pangroncenipun tmbung-tmbung beda kalihan ing ukara Jawi ingkang lugu. Wangsul sarng kula maos kitab sans-sansipun ingkang sampun kajawkakn (tmbungipun Arab botn dipun srat) punika tka lajng gadhah pangraos manawi basanipun Jawi ing ngriku nylnh. Pangrakiting ukara beda kalihan ukara Jawi ingkang lugu, punapa malih tmbungipun inggih kathah tmbung Arab, upaminipun: ana pun ngawruhi rukune Islam ingkang awal iku ngawruhi ing maknane kalimah roro, iya iku kang dn arani ilmu usul lan ilmu tokhid.Saking kathahipun tmbung Arab ingkang lumbt ing basa Jawi, ngantos manawi kula kintun srat kartu pos kemawon ngangge kula cmplungi tmbung Arab, kados ta: ing nginggil kula srati salam utawi taklim.Agami Islam punika rumasuk sangt dhatng sanubarining bngsa Jawi, ngantos kathah kemawon tiyang ngudang anakipun ingkang taksih alit: dang glis gdhe, dang bisa ngaji.Tiyang stri manawi nglela-lela anakipun wontn ingkang sarana dipun kidungi, mnggah maksuding kidungan wau tka inggih tumuju dhatng agami Islam, upaminipun: umpuk umpang umpuk umpang, ana kodhok bisa smbahyang, smbahyang nyang msjid Lamongan, Lamongane muji-muji, Sadirah lunga ngaji, lunga ngaji nyang Banjarsari, sangune dhuwit stali, durung sasasi wis katam surat prjanji.Ing taun 1522 tiyang Portgis dhatng ing tanah Jawi prlu bbrayan kalihan Raja Hindhu ing tanah Pasundhan, awit kathah pamdalipun mrica. Tiyang Portgis wontnipun ing tanah Jawi botn dangu, mila tmbung-tmbung Portgis ingkang lumbt ing basa Jawi inggih botn sapintna, kados ta: antero, lmari, bandera, greja, Minggu. Kala ing taun 1596 dhatngipun bngsa Walandi ing tanah Jawi. Nalika samantn sratan Jawi ingkang kabkta wangsul dhatng ngarinipun taksih wontn ing lontar. Bngsa Walandi dhatngipun ing tanah Jawi punika prlu ddagangan, dangu-dangu sagd ngrh tanah Indhia Ndrlan. Tmbung Wlandi punika pakcapanipun tumrap tiyang Jawi angl, mila tiyang ingkang drng sinau basa Wlandi anggnipun ngucapakn inggih saskecanipun kemawon, kados ta: obrus (overste), jendral (Generaal) msin, (machine) jas, (jas) dhungkrak of dom kras =dommekracht stolomondong =(Baltazar) Sur Lemonde, mur jangkung =Jan Coen lan sapanunggilanipun.Kula nate dolan dhatng palabuhan Surabaya, ing ngriku mirng tmbung: dhrodhog, kajngipun: droogdok tiyang nglampahakn baita mungl: trt, kajngipun: achteruit tmbungipun tiyang tani: ms (mest).pandhe: mur, skorup, tang, amr, dri.saradhadhu: mangkir, patroli, kmandhah, angkil.sayang: disodhr (dipatri).tukang batu: stgr, pandhmn, plstr.grji: mal, nat.kusir: bong, lis, ngas.pulisi: rundha, pross prbal, relas, rpot, dibslah.priyantun: stor, bnum, diskors, mindring, dipun dhp.murid: pri, ls, dirs, kursus, surtipikat.Ing sarhning bngsa Walandi wontnipun ing ngriki punika ngrhakn, mila inggih kathah pranatan-pranatan ingkang anjalari rumasukipun tmbung Walandi ing basa Jawi.Sarng dumugi ing abad 18 tiyang Jawi sawg sami purun marsudi babad saha kasusastran malih. Nanging ing salbtipun sawatawis abad ingkang kapngkr sampun kkathahn llampahan ingkang botn kasumrpan, kkantunaning srat-srat kina sampun kabangun dening ttiyang Islam.Kala jamanipun swargi K.G.P.A.A. Mangkunagara IV inggih punika ing taun 1811(?)1881, ing tanah Jawi kathah ingkang marsudi kasusastran Jawi, kados ta: panjnngan dalm kangjng gusti piyambak, tuwan Wintr, Radn Ngabi Rnggawarsita.Saking dangunipun tiyang Jawi kaprentah ing bngsa Walandi, botn nama anh bilih tiyang Jawi, langkung malih ing kitha-kitha, tuwin ingkang ssrawungan kalihan Walandi, basanipun Jawi risak. Mnggah sabab ingkang agng piyambak inggih punika wontnipun pamulangan Walandi tuwin H.I.S.Wiwit taun 1907, tiyang Jawi ngudi sangt supados anakipun sagda angsal piwulang basa Wlandi. Saya lami saya kathah cacahipun pamulangan ingkang mawi wulangan basa Wlandi. Kala taun 1915 pamulangan ngka I dipun dadosakn H.I.S. ing ngriku wancinipun pasinaon kathah ingkang kangge sinau basa Wlandi. Mnggah wontnipun wulangan basa Wlandi punika migunani sangt tumrap bngsa Jawi, prlu kangge nyinau kawruh kilenan. Milanipun makatn, awit buku-buku ingkang isi kawruh punika, basanipun basa Wlandi, kados ta: kawruh bab kadhoktran, nglmu alam, nglmu pamisah, nglmu ttann, nglmu bumi tuwin sapanunggilanipun. Ing sarhning pangudi dhatng basa Walandi punika prlu sangt, mila inggih botn mokal manawi para mudha Jawi rmbagan kalihan knca-kancanipun Jawi, ngangge basa Wlandi, prlunipun kangge nglanyahakn. Mnggah nyatanipun sapunika wohipun pamulangan H.I.S pancn sae, murid-murid wdalan H.I.S. kathah ingkang sami katampn ing Mulo dene kasagdanipun bab basa Wlandi inggih sagd nandhingi murid-murid wdalan pamulangan Walandi. Ananging kauningana, saking adrngipun ngudi basa Wlandi, ngantos botn ngngti basanipun piyambak. Wontn ing pamulangan H.I.S. basa Jawi dipun splkakn sangt. Dene wontnipun nyplkakn wau nalaripun warni-warni:1. Cacahipun jam wulangan basa Jawi ing salbtipun saminggu sakdhik sangt, dados kenging dipun wastani wulangan Jawi namung kala-kala.2. Aosipun wulangan basa Jawi kirang, upaminipun wontn murid ingkang bijinipun Jawi angsal 4, Wlandi 6, lare wau sagd minggah, kosok wangsulipun bijn Jawi angsal 8, Wlandi 4 lare wau botn minggah.3. Wontn ing griya. Wontn tiyang spuhipun lare ingkang mnging anakipun sinau basa Jawi, kapurih sinau basa Wlandi kemawon, awit punika ingkang prlu.Mnggah pamanggih kula iba saenipun wohing H.I.S. bilih murid wdalan klas 7 kasagdanipun basa Wlandi ttp kados wontnipun ing sapunika, nanging kasagdanipun bab basa Jawi langkung katimbang sapunika. Sampun ngantos anglnggahi bbasan amburu ucng kelangan dlg.Saking dayanipun basa Wlandi wontnipun basa Jawi sapunika mmlas sangt, tmbung-tmbung Wlandi kathah ingkang dipun ngge ing basa Jawi, malah wontn ingkang dipun rimbag, dipun atr-atri utawi dipun panambangi, kados ta:Tmbung stort dados: nytor, distor.Tmbung verlof dados: prlopa, diprlopake.Tmbung voorschot dados dakprskotane.Dhapukaning ukara kathah ingkang cengkok Walandi, kados ta:Lmari iku digawe saka kayu, lrsipun: lmari iku sing digawe kayu.Kanggone aku ora mupakat, lrsipun: yn aku ora rujuk.Iki dluwang kanggo aku, ya. Lrsipun: dluwang iki dakpke, ya.Sapunika Suta sampun botn dados priyantun malih, lrsipun: sapunika Suta sampun botn dados priyantun.Glang iki dudu mas, nanging salaka, lrsipun: glang iki dudu mas, salaka.Dalah nama-namanipun nagari inggih tumut nyengkok Walandi, upaminipun:Solo, lrsipun Sala.Jukja, lrsipun: Ngayogya.Prhangr, lrsipun: Priyangan.Sribon (Cheribon) lrsipun: Cirbon (Crbon). Langkung malih panyratipun basa Jawi ngangge aksara Jawi, wah, mmlas sangt.Margi saking dayanipun basa Walandi, kathah kemawon tiyang, manawi kpanggih kawanuhanipun badhe nanduki basa Jawi punika ing pangraosipun tka botn sakeca, sajak kirang brgas, mila inggih lajng tabikan saha rmbagan ngangge basa Wlandi.Wontn ing H.I.S. kula angsal sbutan mnir, sanadyan kula pinuju mulang basa Jawi, ewasamantn murid-murid basanipun dhatng kula ingkang adhakan ngangge tmbung mnir. Mnggah sbutan mnir wau botn sapintna anggnipun anggujngakn, awit ing pamulangan H.I.S. punika wontn gurunipun Walandi, dados botn nyalnh manawi murid lajng kpatuh ngundang guru Jawi ngangge tmbung: mnir. Wangsul wontn ing sajawining pamulangan, tiyang ngangge tmbung: mnir punika pancnipun kirang mathuk. Asring kemawon kula mirng tiyang wicantn: mnir mas bi kok wis lawas ora mrene. Wontn malih tiyang ngundang ngangge tmbung mnir jalaran lumuh, badhe nmbungi: dhi, kuwatos manawi pinggt manahipun, badhe ngangmas makatn ugi, mila inggih lajng ngangge tmbung: mnir, upaminipun: mnir Jaya mangke dalu punapa mriksani bioscoop.Sapunika kula badhe ngaturakn tuladha basanipun murid:Ha: Ayo sh mngko nyang bioskup.Na: Ah, ngrasakne ambioskup.Ha: Geneya ta, wong malm Minggu wae, kok.Na: Malma Minggu kae, wong suk mbn proefwerk jare.Ha: O, dadi kowe arp blokn, ngono.Na: La, marine, wong dhk rptisi sing dhisik natirkndhku vier jare. Nk spisan iki vier manh rak, beroerd aku. Iya jij wis aym, biyn wis olh zeven.Ha: Ya wis ta, blokna, aku daknonton dhewe. Wah yamr, lo, sh, nk bngi iki ora nonton filme bagus kok.Wontn malih tuladhanipun basa Jawi nyengkok Walandi, inggih punika:1 Ing srat kintunan, titimangsanipun kasrat ing nginggil, manawi cara Jawi lugu wontn ing ngandhap.2. Yn nyrat drng rampung, mngka sarai sampun kbak, ing ngandhap lajng dipun srati z.o.z.Tmbung-tmbung Wlandi ingkang mangsuk ing basa Jawi upaminipun:Handdoek - andhukspoor - sporklerk - klrkcursus - kursuscontant - kontankliniek - klinikconducteur - kondhkturchef - spTuwin sapanunggilanipun.Nalika pamulangan H.I.S taksih dados pamulangan Jawi ngka 1 ing sangt kula dipun wulang tmbang. Milanipun kala rumiyin manawi wontn ing pajagongan inggih lms, upaminipun pinuju gadhah daml utawi jagongan bayi lajng wontn ingkang maos, prlunipun kangge cagak lk, tur inggih sakeca dipun mirngakn. Sarng pamulangan ngka I dados H.I.S wulangan tmbang lajng mundur, ngantos wontnipun sapunika botn dipun wulang babarpisan, dipun santuni mnyanyi lagu Walandi, awit wontn prlunipun kangge anggampilakn anggnipun sinau basa Walandi. Saking agnging dayanipun basa Walandi wau, para mudha sami krmnn dhatng lagu Walandi, ngantos botn ngopni tmbangipun piyambak. Lah punapa katmahanipun ingkang makatn wau. Manawi wontn pajagongan lajng kndl, badhe nmbang botn sagd, badhe mnyanyi botn limrah, lajng kpksa nypng krtu, sanadyan punika dados awisanipun nagari utawi agami, ewasamantn inggih dipun trak. Margi saking agnging dayanipun basa Walandi, rumasukipun ngantos sumrambah ing dhusun-dhusun. Manawi kula mirngakn lare dhusun mnyanyi utawi singsot, punika lagunipun tka inggih lagu ngamnca.Basa Mlayu punika dayanipun ugi agng tumrap basa Jawi. Ukara Jawi kathah ingkang cengkok Mlayu. Tmbung-tmbung Mlayu ingkang kangge ing basa Jawi inggih botn sakdhik, kados ta: kamar obat, rumah sakit, kamar bolah, rumah makan, main mata, main, habis bulan, mangsak-mangsak, sampe, pukul, kmbang api, tuwin sans-sansipun.Dados sampun ttela bilih basa Jawi punika sampun botn lugu, kathah momoranipun. Sapunika kula badhe ngaturakn kidungan ingkang amot dayanipun basa ngamnca, lagunipun Wien Neerlands Bloed.- Sarjuning tyas saha atur/ wilujng paduka/ rawuh wontn bawah ulun/ Karangpandhan nami/ langkung ing sukur kawula/ paduka tumdhak bgja kamayangan/ saksat katamuan dewa/ dewa kang linangkung//Kidung punika lagunipun lagu Walandi, ttmbunganipun Jawi, isinipun amot ppindhan Hindhu, inggih punika kadospundi bingahipun tiyang manawi katamuan dewa.Kala wau basa Jawi punika kula upamkakn tiyang lumampah ing tanah pardn. Smunipun sapunika badhe wiwit minggah, katndha saking kathahipun pakmpalan ingkang ngudi ngajngakn basa Jawi, kados ta: Java Instituut, Mardibasa Volkslectuur. Wontn malih parentah badhe yasa A.M.S. Oostersch kl. Afd. Wontn ing Surakarta. Ing sarhning sampun ttela bilih basa Jawi wiwit gumregah, kados botn wontn awonipun manawi para mudha Jawi sami karsa urun tuwak supados mumbulipun basa Jawi sagda inggil, botnipun nyamni jaman Rnggawarsitan, inggih namung sagda mmpr kemawon.Kursus guru basa ing WltphrdhnSastraiswaya

ngka: 1, Januari 1926. Taun V.5. Tmbung-tmbung Mnca ingkang Lumbt dhatng Basa JawiBasa ingkang tuln utawi murni, punika bokmanawi ing jaman sapunika botn wontn, dene sabab-sababipun kabkta saking sarawunganipun bngsa sami bngsa, saya alus kasusilanipun, sangsaya kathah basanipun mnca ingkang dipun angge. Anggnipun purun ngangge basa mnca, punika botn gadhah niyat badhe ngrisak basanipun piyambak, saking anggnipun ngajngi dhatng tgsipun tmbung mnca wau. Mngka basanipun piyambak ingkang ngplki tgsipun satmbung sami satmbung botn wontn, punapa malih manawi ingkang wujud tmbung aran, mngka ing tanahipun piyambak barang wau botn wontn, sampun tamtu inggih lajng dipun angge makatn kemawon, ewaha dstun inggih namung pakcapanipun, kakcapakn cara basanipun piyambak, makatn wau sampun nama limrah, amila manawi basa Jawi badhe dipun rsikakn yktos, botn purun ngangge basa mnca ingkang angajawi (mangsuk Jawi) rumaos kula tanpa daml, tiwas rkaos, patuwasipun botn wontn, punapa badhe botn sarawungan kalihan bngsa sans, botn sagd. Pamanah kula: prayogi tmbung-tmbung mnca ingkang lumbt dhatng basa Jawi punika inggih dipun angge, botn susah dipun pados-padosakn cara Jawinipun manawi pancn botn wontn, ananging kdaling pakcapanipun kemawon kdah dipun turutakn pakcapanipun bngsa Jawi, rimbagipun inggih rimbag Jawi.Rumiyin bngsa Walandi inggih sampun nate daml ada-ada badhe ngrsikakn basanipun, mawi nyarawalandkakn tmbung: Prancis, Jrman, Inggris, Spanyol, ingkang sami kangge ing basa Walandi, upaminipun Ingenieur punika tmbung Prancis, tgsipun tiyang pintr, badhe kacarawalandkakn, Vernufteling, skrtaris (secretaris) juru srat wados, badhe kacarawalandkakn Geheimeschrijver, botn sagd, malah dados ggujngan, dados ada-ada makatn wau cabar, ihtiyaripun tanpa dados, sapriki lstantun ngangge tmbung-tmbung mnca, namung pakcapan sarta pangrimbagipun inggih kacara Walandi, dene yn tmbung ingkang kangge ing babagan kawruh panyratipun sami kalstantunakn, kados ta: Monopolie, Theologie, makatn ugi ing basa Jawi, manawi tmbung mnca wau kamanah parlu, panyratipun kalstantunakn, inggih kasrat kados salugunipun, namung pakcapanipun kemawon ingkang kacara Jawi, kados ta: amtnar (ambtenaar) bstir (bestuur) obrus (overste) sapanunggilanipun.Tgsipun tmbung mnca ingkang sami kangge ing basa Jawi punika prlu sangt dipun sumrpi, jalaran kathah kemawon tiyang ingkang angcapakn tmbung mnca botn ngrumaosi ngangge tmbung mnca, kaanggp inggih tmbungipun piyambak kemawon.Anggnipun ttiyang kathah sami nglnym kemawon bilih ngcapakn tmbung mnca punika dede lpatipun ingkang ngangge, namung saking botn wontn ingkang nrang-nrangakn, utawi anggnipun ult-ultan kalihan basa Jawi sampun rumasuk, kados ta: anglo, punika jbul tmbung Cina, bngsa Cina mastani ang lo. Tahu, punika inggih tmbung Cina malih, bngsa Cina mastani takwe. Wontn malih ingkang cariyos, bilih tmbung bothekan, punika asalipun saking tmbung apotheek. Wallahualam, ail, punika tmbung Arab. Trkadhang malah wontn tmbung mnca, sarng kaangge ing basa Jawi tgsipun lajng gsh kalihan waunipun, gshipun wau botn saya wiyar lrgipun, malah kosokwangsul, inggih punika saya wadhag, kados ta: napsu, tmbung Arab, tgsipun kaniyatan ingkang anggayuh dhatng barang-barang, wusana sarng dados tmbung Jawi namung tgs: muring. Wontn malih tmbung: sabar, tgsipun wiyar sangt: btah, santosa, mngku, momot, sarh, mantp, ttp, bokmanawi taksih malih. Ananging sarng kaangge wontn ing basa Jawi, adhakanipun inggih namung atgs: narimah. Wontn malih tmbung: arta, punika tmbung Sanskrit, tgsipun: wajib ngupados pangupajiwa, gampilipun inggih barang kadonyan, ingkang kenging kadaml nyampti gsang cara donya, dene wujudipun kados ta: ttann, nnukang utawi yyasan, kagunan, kalangkungan, kaurmatan, tuwin sans-sansipun, wusana sarng dados basa Jawi, namung atgs sabab inggih punika: yatra (rdana, dhusun), wontn malih tmbung: adi, tmbung Sangskrit, tgsipun: ingkang kawitan, ingkang rumiyin piyambak, ingkang minulya, wusana sarng dados tmbung Jawi limrahipun namung atgs: sae. Taksih kathah malih panunggilanipun.Amila prlu sangt wiwit sapunika tmbung-tmbung mnca wau sami dipun pilihi, dipun dadosakn sabuku piyambak. Wiwit rumiyin mila pancn drng wontn pngtan tmbung mnca ingkang kangge ing basa Jawi. Tmbung-tmbung ingkang sampun kadangon mangsuk Jawi, inggih dhasar angl panglacakipun, tidha-tidha anggnipun badhe mastani, punapa punika tmbung Jawi punapa dede.Nalika jaman tiyang Indhu angajawi ambkta tmbung Sangskrit, bbktanipun Srat Mahabarata, Ramayana, Wedha-wedha, sami kasrat ing sastra saha basa Sangskrit. Para sarjana sujana Jawi jaman samantn kasupn botn karsa daml buku cathtan bab tmbung Sangskrit, malah tmbung Sangskrit mangsukipun Jawi kados dipun sokakn, carub dados satunggal, sapunika kecalan lari. Punapa basa Jawi punika waunipun wontn piyambak, punapa pancn malihanipun basa Sangskrit dados Kawi (Jawi Kina), Kawi lajng malih dados Jawi sapunika punika, punika kula sumanggakakn dhatng para linangkung. Namung wujudipun sapunika basa Jawi Kawi ingkang lrsipun kawastanan Jawi Kina punika dlgipun kathah sangt ingkang sami kapanggih wontn ing basa Sanskrit, ngantos nama-namanipun sadaya tiyang Jawi mh sadaya sagd kapanggih wontn ing basa Kawi utawi Sangskrit. Sapunika kadospundi anggnipun badhe mngti pundi Jawinipun, pundi Sangskritipun. Mila prayoginipun basa Kawi saha Sangskrit punika botn kalbtakn ing pngtan tmbung mnca, dados kadhaku. Ewadene kula inggih nyumanggakakn dhatng para linangkung malih.Ing nalika bngsa Jawi kadhatngan bngsa Cina, sakawit msthinipun llayanan bab dagangan, basa Jawi inggih kalbtan tmbung Cina, ewadene para sarjana sujana jaman samantn inggih botn karsa daml pngtan tmbung Cina. Mngka kaangge sarawungan padintnan. Kathah kemawon tiyang Jawi ingkang anggumujngakn bilih mastani barang ingkang saking Cina, upaminipun: bakmi, bak, tgsipun ulam babi, mi, inggih: mi. Dados kajngipun, olah-olahan mi ingkang mawi ulam babi. Ananging tiyang Jawi kathah ingkang mungl: aku gawkna: bakmi, ora nganggo iwak babi. Utawi dipun wastani: bakmi Jawa. Wontn malih bngsa ngabotohan: cap ji ki, utawi cap ji kya. Cap= sadasa, ji= kalih, ki= krtos. Kajngipun, dolanan mawi krtos kalih wlas. Tiyang Jawi asring wontn ingkang mungl: ayo, cap ji kya nganggo krtu nm bae.Ing nalika bngsa Jawi kadhatngan bngsa Arab, ambkta basa Arab, srat-srat kasrat cara Arab, lumbtipun tmbung Arab dhatng basa Jawi kados dipun byukakn, kabkta saking nyarngi tumangkaripun agami Islam, ingkang dipun angge nrang-nrangakn tmbungipun Arab. Nanging para sarjana sujana jaman samantn inggih kasupn malih, botn daml cathtan tmbung wau. Bgja dene sapunika sampun ragi kathah para sarjana sujana ingkang ngrtos ing tmbung Arab, dados ragi mayar anggnipun daml pngtan.Makatn ugi ing nalika bngsa Jawi sarawungan kalihan bngsa Portgis, Spanyol, Inggris, inggih botn daml cathtan bab tmbung-tmbung mnca wau, mngka basa-basa wau sapunikanipun sampun sami botn mkar wontn ing tanah Jawi, tamtu rkaos anggnipun naliti tmbungipun ingkang lumbt ing basa Jawi, bokmanawi sarjana Jawi ingkang ngrtos ing basa wau inggih botn kathah.Hla, sapunika jamanipun bngsa Jawi sarawungan kalihan bngsa Walandi, inggih jaman sawg mkr-mkaripun basa Walandi wontn ing tanah Indhia, inggih jamanipun bngsa Indhia sawg sami ngangsu kawruh Eropah, ngangge cidhuk basa Walandi (ing tanah Indhu cidhukipun basa Inggris), punapa inggih para sarjana sujana Jawi ingkang mnangi rame-ramenipun basa Walandi wontn ing tanah Jawi, badhe kasupn malih daml pngtan, msakakn bngsa Jawi ing tmbe wingking, mindhak cnunukan kados bngsa Jawi sapunika dhatng tmbung mnca ingkang sampun-sampun, mumpung sami ngalami luhuripun basa Walandi. Mh sabn wontn tiyang ginman katrocoban tmbung Walandi, punika anggnipun mngti langkung gampil tinimbang ingkang sampun kapngkr.Ringksing atur pamrayogi kula, namung kdah ngajngi dhatng tmbung-tmbung mnca, nanging kdah dipun ngrtosi tgsipun ingkang salugu. Dene pakcapanipun, kdah manut kdaling pakcapan Jawi, namung panyratipun bilih parlu kdah dipun lugokakn, dene ingkang utami malih punika inggih kdah daml bausastranipun tmbung mnca, ananging kdah alon-alonan, awit pandamlan ingkang rkaos, sabab ingkang kajibah anggarap kdah para ahli basa sayktos, apsipun kdah mumpuni kalih utawi tigang basa (basa kilenan saha wetanan) punapa malih botn namung priyantun satunggal kalih, taksih kawratn, sakdhikipun ingkang anggarap punika manut cacahipun basa ingkang lumbt ing basa Jawi, sarta inggih ingkang putus dhatng basa ingkang badhe kagarap, botn ckap namung katrangakn candhela, punika tmbung: Portgis. Pakcapanipun kadospundi, panyratipun ingkang lugu kadospundi, sarta tgsipun ingkang sayktos kadospundi. Salajngipun anggnipun ngabsahakn kasarngakn konggrs basa Jawi.Puwungan sawontnipun, dipun cicil, sapintn angsalipun prayogi kapacaka wontn ing Pusaka Jawi, sabn mdal dipun wwahi, ing benjing konggrs ingkang ntpakn, pundi ingkang kasahakn, pundi ingkang botn.Kangge ancr-ancr, tmbung-tmbung mnca ingkang lumbt ing basa Jawi punika, kajawi tmbung Kawi kalihan Sangskrit, inggih punika:Tmbung CinaTmbung ArabTmbung PortgisTmbung SpanyolTmbung Inggris.Tmbung Walandi.Bokmanawi taksih wontn malih. Dene ngrmbakanipun tmbung-tmbung mnca wau nggn-nggenan utawi golong-golongan, miturut prlunipun, upaminipun: sabn-sabn angrmbag bab kawruh batos, tmtu kathah sangt tmbungipun Arab. Sabn-sabn ngrmbag babagan praja, tmtu kathah tmbungipun Walandi, makatn sasaminipun.Kajawi makatn, wontn malih golong-golonganing tmbung mnca ingkang panganggenipun nggn-nggenan, kados ta: ing tangsi, ing skolahan, ing pkn (padagangan), ing kawruh patukangan, ing pabrik, ing kontrakan, ing kaprajan, ing bngsa olah-olahan, ing bngsa pangangge saha ing kantor-kantoran. Sadaya wau sami ngangge tmbung-tmbung mnca ingkang gathukipun mathuk kalihan pandamlan ngriku. Dados sintn para sarjana ingkang karsa daml urun-urun utawi panjurung paring tmbung-tmbung mnca, lajng gampil dening mawi ancr-ancr golong-golongan wau.Pun, Sastrawirya6. Busananing BasaIngkang kula wastani busananing basa punika ttmbungan utawi ukara, limrahipun namung dados rrngganing basa kemawon, inggih punika ingkang ing basa Walandi dipun wastani beeldspraak.Sayktosipun beeldspraak kula jarwani busananing basa punika botn lrs tmbungipun (beeld tgsipun: gambar, spraak: ucap-ucapan), nanging manawi angngti kanggenipun ing basa Jawi, kados sampun mathuk kawastanan: busananing basa, utawi: rrngganing basa.Tmbung Walandi beeldspraak punika saking tmbung beeld tuwin spraak.Spraak jarwanipun: ucap-ucapanbeeld jarwanipun gambar. Gambar ing ngriku kajngipun gambar ucap-ucapan sarana ttmbungan, upami:Tiyang ingkang rmn suka pangapuntn, dipun wastani: jmbar manahipun, jmbaring manah kagambar kados sagantn, lajng wontn ttmbungan: mugi karsaa anjmbarakn sagantn pangapuntn (anglubrakn sagantn pangapuntn, utawi samodra pangaksama).Tiyang nynyngga barang awrat, botn sagd sasakecanipun kemawon, kdah ngatos-atos, botn kenging mirang-miring. Mila pandamlan, ttangglan, ssanggn, ingkang botn kenging ginagampil, sans ban-ban, punika katmbungakn: botn kenging sinngga miring.Bingah tuwin susah kagambar kados sandhangan, inggih punika slendhang ing ukara: bubuhaning manungsa kaslendhangan bungah lawan susah.Ukara-ukara ingkang makatn wau, ing basa Jawi kawastanan ukara sagd anjogd. Ing ngandhap punika panunggilanipun ukara ingkang sagd anjogd, pthikan saking srat Pustaka Rajapurwa:Miyarsa pawartos ppknan (bbaratan) saking asranging samirana, asraking ampuhan, lpasing gundhala, bbasan: tutur klantur, pawartos katular, ujar pinajarakn janma, tgsipun: mirng pawartos ingkang drng kenging pinitados,Dlap kawula mugi kalilana anuwila gnda, tmbung ngawu-ngawu, lpata ing saru ssiku, dene kamipurun rumngkuh angrakt krama raka dhatng paduka. Sayktosipun kawula punika, tbih-tbih inggih taksih kantnan prnahipun, lamat-lamat inggih taksih katingal kukusipun, kentar-kentaring maruta, inggih taksih mambt gandanipun (taksih kantnan ttalripun).Tgsipun: nyuwun pangapuntn dene kamipurun nybut raka, sastunipun taksih sadhrk, sanajan sampun tbih.Mnggah tiyang nglairakn krntging manahipun, pikajnganipun utawi raosing manah, wontna ing pawicantnan, wontna ing srat, sasagd-sagd masthi murih ctha, tth, luws, manis, urut, botn wor suh. Awit saking punika pamilihing tmbung-tmbung kdah patitis, kdah runtut, mapan utawi lnggah, utaminipun rsik.Kajawi makatn, ingkang bsus ing sastra ugi mawi ttmbungan utawi ukara minngka rrnggan, supados sakeca tuwin nngsmakn dhatng ingkang sami midhangt, ttmbungan punika ingkang kula wastani: busananing basa.Busananing basa punika wontn pintn-pintn warni, wontn ingkang kangge ing pawicantnan padintnan, wontn ingkang namung kangge ing srat-srat, tuwin wontn ingkang kangge ing padhalangan.Ing kawruh kasusastran basa Walandi beeldspraak kabedakakn dados kawan warni, inggih punika:I. VergelijkingII. MetaphoorIII. PersoonsverbeeldingIV. AllegorieBeda-bedanipun makatn:I. Busananing basa ingkang kawastanan Vergelijking (ppindhan)Punika ttmbungan utawi ukara, ingkang nybutakn punapa-punapa, mawi dipun samkakn utawi katandhing kalihan sansipun, limrahipun mawi tmbung: kaya, kadya, kados, lir, lan sapanunggilanipun. Kajngipun ingkang ngangge ttmbungan wau tarkadhang namung mwahi katrangan, tarkadhang kangge nyangtakn, tarkadhang namung kangge rrngganing basa kemawon.Ppindhan ingkang ngangge pawicantnan padintnan kados ta:Dljag-dljag kaya ajudan.Irnge kaya minangsi.Anggpe kaya priyayi.Kcute kaya asm.Paite kaya bratawali.Lgine kaya gula.Ambune kaya bathang.Jrone kaya sagara.Padhange kaya awan.Abange kaya dubang.Akhe kaya smut.Anggone turu kaya bathang.Ppindhan wontn ingkang dados paribasan, upami:Car-cor kaya wong kurang janganan - cblang-cblung.Kaya klinthing disampar kucing - juwh.Kaya kthk ditulup - lingak-linguk.Kaya mimi lan mintuna - botn pisah.Knthang-knthang kaya randhaning bupati - botn pajng semah malih.Dikmpit kaya wade - dipun pilala.Bungahe kaya wong nunggang jaran bg-ebegan - tanpa taha-taha.Ppindhan-ppindhan ingkang kasbut ing nginggil wau sami ngangge tmbung: kaya, botn sadaya ppindhan makatn, wontn ugi ingkang tanpa tmbung: kaya, nanging mawi swara irung, kados ta:Andami aking, tgsipun: kados dami aking, panunggilanipun kados ta:Ambanyu mili.Ambata rubuh.Nyela cndhani.Andamar kanginan.Nawon kmit.Ngombak banyu.Ppindhan ingkang kangge ing srat-sratIng srat-srat kathah ppindhan, ing pawicantnan botn nate kangge. Kajngipun ppindhan wau wontn ingkang mwahi cthanipun ingkang dipun cariyosakn, dados katingal gawang-gawangan, wontn ingkang kangge nyangtakn. Dene limrahipun dados rrngganing basa. Awit saking punika srat-srat ingkang kathah ppindhanipun, inggih punika srat waosanipun tiyang spuh, langkung malih srat-srat ingkang mawi skar.Ing ngandhap punika ppindhan-ppindhan, ingkang asring kangge ing srat-srat gancaran, tuwin ing srat ingkang mawi skar:Wutahing wadyabala kadya trunaning udaya, (kadya samodra kinbur).Kang putih kumpul padha putih kaya kuntul nba, kang abang kumpul padha abang kaya gunung kobar, (kaya kmbang palas), kang irng kumpul padha irng kaya dhandhang rraton, kang kuning kumpul padha kuning kaya kapodhang rraton.Ingkang seta kadi kuntul sakthi lumrang.Ingkang abrit, kadi wana katunu.Busana manekawarna kadya skar ing udyana.Tanagane kaya wong mndm gnje.Suraking bala kaya ampuhan.Awake anddl kaya diububi.Raosing manah kados kasiram ing toya sawindu.Bkose lir sima lodra mngsa bbayangan.Polahe kaya manuk sikatan.Kaya wangan mungsuh sagara.Pangamuke kaya sima arbut daging (kaya banthng ktaton).Angkuhe kaya kumndur angajawa.Kaya Kamajaya lan Ratih.Psating mimis kaya lintang ngalih, (kaya udan gni).Ptng kukusing obat kaya thathit sarawungan.Bungahe kaya nmu intn sagunung.Gumuruh wadya wurahan lir kocaking samodra rob (lir hrnawa bntar)Khing janma maldug lir gunung kapuk.Ngalumpruk lir kapuk.Budine lir mnyan kobar.Paguting tingal gapyuk lir kupu atarung.Tandange kaya gajah mta (kaya jangkrik mambu kili).Polahe kaya prnjak tinaji.Pangungrume kaya brmara ngisp sari.Khing wadyabala ambalabar lir samodra tanpa tpi.Gumuruh swaraning gubar lan bri kadya amblahna langit.Khing ppati kaya babadan pacing.Para putri sirp kabh kaya iwak tinuba.Prigle kaya kdhali nyampar banyu.Muyging ron-ronan kados rrngganing glung.Sumbare kaya bisa mutungna wsi glign.Gilape kaya nyurmna soroting srngenge.Snggake ngdhasih.Ombake ngmbang glagah.Gthinge tandhs ing balung.7. Ppindhan ingkang Kangge ing PadhalanganIng padhalangan kathah sangt ppindhan-ppindhan, ingkang namung dados rrngganing basa. Tmbung-tmbungipun sans tmbung limrah, kapilih ingkang pni utawi Kawi, kados ta:Duka katmbungakn makatn: lir sinbit talingane, jaja bang mawinga-winga (asumung-sumung, lir sincang, lir wora-wari), kadya bl mtu dahana, sarira mangutug kadya agni, netra andik mangondar-andir, kumdut padoning lathi, kang idp mangada-ada.Kula nuwun sinuhun, wontn ing jawi guguping manah kula kados tinubruk ing mong tuna, sinambr ing glap lpat, upami kambngan salmba pinanjr ing alun-alun, saklangkung kumjot kumitir caruk awor rumaras. Sarng sampun wontn ngabyantara dalm, botn anggadhahi manah ingkang kumarasan.Kinndha, ya ta sri narendra ingkang kondur ngadhaton, kndl wontn palataran ing Srimanganti, amngkrakn warana, angajngakn regol dana pratala, sri narendra sarwi ningali rrngganing gapura, pucak sinungan kumala sawohing jnggi agnge, inbing gapura gdhah tinulis Sang Hyang Kama Ratih, yn mnga kadi bedhang smayan, yn minb kadi pangantn kapanggih.Kinndha sirping gara-gara, ana mas tiba saka ing wiyati, yn masa mas kepon, yn slakaa slaka clng. Sintn ta ingkang mlik-mlik kadya dhingklik, mncorong kadya gnthong, ora maido tejane bandarane, iya Kyai Lurah Smar.Lampah dhadhap anoraga ngrpph kadya sata mriymbada.Dhasar satriya bagus, rinngga ing busana, sasat Sang Hyang Asmara angejawantah.Wanodya ndhng diwasa ayu warnane, rinngga ing busana, amimbuhi raras aruming netya kadi murca kindhpna.Pranyata sri narendra sirna kamanungsane, sasat Sang Hyang Brama angejawantah, rp sidhm ing pasewakan, tan ana bawane walang alisik, sanadyan ggodhongan tan wontn ebah, kenging pangaribawaning narendra, namung swaraning pandhe, gndhing kmasan, ingkang sami taksih nambut karya, imbal ngaras yayah pradngga.CndraIng basa Jawi wontn ppindhan ingkang dipun wastani: cndra, punika ugi ttmbungan utawi ukara, ingkang nybutakn punapa-punapa, kasamkakn barang sansipun, limrahipun namung wontn ing gagasan kemawon.Ingkang dipun cndra limrahipun:1. Tiyang ingkang sae ing warni.2. Kawontnan (natuur).1. Candraning tiyang, punika ppiritaning warni.Ha. Cndra ingkang ngangge tmbung: kaya, lir, lan sans-sansipun, kados ta:Cahyane nglayung kaya rmbulan.Rurus kang sarira kadi ingongotan.Wadana kadya binubud.Kadya gambar wwangunan.Wns ijo kang sarira kadya kancana sinangling.Wajanya lir mirah sinundukan.Sinome lir lunging pakis kabaratan.Untune rata putih lir ombaking warih.Kang cahya lir basanta.Na. Cndra ingkang tanpa tmbung: kaya, kadya, lan sans-sansipun, kados ta:Kuninge nmu giring.Pundhake nraju mas.Bathuke nyela cndhani.Athi-athi ngudhup turi.Rambute ngmbang bakung.Rambute ngandhan-andhan.Untune miji timun.Pipine andurn sajuring.Lambene anggula satmplik.Lngne anggandhewa gadhing.Lngne anggandhewa pinnthang.Lembehane amblarak smpal.Ppindhan-ppindhan cndra-cndra ing nginggil wau sadaya botn kenging dipun ewahi (dipun anggit), kajawi makatn, manawi kamanah-manah mulabukanipun, utawi sababipun, asring botn sagd andungkap, upami:Bathuk sae kacndra: nyela cndhani. Punika kadospundi sababipun, dene kasamkakn kalihan sela cndhani, botn kasumrpan, punapa waradinipun, punapa lumripun. Makatn ugi cndra tuwin ppindhan sansipun, upami:Kaya wangan mungsuh sagara.Budine lir mnyan kobar.Paguting tingal gapyak lir kupu atarung.Pangungrume lir brmara ngisp sari.Pipine andurn sajuring.2. Candraning kawontnan (natuur)Punika limrahipun nyariyosakn punapa-punapa, sarana katmbungakn utawi kampr-mpr kados tiyang, kados ta:DhandhanggulaSsndhonan snggak-snggak atri / obahira camara ing arga / kadi kayungyun esthane / mring para surawadu / kayu manis singub kaksi / sinomira ngrmbaka / lngng esthanipun / lir ngngudang payudara / anambrama arum ingkang anyar prapti / gumlar ing wanawasa //Wiwaha Jarwa.Cndra ing nginggil punika wontn ppindhanipun: ebahing wit camara kados kasmaran, ron kados ngngudang payudara, kados ambagkakn para widadari.Pthikan saking Srat Bratayuda ckakan:Sakathahing kalangnan urut margi, ingkang dipun ambah Prabu Krsna, smunipun sami prihatos: ebahipun godhonging wit waringin smunipun kados tiyang jalr ksusahan, amargi kcuwan anggnipun badhe karon jiwa. Pucaking gapura mpripun kados ngajng-ajng enggale rawuhipun Prabu Krsna. Baunipun ing gapura kados badhe nymbah dhumatng ingkang rawuh. panging wit capaka sapinggiring margi katmpuh ing angin, smunipun kados astanipun Dwi Banowati, angawe-awe pitakn dhatng Prabu Krsna, punapa Radn Janaka andhrk. Swaraning ratanipun sang nata, sarta gbyaring ssotya rrngganipun, kados anyauri sarta ngujiwati ingkang pitakn, wondening sauripun: Si Janaka ora milu ngiring, isih kri ana ing Wiratha, kadang-kadange siji ora ana sing milu. pang kanginan mpripun kados tiyang mengo, botn kadugi ing wangsulan wau, awit Radn Janaka botn andhrk dhatng nagari Ngastina anjabl nagarinipun. Skar-skar ing margi mpripun kados badhe rntah ing jurang, wit-witan ingkang wontn pinggir margi katmpuh ing angin, godhongipun abosah-basih, smunipun kados tiyang prihatos, dene Pandhawa botn wontn tumutCandraning kawontnan wau kenging kaanggit.SanepaIng basa Jawi wontn ttmbungan ingkang kawastanan: sanepa, punika ugi ppindhan, nanging wontn bedanipun sawatawis, inggih punika nybutakn punapa-punapa, katandhing kalihan sansipun, nanging langkung saking ingkang dipun upamni, upami:sme pait kilang, sme katandhing kal