Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha
-
Upload
mandiri4ever -
Category
Documents
-
view
120 -
download
8
Transcript of Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha
BAB II
ISI
2.1 Sejarah Candi Borobudur
2.1.1 Sejarah Singkat Candi Borobudur
Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur
didirikan, demikian juga pendirinya. Prof. Dr. Soekmono menyebutkan bahwa
tulisan singkat yang dipahatkan di atas piguran-piguran relief kaki candi
(Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada
berbagai prasasti dari akhir abad VIII sampai awal abad IX. Dimana pada abad itu
di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut
agama Budha Mahayana.
Sebuah prasasti yang berasal dari abad IX yang diteliti oleh Prof. Dr. J.G.
Caspris, menyingkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut
memegang pemerintahan yaitu raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri
Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu raja Samaratungga berkuasa
mulailah dibangun candi yang bernama Bhumu Sam Bhara Budhara, yang dapat
ditapsirkan sebagai bukti peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh
tingkat Bodhisatwa. Kerena penyesuaian pada Bahasa Jawa, akhirnya Bhara
Budhara diganti menjadi Borobudur.
Dari tokoh Jacques Dumarcay seorang arsitek Perancis memperkirakan
bahwa Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu
pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa disamping pendirian Candi
5
6
Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada
saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer,
putra mahkota dibawa ke Indonesia (Jawa) dan setelah cukup dewasa
dikembalikan ke Kamboja, dan kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II
pada tahun 802 M. Para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan itu luar
biasa mengingat ibu kota kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis
pantai, sehingg untuk menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap
sepanjang 500 km.
Lebih lanjut Dumarcay merincikan bahwa Candi Borobudur dibangun
dalam 4 tahap dengan perkiraan sebagai berikut:
1) tahap I sekitar tahun 775;
2) tahap II sekitar tahun 790 (bersamaan dengan Kalasaan II, Lumbung I,
Sojiwan I);
3) tahap III sekitar tahun 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III,
Lumbung III, Sojiwan II);
4) tahap IV sekitar tahun 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi
Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan).
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur
merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya
Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah
ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan.
iii
7
Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat
mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi
Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.
2.1.2 Penemuan Kembali Candi Borobudur
Pada abad ke-18 Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik Jawa,
Babad Tanah Jawi. Pernah juga disebut dalam naskah lain yang menceritakan
seorang Pangeran Yogya yang mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur.
Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu ternyata tidak lenyap atau
hancur seluruhnya.
Pada masa pemerintahan Inggris yang singkat dibawah pimpinan Sir
Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, Candi Borobudur dibangkitkan dari
tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar
mengadakan penyelidikan. Cornelius yang mendapatkan tugas tersebut, kemudian
mengerahkan sekitar 200 penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan
batu yang memenuhi lorong disingkirkan dan ditimbun di sekitar candi,
sedangkan tanah yang menimbunnya dibuang di lereng bukit. Namun
pembersihan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara penuh, karena banyak
dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh.
Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama
sekali bangunannya, sehingga candinya nampak seluruhnya. Sepuluh tahun
kemudian stupa induknya sudah ada dalam keadaan terbongkar, lalu dibersihkan
pula bagian dalamnya, dan kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat
menikmati pemandangan.
iii
8
Tahun 1885 Ijzerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa
di belakang batu kaki candi terdapat kaki candi lain yang ternyata dihiasi dengan
pahatan-pahatan relief. Kaki Ijzerman terkenal dengan desas-desus relief misterius
yang menggambarkan teks Karmawibangga yaitu suatu teks Budhis yang
melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat bagi
perbuatan manusia. Tahun 1890 sampai 1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya
kemudian dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kambali.
2.2 Perkembangan Agama Budha di Indonesia
2.2.1 Sejarah Agama Budha
Agama Budha lahir di negara India, lebih tepatnya di wilayah Nepal
sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Budha
mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Budha Sidharta Gautama.
Dengan ini, agama Budha adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di
dunia. agama Budha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah
dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur
dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah
menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di
beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan,
dan lain-lain. Penciptanya ialah Sidhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama
Budha oleh pengikut-pengikutnya.
Setiap aliran Budha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama
karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Budha Gautama. Pengikut-
iii
9
pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku
yaitu Sutta Pitaka (kotbah-kotbah Sang Budha), Vinaya Pitaka (peraturan atau
tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Pitaka (ajaran hukum metafisika dan
psikologi).
2.2.2 Sejarah Masuknya Agama Budha ke Indonesia
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat tetapi
beralih ke jalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan
India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam
perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara
Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Budha ke
Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli
memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Budha ke Indonesia.
Sebagaimana dikemukakan oleh FD. K. Bosh hal ini menekankan peranan bangsa
Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Budha di Indonesia. Menurutnya
penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau
golongan terdidik terutama oleh golongan pendeta Budha atau para biksu, yang
menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang,
sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang
Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India.
Setelah kembali dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta,
iii
10
kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan
demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga
orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan
melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih
menunjukan ciri-ciri Indonesia.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya
Agama Budha ke Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa masuknya Agama
Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh
proses perdagangan.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang
disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha
masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha
yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga
(Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca
tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi.
Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India
Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).
2.2.3 Perkembangan Agama Budha di Indonesia
Agama Budha merupakan salah satu agama yang sejak lama telah dianut
oleh sebagian besar masyarakat Nusantara. Pada jaman Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit merupakan jaman keemasan bagi Agama Budha. Keberadaan Agama
Budha di Nusantara (Indonesia) dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-
iii
11
peninggalan sejarah berupa prasasti-prasasti dan bangunan-bangunan berupa
candi serta literatur-literatur asing khususnya yang berasal dari China.
Tradisi atau aliran Agama Budha yang dianut oleh masyarakat Nusantara
pada awalnya adalah non-Mahayana, namun untuk perkembangan selanjutnya
Mahayana dan Tantrayana menjadi lebih populer di masyarakat. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah yang memiliki nilah filsafat
Mahayana dan Tantrayana.
Dari peninggalan sejarah juga dapat dilihat bahwa telah terjadi sinkretisasi
antara agama Hindu-Shiva dengan Agama Budha Mahayana di Indonesia. Setelah
mengalami dua masa kejayaan, yaitu masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Majapahit, akhirnya Agama Budha di Indonesia mengalami kemunduran setelah
jatuhnya Kerajaan Majapahit.
Namun setelah melalui empat jaman, setelah 500 tahun kemudian
semenjak runtuhnya Kerajaan Mahapahit pada tahun 1478, Agama Budha mulai
bangkit kembali dari tidurnya. Perjalanan kebangkitan kembali dan perkembangan
Agama Budha yang dimulai pada jaman penjajahan hingga sekarang melalui jalan
yang berliku-liku. Berbagai permasalahan muncul silih berganti.
Pada jaman penjajahan, perkembangan Agama Budha menghadapi
kendala berupa minimnya tokoh-tokoh yang memahami Budha Dharma dan
menghadapi agresifitas para misionaris agama lain. Pada masa kemerdekaan dan
Orde Lama, perkembangan Agama Budha diwarnai oleh perbedaan pendapat dan
pandangan di kalangan pimpinan umat Budha sehingga menimbulkan gejolak di
sana-sini hingga didirikannya beragam organisasi Buddhis baru. Selain itu, sikap
iii
12
pemerintah yang belum mengakui Agama Budha sebagai agama resmi, telah
mempersempit gerak perkembangan Agama Budha. Namun pada masa ini lahirlah
Sangha Indonesia sebagai pengayom umat Budha.
Agama Budha menjadi salah satu agama yang resmi mewarnai
perkembangan Agama Budha pada era Orde Baru. Selain itu, terbentuknya Wadah
Tunggal WALUBI serta kemelut dalam organisasi juga terjadi pada masa ini.
Alih-alih mempersatukan seluruh umat Budha seluruh Indonesia, tidak begitu
lama, kehadiran WALUBI menimbulkan kemelut dan perpecahan dikalangan
umat Budha.yang disebabkan adanya prasangka, kesalahpahaman, serta
pemaksaan kepentingan pribadi dari beberapa oknum anggota pengurus
WALUBI.
Pembubaran WALUBI-Lama dan mendirikan WALUBI-Baru dengan
maksud mengubur permasalahan yang ada, nampaknya tidak memberikan dampak
yang baik. Meskipun demikian, terdapat sisi terang dari kemelut yang terjadi.
Setidaknya umat Budha akhirnya memiliki Lembaga Sangha yaitu KASI yang
dapat duduk sejajar dengan lembaga-lembaga ulama dalam agama lain.
Akhirnya, melalui sejarah, generasi muda Buddhis akan mengingat dan
mencatat bahwa dalam perkembangan Agama Budha di Indonesia, pernah terjadi
konflik-konflik yang terjadi dalam tubuh organisasi Agama Budha. Hal ini
merupakan sebuah peristiwa kelam yang terjadi dalam perkembangan Agama
Budha di Indonesia. Peristiwa kelam ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila
setiap anggota organisasi tidak mengedepankan dan menyalahgunakan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi. Generasi muda Buddhis juga diharapkan dapat
iii
13
mengedepankan kepentingan bersama, saling memahami serta selalu merujuk
pada Dharma dan Vinaya yang telah dibabarkan oleh Budha Gautama.
2.3 Candi Borobudur sebagai Tempat Agung bagi Umat Budha
Candi Borobudur merupakan candi Budha yang memiliki makna yang
sangat tinggi. Bagi umat Budha Candi Borobudur merupakan tempat agung atau
tempat suci. Keagungan Candi Borobudur tidak hanya terletak pada hasil yang
tampak saat ini, yaitu sebuah candi yang berdiri dengan gagah penuh dengan
relief yang indah, tetapi di balik kegagahan dan keindahannya, keagungan
Borobudur terletak pada filisofi yang mendasarinya dan mandala yang menjadi
dasar arsitekturnya yang mempunyai nilai dan makna yang sangat tinggi.
Kemegahan, keagungan, keindahan dan keunikan arsitektur Candi Borobudur
yang dibalut dengan nilai-nilai penting dari sisi agama telah memperkuat Candi
Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha.
Candi Borobudur telah menjadi simbol atas majunya peradaban Budha di
Indonesia khususnya di tanah Jawa, sekaligus sebagai candi agung terbesar di
dunia sebagai peninggalan budaya Budha. Candi Borobudur yang merupakan
sebuah Mandala Agung Tantrayana sungguh merupakan limpahan berkah dan
karunia kepada Umat Budha masa kini.
Candi Borobudur berfungsi sebagai tempat untuk pelaksanaan ritual bagi
umat Budha. Dilihat dari fungsi Candi Borobudur sebagai tempat suci atau tempat
ibadah bagi umat Budha dan dari sejarah yang dimiliki Candi Borobudur yang
mempunyai banyak makna yang sangat mendalam bagi umat Budha, maka umat
iii
14
Budha menganggap bahwa Candi Borobudur itu sebagai tempat agung bagi umat
Budha.
2.4 Alasan Candi Borobudur Dijadikan Tempat Agung Oleh Umat Budha
Umat Budha sering menyebut nama Candi Borobudur dengan sebutan
Candi Agung Borobudur. Fungsi utama dari Candi Borobudur salah satunya
adalah sebagai tempat ibadah atau tempat pemujaan bagi umat Budha.
Adapun alasan umat Budha menjadikan Candi Borobudur sebagai tempat
agung bagi umat Budha adalah sebagai berikut.
1) Candi Borobudur merupakan peninggalan nenek moyang penganut Agama
Budha di masa lalu, yang mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi dan
merupakan kebanggaan bagi umat Budha.
2) Candi Borobudur merupakan tempat ibadah bagi umat Budha. Sebagai fungsi
utama dari Candi Borobudur, maka Candi Borobudur pun berperan sebagai
tempat ibadah dan tempat suci bagi umat Budha.
3) Candi Borobudur merupakan tempat ziarah bagi umat Budha. Selain dari
pusat wisata kebudayaan, Candi Borobudur juga merupakan pusat ziarah bagi
umat Budha yang menarik banyak wisatawan Budha yang datang, baik dari
Indonesia maupun dari luar negeri.
4) Candi Borobudur merupakan tempat ritual keagamaan bagi umat Budha. Oleh
umat Budha, Candi Borobudur sering digunakan sebagai tempat untuk
melakukan upacara-upacara keagamaan/ritual-ritual keagamaan. Salah satunya
iii
15
adalah perayaan Hari Raya Waisak Nasional yang sering dilakukan di Candi
Borobudur.
5) Candi Borobudur merupakan simbol suci bagi umat Budha.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka umat Budha menjadikan Candi
Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha.
2.5 Candi Borobudur Sampai Sekarang Masih Dianggap sebagai Tempat
Agung Oleh Umat Budha
2.5.1 Candi Borobudur di Masa Lalu
Pada zaman dulu Candi Borobudur merupakan tempat pemujaan bagi
nenek moyang yang menganut agama Budha dan Candi Borobudur juga sering
digunakan sebagai tempat perayaan hari raya umat Budha terutama hari raya
waisak. Pada zaman dulu Candi Borobudur sangat jelas menandakan bahwa Candi
Borobudur merupakan tempat agung bagi umat Budha karena pada masa itu
semua pemujaan, perayaan, dan ritual yang bersangkutan dengan ibadah umat
Budha dilaksanakan dan berpusat di Candi Borobudur. Umat Budha di masa itu
hanya mempunyai satu titik yaitu Candi Borobudur.
2.5.2 Candi Borobudur di Masa Sekarang
Sampai saat ini Candi Borobudur masih dianggap sebagai tempat agung
oleh umat Budha, sebagai buktinya, sampai saat ini Candi Borobudur masih
dijadikan sebagai tempat perayaan Hari Raya Waisak Nasional. Akan tetapi
secara dominan Candi Borobudur di masa sekarang sudah beralih fungsi menjadi
objek wisata andalan di Jawa Tengah. Candi Borobudur yang dijadikan Monumen
iii
16
mati telah menghilangkan nilai sakral agama Budha bagi penduduk dunia yang
beragama Budha, mereka tidak merasa perlu berkunjung ke Indonesia, sehingga
para wisatawan yang datang pada umumnya merupakan wisatawan budaya,
kalaupun yang berkunjung adalah wisatawan beragama Budha, mereka tidak bisa
melakukan puja bhakti sebagaimana mestinya.
Sekarang Candi Borobudur dianggap sebagai cagar budaya dan monumen
mati, sehingga para pengunjung tidak memperdulikan lagi kondisi kebersihan
candi seperti yang kita saksikan dimana pengunjung membawa makanan dan
minuman serta membuang sampah yang tersebar dimana mana, juga mereka
mendudukan anak kecil dipundak Arca Budha sambil berfoto serta
memperlakukan tempat suci tersebut sebagai tempat piknik dan merusak baik
suasana spiritual maupun nilai moral yang bertentangan dengan keagungan Candi
Borobudur itu sendiri. Jadi secara garis besar Candi Borobudur di masa sekarang
masih dianggap oleh umat Budha sebagai tempat agung dan tempat suci, namun
bagi yang bukan umat Budha, Candi Borobudur hanya dijadikan sebagai objek
wisata semata.
iii