Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

19
BAB II ISI 2.1 Sejarah Candi Borobudur 2.1.1 Sejarah Singkat Candi Borobudur Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur didirikan, demikian juga pendirinya. Prof. Dr. Soekmono menyebutkan bahwa tulisan singkat yang dipahatkan di atas piguran-piguran relief kaki candi (Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada berbagai prasasti dari akhir abad VIII sampai awal abad IX. Dimana pada abad itu di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha Mahayana. Sebuah prasasti yang berasal dari abad IX yang diteliti oleh Prof. Dr. J.G. Caspris, menyingkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut memegang pemerintahan yaitu raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri Samaratungga Pramoda 5

Transcript of Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

Page 1: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

BAB II

ISI

2.1 Sejarah Candi Borobudur

2.1.1 Sejarah Singkat Candi Borobudur

Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur

didirikan, demikian juga pendirinya. Prof. Dr. Soekmono menyebutkan bahwa

tulisan singkat yang dipahatkan di atas piguran-piguran relief kaki candi

(Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada

berbagai prasasti dari akhir abad VIII sampai awal abad IX. Dimana pada abad itu

di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut

agama Budha Mahayana.

Sebuah prasasti yang berasal dari abad IX yang diteliti oleh Prof. Dr. J.G.

Caspris, menyingkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut

memegang pemerintahan yaitu raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri

Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu raja Samaratungga berkuasa

mulailah dibangun candi yang bernama Bhumu Sam Bhara Budhara, yang dapat

ditapsirkan sebagai bukti peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh

tingkat Bodhisatwa. Kerena penyesuaian pada Bahasa Jawa, akhirnya Bhara

Budhara diganti menjadi Borobudur.

Dari tokoh Jacques Dumarcay seorang arsitek Perancis memperkirakan

bahwa Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu

pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa disamping pendirian Candi

5

Page 2: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

6

Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada

saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer,

putra mahkota dibawa ke Indonesia (Jawa) dan setelah cukup dewasa

dikembalikan ke Kamboja, dan kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II

pada tahun 802 M. Para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan itu luar

biasa mengingat ibu kota kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis

pantai, sehingg untuk menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap

sepanjang 500 km.

Lebih lanjut Dumarcay merincikan bahwa Candi Borobudur dibangun

dalam 4 tahap dengan perkiraan sebagai berikut:

1) tahap I sekitar tahun 775;

2) tahap II sekitar tahun 790 (bersamaan dengan Kalasaan II, Lumbung I,

Sojiwan I);

3) tahap III sekitar tahun 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III,

Lumbung III, Sojiwan II);

4) tahap IV sekitar tahun 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi

Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan).

Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur

merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya

Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah

ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan.

iii

Page 3: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

7

Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat

mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi

Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.

2.1.2 Penemuan Kembali Candi Borobudur

Pada abad ke-18 Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik Jawa,

Babad Tanah Jawi. Pernah juga disebut dalam naskah lain yang menceritakan

seorang Pangeran Yogya yang mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur.

Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu ternyata tidak lenyap atau

hancur seluruhnya.

Pada masa pemerintahan Inggris yang singkat dibawah pimpinan Sir

Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, Candi Borobudur dibangkitkan dari

tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar

mengadakan penyelidikan. Cornelius yang mendapatkan tugas tersebut, kemudian

mengerahkan sekitar 200 penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan

batu yang memenuhi lorong disingkirkan dan ditimbun di sekitar candi,

sedangkan tanah yang menimbunnya dibuang di lereng bukit. Namun

pembersihan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara penuh, karena banyak

dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh.

Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama

sekali bangunannya, sehingga candinya nampak seluruhnya. Sepuluh tahun

kemudian stupa induknya sudah ada dalam keadaan terbongkar, lalu dibersihkan

pula bagian dalamnya, dan kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat

menikmati pemandangan.

iii

Page 4: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

8

Tahun 1885 Ijzerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa

di belakang batu kaki candi terdapat kaki candi lain yang ternyata dihiasi dengan

pahatan-pahatan relief. Kaki Ijzerman terkenal dengan desas-desus relief misterius

yang menggambarkan teks Karmawibangga yaitu suatu teks Budhis yang

melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat bagi

perbuatan manusia. Tahun 1890 sampai 1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya

kemudian dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kambali.

2.2 Perkembangan Agama Budha di Indonesia

2.2.1 Sejarah Agama Budha

Agama Budha lahir di negara India, lebih tepatnya di wilayah Nepal

sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Budha

mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Budha Sidharta Gautama.

Dengan ini, agama Budha adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di

dunia. agama Budha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah

dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur

dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah

menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di

beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan,

dan lain-lain. Penciptanya ialah Sidhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama

Budha oleh pengikut-pengikutnya.

Setiap aliran Budha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama

karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Budha Gautama. Pengikut-

iii

Page 5: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

9

pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku

yaitu Sutta Pitaka (kotbah-kotbah Sang Budha), Vinaya Pitaka (peraturan atau

tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Pitaka (ajaran hukum metafisika dan

psikologi).

2.2.2 Sejarah Masuknya Agama Budha ke Indonesia

Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat tetapi

beralih ke jalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan

India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam

perdagangan tersebut.

Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara

Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi

salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Budha ke

Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli

memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Budha ke Indonesia.

Sebagaimana dikemukakan oleh FD. K. Bosh hal ini menekankan peranan bangsa

Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Budha di Indonesia. Menurutnya

penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau

golongan terdidik terutama oleh golongan pendeta Budha atau para biksu, yang

menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang,

sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang

Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India.

Setelah kembali dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta,

iii

Page 6: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

10

kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan

demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga

orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan

melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih

menunjukan ciri-ciri Indonesia.

Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya

Agama Budha ke Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa masuknya Agama

Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh

proses perdagangan.

Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang

disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha

masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha

yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga

(Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca

tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi.

Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India

Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).

2.2.3 Perkembangan Agama Budha di Indonesia

Agama Budha merupakan salah satu agama yang sejak lama telah dianut

oleh sebagian besar masyarakat Nusantara. Pada jaman Kerajaan Sriwijaya dan

Majapahit merupakan jaman keemasan bagi Agama Budha. Keberadaan Agama

Budha di Nusantara (Indonesia) dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-

iii

Page 7: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

11

peninggalan sejarah berupa prasasti-prasasti dan bangunan-bangunan berupa

candi serta literatur-literatur asing khususnya yang berasal dari China.

Tradisi atau aliran Agama Budha yang dianut oleh masyarakat Nusantara

pada awalnya adalah non-Mahayana, namun untuk perkembangan selanjutnya

Mahayana dan Tantrayana menjadi lebih populer di masyarakat. Hal ini

dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah yang memiliki nilah filsafat

Mahayana dan Tantrayana.

Dari peninggalan sejarah juga dapat dilihat bahwa telah terjadi sinkretisasi

antara agama Hindu-Shiva dengan Agama Budha Mahayana di Indonesia. Setelah

mengalami dua masa kejayaan, yaitu masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan

Majapahit, akhirnya Agama Budha di Indonesia mengalami kemunduran setelah

jatuhnya Kerajaan Majapahit.

Namun setelah melalui empat jaman, setelah 500 tahun kemudian

semenjak runtuhnya Kerajaan Mahapahit pada tahun 1478, Agama Budha mulai

bangkit kembali dari tidurnya. Perjalanan kebangkitan kembali dan perkembangan

Agama Budha yang dimulai pada jaman penjajahan hingga sekarang melalui jalan

yang berliku-liku. Berbagai permasalahan muncul silih berganti.

Pada jaman penjajahan, perkembangan Agama Budha menghadapi

kendala berupa minimnya tokoh-tokoh yang memahami Budha Dharma dan

menghadapi agresifitas para misionaris agama lain. Pada masa kemerdekaan dan

Orde Lama, perkembangan Agama Budha diwarnai oleh perbedaan pendapat dan

pandangan di kalangan pimpinan umat Budha sehingga menimbulkan gejolak di

sana-sini hingga didirikannya beragam organisasi Buddhis baru. Selain itu, sikap

iii

Page 8: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

12

pemerintah yang belum mengakui Agama Budha sebagai agama resmi, telah

mempersempit gerak perkembangan Agama Budha. Namun pada masa ini lahirlah

Sangha Indonesia sebagai pengayom umat Budha.

Agama Budha menjadi salah satu agama yang resmi mewarnai

perkembangan Agama Budha pada era Orde Baru. Selain itu, terbentuknya Wadah

Tunggal WALUBI serta kemelut dalam organisasi juga terjadi pada masa ini.

Alih-alih mempersatukan seluruh umat Budha seluruh Indonesia, tidak begitu

lama, kehadiran WALUBI menimbulkan kemelut dan perpecahan dikalangan

umat Budha.yang disebabkan adanya prasangka, kesalahpahaman, serta

pemaksaan kepentingan pribadi dari beberapa oknum anggota pengurus

WALUBI.

Pembubaran WALUBI-Lama dan mendirikan WALUBI-Baru dengan

maksud mengubur permasalahan yang ada, nampaknya tidak memberikan dampak

yang baik. Meskipun demikian, terdapat sisi terang dari kemelut yang terjadi.

Setidaknya umat Budha akhirnya memiliki Lembaga Sangha yaitu KASI yang

dapat duduk sejajar dengan lembaga-lembaga ulama dalam agama lain.

Akhirnya, melalui sejarah, generasi muda Buddhis akan mengingat dan

mencatat bahwa dalam perkembangan Agama Budha di Indonesia, pernah terjadi

konflik-konflik yang terjadi dalam tubuh organisasi Agama Budha. Hal ini

merupakan sebuah peristiwa kelam yang terjadi dalam perkembangan Agama

Budha di Indonesia. Peristiwa kelam ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila

setiap anggota organisasi tidak mengedepankan dan menyalahgunakan kekuasaan

untuk kepentingan pribadi. Generasi muda Buddhis juga diharapkan dapat

iii

Page 9: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

13

mengedepankan kepentingan bersama, saling memahami serta selalu merujuk

pada Dharma dan Vinaya yang telah dibabarkan oleh Budha Gautama.

2.3 Candi Borobudur sebagai Tempat Agung bagi Umat Budha

Candi Borobudur merupakan candi Budha yang memiliki makna yang

sangat tinggi. Bagi umat Budha Candi Borobudur merupakan tempat agung atau

tempat suci. Keagungan Candi Borobudur tidak hanya terletak pada hasil yang

tampak saat ini, yaitu sebuah candi yang berdiri dengan gagah penuh dengan

relief yang indah, tetapi di balik kegagahan dan keindahannya, keagungan

Borobudur terletak pada filisofi yang mendasarinya dan mandala yang menjadi

dasar arsitekturnya yang mempunyai nilai dan makna yang sangat tinggi.

Kemegahan, keagungan, keindahan dan keunikan arsitektur Candi Borobudur

yang dibalut dengan nilai-nilai penting dari sisi agama telah memperkuat Candi

Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha.

Candi Borobudur telah menjadi simbol atas majunya peradaban Budha di

Indonesia khususnya di tanah Jawa, sekaligus sebagai candi agung terbesar di

dunia sebagai peninggalan budaya Budha. Candi Borobudur yang merupakan

sebuah Mandala Agung Tantrayana sungguh merupakan limpahan berkah dan

karunia kepada Umat Budha masa kini.

Candi Borobudur berfungsi sebagai tempat untuk pelaksanaan ritual bagi

umat Budha. Dilihat dari fungsi Candi Borobudur sebagai tempat suci atau tempat

ibadah bagi umat Budha dan dari sejarah yang dimiliki Candi Borobudur yang

mempunyai banyak makna yang sangat mendalam bagi umat Budha, maka umat

iii

Page 10: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

14

Budha menganggap bahwa Candi Borobudur itu sebagai tempat agung bagi umat

Budha.

2.4 Alasan Candi Borobudur Dijadikan Tempat Agung Oleh Umat Budha

Umat Budha sering menyebut nama Candi Borobudur dengan sebutan

Candi Agung Borobudur. Fungsi utama dari Candi Borobudur salah satunya

adalah sebagai tempat ibadah atau tempat pemujaan bagi umat Budha.

Adapun alasan umat Budha menjadikan Candi Borobudur sebagai tempat

agung bagi umat Budha adalah sebagai berikut.

1) Candi Borobudur merupakan peninggalan nenek moyang penganut Agama

Budha di masa lalu, yang mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi dan

merupakan kebanggaan bagi umat Budha.

2) Candi Borobudur merupakan tempat ibadah bagi umat Budha. Sebagai fungsi

utama dari Candi Borobudur, maka Candi Borobudur pun berperan sebagai

tempat ibadah dan tempat suci bagi umat Budha.

3) Candi Borobudur merupakan tempat ziarah bagi umat Budha. Selain dari

pusat wisata kebudayaan, Candi Borobudur juga merupakan pusat ziarah bagi

umat Budha yang menarik banyak wisatawan Budha yang datang, baik dari

Indonesia maupun dari luar negeri.

4) Candi Borobudur merupakan tempat ritual keagamaan bagi umat Budha. Oleh

umat Budha, Candi Borobudur sering digunakan sebagai tempat untuk

melakukan upacara-upacara keagamaan/ritual-ritual keagamaan. Salah satunya

iii

Page 11: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

15

adalah perayaan Hari Raya Waisak Nasional yang sering dilakukan di Candi

Borobudur.

5) Candi Borobudur merupakan simbol suci bagi umat Budha.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka umat Budha menjadikan Candi

Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha.

2.5 Candi Borobudur Sampai Sekarang Masih Dianggap sebagai Tempat

Agung Oleh Umat Budha

2.5.1 Candi Borobudur di Masa Lalu

Pada zaman dulu Candi Borobudur merupakan tempat pemujaan bagi

nenek moyang yang menganut agama Budha dan Candi Borobudur juga sering

digunakan sebagai tempat perayaan hari raya umat Budha terutama hari raya

waisak. Pada zaman dulu Candi Borobudur sangat jelas menandakan bahwa Candi

Borobudur merupakan tempat agung bagi umat Budha karena pada masa itu

semua pemujaan, perayaan, dan ritual yang bersangkutan dengan ibadah umat

Budha dilaksanakan dan berpusat di Candi Borobudur. Umat Budha di masa itu

hanya mempunyai satu titik yaitu Candi Borobudur.

2.5.2 Candi Borobudur di Masa Sekarang

Sampai saat ini Candi Borobudur masih dianggap sebagai tempat agung

oleh umat Budha, sebagai buktinya, sampai saat ini Candi Borobudur masih

dijadikan sebagai tempat perayaan Hari Raya Waisak Nasional. Akan tetapi

secara dominan Candi Borobudur di masa sekarang sudah beralih fungsi menjadi

objek wisata andalan di Jawa Tengah. Candi Borobudur yang dijadikan Monumen

iii

Page 12: Candi Borobudur Sebagai Tempat Agung Bagi Umat Budha

16

mati telah menghilangkan nilai sakral agama Budha bagi penduduk dunia yang

beragama Budha, mereka tidak merasa perlu berkunjung ke Indonesia, sehingga

para wisatawan yang datang pada umumnya merupakan wisatawan budaya,

kalaupun yang berkunjung adalah wisatawan beragama Budha, mereka tidak bisa

melakukan puja bhakti sebagaimana mestinya.

Sekarang Candi Borobudur dianggap sebagai cagar budaya dan monumen

mati, sehingga para pengunjung tidak memperdulikan lagi kondisi kebersihan

candi seperti yang kita saksikan dimana pengunjung membawa makanan dan

minuman serta membuang sampah yang tersebar dimana mana, juga mereka

mendudukan anak kecil dipundak Arca Budha sambil berfoto serta

memperlakukan tempat suci tersebut sebagai tempat piknik dan merusak baik

suasana spiritual maupun nilai moral yang bertentangan dengan keagungan Candi

Borobudur itu sendiri. Jadi secara garis besar Candi Borobudur di masa sekarang

masih dianggap oleh umat Budha sebagai tempat agung dan tempat suci, namun

bagi yang bukan umat Budha, Candi Borobudur hanya dijadikan sebagai objek

wisata semata.

iii