Campak atau Morbili.docx
-
Upload
gatria-sonia -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Campak atau Morbili.docx
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
1/8
Morbili / Campak
BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
2005
Pendahuluan
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan
dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala
demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa
(bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang
didahului dengan meningkatnya suhu badan (Phillips, 1983)
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23
kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%.
Umur terbanyak menderita campak adalah
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat
gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai
hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat
kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak (Rampengan, 1997).
Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA familiparamyxoviridae dengan genusMorbili virus. Sampai saat
ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa
ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa
saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi
apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60%
sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam
pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak
aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002).
Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran
pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya
distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua
tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem
retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul
terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan
folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
2/8
hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus
campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin
disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri (Cherry, 2004).
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula spinalis.
Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body intranuklear dan
intrasitoplasmik padasubacute sclerosing panencephalitis(Phillips, 1983).
Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius
sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel
saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih
penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan
terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang
terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus
campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan
menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah
tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14
infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak
akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag (Cherry, 2004).
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan
serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan
tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk.,
2002).
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama,
dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilangSumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases5
thedition
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
3/8
Manifestasi klinis
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini
terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung
selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis,
juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak
Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang
diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva
telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi.
Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna
kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi
geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di
bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan
menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding
posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi.
Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam
pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang
telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh
wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke
punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya
ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya
sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983).
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan
penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila
ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada areakonfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi
campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan
dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali (Phillips, 1983).
Diagnosis
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium
jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan
mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaan
Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation,hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
4/8
dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum
sekunder pada 710 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat
peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada
saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG
akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung
menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan
protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal (Phillips, 1983).
Diagnosis Banding
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul
tidak seberat campak.
3. Alergi obat.Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya
tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik
berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R.
Tumbelaka, 2002).
Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki setengah daya tahan
terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada
anak usia kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu.
Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium prodromal akan menjadi lebih pendek.
Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga
tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat
konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala
apapun (Cherry, 2004).
Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang sebelumnya telah kebal akibat
terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari
virus campak yang dimatikan
Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14
hari. Stadium prodromal ditandai dengan demam tinggi yang mendadak (39,5C sampai 40,6C) dan
biasanya sakit kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif, muntah,
nyeri dada dan rasa lemah. Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit
muncullah ruam yang dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit
berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat juga pada telapak
tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada campak atipikal dapat muncul
efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia, rasa lemah maupun paresthesia. Diagnosis
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
5/8
dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum
atau pada saat onset ruam, CF dan titer HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer
akan meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari ke-10 infeksi titer
jarang melebihi 1:160 (Cherry, 2004).
Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak
adalah :
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi
langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus,
Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus,
batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena
virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa
lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang
menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan
antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya
timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala
komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari
encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan
frekuensi nafas, twitchingdan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara
lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
c)Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit
campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali.
Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi
pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belummendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan
dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh
bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
6/8
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu
fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak (Soegeng
Soegijanto, 2002)
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan
trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali
terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
i)Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan
ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau
encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus.
Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
Imunitas
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM menghilang dengan
cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat
diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah
terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh
vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan
tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng Soegijanto, 2002).
Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi akan
terbentuk lengkap saat bayi berusia 46 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang
bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi
tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan
mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah
kelahiran (Phillips, 1983).
ImunisasiImunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup
yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi
proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20%
dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml.
Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus
digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon
antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA
sekretori.
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
7/8
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang
memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng Soegijanto,
2001).
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum dewasa
0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik.
Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul
meskipun tidak terlalu berat.
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi
kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel
saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG
dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004).
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau
adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004)
Pencegahan
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia
termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak
berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak
dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah
mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan
dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari
dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).
Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka
prognosisnya baik (Rampengan, 1997).
Kesimpulan
Pencegahan penyakit campak dengan melakukan imunisasi terhadap bayi sangat penting
karena insidensi campak terutama pada anak usia
DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S.
Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis.
Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of Pediatrics
Infectious Disease. 5thedition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.22832298Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics.
12th
edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
-
5/28/2018 Campak atau Morbili.docx
8/8
Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di
Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105
Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125
T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal. 90