CA MAMMAE 2003.doc

49
BAB I ILUSTRASI KASUS I. STATUS PENDERITA Nomor Rekam Medik : 422197 Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 29 Juli 2015 / 12.00 WIB I. ANAMNESIS a. Identitas Pasien Nama : Ny. SA Jenis kelamin : Perempuan Umur : 40 tahun Agama : Islam Suku : Lampung Alamat : Pringsewu Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga b. Riwayat Penyakit Keluhan Utama : Nyeri pada bagian payudara kiri 1

description

bedah

Transcript of CA MAMMAE 2003.doc

Page 1: CA MAMMAE 2003.doc

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. STATUS PENDERITA

Nomor Rekam Medik : 422197

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 29 Juli 2015 / 12.00 WIB

I. ANAMNESIS

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. SA

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Agama : Islam

Suku : Lampung

Alamat : Pringsewu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama :

Nyeri pada bagian payudara kiri

KeluhanTambahan :

Sesak sejak 2 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit :

1

Page 2: CA MAMMAE 2003.doc

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan nyeri pada bagian payudara kiri ,

sebelumnya terdapat benjolan berwarna merah pada bagian payudara kiri yang

muncul sejak 3 bulan SMRS, lalu benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan

nanah yang berwarna pekat yang terus menetes dan menimbulkan rasa nyeri. 2

hari SMRS pasien merasa sesak, lalu pasien berobat ke mantri tetapi tidak

membaik, lalu pasien pergi ke RS Abdul Moeloek.

Riwayat Keluarga :

Pasien menyangkal dalam keluarga terdapat keluhan serupa dan tidak pernah ada

riwayat kanker di keluarga, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-).

Riwayat Masa Lampau :

- Penyakit terdahulu : (-)

- Trauma Terdahulu : (-)

- Operasi : (-)

- Sistem saraf : (-)

- Sistem Kardiovaskular : tidak ada

- Sistem Gastrointestinal : tidak ada

- Sistem urinarius : (-)

- Sistem Genitalis : (-)

- Sistem Muskuloskeletal : (-)

B. Status Present

a. Status Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis ; GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

2

Page 3: CA MAMMAE 2003.doc

Suhu : 36,5 oC

Frekuensi nadi : 88x/menit

Frekuensi nafas : 22x/ menit

Berat Badan awal : 70 kg

Berat Badan saat ini : 60 kg

Kulit : Akral hangat, turgor cukup, sianosis (-)

Status gizi : Kesan baik

Tinggi : 165 cm Berat badan : 60 kg

IMT : 22,05 (Kesan: Normal)

Kepala dan Muka

o Kepala : Normochepal

o Rambut : Hitam, tidak mudah

dicabut

o Mata :

- Konjungtiva : Anemis +/+

- Sklera : Ikterik -/-

- Reflek Cahaya : Langsung +/+, Tidak Langsung +/+

- Pupil : Isokor +/+

- Palpebra : edem (-)

o Telinga : Bentuk normal, liang lapang, membrane

timpani intake, Otorhea (-), pus (-)

o Hidung : Rinore (-), pus (-), sekret (-), mukosa

merah muda, deformitas (-), edema (-),

napas cuping hidung (-)

o Tenggorokan : Tonsil T1-T1, mukosa merah muda

o Mulut : Laserasi (-), sianosis (-), tumor (-), bibir

3

Page 4: CA MAMMAE 2003.doc

kering (-), lidah kotor (-),Tonsil T1-T1,

mukosa merah muda

o Gigi : Karies (-)

Leher

o KGB : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

o Kelenjar Gondok : dalam batas normal

o JVP : tidak terdapat peningkatan

Dada (Thorax)

o Inspeksi : Simetris (-), ikterik (-), scar (-), deformitas (-),

keluar nanah pada bagian payudara kiri.

o Palpasi : Femitus taktil kanan sama dengan kiri, ictus cordis

teraba di arcus costae, tidak ada nyeri tekan

o Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru , kardiomegali (-)

o Auskultasi : Vesikuler, bunyi jantung BJ1-BJ2 reguler

Perut (Abdomen)

o Inspeksi : Datar (terpasang kateter ureterostomy)

o Palpasi : Nyeri Tekan (+), organomegali (-)

o Perkusi : Redup

o Auskultasi : Bising Usus (+)

4

Page 5: CA MAMMAE 2003.doc

Regio Lumbal (Flank Area)

o Inspeksi : Deformitas (-), edema (-), jejas (-), lordosis (-),

kifosis (-), spondilitis (-), massa (-), ballotement

(+)

o Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

o Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/-)

o Auskultasi : tidak dilakukan

Ekstremitas

o Superior : Edema (-), fraktur (-)

o Inferior : Edema (-), fraktur (-)

Neuromuskular

o Sensibilitas : region superior (+++), region inferior (+++)

o Reflek fisiologis : + (positif)

o Reflek patologis : - (tidak ada)

Tulang Belakang

o skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), deformitas (-), lordosis (-)

Laboratorium

o Darah Rutin

Hb = 9,6 ( N : 12 – 16)

Ht = 27 ( N: 37 – 47 %)

LED = 42 (N: 0 -15 mm/jam)

Leukosit = 13. 400 ( N: 4800- 10.800)

5

Page 6: CA MAMMAE 2003.doc

Trombosit = 691.000 (N: 150.000-450.000)

Eritrosit = 3,1 (N: 4,2-5,4)

CT/BT = 9’/3’

Hitung jenis

Basofil 0

Eosinofil 0

Batang 0

Segme 78

Limfosit 11

Monosit 11

o Kimia Darah

o SGOT= 67 (<31)

o SGPT= 17 (<31)

o GDS = 81 (<140)

o Ureum = 30 (13-43)

o Creatinine = 0,60 (0,55-1,02)

o Natrium = 137 (135-145)

o Kalium = 4,2 (3,5-5)

o Kalsium = 9,3 (8,6-10)

o Chlorida = 111 (96-106)

6

Page 7: CA MAMMAE 2003.doc

Resume

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan nyeri pada bagian payudara kiri ,

sebelumnya terdapat benjolan berwarna merah pada bagian payudara kiri

yang muncul sejak 3 bulan SMRS, lalu benjolan tersebut pecah dan

mengeluarkan nanah yang berwarna pekat yang terus menetes dan

menimbulkan rasa nyeri. 2 hari SMRS pasien merasa sesak, lalu pasien

berobat ke mantri tetapi tidak membaik, lalu pasien pergi ke RS Abdul

Moeloek.

Sesampainya di RSAM dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan

darah : 120/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, suhu : 36.5oC, pernafasan 22

x/menit. Pasien tampak sakit sedang dan konjungtiva anemis +/+. Pada

inspeksi bagian dada tampak keluar nanah pada bagian payudara kiri.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang yakni Darah Rutin dengan

hasil Hb = 9,6 ( N : 12 – 16) Ht = 27 ( N: 37 – 47 %) LED = 42 (N: 0 -15

mm/jam) Leukosit = 13. 400 ( N: 4800- 10.800) Trombosit = 691.000 (N:

150.000-450.000) Eritrosit = 3,1 (N: 4,2-5,4) CT/BT = 9’/3’ Hitung jenis:

Basofil 0 Eosinofil 0 Batang 0 Segmen 78 Limfosit 11 Monosit 11, Kimia

Darah: SGOT= 67 (<31) SGPT= 17 (<31) GDS = 81 (<140) Ureum = 30

(13-43) Creatinine = 0,60 (0,55-1,02) Natrium = 137 (135-145) Kalium =

4,2 (3,5-5) Kalsium = 9,3 (8,6-10) Chlorida = 111 (96-106).

Diagnosis banding

7

Page 8: CA MAMMAE 2003.doc

o FAM ( Fibroadenoma Mammae)

Diagnosis kerja

o Susp. Ca Mamae

Penatalaksanaan dan Pengobatan :

1. Non Medikamentosa : Pemasangan threeway kateter, diet lunak,

tirah baring

2. Medikamentosa :

- IVFD RL gtt xx/menit

- Ceftriaxon 1 gr/12 jam

- Ranitidin amp/ 12 jam

- Ketorolac 3mg/ 8 jam

III. Pemeriksaan Penunjang :

1. Radiologi : Foto Thorax AP

Kesan:

- Opasitas didinding hemithorax sinistra curiga massa mamae

sinistra

- Suspek efusi pleura sinistra

- Besar cor tidak valid dinilai

IV. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad malam

Quo ad Fungtionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

BAB II

8

Page 9: CA MAMMAE 2003.doc

TINJAUAN PUSTAKA

A. Payudara

1. Anatomi

Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan

kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan

duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan

ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak ventral

yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan costae

atau intercostae kelima sampai keenam (Haryono et al, 2011; Moore et

al, 2009). Adapun anatomi payudara tersaji pada gambar 1.

Gambar 1. Anatomi mammae anterior (Sumber: http://www.cancer.gov).

Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang

merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis,

dan arteri interkostalis posterior. Sedangkan, sistem limfatik payudara

terdiri dari pleksus subareola dan pleksus profunda. Pleksus subareola

9

Page 10: CA MAMMAE 2003.doc

mencakup bagian tengah payudara, kulit, areola dan puting yang akan

mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis anterior dan sebagian

besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus profunda mencakup daerah

muskulus pektoralis menuju kelenjar getah bening rotter, kemudian ke

kelenjar getah bening subklavikula atau route of Grouzsman, dan 25%

sisanya menuju kelenjar getah bening mammaria interna (Soetrisno,

2010). Sistem limfatik payudara tersaji pada gambar 2.

Gambar 2. Sistem limfatik mammae (Sumber: http://www.edoctoronline.com).

Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan

cabang saraf interkostalis kedua sampai keenam sehingga dapat

menyebabkan penyebaran rasa nyeri terutama pada punggung, skapula,

lengan bagian tengah, dan leher (Moore et al, 2009).

2. Histologi

Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang

dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan

bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus

10

Page 11: CA MAMMAE 2003.doc

payudara terdapat lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus intralobularis

yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian

dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis

mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol (Eroschenko,

2008). Adapun gambaran histologi payudara dan predileksi lesi payudara

tersaji pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Histologi Mammae (Sumber: Eroschenko, 2008).

Gambar 4. Predileksi lesi payudara (Sumber: http://generalsurgeonnews.com).

3. Fisiologi

Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus.

Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur

protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG,

11

Page 12: CA MAMMAE 2003.doc

unsur lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam

perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi oleh banyak hormon

yang berasal dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior,

adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior menghasilkan

somatotropin, prolaktin, dan oksitosin yang berpengaruh terhadap

hormonal siklik FSH dan LH. Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen

dan progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon

siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata adalah

payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri.

Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem

keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko terhadap

perkembangan dan involusi siklik-fisiologis, seperti jaringan parenkim

atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista

kecil-kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan

proses aging (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).

B. KANKER PAYUDARA

1. Epidemiologi

Di seluruh dunia, kanker payudara adalah kanker paling umum pada wanita

setelah kanker serviks uterus yang mewakili 16% dari semua kanker wanita.

Angka ini lebih dari dua kali lipat dari kanker kolorektal dan sekitar tiga kali

lipat dari kanker paru-paru. Kematian di seluruh dunia adalah 25% lebih

besar dari kanker paru-paru pada wanita. Insiden kanker payudara sangat

12

Page 13: CA MAMMAE 2003.doc

bervariasi di seluruh dunia, yang lebih rendah di negara-negara berkembang

dan terbesar di negara-negara yang lebih maju.

Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian tertinggi tahunan kanker payudara

di dunia; 128,6 per 100.000 dalam wanita kulit putih dan 112,6 per 100.000 di

kalangan Amerika Afrika. Pada tahun 2007, kanker payudara diperkirakan

menyebabkan 40.910 kematian di Amerika Serikat (7% dari kematian kanker;

hampir 2% dari seluruh kematian). Angka ini termasuk 450-500 kematian

tahunan antara orang dari 2.000 kasus kanker baik tingkat insiden dan

kematian untuk kanker payudara (Anonim, 2007).

2. Etiologi

Banyak faktor yang memungkinkan seorang wanita menderita penyakit

kanker, adapun faktor - faktor yang mempengaruhinya :

a. Keluarga

Kemungkinan seorang wanita menderita kanker payudara dua sampai tiga

kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya

menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila ibu dan

saudaranya menderita kanker bilateral atau kanker pra menopause (De

Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

b. Usia

Seperti pada banyak jenis kanker insidens menurut usia meningkat sejalan

dengan bertambahnya usia (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005). Kanker

payudara jarang terjadi pada wanita berusia kurang dari 30 tahun. Setelah

13

Page 14: CA MAMMAE 2003.doc

itu, resiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah menopause

bagian menanjak dari kurva hampir mendatar (Kumar dkk, 2007).

c. Hormon

Pertumbuhan kanker diperngaruhi oleh hormon. Kelebihan estrogen dan

endogen, atau yang lebih tetap ketidakseimbangan hormon sangat berperan

penting. Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel

epitel normal oleh sel kanker. Reseptor estrogen dan progesteron yang

secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan

promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor alfa (berkaitan

dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived growth factor dan

faktor pertumbuhan fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara,

untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor (De

Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

d. Diet

Sampai sekarang tidak terbukti bahwa diet lemak berlebihan dapat

memperbesar atau memperkecil resiko kanker payudara (De Jong dan

Sjamsuhidajat, 2005).

e. Virus

Pada air susu ibu ditemukan partikel virus yang sama dengan yang

terdapat pada air susu tikus yang menderita kanker payudara. Akan tetapi

peranannya sebagai faktor penyebab pada manusia tidak dapat dipastikan

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

14

Page 15: CA MAMMAE 2003.doc

f. Radiasi Pengion

Radiasi pengion ke dada meningkatkan resiko kanker payudara. Besar

resiko tergantung dari besar dosis radiasi, waktu sejak pajanan dan usia.

Hanya pada wanita yang diradiasi sebelum usia 30 tahun, saat

perkembangan payudara yang tampak terkena. Dosis radiasi yang rendah

pada penapisan mammografi hampir tidak berefek pada insidensi kanker

payudara (Kumar dkk, 2007).

g. Faktor lain

Banyak faktor lain yang belum dapat dipastikan dalam peranan terhadap

terbentuknya kanker, misalnya kegemukan dan mengkonsumsi alkohol

(Kumar dkk, 2007).

3. Gejala Klinis Kanker Payudara

Wanita dengan kanker payudara, mengalami gejala-gejala berikut. Kadang

meskipun di tubuhnya telah tumbuh kanker dia tidak merasakan gejala

apapun. Atau ditubuhnya menunjukkan gejala tersebut tetapi bukan karena

kanker payudara, tetapi akibat kondisi medis lain. Adapun tanda-tanda atau

gejalanya antara lain:

a. Ada benjolan yang keras di payudara.

b. Bentuk umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara.

Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu

melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau

pada puting susu. Puting berubah (bisa masuk kedalam, atau terasa sakit

terus-menerus), mengeluarkan cairan atau darah.

15

Page 16: CA MAMMAE 2003.doc

c. Kulit atau puting susu menjadi tertarik ke dalam (retraksi), bewarna merah

muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi edema hingga kulit kelihatan

seperti kulit jeruk, mengkerut, atau timbul lesi pada payudara. lesi itu

semakin lama akan semakin membesar dan mendalam sehingga dapat

menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah

berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain pendarahan pada puting susu, rasa

sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar,

atau bila sudah muncul metastase ke tulang, kemudian timbul pembesaran

kelenjar getah bening di ketiak, bengkak pada lengan, dan penyebaran

kanker ke seluruh tubuh.

Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali degan mengetahui kriteria

operabilitas Heagensen sebagai berikut :

1) Terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit

payudara).

2) Adanya nodul satelit pada kulit payudara.

3) Kanker payudara jenis mastitis kasinomatosa.

4) Terdapat model parasternal dan nodul supraklavikula.

5) Adanya edema lengan dan metastase jauh.

6) Serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi

kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar

getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm dan kelenjar getah

bening aksila melekat satu sama lain (Handoyo, 2002).

16

Page 17: CA MAMMAE 2003.doc

4. Klasifikasi TNM dan Stadium Keganasan Kanker Payudara.

Sistem TNM sudah dikembangkan sebagai sistem penentuan stadium standar

keganasan. Sistem Internasional ini mula – mula dilaporkan pada pertemuan

Internasional Union Againts Cancer namun The American Joint Committee

on Cancer Staging and Result Reporting telah memodifikasi. Pada klasifikasi

TNM, T adalah Tumor, N adalah Nodule atau kelenjar getah bening

sedangkan M adalah Metastase Jauh (Prawirohardjo, 2008).

Klasifikasi penyebaran TNM :

T Tumor primer

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

Tis Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor

T0 Tidak ada bukti tumor primer

T1 Tumor <2 cm

T2 Tumor 2-5 cm

T3 Tumor >5 cm

T4 Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thorax atau ke kulit

dengan tanda oedem, tukak atau peau d’ orange

N Nodule

NX Kelenjar regional tidak dapat ditentukan

N0 Tidak teraba kelenjar axilla

N1 Teraba kelenjar axilla homolateral yang tidak melekat

N2 Teraba kelenjar axilla homolateral yang melekat satu sama lain atau

melekat pada jaringan sekitarnya

N3 Terdapat kelenjar mamaria internal homolateral

17

Page 18: CA MAMMAE 2003.doc

M Metastase jauh

MX Tidak dapat ditentukan metastase jauh

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikuler

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Faktor prognostik untuk kanker payudara adalah ukuran tumor primer,

metastasis ke kelenjar getah bening dan adanya lesi di tempat jauh. Faktor

prognostik lokal yang buruk adalah invasi ke dinding dada, ulserasi kulit dan

gambaran klinis karsinoma peradangan. Gambaran ini digunakan untuk

mengklasifikasikan pasien ke dalam kelompok prognostik demi kepentingan

pengobatan, konseling dan uji klinis. Sistem penentuan stadium yang

tersering digunakan telah dirancang oleh American Joint Comittee on Cancer

Staging dan Internasional Union Againts Cancer, seperti terlihat berikut ini.

Menurut American Joint Comittee on Cancer Staging Carcinoma :

a. Stadium 0

(Tis, N0, M0)

DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan LCIS.

b. Stadium I

(T1, N0, M0)

Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar

getah bening negatif.

c. Stadium IIA

(T0, N1, M0),( T1, N1, M0), (T2,N0,M0)

18

Page 19: CA MAMMAE 2003.doc

Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai dengan

metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif lebih

dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening

negatif.

d. Stadium IIB

(T2,N1,M0), (T3,N0,M0)

Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm tetapi

kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau

karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan

kelenjar getah bening.

e. Stadium IIIA

(T0,N2,M0), (T1,N2,M0), (T2,N2,M0), (T3, N1 atau N2, M0)

Karsinoma invasif ukuran berapa pun dengan kelenjar getah bening

terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas diantara kelenjar

getah bening atau mengivasi kedalam struktur lain) atau karsinoma

berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar

getah bening nonfiksasi.

f. Stadium IIIB

(T4,NI atau N2 dan N3, M0)

Karsinoma inflamasi yang menginvasi dinding dalam, karsinoma

yang mengivasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau

setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening

mamaria interna ipsilateral.

g. Stadium IV

19

Page 20: CA MAMMAE 2003.doc

(T1-T4,N1-N4,M1)

Metastatis ke tempat jauh (Kumar dkk, 2007).

5. Faktor Resiko Kanker Payudara

Beberapa faktor resiko untuk kanker payudara telah didokumentasikan.

Namun demikian, untuk mayoritas wanita yang menderita kanker payudara,

faktor resiko yang spesifik tidak dapat ditentukan (IARC, 2008). Yang paling

beresiko terserang kanker payudara ialah wanita yang berumur di atas 30

tahun (sekarang, dibawah 20 tahun juga sudah ditemukan kanker payudara).

Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usai 40-45 tahun. Di samping

itu, riwayat dalam keluarga ada yang menderita kanker payudara (ini juga

tidak mutlak karena tanpa ada riwayat keluarga juga bisa terkena) juga

menjadi faktor resiko. Mereka yang punya riwayat tumor juga mempunyai

resiko tinggi menderita kanker payudara.

Faktor resiko lain adalah seperti haid terlalu muda atau menopause diatas

umur 50 tahun, tidak menikah atau tidak menyusui dan melahirkan anak

pertama diatas usia 35 tahun. Mereka yang sering terkena radiasi (bisa dari

sering melakukan pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan alat x-ray)

juga mempunyai kemungkinan menderita kanker payudara. Selain itu, pola

makan dengan konsumsi lemak berlebihan, kegemukan dan konsumsi alkohol

berlebihan juga merupakan faktor resiko.

20

Page 21: CA MAMMAE 2003.doc

Mereka yang sudah mendapatkan terapi hormonal dalam jangka panjang

harus lebih berwaspada karena mereka mempunyai resiko mendapat kanker

payudara. Stres dan faktor genetik (BRCA1/BRCA2) juga dikatakan

tergolong dalam faktor resiko kanker payudara. Mutasi gen BRCA1 pada

kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat meningkatkan resiko

kanker payudara sampai 85% (Azamris, 2006).

C. PROSEDUR DIAGNOSTIK

1. Anamnesis

Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara

lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke dokter.

Keluhan ini dapat berupa massa di payudara, adanya nyeri, cairan dari

papilla mammae, adanya retraksi papilla mammae, kemerahan, ulserasi

sampai dengan pembengkakan kelenjar limfe.

Perlu ditanyakan pula riwayat penyakit terdahulu hingga riwayat

penyakit sekarang. Tumor mulai dirasakan sejak kapan, cepat membesar

atau tidak dan disetai sakit atau tidak. Anamnesis penderita kelainan

payudara harus disertai pula dengan riwayat keluarga, riwayat kehamilan

maupun riwayat ginekologi.

2. Inspeksi

Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya, kemudian

perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan,

retraksi adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan.

21

Page 22: CA MAMMAE 2003.doc

Dengan lengan terangkat lurus keatas, kelainan terlihat lebih jelas.

3. Palpasi

Palpasi lebih baik dilakukan berbaring dengan bantal tipis dipunggung

sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan telapak jari

tangan yang digerakan perlahan – lahan tanpa tekanan pada setiap

kuandran payudara seperti tampak pada gambar 6 dan gambar 7. Yang

diperhatikan pada hakikatnya sama dengan penilaian tumor ditempat lain

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 6. Palpasi dini sendiri (SADARI) (David, 2010).

Gambar 7. Palpasi mengunakan telapak jari tangan (Anonim, 2009).

22

Page 23: CA MAMMAE 2003.doc

Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring

kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan axilla pun lebih mudah

dilakukan dalam posisi duduk. Dengan memijat halus puting susu dapat

diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau nanah. Cairan yang

keluar dari kedua puting susu selalu harus dibandingkan (De Jong dan

Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 8. Abses pada bagian puting susu (David, 2010).

Pengeluaran cairan dari puting payudara seperti pada gambar 8, diluar

masa laktasi dapat disebakan oleh berbagai kelainan, seperti kanker,

papiloma disalah satu duktus dan kelainan yang disertai duktus ekstasia

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultrasonografi Payudara

Pemeriksaan tumor payudara dengan ultrasonografi (USG) mulai

dikembangkan oleh Wild dan Reid pada tahun 1952 dan saat ini

pemeriksaan dengan USG sudah semakin popular dan berkembang

pesat. Ultrasonografi berperan pada payudara yang padat yang

23

Page 24: CA MAMMAE 2003.doc

biasanya ditemui pada wanita muda dan bermanfaat untuk

membedakan tumor itu solid atau kistik dan ganas.

Pemeriksaan ini mempergunakan linear scanner dengan transduser

berfrekuensi 5 MHz dengan posisi pasien supine yang dilakukan

scanning secara sistematis mulai dari kuadran medial atas dan bawah

dilanjutkan ke kuadran lateral atas dan bawah untuk dilakukan

pemotretan dengan film Polaroid pada potongan transversal dan

longitudinal atau oblik, biasanya lama pemeriksaan berkisar antara 10

- 15 menit.

Nilai ketepatan USG untuk lesi kistik adalah 90-95 %, sedangkan

untuk lesi solid seperti fibroadenoma adalah 75-85%. Sedangkan

untuk mengenal tumor ganas nilai ketepatan diagnostik USG hanya

62-78% sehingga masih diperlukan pemeriksaan lainnya untuk dapat

menentukan keganasan kanker payudara (Rasad dkk, 2005).

b. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah prosedur pemeriksaan

yang melewati kulit (percutaneous) dengan menggunakan jarum halus

biasanya berukuran 22 atau 25 G dan mengambil contoh cairan dari

kista payudara atau mengambil sekelompok sel dari massa yang solid

pada payudara. Setelah dilakukan FNAB, material sel yang diambil

dari payudara akan diperiksa di bawah mikroskop yang sebelumnya

24

Page 25: CA MAMMAE 2003.doc

terlebih dahulu dilakukan pengecatan sampel. Jarum yang digunakan

pada FNAB lebih kecil dibandingkan jarum yang biasa dipakai untuk

mengambil darah.

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dilakukan dengan terlebih

dulu membersihkan kulit payudara yang akan diperiksa. Apabila

benjolan dapat diraba maka jarum halus tersebut di masukan ke

daerah benjolan tersebut seperti pada gambar 9.

Gambar 9. Pemeriksaan FNAB (David, 2010).

Apabila benjolan tidak dapat diraba, prosedur FNAB akan dilakukan

dengan panduan dari sistem pencitraan yang lain seperti mammografi

atau USG. Setelah jarum dimasukkan ke dalam bagian payudara yang

tidak normal, maka dilakukan penghisapan melalui jarum tersebut.

Hasil sampel yang diperoleh diratakan pada gelas obyek dibiarkan

kering kemudian dipulas dan akhirnya diperiksa dibawah mikroskop.

Efektivitas dari pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biops (FNAB)

sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan keahlian pemeriksa yang

25

Page 26: CA MAMMAE 2003.doc

sudah berpengalaman. Kondisi dari sampel FNAB memiliki makna

yang sangat penting untuk menentukan apakah hasil tersebut

mengandung sel kanker atau tidak. Apabila sampel yang dihasilkan

dari benjolan tersebut tampak bersih, sedikit berwarna, kehijauan atau

kecoklatan, putih, kuning, atau pada kasus yang sangat jarang

mengandung darah, pada kebanyakan kasus kemungkinan besar ini

berasal dari tumor yang jinak atau bukan kanker. Sedangkan sampel

yang mengandung darah mengindikasikan sampel tersebut

mengandung sel kanker dan dianalisis lebih lanjut.

 

Sebelum dilakukan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) seringkali

tidak dilakukan pembiusan lokal karena prosedur anastesi lebih

memberikan rasa sakit dibandingkan FNAB-nya sendiri dan lidokain

sebagai bahan anestesi bisa menimbulkan artefak yang tampak pada

pemeriksaan mikroskopis. Seorang wanita sebaiknya tidak

menggunakan bedak, deodoran, lotion, atau parfum dibawah lengan

atau pada payudara sebelum pemeriksaan yang nantinya dapat

mengganggu gambaran pemeriksaan mikroskopis.

Gambaran mikroskopis suatu keganasan payudara tampak kelainan

berupa sel tunggal dengan inti banyak, hiperkromasi, batas irregular,

pleomorfik maupun sel dalam kelompok dengan sel yang bertumpuk,

inti hiperkromatik. Perubahan secara morfologik paling bermakna

dijumpai pada inti sel sedangkan perubahan pada sitoplasma lebih

mengarah pada penentuan diferensiasi fungsional seluler.

26

Page 27: CA MAMMAE 2003.doc

                     

Prosedur Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) memiliki beberapa

keuntungan antara lain FNAB adalah metode tercepat dan termudah

dari biopsi payudara dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.

FNAB sangat baik untuk mengkonfirmasi kista payudara sekaligus

aspirasi cairan dan setelah dilakukan pemeriksaan, pasien dapat

langsung melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Kekurangan dari Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah

prosedur ini hanya mengambil sangat sedikit sampel dari jaringan atau

sel payudara sehingga hanya dapat menghasilkan diagnosis

berdasarkan keadaan sel. Hal ini menyebabkan penilaian yang diambil

harus teliti karena tidak dapat dibandingkan dengan keadaan jaringan

di sekitarnya (Mulandari, 2003).

c. Pemeriksaan Histopatologi

Pada prosedur pemeriksaan ini akan dilakukan pengambilan sampel

jaringan dari tubuh. Sebelumnya payudara dibersihkan terlebih dahulu

dengan menggunakan antiseptik. Kemudian Bius lokal disuntikkan ke

dalam lokasi payudara yang akan dilakukan pemeriksaan, setelah itu

dibuat sayatan sepanjang kontur payudara setelah itu jarum

dimasukkan, di bawah anestesi lokal, melalui sayatan kecil di kulit,

dan mengambil sedikit jaringan dari massa bersama dengan jaringan

normal.

27

Page 28: CA MAMMAE 2003.doc

Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan jarum

yang sangat halus maupun dengan jarum yang cukup besar untuk

mengambil jaringan. Jarum biopsy dengan menggunakan jarum agak

lebih besar terdapat tepi pemotongan khusus. Kemudian material yang

diperoleh dari insisi maupun eksisi dilakukan pewarnaan dengan

Hematoxylin dan Eosin di bagian Patologi anatomi. Gambaran

histopatologi keganasan berupa campuran sel ganas dan sel piknotik,

inti hiperkromatik dan degenerative dengan banyak mengandung

debris nekrotik, sitoplasma bervakuol besar (Damjanov, 2001).

D. TERAPI

Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnostik klinis dan

histopatologik serta tingkat penyebaran harus dipastikan dahulu.

Diagnostik klinis harus sama dengan diagnostik histopatologis. Bila

keduanya berbeda, harus dibedakan mana yang keliru. Atas dasar itu

disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangan manfaat dan mudarat

setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal

yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Apabila

tindakan paliatif, alasan nonkuratif menentukan terapi yang dipilih (De

Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang diberikan apabila pada hasil

pemeriksaan histopatologi menunjukan hasil menunjukan tumor ganas

28

Page 29: CA MAMMAE 2003.doc

sehingga diperlukan pembedahan kuratif. Pembedahan kuratif yang

mungkin dilakukan adalah masektomi radikal dan bedah konservatif

yang merupakan eksisi tumor luas. Terapi kuratif dilakukan jika tumor

berbatasan pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan

kulit mammae atau infiltrasi ke kelenjar limfe disekitarnya (De Jong dan

Sjamsuhidajat, 2005).

Pembedahan radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara

dengan sebagian besar kulitnya, otot dan kelenjar limfe sekaligus. Namun

saat ini telah dimodifikasi oleh Patey, sehingga otot dipertahankan jika

tumor mammae jelas bebas dari otot tersebut. Sekarang biasanya

dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Bedah

konservatif ini selalu ditambah diseksi kelenjar aksila dan radioterapi (De

Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor kecil dan tersedia sarana

radioterapi yang khusus untuk penyinaran. Penyinaran dilakukan untuk

mencegah kambuhnya tumor dipayudara dari tumor yang tertinggal. Bila

dilakukan pengangkatan mammae, pertimbangkan untuk melakukan

konstruksi mammae dengan melakukan implantasi prostesis atau cangkok

flap muskulokutan. Implatasi ini dapat sekaligus dilakukan dengan bedah

kuratif dan pada waktu penyinaran (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

29

Page 30: CA MAMMAE 2003.doc

2. Radioterapi

Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi

kuratif dengan mempertahankan mammae, dan sebagai terapi tambahan

atau terapi paliatif. Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal

lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk

tujuan kuratif

Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil yang baik untuk waktu

terbatas bila tumor sudah tidak mampu angkat secara lokal (T4) (De Jong

dan Sjamsuhidajat, 2005).

3. Kemoterapi

Terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemikdan sebagai

terapi adjuvan. Kemoterapi adjuvan diberikan kepada pasien yang pada

pemeriksaan histopatologi pascabedah mastektomi ditemukan metastasis

disebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan

mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar

aksilanya sudah mengandung metastasis (De Jong dan Sjamsuhidajat,

2005).

Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofosamid, metrotreksat dan 5 –

fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada wanita usia pramenopause,

sedangkan pada wanita pascamenopause diberikan terapi adjuvan

hormonal berupa pil antiestrogen. Kemoterapi paliatif dapat diberikan

kepada pasien yang telah menderita metastasis sistemik. Obat yang

30

Page 31: CA MAMMAE 2003.doc

dipakai secara kombinasi antara lain CMF atau vinkristin dan adriamisin

(VA) atau 5 fluorourasil adriamisin (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

4. Terapi Hormonal

Indikasi pemberikan terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi

sistemik akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan

secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lama dan efek

sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mammae peka terhadap

terapi hormonal. Hanya kurang dari 60 % yang bereaksi baik dan

penderita mana yang ada harapan memberi respons dapat diketahui dari

uji reseptor estrogen pada jaringan tumor (De Jong dan Sjamsuhidajat,

2005).

E. PROGNOSIS

Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi

metastasis yang terlihat pada tabel 1. Ketahanan hidup seseorang sangat

bergantung pada tingkat penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran

histopatologi dan uji reseptor estrogen yang bila positif lebih baik.

Stadium tumor dipandang secara luas sebagai faktor prognosis yang

paling kuat.

Tabel 1. Prognosis Pasien Kanker PayudaraStadium Ketahanan hidup lima tahun

IIIIIIIV

85%65%40%10%

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

31

Page 32: CA MAMMAE 2003.doc

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Tufts U. 19 Februari 2011 http://www.absolute-truth-in-cancer.com/breast-cancer.html

Anonim. 2009 Tufts U. 19 Februari 2011 http://www.breastexams.net/best-techniques/

Alsoph, Y.H., Tjindarbumi, D. 2002. Nullipara Sebagai Salah Satu Faktor Resiko pada Kanker Payudara. Ropanasuri. Indonesia. 75-78 hlm.

Azamris, 2006. Analisis Faktor Resiko pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No. 152. In; http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/17 1 52/AnalisaPasienKanker.pdf/ AnalisaPasienKanker . Diakses 18 Februari 2011.

Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 2. Salemba Medika, Jakarta. 79-82 hlm.

Damjanov, I. 2001. Buku Teks & Atlas Berwarna Histopatologi. Widya Medika, Jakarta. 372-375 hlm.

David, A.L. 2010 Tufts U. 20 September 2011. http://www.nlm.nih.gov/-medlineplus/ ency/presentations/100205_1.htm

De Jong, W.D., Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC, Jakarta. 387-402 hlm.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Deteksi Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. In: http://www.depkes.go.id/-index.php?option=new&task=viewarticle&sid=3081 . Diakses 18 Februari 2011.

Djamaloeddin.2008.Kelainan pada Mamma (Payudara).In : Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifuddin, dan Trijatmo Rachimhadi, ed. Ilmu kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 472-494 hlm.

Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi Di Fiore. EGC, Jakarta. 327 hlm.

Handoyo D. 2002. Pengelolaan Karsinoma Payudara Dalam Keganasan Kulit, Kepala Dan Leher. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang

International Agency For Research Of Cancer (IARC), 2008. Breast Cancer. Available from: http://screening.iarc.fr/breastindex.php Diakses 17 Desember 2011

32

Page 33: CA MAMMAE 2003.doc

Ismail, S., Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto, Jakarta

Jonqueira, L.C.,Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC, Jakarta. 447-450 hlm.

Kumar, V., Cotran, R., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. EGC, Jakarta. 794-801 hlm.

Lestadi, L. 2002. Penuntun Diagnosis Praktis Sitologi Payudara. Widya Medika, Jakarta.

Moore, K.L., Agur, A.M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates, Jakarta. 35 hlm..

Mulandari, D. 2003. Perbandingan Akurasi Diagnostik Antara Biopsi Aspirasi Jarum Besar Dengan Potongan Beku Pada Tumor Payudara. Universitas Diponogoro, Semarang. Tesis 1-40 hlm.

Nicholson S. 2001. Use of Fine Needle Aspiration Cytology With Immediate Reporting In The Diagnosis of Breast Desease. Br.J.Surg. 849-850 hlm.

Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Novianto, C. 2004. Akurasi Pemeriksaan Klinis, Ultrasonografi Payudara Dan Sitologi Biopsi Aspirasi Dalam Menegakan Keganasan Payudara Stadium Dini. Universitas Diponogoro, Semarang. Tesis 1-48 hlm.

Price, S., Wilson, P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC, Jakarta. 1303-1305 hlm.

Rasad, S., Makes, D. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. FKUI, Jakarta. 511-512 hlm

Sriwibowo, K. 2005. Akurasi Biopsi Jarum Halus Sebagai Sarana Dalam Menegakan Diagnosis Neoplasma Ganas Jaringan Lunak. Universitas Diponogoro, Semarang. Tesis. 1-36 hlm.

Tjahjono. 2003. Deteksi Dini Kanker, Peran Pemeriksaan Sitologi dan Antisipasi Era Pasca Genom. Universitas Diponogoro, Semarang.

World Health Organization, 2008. Breast Cancer Risk Factors. Available from:http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index4.html Diakses 31 Desember 2011.

33