CA Colon Rampung Refrensi Blom

70
BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat. 1 Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. 2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. 3 Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. 4 Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang 1

description

ewmq

Transcript of CA Colon Rampung Refrensi Blom

Page 1: CA Colon Rampung Refrensi Blom

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum

tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian

keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga

kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.1

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya.2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus kanker.3 Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari

berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati

angka 1,8 per 100.000 penduduk.4

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan

Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di

Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;

banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan

pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang

ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang

berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.2

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.3 Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic

anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat

berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.2

Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak

98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan

sarkoma (0,3%).1

1

Page 2: CA Colon Rampung Refrensi Blom

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,

kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri

dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet,

pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler

dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.

Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang

disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat

kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan

mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica

semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh

adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah

pindah atau menghilang.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior

dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang

memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal

arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica

sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang

merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri

mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali

arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum

dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama

dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena

mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri

mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir

menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn.

mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus

intestinalis.

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa

iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan,

terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral.

2

Page 3: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Jadi letak colon ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya

langsung melekat pada dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus

lumborum dan ren dextra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan

arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra

sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum

dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra

letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga

lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan

facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya.

Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon

transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica

superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat

arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .

3

Page 4: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.1. Arteri Mesenterica Superior

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon

transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut

radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli

dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut

ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan

duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari

mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat

bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Gambar 2.2. Arteri Mesenterica Inferior

4

Page 5: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli

sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak

retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak

pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra.

Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri

sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.5

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya

intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid

mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid

membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh

dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila

kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke

dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding

mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari

cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri

mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara

vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari

ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior

hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna.

Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral

(vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya

pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum

mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter

kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan

diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus.

2.2. Fisiologi

2.2.1. Pertukaran air dan elektrolit

Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit.

Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari.

Natrium diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat

mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti

dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif

5

Page 6: CA Colon Rampung Refrensi Blom

disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida

diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat.

Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia.

Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati.

Absorpsi amonia ini tergantung daro pH intraluminal. Penggunaan antibiotik

akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan penuran pH intraluminal

yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.

2.2.2. Asam lemak rantai pendek

Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat

diproduksi oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam

lemak rantai pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon

dan metabolisme usus seperti transportasi natrium. Kekuranga nsumber

penghasil Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi akan

menyebabkan atrofi mukosa.

2.2.3. Mikroflora kolon dan gas intestinal

Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri.

Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah

Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak.

Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan protein

di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu,

estrogen dan kolesterol. Bakteri ini juga di[perlukan dalam produksi vitamin

K dan menghambat pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle.

Tetapi tingginya jumlah bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses

dan infeksi.

Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah

dan produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen,

oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen

dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan

reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam

lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang

diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.

6

Page 7: CA Colon Rampung Refrensi Blom

2.2.4. Motilitas

Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan

karaktersistik dari kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan

kontraksi intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan

meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan

perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan

motilitas kolon.

Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan

penting dalam stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi

oleh keadaan emosi. Waktu transit di kolon dipercepat oleh makan

makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan yang

tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan

kolon normal lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan, makanan

mencapai sekum dalam 4 jam dan 24 pada rektosigmoid. Kolon

transversum merupakan tempat penyimpanan feses.5

Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus.

Faktor yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah

kegiatan dan tidur, jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.

Jenis- jenis gerakan :

- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini

memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan

meningkatkan absorpsi air dan elektrolit

- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal

dan sirkular.

- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan

kontraksi antegrade dan propulsif.

2.2.5. Defekasi

Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi

melibatkan pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal

dan rektal serta relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin defekasi terbentuk ketika

feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di dinding rektum atau

otot levator.5 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter ani

7

Page 8: CA Colon Rampung Refrensi Blom

yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan

epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair.

2.3. Epidemiologi

Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat

insiden dan mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker

kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker

terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari

total jumlah penderita kanker.

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan

Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika

Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai

kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan

mortalitas.

Didapatkan suatu hubungan yaitu

- Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang

meningkat seiring dengan usia

- Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk

- Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan

dengan pria lainnya.

Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.

Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah

Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang

banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker

menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker

yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.

8

Page 9: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.3 Insiden Kanker di Indonesia

2.4. Etiologi

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal.

Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.

Tabel 2.1 Sindroma kanker familial

TABLE 2-1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) SyndromesSyndrome % of

total CRC burden

Genetic basis

Phenotype Extracolonic manifestations

Treatment Notes

Familial adenomatous polyposis (FAP)

<1% Mutasi pada gen suppressor tumor APC (5q21)

<100 adenomatous polyp; near 100% with CRC by age 40 yr

CHRPE, osteomas, epidermal cysts, periampullary neoplasms

TPC with end-ileostomy or IPAA or TAC with IRA and lifelong surveillance

Variants include Turcot (CNS tumors) and Gardener (desmoids) syndromes

9

Page 10: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)

5%–7%

Defective mismatch repair: MSH2 and MLH1 (90%), MSH6 (10%)

Polyps sedikit, predominantly right-sided CRC, 80% lifetime risk of CRC

At risk for uterine, ovarian, small intestinal, pancreatic malignancies

Genetic counseling; consider prophylactic resections, including TAH/BSO

High microsatellite instability (MSI-H) tumors, better prognosis than sporadic CRC

Peutz-Jeghers (PJS)

<1% Kehilangan tumor suppressor gene LKB1/STK11 (19p13)

Hamartomas throughout GI tract

Mucocutaneous pigmentation, risk for pancreatic cancer

Surveillance EGD and colonoscopy q3 yr; resect polyps >1.5 cm

Majority present with SBO due to intussuscepting polyp

Familial juvenile polyposis (FJP)

<1% Mutasi SMAD4/DPC (18q21)

Hamartomas throughout GI tract; >3 juvenile polyps; 15% with CRC by age 35 yr

Gastric, duodenal and pancreatic neoplasms; pulmonary AVMs

Genetic counseling; consider prophylactic TAC with IRA for diffuse disease

Presents with rectal bleeding or diarrhea

AVM, arteriovenous malformation; CHRPE, congenital hypertrophy of retinal pigmented epithelium; CNS, central nervous system; EGD, esophagogastroduodenoscopy; GI, gastrointestinal; IPAA, ileal pouch-anal anastomosis; IRA, ileal-rectal anastomosis; TAC, total abdominal colectomy; TAH/BSO, total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy; TPC, total proctocolectomy.

Kasus sporadik

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari

seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat

diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertamadari pasien kanker

kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet

tinggi lemak jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat

menurunkan resiko ini untuk individu dengan diet tinggi lemak. Studi

epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari negara bukan industri

lebih sedikit terkena resiko ini.

10

Page 11: CA Colon Rampung Refrensi Blom

2.5. Faktor Resiko

2.5.1. Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari

kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai

dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia

menuju transformasi maligna dan invasif kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi

tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari

formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel

yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen

gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan

pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis

(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,

karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53

merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53

kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi

DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan

mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini

karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan

kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi

proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi

ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan

baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel.

Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi

melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan

menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel

akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak

aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga

kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel akibatnya sel akan

berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen

p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali

dan karsinogenesis dimulai.Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai

neoplastik dan non neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang

11

Page 12: CA Colon Rampung Refrensi Blom

termasuk polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip,

hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip.Neoplastik

polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan berdasarkan

WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous

adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85%

tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah

5%.8

Gambar 2.4 Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen

dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa

invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma

berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang

diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi

tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk

menjadi kanker kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan

dengan meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat

dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien

yang mempunyai multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi

malignansi tergantung beratnya derajat displasia.

12

Page 13: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.5 Polip Neoplastik

Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous

adenoma, (D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang

muncul dari sebuah villous adenoma.

2.5.2. diopathic Inflammatory Bowel Disease

A. Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon,

sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko

perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis

dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko

kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun.

Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker

kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan

kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya

lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia

bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Diagnosis dari displasia

mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi

perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.

13

Page 14: CA Colon Rampung Refrensi Blom

B. Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk

menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif

kolitis.

Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar

20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari

adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada

tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus

dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa

squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien

dengan crohn’s disease.

 

2.5.3. Faktor Genetik

A. Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan

riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan

keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai

kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila

dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker

kolorektal pada keluarganya.

B. Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal

menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh

karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi.

Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom

kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang

terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p

ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q

ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar.2

Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini

menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,

dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki

14

Page 15: CA Colon Rampung Refrensi Blom

mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan

hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).7

FAP

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi

pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat

menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40

sampai 50 tahun.2 Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan

polip yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi

yang aman dan adekuat. Ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk

melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada

bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali

terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur

pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan.

Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP

yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi

rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada

sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas,

pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk

gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.

HNPCC

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.

Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada

umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon

kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang

bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari

DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi

dari squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang

dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype),

dimana predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari

malignansi primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma

sebaceous, carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk

kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus

biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada

HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-

15

Page 16: CA Colon Rampung Refrensi Blom

cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang

berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi

lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada

HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadi

karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata

kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun. Ketika kriteria

amsterdam digunakan untuk menentukan proporsi dari kanker kolorektal yang

dikarenakan HNPCC, estimasi keakurasiannya sekitar 1-6 %.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita kanker

kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada umur

20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama kali

terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata

pasien dengan HNPCC yang didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur

44 tahun, dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker kolorektal

pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC terlihat lebih baik daripada

pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian menunjukkan bahwa

pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant kemoterapi

berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini.7

C. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah

serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada

kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak

menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua

hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker

kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk

asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal.

Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan

perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin,

trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini

mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga

memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal

tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua

adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat

16

Page 17: CA Colon Rampung Refrensi Blom

karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat

disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel

disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin

yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini

didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan

lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis

dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses

ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan

lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme

tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan

pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan

antara diet dan resiko kanker kolorektal.8

D. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga

kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.

Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah

kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Pemakaian alkohol juga

menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,

obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap

hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker.

Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas

prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The

Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara

aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan

aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

E. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita

adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali

(2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali

(1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia

17

Page 18: CA Colon Rampung Refrensi Blom

lebih muda (30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai

dengan usia.

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :

1. Berusia > 50 tahun

2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis

dan Peutz jagers sindrom)

3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

4. Inflamatory bowel disease

5. Riwayat menderita kanker kolorektal

6. Riwayat menderita polip kolrektal

2.6. Patofisiologi

Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat

menyebabkan aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi tumor

( APC, DCC deleted in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan

perkembangan dari polip adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi ini.

Gambar 2.6 Perkembangan menuju karsinoma

Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien

dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen

APC dapat diidentifikasi. Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik

kanker kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel

18

Page 19: CA Colon Rampung Refrensi Blom

diperlukan untuk pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah prematur stop kodon

yang menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan

karsinoma. Akan tetapi, mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang

menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras

dan hilangnya gen supresi tumor DCC dan p53.

K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel.

Gen K-ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal

intraceluler. Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang

dihidrolisis menjadi guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G protein.

Mutasi K-ras menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang menyebabkan

G protein aktiv secara permanen. Hal ini yang menyebabkan pemecahan sel yang tidak

terkontrol.

DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk

degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma

kolorektal dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak

dikarakteristikan dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi

apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki. Mutasi p53

diperlihatkan dalam 75% kasus.

19

Page 20: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.7 Perubahan genetik dan gambaran klinis

Jalur genetik

Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progesi dari tumor yaitu jalur

LOH dan jalur replication error (RER). Jalur LOH dikarakteristikan dengan

delesi pada kromosom dan tumor aneuploidi. 80% dari karsinoma kolorektal

merupakan mutasi dari jalur LOH, sisanya merupakan mutasi jalur RER yang

dikarakteristikan dengan kesalahan pasangan sewaktu replikasi DNA. Beberapa

gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dalam mengenali dan

memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu include

hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu dari

beberapa gen ini merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi

pada proto onkogen ataupun gen supresi tumor.

20

Page 21: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi mikrosatelit. Tumor dengan

instabilitas mikrosateliti memiliki karakteristik yang berbeda dari jalur LOH.

Tumor ini lebih banyak terdapaat pada bagian kanan dan memiliki prognosis

yang lebih baik. Tumor yang berasal dari LOH terjadi pada kolon distal dan

berprognosis lebih buruk.

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari

lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan

menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur

sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam

tubuh yang lain (paling sering ke hati).Neoplasma primer adenokarsinoma

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus,

berbentuk kembang kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon

asendens.

2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala

obstruksi, terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan rektum.

3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.

Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi

tukak maligna.

2.7. Histologi

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-

2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal.

Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa

adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid

carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma,

mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara

keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat

differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan

dengan derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa,

signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan

telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan

sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada

saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi

dan sering sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.

21

Page 22: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais

(RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah

adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45

(22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell

carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal

berdasarkan klasifikasi World Health Organization:

- Mucinous adenocarcinoma

- Signet ring cell adenocarcinoma

- Adenoskuamous carcinoma

- Squamous carcinoma

- Choriocarcionma

- Medullary carcinoma10

2.8. Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan

suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian

kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri

mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,

kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari

kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker

kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

a. Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal

ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar

sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah

makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah

samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah

makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung

empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.

b. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses

ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen

yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan

frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses

dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar

mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.

22

Page 23: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan

seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada

pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada

hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar

penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker

kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan

diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin

mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.

Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis

kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga

dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut

divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat

menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya

merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Gambar 2.8 Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat

dideteksi dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi

Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)

Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

23

Page 24: CA Colon Rampung Refrensi Blom

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

- Teraba massa abdominal

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

Rektum :

- Pendarahan per rektal

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA

KEADAAN UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

Staging tumor menurut TNM

Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan

dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening

regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan

sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

24

Page 25: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan

kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M

ada tidaknya metastase jauh.

Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah

bening (KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih

dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0).

Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila

tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat

status anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila

status metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh karena

itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam

menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun

setelah pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator

kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah

menjalani operasi.

Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau

ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering

mendapat anak sebar kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang

rekuren disertai metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan

metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke

paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati

terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum,

sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra kemudian dapat

mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata

harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan

gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh

peningkatan CEA dan gambaran CT-scan).

T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

25

Page 26: CA Colon Rampung Refrensi Blom

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke

perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau

peritoneum viseral.

Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor

N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan

atau pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh6

26

Page 27: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Stadium Deskripsi

histopatologis

Bertahan 5

tahun (%)Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas

pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai

muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker cenderung

masuk atau

melewati lapisan

serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65

D TxNxM1 IV 5

Tabel 2.3. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal

2.9. Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC):

27

Page 28: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Resiko Prosedur Onset Frekuensi

Resiko rendah

- Asimptomatik

- Tidak ada kerabat

tingkat 1 yang

kena

Tes darah samar

(TSD), fleksibel

sigmoidoskopi (FS)

Kolonoskopi, barium

enema dan

proctosigmoidoscopy

50

50

TDS tiap tahun

FS tiap 5 tahun

Tiap 5-10 tahun

Resiko menengah

- CRC pada kerabat

tingkat 1,usia <

55th atau > 2

keluarga tingkat

pertama terkena

- CRC pada

keluarga tingkat

pertama, usia > 55

th

- Riwayat polip

kolorektal besar >

1cm atau multipel

- Riwayat CRC

setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

40 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

50 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

1 tahun setelah

polipektomi

1 tahun setelah

reseksi

Setiap 5 tahun

Setiap 5 – 10 tahun

Jika rekuren, tiap

tahun. Jika tidak, tiap

5 tahun

Jika normal 3 th,

bila tetap normal tiap

5 tahun. Jika

abnormal, tiap 5

tahun

Resiko tinggi

- FAP

- HNPCC

- IBD

FS, pemeriksaan

genetik

Kolonoskopi,

pemeriksaan genetik

Kolonoskopi

12-14 tahun

( pubertas)

21-40 tahun

40 tahun

8-15 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap tahun

Tiap 2 tahun

Tabel 2.3 Screening pada tiap resiko

28

Page 29: CA Colon Rampung Refrensi Blom

a. Tes darah samar

Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan

kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi

mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah

samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan

ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC. Tes ini baru

signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh tes darah samar positif. Jadi, tes

darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.

b. Rigid Proctoscopy

Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon

sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya

terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan

dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian

interior dari rektum. Prosedur ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid

atau polip rektum.

Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian

pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko

kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya

limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit dicantumkan dalam

program skrining modern ini.

29

Page 30: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.10 Proctoscopy

c. Flexible Sigmoidoscopy

Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan

penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan

adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek

sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi.

d. Colonoscopy

Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik

digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam

mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi,

mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini

memerlukan persiapan usus dan menyebabkan ketidaknyamanan karena

memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan endoskopi.

Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun

sangat kecil.

30

Page 31: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi

e. Barium enema kontras

Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu

sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam

skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi

dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk

alasan ini, maka barium enema dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi

sebagai skrining. Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada

usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi.

f. CT Colonografi

Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif

tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan

rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien

membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu dilakukan CT.

Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.

CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual

Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi-

slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau

tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi

tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. Persiapan pemeriksaan CTC hampir

sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar dengan bahan laksan,

ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan

dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi.

Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan

spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%.

Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas

82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC

juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000

pemeriksaan.

Pemeriksaan fisik

31

Page 32: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal,

mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan

dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya

kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi

yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin

dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba

adanya massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri tekan pada abdomen. Bila

teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau melekat pada jaringan,

konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen ialah timpani.

Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada auskultasi

didengarkan bising usus.

Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau

melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan

derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah

pada sarung tangan.

Pemeriksaan penunjang

Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti:

anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan

defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau

radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila

tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

g. Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon

memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis,

hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai

dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan

kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar dapat dideteksi melalui darah

sama feses atau defesiensi Fe.

Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal

ialah carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan

pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk

ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat

terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak

32

Page 33: CA Colon Rampung Refrensi Blom

spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70%

pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur

screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5

h. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50%

polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian

rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli

radiologi senior. Oleh karena itu, pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih

diperlukan.

Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan

untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan

alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa

mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa

bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan

kolonoskopi.Persiapan dan pemeriksaan barium enema

Persiapan:

Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya

10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans

Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans

Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.

Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6.

Gambaran normal:

Pasase lancar (gambaran haustre)

Refluks kontras ke dalam ileum

Post evakuasi: feather like appereance

33

Page 34: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2.12. Barium enema normal

Gambaran radiologis karsinoma kolon:

Gangguan pasase kontras

Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen

Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect

Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple

core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5

Gambar 2.13 karsinoma anular kolon sigmoid

Gambaran radiologis polip:

Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang berbentuk multipel

Gambar 2.14. gambaran polip pada barium enema Gambar 2.15. peduncaled polyp

Gambaran radiologis karsinoma rektum:

34

Page 35: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambaran pasase kontras

Tergantung jenisnya:

- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis

- Filling defect : mukosa tidak rata

2.10. Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan

kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas

45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan

tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk

metastasis.

2.11. Tata laksana

Kanker kolon

Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan

drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan

walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah

metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai

limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang

mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti

omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak

dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan

diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin

yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.

Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang

kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap

karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi.

Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan.

Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi

sebelumnya) juga diterapi serupa.

35

Page 36: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan

laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman.

Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi,

maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau

bypass.

Stage 0 ( Tis, N0,M0)

Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak

memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade

dysplasia meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka

polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.polip

bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien

iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak

rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat

diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi segmental.

Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)

Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan

metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening

berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histologi

diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi.

Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)

Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan

operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat

berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan

survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi komplit stadium 2

dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan disarankan

untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).

Stage III: Lymph Node Metastasis (T any , N1, M0)

Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang

tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan

kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 5-

Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi rekurensi dan

36

Page 37: CA Colon Rampung Refrensi Blom

meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah as

capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan

immunotherapy.

Stage IV: Distant Metastasis (T any , N any , M1)

Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit

sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini,

sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka survival pada pasien

reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien yang tidak direseksi.

Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi

difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting

untuk lesi obstruksi kolon kiri.

Reseksi kolorektal

Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma

( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.

Reseksi

Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah

pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ

dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan

kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign,

tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.

Emergensi reseksi

Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan

hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak

stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi

oleocolonic dapat dilakukan.

Reseksi laparoskopik

Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi

nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar

37

Page 38: CA Colon Rampung Refrensi Blom

secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi

secara terbuka.

Gambar 2.16 Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer

Anastomosis

Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan

dapat berupa handsewn atau stapled.

Jenis anastomosis :

1. End to end

Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini

terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam

kolostomi atau anastomosis usus kecil.

2. End to side

Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik

ini dilakukan pada obstruksi kronik.

3. Side to end

Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.

4. Side to side

Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah

atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

38

End to end

Page 39: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Gambar 2. 17 Anastomosis

Colostomy

Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding

dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding

abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian

distal yang dikeluarkan melalui dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di

dalam abdomen sebagai hartmann’s pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan

laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal,

kemudian dilakukan anastomosis end to end.

Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi

dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi

lebih sedikit beresiko.

Gambar 2.18 Kolostomi

Kanker rektum

Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan

prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan

organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka

reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi

dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor

rektum lebih sensitif dengan radiasi.

Terapi lokal

39

Page 40: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena itulah,

beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign, noncircumferential

dan adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi transanal. Akan tetapi

rekurensi tinggi walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery

(TEM) dioperasikan dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan

laparoskopi yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi

yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan eksisional biopsi.

Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat

digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen patologis

untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada individu dengan resiko tinggi

yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal lainnya.

Reseksi radikal

Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma

rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya.

Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam

untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi

partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi

dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan

operasi tajam.

Terapi spesifik stadium

Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan N dari

kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun kurang akurat

dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.

Stage 0 (Tis, N0,M0)

Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.

Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)

Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1% resiko

metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal dapat dilakukan

namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.

Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)

Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah

rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME

untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi.

40

Page 41: CA Colon Rampung Refrensi Blom

Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah pengecilan ukuran tumor, mereseksi

menjadi lebih mudah. Kerugiannya ialah overtreatment dari tumor masa awal,

penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis.

Stage III: Lymph Node Metastasis (T any , N1, M0)

Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post

operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening.

Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan

ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti dengan reseksi radikal.

Stage IV: Distant Metastasis (T any , N any , M1)

Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas dengan

pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada reseksi dapat

menyembuhkan untuk beberapa pasien. Kebanyakan pasien memerlukan terapi

paliatif. Reseksi radikal dapat digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau

tenesmus. Terapi lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol

perdarahan atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah

obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus.

Sistemik kemoterapi

Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil

sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen

kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-

Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau

kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan.

Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

5-Fluorouracil + leucovorin

o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu

o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum

5-FU

o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

LV5FU2 (de Gramont regimen)

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

41

Page 42: CA Colon Rampung Refrensi Blom

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)

o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2

IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV

continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)

42

Page 43: CA Colon Rampung Refrensi Blom

o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14

o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1

o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous

infusion pada hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu

o Mengulang siklus setiap 2 minggu11

Agen biologis

Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang

diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada

kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor

receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai

monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter

dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan

diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis

ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).

Terapi radiasi

Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi

terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,

hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.11

Penyebaran tumor

Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:

a. Penyebaran langsung

Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi

kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1

43

Page 44: CA Colon Rampung Refrensi Blom

tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan

berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti

hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih,

vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina,

kandung kemih, prostat atau sakrum.

b. Metastasis hematogen

Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem

vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena

lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik.

Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita

dengan kanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi

dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.

c. Metastasis kelenjar getah bening regional

Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase

proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior. Serta

bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus diangkat

sewaktu operasi.

d. Metastasis transperitoneal

Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas

peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis.

e. Metastasis intraluminal

Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.

44

Page 45: CA Colon Rampung Refrensi Blom

2.12. Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi

penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka

kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa

penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu

persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

Follow up

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun pertama dan

setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi hal ini tidak

mutlak dan berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko yang dimiliki oleh

pasien.

2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA)

Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun

ada kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan pada pasien

selama 3 tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima.

Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kekambuhan pada pasien.

3. CT scan

CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 3

tahun pertama setelah reseksi tumor primer.

4. Kolonoskopi

Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk

mendokumentasi tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi

dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun

sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak

tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan

sigmoidoskopi.

5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi

Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. Pemeriksaan

dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun kedua.

45

Page 46: CA Colon Rampung Refrensi Blom

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di

paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut

menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi

dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari

modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),

Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan

modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko

dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan

karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat

memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan

postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat

dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya

dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada

prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena

penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

DAFTAR PUSTAKA

46