repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN...

384
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIMRS) DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA (Studi pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban) SKRIPSI Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya WAKHIDATUL AMANI 135030107113015 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK MALANG 2017

Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN...

Page 1: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN

MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013

TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

RUMAH SAKIT (SIMRS) DALAM MEWUJUDKAN

PELAYANAN PRIMA

(Studi pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

WAKHIDATUL AMANI

135030107113015

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

MALANG

2017

Page 2: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

ii

MOTTO

Belajar dari kemarin, Hidup untuk sekarang, Berharap untu esok.

Dan hal yang penting jangan berhenti bertanya.

Life is Peace

(Wakhidatul Amani)

Page 3: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

iii

PERSEMBAHAN

Untuk Ayahku Siswanto dan

Ibuku Aniyatul Khusna Tercinta

Untuk Adikku

Alm. Afton Aliman Huda Terkasih

Untuk Keluarga Besarku Terkasih

Untuk Teman dan

Sahabat-Sahabatku Tersayang

Page 4: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

iv

Page 5: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

v

Page 6: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

vi

Page 7: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

vii

RINGKASAN

Wakhidatul Amani, 2017, Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, 1) Drs. Romula Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo,

S.AP, M.AP

Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013

tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) ini dibentuk untuk

memberikan pelayanan sistem informasi dengan tujuan untuk memberikan

layanan informasi data dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah,

akurat, terpadu, aman dan efesien, khususnya untuk membantu dalam

mempelancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini adalah

mendeskripsikan dan menganalisa Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dan untuk mendeskripsikan dan menganalisa faktor

pendukung dan penghambat kebijakan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data menurut

Sugiono. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan

dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan

Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk meningkatkan kualitas pelayanan prima

di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban secara keseluruhan telah berjalan

dengan cukup baik karena adanya pelaksana kebijakan yang kuat, dan adanya

koordinasi yang baik dengan pihak terkait. Sedangkan yang menghambat kebijkan

ini adalah pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik, selain itu

juga sumber daya manusia.

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Sistem Informasi Manajemen Rumah

Sakit , Pelayanan Prima

Page 8: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

viii

SUMMARY

Wakhidatul Amani, 2017, Implementation of the policy of the Minister of Health

No. 82 of 2013 About Hospital Management Information System In Actualize

Service Excellent In RSUD Dr R Koesma Tuban Regency, 1) Drs. Romula

Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

The Policy of Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital

Management Information System was established to provide information system

services with the aim to provide data information services with more productive,

transparent, orderly, fast, easy, accurate, Safe and efficient, especially to assist in

surfing and facilitate the formation of policies in improving health services,

especially in the field of organization of hospitals in hospitals Dr. R Koesma

Tuban. The purpose of this study is to describe and analyze the Implementation of

Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management

Information System in realizing excellent service at Dr. R Koesma Hospital Tuban

Regency and to describe and analyze the supporting factors and inhibiting the

policy .

The research method used is descriptive research with qualitative

approach. Data analysis used is data analysis according to Sugiono. The research

was conducted by observation, interview and documentation.

The results of this study indicate that Policy Implementation of Minister of

Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management Information System

(SIMRS) to improve the quality of excellent service in Dr. R Koesma Hospital

Tuban Regency as a whole has been running quite well because of the

implementation of policies robust, and good coordination with related parties.

While that inhibits this policy is the maintenance of facilities and internet network

is not good, but also human resources.

Keywords: Iimplementation Policy, Hospital Management Information System,

Service Excellent

Page 9: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, anugrah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (Simrs) Dalam Mewujudkan Pelayanan

Prima (Studi Pada Rsud Dr R Koesma Kabupaten Tuban).”

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam penyusunan skripsi ini, penulis

menyadari bahwa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sangat memberikan

pengaruh yang besar bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya.

2. Bapak Dr.Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Publik Universitas Brawijaya.

3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

4. Bapak Drs. Romula Adiono, M.AP selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan segala kesabaran,

Page 10: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

x

memberikan banyak ilmu, serta kritik dan saran dalam penyusunan

skripsi ini.

5. Bapak Nurjati Widodo, S.AP, M.AP selaku Dosen Pembimbing II,

yang telah mencurahkan perhatian, bimbingan, nasehat serta motivasi

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik atas Ilmu

yang telah diberikan, baik ilmu dalam perkuliahan maupun kehidupan

sehari-hari.

7. Orang Tua tercinta Ayah Siswanto dan Ummi Aniyatul Khusna. Dan

wali Abah Ali Rosyidi yang telah memberikan dukungan, do’a serta

selalu bekerja keras tanpa mengenal lelah memberikan dukungan

sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

8. Kepada Keluarga tercinta Kakek, Nenek, Paman, Tante dan Sepupu

Adek Afton yang selalu menyemangatiku.

9. Seluruh pegawai dan komponen yang ada di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban terimakasih telah membantu penulis dalam proses

penelitian.

10. Kepada Kepala SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Bapak

Nashrul Fatih, Amd. Bapak Maliki dan Bapak Adi selaku Hardware

SIMRS, Bapak Candra selaku Analis SIMRS, Bapak Taufiq selaku

jaringan SIMRS dan Bapak Irwan, Bapak Heri selaku Progammer

SIMRS yang telah membantu dalam penulis dalam proses penelitian.

Page 11: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xi

11. Kepada Para Sahabatku Mba Intan, Mb Nova , Yolanda, Naili, Pita,

Eni, Anifa, Ella, Rukfa, Wulan, Amelia, Mareta,Atin, Puput, Fidia,

Mba Ocha, Daning dan seluruh teman-teman FIA 2013, yang

menemani dan membantuku dalam suka maupun duka.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan motivasi bagi pihak

terkait yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila banyak

kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Malang, 17 Mei 2017

Penulis

Page 12: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

MOTTO .......................................................................................................................... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................ iii

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................ iv

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................... vi

RINGKASAN ................................................................................................................. vii

SUMMARY .................................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 11

D. Konstribusi Penelitian ......................................................................... 11

E. Sistematika Penelitian ......................................................................... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................... 15

A. Administrasi Publik dan Kebijakan Publik ......................................... 15

1. Pengertian Administrasi Publik..................................................... 15

2. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 16

3. Tahap-Tahap Kebijakan Publik..................................................... 19

B. Implementasi Kebijakan...................................................................... 21

1. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................................. 21

2. Proses Implementasi Kebijakan .................................................... 24

3. Model Implementasi Kebijakan Publik ......................................... 30

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi

Kebijakan ...................................................................................... 44

C. E- Government .................................................................................... 46

1. Pengertian E-Government ............................................................. 46

2. Manfaat E-Government ................................................................. 47

3. Prinsip-Prinsip E-Government ...................................................... 49

D. Sistem Informasi Manajemen ............................................................. 51

1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem

Informasi Manajemen, Rumah Sakit ............................................ 51

E. Pelayanan Publik ................................................................................. 69

Page 13: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xiii

1. Pengertian Pelayanan Publik ......................................................... 69

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik ................................................. 70

3. Standar Pelayanan Publik .............................................................. 71

F. Pelayanan Prima ................................................................................ 73

1. Strategi .......................................................................................... 73

2. Pelayanan Prima ............................................................................ 75

3. Strategi Pelayanan Prima .............................................................. 77

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 81

A. Jenis Penelitian .................................................................................... 81

B. Fokus Penelitian .................................................................................. 82

C. Lokasi dan Situs penelitian ................................................................. 83

D. Sumber Data dan Jenis data ................................................................ 84

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 87

F. Instrumen Penelitian............................................................................ 89

G. Keabsahan Data ................................................................................... 90

H. Analis Data .......................................................................................... 91

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 95

1. Profil Kabupaten Tuban ................................................................................. 95

a. Sejarah ...................................................................................................... 95

b. Lambang Daerah ...................................................................................... 98

c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban .............................................................. 101

d. Keadaan Geografis Kabupaten Tuban ...................................................... 102

e. Keadaan Demografi Kabupaten Tuban .................................................... 103

2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ............................ 105

a. Sejarah Singkat RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ......................... 105

b. Visi, Misi, Tujuan dan Motto serta Nilai ................................................. 108

c. Struktur Organisasi .................................................................................. 112

B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian ................................................................... 113

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 113

a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 114

b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 121

c. Tahap Aplikasi............................................................................................ 138

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban ..................................................................... 147

a. Faktor Pendukung .................................................................................... 147

b. Faktor Penghambat ................................................................................... 149

C. Pembahasan dan Analisis Data ............................................................................ 151

Page 14: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xiv

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 151

a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 153

b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 155

c. Tahap Aplikasi .......................................................................................... 157

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.......................................................... 159

a. Faktor Pendukung .................................................................................... 159

b. Faktor Penghambat ................................................................................... 160

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 163

B. Saran ..................................................................................................................... 165

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 167

LAMPIRAN ................................................................................................................... 172

Page 15: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xv

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban ................................................. 112

2. Uraian Tugas Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma ............................. 126

3. Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif .................................................... 134

4. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu tentang

Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban....................................................................................................... 145

5. Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang Pelayanan

Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban....................................................................... 145

Page 16: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

2

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS fungsional.. 8

2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn .................... 34

3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .......................... 44

4. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian Dan Sabatier ................... 46

5. Model Implementasi Kebijakan M. S. Grindle ...................................... 48

6. Analisis Data Model Interaktif Miles Huberman dan Saldana ............... 99

7. Lambang Daerah Tuban ........................................................................ 105

8. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban ........................................ 110

9. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ................. 119

10. Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS ............................. 125

11. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. ..................................................................................................... 130

12. Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma .................................. 131

13. Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma ................................... 132

14. Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma ................................. 133

15. Sarana dan Prasarana dan jaringan internet ............................................ 145

16. Tampilan aplikasi SIMRS ...................................................................... 147

17. Staff yang mengelola data ...................................................................... 147

18. Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ........... 148

Page 17: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN

MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013

TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

RUMAH SAKIT (SIMRS) DALAM MEWUJUDKAN

PELAYANAN PRIMA

(Studi pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

WAKHIDATUL AMANI

135030107113015

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

MALANG

2017

Page 18: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

ii

MOTTO

Ilmu tanpa Agama Buta, Agama Tanpa Ilmu Lumpuh

(Albert Einstein)

Belajar dari kemarin, Hidup untuk sekarang, Berharap untu esok.

Dan hal yang penting jangan berhenti bertanya.

Life is Peace

(Wakhidatul Amani)

Page 19: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

iii

Persembahan..........

Untuk Ayahku Siswanto dan

Ibuku Aniyatul Khusna Tercinta

Untuk Adikku

Alm. Afton Aliman Huda Terkasih

Untuk Keluarga Besarku Terkasih

Untuk Teman dan

Sahabat-Sahabatku Tersayang

Page 20: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

iv

RINGKASAN

Wakhidatul Amani, 2017, Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, 1) Drs. Romula Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo,

S.AP, M.AP

Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013

tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) ini dibentuk untuk

memberikan pelayanan sistem informasi dengan tujuan untuk memberikan

layanan informasi data dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah,

akurat, terpadu, aman dan efesien, khususnya untuk membantu dalam

mempelancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini adalah

mendeskripsikan dan menganalisa Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dan untuk mendeskripsikan dan menganalisa faktor

pendukung dan penghambat kebijakan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data menurut

Sugiono. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan

dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan

Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk meningkatkan kualitas pelayanan prima

di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban secara keseluruhan telah berjalan

dengan cukup baik karena adanya pelaksana kebijakan yang kuat, dan adanya

koordinasi yang baik dengan pihak terkait. Sedangkan yang menghambat kebijkan

ini adalah pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik, selain itu

juga sumber daya manusia.

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Sistem Informasi Manajemen Rumah

Sakit , Pelayanan Prima

Page 21: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

v

SUMMARY

Wakhidatul Amani, 2017, Implementation of the policy of the Minister of Health

No. 82 of 2013 About Hospital Management Information System In Actualize

Service Excellent In RSUD Dr R Koesma Tuban Regency, 1) Drs. Romula

Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

The Policy of Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital

Management Information System was established to provide information system

services with the aim to provide data information services with more productive,

transparent, orderly, fast, easy, accurate, Safe and efficient, especially to assist in

surfing and facilitate the formation of policies in improving health services,

especially in the field of organization of hospitals in hospitals Dr. R Koesma

Tuban. The purpose of this study is to describe and analyze the Implementation of

Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management

Information System in realizing excellent service at Dr. R Koesma Hospital Tuban

Regency and to describe and analyze the supporting factors and inhibiting the

policy .

The research method used is descriptive research with qualitative

approach. Data analysis used is data analysis according to Sugiono. The research

was conducted by observation, interview and documentation.

The results of this study indicate that Policy Implementation of Minister of

Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management Information System

(SIMRS) to improve the quality of excellent service in Dr. R Koesma Hospital

Tuban Regency as a whole has been running quite well because of the

implementation of policies robust, and good coordination with related parties.

While that inhibits this policy is the maintenance of facilities and internet network

is not good, but also human resources.

Keywords: Iimplementation Policy, Hospital Management Information System,

Service Excellent

Page 22: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, anugrah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (Simrs) Dalam Mewujudkan Pelayanan

Prima (Studi Pada Rsud Dr R Koesma Kabupaten Tuban).”

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam penyusunan skripsi ini, penulis

menyadari bahwa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sangat memberikan

pengaruh yang besar bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya.

2. Bapak Dr.Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Publik Universitas Brawijaya.

3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

4. Bapak Drs. Romula Adiono, M.AP selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan segala kesabaran,

Page 23: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

vii

memberikan banyak ilmu, serta kritik dan saran dalam penyusunan

skripsi ini.

5. Bapak Nurjati Widodo, S.AP, M.AP selaku Dosen Pembimbing II,

yang telah mencurahkan perhatian, bimbingan, nasehat serta motivasi

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik atas Ilmu

yang telah diberikan, baik ilmu dalam perkuliahan maupun kehidupan

sehari-hari.

7. Orang Tua tercinta Ayah Siswanto dan Ummi Aniyatul Khusna. Dan

wali Abah Ali Rosyidi yang telah memberikan dukungan, do’a serta

selalu bekerja keras tanpa mengenal lelah memberikan dukungan

sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

8. Kepada Keluarga tercinta Kakek, Nenek, Paman, Tante dan Sepupu

Adek Afton yang selalu menyemangatiku.

9. Seluruh pegawai dan komponen yang ada di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban terimakasih telah membantu penulis dalam proses

penelitian.

10. Kepada Kepala SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Bapak

Nashrul Fatih, Amd. Bapak Maliki dan Bapak Adi selaku Hardware

SIMRS, Bapak Candra selaku Analis SIMRS, Bapak Taufiq selaku

jaringan SIMRS dan Bapak Irwan, Bapak Heri selaku Progammer

SIMRS yang telah membantu dalam penulis dalam proses penelitian.

Page 24: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

viii

11. Kepada Para Sahabatku Mba Intan, Mb Nova , Yolanda, Naili, Pita,

Eni, Anifa, Ella, Rukfa, Wulan, Amelia, Mareta,Atin, Puput, Fidia,

Mba Ocha, Daning dan seluruh teman-teman FIA 2013, yang

menemani dan membantuku dalam suka maupun duka.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan motivasi bagi pihak

terkait yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila banyak

kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Malang, 17 Mei 2017

Penulis

Page 25: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

MOTTO .......................................................................................................................... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................ iii

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................ iv

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................... vi

RINGKASAN ................................................................................................................. vii

SUMMARY .................................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 11

D. Konstribusi Penelitian ......................................................................... 11

E. Sistematika Penelitian ......................................................................... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................... 15

A. Administrasi Publik dan Kebijakan Publik ......................................... 15

1. Pengertian Administrasi Publik..................................................... 15

2. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 16

3. Tahap-Tahap Kebijakan Publik..................................................... 19

B. Implementasi Kebijakan...................................................................... 21

1. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................................. 21

2. Proses Implementasi Kebijakan .................................................... 24

3. Model Implementasi Kebijakan Publik ......................................... 30

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi

Kebijakan ...................................................................................... 44

C. E- Government .................................................................................... 46

1. Pengertian E-Government ............................................................. 46

2. Manfaat E-Government ................................................................. 47

3. Prinsip-Prinsip E-Government ...................................................... 49

D. Sistem Informasi Manajemen ............................................................. 51

1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem

Informasi Manajemen, Rumah Sakit ............................................ 51

E. Pelayanan Publik ................................................................................. 69

Page 26: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

x

1. Pengertian Pelayanan Publik ......................................................... 69

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik ................................................. 70

3. Standar Pelayanan Publik .............................................................. 71

F. Pelayanan Prima ................................................................................ 73

1. Strategi .......................................................................................... 73

2. Pelayanan Prima ............................................................................ 75

3. Strategi Pelayanan Prima .............................................................. 77

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 81

A. Jenis Penelitian .................................................................................... 81

B. Fokus Penelitian .................................................................................. 82

C. Lokasi dan Situs penelitian ................................................................. 83

D. Sumber Data dan Jenis data ................................................................ 84

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 87

F. Instrumen Penelitian............................................................................ 89

G. Keabsahan Data ................................................................................... 90

H. Analis Data .......................................................................................... 91

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 95

1. Profil Kabupaten Tuban ................................................................................. 95

a. Sejarah ...................................................................................................... 95

b. Lambang Daerah ...................................................................................... 98

c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban .............................................................. 101

d. Keadaan Geografis Kabupaten Tuban ...................................................... 102

e. Keadaan Demografi Kabupaten Tuban .................................................... 103

2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ............................ 105

a. Sejarah Singkat RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ......................... 105

b. Visi, Misi, Tujuan dan Motto serta Nilai ................................................. 108

c. Struktur Organisasi .................................................................................. 112

B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian ................................................................... 113

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 113

a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 114

b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 121

c. Tahap Aplikasi............................................................................................ 138

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban .......................................................................... 147

a. Faktor Pendukung .................................................................................... 147

b. Faktor Penghambat ................................................................................... 149

C. Pembahasan dan Analisis Data ............................................................................ 151

Page 27: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xi

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 151

a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 153

b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 155

c. Tahap Aplikasi .......................................................................................... 157

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban .............................................................................. 159

a. Faktor Pendukung .................................................................................... 159

b. Faktor Penghambat ................................................................................... 160

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 163

B. Saran ..................................................................................................................... 165

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 167

LAMPIRAN ................................................................................................................... 172

Page 28: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xv

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban ................................................. 112

2. Uraian Tugas Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma ............................. 126

3. Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif .................................................... 134

4. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu tentang

Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban....................................................................................................... 145

5. Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang Pelayanan

Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban....................................................................... 145

Page 29: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS fungsional.. 8

2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn .................... 34

3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .......................... 44

4. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian Dan Sabatier ................... 46

5. Model Implementasi Kebijakan M. S. Grindle ...................................... 48

6. Analisis Data Model Interaktif Miles Huberman dan Saldana ............... 99

7. Lambang Daerah Tuban ........................................................................ 105

8. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban ........................................ 110

9. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ................. 119

10. Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS ............................. 125

11. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. ..................................................................................................... 130

12. Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma .................................. 131

13. Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma ................................... 132

14. Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma ................................. 133

15. Sarana dan Prasarana dan jaringan internet ............................................ 145

16. Tampilan aplikasi SIMRS ...................................................................... 147

17. Staff yang mengelola data ...................................................................... 147

18. Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ........... 148

Page 30: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

2

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Direktorat

Jenderal yang menyelenggarakan urusan di bidang bina upaya kesehatan

Kementerian Kesehatan membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan

terbarukan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan

kebijakan secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Rumah Sakit sering mengalami

kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun

eksternal, Sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang

efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel.

Salah satu bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan

memanfaatkan teknologi informasi melalui penggunaan sistem Sistem Informasi

berbasis komputer. Pesatnya kemajuan teknologi di bidang informasi telah

melahirkan perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Dalam kaitan ini, peran dan fungsi pelayanan data dan informasi yang

dilaksanakan oleh Rumah Sakit sebagai salah satu unit kerja pengelola

Page 31: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

3

data dan Informasi dituntut untuk mampu melakukan berbagai penyesuaian dan

perubahan. Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data

dan informasi dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat,

terpadu, aman dan efisien, khususnya membantu dalam memperlancar dan

mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan sistem pelayanan

kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.

Bahwa sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan

pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk sistem

informasi manajemen rumah sakit. Banyak Rumah Sakit yang telah berupaya

untuk membangun dan mengembangkan sistem informasi, namun sebagian

mengalami kegagalan, dan sebagian Rumah Sakit memilih untuk melakukan

kerja sama operasional (outsourcing) dengan biaya yang relatif besar yang pada

akhirnya ikut membebani biaya kesehatan bagi pasien/masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang

menyelenggarakan urusan di bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian

Kesehatan memandang perlunya membangun kerangka acuan kerja (framework)

dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi Rumah Sakit yang

bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di

Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan

Rumah Sakit di Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan,

mengimplementasi dan memelihara sendiri. Sehingga akan terdapat

keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.

Page 32: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

4

Menurut para pakar mengenai seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81)

bahwa administrasi publik berkaitan dengan hukum, dan pemberian layanan

kepada umum. Sebisa mungkin kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif,

efisien, dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat

diketahui bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara

hasrat dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik

bermuara pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang

dikemukakan Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu

konteks yang merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi

pelayanan publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah

harus lebih responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan

dibutuhkan masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian

pelayanan publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan

publik merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang

hendak dicapai dalam administrasi publik.

Salah satu sektor yang harus ditangani dalam pelayanan publik adalah

sektor kesehatan. Kesehatan sangat penting untuk menunjang proses

pembangunan, hal ini dikarenakan kesehatan sebagai prasyarat, indikator, dan

hasil sebuah kemajuan dalam pembangunan negara. Penanggung jawab utama

pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan adalah pemerintah. Hal ini dikarenakan

kesehatan warga negara menjadi program nasional dan merupakan pelayanan

dasar yang essensial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyebutkan bahwa

Page 33: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

5

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Jelas bahwa kesehatan adalah hal penting yang diperoleh

setiap individu serta menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin agar setiap

warga negaranya untuk hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait bidang kesehatan

adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semenjak adanya Undang-Undang ini

dibuatlah beberapa program pendukung layanan kesehatan masyarakat seperti

program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bahkan daerah ada

Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA). Namun dalam perkembangannya

saat ini semua jaminan kesehatan itu di integrasikan menjadi satu yaitu menjadi

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemudian untuk mendukung dan

menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasioanal (JKN) disahkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS). Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor

120/313/OTDA tanggal 24 Januari 2011, program nasional di bidang kesehatan

meliputi : Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program

lingkungan sehat, program lingkungan sehat, program upaya kesehatan

masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit, program

perbaikan gizi masyarakat, program sumber daya kesehatan, program obat dan

Page 34: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

6

pembekalan kesehatan, dan program kebijakan manajemen kesehatan

masyarakat.

Aplikasi SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

No 82 tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi, efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah

Sakit. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah sebuah sistem

informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses

manajemen Rumah Sakit, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk

pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia,

penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh

manajemen. Produk yang diberikan adalah Enterprise Hospital System adalah

sistem yang terintegrasi pada semua modul dan telah dipakai di beberapa Rumah

Sakit Daerah, baik yang telah berstatus Badan Layanan Umum (BLU) maupun

belum. SIMRS ini didesain dengan teknologi informasi terbaru dan interface

yang menarik sehingga mudah digunakan.

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan salah satu

subsistem penting dalam pelayanan rumah sakit. Keberadaan dan fungsionalitas

SIMRS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi seluruh pelanggan

rumah sakit, baik pasien, dokter, perawat, seluruh SDM lainnya, pihak

manajemen, mitra RS sampai dengan pemangku kepentingan. Melalui SIMRS,

setiap transaksi akan dicatat, diolah dan digunakan untuk mendukung pelayanan

yang tepat. Data yang terkumpul selanjutnya diolah sesuai dengan kaidah

pengetahuan agar dapat membantu para pengambil keputusan (baik klinis

Page 35: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

7

maupun manajemen) dalam membuat keputusan terbaik bagi pasien dan

manajemen rumah sakit.

Seiring dengan perkembangan teknologi, istilah SIMRS selalu berasosiasi

dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak mungkin

menerapkan SIMRS di era seperti sekarang tanpa investasi perangkat keras,

perangkat lunak, sistem basis data, jaringan, SDM yang handal serta manajemen

RS yang komitmen dalam mengembangkannya. Di era JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional), rumah sakit yang tidak memiliki SIMRS tidak dapat bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan. Mulai dari verifikasi peserta sampai dengan pembuatan

transaksi klaim, rumah sakit harus memiliki infrastruktur agar dapat mengakses

server kepesertaan BPJS Kesehatan serta menggunakan aplikasi klaim InaCBG

atau yang digunakan sebagai pola pembayaran di fasilitas kesehatan tingkat

lanjut (FKTL). Seiring dengan kemajuan dan perkembangan RS, teknologi

SIMRS juga akan semakin maju dan kompleks. Di sinilah akan bermunculan

tawaran penggunaan berbagai subsistem lain seperti misalnya LIS (laboratory

information system), RIS (radiology information system), PACS (Picture

Archiving and Communication System), electronic prescribing dan lain

sebagainya. Pada titik inilah, era electronic medical record (rekam medis

elektronik) atau lebih jauh lagi electronic health record (rekam kesehatan

elektronik) mulai hadir. Oleh karena itu, kunci utama untuk memasuki

era EMR/EHR (Electronic Medical Record/Electronic Health Record) adalah

keberadaan SIMRS.

Page 36: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

8

Data yang dikumpulkan oleh Kemenkes melalui SIRS (sistem informasi

rumah sakit), pedoman bagi rumah sakit untuk melakukan pencatatan dan

pelaporan rutin, sampai dengan akhir November 2016 melaporkan bahwa 1257

dari 2588 (atau sekitar 48%) rumah sakit di Indonesia telah memiliki SIMRS

yang fungsional. Untuk itu ada yang tidak fungsional atau sudah memiliki

SIMRS namun tidak dapat dijalankan. Ada 128 rumah sakit (5%) yang

melaporkan sudah memiliki SIMRS namun tidak berjalan secara fungsional.

Ternyata, masih terdapat 425 rumah sakit (16%) yang belum memiliki SIMRS.

Namun demikian, masih terdapat 745 rumah sakit (28%) yang tidak melaporkan

apakah sudah memiliki SIMRS atau belum.

Berdasarkan gambar 1, peneliti bisa melihat bahwa secara jumlah SIMRS

fungsional banyak ditemukan di RS tipe C (597 RS) disusul oleh RS tipe B

(267). Namun dari sisi proporsinya, SIMRS yang fungsional lebih banyak

ditemukan di RS tipe A (79%) dan RS tipe B (73%).

Page 37: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

9

Gambar 1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS

fungsional (sumber: olahan dari SIRS November 2016)

https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-

yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB.

Implikasi kebijakan dengan memperhatikan fakta di atas, apa implikasinya

bagi kebijakan kesehatan?

1). Informasi di atas merupakan data dasar penting bagi kebijakan

pengembangan rumah sakit Indonesia yang perlu terus dipantau

perkembangannya. Kementerian Kesehatan harus berani menerapkan target

keberadaan SIMRS fungsional pada 100% rumah sakit di Indonesia.

2). Kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan menerapkan SIMRS.

Rumah sakit tipe A dan B, dengan asumsi memiliki sumber daya (finansial dan

SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk memiliki SIMRS yang

fungsional. Pada kelompok ini, kebijakan untuk mendorong RS tersebut

memasuki era EMR/EHR perlu ditingkatkan lagi.

Page 38: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

10

3). Kelompok rumah sakit tipe C dan D adalah populasi rumah sakit yang terbesar

di Indonesia. Pada kelompok inilah juga ditemukan lebih besar SIMRS yang

tidak fungsional. Diperlukan kebijakan efektif agar dapat menjamin RS

menerapkan SIMRS secara berhasil. Berbagai tantangan pada kelompok ini

perlu diidentifikasi untuk selanjutnya dicarikan solusi. Solusi bisa berasal dari

berbagai jurusan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemilik rumah sakit,

mitra akademis, vendor, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lain

sebagainya.

4). Masih banyak rumah sakit yang belum memiliki SIMRS fungsional karena

statusnya memang belum berkelas. Melekatkan keberadaan SIMRS dengan

sistem akreditasi dan registrasi rumah sakit bisa menjadi alternatif agar

pencapaian 100% SIMRS fungsional dapat terwujud.

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dengan Tipe Kelas B adalah salah

satu rumah sakit yang menerapkan SIMRS untuk meningkatkan pelayanan

terhadap masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

tentunya tidak luput dari berbagai kendala pelaksanaan baik itu di tingkat

kabupaten maupun kota. Seperti halnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban masih memiliki permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya

manusia yaitu permasalahan tentang kesesuaian tenaga kerja dengan tugas pokok

dan fungsi di bagiannya masing-masing. Namun tentunya faktor-faktor terkait

pengimplementasian kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang

berkaitan dengan sumber daya manusia, baik dari tenaga operasional pengelola

Page 39: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

11

data di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, maupun tenaga pelaksana di

RSUD yang turut mempengaruhi tingkat efektivitas dari keseluruhan

implementasi SIMRS itu sendiri akan terus dikaji dan berusaha untuk

ditingkatkan lagi dengan inovasi-inovasi baru.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang

Pelayanan Publik, dimana pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk

atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik. Berjalannya undang-undang tersebut, maka

pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab dalam

memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk

pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, maka dari itu

diperlukan bentuk pelayanan prima pad RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan

(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?

Page 40: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

12

2. Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Untuk mendeskripskan dan menganalisis Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan

penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan

(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

D. Konstribusi Penelitian

Dari segi akademis maupun praktis, diharapkan penelitian ini bisa

memberi manfaat dan konstribusi bagi pihak yang berkepentingan, antara

lain:

Page 41: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

13

1. Konstribusi Akademis

a. Bagi mahasiswa

1). Penelitian ini diharapkan mampu melatih dan menerapkanteori yang

telah didapatkan sebelumnya, serta meningkatkan kemampuan fikir

dalam pengetahuan khususnya tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit dan Pelayanan Prima

2). Penelitian ini bisa juga dijadikan referensi bagi calon peneliti lain

sebagai perbandingan dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Bagi perguruan tinggi

1).Sebagai bahan sumbangan pemikiran dan kajianpengembangan Ilmu

Administrasi Publik tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

dan Pelayanan Prima.

2). Sebagai bahan pustaka untuk mengadakan penelitian lanjutan

mengenai Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan Pelayanan

Prima.

2. Konstribusi Praktis

a. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit

Umum Daerah Dr R Koesma Tuban untuk mengetahui implementasi

kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit secara tepat.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagi alat evaluasi dari

implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

dalam rangka mewujudkan Pelayanan Prima pada Rumah Sakit Umum

Daerah Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 42: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

14

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ditujukan untuk

mempermudah dalam memberikan gambaran umum secara keseluruhan

mengenai isi dari penelitian dan telah disesuaikan dengan peraturan dari

akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, yaitu sebagai

berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini, akan membahas mengenai latar belakang pemikiran penelitian

yang berisi dasar pemikiran penulis untuk mengetahui implementasi

kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam mewujudkan

Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Selain itu,

pada bab ini berisi rumusan masalah yang hendak diteliti oleh peneliti,

tujuan penelitian, konstribusi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan

mendasari peneliti untuk melakukan analisa dalam pembahasan yang

berkaitan dengan judul atau tema yang peneliti angkat.

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang

akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan untuk

melakukan penelitian, yang mencakup: jenis penelitian, fokus penelitian,

Page 43: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

15

lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,

instrumen penelitian, dan analisis data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian

yang mencakup penyajian data dan analisis data yang diperoleh peneliti

selama melakukan penelitian serta memaparkan interpretasi hasil analisis

data penelitian.

BAB V: PENUTUP

Pada bab ini, akan berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian

berdasarkan pembahasan dan interpretasi hasil analisis data penelitian.

Dalam bab ini juga akan dipaparkan saran-saran peneliti yang sesuai dengan

kesimpulan yang telah peneliti uraikan sebelumnya.

Page 44: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Adinistrasi Publik dan Kebijakan Publik

1. Pengertian Administrasi Publik

Menurut Indradi (2010:1) Administrasi Publik, berasal dari dua kata, yakni

administrasi dan publik. Ditinjau dari asal kata, terdapat beberapa pengertian

istilah administrasi. Pertama, kata “administrasi” berasal dari kata

“administrate” (latin: ad = pada, ministrare = melayanani). Dengan demikian

ditinjau dari asal kata, administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada.”

Kedua, kata “administrasi” berasal dari kata “administration” (to

administer). Kata to administer dapat berarti to manage (mengelola) dan to

direct (menggerakkan). ini berarti administrasi merupakan kegiatan

mengelola atau menggerakkan. ketiga kata “administrasi” berasal dari bahasa

Belanda “administratie” yang pengertiannya mencakup stelselmatige

verkrijging en verweking van gegeven (tata usaha), bestuur (manajemen

organisasi) dan beheer (manajemen sumberdaya).

Perkembangan ilmu administrasi publik saat ini banyak para pakar

memberikan rumusan mengenai pengertian administrasi publik, antara lain

seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81) bahwa administrasi publik berkaitan

dengan hukum, dan pemberian layanan kepada umum. Sebisa mungkin

kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif, efisien

Page 45: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

17

dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat diketahui

bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara hasrat

dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik bermuara

pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang dikemukakan

Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu konteks yang

merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi pelayanan

publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah harus lebih

responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan

masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian pelayanan

publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan publik

merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang hendak

dicapai dalam administrasi publik.

1. Pengertian Kebijakan Publik

Didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pasti tidak dapat

lepas dari apa yang disebut dengan kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan

tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial, kesehatan,

perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidanglainnya yang

menyangkut tujuan hidup masyarakat. Menurut Thomas R. Dye dalam

Subarsono (2005: 2) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah “ Apapun

pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”. Konsep

tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak

dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah

ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

Page 46: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

18

Pemerintah memiliki peran yang sentral dalam menghadapi

permasalahan publik sehingga pada kondisi tidak melakukan sesuatu pun

dianggap sebagai sebuah kebijakan. Walaupun bahwa kebijakan publik

dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor luar pemerintah. Definisi

kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa:

1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan

oragnisasi swasta;

2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau

tidak dilakukan oleh badan pemerintahan. Kebijakan pemerintah

untuk membuat program baru atau tetap sama.

Menurut Islamy (2009: 20) menyimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan

oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan

tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat pada hakekatnya kebijakan

publik mendasarkan pada paham bahwa kebijakan publik harus mengabdi

kepada kepentingan masyarakat. Dari kesimpulan tersebut memiliki

implikasi bahwa :

a. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan

tindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan publik itu tidak hanya cukup dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuk nyata.

c. Kebijakan publik untuk memerlukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud tertentu.

Page 47: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

19

d. Bagi kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi

kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan

publik adalah segala tindakan yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh

pemerintah dalam menghadapi permasalahan masyarakat secara luas dan

berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku. Setiap kebijakan

publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang berorientasi pencapian tujuan

maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari keduanya. Secara

padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006:31) menjelaskan

tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik adalah

dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian

dengan public goods (barang publik) maupun public service (jasa publik).

Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan

kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik. Berdasarkan teori yang

dikemukakan Bromley dalam Tachjan (2006:17), kebijakan publik

memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan,

yaitu: policy level, organizational level, operational level.

Suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga yudikatif

dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh lembaga

eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh satuan

pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian. Pada masing-

masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional

arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat

Page 48: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

20

hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara

pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan

kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola

pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan

tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang

ditetapkan akan ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik

(feedback) bagi semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah

perbaikkan atau peningkatan kebijakan.

Tachjan (2006:19) menyimpulkan bahwa pada garis besarnya siklus

kebijakan publik terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu:

1. Perumusan kebijakan

2. Implementasi kebijakan serta

3. Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan.

Jadi efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan oleh proses

kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga

aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas

serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu

masalah publik atau tujuan tertentu tercapai.

1. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik adalah hal yang rumit dan

penuh dengan banyak pertimbangan karena dalam proses ini banyak

melihatkan variabel-variabel yang harus dikaji lebih mendalam.

Page 49: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

21

Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan ini harus dibagi menjadi

beberapa tahap yang akan memudahkan peneliti dalam mempelajari

kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik sebagaimana telah

digambarkan melalui tahapan atau proses yang cukup panjan. Menurut

Thomas R. Dye dalam Widodo (2008: 16-17), tahapan kebijakan

publik meliputi beberapa hal berikut:

1. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)

Identifikasi masalah dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang

menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.

2. Penyusunan agenda (agenda setting)

Penyusunan agenda merupakan aktivitas memfokuskan perhatian

pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang

akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu.

3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)

Perumusan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan

melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui

organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,

birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif.

4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)

Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik,

kelompok penekan, presiden, dan kongres.

5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)

Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran

publik, aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.

6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)

Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri,

konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat.

Proses kebijakan sebgaimana telah dikemukakan sebelumnya

merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bagaimana (a) masalah

dirumuskan, (b) agenda kebijakan yang ditentukan, (c) keputusan yang

diambil, (e) kebijakan dilaksanakan, (f) kebijakan dievaluasi.

Page 50: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

22

B. Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Nugroho (2011: 618) implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya. Implementasi

kebijakan publik merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang apabila dikaitkan dengan

kebijakan yaitu bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu

dibuat dalam suatu bentuk positif, seperti undang-undang(UU) dan kemudian

berhenti dan tidak diimplementasikan. Tetapi sebuah kebijakan harus

dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan

yang diinginkan.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses

kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan

agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi

kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi

publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya

diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna

meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam

Budi Winarno (2012:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik

sebagai:

”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup

usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-

Page 51: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

23

tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam

rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan

besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan

sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.

Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah

undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai

implementasi kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tahap

yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap

yang bersifat teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa:

”Policy implementation is the application by government`s

administrative machinery to the problems. Kemudian Edward III

(1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage

of policy making between establishment of a policy…And the

consequences of the policy for the people whom it affects”.

Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006:25) menyimpulkan bahwa

implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang

dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di

antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan

mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan

alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang

bersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang

sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan

menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak

kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan

oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa:

Page 52: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

24

“The execution of policies is as important if not more important

than policy making. Policy will remain dreams or blue prints

jackets unless they are implemented”.

Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal

dua pendekatan yaitu: Pendekatan top down yang serupa dengan

pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan

pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market

approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command

and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat

dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top

down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan)

yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh

administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level

bureaucrat).

Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom

up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi

warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan

yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga

setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu

melibatkan masyarakat secara partisipastif. Tachjan (2006:26) menjelaskan

tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada

yaitu:

1.Unsur pelaksana

2.Adanya program yang dilaksanakan serta

Page 53: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

25

3.Target group atau kelompok sasaran.

Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan

Dimock &Dimock dalam Tachjan (2006:28) sebagai berikut:

”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan

kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran

organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi

organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan

program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan

operasional, pengawasan serta penilaian”.

Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik

adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam

Tachjan (2006:27):

”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs

and policies and have varying degrees of importance in other

stages of the policy process. In policy and program formulation

and legitimation activities, bureaucratic units play a large role,

although they are not dominant”.

Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam

implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan

penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar

namun tidak dominan.

2. Proses Implementasi Kebijakan

Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94) mengatakan bahwa

proses implementasi suatu kebijakan publik mencakup tahap interpretasi,

tahap pengorganisasian, dan tahap aplikasi, berikut penjelasan proses

implementasi kebijakan publik:

Page 54: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

26

a. Tahap Interpretasi

Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah

kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan strategis akan

dijabarkan dalam kebijakan manajerial dan kebijakan manajerial akan

dijabarkan dalam kebijakan teknis operasiona. Kebijakan umum atau

kebijakan strategis diwujudkan dalam peraturan daerah (PERDA) yang

dibuat bersama-sama antara lembaga legislatif (DPRD) dan lembaga

eksekutif pemerintah daerah (PEMDA). Kebijakan manajerial

diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan kepala daerah (Bupati

atau Walikota) dan kebijakan teknis operasional diwujudkan dalam

bentuk kebijakan kepala dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai

unsur pelaksana teknis PEMDA.

Aktivitas interpretasi kebijakan tadi tidak sekedar menjabarkan

sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang

bersifat lebih operasional, tetapi juga diikuti dengan kegiatan

mengkomunikasikan kebijakan (sosialisai) agar seluruh masyarakat

(stakeholder) dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah,

tujuan, dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini

perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat,

baik lngsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tadi. Tidak

saja mereka menjadi tahu dan paham tentang apa yang menjadi arah,

tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi yang lebih penting mereka akan

Page 55: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

27

menerima, mendukung dan bahkan mengamankan pelaksanaan

kebijakan tadi.

b. Tahap Pengorganisasian

Tahapan pengorganisasian lebih mengarah pada proses kegiatan

pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan

(penentuan lembaga organisasi mana yang akan melaksanakan, siapa

pelakunya); penetapan anggaran (beapa besarnya anggaran yang

diperlukan, dari mana sumbernya, bagaimana menggunakan, dan

mempertanggungjawabkan); penetapan sarana dan prasarana apa yang

diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja (juklak

dan juklis) dan penetapan manajemen pelaksana kebijakan termasuk

penataan pola kepemimpinan dan koordinasi kebijakan.

1).Pelaksana kebijakan

Pelaksana kebijakan sangat bergantung kepada jenis kebijakan

apa yang akan dilaksanakan, namun setidaknya dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

a. Dinas, Badan, Kantor, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan

Pemda.

b. Sektor Swasta

c. Lembaga Masyarakat

d. Komponen Masyrakat

Page 56: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

28

Penetapatan pelaku kebijakan bukan sekedar menetapkan

lembaga mana yang melaksanakan dan siapa yang melaksanakan, tetapi

juga menetapkan tugas pokok, fungsi, dan kewenanagan dan tanggung

jawab dari masing-masing pelaku kebijakan tersebut.

2). Standar Operasional Prosedur (SOP)

Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standard Operational

Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk tuntutan referensi bagi

para pelaku kebijakan agar mereka mengetahui apa yang harus

disiapkan dan lakukan, siapa sasarannya, dan hasil apa yang ingin

dicapai dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, SPO dapat pula

digunakan untuk mencegah timbulnya perbedaan dalam bersikap dan

bertindak ketika dihadapkan pada permaslahan yang timbul pada saat

mereka melaksanakan kebijakan. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang

dibuat perlu dibuat prosedur tetap atau prosedur baku berupa standar

prosedur operasi atau sandar pelayanan minimal (SPM).

3). Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pelaku kebijakan dan SOP,

langkah berikutnya perlu ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari

mana sumber anggaran tadi, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk

melaksnakan suatu kebijakan. Besarnya anggran untuk melaksanakan

kebijakan tentunya sangat tergantung kepada macam dan jenis

kebijakan yang dilaksanakan. Namun sumber anggaran setidakknya

Page 57: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

29

dapat ditetapkan antara lain berasal dari pemerintah pusat Anggaran

Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), Anggran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD), sektor swasta, swadaya masyarakat dan lain-

lain.

Demikian pula macam, jenis, besar kecilnya peralatan yang

digunakan sangat bervariasi dan tergantung kepada macam jenis

kebijakan yang akan dilaksanakan. Meskipun demikian, yang lebih

penting untuk diketahui dan ditegaskan adalah untuk melaksanakan

kebijakan perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Tanpa

peralatan yang cukup dan memadai akan dapat mengurangi efektivitas

dan efesiensi dalam melaksanakan kebijakan.

4). Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan

Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih

ditekankan pada penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam

melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan

melibatkan lebih dari satu lembaga (pelaku kebijakan) maka harus jelas

dan tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apakah menggunakan

pola kolegial, atau ada salah satu diantara lembaga untuk menjadi

koordinator. Bila ditunjuk salah satu di antara pelaku kebijakan untuk

menjadi koordinator biasanya lembaga yang terkait erat dengan

pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas sebagai leading sector

bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Page 58: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

30

5). Penetapan Jadwal kegiatan

Agar kinerja pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya

dari “dimensi proses pelaksanaan kebijakan” , maka perlu ada

penetapan jadwal pelaksanan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan

tadi harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku

kebijakan. Jadwal kebijakan ini penting, tidak saja dijadikan sebagai

pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi sekaligus dapat

dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja pelaksanaan kebijakan.

Oleh karena itu setiap pelaksanaan kebijakan perlu ditegaskan dan

disusun jadwal pelaksanaan kebijakan.

c. Tahap Aplikasi

Langkah yang terakhir ini adalah merupakan penerapan segala

keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-

kegiatan untuk terlealisirnya tujuan kebijakan itu. Untuk mencapai

keberhasilan kegiatan tersebut diperukan perhatian (concern) terhadap

kondisi dan situasi kehidupan masyarakat yang dikenai kebijakan pada

waktunya. Sehingga dapat terjadi modifikasi / perubahan dari bentuk-

bentuk kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya menurut prediksi

waktu itu.

Ada beberapa aspek yang terkait dalam proses implementasi :

1. Interpretasi adalah kegiatan menterjemahkan makna

2. program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.

Page 59: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

31

3. Organisasi adalah unit atau badan untuk menempatkan suatu

program untuk mencapai suatu sasaran atau tujan.

4. Aplikasi adalah perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-

lain.

Ketiga aspek tersebut diatas akan menjadi baik, jika didukung

oleh aparatur yang berkualitas yang artinya mampu mengidentifikasi

dan mencari alternatif pemecahan masalah guna diterapkan dalam

kegiatan selanjutnya.

3. Model Implementasi Kebijkan Publik

a). Van Meter dan Van Horn

Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008),

implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,

implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang

mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :

1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

2. Sumber daya

3. Karakteristik organisasi pelaksana

4. Sikap para pelaksana

5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Page 60: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

32

Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam

Nugroho (2008).

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat

realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.

Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis),

maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan

Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk

mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan

standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana

kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian

atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.Pemahaman

tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting.

Page 61: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

33

Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidaksepenuhnya

menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan

tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors). Arah disposisi

parapelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors

mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,

dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi

tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan

secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial

dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan

implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town

study suggest that the limited supply of federal incentives was a major

Page 62: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

34

contributor to the failure of the program”. Van Mater dan Van Horn

(dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:

”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya

dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia

dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu

kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang

dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.

Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi

kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya

implementasi kebijakan.”

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian

kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan

sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan

dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang

ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi

adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating

Procedures) dan fragmentasi. Standard Operating Procedures (SOP).

SOP dikembangkan sebagai respon internal terhadap keterbatasan

waktu dan sumber daya dari pelaksana dan keinginan untuk keseragaman

dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.

Page 63: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

35

SOP yang bersifat rutin didesain untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin

mengambat perubahan dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi

atau program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi

kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau

tipe-tipe personil baru untuk mengimplementasikan kebijakan. Semakin

besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari

suatu organisasi, semakin besar probabilitas SOP menghambat

implementasi (Edward III, 1980).

Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan

di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-

kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan

sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik.

Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah

kebijakan di antara beberapa unit organisasi. “fragmentation is the

dispersion of responsibility for a policy area among several organizational

units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan

yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan

keputusan-keputusan mereka, semakin kecil kemungkinan keberhasilan

implementasi. Edward menyatakan bahwa secara umum, semakin

koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan,

semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).

Page 64: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

36

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut

Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar

tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang

bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena

itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para

pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus

konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber

informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman

terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar

dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para

pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan

tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya,

komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses

pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu

organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami

ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber

komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak

sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber

informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

Page 65: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

37

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif,

sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara

akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn

Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan

mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik

koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam

implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian

sebaliknya.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus

(2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan

sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal

betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan

publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil

keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,

keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu

kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-

Page 66: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

38

kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van

Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi

kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi

dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu

dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat

mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu

kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition),

pemahaman dan pendalaman (comprehension and

understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah

menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan

ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi

kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para

pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan

tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap

standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para

pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang

menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar

dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk

Page 67: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

39

melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang

besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van

Mater dan Van Horn, 1974).

Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat

mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau

terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya

implementasi kebijakan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi

dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi

kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

b). Edwards III (1980)

Menurut Edward III dalam model implementasi kebijakannya

bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Bureaucraitic structure (struktur birokrasi)

2. Resouces (sumber daya)

3. Disposisition (sikap pelaksana)

Page 68: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

40

4. Communication (komunikasi)

Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi

satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya

menghambat proses implementasi. Keempat faktor tersebut saling

mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan

implementasi kebijakan. Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi

kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna

menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.

Peneliti merasa tertarik dengan model implementasi kebijakan George C.

Edward III. Model implementasi kebijakan George C. Edward III dalam

Winarno (2013: 177-211), kebijakan dipengaruhi oleh empat (4) variabel,

yakni:

1). Komunikasi

Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi

dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap

dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi

pelaksana kebijakan.Terdapat tiga indikator yang dipakai sebagai ukuran dari

keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a). Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi

yang baik pula.

b). Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaku kebijakan harus jelas

dan tidak membingungkan.

c).Konsistensi, Perintah yang diberikan haruslah konsisten dan juga jelas,

sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran

maupun pihak terkait.

Page 69: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

41

2). Sumber Daya atau Resource

Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia,

sarana prasarana dan sumber daya keuangan. Hal ini berkenaan dengan kecakapan

pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Terlihat jelas

dan konsistennya ketentuan-ketentuan, aturan serta bagaimanapun akuratnya

penyampaian ketentuan-ketentuan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang memiliki sumber daya

untuk melaksanakan kebijakan secara efektif, maka implementasi kebijakan

tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Disisi lain fasilitas fisik bisa pula

merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan. Seorang

pelaksana mungkin mempunyai staff yang memadai, mungkin memahami apa

yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan

tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi,

tanpa perlengkapan, tanpa pembekalan, maka besar kemungkinan implementasi

yang direncanakan tidak berhasil.

3). Disposisi

Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk melaksanakan

kebijakan publik tersebut. Sikap yang baik atau positif para pelaksana terhadap

suatu kebijakan menandakan suatu dukungan yang mendorong mereka

menunaikan kewajiban sebagaiman yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan.

Banyak kebijakan masuk ke dalam “Zona Ketidakacuhan”, Ada kebijakan yang

dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana

kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari pelaksana.

Jika seseorang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang mereka tidak

setujui, maka kesalahan-kesalahan dapat saja terjadi, yakni antara keputusan-

keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan. Dalam kasus yang seperti ini,

maka pelaksana kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan terkadang dengan

cara yang halus untuk menghambat implementasi.

4). Struktur Birokrasi

Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara

implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak

menjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses

implementasi menjadi jauh dari efektif. Terdapat dua karakteristik yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi kearah yang lebih baik,

yakni Pertama, Standart Operating Procedures (SOP), yakni suatu kegiatan rutin

yang memungkinkan para pelaksana kebijakan/ administrator/ birokrasi

melaksanakan kegiatan-kegiatan pada setiap harinya sesuai dengan standar yang

ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan warga. Kedua, fragmentasi

adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-

aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja

Page 70: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

42

Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III. Sumber:

Winarno (2012: 177)

c). Mazmanian dan Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya

melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka

: “Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually

incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives

orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be

pursued, and, in a vaiety of ways, „structures‟ the implementation

process”. Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke

dalam tiga variable, yaitu (Nugroho,2008) :

1.Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang

berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman

objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

Page 71: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

43

2. Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk

menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi

tujuan

3.Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses

implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan

teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang

lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

Gambar 4. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier dalam

Nugroho (2008).

Page 72: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

44

d). Model Grindle

Menurut Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014) implementasi

kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide

dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah

implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat

implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal

sebagai berikut:

1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan

2.Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. Derajat perubahan yang diinginkan

4. Kedudukan pembuat kebijakan

5. Pelaksana program

6.Sumber daya yang dikerahkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah :

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2.Karakteristik lembaga dan penguasa

3. Kepatuhan dan daya tanggap

Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan,

khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena

konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta

kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Page 73: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

45

Gambar 5.Model Implementasi Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014).

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut kerjasama banyak orang,

ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang ada. Hal ini akan

menyebabkan sumberdaya-sumberdaya tidak efektif dan menghambat jalannya

kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

mendukung kebijakan yang telah ditetapkan secara politik dengan jalan

melakaukan koordinasi dengan baik.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan

Setiap implementasi kebijakan mengandung resiko kegagalan, Hogwood

dan Gunn dalam Wahab (2008: 61-62) telah membagi perhatian pengertian

kegagalan kebijakan (policy failure) dalam dua kategori :

Page 74: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

46

a. Non Imlementation ( tidak terimplementasikan ), artinya bahwa

suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,

dimungkinkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah

bekerja secara tidak efisien, setengah hati ataupun karena

mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan.

b. Unsuccesfull Implementation ( implementasi yang tidak

berhasil ) artinya manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan

sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal

ternyata tidak menguntungkan. Kebijakan tersebut tidak

berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

dikehendaki. Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk

gagal tersebut disebabkan faktor-faktor berikut: pelaksananya

yang buruk (bad Policy) dan kebijakan itu bernasib buruk (bad

luck).

c. SDM (Sumber Daya Manusia) baik dari segi kualitas pelayanan

pegawainya, ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki di

bidang itu, jumlah pegawai.

Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga terdapat

faktor-faktor pendukung dalam implementasi kebijakan, oleh

Anderson dalam Islamy (2009: 108-110) dijelaskan sebab-sebab

anggota masyarakat melaksanakan suatu kebijakan, yaitu:

Page 75: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

47

1. Respect anggota masyarakat terhadap otoritas dan

keputusan-keputusanbadan pemerintah

2. Adanya kesadaran untu menerima kebijakan

3. Adannya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah,

konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang

berwewenang melalui prosedur yang telah ditetapkan.

4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena

kebijakan-kebijakan kontroversional yang lebih banyak

mendapatkan penolakan warga masyarakat dalam

pengimplementasiannya.

C. E- Government

1. Pengertian E-Government

E-Government sering digantikan istilahnya dengan E-Administration (E-

Adm). Keduanya berkenaan dengan aplikasi teknologi informasi dan

komunikasi dalam administrasi pemerintahan. E- adminisration berkembang

dengan dengan mengadopsi E-business, E-commerce,E-market. Yang lebih

dulu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam institusi bisnis dengan

menggunakan jasa internet (Akadun, 2009:130).

Menurut Indrajid (2006) dalam Akadun (2009:131) menjelaskan E-

Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah

(seperti: Wide Are Network, Internet dan Mobile Computing) yang

memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan

masyarakat, dunia bisnis, dan pihak yang berkepentingan, dan dalam

prakteknya, E-Government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan

urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik agar lebih baik dan

berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Page 76: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

48

Menurut Concard yang dikutip Akadun (2009:131), E-Government

adalah suatu istilah untuk suatu pemerintahan dengan mengadopsi teknologi

berbasis internet yang dapat melengkapi dan meningktkan program dan

pelayanannya. Sedangkan menurut Priyanto dalam Akadun (2009:131) pada

prinsipnya berbicara tentang E-Government adalah berbicara tentang sistem

informasi pemerintahan berbasis komputer. Pembahasan sistem informasi

manajemen, berarti pengaplikasian sistem informasi diamanapun maka

pusatnya adalah teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Menurut

Wyld dalam Akadun (2009:131) E-Government merupakan pemrosesan

secara elektronik yang digunakan pemerintah untuk mengkomunikasikan,

menyebarkan atau mengumpulkan informasi sebagai fasilitas transaksi dan

perizinan untuk suatu tujuan.

2. Manfaat E-Government

Pelaksanaan E-Government dapat memberikan dampak positif bagi

penyelenggara pemerintahan. Secara Signifikan implementasi E-

Government untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat disuatu

negara secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Oleh karena itu,

implementasinya disuatu negara tidak dapat ditunda-tunda, harus dilakukan

secara serius dibawah suatu kepemimpinan dan kerangka pengembangan

yang holistic, yang pada akhirnya akan memberikan atau mendatangkan

kompetitif secara nasional. Menurut Akadun(2009:136) mengemukakan

Page 77: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

49

bahwa pengembangan E-Government dapat memberikan manfaat,

diantaranya:

a. Pelayanan jasa lebih baik kepada masyarakat. Informasi disedikan 24 jam

sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kantor.

Informasi dapat dicari dikantor,rumah, tanpa harus secara fisik datang ke

kantor pemerintah selama terdapat jaringan internet.

b.Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat

umum. Adannya keterbukaaan diharapkan dapat merubah hubungan antara

berbagai pihak menjadi lebih baik, karena keterbukaan ini diharapkan dapat

menghilangkan adanya rasa curiga dan kekesalan dari semua pihak terhadap

pemerintah.

c.Pemberdayaan masyarakat melalui informasi mudah diperoleh. Contohnya

data tentang profil suatu daerah yang ditampilkan secara online dengan

berbagai keunggulannya dan kebutuhannya dapat memberikan peluang

bisnis bagi masyarakat daerah yang bersangkutan.

d.Pelaksanaan pemerintah lebih efesien. Misalnya sosialisasi berbagai

produk pemerintah kabupaten secara online. Instruksi-instruksi Bupati dapat

lebih cepat dan mudah ketika disampaikan melalui internet.

e.Bagi pemerintah, pembuatan surat-surat dan dokumen penting akan lebih

mudah dan cepat, pencatatan kompetensi pendidik, pelaksanaan

pemerintahan lebih efisien dan efektif. Pelacakan data dan informasi

seseorang akan lebih mudah dilaksanakan.

Menurut Akadun (2009:137) berdasarkan karakteristik teknologi

informasi yang digunakan, ada beberapa manfaat dalam E-Government,

diantaranya:

a. Akan terciptanya pemerintahan yang lebih baik, karena proses

pelayanan yang lebih transparan, terjadi kontrol masyarakat yang

lebih kuat dan pengawasan yang bersifat lekat waktu (real time)

b. Berkurangnya praktek-praktek korupsi, karena komputer tidak

memiliki sifat bawaan yang mengarah pada perilaku korupsi

c. Tata hubungan yang lebih ramping untuk terlaksananya pelayanan

pemerintahan yang baik. Baik dalam hubungan antara pemerintahan

dengan masyarakat (Government to citizen), pemerintah dengan

dunia usaha (Government to business), ataupun hubungan antar

lembaga pemerintahan (Government to government)

d. Peningkatan efisiensi pemerintah di semua proses, untuk

menghadapi pemborosan belanja sektor publik atau inefisiensi dalam

berbagai proses

e. Akan terjadi efiseinsi dalam rangka skala ruang dan waktu

f. Struktur dan organisasi informai yang tersistematisasi

Page 78: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

50

g. Peningkatan manajemen sumber daya organisasinya sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa manfaat terpenting dari implementasi E-

Government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung

jawab bagi warganya. Selain akan lebih banyak masyarakat yang bisa

mengakses informasi, pemerintah juga lebih efisien dan efektif serta akan

tercipta layanan pemerintah yang lebih sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemanfaatan lebih baik atas sumber

daya manusia, proses dan teknologi bisa mewujudkan pemerintahan yang

lebih baik.

3. Prinsip-Prinsip E-Government

Pemerintah daerah menerapan E-Government haruslah mempunyai visi

E-Goverment berdasarkan dengan karakteristik dan cita-cita didaerahnya.

Sesuai dengan Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan E-Government dalam Langkah Pelaksanaan poin

ke-20 yang berbunyi:

“Setiap instasi dan daerah harus menyusun Rencana Srategis

Pengembangan E-Government dilingkungan masing-masing.

Rencana strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan

sasaran pengembangan E-Government yang ingin dicapai ; kondisi

yang dimiliki saat ini; strategi dan tahapan pencapaian sasaran

yang ditentukan; kebutuhan dan rencana pengembangan sumber

daya manusia serta rencana investasi yang diperlukan. Untuk

menghindari pemborosan anggaran pemerintah, penyusunan

rencana investasi harus disetai dengan analisis kelayakan investasi

terhadap manfaat sosial ekonomi yang dihasilkan”.

Page 79: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

51

Menurut Indrajit (2002:11-13) pembuatan visi E-Government yang baik akan

berlandaskan pada 4 prinsip, yaitu:

a. Prinsip utama: memfokuskan pada perbaikan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat, karena begitu banyak jenis

pelayanan yang harus diberikan maka harus dipikirkan

pelayanan mana yang menjadi prioritas, prioritaskan jenis

pelayanan berupa:

1).Memiliki jumlah transaksi yang benar dan melibatkan

banyak sekali sumber daya manusia.

2).Membutuhkan interaksi dua arah antara pihak

pemerintah dengan masyarakat.

3).Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pihak

pemerintah dengan kalangan lain seperti instansi swasta

dan lembaga nonkomersial.

b. Prinsip kedua: membangun lingkungan yang kompetitif, yang

dimaksud kompetitif bahwa misi melayani masyarakat bukan

hanya oleh instansi publik, melainkan juga pihak swasta dan

lembaga non-komersial lainnya diberi kesempatan untuk

melakukannya.

c. Prinsip ketiga: memberikan penghargaan terhadap inovasi dan

memberi ruang kesempatan bagi kesalahan karena konsep E-

Government ditemukan keberhasilan dan disatu sisi ditemukan

kesalahan dan kegagalan.

d. Prinsip keempat: tekanan pada pencapaian efisiensi, pemberian

pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet

tidak selamanya harus menjadi jalur alternatif mendampingi

jalur konvensional karena pada saatnya nanti terutama setelah

mayoritas terbiasa menggunakan jalur digital, jalur tradisional

harus dihapuskan pemerintah menjadi sangat efisien (secara

signifikan menurunkan total anggaran belanja daerah).

Dari beberapa penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa setiap daerah

yang mengembangakan E-Government harus mempunyai visi yang sesuai dengan

karakteristik dan cita-cita didaerahnya, visi tersebut haruslah berlandaskan dengan

prinsip-prinsip yang baik, dengan demikian pengembangan E-Government akan

meningkatkan kualitas pelayanan maupun kualitas pemerintahan di daerah

tersebut.

Page 80: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

52

b. Sistem Informasi Manajemen

1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem Informasi

Manajemen, Rumah Sakit

a. Sistem dan Informasi

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling

berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa

tujuan. Sistem informasi adalah kumpulan hardware dan software

komputer, prosedur, dokumentasi, formulir dan orang yang

bertanggung jawab untuk memperoleh, menggerakkan,

manajemen, distribusi data dan informasi. Proses ini yang harus

diikuti dalam pengembangan suatu sistem yang baik disebut

system analysis and design (SA&D). Proses SA & D ini didasarkan

pada pendekatan sistem untuk mengatasi suatu masalah yang

disebabkan oleh beberapa prinsip dasar sebagai berikut :

1. Seorang manajer harus tahu apa (what) yang dilakukan oleh

suatu sistem sebelum membuat spesifikasi bagaimana (how) suatu

sistem bekerja.

2. Memilih cakupan yang tepat atas keadaan atas keadaan yang

dianalisa akan berpengaruh terhadap masalah apa yang bisa diatasi

dan yang tidak.

3. Suatu masalah (atau sistem) sebenarnya terdiri dari beberapa

masalah, sehingga strategi yang tepat adalah mengurutkan masalah

yang besar kemasalah yang kecil.

Page 81: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

53

4. Pemecahan suatu masalah antara satu bagian dengan bagian

yang lain mengkin sekali berbeda, sehingga pemecahan altenatif

yang menunjukan perspektif yang berbeda hendaknya dibuat dan

diperbandingkan sebelum hasil akhir dipilih.

5. Masalah dan pemahamannya berubah ketika dilakukan analisa,

sehingga seorang manajer harus mengambil pendekatan bertahap

terhadap pemecahan masalah. Hal ini memungkinkan komitmen

yang terus bertambah terhadap pemecahan masalah tertentu,

dimana keputusannya adalah berlanjut atau tidak ketahap

berikutnya.

Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, kita

perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya.

Berikut ini karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu

sistem dengan sistem lainnya :

1. Batasan (Boundary) : Penggambaran dari suatu elemen/unsur

mana yang termasuk di dalam sistem dengan sistem lainnya.

2. Lingkungan (Environtment) : Segala sesuatu diluar sistem;

lingkungan menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu

sistem.

3. Masukan (Input) : Sumberdaya (data, bahan baku, peralatan,

energi) dari lingkungan yang dikonsumsikan dan dimaipulasi oleh

suatu sistem.

4. Keluaran (Output) : Sumberdaya atau produk (informasi,

laporan, dokumen, tampilan dilayar komputer, barang jadi) yang

disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan suatu sistem.

5. Komponen (Components) : Kegiatan-kegiatan atau proses dalam

suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk

Page 82: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

54

setengah jadi ataupun output. Komponen ini bisa subsistem dari

sebuah sistem.

6. Interface : Tempat dimana komponen atau sistem dan

lingkungannya bertemu atau berinteraksi.

7. Penyimpanan (Stroge) : Area yang dikuasai dan digunakan

untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi,

bahan baku, dan sebagainya. Penyimpanan merupakan suatu media

penyangga diantara komponen sistem yang memungkinkan

komponen tersebut bekerja dengan berbagai tingkatan yang ada

dan memungkinkan komponen yang berbeda dari berbagai data

yang sama.

b. Sistem Informasi

Menurut Nugroho (2008: 9) sistem informasi adalah seperangkat

komponen yang saling berhubungan, yang berfungsi mengumpulkan,

memproses, menyimapan dan mendistribusikan informasi untuk

mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi.

Selain itu menurut Sutabri (2012: 46) mengemukakan bahwa sistem

informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang

mempertemukan kebutuhan pengelolahan transaksi harian yang

mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan

kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan

kepada pihak luar tertentu dengan laoporan-laporan yang diperlukan.

Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

sistem informasi adalah sebuah gabungan anatara perangkat komputer

dan manusia yang melakukan kegiatan memproses data guna untuk

kelangsungan kegiatan organisasi. Siagian (2014: 2) mengemukakan

bahwa kebutuhan berbagai jenis organisasi akan informasi bukan hal

Page 83: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

55

yang baru sama sekali karena sejak dulu hingga sekarang penanganan

suatu sistem informasi dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu:

1). Pengumpulan data

2). Klarifikasi data

3).Pengolahan data, supaya berubah bentuk, sifat,dan kegunaannya

menjadi informasi

4). Interpretasi Informasi

5). Penyimpanan informasi

6). Penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna, dan

7). Penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen

organisasi.

Dalam pelaksanaan sebuah sistem informasi, pada dasarnya ada

beberapa indikaktor penting, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan

kegiatan penggunaan metode dan instrumen yang telah

ditentukan dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Secara

sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai proses atau

kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau

menjaring berbagai fenomena, informasi, atau kondisi lokasi

penenlitian sesuai dengan lingkup penelitian. Telah dimaklumi

bahwa data merupakan bahan mentah atau bahan baku yang

diolah lebih lanjut sehingga bentuknya berubah menjadi

Page 84: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

56

informasi. Unit pengolahan data hanya mampu menghasilkan

informasi yang bermutu tinggi dan cocok dengan kebutuhan

organisasi apabila data yang dikumpulkan dan diolh juga tinggi

mutunya. Oleh karena itu, segala upaya harus ditempuh untuk

menjamin bahwa data yang terkumpul untu diolah memang

bermutu tinggi.

2. Pengolahan Data

Data mentah yang telah dilakukan tidak akan ada gunanya jika

tidak diolah. Pengolahan data merupakan bagaian yang amat penting

dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut

akan diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah.

Pengolahan data adalah waktu yang digunakan untuk menggambarkan

perubahan bentuk data menjadi informasi yang memiliki kegunaan.

Semakin banyak data dan kompleksnya aktifitas pengolahan data

dalam suatu organisasi, baik itu organisasi besar maupun organisasi

kecil maka metode pengolahan data yang tepat sangat dibutuhkan.

3. Penyebarluasan Informasi

Setelah informasi dikumpulkan dan diolah barulah dapat disajikan

dan dapat disebarluaskan kepada penerima informasi. Penyebarluasan

informasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang terpilih

serta bermutu yang dilaksanakan secara berkala dan

berkesinambungan. Dalam penyebarluasan informasi yang sangat

Page 85: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

57

penting untuk diperhatikan adalah ketepatan dan keakuratan dari

informasi itu.

Selain itu pemanfaatan teknologi informasi juga dapat mendukung

tiga tujuan utama penyusunan sistem informasi, yaitu: (1) Mendukung

fungsi pengurusan (stewardship) manajemen. Stewardship merujuk ke

tanggungjawab manajemen dalam mengatursumber daya yang

dimiliki pemerintah daerah secara bena; (2) Mendukung pengambilan

keputusan manajemen; (3) Mendukung kegiatan operasional

pemerintah daerah hari demi hari dengan efisien dan efektif (Hall,

2001: 17).

c. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )

Menurut Kelly dalam Sutabri (2012: 46) Sistem Informasi

Manajemen (SIM) merupakan penerapan sistem informasi di dalam

organisasi untuk mendukung informasiinformasi yang dibutuhkan

untuk semua tingkatan manajemen. Scoot (2004: 100)

mengungkapakan bahwa SIM merupakan serangkaian sub-sistem

yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasioanal terpadu yang

mampu mentransformasikan data sehingga menjadi informasi melalui

serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai

dengan gaya dan sifat manajer atau dasar kriteria mutu yang telah

ditetapkan. Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah merupakan

gabungan antara perangkat-perangkat pengolah informasi dengan

Page 86: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

58

sumber daya manusia yang berfungsi sebagai penerima, pengolah, dan

penyalur data yang bekerja sama menunjang produktivitas organisasi

sehingga dapat menghasilkan sebuah operasi manajemen yang lebih

efisien.

Di dalam pelaksanaan SIM tentunya memiliki faktor pendukung

dan faktor penghambat atau kendala yang dihadapi. Faktor pendukung

SIM diantarannya adalah beberapa komponen fisik seperti yang

dijalaskan oleh Sutabri (2005: 96) yaitu:

1. Perangkat keras, bagi suatu sistem informasi terdiri atas komputer

(pusat pengolah, unit masukan/keluaran, unit penyimpanan file,

dan lain sebagainya), peralatan penyiapan data dan terminal

masukan/keluaran.

2. Perangkat lunak, terdiri dari aplikasi-aplikasi dalam pengelolahan

data.

3. Prosedur, merupakan komponen fisik karena prosedur disediakan

dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi, yang

terdiri dari instruksi untuk pemakai, instruksi untuk penyiapan

masukan, dan instruksi instruksi pengoprasian untuk karyawan

pusat komputer.

4. Personil, operator komputer, analisis sistem, progamer, personil

data entri dan manajer sistem informasi.

Sedangkan untuk faktor penghambat atau kendala yang sering

dihadapidalam pelaksanaan SIM. Menurut Nugroho (2008) faktor

penghambat SIM dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:

1. Kesalahan teknis dapat terjadi karena permasalahan-permasalahan

perangkat kerasnya (Hardware Problems), kesalahan dalam

penulisan sintak (Sintax Error) atau kesalahan logika (Logical

Error) perangkat lunaknya;

2. Gangguan lingkungan;

3. Kelalaian manusia (human error) yang tidak disengaja seperti

menggunakan data yang salah atau menghapus data tanpa

sengaja.

Page 87: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

59

Terkdang dalam sistem informasi manajemen juga terjadi

kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh metode pengumpulan data

yang salah, sehingga hal tersebut mengakibatkan waktu yang terbuang

sia-sia, prosedur yang tidak dijalankan sesuai aturan, adanya data yang

hilang atau rusak, serta kesalahan lainnya baik disengaja ataupun tidak

disengaja.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan demi mengatasi kendala-

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SIM menurut Nugroho

(2008) yaitu:

1. Membina internal user;

2. Memasang pengendalian-pengendaian di sistem informasi;

3. Memeriksa sejauh mana keberhasilan pengendalian-pengendalian

tersebut; dan

4. Merencanakan akibat gangguan-gangguan (disaster recovery

planning).

d. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang

berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif,

preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Adapun pengertian Rumah Sakit

lainnya.

Dalam (http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2

Januari 2017 Pukul 08.13 WIB) antara lain:

a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Page 88: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

60

perorangan secara paripurna yang menyedikan pelayanan rawat

inap, rawan jalan, dan gawat darurat.

b. W.H.O ( World Health Organization, 1957) memaparkan bahwa

WHO Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial

dan medik yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan

kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan pusat latihan dan

penelitian biologi-sosial.

c. Menurut Alpian Suyadi (2015) Rumah Sakit adalah tempat

dimana orang sakit mencari dan menerima pelyanan kedokteran

serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa

kedokteran perawat di berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

diselenggarakan seperti:

1. Rumah Sakit mempunyai fungsi dan tujuan sarana pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa

pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat

darurat, pelayanan rujukan yang mencakup pelayanan rekam

medis dan penunjang medis serta dimanfaatkan untuk pendidikan,

pelatihan, dan penelitian bagi para tenaga kesehatan.

2. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian

pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu didukung

oleh suatu sistem kesehatan nasional. Rumah sakit sebagai salah

satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber

daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan.

3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.

Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya

masing-masing berinteraksi satu sama lain.

Berdasarkan pemaparan diatas tentang pengertian rumah sakit,

maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan institusi

Page 89: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

61

pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, baik pencegahan penyembuhan dan

pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.

2. Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kelas/Tipe

Klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,

pada Bab V Pasal 11 yaitu berdasarkan jenis pelayanan yang

diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan

Rumah Sakit Khusus. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 12 sebagai

berikut:

(1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

b. Rumah Sakit Umum Kelas B;

c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

(2) Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf d diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;

Page 90: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

62

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Kemudian pada Pasal 13 menjelaskan bahwa:

(1) Penetapan klasifikasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) didasarkan pada:

a. Pelayanan;

b. Sumber Daya Manusia;

c. Peralatan; dan

d. Bangunan dan Prasarana.

Sedangkan klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Tahun 1998 Bab III Pasal 13 dibagi menjadi 4 macam

yaitu:

(1) Berdasarkan Kemampuan Pelayanan

a. Kelas A: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

b. Kelas B I : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas

B II: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.

c. Kelas C: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap.

Page 91: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

63

d. Kelas D: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

dasar.

(2) Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit di Indonesia dibedakan

menjadi dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah

sakit pemerintah dijalankan oleh:

a. Departemen Kesehatan

b. Pemerintah Daerah

c. ABRI

d. Badan Umum Milik Negara

Rumah sakit swasta dijalankan oleh :

a. Yayasan

b. Badan Hukum lain yang terkait.

(3) Berdasarkan Fungsi Rumah Sakit

a. Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) merupakan

lembaga non profit dan keuntungan IPSM harus ditanamkan

kembali pada rumah sakit.

b. Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (non IPSM)

merupakan lembaga non profit dan keuntungan dapat digunakan

oleh para pemilik rumah sakit (biasanya diselenggarakan oleh

swasta).

(4) Berdasarkan Segi Pemasaran

Page 92: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

64

a. Volume, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan pelayanan (jumlah

pasien) yang sebanyak-banyaknya.

b. Diferensi, Rumah sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi,

apabila perlu sub spesialisasi. Rumah sakit ini dituntut untuk

mempunyai cukup banyak sarana yang menunjang masing-

masing spesialisasi tersebut.

c. Fokus, rumah sakit tipe ini adalah rumah sakit yang

berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, khusus kanker, khusus

mata dan sebagainya.

e. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS )

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 adalah sebuah sistem

yang dirancang sebagai program pembangunan kesehatan yang dapat

menghasilkan data informasi kesehatan secara cepat dan akurat karena

pencatatan data pasien tidak lagi dilakukan secara manual. Dengan

adanya SIMRS, data calon pasien akan otomatis tercatat pada masing-

masing poli seketika saat pasien mulai mendaftar di loket pendaftaran.

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat

SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang

memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan

Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan

prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan

akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.

Page 93: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

65

Adapun keberadaan SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, profesionalisme,

kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah Sakit. Jadi penerapan

SIMRS diharapkan dapat menghasilkan informasi data kesehatan yang

up to date, transparan, mudah diolah untuk kepentingan pemerintahan,

sehingga pemerintah mampu mempercepat pengambilan keputusan

tentang kondisi kesehatan masyarakat melalui sarana teknologi

informasi dan mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang baik,

efektif, dan efisien.

Penerapan SIMRS oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

sendiri adalah sebagai sebuah terapan sistem baru yang merupakan

gabungan dari perangkat dan prosedur yang digunakan untuk

mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data hingga

pemberian umpan balik informasi) demi mendukung pelaksanaan dan

pemantauan kerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu

diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis

situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternative solusi,

pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses

evaluasi. Dengan adanya penerapan SIMRS juga diharapkan akan

menjadi basis dan pondasi informasi data kesehatan dari seluruh

puskesmas, rumah sakit, Dinkes kabupaten/kota dan Dinas Provinsi

dapat terintegrasi dengan baik.

Page 94: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

66

Perkembangan teknologi yang sangat cepat merupakan

keuntungan tersendiri untuk dimanfaatkan secara sarana mendapatkan

informasi dalam bentuk pelaporan yang cepat dan akurat dari seluruh

pusat pelayanan kesehatan di seluruh daerah cakupan sistem tersebut.

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu dapat

memberikan pelayanan yang bermutu mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, serta standar pelayanan kesehatan. Hal ini

perlu di imbangi oleh peningkatan kemampuan tenaga kerja secara

terus menerus agar selalu dapat memberikan pelayanan kesehatan

yang sesuai standar mutu.Untuk itu di dalam Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit dibutuhkan sebuah sistem komputerisasi

yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses bisnis

layanan kesehatan dalam bentuk jaringan koordinasi , pelaporan dan

prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan

tepat. Sistem informasi rumah sakit umumnya mencakup masalah

klinikas (Media), Pasien dan informasi-informasi yang berkaitan

dengan kegiatan rumah sakit itu sendiri.

Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan 3 elemen utama,

antara lain : Software, Hardware, Brainware dalam bab IV mengenai

tata kelola SIMRS. Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Page 95: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

67

1. Software

Software merupakan sebuah perangkat lunak yang umumnya

digunakan untuk mengkontrol perangkat keras atau bisa juga

digunakan untuk menghasilkan data informasi. Di Rumah sakit

informasi tersebut adalah informasi tentang data-data medis pasien.

Pada saat ini software sudah sangat berkembang dan canggih, yang

dulunya berbasis desktop saat ini software berbasis web sudah banyak

dipakai. Tidak salah jika suatu rumah sakit membuat suatu keputusan

untuk menggunakan software yang berbasis web sebagai media lunak

untuk mengolah informasi mereka. Keunggulan software berbasis web

ini adalah keamanan lebih baik, ringan untuk dijalankan, pemeliharaan

yang sederhana dan hemat biaya.

2. Hardware

Hardware dapat diartikan sebagai perangkat Keras, adalah

komponen pada komputer yang dapat terlihat dan disentuh secara

fisik. Hardware sendiri terbagi lagi ke dalam 3 kategori menurut

fungsinya, antarai lain :

a. Perangkat Input / Masukan: Merupakan Hardware yang

digunakan untuk memasukkan (Input) instruksi dari pengguna

komputer (User). Contohnya adalah Keyboard, Mouse, dan

Joystick.

Page 96: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

68

b. Perangkat Pemrosesan: Merupakan Hardware yang terdapat

pada sebuah komputer untuk memproses masukkan / input dari

pengguna. Contohnya adalah Prosesor pada sebuah komputer.

c. Perangkat Output / Keluaran: Merupakan Hardware yang

digunakan untuk menghasilkan suatu proses (output) dari

pengguna komputer (User). Contohnya adalah Monitor,

Speaker, dan Printer.

Dalam mendukung proses berjalannya SIMRS, pemilihan

hardware cukup penting. Hardware yang baik, tepat guna akan

mempermudah dalam proses maintenance / pemeliharaan nantinya.

Oleh karena itu spek hardware yang dibutuhkan harus disesuaikan

dengan kebutuhan SIMRS.

3. Brainware

Brainware adalah setiap orang yang terlibat dalam kegiatan

pemanfaatan komputer / sistem pengolahan data. Brainware

merupakan sumber inspirasi utama bagi terbentuknya suatu sistem

komputer dan proses berjalannya SIMRS nantinya. Menurut tingkat

pemanfaatan terhadap komputer, Brainware digolongkan dalam

empat tingkatan dimulai dari tingkatan yang tertinggi:

a. System Analyst: Penanggung jawab dan perencana sistem dari

sebuah proyek pembangunan sebuah SIMRS khususnya yang

memanfaatkan komputer

Page 97: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

69

b. Programmer : Pembuat dan petugas yang mempersiapkan

program yang dibutuhkan pada sistem komputerisasi yang

dirancang

c. Administrator : Seseorang yang bertugas mengelola suatu sistem

operasi dan program-program yang berjalan pada sebuah

sistem / jaringan komputer

d. Operator : Pengguna biasa, hanya memanfaatkan sistem

komputer yang sudah ada.

Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan SIMRS di rumah sakit

sangat tergantung pada ketiga elemen di atas. Ketiga elemen diatas

saling keterkaitan satu sama lain dan saling melengkapi. Di RSUD Dr

Koesma sendiri, SIMRS dimulai dari software atau aplikasi dengan

berbasis desktop. Seiring dengan berkembangnya tekhnologi dan

kebutuhan akan SIMRS yang semakin lama juga semakin

berkembang, migrasi ke dalam basis web mau tidak mau harus

dilakukan. Dimulai dari tahun 2014 SIMRS di RSUD Dr R Koesma

dijalankan dengan berbasis web. Tentunya di awal-awal tidak berjalan

mulus, dengan adanya keterbatasan dan permasalah menjadi sebuah

pelajaran untuk selalu berbenah hingga menjadi SIMRS yang benar-

benar terintegrasi secara menyeluruh, sehingga pada saat ini input dan

output data sudah sangat dirasakan manfaatnya.

Page 98: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

70

c. Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Sianipar (dikutip Asmawi, 20011:52) pelayanan adalah

cara melayani, membantu untuk menyiapkan, mengurus dan

menyelesaikan keperluan/kebutuhan individu/seseorang atau kelompok

orang, artinya objek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan

kelompok organisasi. Pada dasarnya pelayanan merupakan suatu

kegiatan untuk memberikan layanan yang baik yang bersifat dapat

dimiliki maupun tidak dapat dimiliki, kepada penerima

layanan/pelanggan oleh penyelenggara layanan.

Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang

Pelayanan Publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Sejalan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, pengertian

Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian

pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan oleh agen-agen

pemerintah melalui birokrat atau pegawainya.

Page 99: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

71

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Ruang lingkup pelayanan publik seperti yang telah dijelaskan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang

Pelayanan Publik pasal 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup

pelayanan publik meliputi:

a. Pelayanan barang publik;

b. Pelayanan jasa publik; dan

c. Pelayanan administratif.

Kemudian dijelaskan secara terperinci pada pasal 4 bahwa

pelayanan barang pubik yang dimaksud pada pasal hurf a meliputi:

a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh

instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau

anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh

suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau

seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan

daerah yang dipisahkan; dan

c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya

tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara

atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha

yang modal pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber

dari kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya

menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.

Mengenai pelayanan publik jasa publik seperti yang

dimaksud pada pasal 3 huruf b juga dijelaskan seacara terperinci

dalam pasal 5, yang meliputi:

Page 100: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

72

a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian

atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal

pendiriannya sebagian atau seharusnya bersumber dari kekayaan

negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran

pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal

pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan

negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi

ketersediaanya menjadi Misi Negara yang ditetapkan peraturan

perundang-undangan.

Pelayanan administratif juga dijelaskan secara rinci pada

pasal 6, yang berbunyi:

(1) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf c merupakan pelayanan oleh penyelenggara yang

menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan

oleh masyarakat.

(2) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara

dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka

mewujudkan perlindungan pribadi dan/atau keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara;

b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang

diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-

undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan

penerima pelayanan.

3. Standar Pelayanan Publik

Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik, Standar Pelayanan yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas

Page 101: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

73

pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada

masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,

terjangkau, dan terukur. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor

15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan juga menjelaskan

bahwa terdapat komponen standar pelayanan yang terkait dengan

proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi :

a. Persyaratan

b. Sistem, mekanisme, dan prosedur

c. Jangka waktu pelayanan

d. Biaya/tarif

e. Produk pelayanan

f. Pengaduan, saran dan masukan

Pentingnya partisipasi masyarakat juga tertuang dalam

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014

tentang Pedoman Standar Pelayanan bahwa dalam penyusunan

penerapan Standar Pelayanan Publik wajib dilakukan dengan

mengikutsertakan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Tujuan

keikutsertaan masyarakat dalam forum pembahasan bersama adalah

untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan dengan

Page 102: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

74

kebutuhan/kepentingan masyarakat dan kondisi lingkungan, guna

mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas.

Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan kepercayaan

masyarakat atas pemerintah sebagai penyedia layanan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan ini,

pelayanan yang diberikan akan lebih jelas dan apabila standar

pelayanan ini terpenuhi maka kepercayaan masyarakat akan semakin

kuat.

d. Pelayanan Prima

1. Strategi

Strategi merupakan cara yang dipilih oleh manajemen puncak

untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Menurut Siagian

(2002: 15), strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan

mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak diimplementasikan

oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Pengertian strategi secara umum dan khusus menurut Glueck dan

Jauch (1994:) adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Umum

Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin

puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,

disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan

tersebut dapat dicapai.

2. Pengertian Khusus

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental

(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para

Page 103: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

75

pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir

selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari

apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru

dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi ini (core

competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di

dalam bisnis yang dilakukan.

Berdasarkan penjelasan pengertian strategi diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa strategi merupakan serangkaian keputusan dan

tindakan manajeman puncak untuk mengatasi permasalahan dalam

organisasi secara luas dan berintegrasi dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Dengan menggunakan strategi, suatu organisasi diharapkan

dapat mengambil keputusan dengan memperhatikan konsekuensi

dalam jangka pendek maupun jangka panjang, menangani perubahan

keadaan dan lingkungan dengan cepat, tepat, dan efektif, serta

menciptakan prioritas dan memcahkan masalah utama organisasi.

Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan strategi sebagai strategi

yang baik, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam

menyusun strategi. Menurut Siagian (2002:102-103) ada tiga kriteria

dalam menyusun strategi, yaitu:

a. Strategi yang dirumuskan harus mampu di satu pihak memperoleh

manfaat dari berbagai peluang yang diperkirakan akan timbul dan

pihak lain memperkecil dampak berbagai faktor yang sifatnya

negatif atau bahkan berupa ancaman bagi organisasi dan

kelangsungannya.

b. Strategi harus memperhitungkan secara realistis kemampuan

suatu organisasi dalam menyediakan berbagai daya, sarana,

prasarana, dan dana yang diperlukan untuk mengoperasionalkan

strategi tersebut.

c. Strategi yang telah ditetukan dioperasionalkan secara teliti. Tolak

ukur tepat tidaknya suatu strategi bukan terlihat pada proses

perumusannya saja, akan tetapi juga mencakup pada operasional

atau pelaksanaanya.

Page 104: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

76

Penentuan strategi tentunya tidak terlepas dari tujuan yang telah

ditetapkan. secara implisit Siagian (2002: 206-209) menjelaskan

manfaat dari penerapan strategi pada organisasi, antara lain:

1. Memperjelas makna dan hakikat suatu perencanaan melalui

idenifikasi rincian yang lebih spesifik tentang bagaimana

organisasi harus mengelola bidang-bidang yang ada dimasa yang

akan datang.

2. Merupakan langkah-langkah atau cara yang efektif untuk

implementasi kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran atau

tujuan yang telah ditetapkan.

3. Sebagai penuntun atau rambu-rambu dan arahan pelaksanaan

kegiatan di berbagai bidang.

4. Dapat mengetahui secara konkret dan jelas tentang berbagai cara

untuk mencapai sasaran atau tujuan serta prioritas pembangunan

pada bidang-bidang tersebut bedasarkan kemampuan yang

dimiliki.

5. Sebagai rangkaian dari proses pengambilan keputusan dalam

menyelesaikan berbagai macam permasalahan.

6. Mempermudah koordinasi bagi semua pihak agar mempunyai

partisipasi dan presepsi yang sama tentang bentuk serta sifat

interaksi, interdepensi dan interrelasi yang harus tetap tumbuh

dan terpelihara dalam mengelola jalannya roda organisasi,

sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan

kemungkinan timbulmya konflik antara berbagai pihak terkait.

Dengan demikian strategi dapat berjalan sesuai dengan yang telah

diharapkan.

2. Pelayanan Prima

Pelayanan prima kepada masyarakat pengguna layanan atau

pelanggan telah menjadi persoalan penting dari sebuah akuntabilitas

manajemen. Pelayanan publik diharapkan oleh masyarakat adalah

pelayanan yang mudah, cepat, adil, jujur, dan terbuka. Dengan

demikian, dapat disadari bahwa datangnya era pelayanan prima pada

masyarakat pengguna layanan atau pelanggan sangatlah relevan

Page 105: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

77

dengan pengembangan strategi dan daya saing oleh penyelenggara

layanan.

Menurut Sedarmayanti (2010: 249), pelayanan prima adalah

pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (masyarakat) minimal

sesuai dengan standar pelayanan (cepat, tepat, akurat, murah dan

ramah). Disamping itu, pelayanan prima menurut Barata (2003: 27),

yaitu:

1. Layanan prima adalah membuat pelanggan merasa penting

2. Layanan prima adalah pelayanan melayani pelanggan dengan

ramah, tepat, dan cepat

3. Layanan prima adalah pelayanan dengan mengutamakan

kepuasan pelanggan

4. Layanan prima adalah menempatkan pelanggan sebagai mitra

5. Layanan prima adalah pelayanan optima yang menghasilkan

kepuasan pelanggan

6. Layanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan untuk

memberikan rasa puas

7. Layanan prima adalah upaya layanan terpadu untuk kepuasan

pelanggan.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penerima

layanan/pelanggan merupakan faktor penting dalam pelayanan prima.

Kebutuhan dan harapan penerima layanan/pelanggan dapat dijadikan

sebagai alat evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik agar

memenuhi standar kualitas layanan yang baik. Karena itu, standar

kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan penerima

layanan/pelanggan. Dalam suatu definisi pelayanan prima, paling

tidak kesamaannya terletak pada tujuan layanan, yaitu memuaskan

pelanggan.

Page 106: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

78

3. Srategi Pelayanan Prima

Strategi untuk kualitas dalam pelayanan publik dalam mencapai

pelayanan yang prima dapat dilihat dari faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal dipengaruhi antara lain melalui persaingan pasar yang

semakin sengit, termasuk didalamnya adalah persaingan organisasi

pemerintah dan organisasi bisnis dalam memberikan kualitas

pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan. Oleh karena itu,

diperlukan pemahaman terhadap faktor-faktor eksternal menurut

Husnaini dalam Ashyar (2008: 93) yaitu dengan cara:

1. Memulai sikap mengenali dinamika pelanggan terhadap apa yang

mereka butuhkan dan apa yang mereka inginkan;

2. Mengembangkan suatu kerangka pendekatan kearah pencapaian

kepuasan pelanggan; dan

3. Mempertemukan tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian

kepuasan pelanggan.

Faktor-faktor tersebut perlu mendapat respon intens oleh para

pemimpin organisasi, baik organisasi publik maupun swasta dengan

menintegrasikan berbagai unsur guna menghasilkan produk layanan

yang dapat memuaskan pelanggan. Pada intinya yaitu, perlu adanya

perbaikan kinerja organisasi yang berorientasi pada pemberian

pelayanan publik yang prima. Pada faktor internal, upaya-upaya

memberikan layanan yang berkualitas kepada pelanggan adalah terkait

langsung dengan mekanisme, sistem dan prosedur dalam memberikan

layanan, oleh karena itu diperlukan secara teknik pada tingkat

operasional.

Page 107: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

79

Banyak pendapat para ahli merumuskan prinsip-prinsip

pelayanan yang berkualitas seperti Zeithami, Parasuraman, dan Berry

(dalam Shaleh 2010: 104) menjelaskan bahwa ada lima dimensi untuk

mengukur kinerja pelayanan prima. Dimensi-dimensi tersebut adalah

tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empahty.

Gambaran dari indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Wujud fisik (tangiable), adalah penampilan fisik seperti tempat

pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat secara fisik

oleh pelanggan.

b. Keandalan (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, terpercaya, dan

memuaskan.

c. Ketanggapan (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk

mampu memberikan pelayanan pada pasien dengan tanggap.

d. Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan

pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pasien

terhadap rumah sakit.

e. Empati (emphaty), adalah pegawai yang peduli, memberikan

perhatian dan kenyamanan kepada pasien, terutama dalam

melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan

pasien.

Lenvinne (1990) (dalam Ratminto, dkk, 2008: 174),

menguraikan indikator pelayanan prima diantaranya: menuliskan

indikatir penyusun kinerja, yaitu:

1. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan

customers.

2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik

itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan.

3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara

penyelenggara pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang

ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan

norma yang berkembang dalam masyarakat.

Page 108: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

80

Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima

tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Konsep

pelayanan prima berdasarkan pada A6 (Barata, 2003:31), yaitu mengembangkan

pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Sikap (Attitude), Perhatian

(Attention), Tindakan (Action), Kemampuan (Ability), Penampilan (Appearance),

dan Tanggung jawab (Accountabiity), dimana dijabarkan sebagai berikut:

1. Sikap (Attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus

ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi

penampilan yang sopan dan serasi, berfikir positif, sehat dan

logis, dan bersikap menghargai.

2. Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan,

baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan

keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan

kritiknya, yang meliputi mendengarkan dan memahami secara

sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan, mengamati dan

menghargai perilaku para pelanggan, dan mencurahkan perhatian

penuh kepada pelanggan.

3. Tindakan (Action) berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan

dalam memberikan layanan kepada pelanggan, mencatat

kebutuhan para pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para

pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan

menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau

kembali.

4. Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan

tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program

pelayanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja

yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif,

mengembangkan motivasi, dan mengembangkan public relation

sebagai instrument dalam membina hubungan kedalam dan keluar

organisasi atau perusahaan.

5. Penampilan (Appearance) adalah penampilan seseorang baik

yang bersifat fisik saja maupun fisik atau non fisik., yang mampu

merefleksikan kepercayaan diri dan kreadibilitas dari pihak lain.

6. Tanggung jawab (Accountabiity) adalah suatu sikap keberpihakan

kepada pelanggan sebagai suatu wujud kepedulian untuk

menghindarkan atau meminimalikan kerugian atau ketidakpuasan

pelanggan.

Page 109: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

81

Melihat penjelasan diatas, maka dapat ditemukan kata kunci sebagai tolak ukur

utama dalam menilai pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan, yaitu sejauh

mana pelayanan yang diberikan tersebut berhasil memberikan rasa puas terhadap

pelanggan. Untuk menilai kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh

pengguna jasa layanan, termasuk tingkat kesulitan dan kemudahan mengenali

karakteristik pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Penentuan prinsip-

prinsip tersebut berdasarkan strategi yang digunakan oleh organisasi dalam rangka

pelayananprima.

Page 110: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

82

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang

akan digunakan adalah jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan,

yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,

2010:3). Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

dalam Moleong (2014:4). Sedangkan Sugiyono (2014:9) menjelaskan

bahwa, Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data

yang akan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,

analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna daripada generalisasi.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian yang

dilakukan oleh peneliti menggunakan dengan metode deskriptif kualitatif

dengan alasan apabila menggunakan metode tersebut maka akan diperoleh

Page 111: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

83

hasil berupa temuan-temuan terbaru yang secara natural dipaparkan

dilapangan. Pemaparan yang dimaksud adalah dari satu realita yang dapat

ditangkap, diamati, dan dideskripsikan oleh peneliti. Kesimpulan yang

diperoleh tentang penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian

dengan menggunakan pemberian atau gambaran atas suatu fenomena yang

dijadikan perhatian dalam suatu uraian sistematis, faktual, akurat dan jelas

bisa terkait dengan hubungan yang timbul antara suatu gejala lainnya

dalam masyarakat.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian memegang penting dalam memandu serta

mengarahkan jalannya suatu penelitian sehingga dapat mengetahui data

yang dibutuhkan serta data yang sebaiknya dibuang sebagai jawaban untuk

rumusan masalah. Sparadley dalam Sugiyono (2010:286) menyatakan

bahwa “a focused refer to a single cultural domain or a few related

domains” maksudnya adalah bahwa fokus penelitian merupakan domain

tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial yang diteliti

meliputi aspek tempat, aktor, aktivitas, yang berinteraksi secara sinergis.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan penelitian ini,

peneliti menetapkan fokus sebagai berikut:

Page 112: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

84

1. Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94)

mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik

mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap

aplikasi, berikut penjelasan proses implementasi kebijakan

publik:

1). Tahap Interpretasi

2). Tahap Pengorganisasian

3). Tahap Aplikasi

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

a). Faktor Pendukung

b). Faktor Penghambat

C. Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi dan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti akan

menangkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang hendak diteliti

untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Lokasi penelitian

dalam penelitian ini di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan

situs dalam penelitian ini adalah mengambil data dari bagian divisi Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang ada di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban tersebut.

Page 113: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

85

Alasan penelitian dilakukan di lokasi tersebut karena RSUD dr. R.

Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit kelas B, maka RSUD

Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi

Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban dan

sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini

menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat memberikan

pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat, sehingga dapat

mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Tuban dan

sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke Rumah Sakit provinsi

dan salah satu penyelenggara proses pembangunan dalam bidang

kesehatan melalui kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS.

Karena kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan

menerapkan SIMRS. Rumah sakit tipe B, dengan asumsi memiliki sumber

daya (finansial dan SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk

memiliki SIMRS yang fungsional.

D. Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dan lofland dalam Basrowi dan Suwandi (2008:

169) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, dan kemudian selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen, dan lain-lain. Untuk penelitian ini jenis data yang digunakan ada

2 yaitu:

Page 114: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

86

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang langsung

memberikan data kepada peneliti sebagai pengumpul data dalam

penelitian ini, data yang peneliti dapatkan dari informan yang ada di

lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa

informan antara lain:

1). Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban;

2). Kepala Instalasi SIMRS;

3). Kepala bagian Program dan Pelaporan;

4). Masyarakat

1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan dengan

maksud menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Data ini dapat

ditemukan dengan cepat seperti UUD, Keputusan Menteri , literatur,

artikel, jurnal, dan tulisan serta situs di internet yang resmi dan

berkenaan dengan tema penelitian ataupun juga melalui dokumen

resmi.

Jadi bisa diambil kesimpulan diatas bahwa sumber data adalah

tempat dimana penulis dapat menemukan data dari informasi yang

diperlukan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka data-data yang diperoleh

melalui:

Page 115: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

87

1. Informan, data dapat diperoleh langsung dari sumber data asli

sehubungan dengan obyek yang akan diteliti. Adapun

informan kunci dalam penelitian ini adalah:

1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum

dan Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;

2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;

3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan

Pelaporan;

4). Pelanggan pengguna pelayanan

2. Dokumen, data ini merupakan informasi dalam bentuk catatan-

catatan resmi. Adapun dokumen yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah:

a. Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban

b. SOP (Standard Operating Procedure) terkait

pelaksanaan kebijakan

c. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban

d. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban

3. Tempat dan Peristiwa, selain dari informasi tersebut, peneliti

memperoleh data atau informasi yang bersumber dari peristiwa

atau fenomena yang dianggap cocok dan bermanfaat untuk

Page 116: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

88

mengungkapkan permasalahan dan fokus penelitian, seperti

pengamatan mengenai proses pengolahan data melalui aplikasi

SIMRS di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitan, tentunya data sangat berperan penting dalam

keberhasilan penelitian. Dalam memperoleh data, peneliti membutuhkan

teknik dalam mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti adalah:

1. Wawancara

Esterberg mengartikan wawancara sebagai, “ a meeting of two

persons to exchange information and idea through question and

responses, resulting in communication and joint construction of

meaning about a particular topic” dalam Sugiyono (2009:231). Jenis

wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti adalah wawancara

terstruktur (structure interview). Wawancara terstruktur dilakukan

dengan jalan menyiapkan instrumen penelitian yang berupa

pertanyaan tertulis. Selain itu, peneliti dapat menggunakan alat bantu

berupa alat tulis, kamera dan recorder untuk membantu menuangkan

data dari wawancara. Peneliti dapatkan dari informan yang ada di

lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa

informan antara lain:

1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan

Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;

2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;

Page 117: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

89

3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan Pelaporan;

4). Pelanggan pengguna pelayanan

2. Observasi

Nasution menjelaskan bahwa para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang

diperoleh melalui observasi dalam Sugiyono (2014:226). Jenis

observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terus terang.

Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan

terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan

penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai

akhir tentang aktivitas peneliti dalam Sugiono (2014:228). Jadi

peneliti melihat secara langsung di lapangan untuk mengetahui

bagaimana proses pelayanan yang ada pada RSUD Dr R Koesma

khususnya dalam proses pengimplementasian kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

3. Dokumentasi

Sugiyono menjelaskan bahwa, “ Dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu” dalam Sugiyono (2014:240).

Dokumentasi digunakan peneliti yaitu berupa foto untuk mendukung

data yang sebelumnya peneliti dapatkan dari wawancara dan

observasi, sehingga data lapangan yang telah peneliti dapatkan lebih

akurat dengan adanya bukti foto proses dalam penerapkan kebijakan

Page 118: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

90

PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri dalam Sugiono (2011:222). Adapun

instrumenn-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti sendiri, yaitu peneliti mampu memahami kondisi situs

penelitian dan peneliti harus menyiapkan diri dengan adanya

bekal teori, dan wawasan yang didapat di bangku perkuliahan

sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan

mengkonstruksikan situasi sosial yang diteliti.

2. Pedoman wawancara, merupakan daftar pertanyaan yang disusun

oleh peneliti yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh

data keperluan penelitian. Sehingga dengan adanya pedoman ini,

wawamcara diharapkan sesuai dengan fokus penelitian atau

terarah serta dapat menjawab berbagai permasalahan penelitian.

3. Alat dokumentasi, merupakan alat penunjang yang digunakan

untuk merekam dan memfoto situasi sosial yang ada. Dalam

penelitian ini alat dokumentasinya adalah menggunakan

hanphone dan kamera digital untuk merekam dan berkomunikasi

dengan informan serta mengabdikan situasi sosial menjadi

gambar/foto.

Page 119: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

91

4. Catatan lapangan, merupakan sebuah catatan peneliti yang yang

didapatkan dari hasil mencatat maupun mencopy file atau adata.

Catatan lapangan memiliki fungsi untuk mencatat hasil

wawancara atau pengamatan yang berisi tentang data atau

informasi dilapanagan yang terkait permasalahan penilitian.

G. Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang

obyektif. Karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif

sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan)

penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk

mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Menurut

Moleong (2007:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan

pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

1.Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Teknik ini dapat diaplikasikan pada saat penelitian tentang implementasi

dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data yang telah

diperoleh melalui Ketua tim SIMRS, kemudian peneliti mengecek kembali

kebenaran data yang diperoleh melalui narasumber lainnya seperti ketua

Page 120: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

92

bagian program dan pelaporan dan informan lainnya yang sudah

ditetapkan penulis.

1. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat waktuyang tepat akan

mempengaruhi pemeberian data yang lebih valid sehingga lebih

terpercaya. Mengingat pada tahap awal peneliti masih dianggap asing oleh

informan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban sehingga narasumber

tidak terlalu terbuka. Untuk itu dalam melakukan pengujian kredibilitas

data dilakukan dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara,

observasi dalam hari yang berbeda dalam kurun waktu 1 bulan masa riset.

Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara

berulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

H. Analisis Data

Moleong (2014:280) mendefinisikan, analisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan Nasution

dalam Sugiyono (2014:245) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah,sebelum terjun ke lapangan, dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Langkah-langkah

peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan

Page 121: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

93

analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles, Huberman

dan Saldana sebagai berikut:

Gambar 6. Analisis Data Model Interaktif

( Sumber : Miles Huberman dan saldana (2014:32) ).

Analisis data diatas dijelaskan oleh Miles, Huberman dan Saldana

(Miles, Huberman dan Saldana, 2014:31-32), yaitu terdapat empat tahapan

sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pada tahapan pengumpulan data ini, peneliti menggunakan tiga teknik

dengan melakukan wawancara,observasi dan dokumentasi. Dalam

pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan wawancara kepada pihak

pelaksana kebijakan. Observasi dan dokumentasi juga dilakukan peneliti

untuk dapat menguatkan data-data yang peneliti dapatkan melalui proses

wawancara kepada pihak yang terlibat dalam kebijakan dalam memberikan

pelayanan kepada pelanggan. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian

dengan terjun langsung di lapangan. Selain itu, dokumentasi juga perlu

Page 122: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

94

didapatkan untuk dapat melihat kesesuaian data primer dan sekunder. Jadi

semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan bertambah

banyak dan kompleks.

2. Kondensasi Data (Data Condensation)

Pada tahap ini, peneliti mengacu pada proses memilih, memfokuskan,

menyederhanakan, membuat abstraksi, dan/atau menstransformasikan data

yang muncul secara penuh yang ditulis pada catatan lapangan, transkip

wawancara, dokumen-dokumen, dan bahan empiri. Melalui kondensasi

data, dapat membuat data lebih kuat.

3. Penyajian Data (Data Display)

Dalam tahap ini, peneliti menyederhanakan kumpulan informasi yang

diikuiti dengan penggambaran kesimpulan dan tindakan pada kehidupan

sehari-hari. Tindakan yang dilakukan dalam penyajian data didasarkan

dengan pemahaman peneliti.

4. Pengambilan Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusion)

Urutan yang ketiga adalah aktivitas analisis adalah menggambarkan

kesimpulan dan verifikasi. Dari pengumpulan data awal, analisis kualitatif

menginterpretasikan apa yang dimaksudkan dengan mencatat pola,

penjelasan arus kausal, dan proporsi dari hasil hasil penelitian.

Pengmabilan kesimpulan dibuat samar pada awalnya, lalu meningkat

secara jelas dan beralasan.

Page 123: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

95

Keempat tahapan diatas dilakukan secara berurutan dalam melakukan

suatu analisa peristiwa yang saling mengikuti satu sama alain (Miles,

Huberman dan Saldana, 2014:32)

Page 124: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

96

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban

a. Sejarah Kabupaten Tuban

Kota Tuban memiliki asal asul dalam beberapa versi, pertama

disebut sebagai Tuban dari lakuran watu tiban (batu yang jatuh dari

langit), yaitu dimana batu pusaka yang dibawa oleh

sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu

tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan

dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua berupa lakuran dari metu

banyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang

Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Tuban yang pertama

membuka hutanPapringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan

tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan

adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan

istimewanya sumur tersebut airnya tawar padahal berada di dekat

pantai. Ada juga versi ketiga, Tuban berasal dari kata "tubo"

atau racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban

yaitu Kecamatan Jenu.

Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten dari 38

Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Jawa

Page 125: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

97

Timur. Wilayah Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara

(Pantura) Pulau Jawa. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang

pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa.

Tuban disebut sebagai Kota Wali karena Tuban adalah salah satu kota

di Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran Agama Islam namun

beberapa kalangan ada yang memberikan julukan sebagai kota tuak

karena daerah Tuban sangat terkenal akan penghasil minuman (tuak &

legen) yang berasal dari sari bunga siwalan (ental). Beberapa obyek

wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Makam

Wali, contohnya Sunan Bonang, Makam Syeh Maulana Ibrahim

Asmaraqandi (Palang), Sunan Bejagung dll. Selain sebagai kota Wali,

Tuban dikenal sebagai Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang

berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Bahkan beberapa Goa

di Tuban terdapat stalaktit dan Stalakmit. Goa yang terkenal di Tuban

adalah Goa Akbar, Goa Putri Asih, dll.

Tuban terletak di tepi pantai pulau Jawa bagian utara, dengan

batas-batas wilayah: utara laut Jawa, sebelah timur Lamongan, sebelah

selatan Bojonegoro, dan barat Rembang dan Blora Jawa Tengah.

Penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari bercocok

tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya merupakan

nelayan, perdagangan dan pegawai negeri. Potensi ekonomi yang

dimiliki Kabupaten Tuban sangat beraneka ragam sumbernya. Selama

Page 126: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

98

ini potensi ekonomi yang telah dikembangkan di Kabupaten Tuban

antara lain:

1. Tanaman pangan

2. Hortikultura

3. Perkebunan

4. Perikanan

5.Peternakan

6.Kayu pertukangan dan kayu bakar

7.Industri pengolahan besar dan sedang

8.Industri kecil dan kerajinan rumah tangga

9.Perdagangan

10. Hotel dan restoran

11.Hasil tambang

12.Pariwisata

Sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Tuban yaitu sektor

pertanian khususnya tanaman pangan. Dari sektor pertanian tanaman

pangan, padi merupakan komoditas yang paling diunggulkan dari

ketiga komoditas lainya yaitu jagung, kacang tanah dan ubi kayu.

Potensi yang bisa ditingkatkan perkembanganya selain sektor tanaman

pangan antara lain pertambangan dolmit, minyak dan gas bumi,

pariwisata dan potensi besar lainya yaitu pelabuhan laut. Kebudayaan

asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya

adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo. Namun ada

hal menarik ketika memperingati Haul Sunan Bonang, dimana ribuan

umat muslim dari seluruh Indonesia tumpah ruah memadatai kota

Page 127: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

99

khususnya kompleks pemakaman Sunan Bonang. Ada juga Ulang

Tahun Klenteng Kwan Sing Bio yang sudah masuk dalam agenda kota

dan ada juga sedekah bumi bagi masyarakat pesisir.

b. Lambang Daerah

Gambar 7: Sumber gambar: www.tubankab.go.id

Arti Lambang Kabupaten Tuban: Kabupaten Tuban

memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap

gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing

masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas)

maupun cita-cita luhur Kabupaten Tuban. Arti pada lambang

Kabupaten Tuban Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian

yaitu :

1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima. Dengan jiwa yang suci

murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung

tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam

menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju

Page 128: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

100

masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha

Esa.

2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning Kuda hitam adalah

kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh

masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara,

watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar

biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari

warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang

cermelang dari Ronggolawe.

3. Gapura Putih Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama

Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum

Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat

yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban

melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali

Songo”.

4. Bintang Kuning bersudut lima Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban

memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang

mencapai cita-cita yang luhur.

5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru

muda Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu

hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah

Page 129: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

101

kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir)

menjadi kata Tuban.

6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah Tuban

penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah

pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan

berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban

mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil

makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.

7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga

buah. Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya

raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir

Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan

yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat

Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya

menghadapi tiga sasaran yaitu:

1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan

kerohanian.

2. Pembangunan ekonomi.

3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.

8. Keterangan angka

1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.

Page 130: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

102

2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.

3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45. dengan demikian

masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi

Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai

perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.

c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban

VISI :

Kabupaten Tuban yang Lebih Religius, Bersih, Maju dan Sejahtera

MISI :

1. Peningkatan Pengamalan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Berbagai

Aspek Kehidupan dengan Mengutamakan Toleransi dan

Kerukunan Antar Umat Beragama

2. Peningkatan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan yang

Kreatif dan Bersih

3. Peningkatan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Optimalisasi

Penataan Ruang Guna Mendorong Kemajuan Daerah

4. Membangun Struktur Ekonomi Daerah yang Kokoh Berlandaskan

Keunggulan Lokal yang Kompetitif

5. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat yang Merata dan

Berkeadilan

Page 131: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

103

d. Keadaan Geografis

Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha, dan wilayah

laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada

koordinat 111 derajat 30' - 112 derajat 35 BT dan 6 derajat 40' - 7

derajat 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Sebelah Utara

berbatasan langsung dengan Laut Jawa; Sebelah Selatan berbatasan

dengan Kabupaten Bojonegoro; Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Lamongan; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa

Tengah yakni Kabupaten Rembang di bagian utara dan Kabupaten

Blora di bagian selatan. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara

dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan

Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan

Kabupaten Rembang.

Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di

Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan

Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang

mengalir dari Solo menuju Gresik. Secara geologis Kabupaten Tuban

termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara yang memanjang pada

arah barat ke timur mulai Semarang sampai Surabaya. Sebagian besar

Kabupaten Tuban termasuk dalam Zona Rembang yang didominasi

endapan, umumnya berupa batuan karbonat. Zona Rembang

didominasi oleh perbukitan kapur. Ketinggian daratan di Kabupaten

Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Bagian utara merupakan dataran

Page 132: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

104

rendah dengan ketinggian 0-15 m diatas permukaan laut, bagian

selatan dan tengah juga merupakan dataran rendahdengan ketinggian

5-500 m. Daerah yang berketinggian 0-25 m terdapat disekitar pantai

dan sepanjang bengawan solo sedangkan daerah yang berketinggian

diatas 100 m terdapat di kecamatan Montong. Luas lahan pertanian di

Kabupaten Tuban adalah 183.994,562 Ha yang terdiri lahan sawah

seluas 54.860.530 Ha dan lahan kering seluas 129.134.031 Ha.

Gambar 8: Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban

Sumber: www.tuban.go.id (2017)

e. Keadaan Demografi

Penduduk adalah faktor penting dalam membangun suatu

pemerintahan dan pembangunan. Sebab selain menjadi obyek

pembangunan penduduk sekaligus menjadi pelaku pembangunan.

Page 133: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

105

Untuk itu, sangatlah penting mendapatkan data yang akurat tentang

jumlah penduduk yang ada di suatu daerah. Beberapa metode di paki

dalam menghitung jumlah penduduk d Kabupaten Tuban, diantaranya

adalah sensus penduduk. Jumlah Penduduk di Kabupaten Tuban tahun

2007 hasil proyeksi penduduk mencapai 1.100.930 jiwa terbagi dalam

291.046 Kepala Keluarga (KK), dengan komposisi jumlah penduduk

laki-laki 543.829 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 557.101

jiwa. Dari total penduduk tersebut tercatat sebanyak 101.188 KK atau

34,7 % tergolong warga kurang mampu. Sekitar 71% atau 770.651

jiwa dari total penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari

bercocok tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya

merupakan nelayan, perdagangan dan pegawai negeri.

f. Administratif Pemerintahan

Berdasarkan pembagaian untuk daerah administrasinya sendiri,

Kabupaten Tuban terdiri dari 20 kecamatan yaitu:

Tabel 1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban

No Nama Kecamatan

1 Bancar

2 Bangilan

3 Grabagan

4 Jatirogo

5 Jenu

6 Kenduruan

7 Kerek

8 Merakurak

9 Montong

10 Palang

11 Parengan

Page 134: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

106

12 Plumpang

13 Rangel

14 Semanding

15 Senori

16 Singgahan

17 Soko

18 Tambakboyo

19 Widang

20 Grabagan

Sumber : www.tuban.go.id. diolah oleh penulis (2017)

Adapun Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Tuban tergolong cukup

baik, ada 4 rumah sakit besar di kabupaten ini:

1. RSUD Dr R. Koesma, di Jl. dr. Wahidin SH ( Tipe Kelas B );

2. RS Medika Mulia, di Jl. Majapahit ( Tipe Kelas C);

3. RS Nahdlatul Ulama Tuban, di Jl. Letda Sucipto

( Tipe Kelas D); dan

4. RS Muhammadiyah, di Jl. P. Diponegoro. ( Tipe Kelas C ).

Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan tiap kecamatan juga ada

Puskesmas yang pembangunan dan pelayanannya terus ditingkatkan untuk

mengantisipiasi masyarakat yang berada jauh dari perkotaan.

2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kab. Tuban

a. Sejarah RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

RSUD Dr. R. Koesma merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah

Kabupaten Tuban yang pada awal berdirinya bernama RSUD Tuban

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

51/Menkes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 sebagai Rumah Sakit

Kelas D yang terletak di Jalan Brawijaya dengan lahan seluas 31.101

Page 135: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

107

m2 dan masih menjadi satu dengan kantor Dinas Kesehatan Kabupaten

Tuban. Untuk operasional pelaaksanaan pelayanan di Rumah Sakit saat

itu masih menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban.

Pada saat itu fasilitas tempat tidur yang tersedia sejumlah kurang lebih 50

(lima puluh) buah dengan jenis peralatan yang dimiliki masih bersifat

sederhana antara lain alat pemeriksaan gizi dan alat pemeriksaan

laboratorium sederhana. Jumlah tenaga yang ada saat itu sejumlah 28

(dua puluh delapan) orang dengan tenaga medis dokter umum sejumlah 3

(tiga) orang dan merangkap tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban,

sedangkan tenaga dokter spesialis baru ada pada tahun 1982 yaitu

spesialis obsgin sebanyak 1 (satu) orang dan spesialis anak sebanyak 1

(satu) orang. Seiring perkembangan pelayanan serta fasilitas yang ada,

pada tahun 1983 status RSUD Tuban dinaikkan kelasnya menjadi Rumah

Sakit kelas C melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor

233/Menkes/SK/VI/1983 tanggal 11 Juni 1983 yang ditindaklanjuti

dengan Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 26 Tahun

1983. Kemudian nama RSUD Tuban diganti menjadi RSUD Dr. R.

Koesma Kabupaten Tuban berdasarkan Keputusan Bupati Kepala Daerah

Tingkat II Tuban Nomor 153 Tahun 1984 tanggal 24 Nopember 1984

yang disetujui DPRD Tingkat II Tuban tanggal 1 Desember 1984 dengan

Keputusan Nomor 26-DPRD-82/84.

Pada tahun 1986 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban berpindah

lokasi ke Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 800 Kelurahan

Page 136: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

108

Sidorejo Kecamatan Tuban sampai sekarang menempati lahan seluas

47.236 m2. Pada lokasi ini RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

mempunyai letak yang sangat strategis, berada di tengah kota yang

mudah dijangkau transportasi umum dan berada dijalur jalan raya

Surabaya-Semarang. Pada tahun 1999 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten

Tuban telah lulus akreditasi untuk 5 (lima) kelompok pelayanan dan

selanjutnya dari hasil visitasi Tim Kementerian Kesehatan pada tanggal 9

Oktober 2010 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban ditingkatkan

kelasnya menjadi Rumah Sakit kelas B berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor HK.03.05/I/517/2012 tanggal 12 Februari 2012.

Pada tahun 2012 juga RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

mendapat Ijin Operasional Tetap Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas

B Non Pendidikan yang berlaku selama 5 (lima) tahun dari Gubernur

Jawa Timur dengan surat ijin Nomor P2T/2/03.23/III/2012 pada tanggal

25 Maret 2012. Untuk memenuhi standar mutu pelayanan pada tanggal

29 Maret 2011 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban telah disurvei

oleh Tim Surveior dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Kementerian Kesehatan dan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk

12 (dua belas) Pelayanan dengan berdasar Keputusan Direktorat Jendral

Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor

YM.02.10/III/1414/2011 tanggal 10 Juni 2011. Dan pada tanggal 19-20

Desember 2013 telah dilakukan survey oleh SAI Global untuk Sistem

Manajemen Mutu ISO 9001-2008 untuk 16 Pelayanan dan dinyatakan

Page 137: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

109

lulus pada tanggal 17 Januari 2014 dengan nomor sertifikat QMS 40495.

Sehubungan dengan status sebagai Rumah Sakit kelas B, maka RSUD

Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi

Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban

dan sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini

menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat

memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat,

sehingga dapat mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Kabupaten Tuban dan sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke

Rumah Sakit provinsi.

b. Visi, Misi, Falsafah, Nilai, Tujuan dan Motto

1. Visi adalah cara pandang jauh kedepan yang didalamnya

mencerminkan apa yang ingin dicapai dan kemana struktur

organisasi diarahkan sehingga pada gilirannya dengan visi yang tepat

pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang menjadi akselerator

bagi pelaksanaan tugas di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan

wewenang dan tanggung jawab tersebut maka visi RSUD Dr

Koesma Kabupaten Tuban dirumuskan sebagai berikut:

“MENJADI PUSAT RUJUKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN

YANG PROFESIONAL DENGAN MENGUTAMAKAN KEPUASAN

DAN KESELAMATAN PASIEN”.

Page 138: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

110

Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya

pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh

masyarakat. Penyelenggaraan kesehtan dilakukan oleh pemerintah dan

swasta. Masyarakat Kabupaten Tuban yang mandiri untuk hidup adalah

suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk

mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi,

sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan

karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun

lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Guna

mewujudkan visi yang telah ditetapkan tadi maka RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban perlu menetapkan misinya secara jelas sebagai satu

pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Misi

merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan umum

organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik sesuai dengan visi

yang telah ditetapkan.

2. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh

instansi sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Misi

merupakan kristalisasi dari keinginan menyatukan langkah dan gerak

untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan . Adapun misi yang

yang telah di rumuskan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

yaitu:

1. Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada mutu dan

keselamatan pasien.

Page 139: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

111

2. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan sumber daya

manusia.

3. Meningkatkan sarana prasarana dan peralatan yang canggih dan

berkualitas sesuai dengan standar.

4. Menyelenggarakan pengelolaan Rumah Sakit secara transparan,

akuntabel, efisien dan efektif.

3. Falsafah

Mengabdi dan melayani dengan ikhlas

4. Nilai

1. Jujur

2. Inovatif

3. Kreatif

4. Amanah

5. Tujuan

Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam

jangka waktu satu sampai lima tahun kedepan. RSUD Dr R Koesma

berkewajiban memberikan pelayanan yang baik demi kepuasan

masyarakat. Adapun tujuan RSUD Dr R Koesma sebagai berikut:

1. Tercapainya kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu

pelayanan yang terakreditasi.

2. Terpenuhinya pelayanan sesuai standar melalui tenaga profesional

dan terlatih.

Page 140: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

112

3. Tercapainya RSUD dr. R. Koesma menjadi pusat rujukan daerah

sekitar.

4. Terwujudnya tarif layanan yang kompetetif dan terjangkau bagi

masyarakat.

6. Motto

Peduli dan Ramah

Page 141: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

113

c. Struktur Organisasi

Gambar 9: Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

(Sumber : www.rsudkoesma.id (2017)

Page 142: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

114

B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

merupakan kebijakan dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk

meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit

di Indonesia, khususnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Dalam pelaksanaanya di RSUD Dr R Koesma kebijakan ini

dilaksanakan dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Manajamen

Rumah Sakit (SIMRS). Aplikasi yang dilaksanakan langsung oleh

RSUD ini merupakan aplikasi yang memproses dan mengintegrasikan

seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan

koordinasi, pelaporan, dan prosedur administrasi untuk memperoleh

informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem

Informasi Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan proses

implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban maka peneliti meninjau

melalui 3(tiga) komponen. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-

94) mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik

mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap

aplikasi.

Page 143: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

115

1. Tahap Interpretasi

Dalam mengimplementasikan maka terdapat proses dimana

kebijakan yang awalnya abstrak menjadi kebijakan yang lebih

strategis dan lebih bersifat teknis operasioanal. Kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS dalam memberikan pelayanan prima pada

RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan kebijakan yang

diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang

perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang

uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c

diubah, sehingga berbunyi sebagai:

(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas

melaksanakan monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah

sakit, penyusunan laporan dan pengelolaan SIMRS.

(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat

(I) Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.

Dalam menyelenggarakan fungsi SIMRS yang sudah di atur dalam

peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 adalah sebagai

berikut:

a). Melaksanakan monitoring , evaluasi dan pelaporan kegiatan

rumah sakit;

Page 144: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

116

b). Melaksanakan pengkajian untuk menetukan prioritas

penanganan permasalahan pelayanan rumah sakit;

c). Melakasanakan penatausahaan SIMRS secara tertib untuk

pmeningkatkan pelayanan rumah sakit;

d). Menyusun instrumen monitoring evaluasi dan pengendalian

program pelayanan rumah sakit;

e). Melaksanakan identifikasi dan analisa data pelayanan rumah

sakit sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut;

f). Melaksanakan laporan atau pertanggunjawaban kepada

Kepala bagian program dan pelaporan; dan

g). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala bagian

program dan pelaporan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini

sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku

Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. (Wawancara pada hari Kamis, 23 Maret 2017).

Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang

perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang

uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah

sakit dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku

Page 145: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

117

Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada

peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

“ ..Pertama kali saat ini launching pada 25 Juni

2014 itu sama Pak Bupati Drs. KH. Fathul Huda di

pendopo sudah disosialisasikan, jadi Kapala RSUD Dr

Koesma dan staf jajarannya dikumpulkan semua dan

sudah disosialisasikan. Kemudian yang kedua pihak

RSUD Dr Koesma melakukan rapat kepada intra

sektoral tentunya untuk mensosialisasikan dan

berkoordinasi tentang kebijakan ini.” (Wawancara pada

hari Kamis, 23 Maret 2017).

Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini

bertujuan agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat

mengetahui dan memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan

dari implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

yang tertuang dalam Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan

Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79

/KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja

instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, yaitu sebagai

berikut:

1. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu

dipimpin oleh seorang Kepala Unit Kerja Instalasi SIMRS yang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil

Direktur Umum dan Keuangan.

2. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu

mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

Page 146: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

118

a). Penyusunan recana dan program kerja Instalasi SIMRS;

b). Melaksanakan ketatausahaan Instalasi SIMRS;

c). Melaksankan kegiatan pendataan, pengolahan dan analisis data

SIMRS pada rumah sakit;

d). Melaksanakan penyajian informasi SIMRS;

e). Melaksanakan pengembangan teknologi penunjang SIMRS;

f). Melaksanakan evaluasi hasil kerja SIMRS;

g). Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait di

lingkungan rumah sakit;

h). Melaksanakan laporan/pertanggungjawaban kepada Wakil

Direktur Umum dan Keuangan; dan

i). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

Page 147: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

119

Gambar 10: Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS. (Sumber Bapak

Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R

Koesma kepada peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban pada hari

Kamis, 23 Maret 2017).

Tabel 2: Uraian Tugas Instalasi Sistem Informasi Manajamen Rumah

Sakit (SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ( Sumber:

Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 188.4/

79 / KPTS / 414.109 / 2014.

No. Jabatan Uraian Tugas

1. Kepala Instalasi SIMRS a. Menyusun rencana dan program kerja Instalasi

SIMRS;

b. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan

ketatausahaan Instalasi SIMRS;

c. Melaksanakan kegiatan pendataan, pengelolahan

dan analisa data SIMRS;

d. Melaksanakan penyajian SIMRS;

e. Mengembangkan teknologi SIMRS;

f. Melaksanakan evaluasi hasil kerja Instalasi

SIMRS;

Page 148: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

120

g. Melaksanakan koordinasi dengan Instalasi/unit

kerja di lingkungan rumah sakit;

h. Sebagai “System Administrator”, yaitu

melakukan administrasi terhadap system, serta

hal hal lain yang berhubungan dengan

pengaturan operasional terhadap system;

i. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh

Direktur.

2. Pelaksana Analisis Sistem a. Menganalisa System yang sudah berjalan;

b. Menganalisa kebutuhan sistem yang akan

dikembangkan;

c. Membuat perancangan sistem pada aplikasi yang

akan dibuat;

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

3. Pelaksana Proggamer a. Menerjamahkan sistem yang dibuat oleh Analis

sistem ke dalam desain progam;

b. Membuat program aplikasi;

c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

4. Pelaksana Hardware a. Melaksanakan pemeliharaan secara berkala

terhadap Sistem operasi dan hardware;

b. Melakukan perbaikan hardware yang rusak;

Page 149: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

121

c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

5. Pelaksana Maintance Jaringan a. Melaksanakan penataan jaringan;

b. Membuat sistem keamanan jaringan;

c. Monitor akses jaringan;

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa aturan yang

mendasari dalam implementasi kebijakan tentang uraian tugas, fungsi dan tata

kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban adalah Peraturan

Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014. Dimana kebijakan ini merupakan realisasi

dari PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) yang menjelaskan bahwa

pembentukan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dilakukan dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia.

Dan Suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan

mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk

jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh

informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian Sistem Informasi

Kesehatan.

Page 150: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

122

2. Tahap Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian ini menjelaskan proses kegiatan yang terkait

dengan peraturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana atau aktor dalam

implementasi kebijakan, sumber anggaran dan sarana prasarana, dan manajemen

pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS dijelaskan bahwa terkait dengan aktor pelaksana

dalam kebijakan ini adalah PEMDA (Pemerintah Daerah), Gubenur, Bupati atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah. Untuk implementasi kebijkan ini pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 dan

ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata

kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Dalam tata cara

pengorganisasiannya melalui tata hubungan kerja eksternal adalah pengaturan

hubungan kerja antara unit-unit kerja dalam suatu organisasi dengan unit kerja di

luar organisasi tersebut. Hubungan kerja dengan unit organisasi lain tersebut dapat

berupa kerjasama lintas program ataupun lintas sektor. Adapun bentuk hubungan

dengan unit-unit kerja di luar organisasi dapat berbentuk: Hubungan koordinatif

seperti unit bagian program seperti pelaporan loket pelayanan pasien rawat jalan,

rawat inap, IGD dengan SIMRS yaitu hubungan dalam rangka penyatuan upaya

dan daya dengan unit kerja lain untuk mencapai tujuan bersama melalui rapat

sebagai bentuk komunikasi yang dihadiri oleh beberapa orang untuk

membicarakan dan memecahkan permasalahan tertentu, dimana melalui

Page 151: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

123

rapat berbagai permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai kebijaksanaan

organisasi dapat dirumuskan. Pada unit kerja SIMRS RSUD Dr.R. Koesma

Kabupaten Tuban, rapat internal dilakukan setiap bulan dengan tujuan untuk

membahas dan mengevaluasi kerja staf SIMRS. Selain itu, dalam rapat tersebut

membahas tentang masalah-masalah yang terjadi selama satu bulan dan mencari

pemecahan masalahnya. Rapat internal tersebut dihadiri oleh kepala Instalasi

SIMRS dan staf SIMRS, maupun staf dari unit terkait yang berkaitan dengan

pembahasan pada saat rapat. Melalui program orientasi umum, pegawai

baru diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah,

tujuan, nilai-nilai dan budaya organisasi RSUD Dr.R. Koesma Kabupaten

Tuban Disamping itu, pegawai yang mengikuti orientasi juga dibekali

pemahaman tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-

prinsip kerjasama tim. Laporan merupakan suatu bentuk penyampaian berita,

keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan

maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan

wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara

mereka. Pelaporan yang ada di unit SIMRS RSUD Dr.R.Koesma Kabupaten

Tuban, yakni pelaporan bulanan. Pelaporan bulanan ini berupa laporan

triwulan KPI (Key Performance Indikator). Laporan KPI merupakan laporan yang

berisi pencapaian indikator-indikator kinerja dari unit kerja SIMRS ini. Laporan

ini memperlihatkan jumlah persentase pencapaian tiap indikator per bulannya. Hal

ini di ungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS

Page 152: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

124

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan untuk qualifikasi SDM adalah

sebagai berikut:

1. Pendidikan : Diploma III / Sarjana Komputer

2. Mampu mengoperasikan SIM RS baik Front end maupun back end

3. Dutamakan menguasai jaringan komputer

4. Menguasai database MySQL-SQL Server

5. Familiar/terbiasa dengan bahasa pemrograman HTML/PHP/Visual Basiq/Java

Dan distribusi ketenagaan mengenai jumlah staf di unit SIMRS

menujukkan bahwa jumlah staf yang ada di unit SIMRS sudah cukup dalam

menunjang proses pengelolaan SIMRS RSUD Dr R Koesma dengan tugas-tugas

yang dilakukan oleh petugas SIMRS RSUD Dr Koesma. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah staf SIMRS yang saat ini berjumlah 6 orang dengan jadwal kerja shift

yang telah ditetapkan.

“...begini mbak, jadi bentuk pengorganisasiannya melalui koordinasi

dengan setiap unit untuk menerapkan kebijakan ini melalui rapat, dan

pelaporan bulanan berupa laporan triwulan, adanya qualifikasi SDM

dan Distribusi ketenagaan .” ( Sumber: Bapak Nashrul Fatih selaku

Kepala Instalasi SIMRS.( wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret

2017).

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tahap pengorganisasiannya melalui

koordinasi dengan setiap unit dalam pengelolahan data yang akan di Screning

lewat aplikasi SIMRS.

Dibawah ini adalah gambar struktur organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

Page 153: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

125

Gambar 11: Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. (Sumber : Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten No:

188.4/ 79/ KPTS/ 414.109/2014).

Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk

teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan

acuan. Petunjuk teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Berikut merupakan Prosedur Pelayanan yang tertera

dalam Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan dalam implementasi

DIREKTUR

WAKIL DIREKTUR UMUM

DAN KEUANGAN

KEPALA INSTALASI SISTEM

INFORMASI MANAJEMEN

RUMAH SAKIT

KEPALA BAGIAN

PROGRAM DAN

PELAPORAN

PELAKSANA

ANALISIS

SYSTEM

PELAKSANA

PROGRAMMER

PELAKSAN

A

HARDWAR

PELAKSANA

MAINTANCE

JARINGAN

Page 154: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

126

kebijakan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

Gambar 12: Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma (Sumber :

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-jalan/).

1. Pelayanan Rawat Jalan RSUD Dr R Koesma

a. Pasien datang ke RSUD dengan menunjukan KTP/KK

b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

c. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran

d. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

e. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

f. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

g. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 155: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

127

Gambar 13: Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma (Sumber :

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-inap/).

2. Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr R Koesma

a. Pasien datang ke RSUD yang memiliki fasilitas rawat inap

/perawatan

b. Pasien menunjukkan KTP/KK

c. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

d. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran

e. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

f. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

g. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

h. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 156: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

128

Gambar 14: Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma

(Sumber : http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-igd/).

3. Pelayanan Pasien IGD

a. Pasien menunjukkan KTP/KK

b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

c. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

d. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

e. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

f. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 157: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

129

Tabel 3: Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif ( Sumber:

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-poli-eksekutif/).

Berikut Jadwal Dokter Poli Eksekutif

NAMA DOKTER HARI JAM

dr. Susilo Rachman, Sp.B Senin

Rabu

Jumat

14.00 – 21.00

14.00 – 21.00

14.00 – 21.00

dr. Bella Barus. Sp.B Selasa 14.00 – 18.00

dr Husain Habibie,Sp.OG

(K)

Kamis

Selasa

14.00 – 15. 00

15.00 – 17.00

dr R.Slamet Soeprijadi,Sp.

OG

Kamis

Senin

15.00 – 17. 00

16.00 – 18.00

dr . A. Syaifuddin Zuhri, Sp.

OG

Selasa

Rabu

08.00 – 10.00

16.00 – 18.00

dr . Fani Suslina Hasibuan,

Sp. JP. FIHA

Jumat

Senin

14.00 – 16.00

14.00 – 17.00

dr . Mat Suwito, Sp. PD Selasa

Rabu

14.00 - 17.00

14.00 - 17.00

dr . Pungki Mandayanto

Wibowo , Sp.PD

Senin

Kamis

08. 00 - 10.00

08.00 – 10.00

dr . Hari Suseno, Sp.PD Selasa

Rabu

09.00 – 11.00

09.00 – 11.00

dr . Lily Natalia, Sp. BS Selasa 19.00 – 21.00

Pendaftaran Pasien Poli Eksekutif bisa dilakukan dengan :

1. Datang langsung ke Loket Graha Aryo Tejo

2. SMS : 082230-582258 / 08123-164-983

3. Telepon : 0356-8832197

Tarif Pemeriksaan Poli Eksekutif :

1. Dokter Spesialis Kandungan (sudah termasuk USG) : Rp. 150.000,-

2. Dokter Spesialis Kandungan (tanpa USG) : Rp. 100.000,-

3. Dokter Spesialis Lain : Rp. 100.000,-

Untuk Jam Buka Loket RSUD Dr R Koesma dimlai dari hari :

Senin – Kamis : 07:00 - 12:00 WIB

Jum'at : 07:00 - 10:00 WIB

Sabtu : 07:00 - 11:00 WIB

Page 158: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

130

Sedangkan untuk Jam Besuk Pasien:

Jam Besuk Pasien PAGI : 11:00 – 13:00 WIB

SORE : 17:00 – 19:00 WIB

Telp.(0356) 321010,

(0356) 323266,

(0356) 325696

Email: [email protected]

[email protected] ( Sumber: http://rsudkoesma.id/)

Kemudian berikut merupakan SOP (Standard Operating Procedure) yang

digunakan dalam implementasi kebijakan PMK Nomor 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima yang ditetapkan oleh Direktur

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kebijakan

Pelayanan Sistem Informasi Manajemen dan Jaringan SIMRS.

a).Permintaan Pembuatan Sistem Informasi Baru

1. Mengajukan Form Permintaan Sistem Informasi Baru yang diketahui

oleh atasan langsung dan disetujui oleh Direktur.

2. Form Permintaan diberikan kepada Instalasi SIMRS

3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah permintaan

Sistem Informasi Baru layak dikerjakan atau tidak

4. Jika Kepala Intalasi SIMRS merasa permintaan pembuatan Sistem

Baru tidak dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.

5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala

Instalasi SIMRS akan menunjuk Programmer untuk pembuatan.

6. Progammer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk embuatn

Sistem Informasi sesuai yang diminta.

b). Pengembangan dan Perbaikan Program SIMRS

1.Unit/Bagian/Instalasimengisi Form Permintaan Perbaikan Program

yang langsung diketahui oleh atasan langsung.

2. Form Permintaan diberikan kepada Kepala Instalasi SIMRS.

3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah perimntaan

Perbaikan Program layak dikerjakan atau tidak.

Page 159: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

131

4. Jika Kepala Instalasi SIMRS merasa permintaan perbaikan program

tidak memungkinkan untuk dikerjakan maka Form Permintaan

perbaikan program dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.

5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala

Instalasi SIMRS akan merujuk Programmer untuk pembuatan.

6. Programmer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk

perbaikan program yang sesuai diminta.

c). Pengaturan IP Address

1. Pastikan hardware dan driver LAN device sudah terinstal dengan

benar.

2. Pengalamatan TCP/IP V4 sesuai range IP Address sebagai berikut:

a. Server SIMRS

b. Rawat Inap

c. Rawat Jalan

d. Billing

e. Farmasi Gudang

f. Rekam Medik Atas dan Rekam Medik Bawah

g. Loket

h. Informasi

i. Penunjang

d). Instalasi OS Ubuntu atau Windows dan Program Pendukung

1. Install Operating System Ubuntu atau Operating System

Windows.

2. Instal driver, mulai dari Chipset, VGA, Sound, LAN, Printer, dll.

3. Instal antivirus free, Smadav dan update definisi virus terkini.

4. Instal aplikasi sesuai kebutuhan kerja bagian tersebut.

5. Set IP address sesuai SOP Pengaturan IP Address.

6. Set files and printer sharing ke enabled.

7. Install deep freeze jika ada pemisahan partisi antara data dan

sistem operasi. Freeze drive C: dan catat passwordnya.

e). Pemasangan Jaringan

1. Mengisi Form Pemasangan Jaringan oleh Unit/Instalasi/Bagian

yang meminta.

2. Melakukan pengecekkan apakah permintaan pemasangan jaringan

dapat dikerjakan atau tidak.

3. Jika permintaan dapat dikerjakan maka staff Instalasi SIMRS akan

mengerjakan pemasangan jaringan dan apabila tidak dapat

dikerjakan maka Instalasi SIMRS akan mengembalikan form

pemaagan jaringan dan memberikan alasan.

f). Permintaan Perbaikan Hardware dan Jaringan

Untuk kerusakan Hardware:

1. Pengaduan kerusakan Hardware oleh Unit/Instalasi SIMRS.

Page 160: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

132

2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.

3. Apabila memungkinkan staff Instalasi SIMRS akan melakukan

perbaikan di tempat namun jika tidak maka Hardware rusak

tersebut akan dibawa keruang Instalasi SIMRS.

4. Setelah Hardware selesai diperbaiki maka Hardware tersebut akan

dikembalikan ke Unit/bagian/Instalasi terkait dengan disertai Form

Permintaan Hardware.

Untuk Kerusakan Jaringan

1. Pengaduan kerusakan jaringan oleh Unit/Instalasi SIMRS.

2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.

3. Jika jaringan SIMRS akan melakukan pengecekkan: IP Address

PC, kabel, Switch/Hub. Apabila jaringan internet melakukan

konfirmasi ke provider yang digunakan oleh RSUD Dr R

Koemsma Kabupaten Tuban.

4. Setelah melakukan pengecekkan apabila di jaringan lokal SIMRS

ada kerusakan maka akan segera diperbaiki dan diganti.

5. Setelah pengerjaan perbaikan jaringan selesai maka

Unit/bagian/Instalasi yang terkait akan dikasih Form Perbaikan.

g). Standarisasi Software dan Alternativenya di RSUD Dr

Koesma Tuban

1. Install Sistem Operasi Windows yang dilengkapi lisensi/ Linux

GPL pilihan SIM

2. Install Driver Hardware pilihan SIM

3. Install Antivirus Freeware/ antivirus opensource pilihan SIM

4. Install Microsoft office yang dilengkapi lisensi / openOffice/ Libre

Office.

5. Install Browser internet Freeware/ GPL pilihan SIM

6. Install Utility Freeware/GPL pilihan SIM

7. Install Database MySQL GPL

8. Install Remote Desktop Freeware/GPL pilihan SIM

9. Install Corel Draw/ Photoshop yang dilengkapi lisensi/ pengolah

gambar GPL pilihan SIM

10. Install Software lain yang disetujui oleh Direktur/Wakil Direktur.

h). Pemilihan Software

1.Analisa kebutuhan software secara menyeluruhmaupun permintaan

khusus melalui Instalasi SIMRS dari unit kerja tertentu.

2.Seleksi Software dipasaran, dari referensi atau test secara langsung

3. buat laporan pemilihan software untuk diketahui dan disetujui

Direktur/ Wakil Direktur.

Page 161: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

133

i). Menyalakan Komputer

1. Pasang kabel power dan seluruh komponen dengan benar

2. Pasang UPS dan atau stabilizer agar listrik tetap stabil

3. Ini berguna untuk menghindari kerusakan komputer atau data

4. Tekan tombol power pada CPU/casing

5. Tunggu beberapa saat. Jika lampu indikator menyala dan atau ada

nada beep satu kali, berarti komputer dalam keadaan baik.

6. Setelah itu tunggulah proses booting hingga pada layar monitor

muncul desktop Windows/ Ubuntu atau Login.

j). Mematikan Komputer

1. Simpan document atau tutup semua program yang aktif.

2. Bila System operasi yang digunakan MS Window, klik start lalu

Klik “turn off/shutdown”.

3. Klik OK, maka computer akan mati secara otomatis.

4. Jika System operasi menggunakan Ubuntu Linux, Klik tombol

kemudian pilih shutdown.

5. Tekan tombol off pada monitor, CPU dan penstabil tegangan.

k). Penghematan Listrik Komputer

1. Jika komputer hidup 24 jam selalu matikan monitor / LCD tetapi

CPU tetap dalam kondisi hidup.

2. Jika komputer dipakai dalam waktu-waktu tertentu :

a. Saat tidak dipakai kurang dari 2 jam komputer standby saja

untuk mengurangi daya listrik yang diserap atau dimatikan

b. saat sudah tidak dipakai dimatikan sesuai prosedur diatas dan

selalu matikan UPS dan melepas UPS dari PLN sehingga UPS

tidak mudah rusak dan UPS sendiri tidak mudah panas.

c. Apabila PLN padam jangan biarkan sampai UPS mati karena

akan merusak komponen batrai, apabila PLN mati lebih dari 5

menit segera matikan komputer sesuai prosedur.

d. Selalu matikan printer jika tidak dipakai.

Page 162: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

134

l). Backup Database

1. Backup database dilakukan oleh Instalasi SIMRS

2.Instalasi SIMRS menginformasikan kebagian Informasi bahwa

sedang ada backup database

3.Proses backup database dilakukan pada saat pelayanan loket

pendaftaran dalam keadaan sepi dan atau Pukul 00.00 WIB.

4.Penyimpanan Backup database ditaruh pada hardisk khusus

5.Setelah proses backup database selesai, kemudian

menginformasikan kepada bagian informasi bahwa backup telah

selesai.

m). Keamanan data

1.Prosedur jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database

hanya bisa diakses secara lokal.

2.Patikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi

SIMRS

3.Pastikan yang mempunyai account login database server hanya

Kepala Instalasi, Staff Programmer , dan Jaringan.

4. Pastikan data yag ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang

diperbolehkan oleh manajemen.

5. Pastikan jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database

hanya bisa diakses secara lokal.

6. Pastikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi

SIMRS.

7. Pastikan yang mempunyai account login database server hanya

Kepala Instalasi, Staff Programmer, dan Jaringan

8. Pastikan data yang ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang

diperbolehkan oleh manajemen.

n). Penghapusan Data

1.User mengisi Form permintaan penghapusan data

2.Menyerahkan Form permintaan penghapusan data ke Instalasi

SIMRS

3.Staff Instalasi SIMRS melakukan verifikasi terhadap data yang akan

dihapus.

Page 163: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

135

4.Jika data yang diminta untuk dihapus dinytakan valid maka data

dihapus oleh staff Instalasi SIMRS

5.Jika tidak maka Form permintaan penghapusan data dikembalikan

ke user yang diminta serta memberi alasan.

o). Penyampaian Informasi secara Elektronik

1.Diverifikasi oleh bagian Humas apakah Informasi layak

untuk dipublikasikan sesuai aturan yang berlaku.

2. Diverifikasi oleh Komite Mutu (informasi harus sesuai

dengan mutu rumah sakit).

3. Diserahkan ke Instalasi SIMRS informasi yang telah

diverifikasi oleh Humas dan Komite Mutu.

4. Informasi di posting ke media Elektronik atau Website

oleh Instalasi SIMRS.

p). Permintaan Informasi dari Database

1. Menghubungi pihak RSUD Dr R Koesma yang kompeten

memberikan data informasi yang diminta.

2. Menghubungi Instalasi SIMRS untuk permintaan data

informasi dari Database.

3. SIMRS memberikan data yang diminta oleh pihak yang

bersangkutan.

Pihak yang berkompeten dari RSUD Dr Koesma Tuban

memberikan data kepada pihak luar yang meminta informasi.

Dari petunjuk teknis dan SOP yang telah ditetapkan yang menjadi

salah satu poin penting dalam implementasi kebijakan ini adalah untuk

memperlancar, mempermudah, mempercepat pekerjaan bagian atau unit

kerja tersebut. Oleh karena itu aktor-aktor pelaksana kebijakan ini dalam

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban harus saling berkoordinasi

jalannya implementasi kebijakan ini dengan baik. Hal ini diungkapkan

oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan

Pelaporan.(wawancara pada hari Jum’at 24 Maret 2017).

Untuk mendukung dari jalannya proses implementasi kebijakan

juga diperlukan adannya anggaran atau dana untuk melaksanakan

Page 164: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

136

implementasi kebijakan seperti yang telah diharapkan sebelumnya. Dalam

implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma, anggaran yang digunakan berasal dari Pemkab

Tuban dimana dana tersebut didapat dari APBD Kabuten Tuban anggaran

2016. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil

Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada peneliti di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

“ ...Untuk kebijakan ini Pemkab Tuban yang didapat

dari APBD Kabupaten Tuban mengalokasikan dana

sebesar Rp 21 Miliar untuk implementasi kebijakan

SIMRS ini Mbak, dan ini juga sudah sangat cukup

untuk menjalankan kebijakan ini karena APBD

Kabupaten Tuban yang memang mencukupi untuk

melaksanakannya.” ( Wawancara pada hari Kamis 23

Maret 2017).

Semua sarana dan prasarana yang diperlukan dalam implementasi

kebijakan ini sendiri adalah perangkat komputer, dan jaringan internet.

Terkait hal ini, sejak diberlakukannya implementasi kebijakan terkait

SIMRS telah dilakukan pengadaan Hardware berupa perangkat komputern

dan jaringan internet. Dari hal tersebut, sarana dan prasarana dari

kebijakan ini telah terpenuhi karena seperti yang telah dijelaskan di dalam

SOP bahwa perlu adanya permintaan pembuatan sistem informasi baru

guna untuk memperlancar, mempermudah dan mempercepat pekerjaan

bagian atau Unit kerja. Dan dalam proses ini membutuhkan sarana

pendukung yaitu perangkat komputer dan jaringan internet. Hal ini

diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala bagian SIMRS.

Page 165: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

137

“ ...Jadi begini Mbak, kalau perangkat hardware

seperti komputer kan sebenarnya sudah ada sejak

diberlakukannya JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional), jadi untuk setiap rumah sakit saya rasa

tidak ada masalah terkait dengan sarana dan

prasarana seperti perangkat komputer atau internet”.

(wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Gambar 15: Sarana dan Prasarana dan jaringan internet (Sumber

SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, pada hari Sabtu,

25 Maret 2017)

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti diatas, dapat diketahui

bahwa dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban ditetapkan aktor pelaksana kebijakan adalah Keputusan

Bupati Tuban dan Keputusan Direktur Rumah Sakit dan Para Staff Unit

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Kemudian untu anggaran diambil

dari Pemkab Tuban yang didapat dari APBD Kabupaten Tuban dan dinilai

oleh para pelaksana kebijakan sudah mencukupi selain itu sarana dan

prasarana berupa komputer dan jaringan internet juga telah tersedia.

Petunjuk teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) juga sudah jelas

Page 166: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

138

dan ditetapkan sebagai pedoman dan acuan dalam implementasi kebijakan

ini.

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga senantiasa

mengembangkan manajemen sumber daya manusia yang baik, agar

terwujud kuantitas dan kualitas pegawai yang mampu melaksanakan tugas

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu tahapan manajemen

sumber daya manusia yang dilaksanakan di RSUD Dr R koesma

Kabupaten Tuban adalah program orientasi baik untuk pegawai

baru atau pegawai lama. Program ini dapat dilakukan manakala

rumah sakit memperoleh pegawai baru ataupun tidak. Orientasi umum

berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara non teknis,

terutama memahami Profil Rumah Sakit dan Manajemen. Kegiatan

tersebut dilaksanakan oleh Seksi Rumah Sakit dan Diklat bekerjasama

dengan Seksi/Subag/Bagian/Bidang lain yang terkait. Sedangkan orientasi

khusus berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara

teknis dan dilaksanakan oleh unit kerja dimana pegawai baru tersebut

ditempatkan. Melalui program orientasi umum, pegawai baru

diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah, tujuan, nilai-

nilai dan budaya organisasi RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

Disamping itu, pegawai yang mengikut orientas juga dibekali pemahaman

tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-prinsip

kerjasama tim. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala

Page 167: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

139

bagian Program dan Pelaporan. (wawancara pada hari Jum’at 24 Maret

2017).

3.Tahap Aplikasi

Dalam penggunaan SIMRS yang digunakan untuk mempermudah

informasi data dan komunikasi dari unit ke unit. Dalam penggunaan

aplikasi ini untuk membantu proses implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban

sudah sesuai berjalan dengan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Bapak

Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS. “ .. Untuk penggunaan

aplikasinya tidak ada masalah Mbak, aplikasinya juga cukup mudah untuk

digunakan”. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Berikut adalah tampilan aplikasi SIMRS untuk memudahkan

pegawai dalam pengelolahan data. “ ..iya aplikasi ini untuk melakukan

screning KTP dan KK, kita bisa berkoordinasi dengan BPJS mbak. Dulu

sih ada pelatihannya sendiri pas launching pertama kebijakan Jaminan

Kesehatan mbak.” Hal ini diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku

Page 168: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

140

Kepala Instalasi SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Gambar 16 dan 17 : Tampilan aplikasi SIMRS dan para staff yang

mengelola data ( Sumber Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi

SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017)

Page 169: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

141

Sebelum adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

masyarakat/pelanggan masih menggunakan sistem informasi yang

manual dan prosesnya lebih lama baik dari segi pendaftaran, biaya

administrasi dan kurang transparan dalam memberikan pelayanan. Hal ini

disampaikan oleh Bapak Agus warga desa Widang. (Minggu, 26 Maret

2017).

“...begini mbak, dulu sebelum adanya kebijakan ini prosesnya

begitu lama, kurang efektif dan efesien dalam memberikan

pelayanan sehingga saya harus menunggu lama”.

Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Endang warga desa Desa

Wadegan yang menyatakan “...waktu itu saya antri dan lama sekali

mbak untuk melakukan registrasi, ada kesalahan dalam sistem

administrasi atau salah dalam menghitung jumlah uang mbak ”.

(wawancara pada hari hari Minggu, 26 Maret 2017).

Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Ummi warga desa Desa Lajo

yang menyatakan “...waktu itu saya kurang mendapatkan informasi

secara detail sehingga terjadi kesalahpahaman diantara saya dan pihak

rumah sakit khususnya di bagian administrasi/kasir ”. (wawancara pada

hari hari Minggu, 26 Maret 2017).

Page 170: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

142

Sedangkan untuk pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma juga sudah cukup

baik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Siswanto warga desa

KedungHarjo selaku masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban menyatakan

“...untuk disini pelayanannya cukup baik, tempatnya bersih,

komunikasi dengan perawat dan dokter jadi enak.., kalau untuk

pengurusannya saya jadi lebih mudah, terbukti dan terpercaya

mbak, kita Cuma butuh bawa KTP dan KK setelah daftar selesai

dan setelah selesai dalam perawatan kita langsung diberikan hasil

data informasi mulai dari biaya penginapan, dan pelayanan lainnya

yang yang sudah tertera didalam database yang di sudah di kelola

oleh pihak SIMRS sehingga saya percaya mbak”.

Gambar 18: Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban (Sumber: Data Primer Hasil Observasi Peneliti,

wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa penilaian

masyarakat terkait dengan kebijakan ini juga cukup baik. Hal ini

juga di kemukakan oleh ibu Ani warga desa Weden yang

Page 171: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

143

menyatakan “...saya merasa terbantu mbak, karena bisa melakukan

registrasi lebih cepat dan akurat mbak”. (wawancara pada hari hari

Sabtu, 25 Maret 2017).

Pernyataan yang serupa juga diungkapakan oleh Bapak

Anton warga desa Widang selaku masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. “...saya juga terbantu

mbak, karena dari pihak rumah sakit memberikan data yang

transparan dan akurat”. (wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret

2017).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat

diketahui bahwa dalam penerapan kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari petugas staff unit

yang sudah mengetahui dan mengerti akan tugasnya dan

pengguanaan aplikasi SIMRS yang sudah cukup lancar dari hasil

implemntasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013. Proses pencatatan

dan pelaporan klaim juga berjalan dengan lancar. Selain itu

pelayanan dari RSUD Dr R Koesma juga cukup baik dalam

memberikan pelayanan yang merasa nyaman dan juga penilaian

dari masyarakat terhadap kebijakan ini.

Untuk kepuasan Pasien sebagai pelanggan Rumah Sakit

dalam memberikan pelyanan prima pelanggan adalah orang yang

membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan. Pelanggan

Page 172: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

144

tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan

setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah

seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau

menikmati produk berupa barang atau jasa dari suatu organisasi

atau anggota organisasi tertentu, yang dikelompokkan menjadi

pelanggan internal yaitu mitra kerja dalam organisasi yang

membutuhkan produk barang atau jasa seseorang atau sekelompok

orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu semua

orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang

membutuhkan produk barang atau jasa suatu organisasi.

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen

setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan

jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan

sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam

waktu yang lama. Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis.

Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari

fungsi suatu produk yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan

psikologis merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang

bersifat tidak terwujud dari produk. Kepuasan pasien akan

terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan

dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa yang

dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti

Page 173: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

145

subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa

pelayanan kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara

yang berbeda dengan yang dipersepsikan konsumen. Kepuasan

pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan cenderung

bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar

belakang yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan

yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk

menghindari adanya subyektifitas individual yang dapat

mempersulit pelaksanaan pelayanan kesehatan perlu adanya

pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:

1. Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa

kepuasan pasien bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan

adalah yang bersifat umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-

rata pasien.

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam

menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi

pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam

terhadap tindakan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan

harus sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi. Lama

hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh

terhadap kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada

rawat inap sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi

Page 174: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

146

semakin tinggi derajat kesinambungan pelayanan semakin tinggi

pula kepuasan pasien.

Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang

sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas

rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat,

dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan

informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap

kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, serta

kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

Tabel 4: Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu

tentang Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. (Humas RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).

Tabel 5: Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang

Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).

No. UNSUR PELAYANAN

NILAI

RATA-

RATA

MUTU

PELAYANAN

KINERJA

UNIT

PELAYANAN

U1 Prosedur pelayanan 3.467 B Baik

U2 Persyaratan pelayanan 2.240 C Kurang Baik

NILAI

PERSEPSI

NILAI

INTERVAL

IKM

NILAI INTERVAL

KONVERSI IKM

MUTU

PELAYANAN

KINERJA

UNIT

PELAYANAN

1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik

2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik

3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik

4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

Page 175: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

147

U3 Kejelasan petugas pelayanan 3.413 A Sangat Baik

U4

Kedisiplinan petugas

pelayanan 2.360 C Kurang Baik

U5

Tanggung jawab petugas

pelayanan 2.867 B Baik

U6

Kemampuan petugas

pelayanan 3.267 A Sangat Baik

U7 Kecepatan pelayanan 3.240 B Baik

U8

Keadilan mendapatkan

pelayanan 3.253 B Baik

U9

Kesopanan dan keramahan

petugas 3.253 B Baik

U10 Kewajaran biaya pelayanan 2.220 C Kurang Baik

U11 Kepastian biaya pelayanan 1.827 C Kurang Baik

U12 Kepastian jadwal pelayanan 1.813 C Kurang Baik

U13 Kenyamanan lingkungan 3.233 B Baik

U14 Keamanan pelayanan 3.207 B Baik

Dari hasil penilaian IKM diatas, maka dapat dikelompokkan kinerja unit

pelayanan berdasarkan unsur pelayanan, sebagai berikut :

Kinerja Sangat Baik (A), terdiri dari unsur :

1. Persyaratan pelayanan

2. Kemampuan petugas pelayanan

Kinerja Baik (B), terdiri dari unsur :

1. Prosedur pelayanan

2. Tanggung jawab petugas pelayanan

3. Kecepatan pelayanan

4. Keadilan mendapatkan pelayanan

5. Kesopanan dan keramahan petugas

6. Kenyamanan lingkungan

7. Keamanan pelayanan

Kinerja Kurang Baik (C), terdiri dari unsur :

1. Persyaratan pelayanan

2. Kedisiplinan petugas pelayanan

Page 176: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

148

3. Kewajaran biaya pelayanan

4. Kepastian biaya pelayanan

5. Kepastian jadwal pelayanan

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

Kompleksnya proses implementasi kebijakan dapat menimbulkan

adanya faktor pendukung dan penghambat dari proses implementasi itu

sendiri, faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dari sebuah

implementasi kebijakan seperti yang dijelaskan oleh oleh Edward III

dalam Winarno (2012:177) meliputi beberapa variabel yang telah

dipaparkan peneliti melihat bahwa terdapat faktor yang menjadi

pendukung dan penghambat dari variabel tersebut. Berikut ini merupakan

faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan

PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

a). Faktor Pendukung

1. Pelaksana Kebijakan yang Kuat

Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudakan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban dukungan dari para pelaksana merupakan salah satu yang

menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaanya. Hal ini disimpulkan sendiri

Page 177: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

149

oleh peneliti dari keterangan-keterangan pelaksana kebijakan di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, salah satunya keterangan yangdisampaikan

langsung kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.

“...kalau saya sendiri melihat kebijakan ini sangat bagus

sekali Mbak, saya sepenuhnya mendukung, karena apa

Mbak, kebijakan ini bersifat kebijakan yang membantu

kami dalam meningkatkan koordinasi antar unit,

transparasi, kemudahan dalam memberikan pelaporan

dalam pelaksanaan operasional dan meningkatkan

efesiensi”. (wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Dari wawancara diatas peneliti melihat bahwa dukungan dari para

pelaksana kebijakan khususnya Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban sangat mendukung kebijkan ini sehingga para

pelaksana kebijakan menyambut dengan baik kebijakan ini dan menilai

kebijakan ini sangat bermanfaat.

2.Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait.

Koordinasi yang baik dalam proses implemntasi kebijakan PMK No

82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

merupakan salah satu faktor pendukung. Hal ini diungkapkan langsung

kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban.

“..Iya mbak, kami juga berkoordinasi dengan baik

pihak unit lain. Karena tadi mbak salah satu yang

menjadi point penting dalam kebijakan ini yaitu

pasien bisa mendapatkan informasi secara akurat

dan terpercaya karena adanya transparansi dari

pihak unit, kita berkoordinasi melalui aplikasi

SIMRS jadi untuk membuat database lebih mudah

dan lebih cepat karena adanya aplikasi tersebut ”.

(Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Page 178: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

150

Pernyataan tersebut menilai kebijakan ini sangat bermanfaat bagi pasien dan

pegawai di setiap unit.

b). Faktor Penghambat

1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik

Dalam implementasi kebijakan selain terdapat faktor pendorong biasanya

masih terdapat pula faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses

implementasi kebijakan. Begitu pula dalam proses implementasi kebijakan PMK

No 82 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Jaringan

internet dan pemeliharaan fasilitas yang kurang baik menjadi salah satu faktor

penghambat dalam kebijakan ini. Hal in sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak

Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS di RSUD kepada peneliti.

“...ya kadang internet nya masih error mbak, pas

waktu penginputannya jadi lama, bahkan tidak bisa

melakukan penginputan tapi pelayanan tetap

berlangsung, jadi terpaksanya kami melakukan

pendaftaran secara manual terlebih dahulu,

kemudian besoknya baru diinput semua”. (Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian

Program dan Pelaporan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban kepada

Peneliti.

“...iya mbak, yang masih jadi kendala bagi kami ya

itu internetnya kadang trouble , belum lagi jika

komputernya yang mudah rusak kami harus

memperbaikinya”. (Hasil wawancara pada hari Selasa,

28 Maret 2017).

Page 179: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

151

Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban menjadi terganggu ketika

jaringan internet yang tidak stabil ataupun perangkat keras yang

digunakan mudah rusak. hal ini dikarenakan petugas SIMRS suka

ceroboh dan kurang teliti dalam mengoprasikan komputer yang

digunakan.

2.SDM

Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga

implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.

Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang

ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan

yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan

sebagainya. Hal ini perlu diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD

dr. R. Koesma yaitu menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan

yang profesional dengan mengutamakan kepuasan pasien. Hal tersebut

diungkapkan oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.

“..Iya mbak, disini masih kurang tenaga kerja implementator

untuk itu sebagian dari mereka harus bekerja sampai 24 jam.

Dan masih ada beberapa pegawai yang kurang ramah dalam

memberikan pelayanan.” (Hasil wawancara pada hari Selasa, 28

Maret 2017).

Page 180: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

152

Seringkali ditemukan SDM sebagai user SIMRS belum siap dan

kurang disiplin ketika adanya perubahan kebiasaan dari manual ke

komputerisasi. Karena dengan demikian user tersebut harus beradaptasi

terhadap prosedur baru, harus bisa menggunakan komputer, bekerja

secara sistematis, dan setiap aktifitas di sistem termonitor secara

otomatis. Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan

bahwa dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun

tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam

pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-

beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam

implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan

tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.

C. Pembahasan dan Fokus Penelitian

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban

a. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan

Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

James E. Anderson dalam Islamy(2007:17) mendefiniskan

sebagai kebijakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu

yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok

pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Pendapat lain tentang

kebijakan muncul dari pendapat Thomas R. Dye dalam Islamy (2007:18)

Page 181: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

153

juga memberikn pendapatnya terkait kebijakan publik sebagai apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang mendefinisikan tentang kebijakan

dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan

salah satu implementasi kebijakan pemerintah yang diambil guna

memecahkan, mengidentifikasi, ataupun merespon masalah yang ada di

masyarakat.

Implementasi merupakan salah satu bagian dari kebijakan yang

mana merupakan proses pelaksanaan dari kebijakan itu sendiri. Guna

memahami terkait tentang proses implementasi kebijakan yang begitu

kompleks atau tidak sederhana, maka perlu untuk memperhatikan

keterkaitan setiap variabel dalam implementasi serta perlu melihat secara

detail setiap tahapan-tahapan yang dilalui para pelaksana implementasi

kebijakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Van Mater dan van Horn dalam Wahab (2012:135)

meruuskan bahwa proses implementasi sebgai “tindakan-tindakan yang

dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan”. Selain itu Ripley dan Franklin

dalam Winarno (2014:148) juga berpendapat bahwa impleemntasi adalah

apa yang yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang

Page 182: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

154

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis

keluaran yang nyata.

Dari pendapat-pendapat yang mendefiniskan tentang

implementasi kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa dalam sebuah

implementasi kebijakan yaitu berkaitan dengan adanya tujuan atau

sasaran kebijakan, kemudian aktivitas atau tindakan yang dilakukan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa sebuah implementasi kebijakan merupakan

serangkaian aktivitas atau tindakan guna mencapai suatu hasil yang

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini

peneliti menggunakan fokus yang telah dipaparkan oleh Jones yang

melihat bahwa proses implementasi kebijakan dilihat dari 3 tahap yaitu

sebagai berikut:

1. Tahap Interpratsi

Mazmanian & Sabatier menjelaskan banhwa implementasi

kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah

atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Lebih lanjut lagi, Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo

(2013:90) menjelaskan bahwa pada proses implementasi kebijakan

terdapat beberapa tahapan yaitu tahap implementasi, tahap

pengorganisasian, tahap aplikasi. Pada tahap interpretasi ini lebih kepada

penjabaran dari sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam

kebijakan yang lebih bersifat teknis dan operasional. Dari kebijakan

Page 183: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

155

umum atau kebijakan strategis yang kemudian direalisasikan dengan

kebijakan manajerial yang diwujudkan dalam bentuk keputusan-

keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala daerah

(Bupati atau Walikota) dan kemudian dilaksanakan dengan kebijakan

teknis operasional yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan kepala

dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai unsur pelaksana teknis

pemerintah.

Implemnatsi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam memberikan pelayanan prima pada RSUD Dr Koesma Kabupaten

Tuban merupakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban

Nomor 19 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban

Nomor 16 Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal

19 ayat (2) huruf c diubah, sehingga berbunyi sebagai:

(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas melaksanakan

monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah sakit, penyusunan

laporan dan pengelolaan SIMRS.

(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I)

Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.

Selain itu Jones dalam Widodo (2013:90) menjelaskan lebih lanjut

bahwa dalam tahap interpretasi tidak hanya sebatas menjabarkan sebuah

kebijakan ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional, tetapi juga

Page 184: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

156

diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakn itu sendiri. Hal ini

bertujuan agar kebijakan yang diambil dapat diketahui oleh aktor

pelaksana, pihak-pihak yang terkait secara langsung dan tidak langsung,

dan juga seluruh pegawai. Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kukuh

Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban. Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19

Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16

Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit

dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini bertujuan

agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat mengetahui dan

memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan dari implementasi

kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang tertuang dalam

Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014

tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

2. Tahap Pengorganisasian

Jones dalam Widodo (2013:91) menjelaskan bahwa setelah

kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional maka tahap selanjutnya

Page 185: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

157

adalah tahap pengorganisasian. Tahap pengorganisasian sendiri lebih

merujuk pada proses kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan dan

penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan penetapan anggaran,

penetapan prasarana dan sarana apa yang diperlukan, serta penetapan

manajemen pelaksana guna menunjang kelangsungan implementasi

kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang

telah ditetapkan bedasarkan Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun

2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun

2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit

dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk teknis dan SOP

(Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan acuan. Petunjuk

teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Kemudian untuk penetapan anggaran dalam kebijakan ini semua

berasal dari Pemkab Tuban yang berasal dari APBD. Untuk sarana dan

prasarana dalam kebijakan ini yaitu berupa perangkat komputer dan

jaringan internet untuk di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Pengadaan sarana dan prasarana sendiri sudah terlaksana sejak

Page 186: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

158

diberlakukannya kebijkan Jaminan Kesehatan Nasional sehingga untuk

kebijakannya ini sarana dan prasarana sudah terpenuhi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, pada tahap

pengorganisasian dalam implementasi kebijakan ini seperti yang

dijelaskan oleh Jones dalam Widodo (2013:91) adalah ditetapkannya

aktor pelaksana yaitu Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma, Kepala

Instalansi SIMRS dan Kepala Instalasi Unit Kerja. Penetapan anggaran

yang diguakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Kemudian

Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban telah menetapkan

Petunjuk Teknis dan SOP sebagai acuan dan pedoman.

3. Tahap Aplikasi

Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo (2013:94) menjelaskan

bahwa aplikasi itu lebih kepada penerapan rencana proses implementasi

kebijakan ke dalam realitas atau dalam bentuk wujud nyata. Dalam

penerapan kebijkan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban dari hasil wawancara dengan pihak

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban diketahui bahwa RSUD Dr R

Koesma telah menerapkan aplikasi SIMRS sesuai dengan PMK No 82

Tahun 2013 dan telah ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr

Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana yang telah di undangkannya

Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014.

Page 187: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

159

Lebih lanjut lagi, Jones dalam Widodo (2013:89) menjelaskan

bahwa tahap aplikasi ini merupakan aktivitas dari penyediaan pelayanan

secara rutin, atau pengelolaan administrasi atau kegiatan pendataan,

pengolahan dan analisa data SIMRS atau lainnya sesuai dengan tujuan

dan sarana kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terkait dengan

pelayanan yang dilakukan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

sebagai aktor pelaksana dalam kebijakan ini sudah terlaksana dengan

baik. Hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan

oleh peneliti menyebutkan bahwa masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban merasa nyaman, percaya dengan

pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Selanjutnya itu proses pengolahan administrasi juga terlaksana sesuai

dengan yang diatur dalam petunjuk teknis kebijakan ini.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sejauh mana

tujuan kebijakan ini terlaksana. Dari hasil wawancara dengan pengguna

layanan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban mengungkapkan bahwa

menyambut dengan baik kebijakan ini. Dari penelitian yang dilakukan

oleh peneliti, pada tahap aplikasi dalam kebijakan ini seperti yang

dijelaskan oleh Jones dalam Widodo ( 2013:91) adalah penerpan dari

rencana implementasi kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya

kemudian diwujudkan secara realitas atau dalam bentuk nyata. Dari hasil

wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dalam penerapan kebijakan PMK No 82

Page 188: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

160

Tahun 2013 tengtang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban melakukan aplikasi SIMRS yang digunakan untuk memudahkan

dalam pengelolahan data. Kemudian dalam pelayanan yang dilakukan

oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa nyaman. Yang

terakhir terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijakan juga sudah

tercapai, Hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas

diberlakukannya kebijakan ini.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

1. Faktor Pendukung

a. Pelaksana Kebijakan yang Kuat

Berdasarkan penilaian dari peneliti terkait kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban, salah satu yang menjadi faktor pendukungnya adalah adanya

dukungan dari pelaksana kebijakan. Hal ini dianggap menjadi faktor

pendukung dari kebijakan ini karena tanpa adanya dukungan yang kuat

dan kesadaran dari pelaksana maka pelayanan yng baik tidak akan

terlakasana.

Dengan dukungan dari pelaksana yang kuat, membuat kebijakan

ini terlaksana dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelayanan yang

Page 189: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

161

diberikan oleh RSUD Dr R Koesma yang maksimal kapada masyarakat.

Masyarakat pengguna layanan merasa terlayani dengan baik. Dengan

melihat hal ini peneliti memberikan pendapat bahwa dengan adannya

dukungan yang kuat dari pelaksana merupakan salah satu faktor yang

mendukung variabel sikap pelaksana dalam faktor mempengaruhi tingkat

keberhasilan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

b. Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait

Selain dukungan dar pelaksana yang kuat, peneliti menilai bahwa

adanya koordinasi yang baik dengan pihak yang terkait juga merupakan

salah satu faktor yang ada dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. Tanpa adanya aplikasi pendukung SIMRS maka proses

pengolahan data tidak akan berjalan dengan baik dengan pihak terkait

antar unit yang merupakan salh satu faktor pendukung dari variabel

komunikasi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan.

b). Faktor Penghambat

1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik

Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban diperlukan adanya peralatan seperti perangkat

komputer dan juga jaringan internet. Hal ini di perlukan untuk melakukan

proses pengolahan data pasien sebagai pengguna layanan di RSUD Dr R

Page 190: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

162

Koesma Kabupaten Tuban. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah

ketika internet yang digunakan tidak stabil sehingga pegawai dalam

melakukan input data untuk dilakukan Screaning menjadi memakan

waktu. Bahkan jika internet tidak dapat digunakan pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dilakukan secara manual

kemudian setelah internet kembali normal baru dilakukan proses

Screaning.

Edward III dalam Widodo ( 2013: 102) menyebutkan bahwa

sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung,

tanah, saranan yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan

pelayanan dalam implementasi kebijakan. Dari penjelasan tersebut jika

sumber daya peralatan dalam hal ini berupa komputer dan jaringan

internet tidak berjalan dengan baik atau masih ada kendala maka proses

implementasi kebijakan pun terganggu. Dari kendala tersebut peneliti

menilai bahwa pemeliharaan fasilitas jaringan internet yang kurang baik

menjadi kendala pada variabel sumber daya peralatan yang

mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan karena tanpa

adanya pemeliharaan dari peralatan/fasilitas yang ada maka

peralatan/fasilitas yang ada dapat mengalami kerusakan sehingga dapat

menghambat jalannya proses kebijakan.

Page 191: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

163

2.SDM

Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga

implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.

Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang

ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan

yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan

sebagainya dan masih adanya pegawai yang kurang disiplin. Hal ini perlu

diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD dr. R. Koesma yaitu

menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan yang profesional dengan

mengutamakan kepuasan pasien.

Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun tentang

SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam

pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-

beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam

implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan

tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.

Page 192: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

164

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari

permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan

peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan

judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:

a. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri

Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka

mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi

dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan

SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16

Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka

Page 193: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

165

perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

(SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah

dikounikasikan baik Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.

b. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini

yaitu Bupati dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban.

Anggaran yang digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten

Tuban. Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga

telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP ( Standard Operating

Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.

c. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana

dengan baik yang ditandai dengan diberlakukannya kerjasama

antara pihak unit melalui SIMRS. Terkait dengan pencapaian

tujuan dari kebijkan juga sudah tercapai, hal ini terlihat dari

pendapat masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas diberlakukannya

kebijakan ini.

2. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban terdapat faktor pendukung dan penghambat, sebagai

berikut:

a. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang

kuat (2) adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait

Page 194: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

166

b. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan

jaringan internet yang kurang baik (2) SDM

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih

lanjut saran dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No

82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, sebagai berikut:

1. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang

kurang baik maka para staff perlu menstabilkan lagi jaringan

internet yang ada di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

agar proses Screning tidak terhambat, dan perlu ditingkatkan

lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan

elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

2. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk

tenaga implementator masih kurang karena memberikan

pelayanan 24 jam dan masih adanya pegawai yang tidak

mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam menjalankan

tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam

menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat

dan perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus

pada tugas pokok dan fungsi saja namun mampu menjadi agen

Page 195: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

167

perubahan dalam masyarakat dan lingkungan rumah sakit. Dan

perlu di dateline/ diatur lagi dalam pembagian tugasnya sesuai

keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja sift supaya

tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan

atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih

ditingkatkan lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga

pada nantinya akan berpengaruh pada kepercayaan pelanggan.

Dan perlu di terapkan punishment bagi pihak yang melanggar

peraturan yang sudah diatur dalam keputusan Direktur RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 196: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

168

DAFTAR PUSTAKA

Akadun, 2009. Teknologi Informasi Administrasi. Bandung: Alfabeta

Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:

CV.Alfabeta

Ashyar, 2008. Kinerja Pelayanan Publik ( Studi Penyelenggaraan

Pelayanan Ibadah Haji pada Kantor Departemen Aagan Kabupaten di

Sampang). Desertasi. FIA Universitas Brawijaya. Malang.

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Barata , Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta:

PT.Elex Media Komputindo.

Basrowi, Suwandi. 2008. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit

Rineka Cipta.

Darmadi, D & Sukidin. Administrasi Publik (Rudolf Chrysoekamto, Ed).

Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy. Washinton DC:

Congtetional Quater Press.

Glueck dan Jauch.R. 1994. Manajemen Strategis Kebijaksanaan

Perusahaan. Jakarta: Erlangga.

Gordon B. Davis, Kerangka Dasar System Informasi Manajemen Bagian I

Pengantar.

Husein, Muhammad Fakhri dan Amin Wibowo.2002. Sistem Informasi

Manajemen.

Indrajit, Richardus Eko. 2002. A.Electronic Government, Strategi

Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis

Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi

Islamy, Irfan. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,

Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Page 197: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

169

Jogiyanto, HM. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informas: Pendekatan

Terstruktur Teori dan Praktis Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi

James A Hall. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi Akutansi.

Jakarta: Salemba Empat.

Keban, Yeremias T, 2008, Enam Dimensi Strategis administrasi Publik;

Konsep Teori dan Isu. Yogyakarta; Gava Media.

Moleong, Lexy. J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.

Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.

Moleong, Lexy. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.

Nugroho, Eko. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan

Perkembangan. Yogyakarta:

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Ratminto, dkk. 2008. Manajemen Pelayanan; Pengembangan Model

Konseptual, Penerapan Citizen‟s Charter dan Standar Pelayanan Prima.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Raymond McLeod, Jr. System Informasi Manajemen, penerjemah: Hendra

Teguh SE,AK. editor: Hardi Sukardi MBA,Msc.,SE (MM – UI).

Siagian, 2002. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Siagian, 2014. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Scoot, George. M. 2004. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen.

Jakarta: Rajawali Pers.

Saleh, Akh Muwafik. 2010. Public Service Comminication. Malang:

UMM Press.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Page 198: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

170

Saldana, Milles Huberman. 2014. Qualitative Data Analysis: A Methods

Sourcebook Edition 3. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Sedarmayanti, 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi

dan Kepemimpinan Masa Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima dan

Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama.

Soenarko, 2000. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:

Elex Media Komputindo

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi .

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi

___________2012. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Andi UPP

AMP YKPN.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit AIPI

Bandung-Puslit KP2W Lemlit Unpad.

Widodo, Joko, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi

Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS

____________20013. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus

dan Revisi Terbaru.Yogyakarta: CAPS

Widodo, Joko. 2008. Analisis Kebijkan Publik. Malang: Bayu Media.

INTERNET

http://alpiyansuyadi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-system-informasi-

manajemen.html, diakses 28 Desember 2016 Pukul 08.30 WIB

(https://teorionline.wordpress.com/service/metodepengumpulan-

data/,diakses 30 Desember 2016 pukul 13.00 WIB

Page 199: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

171

http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2 Januari 2017

Pukul 08.13 WIB

http://www.rumahsakitpro.com/aplikasi-sistem-informasi-manajemen-

rumah-sakit-terpadu, diakses 2 Januari 2017 Pukul 12.20 WIB

https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2016/11/PMK-No.-82-ttg-Sistem-

Informasi-Manajemen-RS.pdf, diakses 3 januari 2017 Pukul 09.00 WIB

https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-

yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB

http://www.tubankab.go.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul

07.10 WIB

http://rsudkoesma.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul 18.00

WIB

PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG

Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi

dan Perizinan Rumah Sakit

Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Publik

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman

Standar Pelayanan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS).

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/313/OTDA tanggal 24

Januari 2011, tentang program nasional di bidang kesehatan.

Page 200: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

172

Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government

Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:

188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata

Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 201: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

173

LAMPIRAN

Daftar Pertanyaan Wawancara

1. Apakah anda mengetahui adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS pada rumah sakit?

2. Apakah mengerti maksud dan tujuan dan kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma?

3. Bagaimana cara mengkomunikasikan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma?

4. Bagaimana tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kebijakan ini?

5. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melakukan kebijakn

ini?

6. Bagaimana pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan

ini?

7. Apakah pelaksanaan kebijakan ini sudah mengacu pada pedoman yang

ada?

8. Bagaimana pemenuhan sarana dan prasarana untuk melaksanakan

kebijakan ini?

9. Bagaimana pendapat anda mengenai pelayanan yang diberikan di RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban?

10. Bagaimana tanggapan anda terkait dengan kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?

11. Apakah dengan adanya kebijakan ini anda merasa terbantu?

12. Adakah tanggapan ,kritik, saran dan masukan untuk kedepannya mengenai

kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban?

Page 202: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

174

Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban

Page 203: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

175

Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:

188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata

Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 204: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

176

Page 205: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

177

Page 206: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

178

Page 207: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

179

Page 208: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

180

Kegiatan penelitian di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

1. Wawancara kepada Bapak Kukuh Selaku Wakil Direktur RSUD Dr R

Koesma Kabujpaten Tuban

Page 209: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

181

2. Wawancara kepada Ibu Anfujatin selaku Bagian Pelaporan dan Program

3. Wawancara kepada bapak fatih selaku kepala instalasi SIMRS

Page 210: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

182

4. Bersama Staff SIMRS RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban

Page 211: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

1

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Direktorat

Jenderal yang menyelenggarakan urusan di bidang bina upaya kesehatan

Kementerian Kesehatan membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan

terbarukan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan

kebijakan secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Rumah Sakit sering mengalami

kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun

eksternal, Sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang

efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel.

Salah satu bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan

memanfaatkan teknologi informasi melalui penggunaan sistem Sistem Informasi

berbasis komputer. Pesatnya kemajuan teknologi di bidang informasi telah

melahirkan perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Dalam kaitan ini, peran dan fungsi pelayanan data dan informasi yang

dilaksanakan oleh Rumah Sakit sebagai salah satu unit kerja pengelola

Page 212: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

2

data dan Informasi dituntut untuk mampu melakukan berbagai penyesuaian dan

perubahan. Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data

dan informasi dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat,

terpadu, aman dan efisien, khususnya membantu dalam memperlancar dan

mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan sistem pelayanan

kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.

Bahwa sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan

pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk sistem

informasi manajemen rumah sakit. Banyak Rumah Sakit yang telah berupaya

untuk membangun dan mengembangkan sistem informasi, namun sebagian

mengalami kegagalan, dan sebagian Rumah Sakit memilih untuk melakukan

kerja sama operasional (outsourcing) dengan biaya yang relatif besar yang pada

akhirnya ikut membebani biaya kesehatan bagi pasien/masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang

menyelenggarakan urusan di bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian

Kesehatan memandang perlunya membangun kerangka acuan kerja (framework)

dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi Rumah Sakit yang

bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di

Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan

Rumah Sakit di Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan,

mengimplementasi dan memelihara sendiri. Sehingga akan terdapat

keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.

Page 213: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

3

Menurut para pakar mengenai seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81)

bahwa administrasi publik berkaitan dengan hukum, dan pemberian layanan

kepada umum. Sebisa mungkin kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif,

efisien, dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat

diketahui bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara

hasrat dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik

bermuara pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang

dikemukakan Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu

konteks yang merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi

pelayanan publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah

harus lebih responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan

dibutuhkan masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian

pelayanan publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan

publik merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang

hendak dicapai dalam administrasi publik.

Salah satu sektor yang harus ditangani dalam pelayanan publik adalah

sektor kesehatan. Kesehatan sangat penting untuk menunjang proses

pembangunan, hal ini dikarenakan kesehatan sebagai prasyarat, indikator, dan

hasil sebuah kemajuan dalam pembangunan negara. Penanggung jawab utama

pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan adalah pemerintah. Hal ini dikarenakan

kesehatan warga negara menjadi program nasional dan merupakan pelayanan

dasar yang essensial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyebutkan bahwa

Page 214: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

4

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Jelas bahwa kesehatan adalah hal penting yang diperoleh

setiap individu serta menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin agar setiap

warga negaranya untuk hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait bidang kesehatan

adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semenjak adanya Undang-Undang ini

dibuatlah beberapa program pendukung layanan kesehatan masyarakat seperti

program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bahkan daerah ada

Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA). Namun dalam perkembangannya

saat ini semua jaminan kesehatan itu di integrasikan menjadi satu yaitu menjadi

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemudian untuk mendukung dan

menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasioanal (JKN) disahkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS). Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor

120/313/OTDA tanggal 24 Januari 2011, program nasional di bidang kesehatan

meliputi : Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program

lingkungan sehat, program lingkungan sehat, program upaya kesehatan

masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit, program

perbaikan gizi masyarakat, program sumber daya kesehatan, program obat dan

Page 215: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

5

pembekalan kesehatan, dan program kebijakan manajemen kesehatan

masyarakat.

Aplikasi SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

No 82 tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi, efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah

Sakit. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah sebuah sistem

informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses

manajemen Rumah Sakit, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk

pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia,

penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh

manajemen. Produk yang diberikan adalah Enterprise Hospital System adalah

sistem yang terintegrasi pada semua modul dan telah dipakai di beberapa Rumah

Sakit Daerah, baik yang telah berstatus Badan Layanan Umum (BLU) maupun

belum. SIMRS ini didesain dengan teknologi informasi terbaru dan interface

yang menarik sehingga mudah digunakan.

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan salah satu

subsistem penting dalam pelayanan rumah sakit. Keberadaan dan fungsionalitas

SIMRS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi seluruh pelanggan

rumah sakit, baik pasien, dokter, perawat, seluruh SDM lainnya, pihak

manajemen, mitra RS sampai dengan pemangku kepentingan. Melalui SIMRS,

setiap transaksi akan dicatat, diolah dan digunakan untuk mendukung pelayanan

yang tepat. Data yang terkumpul selanjutnya diolah sesuai dengan kaidah

pengetahuan agar dapat membantu para pengambil keputusan (baik klinis

Page 216: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

6

maupun manajemen) dalam membuat keputusan terbaik bagi pasien dan

manajemen rumah sakit.

Seiring dengan perkembangan teknologi, istilah SIMRS selalu berasosiasi

dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak mungkin

menerapkan SIMRS di era seperti sekarang tanpa investasi perangkat keras,

perangkat lunak, sistem basis data, jaringan, SDM yang handal serta manajemen

RS yang komitmen dalam mengembangkannya. Di era JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional), rumah sakit yang tidak memiliki SIMRS tidak dapat bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan. Mulai dari verifikasi peserta sampai dengan pembuatan

transaksi klaim, rumah sakit harus memiliki infrastruktur agar dapat mengakses

server kepesertaan BPJS Kesehatan serta menggunakan aplikasi klaim InaCBG

atau yang digunakan sebagai pola pembayaran di fasilitas kesehatan tingkat

lanjut (FKTL). Seiring dengan kemajuan dan perkembangan RS, teknologi

SIMRS juga akan semakin maju dan kompleks. Di sinilah akan bermunculan

tawaran penggunaan berbagai subsistem lain seperti misalnya LIS (laboratory

information system), RIS (radiology information system), PACS (Picture

Archiving and Communication System), electronic prescribing dan lain

sebagainya. Pada titik inilah, era electronic medical record (rekam medis

elektronik) atau lebih jauh lagi electronic health record (rekam kesehatan

elektronik) mulai hadir. Oleh karena itu, kunci utama untuk memasuki

era EMR/EHR (Electronic Medical Record/Electronic Health Record) adalah

keberadaan SIMRS.

Page 217: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

7

Data yang dikumpulkan oleh Kemenkes melalui SIRS (sistem informasi

rumah sakit), pedoman bagi rumah sakit untuk melakukan pencatatan dan

pelaporan rutin, sampai dengan akhir November 2016 melaporkan bahwa 1257

dari 2588 (atau sekitar 48%) rumah sakit di Indonesia telah memiliki SIMRS

yang fungsional. Untuk itu ada yang tidak fungsional atau sudah memiliki

SIMRS namun tidak dapat dijalankan. Ada 128 rumah sakit (5%) yang

melaporkan sudah memiliki SIMRS namun tidak berjalan secara fungsional.

Ternyata, masih terdapat 425 rumah sakit (16%) yang belum memiliki SIMRS.

Namun demikian, masih terdapat 745 rumah sakit (28%) yang tidak melaporkan

apakah sudah memiliki SIMRS atau belum.

Berdasarkan gambar 1, peneliti bisa melihat bahwa secara jumlah SIMRS

fungsional banyak ditemukan di RS tipe C (597 RS) disusul oleh RS tipe B

(267). Namun dari sisi proporsinya, SIMRS yang fungsional lebih banyak

ditemukan di RS tipe A (79%) dan RS tipe B (73%).

Page 218: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

8

Gambar 1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS

fungsional (sumber: olahan dari SIRS November 2016)

https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-

yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB.

Implikasi kebijakan dengan memperhatikan fakta di atas, apa implikasinya

bagi kebijakan kesehatan?

1). Informasi di atas merupakan data dasar penting bagi kebijakan

pengembangan rumah sakit Indonesia yang perlu terus dipantau

perkembangannya. Kementerian Kesehatan harus berani menerapkan target

keberadaan SIMRS fungsional pada 100% rumah sakit di Indonesia.

2). Kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan menerapkan SIMRS.

Rumah sakit tipe A dan B, dengan asumsi memiliki sumber daya (finansial dan

SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk memiliki SIMRS yang

fungsional. Pada kelompok ini, kebijakan untuk mendorong RS tersebut

memasuki era EMR/EHR perlu ditingkatkan lagi.

Page 219: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

9

3). Kelompok rumah sakit tipe C dan D adalah populasi rumah sakit yang terbesar

di Indonesia. Pada kelompok inilah juga ditemukan lebih besar SIMRS yang

tidak fungsional. Diperlukan kebijakan efektif agar dapat menjamin RS

menerapkan SIMRS secara berhasil. Berbagai tantangan pada kelompok ini

perlu diidentifikasi untuk selanjutnya dicarikan solusi. Solusi bisa berasal dari

berbagai jurusan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemilik rumah sakit,

mitra akademis, vendor, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lain

sebagainya.

4). Masih banyak rumah sakit yang belum memiliki SIMRS fungsional karena

statusnya memang belum berkelas. Melekatkan keberadaan SIMRS dengan

sistem akreditasi dan registrasi rumah sakit bisa menjadi alternatif agar

pencapaian 100% SIMRS fungsional dapat terwujud.

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dengan Tipe Kelas B adalah salah

satu rumah sakit yang menerapkan SIMRS untuk meningkatkan pelayanan

terhadap masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

tentunya tidak luput dari berbagai kendala pelaksanaan baik itu di tingkat

kabupaten maupun kota. Seperti halnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban masih memiliki permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya

manusia yaitu permasalahan tentang kesesuaian tenaga kerja dengan tugas pokok

dan fungsi di bagiannya masing-masing. Namun tentunya faktor-faktor terkait

pengimplementasian kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang

berkaitan dengan sumber daya manusia, baik dari tenaga operasional pengelola

Page 220: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

10

data di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, maupun tenaga pelaksana di

RSUD yang turut mempengaruhi tingkat efektivitas dari keseluruhan

implementasi SIMRS itu sendiri akan terus dikaji dan berusaha untuk

ditingkatkan lagi dengan inovasi-inovasi baru.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang

Pelayanan Publik, dimana pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk

atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik. Berjalannya undang-undang tersebut, maka

pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab dalam

memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk

pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, maka dari itu

diperlukan bentuk pelayanan prima pad RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan

(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?

Page 221: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

11

2. Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Untuk mendeskripskan dan menganalisis Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan

penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan

(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

D. Konstribusi Penelitian

Dari segi akademis maupun praktis, diharapkan penelitian ini bisa

memberi manfaat dan konstribusi bagi pihak yang berkepentingan, antara

lain:

Page 222: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

12

1. Konstribusi Akademis

a. Bagi mahasiswa

1). Penelitian ini diharapkan mampu melatih dan menerapkanteori yang

telah didapatkan sebelumnya, serta meningkatkan kemampuan fikir

dalam pengetahuan khususnya tentang Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit dan Pelayanan Prima

2). Penelitian ini bisa juga dijadikan referensi bagi calon peneliti lain

sebagai perbandingan dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Bagi perguruan tinggi

1).Sebagai bahan sumbangan pemikiran dan kajianpengembangan Ilmu

Administrasi Publik tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

dan Pelayanan Prima.

2). Sebagai bahan pustaka untuk mengadakan penelitian lanjutan

mengenai Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan Pelayanan

Prima.

2. Konstribusi Praktis

a. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit

Umum Daerah Dr R Koesma Tuban untuk mengetahui implementasi

kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit secara tepat.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagi alat evaluasi dari

implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

dalam rangka mewujudkan Pelayanan Prima pada Rumah Sakit Umum

Daerah Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 223: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

13

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ditujukan untuk

mempermudah dalam memberikan gambaran umum secara keseluruhan

mengenai isi dari penelitian dan telah disesuaikan dengan peraturan dari

akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, yaitu sebagai

berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini, akan membahas mengenai latar belakang pemikiran penelitian

yang berisi dasar pemikiran penulis untuk mengetahui implementasi

kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam mewujudkan

Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Selain itu,

pada bab ini berisi rumusan masalah yang hendak diteliti oleh peneliti,

tujuan penelitian, konstribusi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan

mendasari peneliti untuk melakukan analisa dalam pembahasan yang

berkaitan dengan judul atau tema yang peneliti angkat.

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang

akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan untuk

melakukan penelitian, yang mencakup: jenis penelitian, fokus penelitian,

Page 224: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

14

lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,

instrumen penelitian, dan analisis data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian

yang mencakup penyajian data dan analisis data yang diperoleh peneliti

selama melakukan penelitian serta memaparkan interpretasi hasil analisis

data penelitian.

BAB V: PENUTUP

Pada bab ini, akan berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian

berdasarkan pembahasan dan interpretasi hasil analisis data penelitian.

Dalam bab ini juga akan dipaparkan saran-saran peneliti yang sesuai dengan

kesimpulan yang telah peneliti uraikan sebelumnya.

Page 225: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Adinistrasi Publik dan Kebijakan Publik

1. Pengertian Administrasi Publik

Menurut Indradi (2010:1) Administrasi Publik, berasal dari dua kata, yakni

administrasi dan publik. Ditinjau dari asal kata, terdapat beberapa pengertian

istilah administrasi. Pertama, kata “administrasi” berasal dari kata

“administrate” (latin: ad = pada, ministrare = melayanani). Dengan demikian

ditinjau dari asal kata, administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada.”

Kedua, kata “administrasi” berasal dari kata “administration” (to

administer). Kata to administer dapat berarti to manage (mengelola) dan to

direct (menggerakkan). ini berarti administrasi merupakan kegiatan

mengelola atau menggerakkan. ketiga kata “administrasi” berasal dari bahasa

Belanda “administratie” yang pengertiannya mencakup stelselmatige

verkrijging en verweking van gegeven (tata usaha), bestuur (manajemen

organisasi) dan beheer (manajemen sumberdaya).

Perkembangan ilmu administrasi publik saat ini banyak para pakar

memberikan rumusan mengenai pengertian administrasi publik, antara lain

seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81) bahwa administrasi publik berkaitan

dengan hukum, dan pemberian layanan kepada umum. Sebisa mungkin

kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif, efisien

Page 226: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

16

dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat diketahui

bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara hasrat

dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik bermuara

pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang dikemukakan

Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu konteks yang

merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi pelayanan

publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah harus lebih

responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan

masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian pelayanan

publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan publik

merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang hendak

dicapai dalam administrasi publik.

1. Pengertian Kebijakan Publik

Didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pasti tidak dapat

lepas dari apa yang disebut dengan kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan

tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial, kesehatan,

perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidanglainnya yang

menyangkut tujuan hidup masyarakat. Menurut Thomas R. Dye dalam

Subarsono (2005: 2) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah “ Apapun

pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”. Konsep

tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak

dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah

ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

Page 227: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

17

Pemerintah memiliki peran yang sentral dalam menghadapi

permasalahan publik sehingga pada kondisi tidak melakukan sesuatu pun

dianggap sebagai sebuah kebijakan. Walaupun bahwa kebijakan publik

dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor luar pemerintah. Definisi

kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa:

1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan

oragnisasi swasta;

2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau

tidak dilakukan oleh badan pemerintahan. Kebijakan pemerintah

untuk membuat program baru atau tetap sama.

Menurut Islamy (2009: 20) menyimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan

oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan

tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat pada hakekatnya kebijakan

publik mendasarkan pada paham bahwa kebijakan publik harus mengabdi

kepada kepentingan masyarakat. Dari kesimpulan tersebut memiliki

implikasi bahwa :

a. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan

tindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan publik itu tidak hanya cukup dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuk nyata.

c. Kebijakan publik untuk memerlukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud tertentu.

Page 228: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

18

d. Bagi kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi

kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan

publik adalah segala tindakan yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh

pemerintah dalam menghadapi permasalahan masyarakat secara luas dan

berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku. Setiap kebijakan

publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang berorientasi pencapian tujuan

maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari keduanya. Secara

padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006:31) menjelaskan

tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik adalah

dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian

dengan public goods (barang publik) maupun public service (jasa publik).

Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan

kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik. Berdasarkan teori yang

dikemukakan Bromley dalam Tachjan (2006:17), kebijakan publik

memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan,

yaitu: policy level, organizational level, operational level.

Suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga yudikatif

dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh lembaga

eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh satuan

pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian. Pada masing-

masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional

arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat

Page 229: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

19

hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara

pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan

kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola

pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan

tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang

ditetapkan akan ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik

(feedback) bagi semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah

perbaikkan atau peningkatan kebijakan.

Tachjan (2006:19) menyimpulkan bahwa pada garis besarnya siklus

kebijakan publik terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu:

1. Perumusan kebijakan

2. Implementasi kebijakan serta

3. Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan.

Jadi efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan oleh proses

kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga

aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas

serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu

masalah publik atau tujuan tertentu tercapai.

1. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik adalah hal yang rumit dan

penuh dengan banyak pertimbangan karena dalam proses ini banyak

melihatkan variabel-variabel yang harus dikaji lebih mendalam.

Page 230: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

20

Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan ini harus dibagi menjadi

beberapa tahap yang akan memudahkan peneliti dalam mempelajari

kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik sebagaimana telah

digambarkan melalui tahapan atau proses yang cukup panjan. Menurut

Thomas R. Dye dalam Widodo (2008: 16-17), tahapan kebijakan

publik meliputi beberapa hal berikut:

1. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)

Identifikasi masalah dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang

menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.

2. Penyusunan agenda (agenda setting)

Penyusunan agenda merupakan aktivitas memfokuskan perhatian

pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang

akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu.

3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)

Perumusan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan

melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui

organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,

birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif.

4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)

Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik,

kelompok penekan, presiden, dan kongres.

5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)

Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran

publik, aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.

6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)

Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri,

konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat.

Proses kebijakan sebgaimana telah dikemukakan sebelumnya

merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bagaimana (a) masalah

dirumuskan, (b) agenda kebijakan yang ditentukan, (c) keputusan yang

diambil, (e) kebijakan dilaksanakan, (f) kebijakan dievaluasi.

Page 231: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

21

B. Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Nugroho (2011: 618) implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya. Implementasi

kebijakan publik merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang apabila dikaitkan dengan

kebijakan yaitu bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu

dibuat dalam suatu bentuk positif, seperti undang-undang(UU) dan kemudian

berhenti dan tidak diimplementasikan. Tetapi sebuah kebijakan harus

dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan

yang diinginkan.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses

kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan

agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi

kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi

publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya

diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna

meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam

Budi Winarno (2012:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik

sebagai:

”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup

usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-

Page 232: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

22

tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam

rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan

besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan

sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.

Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah

undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai

implementasi kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tahap

yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap

yang bersifat teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa:

”Policy implementation is the application by government`s

administrative machinery to the problems. Kemudian Edward III

(1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage

of policy making between establishment of a policy…And the

consequences of the policy for the people whom it affects”.

Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006:25) menyimpulkan bahwa

implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang

dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di

antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan

mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan

alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang

bersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang

sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan

menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak

kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan

oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa:

Page 233: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

23

“The execution of policies is as important if not more important

than policy making. Policy will remain dreams or blue prints

jackets unless they are implemented”.

Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal

dua pendekatan yaitu: Pendekatan top down yang serupa dengan

pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan

pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market

approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command

and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat

dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top

down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan)

yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh

administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level

bureaucrat).

Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom

up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi

warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan

yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga

setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu

melibatkan masyarakat secara partisipastif. Tachjan (2006:26) menjelaskan

tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada

yaitu:

1.Unsur pelaksana

2.Adanya program yang dilaksanakan serta

Page 234: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

24

3.Target group atau kelompok sasaran.

Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan

Dimock &Dimock dalam Tachjan (2006:28) sebagai berikut:

”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan

kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran

organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi

organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan

program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan

operasional, pengawasan serta penilaian”.

Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik

adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam

Tachjan (2006:27):

”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs

and policies and have varying degrees of importance in other

stages of the policy process. In policy and program formulation

and legitimation activities, bureaucratic units play a large role,

although they are not dominant”.

Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam

implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan

penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar

namun tidak dominan.

2. Proses Implementasi Kebijakan

Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94) mengatakan bahwa

proses implementasi suatu kebijakan publik mencakup tahap interpretasi,

tahap pengorganisasian, dan tahap aplikasi, berikut penjelasan proses

implementasi kebijakan publik:

Page 235: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

25

a. Tahap Interpretasi

Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah

kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan strategis akan

dijabarkan dalam kebijakan manajerial dan kebijakan manajerial akan

dijabarkan dalam kebijakan teknis operasiona. Kebijakan umum atau

kebijakan strategis diwujudkan dalam peraturan daerah (PERDA) yang

dibuat bersama-sama antara lembaga legislatif (DPRD) dan lembaga

eksekutif pemerintah daerah (PEMDA). Kebijakan manajerial

diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan kepala daerah (Bupati

atau Walikota) dan kebijakan teknis operasional diwujudkan dalam

bentuk kebijakan kepala dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai

unsur pelaksana teknis PEMDA.

Aktivitas interpretasi kebijakan tadi tidak sekedar menjabarkan

sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang

bersifat lebih operasional, tetapi juga diikuti dengan kegiatan

mengkomunikasikan kebijakan (sosialisai) agar seluruh masyarakat

(stakeholder) dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah,

tujuan, dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini

perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat,

baik lngsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tadi. Tidak

saja mereka menjadi tahu dan paham tentang apa yang menjadi arah,

tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi yang lebih penting mereka akan

Page 236: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

26

menerima, mendukung dan bahkan mengamankan pelaksanaan

kebijakan tadi.

b. Tahap Pengorganisasian

Tahapan pengorganisasian lebih mengarah pada proses kegiatan

pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan

(penentuan lembaga organisasi mana yang akan melaksanakan, siapa

pelakunya); penetapan anggaran (beapa besarnya anggaran yang

diperlukan, dari mana sumbernya, bagaimana menggunakan, dan

mempertanggungjawabkan); penetapan sarana dan prasarana apa yang

diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja (juklak

dan juklis) dan penetapan manajemen pelaksana kebijakan termasuk

penataan pola kepemimpinan dan koordinasi kebijakan.

1).Pelaksana kebijakan

Pelaksana kebijakan sangat bergantung kepada jenis kebijakan

apa yang akan dilaksanakan, namun setidaknya dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

a. Dinas, Badan, Kantor, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan

Pemda.

b. Sektor Swasta

c. Lembaga Masyarakat

d. Komponen Masyrakat

Page 237: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

27

Penetapatan pelaku kebijakan bukan sekedar menetapkan

lembaga mana yang melaksanakan dan siapa yang melaksanakan, tetapi

juga menetapkan tugas pokok, fungsi, dan kewenanagan dan tanggung

jawab dari masing-masing pelaku kebijakan tersebut.

2). Standar Operasional Prosedur (SOP)

Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standard Operational

Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk tuntutan referensi bagi

para pelaku kebijakan agar mereka mengetahui apa yang harus

disiapkan dan lakukan, siapa sasarannya, dan hasil apa yang ingin

dicapai dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, SPO dapat pula

digunakan untuk mencegah timbulnya perbedaan dalam bersikap dan

bertindak ketika dihadapkan pada permaslahan yang timbul pada saat

mereka melaksanakan kebijakan. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang

dibuat perlu dibuat prosedur tetap atau prosedur baku berupa standar

prosedur operasi atau sandar pelayanan minimal (SPM).

3). Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pelaku kebijakan dan SOP,

langkah berikutnya perlu ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari

mana sumber anggaran tadi, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk

melaksnakan suatu kebijakan. Besarnya anggran untuk melaksanakan

kebijakan tentunya sangat tergantung kepada macam dan jenis

kebijakan yang dilaksanakan. Namun sumber anggaran setidakknya

Page 238: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

28

dapat ditetapkan antara lain berasal dari pemerintah pusat Anggaran

Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), Anggran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD), sektor swasta, swadaya masyarakat dan lain-

lain.

Demikian pula macam, jenis, besar kecilnya peralatan yang

digunakan sangat bervariasi dan tergantung kepada macam jenis

kebijakan yang akan dilaksanakan. Meskipun demikian, yang lebih

penting untuk diketahui dan ditegaskan adalah untuk melaksanakan

kebijakan perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Tanpa

peralatan yang cukup dan memadai akan dapat mengurangi efektivitas

dan efesiensi dalam melaksanakan kebijakan.

4). Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan

Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih

ditekankan pada penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam

melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan

melibatkan lebih dari satu lembaga (pelaku kebijakan) maka harus jelas

dan tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apakah menggunakan

pola kolegial, atau ada salah satu diantara lembaga untuk menjadi

koordinator. Bila ditunjuk salah satu di antara pelaku kebijakan untuk

menjadi koordinator biasanya lembaga yang terkait erat dengan

pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas sebagai leading sector

bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Page 239: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

29

5). Penetapan Jadwal kegiatan

Agar kinerja pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya

dari “dimensi proses pelaksanaan kebijakan” , maka perlu ada

penetapan jadwal pelaksanan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan

tadi harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku

kebijakan. Jadwal kebijakan ini penting, tidak saja dijadikan sebagai

pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi sekaligus dapat

dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja pelaksanaan kebijakan.

Oleh karena itu setiap pelaksanaan kebijakan perlu ditegaskan dan

disusun jadwal pelaksanaan kebijakan.

c. Tahap Aplikasi

Langkah yang terakhir ini adalah merupakan penerapan segala

keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-

kegiatan untuk terlealisirnya tujuan kebijakan itu. Untuk mencapai

keberhasilan kegiatan tersebut diperukan perhatian (concern) terhadap

kondisi dan situasi kehidupan masyarakat yang dikenai kebijakan pada

waktunya. Sehingga dapat terjadi modifikasi / perubahan dari bentuk-

bentuk kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya menurut prediksi

waktu itu.

Ada beberapa aspek yang terkait dalam proses implementasi :

1. Interpretasi adalah kegiatan menterjemahkan makna

2. program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.

Page 240: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

30

3. Organisasi adalah unit atau badan untuk menempatkan suatu

program untuk mencapai suatu sasaran atau tujan.

4. Aplikasi adalah perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-

lain.

Ketiga aspek tersebut diatas akan menjadi baik, jika didukung

oleh aparatur yang berkualitas yang artinya mampu mengidentifikasi

dan mencari alternatif pemecahan masalah guna diterapkan dalam

kegiatan selanjutnya.

3. Model Implementasi Kebijkan Publik

a). Van Meter dan Van Horn

Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008),

implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,

implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang

mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :

1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

2. Sumber daya

3. Karakteristik organisasi pelaksana

4. Sikap para pelaksana

5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Page 241: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

31

Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam

Nugroho (2008).

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat

realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.

Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis),

maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan

Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk

mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan

standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana

kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian

atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.Pemahaman

tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting.

Page 242: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

32

Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidaksepenuhnya

menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan

tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors). Arah disposisi

parapelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors

mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,

dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi

tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan

secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial

dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan

implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town

study suggest that the limited supply of federal incentives was a major

Page 243: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

33

contributor to the failure of the program”. Van Mater dan Van Horn

(dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:

”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya

dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia

dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu

kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang

dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.

Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi

kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya

implementasi kebijakan.”

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian

kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan

sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan

dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang

ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi

adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating

Procedures) dan fragmentasi. Standard Operating Procedures (SOP).

SOP dikembangkan sebagai respon internal terhadap keterbatasan

waktu dan sumber daya dari pelaksana dan keinginan untuk keseragaman

dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.

Page 244: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

34

SOP yang bersifat rutin didesain untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin

mengambat perubahan dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi

atau program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi

kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau

tipe-tipe personil baru untuk mengimplementasikan kebijakan. Semakin

besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari

suatu organisasi, semakin besar probabilitas SOP menghambat

implementasi (Edward III, 1980).

Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan

di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-

kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan

sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik.

Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah

kebijakan di antara beberapa unit organisasi. “fragmentation is the

dispersion of responsibility for a policy area among several organizational

units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan

yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan

keputusan-keputusan mereka, semakin kecil kemungkinan keberhasilan

implementasi. Edward menyatakan bahwa secara umum, semakin

koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan,

semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).

Page 245: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

35

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut

Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar

tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang

bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena

itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para

pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus

konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber

informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman

terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar

dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para

pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan

tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya,

komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses

pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu

organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami

ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber

komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak

sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber

informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

Page 246: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

36

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif,

sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara

akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn

Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan

mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik

koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam

implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian

sebaliknya.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus

(2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan

sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal

betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan

publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil

keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,

keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu

kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-

Page 247: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

37

kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van

Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi

kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi

dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu

dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat

mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu

kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition),

pemahaman dan pendalaman (comprehension and

understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah

menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan

ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi

kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para

pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan

tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap

standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para

pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang

menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar

dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk

Page 248: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

38

melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang

besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van

Mater dan Van Horn, 1974).

Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat

mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau

terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya

implementasi kebijakan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi

dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi

kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

b). Edwards III (1980)

Menurut Edward III dalam model implementasi kebijakannya

bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Bureaucraitic structure (struktur birokrasi)

2. Resouces (sumber daya)

3. Disposisition (sikap pelaksana)

Page 249: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

39

4. Communication (komunikasi)

Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi

satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya

menghambat proses implementasi. Keempat faktor tersebut saling

mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan

implementasi kebijakan. Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi

kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna

menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.

Peneliti merasa tertarik dengan model implementasi kebijakan George C.

Edward III. Model implementasi kebijakan George C. Edward III dalam

Winarno (2013: 177-211), kebijakan dipengaruhi oleh empat (4) variabel,

yakni:

1). Komunikasi

Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi

dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap

dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi

pelaksana kebijakan.Terdapat tiga indikator yang dipakai sebagai ukuran dari

keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a). Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi

yang baik pula.

b). Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaku kebijakan harus jelas

dan tidak membingungkan.

c).Konsistensi, Perintah yang diberikan haruslah konsisten dan juga jelas,

sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran

maupun pihak terkait.

Page 250: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

40

2). Sumber Daya atau Resource

Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia,

sarana prasarana dan sumber daya keuangan. Hal ini berkenaan dengan kecakapan

pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Terlihat jelas

dan konsistennya ketentuan-ketentuan, aturan serta bagaimanapun akuratnya

penyampaian ketentuan-ketentuan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang memiliki sumber daya

untuk melaksanakan kebijakan secara efektif, maka implementasi kebijakan

tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Disisi lain fasilitas fisik bisa pula

merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan. Seorang

pelaksana mungkin mempunyai staff yang memadai, mungkin memahami apa

yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan

tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi,

tanpa perlengkapan, tanpa pembekalan, maka besar kemungkinan implementasi

yang direncanakan tidak berhasil.

3). Disposisi

Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk melaksanakan

kebijakan publik tersebut. Sikap yang baik atau positif para pelaksana terhadap

suatu kebijakan menandakan suatu dukungan yang mendorong mereka

menunaikan kewajiban sebagaiman yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan.

Banyak kebijakan masuk ke dalam “Zona Ketidakacuhan”, Ada kebijakan yang

dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana

kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari pelaksana.

Jika seseorang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang mereka tidak

setujui, maka kesalahan-kesalahan dapat saja terjadi, yakni antara keputusan-

keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan. Dalam kasus yang seperti ini,

maka pelaksana kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan terkadang dengan

cara yang halus untuk menghambat implementasi.

4). Struktur Birokrasi

Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara

implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak

menjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses

implementasi menjadi jauh dari efektif. Terdapat dua karakteristik yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi kearah yang lebih baik,

yakni Pertama, Standart Operating Procedures (SOP), yakni suatu kegiatan rutin

yang memungkinkan para pelaksana kebijakan/ administrator/ birokrasi

melaksanakan kegiatan-kegiatan pada setiap harinya sesuai dengan standar yang

ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan warga. Kedua, fragmentasi

adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-

aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja

Page 251: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

41

Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III. Sumber:

Winarno (2012: 177)

c). Mazmanian dan Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya

melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka

: “Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually

incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives

orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be

pursued, and, in a vaiety of ways, „structures‟ the implementation

process”. Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke

dalam tiga variable, yaitu (Nugroho,2008) :

1.Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang

berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman

objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

Page 252: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

42

2. Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk

menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi

tujuan

3.Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses

implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan

teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang

lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

Gambar 4. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier dalam

Nugroho (2008).

Page 253: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

43

d). Model Grindle

Menurut Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014) implementasi

kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide

dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah

implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat

implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal

sebagai berikut:

1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan

2.Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. Derajat perubahan yang diinginkan

4. Kedudukan pembuat kebijakan

5. Pelaksana program

6.Sumber daya yang dikerahkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah :

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2.Karakteristik lembaga dan penguasa

3. Kepatuhan dan daya tanggap

Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan,

khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena

konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta

kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Page 254: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

44

Gambar 5.Model Implementasi Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014).

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut kerjasama banyak orang,

ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang ada. Hal ini akan

menyebabkan sumberdaya-sumberdaya tidak efektif dan menghambat jalannya

kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

mendukung kebijakan yang telah ditetapkan secara politik dengan jalan

melakaukan koordinasi dengan baik.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan

Setiap implementasi kebijakan mengandung resiko kegagalan, Hogwood

dan Gunn dalam Wahab (2008: 61-62) telah membagi perhatian pengertian

kegagalan kebijakan (policy failure) dalam dua kategori :

Page 255: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

45

a. Non Imlementation ( tidak terimplementasikan ), artinya bahwa

suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,

dimungkinkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam

pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah

bekerja secara tidak efisien, setengah hati ataupun karena

mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan.

b. Unsuccesfull Implementation ( implementasi yang tidak

berhasil ) artinya manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan

sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal

ternyata tidak menguntungkan. Kebijakan tersebut tidak

berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

dikehendaki. Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk

gagal tersebut disebabkan faktor-faktor berikut: pelaksananya

yang buruk (bad Policy) dan kebijakan itu bernasib buruk (bad

luck).

c. SDM (Sumber Daya Manusia) baik dari segi kualitas pelayanan

pegawainya, ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki di

bidang itu, jumlah pegawai.

Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga terdapat

faktor-faktor pendukung dalam implementasi kebijakan, oleh

Anderson dalam Islamy (2009: 108-110) dijelaskan sebab-sebab

anggota masyarakat melaksanakan suatu kebijakan, yaitu:

Page 256: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

46

1. Respect anggota masyarakat terhadap otoritas dan

keputusan-keputusanbadan pemerintah

2. Adanya kesadaran untu menerima kebijakan

3. Adannya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah,

konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang

berwewenang melalui prosedur yang telah ditetapkan.

4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena

kebijakan-kebijakan kontroversional yang lebih banyak

mendapatkan penolakan warga masyarakat dalam

pengimplementasiannya.

C. E- Government

1. Pengertian E-Government

E-Government sering digantikan istilahnya dengan E-Administration (E-

Adm). Keduanya berkenaan dengan aplikasi teknologi informasi dan

komunikasi dalam administrasi pemerintahan. E- adminisration berkembang

dengan dengan mengadopsi E-business, E-commerce,E-market. Yang lebih

dulu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam institusi bisnis dengan

menggunakan jasa internet (Akadun, 2009:130).

Menurut Indrajid (2006) dalam Akadun (2009:131) menjelaskan E-

Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah

(seperti: Wide Are Network, Internet dan Mobile Computing) yang

memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan

masyarakat, dunia bisnis, dan pihak yang berkepentingan, dan dalam

prakteknya, E-Government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan

urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik agar lebih baik dan

berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Page 257: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

47

Menurut Concard yang dikutip Akadun (2009:131), E-Government

adalah suatu istilah untuk suatu pemerintahan dengan mengadopsi teknologi

berbasis internet yang dapat melengkapi dan meningktkan program dan

pelayanannya. Sedangkan menurut Priyanto dalam Akadun (2009:131) pada

prinsipnya berbicara tentang E-Government adalah berbicara tentang sistem

informasi pemerintahan berbasis komputer. Pembahasan sistem informasi

manajemen, berarti pengaplikasian sistem informasi diamanapun maka

pusatnya adalah teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Menurut

Wyld dalam Akadun (2009:131) E-Government merupakan pemrosesan

secara elektronik yang digunakan pemerintah untuk mengkomunikasikan,

menyebarkan atau mengumpulkan informasi sebagai fasilitas transaksi dan

perizinan untuk suatu tujuan.

2. Manfaat E-Government

Pelaksanaan E-Government dapat memberikan dampak positif bagi

penyelenggara pemerintahan. Secara Signifikan implementasi E-

Government untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat disuatu

negara secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Oleh karena itu,

implementasinya disuatu negara tidak dapat ditunda-tunda, harus dilakukan

secara serius dibawah suatu kepemimpinan dan kerangka pengembangan

yang holistic, yang pada akhirnya akan memberikan atau mendatangkan

kompetitif secara nasional. Menurut Akadun(2009:136) mengemukakan

Page 258: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

48

bahwa pengembangan E-Government dapat memberikan manfaat,

diantaranya:

a. Pelayanan jasa lebih baik kepada masyarakat. Informasi disedikan 24 jam

sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kantor.

Informasi dapat dicari dikantor,rumah, tanpa harus secara fisik datang ke

kantor pemerintah selama terdapat jaringan internet.

b.Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat

umum. Adannya keterbukaaan diharapkan dapat merubah hubungan antara

berbagai pihak menjadi lebih baik, karena keterbukaan ini diharapkan dapat

menghilangkan adanya rasa curiga dan kekesalan dari semua pihak terhadap

pemerintah.

c.Pemberdayaan masyarakat melalui informasi mudah diperoleh. Contohnya

data tentang profil suatu daerah yang ditampilkan secara online dengan

berbagai keunggulannya dan kebutuhannya dapat memberikan peluang

bisnis bagi masyarakat daerah yang bersangkutan.

d.Pelaksanaan pemerintah lebih efesien. Misalnya sosialisasi berbagai

produk pemerintah kabupaten secara online. Instruksi-instruksi Bupati dapat

lebih cepat dan mudah ketika disampaikan melalui internet.

e.Bagi pemerintah, pembuatan surat-surat dan dokumen penting akan lebih

mudah dan cepat, pencatatan kompetensi pendidik, pelaksanaan

pemerintahan lebih efisien dan efektif. Pelacakan data dan informasi

seseorang akan lebih mudah dilaksanakan.

Menurut Akadun (2009:137) berdasarkan karakteristik teknologi

informasi yang digunakan, ada beberapa manfaat dalam E-Government,

diantaranya:

a. Akan terciptanya pemerintahan yang lebih baik, karena proses

pelayanan yang lebih transparan, terjadi kontrol masyarakat yang

lebih kuat dan pengawasan yang bersifat lekat waktu (real time)

b. Berkurangnya praktek-praktek korupsi, karena komputer tidak

memiliki sifat bawaan yang mengarah pada perilaku korupsi

c. Tata hubungan yang lebih ramping untuk terlaksananya pelayanan

pemerintahan yang baik. Baik dalam hubungan antara pemerintahan

dengan masyarakat (Government to citizen), pemerintah dengan

dunia usaha (Government to business), ataupun hubungan antar

lembaga pemerintahan (Government to government)

d. Peningkatan efisiensi pemerintah di semua proses, untuk

menghadapi pemborosan belanja sektor publik atau inefisiensi dalam

berbagai proses

e. Akan terjadi efiseinsi dalam rangka skala ruang dan waktu

f. Struktur dan organisasi informai yang tersistematisasi

Page 259: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

49

g. Peningkatan manajemen sumber daya organisasinya sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa manfaat terpenting dari implementasi E-

Government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung

jawab bagi warganya. Selain akan lebih banyak masyarakat yang bisa

mengakses informasi, pemerintah juga lebih efisien dan efektif serta akan

tercipta layanan pemerintah yang lebih sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemanfaatan lebih baik atas sumber

daya manusia, proses dan teknologi bisa mewujudkan pemerintahan yang

lebih baik.

3. Prinsip-Prinsip E-Government

Pemerintah daerah menerapan E-Government haruslah mempunyai visi

E-Goverment berdasarkan dengan karakteristik dan cita-cita didaerahnya.

Sesuai dengan Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan E-Government dalam Langkah Pelaksanaan poin

ke-20 yang berbunyi:

“Setiap instasi dan daerah harus menyusun Rencana Srategis

Pengembangan E-Government dilingkungan masing-masing.

Rencana strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan

sasaran pengembangan E-Government yang ingin dicapai ; kondisi

yang dimiliki saat ini; strategi dan tahapan pencapaian sasaran

yang ditentukan; kebutuhan dan rencana pengembangan sumber

daya manusia serta rencana investasi yang diperlukan. Untuk

menghindari pemborosan anggaran pemerintah, penyusunan

rencana investasi harus disetai dengan analisis kelayakan investasi

terhadap manfaat sosial ekonomi yang dihasilkan”.

Page 260: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

50

Menurut Indrajit (2002:11-13) pembuatan visi E-Government yang baik akan

berlandaskan pada 4 prinsip, yaitu:

a. Prinsip utama: memfokuskan pada perbaikan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat, karena begitu banyak jenis

pelayanan yang harus diberikan maka harus dipikirkan

pelayanan mana yang menjadi prioritas, prioritaskan jenis

pelayanan berupa:

1).Memiliki jumlah transaksi yang benar dan melibatkan

banyak sekali sumber daya manusia.

2).Membutuhkan interaksi dua arah antara pihak

pemerintah dengan masyarakat.

3).Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pihak

pemerintah dengan kalangan lain seperti instansi swasta

dan lembaga nonkomersial.

b. Prinsip kedua: membangun lingkungan yang kompetitif, yang

dimaksud kompetitif bahwa misi melayani masyarakat bukan

hanya oleh instansi publik, melainkan juga pihak swasta dan

lembaga non-komersial lainnya diberi kesempatan untuk

melakukannya.

c. Prinsip ketiga: memberikan penghargaan terhadap inovasi dan

memberi ruang kesempatan bagi kesalahan karena konsep E-

Government ditemukan keberhasilan dan disatu sisi ditemukan

kesalahan dan kegagalan.

d. Prinsip keempat: tekanan pada pencapaian efisiensi, pemberian

pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet

tidak selamanya harus menjadi jalur alternatif mendampingi

jalur konvensional karena pada saatnya nanti terutama setelah

mayoritas terbiasa menggunakan jalur digital, jalur tradisional

harus dihapuskan pemerintah menjadi sangat efisien (secara

signifikan menurunkan total anggaran belanja daerah).

Dari beberapa penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa setiap daerah

yang mengembangakan E-Government harus mempunyai visi yang sesuai dengan

karakteristik dan cita-cita didaerahnya, visi tersebut haruslah berlandaskan dengan

prinsip-prinsip yang baik, dengan demikian pengembangan E-Government akan

meningkatkan kualitas pelayanan maupun kualitas pemerintahan di daerah

tersebut.

Page 261: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

51

b. Sistem Informasi Manajemen

1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem Informasi

Manajemen, Rumah Sakit

a. Sistem dan Informasi

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling

berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa

tujuan. Sistem informasi adalah kumpulan hardware dan software

komputer, prosedur, dokumentasi, formulir dan orang yang

bertanggung jawab untuk memperoleh, menggerakkan,

manajemen, distribusi data dan informasi. Proses ini yang harus

diikuti dalam pengembangan suatu sistem yang baik disebut

system analysis and design (SA&D). Proses SA & D ini didasarkan

pada pendekatan sistem untuk mengatasi suatu masalah yang

disebabkan oleh beberapa prinsip dasar sebagai berikut :

1. Seorang manajer harus tahu apa (what) yang dilakukan oleh

suatu sistem sebelum membuat spesifikasi bagaimana (how) suatu

sistem bekerja.

2. Memilih cakupan yang tepat atas keadaan atas keadaan yang

dianalisa akan berpengaruh terhadap masalah apa yang bisa diatasi

dan yang tidak.

3. Suatu masalah (atau sistem) sebenarnya terdiri dari beberapa

masalah, sehingga strategi yang tepat adalah mengurutkan masalah

yang besar kemasalah yang kecil.

Page 262: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

52

4. Pemecahan suatu masalah antara satu bagian dengan bagian

yang lain mengkin sekali berbeda, sehingga pemecahan altenatif

yang menunjukan perspektif yang berbeda hendaknya dibuat dan

diperbandingkan sebelum hasil akhir dipilih.

5. Masalah dan pemahamannya berubah ketika dilakukan analisa,

sehingga seorang manajer harus mengambil pendekatan bertahap

terhadap pemecahan masalah. Hal ini memungkinkan komitmen

yang terus bertambah terhadap pemecahan masalah tertentu,

dimana keputusannya adalah berlanjut atau tidak ketahap

berikutnya.

Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, kita

perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya.

Berikut ini karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu

sistem dengan sistem lainnya :

1. Batasan (Boundary) : Penggambaran dari suatu elemen/unsur

mana yang termasuk di dalam sistem dengan sistem lainnya.

2. Lingkungan (Environtment) : Segala sesuatu diluar sistem;

lingkungan menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu

sistem.

3. Masukan (Input) : Sumberdaya (data, bahan baku, peralatan,

energi) dari lingkungan yang dikonsumsikan dan dimaipulasi oleh

suatu sistem.

4. Keluaran (Output) : Sumberdaya atau produk (informasi,

laporan, dokumen, tampilan dilayar komputer, barang jadi) yang

disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan suatu sistem.

5. Komponen (Components) : Kegiatan-kegiatan atau proses dalam

suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk

Page 263: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

53

setengah jadi ataupun output. Komponen ini bisa subsistem dari

sebuah sistem.

6. Interface : Tempat dimana komponen atau sistem dan

lingkungannya bertemu atau berinteraksi.

7. Penyimpanan (Stroge) : Area yang dikuasai dan digunakan

untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi,

bahan baku, dan sebagainya. Penyimpanan merupakan suatu media

penyangga diantara komponen sistem yang memungkinkan

komponen tersebut bekerja dengan berbagai tingkatan yang ada

dan memungkinkan komponen yang berbeda dari berbagai data

yang sama.

b. Sistem Informasi

Menurut Nugroho (2008: 9) sistem informasi adalah seperangkat

komponen yang saling berhubungan, yang berfungsi mengumpulkan,

memproses, menyimapan dan mendistribusikan informasi untuk

mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi.

Selain itu menurut Sutabri (2012: 46) mengemukakan bahwa sistem

informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang

mempertemukan kebutuhan pengelolahan transaksi harian yang

mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan

kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan

kepada pihak luar tertentu dengan laoporan-laporan yang diperlukan.

Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

sistem informasi adalah sebuah gabungan anatara perangkat komputer

dan manusia yang melakukan kegiatan memproses data guna untuk

kelangsungan kegiatan organisasi. Siagian (2014: 2) mengemukakan

bahwa kebutuhan berbagai jenis organisasi akan informasi bukan hal

Page 264: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

54

yang baru sama sekali karena sejak dulu hingga sekarang penanganan

suatu sistem informasi dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu:

1). Pengumpulan data

2). Klarifikasi data

3).Pengolahan data, supaya berubah bentuk, sifat,dan kegunaannya

menjadi informasi

4). Interpretasi Informasi

5). Penyimpanan informasi

6). Penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna, dan

7). Penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen

organisasi.

Dalam pelaksanaan sebuah sistem informasi, pada dasarnya ada

beberapa indikaktor penting, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan

kegiatan penggunaan metode dan instrumen yang telah

ditentukan dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Secara

sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai proses atau

kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau

menjaring berbagai fenomena, informasi, atau kondisi lokasi

penenlitian sesuai dengan lingkup penelitian. Telah dimaklumi

bahwa data merupakan bahan mentah atau bahan baku yang

diolah lebih lanjut sehingga bentuknya berubah menjadi

Page 265: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

55

informasi. Unit pengolahan data hanya mampu menghasilkan

informasi yang bermutu tinggi dan cocok dengan kebutuhan

organisasi apabila data yang dikumpulkan dan diolh juga tinggi

mutunya. Oleh karena itu, segala upaya harus ditempuh untuk

menjamin bahwa data yang terkumpul untu diolah memang

bermutu tinggi.

2. Pengolahan Data

Data mentah yang telah dilakukan tidak akan ada gunanya jika

tidak diolah. Pengolahan data merupakan bagaian yang amat penting

dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut

akan diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah.

Pengolahan data adalah waktu yang digunakan untuk menggambarkan

perubahan bentuk data menjadi informasi yang memiliki kegunaan.

Semakin banyak data dan kompleksnya aktifitas pengolahan data

dalam suatu organisasi, baik itu organisasi besar maupun organisasi

kecil maka metode pengolahan data yang tepat sangat dibutuhkan.

3. Penyebarluasan Informasi

Setelah informasi dikumpulkan dan diolah barulah dapat disajikan

dan dapat disebarluaskan kepada penerima informasi. Penyebarluasan

informasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang terpilih

serta bermutu yang dilaksanakan secara berkala dan

berkesinambungan. Dalam penyebarluasan informasi yang sangat

Page 266: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

56

penting untuk diperhatikan adalah ketepatan dan keakuratan dari

informasi itu.

Selain itu pemanfaatan teknologi informasi juga dapat mendukung

tiga tujuan utama penyusunan sistem informasi, yaitu: (1) Mendukung

fungsi pengurusan (stewardship) manajemen. Stewardship merujuk ke

tanggungjawab manajemen dalam mengatursumber daya yang

dimiliki pemerintah daerah secara bena; (2) Mendukung pengambilan

keputusan manajemen; (3) Mendukung kegiatan operasional

pemerintah daerah hari demi hari dengan efisien dan efektif (Hall,

2001: 17).

c. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )

Menurut Kelly dalam Sutabri (2012: 46) Sistem Informasi

Manajemen (SIM) merupakan penerapan sistem informasi di dalam

organisasi untuk mendukung informasiinformasi yang dibutuhkan

untuk semua tingkatan manajemen. Scoot (2004: 100)

mengungkapakan bahwa SIM merupakan serangkaian sub-sistem

yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasioanal terpadu yang

mampu mentransformasikan data sehingga menjadi informasi melalui

serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai

dengan gaya dan sifat manajer atau dasar kriteria mutu yang telah

ditetapkan. Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah merupakan

gabungan antara perangkat-perangkat pengolah informasi dengan

Page 267: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

57

sumber daya manusia yang berfungsi sebagai penerima, pengolah, dan

penyalur data yang bekerja sama menunjang produktivitas organisasi

sehingga dapat menghasilkan sebuah operasi manajemen yang lebih

efisien.

Di dalam pelaksanaan SIM tentunya memiliki faktor pendukung

dan faktor penghambat atau kendala yang dihadapi. Faktor pendukung

SIM diantarannya adalah beberapa komponen fisik seperti yang

dijalaskan oleh Sutabri (2005: 96) yaitu:

1. Perangkat keras, bagi suatu sistem informasi terdiri atas komputer

(pusat pengolah, unit masukan/keluaran, unit penyimpanan file,

dan lain sebagainya), peralatan penyiapan data dan terminal

masukan/keluaran.

2. Perangkat lunak, terdiri dari aplikasi-aplikasi dalam pengelolahan

data.

3. Prosedur, merupakan komponen fisik karena prosedur disediakan

dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi, yang

terdiri dari instruksi untuk pemakai, instruksi untuk penyiapan

masukan, dan instruksi instruksi pengoprasian untuk karyawan

pusat komputer.

4. Personil, operator komputer, analisis sistem, progamer, personil

data entri dan manajer sistem informasi.

Sedangkan untuk faktor penghambat atau kendala yang sering

dihadapidalam pelaksanaan SIM. Menurut Nugroho (2008) faktor

penghambat SIM dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:

1. Kesalahan teknis dapat terjadi karena permasalahan-permasalahan

perangkat kerasnya (Hardware Problems), kesalahan dalam

penulisan sintak (Sintax Error) atau kesalahan logika (Logical

Error) perangkat lunaknya;

2. Gangguan lingkungan;

3. Kelalaian manusia (human error) yang tidak disengaja seperti

menggunakan data yang salah atau menghapus data tanpa

sengaja.

Page 268: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

58

Terkdang dalam sistem informasi manajemen juga terjadi

kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh metode pengumpulan data

yang salah, sehingga hal tersebut mengakibatkan waktu yang terbuang

sia-sia, prosedur yang tidak dijalankan sesuai aturan, adanya data yang

hilang atau rusak, serta kesalahan lainnya baik disengaja ataupun tidak

disengaja.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan demi mengatasi kendala-

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SIM menurut Nugroho

(2008) yaitu:

1. Membina internal user;

2. Memasang pengendalian-pengendaian di sistem informasi;

3. Memeriksa sejauh mana keberhasilan pengendalian-pengendalian

tersebut; dan

4. Merencanakan akibat gangguan-gangguan (disaster recovery

planning).

d. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang

berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif,

preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Adapun pengertian Rumah Sakit

lainnya.

Dalam (http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2

Januari 2017 Pukul 08.13 WIB) antara lain:

a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Page 269: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

59

perorangan secara paripurna yang menyedikan pelayanan rawat

inap, rawan jalan, dan gawat darurat.

b. W.H.O ( World Health Organization, 1957) memaparkan bahwa

WHO Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial

dan medik yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan

kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan pusat latihan dan

penelitian biologi-sosial.

c. Menurut Alpian Suyadi (2015) Rumah Sakit adalah tempat

dimana orang sakit mencari dan menerima pelyanan kedokteran

serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa

kedokteran perawat di berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

diselenggarakan seperti:

1. Rumah Sakit mempunyai fungsi dan tujuan sarana pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa

pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat

darurat, pelayanan rujukan yang mencakup pelayanan rekam

medis dan penunjang medis serta dimanfaatkan untuk pendidikan,

pelatihan, dan penelitian bagi para tenaga kesehatan.

2. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian

pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu didukung

oleh suatu sistem kesehatan nasional. Rumah sakit sebagai salah

satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber

daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan.

3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.

Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya

masing-masing berinteraksi satu sama lain.

Berdasarkan pemaparan diatas tentang pengertian rumah sakit,

maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan institusi

Page 270: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

60

pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, baik pencegahan penyembuhan dan

pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.

2. Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kelas/Tipe

Klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,

pada Bab V Pasal 11 yaitu berdasarkan jenis pelayanan yang

diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan

Rumah Sakit Khusus. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 12 sebagai

berikut:

(1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

b. Rumah Sakit Umum Kelas B;

c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

(2) Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf d diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;

Page 271: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

61

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Kemudian pada Pasal 13 menjelaskan bahwa:

(1) Penetapan klasifikasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) didasarkan pada:

a. Pelayanan;

b. Sumber Daya Manusia;

c. Peralatan; dan

d. Bangunan dan Prasarana.

Sedangkan klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Tahun 1998 Bab III Pasal 13 dibagi menjadi 4 macam

yaitu:

(1) Berdasarkan Kemampuan Pelayanan

a. Kelas A: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

b. Kelas B I : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas

B II: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.

c. Kelas C: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap.

Page 272: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

62

d. Kelas D: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

dasar.

(2) Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit di Indonesia dibedakan

menjadi dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah

sakit pemerintah dijalankan oleh:

a. Departemen Kesehatan

b. Pemerintah Daerah

c. ABRI

d. Badan Umum Milik Negara

Rumah sakit swasta dijalankan oleh :

a. Yayasan

b. Badan Hukum lain yang terkait.

(3) Berdasarkan Fungsi Rumah Sakit

a. Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) merupakan

lembaga non profit dan keuntungan IPSM harus ditanamkan

kembali pada rumah sakit.

b. Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (non IPSM)

merupakan lembaga non profit dan keuntungan dapat digunakan

oleh para pemilik rumah sakit (biasanya diselenggarakan oleh

swasta).

(4) Berdasarkan Segi Pemasaran

Page 273: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

63

a. Volume, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan pelayanan (jumlah

pasien) yang sebanyak-banyaknya.

b. Diferensi, Rumah sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi,

apabila perlu sub spesialisasi. Rumah sakit ini dituntut untuk

mempunyai cukup banyak sarana yang menunjang masing-

masing spesialisasi tersebut.

c. Fokus, rumah sakit tipe ini adalah rumah sakit yang

berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, khusus kanker, khusus

mata dan sebagainya.

e. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS )

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 adalah sebuah sistem

yang dirancang sebagai program pembangunan kesehatan yang dapat

menghasilkan data informasi kesehatan secara cepat dan akurat karena

pencatatan data pasien tidak lagi dilakukan secara manual. Dengan

adanya SIMRS, data calon pasien akan otomatis tercatat pada masing-

masing poli seketika saat pasien mulai mendaftar di loket pendaftaran.

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat

SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang

memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan

Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan

prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan

akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.

Page 274: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

64

Adapun keberadaan SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, profesionalisme,

kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah Sakit. Jadi penerapan

SIMRS diharapkan dapat menghasilkan informasi data kesehatan yang

up to date, transparan, mudah diolah untuk kepentingan pemerintahan,

sehingga pemerintah mampu mempercepat pengambilan keputusan

tentang kondisi kesehatan masyarakat melalui sarana teknologi

informasi dan mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang baik,

efektif, dan efisien.

Penerapan SIMRS oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

sendiri adalah sebagai sebuah terapan sistem baru yang merupakan

gabungan dari perangkat dan prosedur yang digunakan untuk

mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data hingga

pemberian umpan balik informasi) demi mendukung pelaksanaan dan

pemantauan kerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu

diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis

situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternative solusi,

pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses

evaluasi. Dengan adanya penerapan SIMRS juga diharapkan akan

menjadi basis dan pondasi informasi data kesehatan dari seluruh

puskesmas, rumah sakit, Dinkes kabupaten/kota dan Dinas Provinsi

dapat terintegrasi dengan baik.

Page 275: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

65

Perkembangan teknologi yang sangat cepat merupakan

keuntungan tersendiri untuk dimanfaatkan secara sarana mendapatkan

informasi dalam bentuk pelaporan yang cepat dan akurat dari seluruh

pusat pelayanan kesehatan di seluruh daerah cakupan sistem tersebut.

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu dapat

memberikan pelayanan yang bermutu mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, serta standar pelayanan kesehatan. Hal ini

perlu di imbangi oleh peningkatan kemampuan tenaga kerja secara

terus menerus agar selalu dapat memberikan pelayanan kesehatan

yang sesuai standar mutu.Untuk itu di dalam Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit dibutuhkan sebuah sistem komputerisasi

yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses bisnis

layanan kesehatan dalam bentuk jaringan koordinasi , pelaporan dan

prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan

tepat. Sistem informasi rumah sakit umumnya mencakup masalah

klinikas (Media), Pasien dan informasi-informasi yang berkaitan

dengan kegiatan rumah sakit itu sendiri.

Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan 3 elemen utama,

antara lain : Software, Hardware, Brainware dalam bab IV mengenai

tata kelola SIMRS. Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Page 276: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

66

1. Software

Software merupakan sebuah perangkat lunak yang umumnya

digunakan untuk mengkontrol perangkat keras atau bisa juga

digunakan untuk menghasilkan data informasi. Di Rumah sakit

informasi tersebut adalah informasi tentang data-data medis pasien.

Pada saat ini software sudah sangat berkembang dan canggih, yang

dulunya berbasis desktop saat ini software berbasis web sudah banyak

dipakai. Tidak salah jika suatu rumah sakit membuat suatu keputusan

untuk menggunakan software yang berbasis web sebagai media lunak

untuk mengolah informasi mereka. Keunggulan software berbasis web

ini adalah keamanan lebih baik, ringan untuk dijalankan, pemeliharaan

yang sederhana dan hemat biaya.

2. Hardware

Hardware dapat diartikan sebagai perangkat Keras, adalah

komponen pada komputer yang dapat terlihat dan disentuh secara

fisik. Hardware sendiri terbagi lagi ke dalam 3 kategori menurut

fungsinya, antarai lain :

a. Perangkat Input / Masukan: Merupakan Hardware yang

digunakan untuk memasukkan (Input) instruksi dari pengguna

komputer (User). Contohnya adalah Keyboard, Mouse, dan

Joystick.

Page 277: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

67

b. Perangkat Pemrosesan: Merupakan Hardware yang terdapat

pada sebuah komputer untuk memproses masukkan / input dari

pengguna. Contohnya adalah Prosesor pada sebuah komputer.

c. Perangkat Output / Keluaran: Merupakan Hardware yang

digunakan untuk menghasilkan suatu proses (output) dari

pengguna komputer (User). Contohnya adalah Monitor,

Speaker, dan Printer.

Dalam mendukung proses berjalannya SIMRS, pemilihan

hardware cukup penting. Hardware yang baik, tepat guna akan

mempermudah dalam proses maintenance / pemeliharaan nantinya.

Oleh karena itu spek hardware yang dibutuhkan harus disesuaikan

dengan kebutuhan SIMRS.

3. Brainware

Brainware adalah setiap orang yang terlibat dalam kegiatan

pemanfaatan komputer / sistem pengolahan data. Brainware

merupakan sumber inspirasi utama bagi terbentuknya suatu sistem

komputer dan proses berjalannya SIMRS nantinya. Menurut tingkat

pemanfaatan terhadap komputer, Brainware digolongkan dalam

empat tingkatan dimulai dari tingkatan yang tertinggi:

a. System Analyst: Penanggung jawab dan perencana sistem dari

sebuah proyek pembangunan sebuah SIMRS khususnya yang

memanfaatkan komputer

Page 278: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

68

b. Programmer : Pembuat dan petugas yang mempersiapkan

program yang dibutuhkan pada sistem komputerisasi yang

dirancang

c. Administrator : Seseorang yang bertugas mengelola suatu sistem

operasi dan program-program yang berjalan pada sebuah

sistem / jaringan komputer

d. Operator : Pengguna biasa, hanya memanfaatkan sistem

komputer yang sudah ada.

Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan SIMRS di rumah sakit

sangat tergantung pada ketiga elemen di atas. Ketiga elemen diatas

saling keterkaitan satu sama lain dan saling melengkapi. Di RSUD Dr

Koesma sendiri, SIMRS dimulai dari software atau aplikasi dengan

berbasis desktop. Seiring dengan berkembangnya tekhnologi dan

kebutuhan akan SIMRS yang semakin lama juga semakin

berkembang, migrasi ke dalam basis web mau tidak mau harus

dilakukan. Dimulai dari tahun 2014 SIMRS di RSUD Dr R Koesma

dijalankan dengan berbasis web. Tentunya di awal-awal tidak berjalan

mulus, dengan adanya keterbatasan dan permasalah menjadi sebuah

pelajaran untuk selalu berbenah hingga menjadi SIMRS yang benar-

benar terintegrasi secara menyeluruh, sehingga pada saat ini input dan

output data sudah sangat dirasakan manfaatnya.

Page 279: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

69

c. Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Sianipar (dikutip Asmawi, 20011:52) pelayanan adalah

cara melayani, membantu untuk menyiapkan, mengurus dan

menyelesaikan keperluan/kebutuhan individu/seseorang atau kelompok

orang, artinya objek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan

kelompok organisasi. Pada dasarnya pelayanan merupakan suatu

kegiatan untuk memberikan layanan yang baik yang bersifat dapat

dimiliki maupun tidak dapat dimiliki, kepada penerima

layanan/pelanggan oleh penyelenggara layanan.

Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang

Pelayanan Publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Sejalan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, pengertian

Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian

pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan oleh agen-agen

pemerintah melalui birokrat atau pegawainya.

Page 280: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

70

2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Ruang lingkup pelayanan publik seperti yang telah dijelaskan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang

Pelayanan Publik pasal 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup

pelayanan publik meliputi:

a. Pelayanan barang publik;

b. Pelayanan jasa publik; dan

c. Pelayanan administratif.

Kemudian dijelaskan secara terperinci pada pasal 4 bahwa

pelayanan barang pubik yang dimaksud pada pasal hurf a meliputi:

a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh

instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau

anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh

suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau

seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan

daerah yang dipisahkan; dan

c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya

tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara

atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha

yang modal pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber

dari kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya

menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.

Mengenai pelayanan publik jasa publik seperti yang

dimaksud pada pasal 3 huruf b juga dijelaskan seacara terperinci

dalam pasal 5, yang meliputi:

Page 281: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

71

a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian

atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal

pendiriannya sebagian atau seharusnya bersumber dari kekayaan

negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran

pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal

pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan

negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi

ketersediaanya menjadi Misi Negara yang ditetapkan peraturan

perundang-undangan.

Pelayanan administratif juga dijelaskan secara rinci pada

pasal 6, yang berbunyi:

(1) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf c merupakan pelayanan oleh penyelenggara yang

menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan

oleh masyarakat.

(2) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara

dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka

mewujudkan perlindungan pribadi dan/atau keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara;

b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang

diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-

undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan

penerima pelayanan.

3. Standar Pelayanan Publik

Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik, Standar Pelayanan yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas

Page 282: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

72

pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada

masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,

terjangkau, dan terukur. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor

15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan juga menjelaskan

bahwa terdapat komponen standar pelayanan yang terkait dengan

proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi :

a. Persyaratan

b. Sistem, mekanisme, dan prosedur

c. Jangka waktu pelayanan

d. Biaya/tarif

e. Produk pelayanan

f. Pengaduan, saran dan masukan

Pentingnya partisipasi masyarakat juga tertuang dalam

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014

tentang Pedoman Standar Pelayanan bahwa dalam penyusunan

penerapan Standar Pelayanan Publik wajib dilakukan dengan

mengikutsertakan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Tujuan

keikutsertaan masyarakat dalam forum pembahasan bersama adalah

untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan dengan

Page 283: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

73

kebutuhan/kepentingan masyarakat dan kondisi lingkungan, guna

mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas.

Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan kepercayaan

masyarakat atas pemerintah sebagai penyedia layanan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan ini,

pelayanan yang diberikan akan lebih jelas dan apabila standar

pelayanan ini terpenuhi maka kepercayaan masyarakat akan semakin

kuat.

d. Pelayanan Prima

1. Strategi

Strategi merupakan cara yang dipilih oleh manajemen puncak

untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Menurut Siagian

(2002: 15), strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan

mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak diimplementasikan

oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Pengertian strategi secara umum dan khusus menurut Glueck dan

Jauch (1994:) adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Umum

Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin

puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,

disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan

tersebut dapat dicapai.

2. Pengertian Khusus

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental

(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para

Page 284: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

74

pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir

selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari

apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru

dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi ini (core

competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di

dalam bisnis yang dilakukan.

Berdasarkan penjelasan pengertian strategi diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa strategi merupakan serangkaian keputusan dan

tindakan manajeman puncak untuk mengatasi permasalahan dalam

organisasi secara luas dan berintegrasi dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Dengan menggunakan strategi, suatu organisasi diharapkan

dapat mengambil keputusan dengan memperhatikan konsekuensi

dalam jangka pendek maupun jangka panjang, menangani perubahan

keadaan dan lingkungan dengan cepat, tepat, dan efektif, serta

menciptakan prioritas dan memcahkan masalah utama organisasi.

Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan strategi sebagai strategi

yang baik, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam

menyusun strategi. Menurut Siagian (2002:102-103) ada tiga kriteria

dalam menyusun strategi, yaitu:

a. Strategi yang dirumuskan harus mampu di satu pihak memperoleh

manfaat dari berbagai peluang yang diperkirakan akan timbul dan

pihak lain memperkecil dampak berbagai faktor yang sifatnya

negatif atau bahkan berupa ancaman bagi organisasi dan

kelangsungannya.

b. Strategi harus memperhitungkan secara realistis kemampuan

suatu organisasi dalam menyediakan berbagai daya, sarana,

prasarana, dan dana yang diperlukan untuk mengoperasionalkan

strategi tersebut.

c. Strategi yang telah ditetukan dioperasionalkan secara teliti. Tolak

ukur tepat tidaknya suatu strategi bukan terlihat pada proses

perumusannya saja, akan tetapi juga mencakup pada operasional

atau pelaksanaanya.

Page 285: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

75

Penentuan strategi tentunya tidak terlepas dari tujuan yang telah

ditetapkan. secara implisit Siagian (2002: 206-209) menjelaskan

manfaat dari penerapan strategi pada organisasi, antara lain:

1. Memperjelas makna dan hakikat suatu perencanaan melalui

idenifikasi rincian yang lebih spesifik tentang bagaimana

organisasi harus mengelola bidang-bidang yang ada dimasa yang

akan datang.

2. Merupakan langkah-langkah atau cara yang efektif untuk

implementasi kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran atau

tujuan yang telah ditetapkan.

3. Sebagai penuntun atau rambu-rambu dan arahan pelaksanaan

kegiatan di berbagai bidang.

4. Dapat mengetahui secara konkret dan jelas tentang berbagai cara

untuk mencapai sasaran atau tujuan serta prioritas pembangunan

pada bidang-bidang tersebut bedasarkan kemampuan yang

dimiliki.

5. Sebagai rangkaian dari proses pengambilan keputusan dalam

menyelesaikan berbagai macam permasalahan.

6. Mempermudah koordinasi bagi semua pihak agar mempunyai

partisipasi dan presepsi yang sama tentang bentuk serta sifat

interaksi, interdepensi dan interrelasi yang harus tetap tumbuh

dan terpelihara dalam mengelola jalannya roda organisasi,

sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan

kemungkinan timbulmya konflik antara berbagai pihak terkait.

Dengan demikian strategi dapat berjalan sesuai dengan yang telah

diharapkan.

2. Pelayanan Prima

Pelayanan prima kepada masyarakat pengguna layanan atau

pelanggan telah menjadi persoalan penting dari sebuah akuntabilitas

manajemen. Pelayanan publik diharapkan oleh masyarakat adalah

pelayanan yang mudah, cepat, adil, jujur, dan terbuka. Dengan

demikian, dapat disadari bahwa datangnya era pelayanan prima pada

masyarakat pengguna layanan atau pelanggan sangatlah relevan

Page 286: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

76

dengan pengembangan strategi dan daya saing oleh penyelenggara

layanan.

Menurut Sedarmayanti (2010: 249), pelayanan prima adalah

pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (masyarakat) minimal

sesuai dengan standar pelayanan (cepat, tepat, akurat, murah dan

ramah). Disamping itu, pelayanan prima menurut Barata (2003: 27),

yaitu:

1. Layanan prima adalah membuat pelanggan merasa penting

2. Layanan prima adalah pelayanan melayani pelanggan dengan

ramah, tepat, dan cepat

3. Layanan prima adalah pelayanan dengan mengutamakan

kepuasan pelanggan

4. Layanan prima adalah menempatkan pelanggan sebagai mitra

5. Layanan prima adalah pelayanan optima yang menghasilkan

kepuasan pelanggan

6. Layanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan untuk

memberikan rasa puas

7. Layanan prima adalah upaya layanan terpadu untuk kepuasan

pelanggan.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penerima

layanan/pelanggan merupakan faktor penting dalam pelayanan prima.

Kebutuhan dan harapan penerima layanan/pelanggan dapat dijadikan

sebagai alat evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik agar

memenuhi standar kualitas layanan yang baik. Karena itu, standar

kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan penerima

layanan/pelanggan. Dalam suatu definisi pelayanan prima, paling

tidak kesamaannya terletak pada tujuan layanan, yaitu memuaskan

pelanggan.

Page 287: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

77

3. Srategi Pelayanan Prima

Strategi untuk kualitas dalam pelayanan publik dalam mencapai

pelayanan yang prima dapat dilihat dari faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal dipengaruhi antara lain melalui persaingan pasar yang

semakin sengit, termasuk didalamnya adalah persaingan organisasi

pemerintah dan organisasi bisnis dalam memberikan kualitas

pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan. Oleh karena itu,

diperlukan pemahaman terhadap faktor-faktor eksternal menurut

Husnaini dalam Ashyar (2008: 93) yaitu dengan cara:

1. Memulai sikap mengenali dinamika pelanggan terhadap apa yang

mereka butuhkan dan apa yang mereka inginkan;

2. Mengembangkan suatu kerangka pendekatan kearah pencapaian

kepuasan pelanggan; dan

3. Mempertemukan tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian

kepuasan pelanggan.

Faktor-faktor tersebut perlu mendapat respon intens oleh para

pemimpin organisasi, baik organisasi publik maupun swasta dengan

menintegrasikan berbagai unsur guna menghasilkan produk layanan

yang dapat memuaskan pelanggan. Pada intinya yaitu, perlu adanya

perbaikan kinerja organisasi yang berorientasi pada pemberian

pelayanan publik yang prima. Pada faktor internal, upaya-upaya

memberikan layanan yang berkualitas kepada pelanggan adalah terkait

langsung dengan mekanisme, sistem dan prosedur dalam memberikan

layanan, oleh karena itu diperlukan secara teknik pada tingkat

operasional.

Page 288: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

78

Banyak pendapat para ahli merumuskan prinsip-prinsip

pelayanan yang berkualitas seperti Zeithami, Parasuraman, dan Berry

(dalam Shaleh 2010: 104) menjelaskan bahwa ada lima dimensi untuk

mengukur kinerja pelayanan prima. Dimensi-dimensi tersebut adalah

tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empahty.

Gambaran dari indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Wujud fisik (tangiable), adalah penampilan fisik seperti tempat

pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat secara fisik

oleh pelanggan.

b. Keandalan (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, terpercaya, dan

memuaskan.

c. Ketanggapan (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk

mampu memberikan pelayanan pada pasien dengan tanggap.

d. Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan

pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pasien

terhadap rumah sakit.

e. Empati (emphaty), adalah pegawai yang peduli, memberikan

perhatian dan kenyamanan kepada pasien, terutama dalam

melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan

pasien.

Lenvinne (1990) (dalam Ratminto, dkk, 2008: 174),

menguraikan indikator pelayanan prima diantaranya: menuliskan

indikatir penyusun kinerja, yaitu:

1. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan

customers.

2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik

itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan.

3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara

penyelenggara pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang

ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan

norma yang berkembang dalam masyarakat.

Page 289: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

79

Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima

tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Konsep

pelayanan prima berdasarkan pada A6 (Barata, 2003:31), yaitu mengembangkan

pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Sikap (Attitude), Perhatian

(Attention), Tindakan (Action), Kemampuan (Ability), Penampilan (Appearance),

dan Tanggung jawab (Accountabiity), dimana dijabarkan sebagai berikut:

1. Sikap (Attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus

ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi

penampilan yang sopan dan serasi, berfikir positif, sehat dan

logis, dan bersikap menghargai.

2. Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan,

baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan

keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan

kritiknya, yang meliputi mendengarkan dan memahami secara

sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan, mengamati dan

menghargai perilaku para pelanggan, dan mencurahkan perhatian

penuh kepada pelanggan.

3. Tindakan (Action) berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan

dalam memberikan layanan kepada pelanggan, mencatat

kebutuhan para pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para

pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan

menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau

kembali.

4. Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan

tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program

pelayanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja

yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif,

mengembangkan motivasi, dan mengembangkan public relation

sebagai instrument dalam membina hubungan kedalam dan keluar

organisasi atau perusahaan.

5. Penampilan (Appearance) adalah penampilan seseorang baik

yang bersifat fisik saja maupun fisik atau non fisik., yang mampu

merefleksikan kepercayaan diri dan kreadibilitas dari pihak lain.

6. Tanggung jawab (Accountabiity) adalah suatu sikap keberpihakan

kepada pelanggan sebagai suatu wujud kepedulian untuk

menghindarkan atau meminimalikan kerugian atau ketidakpuasan

pelanggan.

Page 290: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

80

Melihat penjelasan diatas, maka dapat ditemukan kata kunci sebagai tolak ukur

utama dalam menilai pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan, yaitu sejauh

mana pelayanan yang diberikan tersebut berhasil memberikan rasa puas terhadap

pelanggan. Untuk menilai kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh

pengguna jasa layanan, termasuk tingkat kesulitan dan kemudahan mengenali

karakteristik pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Penentuan prinsip-

prinsip tersebut berdasarkan strategi yang digunakan oleh organisasi dalam rangka

pelayananprima.

Page 291: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

81

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang

akan digunakan adalah jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan,

yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,

2010:3). Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

dalam Moleong (2014:4). Sedangkan Sugiyono (2014:9) menjelaskan

bahwa, Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data

yang akan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,

analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna daripada generalisasi.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian yang

dilakukan oleh peneliti menggunakan dengan metode deskriptif kualitatif

dengan alasan apabila menggunakan metode tersebut maka akan diperoleh

Page 292: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

82

hasil berupa temuan-temuan terbaru yang secara natural dipaparkan

dilapangan. Pemaparan yang dimaksud adalah dari satu realita yang dapat

ditangkap, diamati, dan dideskripsikan oleh peneliti. Kesimpulan yang

diperoleh tentang penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian

dengan menggunakan pemberian atau gambaran atas suatu fenomena yang

dijadikan perhatian dalam suatu uraian sistematis, faktual, akurat dan jelas

bisa terkait dengan hubungan yang timbul antara suatu gejala lainnya

dalam masyarakat.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian memegang penting dalam memandu serta

mengarahkan jalannya suatu penelitian sehingga dapat mengetahui data

yang dibutuhkan serta data yang sebaiknya dibuang sebagai jawaban untuk

rumusan masalah. Sparadley dalam Sugiyono (2010:286) menyatakan

bahwa “a focused refer to a single cultural domain or a few related

domains” maksudnya adalah bahwa fokus penelitian merupakan domain

tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial yang diteliti

meliputi aspek tempat, aktor, aktivitas, yang berinteraksi secara sinergis.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan penelitian ini,

peneliti menetapkan fokus sebagai berikut:

Page 293: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

83

1. Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94)

mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik

mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap

aplikasi, berikut penjelasan proses implementasi kebijakan

publik:

1). Tahap Interpretasi

2). Tahap Pengorganisasian

3). Tahap Aplikasi

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

a). Faktor Pendukung

b). Faktor Penghambat

C. Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi dan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti akan

menangkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang hendak diteliti

untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Lokasi penelitian

dalam penelitian ini di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan

situs dalam penelitian ini adalah mengambil data dari bagian divisi Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang ada di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban tersebut.

Page 294: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

84

Alasan penelitian dilakukan di lokasi tersebut karena RSUD dr. R.

Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit kelas B, maka RSUD

Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi

Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban dan

sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini

menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat memberikan

pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat, sehingga dapat

mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Tuban dan

sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke Rumah Sakit provinsi

dan salah satu penyelenggara proses pembangunan dalam bidang

kesehatan melalui kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS.

Karena kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan

menerapkan SIMRS. Rumah sakit tipe B, dengan asumsi memiliki sumber

daya (finansial dan SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk

memiliki SIMRS yang fungsional.

D. Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dan lofland dalam Basrowi dan Suwandi (2008:

169) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, dan kemudian selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen, dan lain-lain. Untuk penelitian ini jenis data yang digunakan ada

2 yaitu:

Page 295: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

85

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang langsung

memberikan data kepada peneliti sebagai pengumpul data dalam

penelitian ini, data yang peneliti dapatkan dari informan yang ada di

lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa

informan antara lain:

1). Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban;

2). Kepala Instalasi SIMRS;

3). Kepala bagian Program dan Pelaporan;

4). Masyarakat

1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan dengan

maksud menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Data ini dapat

ditemukan dengan cepat seperti UUD, Keputusan Menteri , literatur,

artikel, jurnal, dan tulisan serta situs di internet yang resmi dan

berkenaan dengan tema penelitian ataupun juga melalui dokumen

resmi.

Jadi bisa diambil kesimpulan diatas bahwa sumber data adalah

tempat dimana penulis dapat menemukan data dari informasi yang

diperlukan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka data-data yang diperoleh

melalui:

Page 296: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

86

1. Informan, data dapat diperoleh langsung dari sumber data asli

sehubungan dengan obyek yang akan diteliti. Adapun

informan kunci dalam penelitian ini adalah:

1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum

dan Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;

2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;

3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan

Pelaporan;

4). Pelanggan pengguna pelayanan

2. Dokumen, data ini merupakan informasi dalam bentuk catatan-

catatan resmi. Adapun dokumen yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah:

a. Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban

b. SOP (Standard Operating Procedure) terkait

pelaksanaan kebijakan

c. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban

d. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban

3. Tempat dan Peristiwa, selain dari informasi tersebut, peneliti

memperoleh data atau informasi yang bersumber dari peristiwa

atau fenomena yang dianggap cocok dan bermanfaat untuk

Page 297: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

87

mengungkapkan permasalahan dan fokus penelitian, seperti

pengamatan mengenai proses pengolahan data melalui aplikasi

SIMRS di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitan, tentunya data sangat berperan penting dalam

keberhasilan penelitian. Dalam memperoleh data, peneliti membutuhkan

teknik dalam mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti adalah:

1. Wawancara

Esterberg mengartikan wawancara sebagai, “ a meeting of two

persons to exchange information and idea through question and

responses, resulting in communication and joint construction of

meaning about a particular topic” dalam Sugiyono (2009:231). Jenis

wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti adalah wawancara

terstruktur (structure interview). Wawancara terstruktur dilakukan

dengan jalan menyiapkan instrumen penelitian yang berupa

pertanyaan tertulis. Selain itu, peneliti dapat menggunakan alat bantu

berupa alat tulis, kamera dan recorder untuk membantu menuangkan

data dari wawancara. Peneliti dapatkan dari informan yang ada di

lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa

informan antara lain:

1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan

Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;

2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;

Page 298: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

88

3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan Pelaporan;

4). Pelanggan pengguna pelayanan

2. Observasi

Nasution menjelaskan bahwa para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang

diperoleh melalui observasi dalam Sugiyono (2014:226). Jenis

observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terus terang.

Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan

terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan

penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai

akhir tentang aktivitas peneliti dalam Sugiono (2014:228). Jadi

peneliti melihat secara langsung di lapangan untuk mengetahui

bagaimana proses pelayanan yang ada pada RSUD Dr R Koesma

khususnya dalam proses pengimplementasian kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

3. Dokumentasi

Sugiyono menjelaskan bahwa, “ Dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu” dalam Sugiyono (2014:240).

Dokumentasi digunakan peneliti yaitu berupa foto untuk mendukung

data yang sebelumnya peneliti dapatkan dari wawancara dan

observasi, sehingga data lapangan yang telah peneliti dapatkan lebih

akurat dengan adanya bukti foto proses dalam penerapkan kebijakan

Page 299: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

89

PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri dalam Sugiono (2011:222). Adapun

instrumenn-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti sendiri, yaitu peneliti mampu memahami kondisi situs

penelitian dan peneliti harus menyiapkan diri dengan adanya

bekal teori, dan wawasan yang didapat di bangku perkuliahan

sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan

mengkonstruksikan situasi sosial yang diteliti.

2. Pedoman wawancara, merupakan daftar pertanyaan yang disusun

oleh peneliti yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh

data keperluan penelitian. Sehingga dengan adanya pedoman ini,

wawamcara diharapkan sesuai dengan fokus penelitian atau

terarah serta dapat menjawab berbagai permasalahan penelitian.

3. Alat dokumentasi, merupakan alat penunjang yang digunakan

untuk merekam dan memfoto situasi sosial yang ada. Dalam

penelitian ini alat dokumentasinya adalah menggunakan

hanphone dan kamera digital untuk merekam dan berkomunikasi

dengan informan serta mengabdikan situasi sosial menjadi

gambar/foto.

Page 300: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

90

4. Catatan lapangan, merupakan sebuah catatan peneliti yang yang

didapatkan dari hasil mencatat maupun mencopy file atau adata.

Catatan lapangan memiliki fungsi untuk mencatat hasil

wawancara atau pengamatan yang berisi tentang data atau

informasi dilapanagan yang terkait permasalahan penilitian.

G. Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang

obyektif. Karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif

sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan)

penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk

mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Menurut

Moleong (2007:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan

pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

1.Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Teknik ini dapat diaplikasikan pada saat penelitian tentang implementasi

dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data yang telah

diperoleh melalui Ketua tim SIMRS, kemudian peneliti mengecek kembali

kebenaran data yang diperoleh melalui narasumber lainnya seperti ketua

Page 301: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

91

bagian program dan pelaporan dan informan lainnya yang sudah

ditetapkan penulis.

1. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat waktuyang tepat akan

mempengaruhi pemeberian data yang lebih valid sehingga lebih

terpercaya. Mengingat pada tahap awal peneliti masih dianggap asing oleh

informan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban sehingga narasumber

tidak terlalu terbuka. Untuk itu dalam melakukan pengujian kredibilitas

data dilakukan dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara,

observasi dalam hari yang berbeda dalam kurun waktu 1 bulan masa riset.

Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara

berulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

H. Analisis Data

Moleong (2014:280) mendefinisikan, analisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan Nasution

dalam Sugiyono (2014:245) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah,sebelum terjun ke lapangan, dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Langkah-langkah

peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan

Page 302: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

92

analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles, Huberman

dan Saldana sebagai berikut:

Gambar 6. Analisis Data Model Interaktif

( Sumber : Miles Huberman dan saldana (2014:32) ).

Analisis data diatas dijelaskan oleh Miles, Huberman dan Saldana

(Miles, Huberman dan Saldana, 2014:31-32), yaitu terdapat empat tahapan

sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pada tahapan pengumpulan data ini, peneliti menggunakan tiga teknik

dengan melakukan wawancara,observasi dan dokumentasi. Dalam

pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan wawancara kepada pihak

pelaksana kebijakan. Observasi dan dokumentasi juga dilakukan peneliti

untuk dapat menguatkan data-data yang peneliti dapatkan melalui proses

wawancara kepada pihak yang terlibat dalam kebijakan dalam memberikan

pelayanan kepada pelanggan. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian

dengan terjun langsung di lapangan. Selain itu, dokumentasi juga perlu

Page 303: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

93

didapatkan untuk dapat melihat kesesuaian data primer dan sekunder. Jadi

semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan bertambah

banyak dan kompleks.

2. Kondensasi Data (Data Condensation)

Pada tahap ini, peneliti mengacu pada proses memilih, memfokuskan,

menyederhanakan, membuat abstraksi, dan/atau menstransformasikan data

yang muncul secara penuh yang ditulis pada catatan lapangan, transkip

wawancara, dokumen-dokumen, dan bahan empiri. Melalui kondensasi

data, dapat membuat data lebih kuat.

3. Penyajian Data (Data Display)

Dalam tahap ini, peneliti menyederhanakan kumpulan informasi yang

diikuiti dengan penggambaran kesimpulan dan tindakan pada kehidupan

sehari-hari. Tindakan yang dilakukan dalam penyajian data didasarkan

dengan pemahaman peneliti.

4. Pengambilan Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusion)

Urutan yang ketiga adalah aktivitas analisis adalah menggambarkan

kesimpulan dan verifikasi. Dari pengumpulan data awal, analisis kualitatif

menginterpretasikan apa yang dimaksudkan dengan mencatat pola,

penjelasan arus kausal, dan proporsi dari hasil hasil penelitian.

Pengmabilan kesimpulan dibuat samar pada awalnya, lalu meningkat

secara jelas dan beralasan.

Page 304: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

95

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban

a. Sejarah Kabupaten Tuban

Kota Tuban memiliki asal asul dalam beberapa versi, pertama

disebut sebagai Tuban dari lakuran watu tiban (batu yang jatuh dari

langit), yaitu dimana batu pusaka yang dibawa oleh

sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu

tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan

dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua berupa lakuran dari metu

banyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang

Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Tuban yang pertama

membuka hutanPapringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan

tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan

adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan

istimewanya sumur tersebut airnya tawar padahal berada di dekat

pantai. Ada juga versi ketiga, Tuban berasal dari kata "tubo"

atau racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban

yaitu Kecamatan Jenu.

Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten dari 38

Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Jawa

Page 305: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

96

Timur. Wilayah Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara

(Pantura) Pulau Jawa. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang

pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa.

Tuban disebut sebagai Kota Wali karena Tuban adalah salah satu kota

di Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran Agama Islam namun

beberapa kalangan ada yang memberikan julukan sebagai kota tuak

karena daerah Tuban sangat terkenal akan penghasil minuman (tuak &

legen) yang berasal dari sari bunga siwalan (ental). Beberapa obyek

wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Makam

Wali, contohnya Sunan Bonang, Makam Syeh Maulana Ibrahim

Asmaraqandi (Palang), Sunan Bejagung dll. Selain sebagai kota Wali,

Tuban dikenal sebagai Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang

berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Bahkan beberapa Goa

di Tuban terdapat stalaktit dan Stalakmit. Goa yang terkenal di Tuban

adalah Goa Akbar, Goa Putri Asih, dll.

Tuban terletak di tepi pantai pulau Jawa bagian utara, dengan

batas-batas wilayah: utara laut Jawa, sebelah timur Lamongan, sebelah

selatan Bojonegoro, dan barat Rembang dan Blora Jawa Tengah.

Penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari bercocok

tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya merupakan

nelayan, perdagangan dan pegawai negeri. Potensi ekonomi yang

dimiliki Kabupaten Tuban sangat beraneka ragam sumbernya. Selama

Page 306: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

97

ini potensi ekonomi yang telah dikembangkan di Kabupaten Tuban

antara lain:

1. Tanaman pangan

2. Hortikultura

3. Perkebunan

4. Perikanan

5.Peternakan

6.Kayu pertukangan dan kayu bakar

7.Industri pengolahan besar dan sedang

8.Industri kecil dan kerajinan rumah tangga

9.Perdagangan

10. Hotel dan restoran

11.Hasil tambang

12.Pariwisata

Sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Tuban yaitu sektor

pertanian khususnya tanaman pangan. Dari sektor pertanian tanaman

pangan, padi merupakan komoditas yang paling diunggulkan dari

ketiga komoditas lainya yaitu jagung, kacang tanah dan ubi kayu.

Potensi yang bisa ditingkatkan perkembanganya selain sektor tanaman

pangan antara lain pertambangan dolmit, minyak dan gas bumi,

pariwisata dan potensi besar lainya yaitu pelabuhan laut. Kebudayaan

asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya

adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo. Namun ada

hal menarik ketika memperingati Haul Sunan Bonang, dimana ribuan

umat muslim dari seluruh Indonesia tumpah ruah memadatai kota

Page 307: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

98

khususnya kompleks pemakaman Sunan Bonang. Ada juga Ulang

Tahun Klenteng Kwan Sing Bio yang sudah masuk dalam agenda kota

dan ada juga sedekah bumi bagi masyarakat pesisir.

b. Lambang Daerah

Gambar 7: Sumber gambar: www.tubankab.go.id

Arti Lambang Kabupaten Tuban: Kabupaten Tuban

memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap

gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing

masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas)

maupun cita-cita luhur Kabupaten Tuban. Arti pada lambang

Kabupaten Tuban Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian

yaitu :

1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima. Dengan jiwa yang suci

murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung

tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam

menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju

Page 308: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

99

masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha

Esa.

2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning Kuda hitam adalah

kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh

masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara,

watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar

biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari

warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang

cermelang dari Ronggolawe.

3. Gapura Putih Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama

Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum

Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat

yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban

melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali

Songo”.

4. Bintang Kuning bersudut lima Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban

memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang

mencapai cita-cita yang luhur.

5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru

muda Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu

hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah

Page 309: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

100

kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir)

menjadi kata Tuban.

6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah Tuban

penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah

pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan

berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban

mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil

makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.

7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga

buah. Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya

raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir

Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan

yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat

Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya

menghadapi tiga sasaran yaitu:

1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan

kerohanian.

2. Pembangunan ekonomi.

3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.

8. Keterangan angka

1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.

Page 310: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

101

2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.

3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45. dengan demikian

masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi

Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai

perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.

c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban

VISI :

Kabupaten Tuban yang Lebih Religius, Bersih, Maju dan Sejahtera

MISI :

1. Peningkatan Pengamalan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Berbagai

Aspek Kehidupan dengan Mengutamakan Toleransi dan

Kerukunan Antar Umat Beragama

2. Peningkatan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan yang

Kreatif dan Bersih

3. Peningkatan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Optimalisasi

Penataan Ruang Guna Mendorong Kemajuan Daerah

4. Membangun Struktur Ekonomi Daerah yang Kokoh Berlandaskan

Keunggulan Lokal yang Kompetitif

5. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat yang Merata dan

Berkeadilan

Page 311: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

102

d. Keadaan Geografis

Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha, dan wilayah

laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada

koordinat 111 derajat 30' - 112 derajat 35 BT dan 6 derajat 40' - 7

derajat 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Sebelah Utara

berbatasan langsung dengan Laut Jawa; Sebelah Selatan berbatasan

dengan Kabupaten Bojonegoro; Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Lamongan; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa

Tengah yakni Kabupaten Rembang di bagian utara dan Kabupaten

Blora di bagian selatan. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara

dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan

Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan

Kabupaten Rembang.

Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di

Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan

Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang

mengalir dari Solo menuju Gresik. Secara geologis Kabupaten Tuban

termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara yang memanjang pada

arah barat ke timur mulai Semarang sampai Surabaya. Sebagian besar

Kabupaten Tuban termasuk dalam Zona Rembang yang didominasi

endapan, umumnya berupa batuan karbonat. Zona Rembang

didominasi oleh perbukitan kapur. Ketinggian daratan di Kabupaten

Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Bagian utara merupakan dataran

Page 312: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

103

rendah dengan ketinggian 0-15 m diatas permukaan laut, bagian

selatan dan tengah juga merupakan dataran rendahdengan ketinggian

5-500 m. Daerah yang berketinggian 0-25 m terdapat disekitar pantai

dan sepanjang bengawan solo sedangkan daerah yang berketinggian

diatas 100 m terdapat di kecamatan Montong. Luas lahan pertanian di

Kabupaten Tuban adalah 183.994,562 Ha yang terdiri lahan sawah

seluas 54.860.530 Ha dan lahan kering seluas 129.134.031 Ha.

Gambar 8: Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban

Sumber: www.tuban.go.id (2017)

e. Keadaan Demografi

Penduduk adalah faktor penting dalam membangun suatu

pemerintahan dan pembangunan. Sebab selain menjadi obyek

pembangunan penduduk sekaligus menjadi pelaku pembangunan.

Page 313: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

104

Untuk itu, sangatlah penting mendapatkan data yang akurat tentang

jumlah penduduk yang ada di suatu daerah. Beberapa metode di paki

dalam menghitung jumlah penduduk d Kabupaten Tuban, diantaranya

adalah sensus penduduk. Jumlah Penduduk di Kabupaten Tuban tahun

2007 hasil proyeksi penduduk mencapai 1.100.930 jiwa terbagi dalam

291.046 Kepala Keluarga (KK), dengan komposisi jumlah penduduk

laki-laki 543.829 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 557.101

jiwa. Dari total penduduk tersebut tercatat sebanyak 101.188 KK atau

34,7 % tergolong warga kurang mampu. Sekitar 71% atau 770.651

jiwa dari total penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari

bercocok tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya

merupakan nelayan, perdagangan dan pegawai negeri.

f. Administratif Pemerintahan

Berdasarkan pembagaian untuk daerah administrasinya sendiri,

Kabupaten Tuban terdiri dari 20 kecamatan yaitu:

Tabel 1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban

No Nama Kecamatan

1 Bancar

2 Bangilan

3 Grabagan

4 Jatirogo

5 Jenu

6 Kenduruan

7 Kerek

8 Merakurak

9 Montong

10 Palang

11 Parengan

Page 314: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

105

12 Plumpang

13 Rangel

14 Semanding

15 Senori

16 Singgahan

17 Soko

18 Tambakboyo

19 Widang

20 Grabagan

Sumber : www.tuban.go.id. diolah oleh penulis (2017)

Adapun Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Tuban tergolong cukup

baik, ada 4 rumah sakit besar di kabupaten ini:

1. RSUD Dr R. Koesma, di Jl. dr. Wahidin SH ( Tipe Kelas B );

2. RS Medika Mulia, di Jl. Majapahit ( Tipe Kelas C);

3. RS Nahdlatul Ulama Tuban, di Jl. Letda Sucipto

( Tipe Kelas D); dan

4. RS Muhammadiyah, di Jl. P. Diponegoro. ( Tipe Kelas C ).

Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan tiap kecamatan juga ada

Puskesmas yang pembangunan dan pelayanannya terus ditingkatkan untuk

mengantisipiasi masyarakat yang berada jauh dari perkotaan.

2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kab. Tuban

a. Sejarah RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

RSUD Dr. R. Koesma merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah

Kabupaten Tuban yang pada awal berdirinya bernama RSUD Tuban

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

51/Menkes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 sebagai Rumah Sakit

Kelas D yang terletak di Jalan Brawijaya dengan lahan seluas 31.101

Page 315: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

106

m2 dan masih menjadi satu dengan kantor Dinas Kesehatan Kabupaten

Tuban. Untuk operasional pelaaksanaan pelayanan di Rumah Sakit saat

itu masih menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban.

Pada saat itu fasilitas tempat tidur yang tersedia sejumlah kurang lebih 50

(lima puluh) buah dengan jenis peralatan yang dimiliki masih bersifat

sederhana antara lain alat pemeriksaan gizi dan alat pemeriksaan

laboratorium sederhana. Jumlah tenaga yang ada saat itu sejumlah 28

(dua puluh delapan) orang dengan tenaga medis dokter umum sejumlah 3

(tiga) orang dan merangkap tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban,

sedangkan tenaga dokter spesialis baru ada pada tahun 1982 yaitu

spesialis obsgin sebanyak 1 (satu) orang dan spesialis anak sebanyak 1

(satu) orang. Seiring perkembangan pelayanan serta fasilitas yang ada,

pada tahun 1983 status RSUD Tuban dinaikkan kelasnya menjadi Rumah

Sakit kelas C melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor

233/Menkes/SK/VI/1983 tanggal 11 Juni 1983 yang ditindaklanjuti

dengan Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 26 Tahun

1983. Kemudian nama RSUD Tuban diganti menjadi RSUD Dr. R.

Koesma Kabupaten Tuban berdasarkan Keputusan Bupati Kepala Daerah

Tingkat II Tuban Nomor 153 Tahun 1984 tanggal 24 Nopember 1984

yang disetujui DPRD Tingkat II Tuban tanggal 1 Desember 1984 dengan

Keputusan Nomor 26-DPRD-82/84.

Pada tahun 1986 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban berpindah

lokasi ke Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 800 Kelurahan

Page 316: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

107

Sidorejo Kecamatan Tuban sampai sekarang menempati lahan seluas

47.236 m2. Pada lokasi ini RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

mempunyai letak yang sangat strategis, berada di tengah kota yang

mudah dijangkau transportasi umum dan berada dijalur jalan raya

Surabaya-Semarang. Pada tahun 1999 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten

Tuban telah lulus akreditasi untuk 5 (lima) kelompok pelayanan dan

selanjutnya dari hasil visitasi Tim Kementerian Kesehatan pada tanggal 9

Oktober 2010 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban ditingkatkan

kelasnya menjadi Rumah Sakit kelas B berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor HK.03.05/I/517/2012 tanggal 12 Februari 2012.

Pada tahun 2012 juga RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

mendapat Ijin Operasional Tetap Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas

B Non Pendidikan yang berlaku selama 5 (lima) tahun dari Gubernur

Jawa Timur dengan surat ijin Nomor P2T/2/03.23/III/2012 pada tanggal

25 Maret 2012. Untuk memenuhi standar mutu pelayanan pada tanggal

29 Maret 2011 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban telah disurvei

oleh Tim Surveior dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Kementerian Kesehatan dan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk

12 (dua belas) Pelayanan dengan berdasar Keputusan Direktorat Jendral

Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor

YM.02.10/III/1414/2011 tanggal 10 Juni 2011. Dan pada tanggal 19-20

Desember 2013 telah dilakukan survey oleh SAI Global untuk Sistem

Manajemen Mutu ISO 9001-2008 untuk 16 Pelayanan dan dinyatakan

Page 317: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

108

lulus pada tanggal 17 Januari 2014 dengan nomor sertifikat QMS 40495.

Sehubungan dengan status sebagai Rumah Sakit kelas B, maka RSUD

Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi

Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban

dan sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini

menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat

memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat,

sehingga dapat mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Kabupaten Tuban dan sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke

Rumah Sakit provinsi.

b. Visi, Misi, Falsafah, Nilai, Tujuan dan Motto

1. Visi adalah cara pandang jauh kedepan yang didalamnya

mencerminkan apa yang ingin dicapai dan kemana struktur

organisasi diarahkan sehingga pada gilirannya dengan visi yang tepat

pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang menjadi akselerator

bagi pelaksanaan tugas di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan

wewenang dan tanggung jawab tersebut maka visi RSUD Dr

Koesma Kabupaten Tuban dirumuskan sebagai berikut:

“MENJADI PUSAT RUJUKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN

YANG PROFESIONAL DENGAN MENGUTAMAKAN KEPUASAN

DAN KESELAMATAN PASIEN”.

Page 318: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

109

Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya

pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh

masyarakat. Penyelenggaraan kesehtan dilakukan oleh pemerintah dan

swasta. Masyarakat Kabupaten Tuban yang mandiri untuk hidup adalah

suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk

mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi,

sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan

karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun

lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Guna

mewujudkan visi yang telah ditetapkan tadi maka RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban perlu menetapkan misinya secara jelas sebagai satu

pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Misi

merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan umum

organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik sesuai dengan visi

yang telah ditetapkan.

2. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh

instansi sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Misi

merupakan kristalisasi dari keinginan menyatukan langkah dan gerak

untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan . Adapun misi yang

yang telah di rumuskan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

yaitu:

1. Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada mutu dan

keselamatan pasien.

Page 319: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

110

2. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan sumber daya

manusia.

3. Meningkatkan sarana prasarana dan peralatan yang canggih dan

berkualitas sesuai dengan standar.

4. Menyelenggarakan pengelolaan Rumah Sakit secara transparan,

akuntabel, efisien dan efektif.

3. Falsafah

Mengabdi dan melayani dengan ikhlas

4. Nilai

1. Jujur

2. Inovatif

3. Kreatif

4. Amanah

5. Tujuan

Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam

jangka waktu satu sampai lima tahun kedepan. RSUD Dr R Koesma

berkewajiban memberikan pelayanan yang baik demi kepuasan

masyarakat. Adapun tujuan RSUD Dr R Koesma sebagai berikut:

1. Tercapainya kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu

pelayanan yang terakreditasi.

2. Terpenuhinya pelayanan sesuai standar melalui tenaga profesional

dan terlatih.

Page 320: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

111

3. Tercapainya RSUD dr. R. Koesma menjadi pusat rujukan daerah

sekitar.

4. Terwujudnya tarif layanan yang kompetetif dan terjangkau bagi

masyarakat.

6. Motto

Peduli dan Ramah

Page 321: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

112

c. Struktur Organisasi

Gambar 9: Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

(Sumber : www.rsudkoesma.id (2017)

Page 322: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

113

B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

merupakan kebijakan dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk

meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit

di Indonesia, khususnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Dalam pelaksanaanya di RSUD Dr R Koesma kebijakan ini

dilaksanakan dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Manajamen

Rumah Sakit (SIMRS). Aplikasi yang dilaksanakan langsung oleh

RSUD ini merupakan aplikasi yang memproses dan mengintegrasikan

seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan

koordinasi, pelaporan, dan prosedur administrasi untuk memperoleh

informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem

Informasi Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan proses

implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban maka peneliti meninjau

melalui 3(tiga) komponen. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-

94) mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik

mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap

aplikasi.

Page 323: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

114

1. Tahap Interpretasi

Dalam mengimplementasikan maka terdapat proses dimana

kebijakan yang awalnya abstrak menjadi kebijakan yang lebih

strategis dan lebih bersifat teknis operasioanal. Kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS dalam memberikan pelayanan prima pada

RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan kebijakan yang

diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang

perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang

uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c

diubah, sehingga berbunyi sebagai:

(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas

melaksanakan monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah

sakit, penyusunan laporan dan pengelolaan SIMRS.

(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat

(I) Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.

Dalam menyelenggarakan fungsi SIMRS yang sudah di atur dalam

peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 adalah sebagai

berikut:

a). Melaksanakan monitoring , evaluasi dan pelaporan kegiatan

rumah sakit;

Page 324: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

115

b). Melaksanakan pengkajian untuk menetukan prioritas

penanganan permasalahan pelayanan rumah sakit;

c). Melakasanakan penatausahaan SIMRS secara tertib untuk

pmeningkatkan pelayanan rumah sakit;

d). Menyusun instrumen monitoring evaluasi dan pengendalian

program pelayanan rumah sakit;

e). Melaksanakan identifikasi dan analisa data pelayanan rumah

sakit sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut;

f). Melaksanakan laporan atau pertanggunjawaban kepada

Kepala bagian program dan pelaporan; dan

g). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala bagian

program dan pelaporan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini

sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku

Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. (Wawancara pada hari Kamis, 23 Maret 2017).

Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang

perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang

uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah

sakit dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku

Page 325: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

116

Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada

peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

“ ..Pertama kali saat ini launching pada 25 Juni

2014 itu sama Pak Bupati Drs. KH. Fathul Huda di

pendopo sudah disosialisasikan, jadi Kapala RSUD Dr

Koesma dan staf jajarannya dikumpulkan semua dan

sudah disosialisasikan. Kemudian yang kedua pihak

RSUD Dr Koesma melakukan rapat kepada intra

sektoral tentunya untuk mensosialisasikan dan

berkoordinasi tentang kebijakan ini.” (Wawancara pada

hari Kamis, 23 Maret 2017).

Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini

bertujuan agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat

mengetahui dan memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan

dari implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

yang tertuang dalam Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan

Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79

/KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja

instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, yaitu sebagai

berikut:

1. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu

dipimpin oleh seorang Kepala Unit Kerja Instalasi SIMRS yang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil

Direktur Umum dan Keuangan.

2. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu

mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

Page 326: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

117

a). Penyusunan recana dan program kerja Instalasi SIMRS;

b). Melaksanakan ketatausahaan Instalasi SIMRS;

c). Melaksankan kegiatan pendataan, pengolahan dan analisis data

SIMRS pada rumah sakit;

d). Melaksanakan penyajian informasi SIMRS;

e). Melaksanakan pengembangan teknologi penunjang SIMRS;

f). Melaksanakan evaluasi hasil kerja SIMRS;

g). Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait di

lingkungan rumah sakit;

h). Melaksanakan laporan/pertanggungjawaban kepada Wakil

Direktur Umum dan Keuangan; dan

i). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

Page 327: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

118

Gambar 10: Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS. (Sumber Bapak

Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R

Koesma kepada peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban pada hari

Kamis, 23 Maret 2017).

Tabel 2: Uraian Tugas Instalasi Sistem Informasi Manajamen Rumah

Sakit (SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ( Sumber:

Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 188.4/

79 / KPTS / 414.109 / 2014.

No. Jabatan Uraian Tugas

1. Kepala Instalasi SIMRS a. Menyusun rencana dan program kerja Instalasi

SIMRS;

b. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan

ketatausahaan Instalasi SIMRS;

c. Melaksanakan kegiatan pendataan, pengelolahan

dan analisa data SIMRS;

d. Melaksanakan penyajian SIMRS;

e. Mengembangkan teknologi SIMRS;

f. Melaksanakan evaluasi hasil kerja Instalasi

SIMRS;

Page 328: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

119

g. Melaksanakan koordinasi dengan Instalasi/unit

kerja di lingkungan rumah sakit;

h. Sebagai “System Administrator”, yaitu

melakukan administrasi terhadap system, serta

hal hal lain yang berhubungan dengan

pengaturan operasional terhadap system;

i. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh

Direktur.

2. Pelaksana Analisis Sistem a. Menganalisa System yang sudah berjalan;

b. Menganalisa kebutuhan sistem yang akan

dikembangkan;

c. Membuat perancangan sistem pada aplikasi yang

akan dibuat;

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

3. Pelaksana Proggamer a. Menerjamahkan sistem yang dibuat oleh Analis

sistem ke dalam desain progam;

b. Membuat program aplikasi;

c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

4. Pelaksana Hardware a. Melaksanakan pemeliharaan secara berkala

terhadap Sistem operasi dan hardware;

b. Melakukan perbaikan hardware yang rusak;

Page 329: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

120

c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

5. Pelaksana Maintance Jaringan a. Melaksanakan penataan jaringan;

b. Membuat sistem keamanan jaringan;

c. Monitor akses jaringan;

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala

Instalasi SIMRS.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa aturan yang

mendasari dalam implementasi kebijakan tentang uraian tugas, fungsi dan tata

kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban adalah Peraturan

Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014. Dimana kebijakan ini merupakan realisasi

dari PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) yang menjelaskan bahwa

pembentukan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dilakukan dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia.

Dan Suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan

mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk

jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh

informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian Sistem Informasi

Kesehatan.

Page 330: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

121

2. Tahap Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian ini menjelaskan proses kegiatan yang terkait

dengan peraturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana atau aktor dalam

implementasi kebijakan, sumber anggaran dan sarana prasarana, dan manajemen

pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS dijelaskan bahwa terkait dengan aktor pelaksana

dalam kebijakan ini adalah PEMDA (Pemerintah Daerah), Gubenur, Bupati atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah. Untuk implementasi kebijkan ini pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 dan

ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata

kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Dalam tata cara

pengorganisasiannya melalui tata hubungan kerja eksternal adalah pengaturan

hubungan kerja antara unit-unit kerja dalam suatu organisasi dengan unit kerja di

luar organisasi tersebut. Hubungan kerja dengan unit organisasi lain tersebut dapat

berupa kerjasama lintas program ataupun lintas sektor. Adapun bentuk hubungan

dengan unit-unit kerja di luar organisasi dapat berbentuk: Hubungan koordinatif

seperti unit bagian program seperti pelaporan loket pelayanan pasien rawat jalan,

rawat inap, IGD dengan SIMRS yaitu hubungan dalam rangka penyatuan upaya

dan daya dengan unit kerja lain untuk mencapai tujuan bersama melalui rapat

sebagai bentuk komunikasi yang dihadiri oleh beberapa orang untuk

membicarakan dan memecahkan permasalahan tertentu, dimana melalui

Page 331: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

122

rapat berbagai permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai kebijaksanaan

organisasi dapat dirumuskan. Pada unit kerja SIMRS RSUD Dr.R. Koesma

Kabupaten Tuban, rapat internal dilakukan setiap bulan dengan tujuan untuk

membahas dan mengevaluasi kerja staf SIMRS. Selain itu, dalam rapat tersebut

membahas tentang masalah-masalah yang terjadi selama satu bulan dan mencari

pemecahan masalahnya. Rapat internal tersebut dihadiri oleh kepala Instalasi

SIMRS dan staf SIMRS, maupun staf dari unit terkait yang berkaitan dengan

pembahasan pada saat rapat. Melalui program orientasi umum, pegawai

baru diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah,

tujuan, nilai-nilai dan budaya organisasi RSUD Dr.R. Koesma Kabupaten

Tuban Disamping itu, pegawai yang mengikuti orientasi juga dibekali

pemahaman tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-

prinsip kerjasama tim. Laporan merupakan suatu bentuk penyampaian berita,

keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan

maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan

wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara

mereka. Pelaporan yang ada di unit SIMRS RSUD Dr.R.Koesma Kabupaten

Tuban, yakni pelaporan bulanan. Pelaporan bulanan ini berupa laporan

triwulan KPI (Key Performance Indikator). Laporan KPI merupakan laporan yang

berisi pencapaian indikator-indikator kinerja dari unit kerja SIMRS ini. Laporan

ini memperlihatkan jumlah persentase pencapaian tiap indikator per bulannya. Hal

ini di ungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS

Page 332: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

123

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan untuk qualifikasi SDM adalah

sebagai berikut:

1. Pendidikan : Diploma III / Sarjana Komputer

2. Mampu mengoperasikan SIM RS baik Front end maupun back end

3. Dutamakan menguasai jaringan komputer

4. Menguasai database MySQL-SQL Server

5. Familiar/terbiasa dengan bahasa pemrograman HTML/PHP/Visual Basiq/Java

Dan distribusi ketenagaan mengenai jumlah staf di unit SIMRS

menujukkan bahwa jumlah staf yang ada di unit SIMRS sudah cukup dalam

menunjang proses pengelolaan SIMRS RSUD Dr R Koesma dengan tugas-tugas

yang dilakukan oleh petugas SIMRS RSUD Dr Koesma. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah staf SIMRS yang saat ini berjumlah 6 orang dengan jadwal kerja shift

yang telah ditetapkan.

“...begini mbak, jadi bentuk pengorganisasiannya melalui koordinasi

dengan setiap unit untuk menerapkan kebijakan ini melalui rapat, dan

pelaporan bulanan berupa laporan triwulan, adanya qualifikasi SDM

dan Distribusi ketenagaan .” ( Sumber: Bapak Nashrul Fatih selaku

Kepala Instalasi SIMRS.( wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret

2017).

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tahap pengorganisasiannya melalui

koordinasi dengan setiap unit dalam pengelolahan data yang akan di Screning

lewat aplikasi SIMRS.

Dibawah ini adalah gambar struktur organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

Page 333: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

124

Gambar 11: Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. (Sumber : Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten No:

188.4/ 79/ KPTS/ 414.109/2014).

Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk

teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan

acuan. Petunjuk teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. Berikut merupakan Prosedur Pelayanan yang tertera

dalam Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan dalam implementasi

DIREKTUR

WAKIL DIREKTUR UMUM

DAN KEUANGAN

KEPALA INSTALASI SISTEM

INFORMASI MANAJEMEN

RUMAH SAKIT

KEPALA BAGIAN

PROGRAM DAN

PELAPORAN

PELAKSANA

ANALISIS

SYSTEM

PELAKSANA

PROGRAMMER

PELAKSAN

A

HARDWAR

PELAKSANA

MAINTANCE

JARINGAN

Page 334: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

125

kebijakan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

Gambar 12: Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma (Sumber :

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-jalan/).

1. Pelayanan Rawat Jalan RSUD Dr R Koesma

a. Pasien datang ke RSUD dengan menunjukan KTP/KK

b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

c. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran

d. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

e. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

f. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

g. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 335: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

126

Gambar 13: Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma (Sumber :

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-inap/).

2. Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr R Koesma

a. Pasien datang ke RSUD yang memiliki fasilitas rawat inap

/perawatan

b. Pasien menunjukkan KTP/KK

c. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

d. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran

e. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

f. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

g. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

h. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 336: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

127

Gambar 14: Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma

(Sumber : http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-igd/).

3. Pelayanan Pasien IGD

a. Pasien menunjukkan KTP/KK

b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai

penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan

kesehatan

c. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan

pelayanan rawat jalan RSUD

d. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani

bukti pelayanan

e. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah

dilakukan.

f. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah

sakit sesuai indikasi medis.

Page 337: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

128

Tabel 3: Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif ( Sumber:

http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-poli-eksekutif/).

Berikut Jadwal Dokter Poli Eksekutif

NAMA DOKTER HARI JAM

dr. Susilo Rachman, Sp.B Senin

Rabu

Jumat

14.00 – 21.00

14.00 – 21.00

14.00 – 21.00

dr. Bella Barus. Sp.B Selasa 14.00 – 18.00

dr Husain Habibie,Sp.OG

(K)

Kamis

Selasa

14.00 – 15. 00

15.00 – 17.00

dr R.Slamet Soeprijadi,Sp.

OG

Kamis

Senin

15.00 – 17. 00

16.00 – 18.00

dr . A. Syaifuddin Zuhri, Sp.

OG

Selasa

Rabu

08.00 – 10.00

16.00 – 18.00

dr . Fani Suslina Hasibuan,

Sp. JP. FIHA

Jumat

Senin

14.00 – 16.00

14.00 – 17.00

dr . Mat Suwito, Sp. PD Selasa

Rabu

14.00 - 17.00

14.00 - 17.00

dr . Pungki Mandayanto

Wibowo , Sp.PD

Senin

Kamis

08. 00 - 10.00

08.00 – 10.00

dr . Hari Suseno, Sp.PD Selasa

Rabu

09.00 – 11.00

09.00 – 11.00

dr . Lily Natalia, Sp. BS Selasa 19.00 – 21.00

Pendaftaran Pasien Poli Eksekutif bisa dilakukan dengan :

1. Datang langsung ke Loket Graha Aryo Tejo

2. SMS : 082230-582258 / 08123-164-983

3. Telepon : 0356-8832197

Tarif Pemeriksaan Poli Eksekutif :

1. Dokter Spesialis Kandungan (sudah termasuk USG) : Rp. 150.000,-

2. Dokter Spesialis Kandungan (tanpa USG) : Rp. 100.000,-

3. Dokter Spesialis Lain : Rp. 100.000,-

Untuk Jam Buka Loket RSUD Dr R Koesma dimlai dari hari :

Senin – Kamis : 07:00 - 12:00 WIB

Jum'at : 07:00 - 10:00 WIB

Sabtu : 07:00 - 11:00 WIB

Page 338: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

129

Sedangkan untuk Jam Besuk Pasien:

Jam Besuk Pasien PAGI : 11:00 – 13:00 WIB

SORE : 17:00 – 19:00 WIB

Telp.(0356) 321010,

(0356) 323266,

(0356) 325696

Email: [email protected]

[email protected] ( Sumber: http://rsudkoesma.id/)

Kemudian berikut merupakan SOP (Standard Operating Procedure) yang

digunakan dalam implementasi kebijakan PMK Nomor 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima yang ditetapkan oleh Direktur

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kebijakan

Pelayanan Sistem Informasi Manajemen dan Jaringan SIMRS.

a).Permintaan Pembuatan Sistem Informasi Baru

1. Mengajukan Form Permintaan Sistem Informasi Baru yang diketahui

oleh atasan langsung dan disetujui oleh Direktur.

2. Form Permintaan diberikan kepada Instalasi SIMRS

3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah permintaan

Sistem Informasi Baru layak dikerjakan atau tidak

4. Jika Kepala Intalasi SIMRS merasa permintaan pembuatan Sistem

Baru tidak dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.

5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala

Instalasi SIMRS akan menunjuk Programmer untuk pembuatan.

6. Progammer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk embuatn

Sistem Informasi sesuai yang diminta.

b). Pengembangan dan Perbaikan Program SIMRS

1.Unit/Bagian/Instalasimengisi Form Permintaan Perbaikan Program

yang langsung diketahui oleh atasan langsung.

2. Form Permintaan diberikan kepada Kepala Instalasi SIMRS.

3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah perimntaan

Perbaikan Program layak dikerjakan atau tidak.

Page 339: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

130

4. Jika Kepala Instalasi SIMRS merasa permintaan perbaikan program

tidak memungkinkan untuk dikerjakan maka Form Permintaan

perbaikan program dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.

5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala

Instalasi SIMRS akan merujuk Programmer untuk pembuatan.

6. Programmer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk

perbaikan program yang sesuai diminta.

c). Pengaturan IP Address

1. Pastikan hardware dan driver LAN device sudah terinstal dengan

benar.

2. Pengalamatan TCP/IP V4 sesuai range IP Address sebagai berikut:

a. Server SIMRS

b. Rawat Inap

c. Rawat Jalan

d. Billing

e. Farmasi Gudang

f. Rekam Medik Atas dan Rekam Medik Bawah

g. Loket

h. Informasi

i. Penunjang

d). Instalasi OS Ubuntu atau Windows dan Program Pendukung

1. Install Operating System Ubuntu atau Operating System

Windows.

2. Instal driver, mulai dari Chipset, VGA, Sound, LAN, Printer, dll.

3. Instal antivirus free, Smadav dan update definisi virus terkini.

4. Instal aplikasi sesuai kebutuhan kerja bagian tersebut.

5. Set IP address sesuai SOP Pengaturan IP Address.

6. Set files and printer sharing ke enabled.

7. Install deep freeze jika ada pemisahan partisi antara data dan

sistem operasi. Freeze drive C: dan catat passwordnya.

e). Pemasangan Jaringan

1. Mengisi Form Pemasangan Jaringan oleh Unit/Instalasi/Bagian

yang meminta.

2. Melakukan pengecekkan apakah permintaan pemasangan jaringan

dapat dikerjakan atau tidak.

3. Jika permintaan dapat dikerjakan maka staff Instalasi SIMRS akan

mengerjakan pemasangan jaringan dan apabila tidak dapat

dikerjakan maka Instalasi SIMRS akan mengembalikan form

pemaagan jaringan dan memberikan alasan.

f). Permintaan Perbaikan Hardware dan Jaringan

Untuk kerusakan Hardware:

1. Pengaduan kerusakan Hardware oleh Unit/Instalasi SIMRS.

Page 340: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

131

2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.

3. Apabila memungkinkan staff Instalasi SIMRS akan melakukan

perbaikan di tempat namun jika tidak maka Hardware rusak

tersebut akan dibawa keruang Instalasi SIMRS.

4. Setelah Hardware selesai diperbaiki maka Hardware tersebut akan

dikembalikan ke Unit/bagian/Instalasi terkait dengan disertai Form

Permintaan Hardware.

Untuk Kerusakan Jaringan

1. Pengaduan kerusakan jaringan oleh Unit/Instalasi SIMRS.

2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.

3. Jika jaringan SIMRS akan melakukan pengecekkan: IP Address

PC, kabel, Switch/Hub. Apabila jaringan internet melakukan

konfirmasi ke provider yang digunakan oleh RSUD Dr R

Koemsma Kabupaten Tuban.

4. Setelah melakukan pengecekkan apabila di jaringan lokal SIMRS

ada kerusakan maka akan segera diperbaiki dan diganti.

5. Setelah pengerjaan perbaikan jaringan selesai maka

Unit/bagian/Instalasi yang terkait akan dikasih Form Perbaikan.

g). Standarisasi Software dan Alternativenya di RSUD Dr

Koesma Tuban

1. Install Sistem Operasi Windows yang dilengkapi lisensi/ Linux

GPL pilihan SIM

2. Install Driver Hardware pilihan SIM

3. Install Antivirus Freeware/ antivirus opensource pilihan SIM

4. Install Microsoft office yang dilengkapi lisensi / openOffice/ Libre

Office.

5. Install Browser internet Freeware/ GPL pilihan SIM

6. Install Utility Freeware/GPL pilihan SIM

7. Install Database MySQL GPL

8. Install Remote Desktop Freeware/GPL pilihan SIM

9. Install Corel Draw/ Photoshop yang dilengkapi lisensi/ pengolah

gambar GPL pilihan SIM

10. Install Software lain yang disetujui oleh Direktur/Wakil Direktur.

h). Pemilihan Software

1.Analisa kebutuhan software secara menyeluruhmaupun permintaan

khusus melalui Instalasi SIMRS dari unit kerja tertentu.

2.Seleksi Software dipasaran, dari referensi atau test secara langsung

3. buat laporan pemilihan software untuk diketahui dan disetujui

Direktur/ Wakil Direktur.

Page 341: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

132

i). Menyalakan Komputer

1. Pasang kabel power dan seluruh komponen dengan benar

2. Pasang UPS dan atau stabilizer agar listrik tetap stabil

3. Ini berguna untuk menghindari kerusakan komputer atau data

4. Tekan tombol power pada CPU/casing

5. Tunggu beberapa saat. Jika lampu indikator menyala dan atau ada

nada beep satu kali, berarti komputer dalam keadaan baik.

6. Setelah itu tunggulah proses booting hingga pada layar monitor

muncul desktop Windows/ Ubuntu atau Login.

j). Mematikan Komputer

1. Simpan document atau tutup semua program yang aktif.

2. Bila System operasi yang digunakan MS Window, klik start lalu

Klik “turn off/shutdown”.

3. Klik OK, maka computer akan mati secara otomatis.

4. Jika System operasi menggunakan Ubuntu Linux, Klik tombol

kemudian pilih shutdown.

5. Tekan tombol off pada monitor, CPU dan penstabil tegangan.

k). Penghematan Listrik Komputer

1. Jika komputer hidup 24 jam selalu matikan monitor / LCD tetapi

CPU tetap dalam kondisi hidup.

2. Jika komputer dipakai dalam waktu-waktu tertentu :

a. Saat tidak dipakai kurang dari 2 jam komputer standby saja

untuk mengurangi daya listrik yang diserap atau dimatikan

b. saat sudah tidak dipakai dimatikan sesuai prosedur diatas dan

selalu matikan UPS dan melepas UPS dari PLN sehingga UPS

tidak mudah rusak dan UPS sendiri tidak mudah panas.

c. Apabila PLN padam jangan biarkan sampai UPS mati karena

akan merusak komponen batrai, apabila PLN mati lebih dari 5

menit segera matikan komputer sesuai prosedur.

d. Selalu matikan printer jika tidak dipakai.

Page 342: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

133

l). Backup Database

1. Backup database dilakukan oleh Instalasi SIMRS

2.Instalasi SIMRS menginformasikan kebagian Informasi bahwa

sedang ada backup database

3.Proses backup database dilakukan pada saat pelayanan loket

pendaftaran dalam keadaan sepi dan atau Pukul 00.00 WIB.

4.Penyimpanan Backup database ditaruh pada hardisk khusus

5.Setelah proses backup database selesai, kemudian

menginformasikan kepada bagian informasi bahwa backup telah

selesai.

m). Keamanan data

1.Prosedur jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database

hanya bisa diakses secara lokal.

2.Patikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi

SIMRS

3.Pastikan yang mempunyai account login database server hanya

Kepala Instalasi, Staff Programmer , dan Jaringan.

4. Pastikan data yag ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang

diperbolehkan oleh manajemen.

5. Pastikan jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database

hanya bisa diakses secara lokal.

6. Pastikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi

SIMRS.

7. Pastikan yang mempunyai account login database server hanya

Kepala Instalasi, Staff Programmer, dan Jaringan

8. Pastikan data yang ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang

diperbolehkan oleh manajemen.

n). Penghapusan Data

1.User mengisi Form permintaan penghapusan data

2.Menyerahkan Form permintaan penghapusan data ke Instalasi

SIMRS

3.Staff Instalasi SIMRS melakukan verifikasi terhadap data yang akan

dihapus.

Page 343: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

134

4.Jika data yang diminta untuk dihapus dinytakan valid maka data

dihapus oleh staff Instalasi SIMRS

5.Jika tidak maka Form permintaan penghapusan data dikembalikan

ke user yang diminta serta memberi alasan.

o). Penyampaian Informasi secara Elektronik

1.Diverifikasi oleh bagian Humas apakah Informasi layak

untuk dipublikasikan sesuai aturan yang berlaku.

2. Diverifikasi oleh Komite Mutu (informasi harus sesuai

dengan mutu rumah sakit).

3. Diserahkan ke Instalasi SIMRS informasi yang telah

diverifikasi oleh Humas dan Komite Mutu.

4. Informasi di posting ke media Elektronik atau Website

oleh Instalasi SIMRS.

p). Permintaan Informasi dari Database

1. Menghubungi pihak RSUD Dr R Koesma yang kompeten

memberikan data informasi yang diminta.

2. Menghubungi Instalasi SIMRS untuk permintaan data

informasi dari Database.

3. SIMRS memberikan data yang diminta oleh pihak yang

bersangkutan.

Pihak yang berkompeten dari RSUD Dr Koesma Tuban

memberikan data kepada pihak luar yang meminta informasi.

Dari petunjuk teknis dan SOP yang telah ditetapkan yang menjadi

salah satu poin penting dalam implementasi kebijakan ini adalah untuk

memperlancar, mempermudah, mempercepat pekerjaan bagian atau unit

kerja tersebut. Oleh karena itu aktor-aktor pelaksana kebijakan ini dalam

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban harus saling berkoordinasi

jalannya implementasi kebijakan ini dengan baik. Hal ini diungkapkan

oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan

Pelaporan.(wawancara pada hari Jum’at 24 Maret 2017).

Untuk mendukung dari jalannya proses implementasi kebijakan

juga diperlukan adannya anggaran atau dana untuk melaksanakan

Page 344: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

135

implementasi kebijakan seperti yang telah diharapkan sebelumnya. Dalam

implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma, anggaran yang digunakan berasal dari Pemkab

Tuban dimana dana tersebut didapat dari APBD Kabuten Tuban anggaran

2016. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil

Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada peneliti di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

“ ...Untuk kebijakan ini Pemkab Tuban yang didapat

dari APBD Kabupaten Tuban mengalokasikan dana

sebesar Rp 21 Miliar untuk implementasi kebijakan

SIMRS ini Mbak, dan ini juga sudah sangat cukup

untuk menjalankan kebijakan ini karena APBD

Kabupaten Tuban yang memang mencukupi untuk

melaksanakannya.” ( Wawancara pada hari Kamis 23

Maret 2017).

Semua sarana dan prasarana yang diperlukan dalam implementasi

kebijakan ini sendiri adalah perangkat komputer, dan jaringan internet.

Terkait hal ini, sejak diberlakukannya implementasi kebijakan terkait

SIMRS telah dilakukan pengadaan Hardware berupa perangkat komputern

dan jaringan internet. Dari hal tersebut, sarana dan prasarana dari

kebijakan ini telah terpenuhi karena seperti yang telah dijelaskan di dalam

SOP bahwa perlu adanya permintaan pembuatan sistem informasi baru

guna untuk memperlancar, mempermudah dan mempercepat pekerjaan

bagian atau Unit kerja. Dan dalam proses ini membutuhkan sarana

pendukung yaitu perangkat komputer dan jaringan internet. Hal ini

diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala bagian SIMRS.

Page 345: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

136

“ ...Jadi begini Mbak, kalau perangkat hardware

seperti komputer kan sebenarnya sudah ada sejak

diberlakukannya JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional), jadi untuk setiap rumah sakit saya rasa

tidak ada masalah terkait dengan sarana dan

prasarana seperti perangkat komputer atau internet”.

(wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Gambar 15: Sarana dan Prasarana dan jaringan internet (Sumber

SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, pada hari Sabtu,

25 Maret 2017)

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti diatas, dapat diketahui

bahwa dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban ditetapkan aktor pelaksana kebijakan adalah Keputusan

Bupati Tuban dan Keputusan Direktur Rumah Sakit dan Para Staff Unit

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Kemudian untu anggaran diambil

dari Pemkab Tuban yang didapat dari APBD Kabupaten Tuban dan dinilai

oleh para pelaksana kebijakan sudah mencukupi selain itu sarana dan

prasarana berupa komputer dan jaringan internet juga telah tersedia.

Petunjuk teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) juga sudah jelas

Page 346: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

137

dan ditetapkan sebagai pedoman dan acuan dalam implementasi kebijakan

ini.

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga senantiasa

mengembangkan manajemen sumber daya manusia yang baik, agar

terwujud kuantitas dan kualitas pegawai yang mampu melaksanakan tugas

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu tahapan manajemen

sumber daya manusia yang dilaksanakan di RSUD Dr R koesma

Kabupaten Tuban adalah program orientasi baik untuk pegawai

baru atau pegawai lama. Program ini dapat dilakukan manakala

rumah sakit memperoleh pegawai baru ataupun tidak. Orientasi umum

berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara non teknis,

terutama memahami Profil Rumah Sakit dan Manajemen. Kegiatan

tersebut dilaksanakan oleh Seksi Rumah Sakit dan Diklat bekerjasama

dengan Seksi/Subag/Bagian/Bidang lain yang terkait. Sedangkan orientasi

khusus berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara

teknis dan dilaksanakan oleh unit kerja dimana pegawai baru tersebut

ditempatkan. Melalui program orientasi umum, pegawai baru

diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah, tujuan, nilai-

nilai dan budaya organisasi RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban

Disamping itu, pegawai yang mengikut orientas juga dibekali pemahaman

tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-prinsip

kerjasama tim. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala

Page 347: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

138

bagian Program dan Pelaporan. (wawancara pada hari Jum’at 24 Maret

2017).

3.Tahap Aplikasi

Dalam penggunaan SIMRS yang digunakan untuk mempermudah

informasi data dan komunikasi dari unit ke unit. Dalam penggunaan

aplikasi ini untuk membantu proses implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban

sudah sesuai berjalan dengan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Bapak

Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS. “ .. Untuk penggunaan

aplikasinya tidak ada masalah Mbak, aplikasinya juga cukup mudah untuk

digunakan”. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Berikut adalah tampilan aplikasi SIMRS untuk memudahkan

pegawai dalam pengelolahan data. “ ..iya aplikasi ini untuk melakukan

screning KTP dan KK, kita bisa berkoordinasi dengan BPJS mbak. Dulu

sih ada pelatihannya sendiri pas launching pertama kebijakan Jaminan

Kesehatan mbak.” Hal ini diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku

Page 348: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

139

Kepala Instalasi SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Gambar 16 dan 17 : Tampilan aplikasi SIMRS dan para staff yang

mengelola data ( Sumber Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi

SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017)

Page 349: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

140

Sebelum adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

masyarakat/pelanggan masih menggunakan sistem informasi yang

manual dan prosesnya lebih lama baik dari segi pendaftaran, biaya

administrasi dan kurang transparan dalam memberikan pelayanan. Hal ini

disampaikan oleh Bapak Agus warga desa Widang. (Minggu, 26 Maret

2017).

“...begini mbak, dulu sebelum adanya kebijakan ini prosesnya

begitu lama, kurang efektif dan efesien dalam memberikan

pelayanan sehingga saya harus menunggu lama”.

Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Endang warga desa Desa

Wadegan yang menyatakan “...waktu itu saya antri dan lama sekali

mbak untuk melakukan registrasi, ada kesalahan dalam sistem

administrasi atau salah dalam menghitung jumlah uang mbak ”.

(wawancara pada hari hari Minggu, 26 Maret 2017).

Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Ummi warga desa Desa Lajo

yang menyatakan “...waktu itu saya kurang mendapatkan informasi

secara detail sehingga terjadi kesalahpahaman diantara saya dan pihak

rumah sakit khususnya di bagian administrasi/kasir ”. (wawancara pada

hari hari Minggu, 26 Maret 2017).

Page 350: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

141

Sedangkan untuk pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma juga sudah cukup

baik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Siswanto warga desa

KedungHarjo selaku masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban menyatakan

“...untuk disini pelayanannya cukup baik, tempatnya bersih,

komunikasi dengan perawat dan dokter jadi enak.., kalau untuk

pengurusannya saya jadi lebih mudah, terbukti dan terpercaya

mbak, kita Cuma butuh bawa KTP dan KK setelah daftar selesai

dan setelah selesai dalam perawatan kita langsung diberikan hasil

data informasi mulai dari biaya penginapan, dan pelayanan lainnya

yang yang sudah tertera didalam database yang di sudah di kelola

oleh pihak SIMRS sehingga saya percaya mbak”.

Gambar 18: Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban (Sumber: Data Primer Hasil Observasi Peneliti,

wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret 2017).

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa penilaian

masyarakat terkait dengan kebijakan ini juga cukup baik. Hal ini

juga di kemukakan oleh ibu Ani warga desa Weden yang

Page 351: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

142

menyatakan “...saya merasa terbantu mbak, karena bisa melakukan

registrasi lebih cepat dan akurat mbak”. (wawancara pada hari hari

Sabtu, 25 Maret 2017).

Pernyataan yang serupa juga diungkapakan oleh Bapak

Anton warga desa Widang selaku masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. “...saya juga terbantu

mbak, karena dari pihak rumah sakit memberikan data yang

transparan dan akurat”. (wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret

2017).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat

diketahui bahwa dalam penerapan kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari petugas staff unit

yang sudah mengetahui dan mengerti akan tugasnya dan

pengguanaan aplikasi SIMRS yang sudah cukup lancar dari hasil

implemntasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013. Proses pencatatan

dan pelaporan klaim juga berjalan dengan lancar. Selain itu

pelayanan dari RSUD Dr R Koesma juga cukup baik dalam

memberikan pelayanan yang merasa nyaman dan juga penilaian

dari masyarakat terhadap kebijakan ini.

Untuk kepuasan Pasien sebagai pelanggan Rumah Sakit

dalam memberikan pelyanan prima pelanggan adalah orang yang

membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan. Pelanggan

Page 352: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

143

tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan

setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah

seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau

menikmati produk berupa barang atau jasa dari suatu organisasi

atau anggota organisasi tertentu, yang dikelompokkan menjadi

pelanggan internal yaitu mitra kerja dalam organisasi yang

membutuhkan produk barang atau jasa seseorang atau sekelompok

orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu semua

orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang

membutuhkan produk barang atau jasa suatu organisasi.

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen

setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan

jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan

sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam

waktu yang lama. Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis.

Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari

fungsi suatu produk yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan

psikologis merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang

bersifat tidak terwujud dari produk. Kepuasan pasien akan

terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan

dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa yang

dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti

Page 353: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

144

subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa

pelayanan kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara

yang berbeda dengan yang dipersepsikan konsumen. Kepuasan

pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan cenderung

bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar

belakang yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan

yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk

menghindari adanya subyektifitas individual yang dapat

mempersulit pelaksanaan pelayanan kesehatan perlu adanya

pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:

1. Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa

kepuasan pasien bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan

adalah yang bersifat umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-

rata pasien.

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam

menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi

pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam

terhadap tindakan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan

harus sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi. Lama

hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh

terhadap kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada

rawat inap sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi

Page 354: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

145

semakin tinggi derajat kesinambungan pelayanan semakin tinggi

pula kepuasan pasien.

Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang

sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas

rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat,

dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan

informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap

kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, serta

kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

Tabel 4: Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu

tentang Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban. (Humas RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).

Tabel 5: Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang

Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).

No. UNSUR PELAYANAN

NILAI

RATA-

RATA

MUTU

PELAYANAN

KINERJA

UNIT

PELAYANAN

U1 Prosedur pelayanan 3.467 B Baik

U2 Persyaratan pelayanan 2.240 C Kurang Baik

NILAI

PERSEPSI

NILAI

INTERVAL

IKM

NILAI INTERVAL

KONVERSI IKM

MUTU

PELAYANAN

KINERJA

UNIT

PELAYANAN

1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik

2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik

3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik

4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

Page 355: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

146

U3 Kejelasan petugas pelayanan 3.413 A Sangat Baik

U4

Kedisiplinan petugas

pelayanan 2.360 C Kurang Baik

U5

Tanggung jawab petugas

pelayanan 2.867 B Baik

U6

Kemampuan petugas

pelayanan 3.267 A Sangat Baik

U7 Kecepatan pelayanan 3.240 B Baik

U8

Keadilan mendapatkan

pelayanan 3.253 B Baik

U9

Kesopanan dan keramahan

petugas 3.253 B Baik

U10 Kewajaran biaya pelayanan 2.220 C Kurang Baik

U11 Kepastian biaya pelayanan 1.827 C Kurang Baik

U12 Kepastian jadwal pelayanan 1.813 C Kurang Baik

U13 Kenyamanan lingkungan 3.233 B Baik

U14 Keamanan pelayanan 3.207 B Baik

Dari hasil penilaian IKM diatas, maka dapat dikelompokkan kinerja unit

pelayanan berdasarkan unsur pelayanan, sebagai berikut :

Kinerja Sangat Baik (A), terdiri dari unsur :

1. Persyaratan pelayanan

2. Kemampuan petugas pelayanan

Kinerja Baik (B), terdiri dari unsur :

1. Prosedur pelayanan

2. Tanggung jawab petugas pelayanan

3. Kecepatan pelayanan

4. Keadilan mendapatkan pelayanan

5. Kesopanan dan keramahan petugas

6. Kenyamanan lingkungan

7. Keamanan pelayanan

Kinerja Kurang Baik (C), terdiri dari unsur :

1. Persyaratan pelayanan

2. Kedisiplinan petugas pelayanan

Page 356: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

147

3. Kewajaran biaya pelayanan

4. Kepastian biaya pelayanan

5. Kepastian jadwal pelayanan

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban.

Kompleksnya proses implementasi kebijakan dapat menimbulkan

adanya faktor pendukung dan penghambat dari proses implementasi itu

sendiri, faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dari sebuah

implementasi kebijakan seperti yang dijelaskan oleh oleh Edward III

dalam Winarno (2012:177) meliputi beberapa variabel yang telah

dipaparkan peneliti melihat bahwa terdapat faktor yang menjadi

pendukung dan penghambat dari variabel tersebut. Berikut ini merupakan

faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan

PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

a). Faktor Pendukung

1. Pelaksana Kebijakan yang Kuat

Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam mewujudakan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban dukungan dari para pelaksana merupakan salah satu yang

menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaanya. Hal ini disimpulkan sendiri

Page 357: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

148

oleh peneliti dari keterangan-keterangan pelaksana kebijakan di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, salah satunya keterangan yangdisampaikan

langsung kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.

“...kalau saya sendiri melihat kebijakan ini sangat bagus

sekali Mbak, saya sepenuhnya mendukung, karena apa

Mbak, kebijakan ini bersifat kebijakan yang membantu

kami dalam meningkatkan koordinasi antar unit,

transparasi, kemudahan dalam memberikan pelaporan

dalam pelaksanaan operasional dan meningkatkan

efesiensi”. (wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Dari wawancara diatas peneliti melihat bahwa dukungan dari para

pelaksana kebijakan khususnya Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban sangat mendukung kebijkan ini sehingga para

pelaksana kebijakan menyambut dengan baik kebijakan ini dan menilai

kebijakan ini sangat bermanfaat.

2.Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait.

Koordinasi yang baik dalam proses implemntasi kebijakan PMK No

82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

merupakan salah satu faktor pendukung. Hal ini diungkapkan langsung

kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban.

“..Iya mbak, kami juga berkoordinasi dengan baik

pihak unit lain. Karena tadi mbak salah satu yang

menjadi point penting dalam kebijakan ini yaitu

pasien bisa mendapatkan informasi secara akurat

dan terpercaya karena adanya transparansi dari

pihak unit, kita berkoordinasi melalui aplikasi

SIMRS jadi untuk membuat database lebih mudah

dan lebih cepat karena adanya aplikasi tersebut ”.

(Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Page 358: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

149

Pernyataan tersebut menilai kebijakan ini sangat bermanfaat bagi pasien dan

pegawai di setiap unit.

b). Faktor Penghambat

1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik

Dalam implementasi kebijakan selain terdapat faktor pendorong biasanya

masih terdapat pula faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses

implementasi kebijakan. Begitu pula dalam proses implementasi kebijakan PMK

No 82 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Jaringan

internet dan pemeliharaan fasilitas yang kurang baik menjadi salah satu faktor

penghambat dalam kebijakan ini. Hal in sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak

Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS di RSUD kepada peneliti.

“...ya kadang internet nya masih error mbak, pas

waktu penginputannya jadi lama, bahkan tidak bisa

melakukan penginputan tapi pelayanan tetap

berlangsung, jadi terpaksanya kami melakukan

pendaftaran secara manual terlebih dahulu,

kemudian besoknya baru diinput semua”. (Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).

Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian

Program dan Pelaporan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban kepada

Peneliti.

“...iya mbak, yang masih jadi kendala bagi kami ya

itu internetnya kadang trouble , belum lagi jika

komputernya yang mudah rusak kami harus

memperbaikinya”. (Hasil wawancara pada hari Selasa,

28 Maret 2017).

Page 359: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

150

Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban menjadi terganggu ketika

jaringan internet yang tidak stabil ataupun perangkat keras yang

digunakan mudah rusak. hal ini dikarenakan petugas SIMRS suka

ceroboh dan kurang teliti dalam mengoprasikan komputer yang

digunakan.

2.SDM

Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga

implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.

Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang

ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan

yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan

sebagainya. Hal ini perlu diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD

dr. R. Koesma yaitu menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan

yang profesional dengan mengutamakan kepuasan pasien. Hal tersebut

diungkapkan oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.

“..Iya mbak, disini masih kurang tenaga kerja implementator

untuk itu sebagian dari mereka harus bekerja sampai 24 jam.

Dan masih ada beberapa pegawai yang kurang ramah dalam

memberikan pelayanan.” (Hasil wawancara pada hari Selasa, 28

Maret 2017).

Page 360: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

151

Seringkali ditemukan SDM sebagai user SIMRS belum siap dan

kurang disiplin ketika adanya perubahan kebiasaan dari manual ke

komputerisasi. Karena dengan demikian user tersebut harus beradaptasi

terhadap prosedur baru, harus bisa menggunakan komputer, bekerja

secara sistematis, dan setiap aktifitas di sistem termonitor secara

otomatis. Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan

bahwa dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun

tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam

pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-

beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam

implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan

tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.

C. Pembahasan dan Fokus Penelitian

1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban

a. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan

Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

James E. Anderson dalam Islamy(2007:17) mendefiniskan

sebagai kebijakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu

yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok

pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Pendapat lain tentang

kebijakan muncul dari pendapat Thomas R. Dye dalam Islamy (2007:18)

Page 361: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

152

juga memberikn pendapatnya terkait kebijakan publik sebagai apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang mendefinisikan tentang kebijakan

dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan

salah satu implementasi kebijakan pemerintah yang diambil guna

memecahkan, mengidentifikasi, ataupun merespon masalah yang ada di

masyarakat.

Implementasi merupakan salah satu bagian dari kebijakan yang

mana merupakan proses pelaksanaan dari kebijakan itu sendiri. Guna

memahami terkait tentang proses implementasi kebijakan yang begitu

kompleks atau tidak sederhana, maka perlu untuk memperhatikan

keterkaitan setiap variabel dalam implementasi serta perlu melihat secara

detail setiap tahapan-tahapan yang dilalui para pelaksana implementasi

kebijakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Van Mater dan van Horn dalam Wahab (2012:135)

meruuskan bahwa proses implementasi sebgai “tindakan-tindakan yang

dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan”. Selain itu Ripley dan Franklin

dalam Winarno (2014:148) juga berpendapat bahwa impleemntasi adalah

apa yang yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang

Page 362: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

153

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis

keluaran yang nyata.

Dari pendapat-pendapat yang mendefiniskan tentang

implementasi kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa dalam sebuah

implementasi kebijakan yaitu berkaitan dengan adanya tujuan atau

sasaran kebijakan, kemudian aktivitas atau tindakan yang dilakukan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa sebuah implementasi kebijakan merupakan

serangkaian aktivitas atau tindakan guna mencapai suatu hasil yang

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini

peneliti menggunakan fokus yang telah dipaparkan oleh Jones yang

melihat bahwa proses implementasi kebijakan dilihat dari 3 tahap yaitu

sebagai berikut:

1. Tahap Interpratsi

Mazmanian & Sabatier menjelaskan banhwa implementasi

kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah

atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Lebih lanjut lagi, Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo

(2013:90) menjelaskan bahwa pada proses implementasi kebijakan

terdapat beberapa tahapan yaitu tahap implementasi, tahap

pengorganisasian, tahap aplikasi. Pada tahap interpretasi ini lebih kepada

penjabaran dari sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam

kebijakan yang lebih bersifat teknis dan operasional. Dari kebijakan

Page 363: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

154

umum atau kebijakan strategis yang kemudian direalisasikan dengan

kebijakan manajerial yang diwujudkan dalam bentuk keputusan-

keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala daerah

(Bupati atau Walikota) dan kemudian dilaksanakan dengan kebijakan

teknis operasional yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan kepala

dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai unsur pelaksana teknis

pemerintah.

Implemnatsi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam memberikan pelayanan prima pada RSUD Dr Koesma Kabupaten

Tuban merupakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban

Nomor 19 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban

Nomor 16 Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal

19 ayat (2) huruf c diubah, sehingga berbunyi sebagai:

(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas melaksanakan

monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah sakit, penyusunan

laporan dan pengelolaan SIMRS.

(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I)

Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.

Selain itu Jones dalam Widodo (2013:90) menjelaskan lebih lanjut

bahwa dalam tahap interpretasi tidak hanya sebatas menjabarkan sebuah

kebijakan ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional, tetapi juga

Page 364: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

155

diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakn itu sendiri. Hal ini

bertujuan agar kebijakan yang diambil dapat diketahui oleh aktor

pelaksana, pihak-pihak yang terkait secara langsung dan tidak langsung,

dan juga seluruh pegawai. Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013

tentang SIMRS, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kukuh

Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban. Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19

Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16

Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit

dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini bertujuan

agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat mengetahui dan

memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan dari implementasi

kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang tertuang dalam

Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014

tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

2. Tahap Pengorganisasian

Jones dalam Widodo (2013:91) menjelaskan bahwa setelah

kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional maka tahap selanjutnya

Page 365: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

156

adalah tahap pengorganisasian. Tahap pengorganisasian sendiri lebih

merujuk pada proses kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan dan

penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan penetapan anggaran,

penetapan prasarana dan sarana apa yang diperlukan, serta penetapan

manajemen pelaksana guna menunjang kelangsungan implementasi

kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun

2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang

telah ditetapkan bedasarkan Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun

2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun

2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban

mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit

dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk teknis dan SOP

(Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan acuan. Petunjuk

teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Kemudian untuk penetapan anggaran dalam kebijakan ini semua

berasal dari Pemkab Tuban yang berasal dari APBD. Untuk sarana dan

prasarana dalam kebijakan ini yaitu berupa perangkat komputer dan

jaringan internet untuk di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Pengadaan sarana dan prasarana sendiri sudah terlaksana sejak

Page 366: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

157

diberlakukannya kebijkan Jaminan Kesehatan Nasional sehingga untuk

kebijakannya ini sarana dan prasarana sudah terpenuhi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, pada tahap

pengorganisasian dalam implementasi kebijakan ini seperti yang

dijelaskan oleh Jones dalam Widodo (2013:91) adalah ditetapkannya

aktor pelaksana yaitu Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma, Kepala

Instalansi SIMRS dan Kepala Instalasi Unit Kerja. Penetapan anggaran

yang diguakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Kemudian

Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban telah menetapkan

Petunjuk Teknis dan SOP sebagai acuan dan pedoman.

3. Tahap Aplikasi

Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo (2013:94) menjelaskan

bahwa aplikasi itu lebih kepada penerapan rencana proses implementasi

kebijakan ke dalam realitas atau dalam bentuk wujud nyata. Dalam

penerapan kebijkan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban dari hasil wawancara dengan pihak

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban diketahui bahwa RSUD Dr R

Koesma telah menerapkan aplikasi SIMRS sesuai dengan PMK No 82

Tahun 2013 dan telah ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr

Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana yang telah di undangkannya

Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014.

Page 367: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

158

Lebih lanjut lagi, Jones dalam Widodo (2013:89) menjelaskan

bahwa tahap aplikasi ini merupakan aktivitas dari penyediaan pelayanan

secara rutin, atau pengelolaan administrasi atau kegiatan pendataan,

pengolahan dan analisa data SIMRS atau lainnya sesuai dengan tujuan

dan sarana kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terkait dengan

pelayanan yang dilakukan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

sebagai aktor pelaksana dalam kebijakan ini sudah terlaksana dengan

baik. Hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan

oleh peneliti menyebutkan bahwa masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban merasa nyaman, percaya dengan

pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Selanjutnya itu proses pengolahan administrasi juga terlaksana sesuai

dengan yang diatur dalam petunjuk teknis kebijakan ini.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sejauh mana

tujuan kebijakan ini terlaksana. Dari hasil wawancara dengan pengguna

layanan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban mengungkapkan bahwa

menyambut dengan baik kebijakan ini. Dari penelitian yang dilakukan

oleh peneliti, pada tahap aplikasi dalam kebijakan ini seperti yang

dijelaskan oleh Jones dalam Widodo ( 2013:91) adalah penerpan dari

rencana implementasi kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya

kemudian diwujudkan secara realitas atau dalam bentuk nyata. Dari hasil

wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban dalam penerapan kebijakan PMK No 82

Page 368: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

159

Tahun 2013 tengtang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban melakukan aplikasi SIMRS yang digunakan untuk memudahkan

dalam pengelolahan data. Kemudian dalam pelayanan yang dilakukan

oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa nyaman. Yang

terakhir terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijakan juga sudah

tercapai, Hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas

diberlakukannya kebijakan ini.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi

Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

1. Faktor Pendukung

a. Pelaksana Kebijakan yang Kuat

Berdasarkan penilaian dari peneliti terkait kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban, salah satu yang menjadi faktor pendukungnya adalah adanya

dukungan dari pelaksana kebijakan. Hal ini dianggap menjadi faktor

pendukung dari kebijakan ini karena tanpa adanya dukungan yang kuat

dan kesadaran dari pelaksana maka pelayanan yng baik tidak akan

terlakasana.

Dengan dukungan dari pelaksana yang kuat, membuat kebijakan

ini terlaksana dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelayanan yang

Page 369: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

160

diberikan oleh RSUD Dr R Koesma yang maksimal kapada masyarakat.

Masyarakat pengguna layanan merasa terlayani dengan baik. Dengan

melihat hal ini peneliti memberikan pendapat bahwa dengan adannya

dukungan yang kuat dari pelaksana merupakan salah satu faktor yang

mendukung variabel sikap pelaksana dalam faktor mempengaruhi tingkat

keberhasilan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

b. Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait

Selain dukungan dar pelaksana yang kuat, peneliti menilai bahwa

adanya koordinasi yang baik dengan pihak yang terkait juga merupakan

salah satu faktor yang ada dalam implementasi kebijakan PMK No 82

Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban. Tanpa adanya aplikasi pendukung SIMRS maka proses

pengolahan data tidak akan berjalan dengan baik dengan pihak terkait

antar unit yang merupakan salh satu faktor pendukung dari variabel

komunikasi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan.

b). Faktor Penghambat

1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik

Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban diperlukan adanya peralatan seperti perangkat

komputer dan juga jaringan internet. Hal ini di perlukan untuk melakukan

proses pengolahan data pasien sebagai pengguna layanan di RSUD Dr R

Page 370: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

161

Koesma Kabupaten Tuban. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah

ketika internet yang digunakan tidak stabil sehingga pegawai dalam

melakukan input data untuk dilakukan Screaning menjadi memakan

waktu. Bahkan jika internet tidak dapat digunakan pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dilakukan secara manual

kemudian setelah internet kembali normal baru dilakukan proses

Screaning.

Edward III dalam Widodo ( 2013: 102) menyebutkan bahwa

sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung,

tanah, saranan yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan

pelayanan dalam implementasi kebijakan. Dari penjelasan tersebut jika

sumber daya peralatan dalam hal ini berupa komputer dan jaringan

internet tidak berjalan dengan baik atau masih ada kendala maka proses

implementasi kebijakan pun terganggu. Dari kendala tersebut peneliti

menilai bahwa pemeliharaan fasilitas jaringan internet yang kurang baik

menjadi kendala pada variabel sumber daya peralatan yang

mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan karena tanpa

adanya pemeliharaan dari peralatan/fasilitas yang ada maka

peralatan/fasilitas yang ada dapat mengalami kerusakan sehingga dapat

menghambat jalannya proses kebijakan.

Page 371: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

162

2.SDM

Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga

implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.

Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang

ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan

yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan

sebagainya dan masih adanya pegawai yang kurang disiplin. Hal ini perlu

diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD dr. R. Koesma yaitu

menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan yang profesional dengan

mengutamakan kepuasan pasien.

Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun tentang

SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam

pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-

beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam

implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan

tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.

Page 372: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

95

Page 373: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

163

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari

permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan

peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan

judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:

a. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri

Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka

mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi

dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan

SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16

Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka

Page 374: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

164

perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

(SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah

dikounikasikan baik Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.

b. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini

yaitu Bupati dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban.

Anggaran yang digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten

Tuban. Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga

telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP ( Standard Operating

Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.

c. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana

dengan baik yang ditandai dengan diberlakukannya kerjasama

antara pihak unit melalui SIMRS. Terkait dengan pencapaian

tujuan dari kebijkan juga sudah tercapai, hal ini terlihat dari

pendapat masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas diberlakukannya

kebijakan ini.

2. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban terdapat faktor pendukung dan penghambat, sebagai

berikut:

a. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang

kuat (2) adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait

Page 375: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

165

b. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan

jaringan internet yang kurang baik (2) SDM

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih

lanjut saran dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No

82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, sebagai berikut:

1. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang

kurang baik maka para staff perlu menstabilkan lagi jaringan

internet yang ada di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban

agar proses Screning tidak terhambat, dan perlu ditingkatkan

lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan

elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban.

2. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh

karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk

tenaga implementator masih kurang karena memberikan

pelayanan 24 jam dan masih adanya pegawai yang tidak

mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam menjalankan

tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam

menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat

dan perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus

pada tugas pokok dan fungsi saja namun mampu menjadi agen

Page 376: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

166

perubahan dalam masyarakat dan lingkungan rumah sakit. Dan

perlu di dateline/ diatur lagi dalam pembagian tugasnya sesuai

keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja sift supaya

tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan

atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih

ditingkatkan lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga

pada nantinya akan berpengaruh pada kepercayaan pelanggan.

Dan perlu di terapkan punishment bagi pihak yang melanggar

peraturan yang sudah diatur dalam keputusan Direktur RSUD

Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 377: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

167

BAB V

PENUTUP

C. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari

permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan

peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan

judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

3. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R

Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:

d. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri

Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka

mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi

dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan

SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16

Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka

Page 378: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

168

perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah dikounikasikan baik

Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.

e. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini yaitu Bupati

dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban. Anggaran yang

digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Direktur RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban juga telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP

( Standard Operating Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.

f. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana dengan baik yang

ditandai dengan diberlakukannya kerjasama antara pihak unit melalui

SIMRS. Terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijkan juga sudah

tercapai, hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di

RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas

diberlakukannya kebijakan ini.

4. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam

Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban terdapat

faktor pendukung dan penghambat, sebagai berikut:

c. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang kuat (2)

adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait

d. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan jaringan

internet yang kurang baik (2) SDM

D. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih lanjut saran

dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang

Page 379: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

169

SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten

Tuban, sebagai berikut:

3. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik maka

para staff perlu menstabilkan lagi jaringan internet yang ada di RSUD Dr

R Koesma Kabupaten Tuban agar proses Screning tidak terhambat, dan

perlu ditingkatkan lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan

elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R Koesma

Kabupaten Tuban.

4. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh karena

merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga implementator

masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam dan masih adanya

pegawai yang tidak mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam

menjalankan tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam

menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat dan

perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus pada tugas pokok

dan fungsi saja namun mampu menjadi agen perubahan dalam masyarakat

dan lingkungan rumah sakit. Dan perlu di dateline/ diatur lagi dalam

pembagian tugasnya sesuai keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja

sift supaya tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan

atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih ditingkatkan

lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga pada nantinya akan

berpengaruh pada kepercayaan pelanggan. Dan perlu di terapkan

punishment bagi pihak yang melanggar peraturan yang sudah diatur dalam

keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.

Page 380: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

167

DAFTAR PUSTAKA

Akadun, 2009. Teknologi Informasi Administrasi. Bandung: Alfabeta

Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:

CV.Alfabeta

Ashyar, 2008. Kinerja Pelayanan Publik ( Studi Penyelenggaraan

Pelayanan Ibadah Haji pada Kantor Departemen Aagan Kabupaten di

Sampang). Desertasi. FIA Universitas Brawijaya. Malang.

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Barata , Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta:

PT.Elex Media Komputindo.

Basrowi, Suwandi. 2008. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit

Rineka Cipta.

Darmadi, D & Sukidin. Administrasi Publik (Rudolf Chrysoekamto, Ed).

Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy. Washinton DC:

Congtetional Quater Press.

Glueck dan Jauch.R. 1994. Manajemen Strategis Kebijaksanaan

Perusahaan. Jakarta: Erlangga.

Gordon B. Davis, Kerangka Dasar System Informasi Manajemen Bagian I

Pengantar.

Husein, Muhammad Fakhri dan Amin Wibowo.2002. Sistem Informasi

Manajemen.

Indrajit, Richardus Eko. 2002. A.Electronic Government, Strategi

Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis

Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi

Islamy, Irfan. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,

Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Page 381: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

168

Jogiyanto, HM. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informas: Pendekatan

Terstruktur Teori dan Praktis Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi

James A Hall. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi Akutansi.

Jakarta: Salemba Empat.

Keban, Yeremias T, 2008, Enam Dimensi Strategis administrasi Publik;

Konsep Teori dan Isu. Yogyakarta; Gava Media.

Moleong, Lexy. J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.

Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.

Moleong, Lexy. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.

Nugroho, Eko. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan

Perkembangan. Yogyakarta:

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Ratminto, dkk. 2008. Manajemen Pelayanan; Pengembangan Model

Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Prima.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Raymond McLeod, Jr. System Informasi Manajemen, penerjemah: Hendra

Teguh SE,AK. editor: Hardi Sukardi MBA,Msc.,SE (MM – UI).

Siagian, 2002. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Siagian, 2014. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Scoot, George. M. 2004. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen.

Jakarta: Rajawali Pers.

Saleh, Akh Muwafik. 2010. Public Service Comminication. Malang:

UMM Press.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Page 382: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

169

Saldana, Milles Huberman. 2014. Qualitative Data Analysis: A Methods

Sourcebook Edition 3. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Sedarmayanti, 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi

dan Kepemimpinan Masa Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima dan

Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama.

Soenarko, 2000. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:

Elex Media Komputindo

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi .

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi

___________2012. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Andi UPP

AMP YKPN.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit AIPI

Bandung-Puslit KP2W Lemlit Unpad.

Widodo, Joko, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi

Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS

____________20013. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus

dan Revisi Terbaru.Yogyakarta: CAPS

Widodo, Joko. 2008. Analisis Kebijkan Publik. Malang: Bayu Media.

INTERNET

http://alpiyansuyadi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-system-informasi-

manajemen.html, diakses 28 Desember 2016 Pukul 08.30 WIB

(https://teorionline.wordpress.com/service/metodepengumpulan-

data/,diakses 30 Desember 2016 pukul 13.00 WIB

Page 383: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

170

http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2 Januari 2017

Pukul 08.13 WIB

http://www.rumahsakitpro.com/aplikasi-sistem-informasi-manajemen-

rumah-sakit-terpadu, diakses 2 Januari 2017 Pukul 12.20 WIB

https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2016/11/PMK-No.-82-ttg-Sistem-

Informasi-Manajemen-RS.pdf, diakses 3 januari 2017 Pukul 09.00 WIB

https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-

yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB

http://www.tubankab.go.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul

07.10 WIB

http://rsudkoesma.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul 18.00

WIB

PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG

Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi

dan Perizinan Rumah Sakit

Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Publik

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman

Standar Pelayanan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS).

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/313/OTDA tanggal 24

Januari 2011, tentang program nasional di bidang kesehatan.

Page 384: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

171

Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS

Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government

Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:

188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata

Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.