repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN...
Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3654/1/Wakhidatul%C2%A0Amani.pdf · IMPLEMENTASI KEBIJAKAN...
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013
TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
RUMAH SAKIT (SIMRS) DALAM MEWUJUDKAN
PELAYANAN PRIMA
(Studi pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
WAKHIDATUL AMANI
135030107113015
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
ii
MOTTO
Belajar dari kemarin, Hidup untuk sekarang, Berharap untu esok.
Dan hal yang penting jangan berhenti bertanya.
Life is Peace
(Wakhidatul Amani)
iii
PERSEMBAHAN
Untuk Ayahku Siswanto dan
Ibuku Aniyatul Khusna Tercinta
Untuk Adikku
Alm. Afton Aliman Huda Terkasih
Untuk Keluarga Besarku Terkasih
Untuk Teman dan
Sahabat-Sahabatku Tersayang
iv
v
vi
vii
RINGKASAN
Wakhidatul Amani, 2017, Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, 1) Drs. Romula Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo,
S.AP, M.AP
Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013
tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) ini dibentuk untuk
memberikan pelayanan sistem informasi dengan tujuan untuk memberikan
layanan informasi data dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah,
akurat, terpadu, aman dan efesien, khususnya untuk membantu dalam
mempelancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan dan menganalisa Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dan untuk mendeskripsikan dan menganalisa faktor
pendukung dan penghambat kebijakan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data menurut
Sugiono. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan
Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk meningkatkan kualitas pelayanan prima
di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban secara keseluruhan telah berjalan
dengan cukup baik karena adanya pelaksana kebijakan yang kuat, dan adanya
koordinasi yang baik dengan pihak terkait. Sedangkan yang menghambat kebijkan
ini adalah pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik, selain itu
juga sumber daya manusia.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit , Pelayanan Prima
viii
SUMMARY
Wakhidatul Amani, 2017, Implementation of the policy of the Minister of Health
No. 82 of 2013 About Hospital Management Information System In Actualize
Service Excellent In RSUD Dr R Koesma Tuban Regency, 1) Drs. Romula
Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo, S.AP, M.AP
The Policy of Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital
Management Information System was established to provide information system
services with the aim to provide data information services with more productive,
transparent, orderly, fast, easy, accurate, Safe and efficient, especially to assist in
surfing and facilitate the formation of policies in improving health services,
especially in the field of organization of hospitals in hospitals Dr. R Koesma
Tuban. The purpose of this study is to describe and analyze the Implementation of
Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management
Information System in realizing excellent service at Dr. R Koesma Hospital Tuban
Regency and to describe and analyze the supporting factors and inhibiting the
policy .
The research method used is descriptive research with qualitative
approach. Data analysis used is data analysis according to Sugiono. The research
was conducted by observation, interview and documentation.
The results of this study indicate that Policy Implementation of Minister of
Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management Information System
(SIMRS) to improve the quality of excellent service in Dr. R Koesma Hospital
Tuban Regency as a whole has been running quite well because of the
implementation of policies robust, and good coordination with related parties.
While that inhibits this policy is the maintenance of facilities and internet network
is not good, but also human resources.
Keywords: Iimplementation Policy, Hospital Management Information System,
Service Excellent
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, anugrah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (Simrs) Dalam Mewujudkan Pelayanan
Prima (Studi Pada Rsud Dr R Koesma Kabupaten Tuban).”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menyadari bahwa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sangat memberikan
pengaruh yang besar bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr.Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Universitas Brawijaya.
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
4. Bapak Drs. Romula Adiono, M.AP selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan segala kesabaran,
x
memberikan banyak ilmu, serta kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Nurjati Widodo, S.AP, M.AP selaku Dosen Pembimbing II,
yang telah mencurahkan perhatian, bimbingan, nasehat serta motivasi
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik atas Ilmu
yang telah diberikan, baik ilmu dalam perkuliahan maupun kehidupan
sehari-hari.
7. Orang Tua tercinta Ayah Siswanto dan Ummi Aniyatul Khusna. Dan
wali Abah Ali Rosyidi yang telah memberikan dukungan, do’a serta
selalu bekerja keras tanpa mengenal lelah memberikan dukungan
sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
8. Kepada Keluarga tercinta Kakek, Nenek, Paman, Tante dan Sepupu
Adek Afton yang selalu menyemangatiku.
9. Seluruh pegawai dan komponen yang ada di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban terimakasih telah membantu penulis dalam proses
penelitian.
10. Kepada Kepala SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Bapak
Nashrul Fatih, Amd. Bapak Maliki dan Bapak Adi selaku Hardware
SIMRS, Bapak Candra selaku Analis SIMRS, Bapak Taufiq selaku
jaringan SIMRS dan Bapak Irwan, Bapak Heri selaku Progammer
SIMRS yang telah membantu dalam penulis dalam proses penelitian.
xi
11. Kepada Para Sahabatku Mba Intan, Mb Nova , Yolanda, Naili, Pita,
Eni, Anifa, Ella, Rukfa, Wulan, Amelia, Mareta,Atin, Puput, Fidia,
Mba Ocha, Daning dan seluruh teman-teman FIA 2013, yang
menemani dan membantuku dalam suka maupun duka.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan motivasi bagi pihak
terkait yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila banyak
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Malang, 17 Mei 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
MOTTO .......................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................ iii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................ iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................................. vii
SUMMARY .................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 11
D. Konstribusi Penelitian ......................................................................... 11
E. Sistematika Penelitian ......................................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................... 15
A. Administrasi Publik dan Kebijakan Publik ......................................... 15
1. Pengertian Administrasi Publik..................................................... 15
2. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 16
3. Tahap-Tahap Kebijakan Publik..................................................... 19
B. Implementasi Kebijakan...................................................................... 21
1. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................................. 21
2. Proses Implementasi Kebijakan .................................................... 24
3. Model Implementasi Kebijakan Publik ......................................... 30
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi
Kebijakan ...................................................................................... 44
C. E- Government .................................................................................... 46
1. Pengertian E-Government ............................................................. 46
2. Manfaat E-Government ................................................................. 47
3. Prinsip-Prinsip E-Government ...................................................... 49
D. Sistem Informasi Manajemen ............................................................. 51
1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem
Informasi Manajemen, Rumah Sakit ............................................ 51
E. Pelayanan Publik ................................................................................. 69
xiii
1. Pengertian Pelayanan Publik ......................................................... 69
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik ................................................. 70
3. Standar Pelayanan Publik .............................................................. 71
F. Pelayanan Prima ................................................................................ 73
1. Strategi .......................................................................................... 73
2. Pelayanan Prima ............................................................................ 75
3. Strategi Pelayanan Prima .............................................................. 77
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 81
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 81
B. Fokus Penelitian .................................................................................. 82
C. Lokasi dan Situs penelitian ................................................................. 83
D. Sumber Data dan Jenis data ................................................................ 84
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 87
F. Instrumen Penelitian............................................................................ 89
G. Keabsahan Data ................................................................................... 90
H. Analis Data .......................................................................................... 91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 95
1. Profil Kabupaten Tuban ................................................................................. 95
a. Sejarah ...................................................................................................... 95
b. Lambang Daerah ...................................................................................... 98
c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban .............................................................. 101
d. Keadaan Geografis Kabupaten Tuban ...................................................... 102
e. Keadaan Demografi Kabupaten Tuban .................................................... 103
2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ............................ 105
a. Sejarah Singkat RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ......................... 105
b. Visi, Misi, Tujuan dan Motto serta Nilai ................................................. 108
c. Struktur Organisasi .................................................................................. 112
B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian ................................................................... 113
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 113
a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 114
b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 121
c. Tahap Aplikasi............................................................................................ 138
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban ..................................................................... 147
a. Faktor Pendukung .................................................................................... 147
b. Faktor Penghambat ................................................................................... 149
C. Pembahasan dan Analisis Data ............................................................................ 151
xiv
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 151
a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 153
b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 155
c. Tahap Aplikasi .......................................................................................... 157
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.......................................................... 159
a. Faktor Pendukung .................................................................................... 159
b. Faktor Penghambat ................................................................................... 160
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 163
B. Saran ..................................................................................................................... 165
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 167
LAMPIRAN ................................................................................................................... 172
xv
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban ................................................. 112
2. Uraian Tugas Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma ............................. 126
3. Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif .................................................... 134
4. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu tentang
Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban....................................................................................................... 145
5. Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang Pelayanan
Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban....................................................................... 145
2
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS fungsional.. 8
2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn .................... 34
3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .......................... 44
4. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian Dan Sabatier ................... 46
5. Model Implementasi Kebijakan M. S. Grindle ...................................... 48
6. Analisis Data Model Interaktif Miles Huberman dan Saldana ............... 99
7. Lambang Daerah Tuban ........................................................................ 105
8. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban ........................................ 110
9. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ................. 119
10. Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS ............................. 125
11. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. ..................................................................................................... 130
12. Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma .................................. 131
13. Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma ................................... 132
14. Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma ................................. 133
15. Sarana dan Prasarana dan jaringan internet ............................................ 145
16. Tampilan aplikasi SIMRS ...................................................................... 147
17. Staff yang mengelola data ...................................................................... 147
18. Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ........... 148
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN (PMK) NO 82 TAHUN 2013
TENTANG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
RUMAH SAKIT (SIMRS) DALAM MEWUJUDKAN
PELAYANAN PRIMA
(Studi pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
WAKHIDATUL AMANI
135030107113015
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
ii
MOTTO
Ilmu tanpa Agama Buta, Agama Tanpa Ilmu Lumpuh
(Albert Einstein)
Belajar dari kemarin, Hidup untuk sekarang, Berharap untu esok.
Dan hal yang penting jangan berhenti bertanya.
Life is Peace
(Wakhidatul Amani)
iii
Persembahan..........
Untuk Ayahku Siswanto dan
Ibuku Aniyatul Khusna Tercinta
Untuk Adikku
Alm. Afton Aliman Huda Terkasih
Untuk Keluarga Besarku Terkasih
Untuk Teman dan
Sahabat-Sahabatku Tersayang
iv
RINGKASAN
Wakhidatul Amani, 2017, Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, 1) Drs. Romula Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo,
S.AP, M.AP
Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013
tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) ini dibentuk untuk
memberikan pelayanan sistem informasi dengan tujuan untuk memberikan
layanan informasi data dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah,
akurat, terpadu, aman dan efesien, khususnya untuk membantu dalam
mempelancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan dan menganalisa Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dan untuk mendeskripsikan dan menganalisa faktor
pendukung dan penghambat kebijakan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data menurut
Sugiono. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan
Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk meningkatkan kualitas pelayanan prima
di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban secara keseluruhan telah berjalan
dengan cukup baik karena adanya pelaksana kebijakan yang kuat, dan adanya
koordinasi yang baik dengan pihak terkait. Sedangkan yang menghambat kebijkan
ini adalah pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik, selain itu
juga sumber daya manusia.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit , Pelayanan Prima
v
SUMMARY
Wakhidatul Amani, 2017, Implementation of the policy of the Minister of Health
No. 82 of 2013 About Hospital Management Information System In Actualize
Service Excellent In RSUD Dr R Koesma Tuban Regency, 1) Drs. Romula
Adiono, M.AP 2) Nurjati Widodo, S.AP, M.AP
The Policy of Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital
Management Information System was established to provide information system
services with the aim to provide data information services with more productive,
transparent, orderly, fast, easy, accurate, Safe and efficient, especially to assist in
surfing and facilitate the formation of policies in improving health services,
especially in the field of organization of hospitals in hospitals Dr. R Koesma
Tuban. The purpose of this study is to describe and analyze the Implementation of
Minister of Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management
Information System in realizing excellent service at Dr. R Koesma Hospital Tuban
Regency and to describe and analyze the supporting factors and inhibiting the
policy .
The research method used is descriptive research with qualitative
approach. Data analysis used is data analysis according to Sugiono. The research
was conducted by observation, interview and documentation.
The results of this study indicate that Policy Implementation of Minister of
Health Regulation No. 82 of 2013 on Hospital Management Information System
(SIMRS) to improve the quality of excellent service in Dr. R Koesma Hospital
Tuban Regency as a whole has been running quite well because of the
implementation of policies robust, and good coordination with related parties.
While that inhibits this policy is the maintenance of facilities and internet network
is not good, but also human resources.
Keywords: Iimplementation Policy, Hospital Management Information System,
Service Excellent
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, anugrah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (Simrs) Dalam Mewujudkan Pelayanan
Prima (Studi Pada Rsud Dr R Koesma Kabupaten Tuban).”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menyadari bahwa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sangat memberikan
pengaruh yang besar bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr.Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Universitas Brawijaya.
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
4. Bapak Drs. Romula Adiono, M.AP selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan segala kesabaran,
vii
memberikan banyak ilmu, serta kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Nurjati Widodo, S.AP, M.AP selaku Dosen Pembimbing II,
yang telah mencurahkan perhatian, bimbingan, nasehat serta motivasi
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik atas Ilmu
yang telah diberikan, baik ilmu dalam perkuliahan maupun kehidupan
sehari-hari.
7. Orang Tua tercinta Ayah Siswanto dan Ummi Aniyatul Khusna. Dan
wali Abah Ali Rosyidi yang telah memberikan dukungan, do’a serta
selalu bekerja keras tanpa mengenal lelah memberikan dukungan
sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
8. Kepada Keluarga tercinta Kakek, Nenek, Paman, Tante dan Sepupu
Adek Afton yang selalu menyemangatiku.
9. Seluruh pegawai dan komponen yang ada di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban terimakasih telah membantu penulis dalam proses
penelitian.
10. Kepada Kepala SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Bapak
Nashrul Fatih, Amd. Bapak Maliki dan Bapak Adi selaku Hardware
SIMRS, Bapak Candra selaku Analis SIMRS, Bapak Taufiq selaku
jaringan SIMRS dan Bapak Irwan, Bapak Heri selaku Progammer
SIMRS yang telah membantu dalam penulis dalam proses penelitian.
viii
11. Kepada Para Sahabatku Mba Intan, Mb Nova , Yolanda, Naili, Pita,
Eni, Anifa, Ella, Rukfa, Wulan, Amelia, Mareta,Atin, Puput, Fidia,
Mba Ocha, Daning dan seluruh teman-teman FIA 2013, yang
menemani dan membantuku dalam suka maupun duka.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan motivasi bagi pihak
terkait yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila banyak
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Malang, 17 Mei 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
MOTTO .......................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................ iii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................ iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................................. vii
SUMMARY .................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 11
D. Konstribusi Penelitian ......................................................................... 11
E. Sistematika Penelitian ......................................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................... 15
A. Administrasi Publik dan Kebijakan Publik ......................................... 15
1. Pengertian Administrasi Publik..................................................... 15
2. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 16
3. Tahap-Tahap Kebijakan Publik..................................................... 19
B. Implementasi Kebijakan...................................................................... 21
1. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................................. 21
2. Proses Implementasi Kebijakan .................................................... 24
3. Model Implementasi Kebijakan Publik ......................................... 30
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi
Kebijakan ...................................................................................... 44
C. E- Government .................................................................................... 46
1. Pengertian E-Government ............................................................. 46
2. Manfaat E-Government ................................................................. 47
3. Prinsip-Prinsip E-Government ...................................................... 49
D. Sistem Informasi Manajemen ............................................................. 51
1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem
Informasi Manajemen, Rumah Sakit ............................................ 51
E. Pelayanan Publik ................................................................................. 69
x
1. Pengertian Pelayanan Publik ......................................................... 69
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik ................................................. 70
3. Standar Pelayanan Publik .............................................................. 71
F. Pelayanan Prima ................................................................................ 73
1. Strategi .......................................................................................... 73
2. Pelayanan Prima ............................................................................ 75
3. Strategi Pelayanan Prima .............................................................. 77
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 81
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 81
B. Fokus Penelitian .................................................................................. 82
C. Lokasi dan Situs penelitian ................................................................. 83
D. Sumber Data dan Jenis data ................................................................ 84
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 87
F. Instrumen Penelitian............................................................................ 89
G. Keabsahan Data ................................................................................... 90
H. Analis Data .......................................................................................... 91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 95
1. Profil Kabupaten Tuban ................................................................................. 95
a. Sejarah ...................................................................................................... 95
b. Lambang Daerah ...................................................................................... 98
c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban .............................................................. 101
d. Keadaan Geografis Kabupaten Tuban ...................................................... 102
e. Keadaan Demografi Kabupaten Tuban .................................................... 103
2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ............................ 105
a. Sejarah Singkat RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ......................... 105
b. Visi, Misi, Tujuan dan Motto serta Nilai ................................................. 108
c. Struktur Organisasi .................................................................................. 112
B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian ................................................................... 113
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 113
a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 114
b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 121
c. Tahap Aplikasi............................................................................................ 138
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban .......................................................................... 147
a. Faktor Pendukung .................................................................................... 147
b. Faktor Penghambat ................................................................................... 149
C. Pembahasan dan Analisis Data ............................................................................ 151
xi
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 Tentang SIMRS Dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban .. 151
a. Tahap Interpretasi ..................................................................................... 153
b. Tahap Pengorganisasian ........................................................................... 155
c. Tahap Aplikasi .......................................................................................... 157
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 Tentang SIMRS Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban .............................................................................. 159
a. Faktor Pendukung .................................................................................... 159
b. Faktor Penghambat ................................................................................... 160
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 163
B. Saran ..................................................................................................................... 165
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 167
LAMPIRAN ................................................................................................................... 172
xv
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban ................................................. 112
2. Uraian Tugas Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma ............................. 126
3. Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif .................................................... 134
4. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu tentang
Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban....................................................................................................... 145
5. Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang Pelayanan
Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban....................................................................... 145
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS fungsional.. 8
2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn .................... 34
3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .......................... 44
4. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian Dan Sabatier ................... 46
5. Model Implementasi Kebijakan M. S. Grindle ...................................... 48
6. Analisis Data Model Interaktif Miles Huberman dan Saldana ............... 99
7. Lambang Daerah Tuban ........................................................................ 105
8. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban ........................................ 110
9. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ................. 119
10. Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS ............................. 125
11. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. ..................................................................................................... 130
12. Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma .................................. 131
13. Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma ................................... 132
14. Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma ................................. 133
15. Sarana dan Prasarana dan jaringan internet ............................................ 145
16. Tampilan aplikasi SIMRS ...................................................................... 147
17. Staff yang mengelola data ...................................................................... 147
18. Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ........... 148
2
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Direktorat
Jenderal yang menyelenggarakan urusan di bidang bina upaya kesehatan
Kementerian Kesehatan membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan
terbarukan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan
kebijakan secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Rumah Sakit sering mengalami
kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun
eksternal, Sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang
efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel.
Salah satu bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan
memanfaatkan teknologi informasi melalui penggunaan sistem Sistem Informasi
berbasis komputer. Pesatnya kemajuan teknologi di bidang informasi telah
melahirkan perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam kaitan ini, peran dan fungsi pelayanan data dan informasi yang
dilaksanakan oleh Rumah Sakit sebagai salah satu unit kerja pengelola
3
data dan Informasi dituntut untuk mampu melakukan berbagai penyesuaian dan
perubahan. Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data
dan informasi dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat,
terpadu, aman dan efisien, khususnya membantu dalam memperlancar dan
mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan sistem pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk sistem
informasi manajemen rumah sakit. Banyak Rumah Sakit yang telah berupaya
untuk membangun dan mengembangkan sistem informasi, namun sebagian
mengalami kegagalan, dan sebagian Rumah Sakit memilih untuk melakukan
kerja sama operasional (outsourcing) dengan biaya yang relatif besar yang pada
akhirnya ikut membebani biaya kesehatan bagi pasien/masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang
menyelenggarakan urusan di bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan memandang perlunya membangun kerangka acuan kerja (framework)
dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi Rumah Sakit yang
bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di
Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan
Rumah Sakit di Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan,
mengimplementasi dan memelihara sendiri. Sehingga akan terdapat
keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.
4
Menurut para pakar mengenai seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81)
bahwa administrasi publik berkaitan dengan hukum, dan pemberian layanan
kepada umum. Sebisa mungkin kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif,
efisien, dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat
diketahui bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara
hasrat dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik
bermuara pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang
dikemukakan Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu
konteks yang merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi
pelayanan publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah
harus lebih responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan
dibutuhkan masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian
pelayanan publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan
publik merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang
hendak dicapai dalam administrasi publik.
Salah satu sektor yang harus ditangani dalam pelayanan publik adalah
sektor kesehatan. Kesehatan sangat penting untuk menunjang proses
pembangunan, hal ini dikarenakan kesehatan sebagai prasyarat, indikator, dan
hasil sebuah kemajuan dalam pembangunan negara. Penanggung jawab utama
pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan adalah pemerintah. Hal ini dikarenakan
kesehatan warga negara menjadi program nasional dan merupakan pelayanan
dasar yang essensial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyebutkan bahwa
5
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Jelas bahwa kesehatan adalah hal penting yang diperoleh
setiap individu serta menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin agar setiap
warga negaranya untuk hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait bidang kesehatan
adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semenjak adanya Undang-Undang ini
dibuatlah beberapa program pendukung layanan kesehatan masyarakat seperti
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bahkan daerah ada
Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA). Namun dalam perkembangannya
saat ini semua jaminan kesehatan itu di integrasikan menjadi satu yaitu menjadi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemudian untuk mendukung dan
menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasioanal (JKN) disahkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
120/313/OTDA tanggal 24 Januari 2011, program nasional di bidang kesehatan
meliputi : Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program
lingkungan sehat, program lingkungan sehat, program upaya kesehatan
masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit, program
perbaikan gizi masyarakat, program sumber daya kesehatan, program obat dan
6
pembekalan kesehatan, dan program kebijakan manajemen kesehatan
masyarakat.
Aplikasi SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No 82 tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah
Sakit. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah sebuah sistem
informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses
manajemen Rumah Sakit, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk
pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia,
penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh
manajemen. Produk yang diberikan adalah Enterprise Hospital System adalah
sistem yang terintegrasi pada semua modul dan telah dipakai di beberapa Rumah
Sakit Daerah, baik yang telah berstatus Badan Layanan Umum (BLU) maupun
belum. SIMRS ini didesain dengan teknologi informasi terbaru dan interface
yang menarik sehingga mudah digunakan.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan salah satu
subsistem penting dalam pelayanan rumah sakit. Keberadaan dan fungsionalitas
SIMRS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi seluruh pelanggan
rumah sakit, baik pasien, dokter, perawat, seluruh SDM lainnya, pihak
manajemen, mitra RS sampai dengan pemangku kepentingan. Melalui SIMRS,
setiap transaksi akan dicatat, diolah dan digunakan untuk mendukung pelayanan
yang tepat. Data yang terkumpul selanjutnya diolah sesuai dengan kaidah
pengetahuan agar dapat membantu para pengambil keputusan (baik klinis
7
maupun manajemen) dalam membuat keputusan terbaik bagi pasien dan
manajemen rumah sakit.
Seiring dengan perkembangan teknologi, istilah SIMRS selalu berasosiasi
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak mungkin
menerapkan SIMRS di era seperti sekarang tanpa investasi perangkat keras,
perangkat lunak, sistem basis data, jaringan, SDM yang handal serta manajemen
RS yang komitmen dalam mengembangkannya. Di era JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional), rumah sakit yang tidak memiliki SIMRS tidak dapat bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Mulai dari verifikasi peserta sampai dengan pembuatan
transaksi klaim, rumah sakit harus memiliki infrastruktur agar dapat mengakses
server kepesertaan BPJS Kesehatan serta menggunakan aplikasi klaim InaCBG
atau yang digunakan sebagai pola pembayaran di fasilitas kesehatan tingkat
lanjut (FKTL). Seiring dengan kemajuan dan perkembangan RS, teknologi
SIMRS juga akan semakin maju dan kompleks. Di sinilah akan bermunculan
tawaran penggunaan berbagai subsistem lain seperti misalnya LIS (laboratory
information system), RIS (radiology information system), PACS (Picture
Archiving and Communication System), electronic prescribing dan lain
sebagainya. Pada titik inilah, era electronic medical record (rekam medis
elektronik) atau lebih jauh lagi electronic health record (rekam kesehatan
elektronik) mulai hadir. Oleh karena itu, kunci utama untuk memasuki
era EMR/EHR (Electronic Medical Record/Electronic Health Record) adalah
keberadaan SIMRS.
8
Data yang dikumpulkan oleh Kemenkes melalui SIRS (sistem informasi
rumah sakit), pedoman bagi rumah sakit untuk melakukan pencatatan dan
pelaporan rutin, sampai dengan akhir November 2016 melaporkan bahwa 1257
dari 2588 (atau sekitar 48%) rumah sakit di Indonesia telah memiliki SIMRS
yang fungsional. Untuk itu ada yang tidak fungsional atau sudah memiliki
SIMRS namun tidak dapat dijalankan. Ada 128 rumah sakit (5%) yang
melaporkan sudah memiliki SIMRS namun tidak berjalan secara fungsional.
Ternyata, masih terdapat 425 rumah sakit (16%) yang belum memiliki SIMRS.
Namun demikian, masih terdapat 745 rumah sakit (28%) yang tidak melaporkan
apakah sudah memiliki SIMRS atau belum.
Berdasarkan gambar 1, peneliti bisa melihat bahwa secara jumlah SIMRS
fungsional banyak ditemukan di RS tipe C (597 RS) disusul oleh RS tipe B
(267). Namun dari sisi proporsinya, SIMRS yang fungsional lebih banyak
ditemukan di RS tipe A (79%) dan RS tipe B (73%).
9
Gambar 1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS
fungsional (sumber: olahan dari SIRS November 2016)
https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-
yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB.
Implikasi kebijakan dengan memperhatikan fakta di atas, apa implikasinya
bagi kebijakan kesehatan?
1). Informasi di atas merupakan data dasar penting bagi kebijakan
pengembangan rumah sakit Indonesia yang perlu terus dipantau
perkembangannya. Kementerian Kesehatan harus berani menerapkan target
keberadaan SIMRS fungsional pada 100% rumah sakit di Indonesia.
2). Kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan menerapkan SIMRS.
Rumah sakit tipe A dan B, dengan asumsi memiliki sumber daya (finansial dan
SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk memiliki SIMRS yang
fungsional. Pada kelompok ini, kebijakan untuk mendorong RS tersebut
memasuki era EMR/EHR perlu ditingkatkan lagi.
10
3). Kelompok rumah sakit tipe C dan D adalah populasi rumah sakit yang terbesar
di Indonesia. Pada kelompok inilah juga ditemukan lebih besar SIMRS yang
tidak fungsional. Diperlukan kebijakan efektif agar dapat menjamin RS
menerapkan SIMRS secara berhasil. Berbagai tantangan pada kelompok ini
perlu diidentifikasi untuk selanjutnya dicarikan solusi. Solusi bisa berasal dari
berbagai jurusan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemilik rumah sakit,
mitra akademis, vendor, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lain
sebagainya.
4). Masih banyak rumah sakit yang belum memiliki SIMRS fungsional karena
statusnya memang belum berkelas. Melekatkan keberadaan SIMRS dengan
sistem akreditasi dan registrasi rumah sakit bisa menjadi alternatif agar
pencapaian 100% SIMRS fungsional dapat terwujud.
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dengan Tipe Kelas B adalah salah
satu rumah sakit yang menerapkan SIMRS untuk meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)
tentunya tidak luput dari berbagai kendala pelaksanaan baik itu di tingkat
kabupaten maupun kota. Seperti halnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban masih memiliki permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya
manusia yaitu permasalahan tentang kesesuaian tenaga kerja dengan tugas pokok
dan fungsi di bagiannya masing-masing. Namun tentunya faktor-faktor terkait
pengimplementasian kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang
berkaitan dengan sumber daya manusia, baik dari tenaga operasional pengelola
11
data di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, maupun tenaga pelaksana di
RSUD yang turut mempengaruhi tingkat efektivitas dari keseluruhan
implementasi SIMRS itu sendiri akan terus dikaji dan berusaha untuk
ditingkatkan lagi dengan inovasi-inovasi baru.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, dimana pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk
atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Berjalannya undang-undang tersebut, maka
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab dalam
memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk
pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, maka dari itu
diperlukan bentuk pelayanan prima pad RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?
12
2. Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mendeskripskan dan menganalisis Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan
penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
D. Konstribusi Penelitian
Dari segi akademis maupun praktis, diharapkan penelitian ini bisa
memberi manfaat dan konstribusi bagi pihak yang berkepentingan, antara
lain:
13
1. Konstribusi Akademis
a. Bagi mahasiswa
1). Penelitian ini diharapkan mampu melatih dan menerapkanteori yang
telah didapatkan sebelumnya, serta meningkatkan kemampuan fikir
dalam pengetahuan khususnya tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit dan Pelayanan Prima
2). Penelitian ini bisa juga dijadikan referensi bagi calon peneliti lain
sebagai perbandingan dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
b. Bagi perguruan tinggi
1).Sebagai bahan sumbangan pemikiran dan kajianpengembangan Ilmu
Administrasi Publik tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
dan Pelayanan Prima.
2). Sebagai bahan pustaka untuk mengadakan penelitian lanjutan
mengenai Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan Pelayanan
Prima.
2. Konstribusi Praktis
a. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr R Koesma Tuban untuk mengetahui implementasi
kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit secara tepat.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagi alat evaluasi dari
implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
dalam rangka mewujudkan Pelayanan Prima pada Rumah Sakit Umum
Daerah Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
14
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ditujukan untuk
mempermudah dalam memberikan gambaran umum secara keseluruhan
mengenai isi dari penelitian dan telah disesuaikan dengan peraturan dari
akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, yaitu sebagai
berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan membahas mengenai latar belakang pemikiran penelitian
yang berisi dasar pemikiran penulis untuk mengetahui implementasi
kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam mewujudkan
Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Selain itu,
pada bab ini berisi rumusan masalah yang hendak diteliti oleh peneliti,
tujuan penelitian, konstribusi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan
mendasari peneliti untuk melakukan analisa dalam pembahasan yang
berkaitan dengan judul atau tema yang peneliti angkat.
BAB III: METODE PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang
akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan untuk
melakukan penelitian, yang mencakup: jenis penelitian, fokus penelitian,
15
lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian, dan analisis data.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian
yang mencakup penyajian data dan analisis data yang diperoleh peneliti
selama melakukan penelitian serta memaparkan interpretasi hasil analisis
data penelitian.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini, akan berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
berdasarkan pembahasan dan interpretasi hasil analisis data penelitian.
Dalam bab ini juga akan dipaparkan saran-saran peneliti yang sesuai dengan
kesimpulan yang telah peneliti uraikan sebelumnya.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Adinistrasi Publik dan Kebijakan Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Menurut Indradi (2010:1) Administrasi Publik, berasal dari dua kata, yakni
administrasi dan publik. Ditinjau dari asal kata, terdapat beberapa pengertian
istilah administrasi. Pertama, kata “administrasi” berasal dari kata
“administrate” (latin: ad = pada, ministrare = melayanani). Dengan demikian
ditinjau dari asal kata, administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada.”
Kedua, kata “administrasi” berasal dari kata “administration” (to
administer). Kata to administer dapat berarti to manage (mengelola) dan to
direct (menggerakkan). ini berarti administrasi merupakan kegiatan
mengelola atau menggerakkan. ketiga kata “administrasi” berasal dari bahasa
Belanda “administratie” yang pengertiannya mencakup stelselmatige
verkrijging en verweking van gegeven (tata usaha), bestuur (manajemen
organisasi) dan beheer (manajemen sumberdaya).
Perkembangan ilmu administrasi publik saat ini banyak para pakar
memberikan rumusan mengenai pengertian administrasi publik, antara lain
seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81) bahwa administrasi publik berkaitan
dengan hukum, dan pemberian layanan kepada umum. Sebisa mungkin
kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif, efisien
17
dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat diketahui
bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara hasrat
dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik bermuara
pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang dikemukakan
Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu konteks yang
merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi pelayanan
publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah harus lebih
responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan
masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian pelayanan
publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan publik
merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang hendak
dicapai dalam administrasi publik.
1. Pengertian Kebijakan Publik
Didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pasti tidak dapat
lepas dari apa yang disebut dengan kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan
tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial, kesehatan,
perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidanglainnya yang
menyangkut tujuan hidup masyarakat. Menurut Thomas R. Dye dalam
Subarsono (2005: 2) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah “ Apapun
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”. Konsep
tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak
dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah
ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.
18
Pemerintah memiliki peran yang sentral dalam menghadapi
permasalahan publik sehingga pada kondisi tidak melakukan sesuatu pun
dianggap sebagai sebuah kebijakan. Walaupun bahwa kebijakan publik
dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor luar pemerintah. Definisi
kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa:
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
oragnisasi swasta;
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau
tidak dilakukan oleh badan pemerintahan. Kebijakan pemerintah
untuk membuat program baru atau tetap sama.
Menurut Islamy (2009: 20) menyimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan
tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat pada hakekatnya kebijakan
publik mendasarkan pada paham bahwa kebijakan publik harus mengabdi
kepada kepentingan masyarakat. Dari kesimpulan tersebut memiliki
implikasi bahwa :
a. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan
tindakan-tindakan pemerintah.
b. Kebijakan publik itu tidak hanya cukup dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk nyata.
c. Kebijakan publik untuk memerlukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud tertentu.
19
d. Bagi kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah segala tindakan yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemerintah dalam menghadapi permasalahan masyarakat secara luas dan
berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku. Setiap kebijakan
publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang berorientasi pencapian tujuan
maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari keduanya. Secara
padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006:31) menjelaskan
tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik adalah
dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian
dengan public goods (barang publik) maupun public service (jasa publik).
Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan
kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik. Berdasarkan teori yang
dikemukakan Bromley dalam Tachjan (2006:17), kebijakan publik
memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan,
yaitu: policy level, organizational level, operational level.
Suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga yudikatif
dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh lembaga
eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh satuan
pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian. Pada masing-
masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional
arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat
20
hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara
pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan
kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola
pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan
tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang
ditetapkan akan ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik
(feedback) bagi semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah
perbaikkan atau peningkatan kebijakan.
Tachjan (2006:19) menyimpulkan bahwa pada garis besarnya siklus
kebijakan publik terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu:
1. Perumusan kebijakan
2. Implementasi kebijakan serta
3. Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan.
Jadi efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan oleh proses
kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga
aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas
serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu
masalah publik atau tujuan tertentu tercapai.
1. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik adalah hal yang rumit dan
penuh dengan banyak pertimbangan karena dalam proses ini banyak
melihatkan variabel-variabel yang harus dikaji lebih mendalam.
21
Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan ini harus dibagi menjadi
beberapa tahap yang akan memudahkan peneliti dalam mempelajari
kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik sebagaimana telah
digambarkan melalui tahapan atau proses yang cukup panjan. Menurut
Thomas R. Dye dalam Widodo (2008: 16-17), tahapan kebijakan
publik meliputi beberapa hal berikut:
1. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)
Identifikasi masalah dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang
menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.
2. Penyusunan agenda (agenda setting)
Penyusunan agenda merupakan aktivitas memfokuskan perhatian
pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang
akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu.
3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)
Perumusan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan
melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui
organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,
birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif.
4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)
Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik,
kelompok penekan, presiden, dan kongres.
5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran
publik, aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.
6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)
Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri,
konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat.
Proses kebijakan sebgaimana telah dikemukakan sebelumnya
merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bagaimana (a) masalah
dirumuskan, (b) agenda kebijakan yang ditentukan, (c) keputusan yang
diambil, (e) kebijakan dilaksanakan, (f) kebijakan dievaluasi.
22
B. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Nugroho (2011: 618) implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya. Implementasi
kebijakan publik merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang apabila dikaitkan dengan
kebijakan yaitu bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu
dibuat dalam suatu bentuk positif, seperti undang-undang(UU) dan kemudian
berhenti dan tidak diimplementasikan. Tetapi sebuah kebijakan harus
dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan
yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan
agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi
kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi
publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya
diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna
meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam
Budi Winarno (2012:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik
sebagai:
”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup
usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-
23
tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan
sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai
implementasi kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tahap
yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap
yang bersifat teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa:
”Policy implementation is the application by government`s
administrative machinery to the problems. Kemudian Edward III
(1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage
of policy making between establishment of a policy…And the
consequences of the policy for the people whom it affects”.
Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006:25) menyimpulkan bahwa
implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang
dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di
antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang
bersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang
sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan
menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak
kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan
oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa:
24
“The execution of policies is as important if not more important
than policy making. Policy will remain dreams or blue prints
jackets unless they are implemented”.
Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal
dua pendekatan yaitu: Pendekatan top down yang serupa dengan
pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan
pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market
approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command
and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat
dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top
down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan)
yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level
bureaucrat).
Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom
up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi
warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan
yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga
setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu
melibatkan masyarakat secara partisipastif. Tachjan (2006:26) menjelaskan
tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada
yaitu:
1.Unsur pelaksana
2.Adanya program yang dilaksanakan serta
25
3.Target group atau kelompok sasaran.
Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan
Dimock &Dimock dalam Tachjan (2006:28) sebagai berikut:
”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran
organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi
organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan
program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan
operasional, pengawasan serta penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik
adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam
Tachjan (2006:27):
”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs
and policies and have varying degrees of importance in other
stages of the policy process. In policy and program formulation
and legitimation activities, bureaucratic units play a large role,
although they are not dominant”.
Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam
implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan
penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar
namun tidak dominan.
2. Proses Implementasi Kebijakan
Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94) mengatakan bahwa
proses implementasi suatu kebijakan publik mencakup tahap interpretasi,
tahap pengorganisasian, dan tahap aplikasi, berikut penjelasan proses
implementasi kebijakan publik:
26
a. Tahap Interpretasi
Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan strategis akan
dijabarkan dalam kebijakan manajerial dan kebijakan manajerial akan
dijabarkan dalam kebijakan teknis operasiona. Kebijakan umum atau
kebijakan strategis diwujudkan dalam peraturan daerah (PERDA) yang
dibuat bersama-sama antara lembaga legislatif (DPRD) dan lembaga
eksekutif pemerintah daerah (PEMDA). Kebijakan manajerial
diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan kepala daerah (Bupati
atau Walikota) dan kebijakan teknis operasional diwujudkan dalam
bentuk kebijakan kepala dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai
unsur pelaksana teknis PEMDA.
Aktivitas interpretasi kebijakan tadi tidak sekedar menjabarkan
sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang
bersifat lebih operasional, tetapi juga diikuti dengan kegiatan
mengkomunikasikan kebijakan (sosialisai) agar seluruh masyarakat
(stakeholder) dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah,
tujuan, dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini
perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat,
baik lngsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tadi. Tidak
saja mereka menjadi tahu dan paham tentang apa yang menjadi arah,
tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi yang lebih penting mereka akan
27
menerima, mendukung dan bahkan mengamankan pelaksanaan
kebijakan tadi.
b. Tahap Pengorganisasian
Tahapan pengorganisasian lebih mengarah pada proses kegiatan
pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan
(penentuan lembaga organisasi mana yang akan melaksanakan, siapa
pelakunya); penetapan anggaran (beapa besarnya anggaran yang
diperlukan, dari mana sumbernya, bagaimana menggunakan, dan
mempertanggungjawabkan); penetapan sarana dan prasarana apa yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja (juklak
dan juklis) dan penetapan manajemen pelaksana kebijakan termasuk
penataan pola kepemimpinan dan koordinasi kebijakan.
1).Pelaksana kebijakan
Pelaksana kebijakan sangat bergantung kepada jenis kebijakan
apa yang akan dilaksanakan, namun setidaknya dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a. Dinas, Badan, Kantor, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan
Pemda.
b. Sektor Swasta
c. Lembaga Masyarakat
d. Komponen Masyrakat
28
Penetapatan pelaku kebijakan bukan sekedar menetapkan
lembaga mana yang melaksanakan dan siapa yang melaksanakan, tetapi
juga menetapkan tugas pokok, fungsi, dan kewenanagan dan tanggung
jawab dari masing-masing pelaku kebijakan tersebut.
2). Standar Operasional Prosedur (SOP)
Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standard Operational
Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk tuntutan referensi bagi
para pelaku kebijakan agar mereka mengetahui apa yang harus
disiapkan dan lakukan, siapa sasarannya, dan hasil apa yang ingin
dicapai dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, SPO dapat pula
digunakan untuk mencegah timbulnya perbedaan dalam bersikap dan
bertindak ketika dihadapkan pada permaslahan yang timbul pada saat
mereka melaksanakan kebijakan. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang
dibuat perlu dibuat prosedur tetap atau prosedur baku berupa standar
prosedur operasi atau sandar pelayanan minimal (SPM).
3). Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pelaku kebijakan dan SOP,
langkah berikutnya perlu ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari
mana sumber anggaran tadi, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk
melaksnakan suatu kebijakan. Besarnya anggran untuk melaksanakan
kebijakan tentunya sangat tergantung kepada macam dan jenis
kebijakan yang dilaksanakan. Namun sumber anggaran setidakknya
29
dapat ditetapkan antara lain berasal dari pemerintah pusat Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), Anggran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), sektor swasta, swadaya masyarakat dan lain-
lain.
Demikian pula macam, jenis, besar kecilnya peralatan yang
digunakan sangat bervariasi dan tergantung kepada macam jenis
kebijakan yang akan dilaksanakan. Meskipun demikian, yang lebih
penting untuk diketahui dan ditegaskan adalah untuk melaksanakan
kebijakan perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Tanpa
peralatan yang cukup dan memadai akan dapat mengurangi efektivitas
dan efesiensi dalam melaksanakan kebijakan.
4). Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan
Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih
ditekankan pada penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam
melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan
melibatkan lebih dari satu lembaga (pelaku kebijakan) maka harus jelas
dan tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apakah menggunakan
pola kolegial, atau ada salah satu diantara lembaga untuk menjadi
koordinator. Bila ditunjuk salah satu di antara pelaku kebijakan untuk
menjadi koordinator biasanya lembaga yang terkait erat dengan
pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas sebagai leading sector
bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
30
5). Penetapan Jadwal kegiatan
Agar kinerja pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya
dari “dimensi proses pelaksanaan kebijakan” , maka perlu ada
penetapan jadwal pelaksanan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan
tadi harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku
kebijakan. Jadwal kebijakan ini penting, tidak saja dijadikan sebagai
pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi sekaligus dapat
dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja pelaksanaan kebijakan.
Oleh karena itu setiap pelaksanaan kebijakan perlu ditegaskan dan
disusun jadwal pelaksanaan kebijakan.
c. Tahap Aplikasi
Langkah yang terakhir ini adalah merupakan penerapan segala
keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-
kegiatan untuk terlealisirnya tujuan kebijakan itu. Untuk mencapai
keberhasilan kegiatan tersebut diperukan perhatian (concern) terhadap
kondisi dan situasi kehidupan masyarakat yang dikenai kebijakan pada
waktunya. Sehingga dapat terjadi modifikasi / perubahan dari bentuk-
bentuk kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya menurut prediksi
waktu itu.
Ada beberapa aspek yang terkait dalam proses implementasi :
1. Interpretasi adalah kegiatan menterjemahkan makna
2. program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.
31
3. Organisasi adalah unit atau badan untuk menempatkan suatu
program untuk mencapai suatu sasaran atau tujan.
4. Aplikasi adalah perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-
lain.
Ketiga aspek tersebut diatas akan menjadi baik, jika didukung
oleh aparatur yang berkualitas yang artinya mampu mengidentifikasi
dan mencari alternatif pemecahan masalah guna diterapkan dalam
kegiatan selanjutnya.
3. Model Implementasi Kebijkan Publik
a). Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008),
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,
implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang
mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :
1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber daya
3. Karakteristik organisasi pelaksana
4. Sikap para pelaksana
5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
32
Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam
Nugroho (2008).
1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat
realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis),
maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan
Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk
mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan
standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian
atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.Pemahaman
tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan
adalah penting.
33
Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi
gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidaksepenuhnya
menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan
tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para
pelaksana (implementors). Arah disposisi
parapelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan
kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors
mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,
dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi
tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi
menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial
dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan
implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town
study suggest that the limited supply of federal incentives was a major
34
contributor to the failure of the program”. Van Mater dan Van Horn
(dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:
”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya
dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia
dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu
kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang
dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.
Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi
kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya
implementasi kebijakan.”
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian
kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan
sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan
dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang
ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang
demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi
adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating
Procedures) dan fragmentasi. Standard Operating Procedures (SOP).
SOP dikembangkan sebagai respon internal terhadap keterbatasan
waktu dan sumber daya dari pelaksana dan keinginan untuk keseragaman
dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.
35
SOP yang bersifat rutin didesain untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin
mengambat perubahan dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi
atau program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi
kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau
tipe-tipe personil baru untuk mengimplementasikan kebijakan. Semakin
besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari
suatu organisasi, semakin besar probabilitas SOP menghambat
implementasi (Edward III, 1980).
Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan
di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-
kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan
sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik.
Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah
kebijakan di antara beberapa unit organisasi. “fragmentation is the
dispersion of responsibility for a policy area among several organizational
units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan
yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan
keputusan-keputusan mereka, semakin kecil kemungkinan keberhasilan
implementasi. Edward menyatakan bahwa secara umum, semakin
koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan,
semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).
36
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut
Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar
tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang
bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena
itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.
Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para
pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus
konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber
informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman
terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar
dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para
pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan
tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya,
komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses
pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu
organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami
ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber
komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak
sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber
informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan
pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan
37
menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu
kebijakan secara intensif.
Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif,
sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara
akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn
Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan
mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik
koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam
implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian
sebaliknya.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus
(2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan
publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil
keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,
keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu
kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-
38
kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van
Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi
kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi
dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu
dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat
mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu
kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition),
pemahaman dan pendalaman (comprehension and
understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah
menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan
ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi
kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan
tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap
standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para
pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal
dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang
menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar
dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk
39
melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang
besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van
Mater dan Van Horn, 1974).
Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat
mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau
terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya
implementasi kebijakan.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi
dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi
kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
b). Edwards III (1980)
Menurut Edward III dalam model implementasi kebijakannya
bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Bureaucraitic structure (struktur birokrasi)
2. Resouces (sumber daya)
3. Disposisition (sikap pelaksana)
40
4. Communication (komunikasi)
Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi
satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya
menghambat proses implementasi. Keempat faktor tersebut saling
mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan
implementasi kebijakan. Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi
kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna
menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.
Peneliti merasa tertarik dengan model implementasi kebijakan George C.
Edward III. Model implementasi kebijakan George C. Edward III dalam
Winarno (2013: 177-211), kebijakan dipengaruhi oleh empat (4) variabel,
yakni:
1). Komunikasi
Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi
dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap
dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi
pelaksana kebijakan.Terdapat tiga indikator yang dipakai sebagai ukuran dari
keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
a). Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi
yang baik pula.
b). Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaku kebijakan harus jelas
dan tidak membingungkan.
c).Konsistensi, Perintah yang diberikan haruslah konsisten dan juga jelas,
sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran
maupun pihak terkait.
41
2). Sumber Daya atau Resource
Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia,
sarana prasarana dan sumber daya keuangan. Hal ini berkenaan dengan kecakapan
pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Terlihat jelas
dan konsistennya ketentuan-ketentuan, aturan serta bagaimanapun akuratnya
penyampaian ketentuan-ketentuan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang memiliki sumber daya
untuk melaksanakan kebijakan secara efektif, maka implementasi kebijakan
tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Disisi lain fasilitas fisik bisa pula
merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan. Seorang
pelaksana mungkin mempunyai staff yang memadai, mungkin memahami apa
yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan
tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi,
tanpa perlengkapan, tanpa pembekalan, maka besar kemungkinan implementasi
yang direncanakan tidak berhasil.
3). Disposisi
Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk melaksanakan
kebijakan publik tersebut. Sikap yang baik atau positif para pelaksana terhadap
suatu kebijakan menandakan suatu dukungan yang mendorong mereka
menunaikan kewajiban sebagaiman yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan.
Banyak kebijakan masuk ke dalam “Zona Ketidakacuhan”, Ada kebijakan yang
dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana
kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari pelaksana.
Jika seseorang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang mereka tidak
setujui, maka kesalahan-kesalahan dapat saja terjadi, yakni antara keputusan-
keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan. Dalam kasus yang seperti ini,
maka pelaksana kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan terkadang dengan
cara yang halus untuk menghambat implementasi.
4). Struktur Birokrasi
Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara
implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak
menjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses
implementasi menjadi jauh dari efektif. Terdapat dua karakteristik yang dapat
mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi kearah yang lebih baik,
yakni Pertama, Standart Operating Procedures (SOP), yakni suatu kegiatan rutin
yang memungkinkan para pelaksana kebijakan/ administrator/ birokrasi
melaksanakan kegiatan-kegiatan pada setiap harinya sesuai dengan standar yang
ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan warga. Kedua, fragmentasi
adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-
aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja
42
Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III. Sumber:
Winarno (2012: 177)
c). Mazmanian dan Sabatier
Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya
melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka
: “Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually
incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives
orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be
pursued, and, in a vaiety of ways, „structures‟ the implementation
process”. Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke
dalam tiga variable, yaitu (Nugroho,2008) :
1.Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman
objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
43
2. Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi
tujuan
3.Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses
implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan
teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang
lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
Gambar 4. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier dalam
Nugroho (2008).
44
d). Model Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014) implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide
dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
2.Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Pelaksana program
6.Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu, konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2.Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan,
khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena
konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta
kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
45
Gambar 5.Model Implementasi Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014).
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut kerjasama banyak orang,
ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang ada. Hal ini akan
menyebabkan sumberdaya-sumberdaya tidak efektif dan menghambat jalannya
kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah ditetapkan secara politik dengan jalan
melakaukan koordinasi dengan baik.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Setiap implementasi kebijakan mengandung resiko kegagalan, Hogwood
dan Gunn dalam Wahab (2008: 61-62) telah membagi perhatian pengertian
kegagalan kebijakan (policy failure) dalam dua kategori :
46
a. Non Imlementation ( tidak terimplementasikan ), artinya bahwa
suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,
dimungkinkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah
bekerja secara tidak efisien, setengah hati ataupun karena
mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan.
b. Unsuccesfull Implementation ( implementasi yang tidak
berhasil ) artinya manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal
ternyata tidak menguntungkan. Kebijakan tersebut tidak
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang
dikehendaki. Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk
gagal tersebut disebabkan faktor-faktor berikut: pelaksananya
yang buruk (bad Policy) dan kebijakan itu bernasib buruk (bad
luck).
c. SDM (Sumber Daya Manusia) baik dari segi kualitas pelayanan
pegawainya, ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki di
bidang itu, jumlah pegawai.
Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga terdapat
faktor-faktor pendukung dalam implementasi kebijakan, oleh
Anderson dalam Islamy (2009: 108-110) dijelaskan sebab-sebab
anggota masyarakat melaksanakan suatu kebijakan, yaitu:
47
1. Respect anggota masyarakat terhadap otoritas dan
keputusan-keputusanbadan pemerintah
2. Adanya kesadaran untu menerima kebijakan
3. Adannya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah,
konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang
berwewenang melalui prosedur yang telah ditetapkan.
4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena
kebijakan-kebijakan kontroversional yang lebih banyak
mendapatkan penolakan warga masyarakat dalam
pengimplementasiannya.
C. E- Government
1. Pengertian E-Government
E-Government sering digantikan istilahnya dengan E-Administration (E-
Adm). Keduanya berkenaan dengan aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi dalam administrasi pemerintahan. E- adminisration berkembang
dengan dengan mengadopsi E-business, E-commerce,E-market. Yang lebih
dulu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam institusi bisnis dengan
menggunakan jasa internet (Akadun, 2009:130).
Menurut Indrajid (2006) dalam Akadun (2009:131) menjelaskan E-
Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah
(seperti: Wide Are Network, Internet dan Mobile Computing) yang
memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan
masyarakat, dunia bisnis, dan pihak yang berkepentingan, dan dalam
prakteknya, E-Government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan
urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik agar lebih baik dan
berorientasi pada pelayanan masyarakat.
48
Menurut Concard yang dikutip Akadun (2009:131), E-Government
adalah suatu istilah untuk suatu pemerintahan dengan mengadopsi teknologi
berbasis internet yang dapat melengkapi dan meningktkan program dan
pelayanannya. Sedangkan menurut Priyanto dalam Akadun (2009:131) pada
prinsipnya berbicara tentang E-Government adalah berbicara tentang sistem
informasi pemerintahan berbasis komputer. Pembahasan sistem informasi
manajemen, berarti pengaplikasian sistem informasi diamanapun maka
pusatnya adalah teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Menurut
Wyld dalam Akadun (2009:131) E-Government merupakan pemrosesan
secara elektronik yang digunakan pemerintah untuk mengkomunikasikan,
menyebarkan atau mengumpulkan informasi sebagai fasilitas transaksi dan
perizinan untuk suatu tujuan.
2. Manfaat E-Government
Pelaksanaan E-Government dapat memberikan dampak positif bagi
penyelenggara pemerintahan. Secara Signifikan implementasi E-
Government untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat disuatu
negara secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Oleh karena itu,
implementasinya disuatu negara tidak dapat ditunda-tunda, harus dilakukan
secara serius dibawah suatu kepemimpinan dan kerangka pengembangan
yang holistic, yang pada akhirnya akan memberikan atau mendatangkan
kompetitif secara nasional. Menurut Akadun(2009:136) mengemukakan
49
bahwa pengembangan E-Government dapat memberikan manfaat,
diantaranya:
a. Pelayanan jasa lebih baik kepada masyarakat. Informasi disedikan 24 jam
sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kantor.
Informasi dapat dicari dikantor,rumah, tanpa harus secara fisik datang ke
kantor pemerintah selama terdapat jaringan internet.
b.Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat
umum. Adannya keterbukaaan diharapkan dapat merubah hubungan antara
berbagai pihak menjadi lebih baik, karena keterbukaan ini diharapkan dapat
menghilangkan adanya rasa curiga dan kekesalan dari semua pihak terhadap
pemerintah.
c.Pemberdayaan masyarakat melalui informasi mudah diperoleh. Contohnya
data tentang profil suatu daerah yang ditampilkan secara online dengan
berbagai keunggulannya dan kebutuhannya dapat memberikan peluang
bisnis bagi masyarakat daerah yang bersangkutan.
d.Pelaksanaan pemerintah lebih efesien. Misalnya sosialisasi berbagai
produk pemerintah kabupaten secara online. Instruksi-instruksi Bupati dapat
lebih cepat dan mudah ketika disampaikan melalui internet.
e.Bagi pemerintah, pembuatan surat-surat dan dokumen penting akan lebih
mudah dan cepat, pencatatan kompetensi pendidik, pelaksanaan
pemerintahan lebih efisien dan efektif. Pelacakan data dan informasi
seseorang akan lebih mudah dilaksanakan.
Menurut Akadun (2009:137) berdasarkan karakteristik teknologi
informasi yang digunakan, ada beberapa manfaat dalam E-Government,
diantaranya:
a. Akan terciptanya pemerintahan yang lebih baik, karena proses
pelayanan yang lebih transparan, terjadi kontrol masyarakat yang
lebih kuat dan pengawasan yang bersifat lekat waktu (real time)
b. Berkurangnya praktek-praktek korupsi, karena komputer tidak
memiliki sifat bawaan yang mengarah pada perilaku korupsi
c. Tata hubungan yang lebih ramping untuk terlaksananya pelayanan
pemerintahan yang baik. Baik dalam hubungan antara pemerintahan
dengan masyarakat (Government to citizen), pemerintah dengan
dunia usaha (Government to business), ataupun hubungan antar
lembaga pemerintahan (Government to government)
d. Peningkatan efisiensi pemerintah di semua proses, untuk
menghadapi pemborosan belanja sektor publik atau inefisiensi dalam
berbagai proses
e. Akan terjadi efiseinsi dalam rangka skala ruang dan waktu
f. Struktur dan organisasi informai yang tersistematisasi
50
g. Peningkatan manajemen sumber daya organisasinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa manfaat terpenting dari implementasi E-
Government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung
jawab bagi warganya. Selain akan lebih banyak masyarakat yang bisa
mengakses informasi, pemerintah juga lebih efisien dan efektif serta akan
tercipta layanan pemerintah yang lebih sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemanfaatan lebih baik atas sumber
daya manusia, proses dan teknologi bisa mewujudkan pemerintahan yang
lebih baik.
3. Prinsip-Prinsip E-Government
Pemerintah daerah menerapan E-Government haruslah mempunyai visi
E-Goverment berdasarkan dengan karakteristik dan cita-cita didaerahnya.
Sesuai dengan Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan E-Government dalam Langkah Pelaksanaan poin
ke-20 yang berbunyi:
“Setiap instasi dan daerah harus menyusun Rencana Srategis
Pengembangan E-Government dilingkungan masing-masing.
Rencana strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan
sasaran pengembangan E-Government yang ingin dicapai ; kondisi
yang dimiliki saat ini; strategi dan tahapan pencapaian sasaran
yang ditentukan; kebutuhan dan rencana pengembangan sumber
daya manusia serta rencana investasi yang diperlukan. Untuk
menghindari pemborosan anggaran pemerintah, penyusunan
rencana investasi harus disetai dengan analisis kelayakan investasi
terhadap manfaat sosial ekonomi yang dihasilkan”.
51
Menurut Indrajit (2002:11-13) pembuatan visi E-Government yang baik akan
berlandaskan pada 4 prinsip, yaitu:
a. Prinsip utama: memfokuskan pada perbaikan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat, karena begitu banyak jenis
pelayanan yang harus diberikan maka harus dipikirkan
pelayanan mana yang menjadi prioritas, prioritaskan jenis
pelayanan berupa:
1).Memiliki jumlah transaksi yang benar dan melibatkan
banyak sekali sumber daya manusia.
2).Membutuhkan interaksi dua arah antara pihak
pemerintah dengan masyarakat.
3).Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pihak
pemerintah dengan kalangan lain seperti instansi swasta
dan lembaga nonkomersial.
b. Prinsip kedua: membangun lingkungan yang kompetitif, yang
dimaksud kompetitif bahwa misi melayani masyarakat bukan
hanya oleh instansi publik, melainkan juga pihak swasta dan
lembaga non-komersial lainnya diberi kesempatan untuk
melakukannya.
c. Prinsip ketiga: memberikan penghargaan terhadap inovasi dan
memberi ruang kesempatan bagi kesalahan karena konsep E-
Government ditemukan keberhasilan dan disatu sisi ditemukan
kesalahan dan kegagalan.
d. Prinsip keempat: tekanan pada pencapaian efisiensi, pemberian
pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet
tidak selamanya harus menjadi jalur alternatif mendampingi
jalur konvensional karena pada saatnya nanti terutama setelah
mayoritas terbiasa menggunakan jalur digital, jalur tradisional
harus dihapuskan pemerintah menjadi sangat efisien (secara
signifikan menurunkan total anggaran belanja daerah).
Dari beberapa penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa setiap daerah
yang mengembangakan E-Government harus mempunyai visi yang sesuai dengan
karakteristik dan cita-cita didaerahnya, visi tersebut haruslah berlandaskan dengan
prinsip-prinsip yang baik, dengan demikian pengembangan E-Government akan
meningkatkan kualitas pelayanan maupun kualitas pemerintahan di daerah
tersebut.
52
b. Sistem Informasi Manajemen
1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem Informasi
Manajemen, Rumah Sakit
a. Sistem dan Informasi
Sistem adalah seperangkat komponen yang saling
berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa
tujuan. Sistem informasi adalah kumpulan hardware dan software
komputer, prosedur, dokumentasi, formulir dan orang yang
bertanggung jawab untuk memperoleh, menggerakkan,
manajemen, distribusi data dan informasi. Proses ini yang harus
diikuti dalam pengembangan suatu sistem yang baik disebut
system analysis and design (SA&D). Proses SA & D ini didasarkan
pada pendekatan sistem untuk mengatasi suatu masalah yang
disebabkan oleh beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
1. Seorang manajer harus tahu apa (what) yang dilakukan oleh
suatu sistem sebelum membuat spesifikasi bagaimana (how) suatu
sistem bekerja.
2. Memilih cakupan yang tepat atas keadaan atas keadaan yang
dianalisa akan berpengaruh terhadap masalah apa yang bisa diatasi
dan yang tidak.
3. Suatu masalah (atau sistem) sebenarnya terdiri dari beberapa
masalah, sehingga strategi yang tepat adalah mengurutkan masalah
yang besar kemasalah yang kecil.
53
4. Pemecahan suatu masalah antara satu bagian dengan bagian
yang lain mengkin sekali berbeda, sehingga pemecahan altenatif
yang menunjukan perspektif yang berbeda hendaknya dibuat dan
diperbandingkan sebelum hasil akhir dipilih.
5. Masalah dan pemahamannya berubah ketika dilakukan analisa,
sehingga seorang manajer harus mengambil pendekatan bertahap
terhadap pemecahan masalah. Hal ini memungkinkan komitmen
yang terus bertambah terhadap pemecahan masalah tertentu,
dimana keputusannya adalah berlanjut atau tidak ketahap
berikutnya.
Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, kita
perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya.
Berikut ini karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu
sistem dengan sistem lainnya :
1. Batasan (Boundary) : Penggambaran dari suatu elemen/unsur
mana yang termasuk di dalam sistem dengan sistem lainnya.
2. Lingkungan (Environtment) : Segala sesuatu diluar sistem;
lingkungan menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu
sistem.
3. Masukan (Input) : Sumberdaya (data, bahan baku, peralatan,
energi) dari lingkungan yang dikonsumsikan dan dimaipulasi oleh
suatu sistem.
4. Keluaran (Output) : Sumberdaya atau produk (informasi,
laporan, dokumen, tampilan dilayar komputer, barang jadi) yang
disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan suatu sistem.
5. Komponen (Components) : Kegiatan-kegiatan atau proses dalam
suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk
54
setengah jadi ataupun output. Komponen ini bisa subsistem dari
sebuah sistem.
6. Interface : Tempat dimana komponen atau sistem dan
lingkungannya bertemu atau berinteraksi.
7. Penyimpanan (Stroge) : Area yang dikuasai dan digunakan
untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi,
bahan baku, dan sebagainya. Penyimpanan merupakan suatu media
penyangga diantara komponen sistem yang memungkinkan
komponen tersebut bekerja dengan berbagai tingkatan yang ada
dan memungkinkan komponen yang berbeda dari berbagai data
yang sama.
b. Sistem Informasi
Menurut Nugroho (2008: 9) sistem informasi adalah seperangkat
komponen yang saling berhubungan, yang berfungsi mengumpulkan,
memproses, menyimapan dan mendistribusikan informasi untuk
mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi.
Selain itu menurut Sutabri (2012: 46) mengemukakan bahwa sistem
informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengelolahan transaksi harian yang
mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan
kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan
kepada pihak luar tertentu dengan laoporan-laporan yang diperlukan.
Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
sistem informasi adalah sebuah gabungan anatara perangkat komputer
dan manusia yang melakukan kegiatan memproses data guna untuk
kelangsungan kegiatan organisasi. Siagian (2014: 2) mengemukakan
bahwa kebutuhan berbagai jenis organisasi akan informasi bukan hal
55
yang baru sama sekali karena sejak dulu hingga sekarang penanganan
suatu sistem informasi dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu:
1). Pengumpulan data
2). Klarifikasi data
3).Pengolahan data, supaya berubah bentuk, sifat,dan kegunaannya
menjadi informasi
4). Interpretasi Informasi
5). Penyimpanan informasi
6). Penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna, dan
7). Penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen
organisasi.
Dalam pelaksanaan sebuah sistem informasi, pada dasarnya ada
beberapa indikaktor penting, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan
kegiatan penggunaan metode dan instrumen yang telah
ditentukan dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Secara
sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai proses atau
kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau
menjaring berbagai fenomena, informasi, atau kondisi lokasi
penenlitian sesuai dengan lingkup penelitian. Telah dimaklumi
bahwa data merupakan bahan mentah atau bahan baku yang
diolah lebih lanjut sehingga bentuknya berubah menjadi
56
informasi. Unit pengolahan data hanya mampu menghasilkan
informasi yang bermutu tinggi dan cocok dengan kebutuhan
organisasi apabila data yang dikumpulkan dan diolh juga tinggi
mutunya. Oleh karena itu, segala upaya harus ditempuh untuk
menjamin bahwa data yang terkumpul untu diolah memang
bermutu tinggi.
2. Pengolahan Data
Data mentah yang telah dilakukan tidak akan ada gunanya jika
tidak diolah. Pengolahan data merupakan bagaian yang amat penting
dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut
akan diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah.
Pengolahan data adalah waktu yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan bentuk data menjadi informasi yang memiliki kegunaan.
Semakin banyak data dan kompleksnya aktifitas pengolahan data
dalam suatu organisasi, baik itu organisasi besar maupun organisasi
kecil maka metode pengolahan data yang tepat sangat dibutuhkan.
3. Penyebarluasan Informasi
Setelah informasi dikumpulkan dan diolah barulah dapat disajikan
dan dapat disebarluaskan kepada penerima informasi. Penyebarluasan
informasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang terpilih
serta bermutu yang dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan. Dalam penyebarluasan informasi yang sangat
57
penting untuk diperhatikan adalah ketepatan dan keakuratan dari
informasi itu.
Selain itu pemanfaatan teknologi informasi juga dapat mendukung
tiga tujuan utama penyusunan sistem informasi, yaitu: (1) Mendukung
fungsi pengurusan (stewardship) manajemen. Stewardship merujuk ke
tanggungjawab manajemen dalam mengatursumber daya yang
dimiliki pemerintah daerah secara bena; (2) Mendukung pengambilan
keputusan manajemen; (3) Mendukung kegiatan operasional
pemerintah daerah hari demi hari dengan efisien dan efektif (Hall,
2001: 17).
c. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )
Menurut Kelly dalam Sutabri (2012: 46) Sistem Informasi
Manajemen (SIM) merupakan penerapan sistem informasi di dalam
organisasi untuk mendukung informasiinformasi yang dibutuhkan
untuk semua tingkatan manajemen. Scoot (2004: 100)
mengungkapakan bahwa SIM merupakan serangkaian sub-sistem
yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasioanal terpadu yang
mampu mentransformasikan data sehingga menjadi informasi melalui
serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai
dengan gaya dan sifat manajer atau dasar kriteria mutu yang telah
ditetapkan. Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah merupakan
gabungan antara perangkat-perangkat pengolah informasi dengan
58
sumber daya manusia yang berfungsi sebagai penerima, pengolah, dan
penyalur data yang bekerja sama menunjang produktivitas organisasi
sehingga dapat menghasilkan sebuah operasi manajemen yang lebih
efisien.
Di dalam pelaksanaan SIM tentunya memiliki faktor pendukung
dan faktor penghambat atau kendala yang dihadapi. Faktor pendukung
SIM diantarannya adalah beberapa komponen fisik seperti yang
dijalaskan oleh Sutabri (2005: 96) yaitu:
1. Perangkat keras, bagi suatu sistem informasi terdiri atas komputer
(pusat pengolah, unit masukan/keluaran, unit penyimpanan file,
dan lain sebagainya), peralatan penyiapan data dan terminal
masukan/keluaran.
2. Perangkat lunak, terdiri dari aplikasi-aplikasi dalam pengelolahan
data.
3. Prosedur, merupakan komponen fisik karena prosedur disediakan
dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi, yang
terdiri dari instruksi untuk pemakai, instruksi untuk penyiapan
masukan, dan instruksi instruksi pengoprasian untuk karyawan
pusat komputer.
4. Personil, operator komputer, analisis sistem, progamer, personil
data entri dan manajer sistem informasi.
Sedangkan untuk faktor penghambat atau kendala yang sering
dihadapidalam pelaksanaan SIM. Menurut Nugroho (2008) faktor
penghambat SIM dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:
1. Kesalahan teknis dapat terjadi karena permasalahan-permasalahan
perangkat kerasnya (Hardware Problems), kesalahan dalam
penulisan sintak (Sintax Error) atau kesalahan logika (Logical
Error) perangkat lunaknya;
2. Gangguan lingkungan;
3. Kelalaian manusia (human error) yang tidak disengaja seperti
menggunakan data yang salah atau menghapus data tanpa
sengaja.
59
Terkdang dalam sistem informasi manajemen juga terjadi
kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh metode pengumpulan data
yang salah, sehingga hal tersebut mengakibatkan waktu yang terbuang
sia-sia, prosedur yang tidak dijalankan sesuai aturan, adanya data yang
hilang atau rusak, serta kesalahan lainnya baik disengaja ataupun tidak
disengaja.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan demi mengatasi kendala-
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SIM menurut Nugroho
(2008) yaitu:
1. Membina internal user;
2. Memasang pengendalian-pengendaian di sistem informasi;
3. Memeriksa sejauh mana keberhasilan pengendalian-pengendalian
tersebut; dan
4. Merencanakan akibat gangguan-gangguan (disaster recovery
planning).
d. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang
berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Adapun pengertian Rumah Sakit
lainnya.
Dalam (http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2
Januari 2017 Pukul 08.13 WIB) antara lain:
a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
60
perorangan secara paripurna yang menyedikan pelayanan rawat
inap, rawan jalan, dan gawat darurat.
b. W.H.O ( World Health Organization, 1957) memaparkan bahwa
WHO Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial
dan medik yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan
kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan pusat latihan dan
penelitian biologi-sosial.
c. Menurut Alpian Suyadi (2015) Rumah Sakit adalah tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelyanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteran perawat di berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan seperti:
1. Rumah Sakit mempunyai fungsi dan tujuan sarana pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa
pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat
darurat, pelayanan rujukan yang mencakup pelayanan rekam
medis dan penunjang medis serta dimanfaatkan untuk pendidikan,
pelatihan, dan penelitian bagi para tenaga kesehatan.
2. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus
diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu didukung
oleh suatu sistem kesehatan nasional. Rumah sakit sebagai salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber
daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya
masing-masing berinteraksi satu sama lain.
Berdasarkan pemaparan diatas tentang pengertian rumah sakit,
maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan institusi
61
pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, baik pencegahan penyembuhan dan
pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.
2. Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kelas/Tipe
Klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
pada Bab V Pasal 11 yaitu berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 12 sebagai
berikut:
(1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
(2) Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan
b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;
62
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.
Kemudian pada Pasal 13 menjelaskan bahwa:
(1) Penetapan klasifikasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) didasarkan pada:
a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan; dan
d. Bangunan dan Prasarana.
Sedangkan klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Tahun 1998 Bab III Pasal 13 dibagi menjadi 4 macam
yaitu:
(1) Berdasarkan Kemampuan Pelayanan
a. Kelas A: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
b. Kelas B I : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas
B II: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.
c. Kelas C: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap.
63
d. Kelas D: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
dasar.
(2) Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit di Indonesia dibedakan
menjadi dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah
sakit pemerintah dijalankan oleh:
a. Departemen Kesehatan
b. Pemerintah Daerah
c. ABRI
d. Badan Umum Milik Negara
Rumah sakit swasta dijalankan oleh :
a. Yayasan
b. Badan Hukum lain yang terkait.
(3) Berdasarkan Fungsi Rumah Sakit
a. Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) merupakan
lembaga non profit dan keuntungan IPSM harus ditanamkan
kembali pada rumah sakit.
b. Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (non IPSM)
merupakan lembaga non profit dan keuntungan dapat digunakan
oleh para pemilik rumah sakit (biasanya diselenggarakan oleh
swasta).
(4) Berdasarkan Segi Pemasaran
64
a. Volume, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan pelayanan (jumlah
pasien) yang sebanyak-banyaknya.
b. Diferensi, Rumah sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi,
apabila perlu sub spesialisasi. Rumah sakit ini dituntut untuk
mempunyai cukup banyak sarana yang menunjang masing-
masing spesialisasi tersebut.
c. Fokus, rumah sakit tipe ini adalah rumah sakit yang
berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, khusus kanker, khusus
mata dan sebagainya.
e. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS )
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 adalah sebuah sistem
yang dirancang sebagai program pembangunan kesehatan yang dapat
menghasilkan data informasi kesehatan secara cepat dan akurat karena
pencatatan data pasien tidak lagi dilakukan secara manual. Dengan
adanya SIMRS, data calon pasien akan otomatis tercatat pada masing-
masing poli seketika saat pasien mulai mendaftar di loket pendaftaran.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang
memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan
Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan
akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.
65
Adapun keberadaan SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, profesionalisme,
kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah Sakit. Jadi penerapan
SIMRS diharapkan dapat menghasilkan informasi data kesehatan yang
up to date, transparan, mudah diolah untuk kepentingan pemerintahan,
sehingga pemerintah mampu mempercepat pengambilan keputusan
tentang kondisi kesehatan masyarakat melalui sarana teknologi
informasi dan mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang baik,
efektif, dan efisien.
Penerapan SIMRS oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
sendiri adalah sebagai sebuah terapan sistem baru yang merupakan
gabungan dari perangkat dan prosedur yang digunakan untuk
mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data hingga
pemberian umpan balik informasi) demi mendukung pelaksanaan dan
pemantauan kerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu
diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis
situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternative solusi,
pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses
evaluasi. Dengan adanya penerapan SIMRS juga diharapkan akan
menjadi basis dan pondasi informasi data kesehatan dari seluruh
puskesmas, rumah sakit, Dinkes kabupaten/kota dan Dinas Provinsi
dapat terintegrasi dengan baik.
66
Perkembangan teknologi yang sangat cepat merupakan
keuntungan tersendiri untuk dimanfaatkan secara sarana mendapatkan
informasi dalam bentuk pelaporan yang cepat dan akurat dari seluruh
pusat pelayanan kesehatan di seluruh daerah cakupan sistem tersebut.
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu dapat
memberikan pelayanan yang bermutu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, serta standar pelayanan kesehatan. Hal ini
perlu di imbangi oleh peningkatan kemampuan tenaga kerja secara
terus menerus agar selalu dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang sesuai standar mutu.Untuk itu di dalam Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit dibutuhkan sebuah sistem komputerisasi
yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses bisnis
layanan kesehatan dalam bentuk jaringan koordinasi , pelaporan dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan
tepat. Sistem informasi rumah sakit umumnya mencakup masalah
klinikas (Media), Pasien dan informasi-informasi yang berkaitan
dengan kegiatan rumah sakit itu sendiri.
Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan 3 elemen utama,
antara lain : Software, Hardware, Brainware dalam bab IV mengenai
tata kelola SIMRS. Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
67
1. Software
Software merupakan sebuah perangkat lunak yang umumnya
digunakan untuk mengkontrol perangkat keras atau bisa juga
digunakan untuk menghasilkan data informasi. Di Rumah sakit
informasi tersebut adalah informasi tentang data-data medis pasien.
Pada saat ini software sudah sangat berkembang dan canggih, yang
dulunya berbasis desktop saat ini software berbasis web sudah banyak
dipakai. Tidak salah jika suatu rumah sakit membuat suatu keputusan
untuk menggunakan software yang berbasis web sebagai media lunak
untuk mengolah informasi mereka. Keunggulan software berbasis web
ini adalah keamanan lebih baik, ringan untuk dijalankan, pemeliharaan
yang sederhana dan hemat biaya.
2. Hardware
Hardware dapat diartikan sebagai perangkat Keras, adalah
komponen pada komputer yang dapat terlihat dan disentuh secara
fisik. Hardware sendiri terbagi lagi ke dalam 3 kategori menurut
fungsinya, antarai lain :
a. Perangkat Input / Masukan: Merupakan Hardware yang
digunakan untuk memasukkan (Input) instruksi dari pengguna
komputer (User). Contohnya adalah Keyboard, Mouse, dan
Joystick.
68
b. Perangkat Pemrosesan: Merupakan Hardware yang terdapat
pada sebuah komputer untuk memproses masukkan / input dari
pengguna. Contohnya adalah Prosesor pada sebuah komputer.
c. Perangkat Output / Keluaran: Merupakan Hardware yang
digunakan untuk menghasilkan suatu proses (output) dari
pengguna komputer (User). Contohnya adalah Monitor,
Speaker, dan Printer.
Dalam mendukung proses berjalannya SIMRS, pemilihan
hardware cukup penting. Hardware yang baik, tepat guna akan
mempermudah dalam proses maintenance / pemeliharaan nantinya.
Oleh karena itu spek hardware yang dibutuhkan harus disesuaikan
dengan kebutuhan SIMRS.
3. Brainware
Brainware adalah setiap orang yang terlibat dalam kegiatan
pemanfaatan komputer / sistem pengolahan data. Brainware
merupakan sumber inspirasi utama bagi terbentuknya suatu sistem
komputer dan proses berjalannya SIMRS nantinya. Menurut tingkat
pemanfaatan terhadap komputer, Brainware digolongkan dalam
empat tingkatan dimulai dari tingkatan yang tertinggi:
a. System Analyst: Penanggung jawab dan perencana sistem dari
sebuah proyek pembangunan sebuah SIMRS khususnya yang
memanfaatkan komputer
69
b. Programmer : Pembuat dan petugas yang mempersiapkan
program yang dibutuhkan pada sistem komputerisasi yang
dirancang
c. Administrator : Seseorang yang bertugas mengelola suatu sistem
operasi dan program-program yang berjalan pada sebuah
sistem / jaringan komputer
d. Operator : Pengguna biasa, hanya memanfaatkan sistem
komputer yang sudah ada.
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan SIMRS di rumah sakit
sangat tergantung pada ketiga elemen di atas. Ketiga elemen diatas
saling keterkaitan satu sama lain dan saling melengkapi. Di RSUD Dr
Koesma sendiri, SIMRS dimulai dari software atau aplikasi dengan
berbasis desktop. Seiring dengan berkembangnya tekhnologi dan
kebutuhan akan SIMRS yang semakin lama juga semakin
berkembang, migrasi ke dalam basis web mau tidak mau harus
dilakukan. Dimulai dari tahun 2014 SIMRS di RSUD Dr R Koesma
dijalankan dengan berbasis web. Tentunya di awal-awal tidak berjalan
mulus, dengan adanya keterbatasan dan permasalah menjadi sebuah
pelajaran untuk selalu berbenah hingga menjadi SIMRS yang benar-
benar terintegrasi secara menyeluruh, sehingga pada saat ini input dan
output data sudah sangat dirasakan manfaatnya.
70
c. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Menurut Sianipar (dikutip Asmawi, 20011:52) pelayanan adalah
cara melayani, membantu untuk menyiapkan, mengurus dan
menyelesaikan keperluan/kebutuhan individu/seseorang atau kelompok
orang, artinya objek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan
kelompok organisasi. Pada dasarnya pelayanan merupakan suatu
kegiatan untuk memberikan layanan yang baik yang bersifat dapat
dimiliki maupun tidak dapat dimiliki, kepada penerima
layanan/pelanggan oleh penyelenggara layanan.
Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang
Pelayanan Publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sejalan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, pengertian
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian
pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan oleh agen-agen
pemerintah melalui birokrat atau pegawainya.
71
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Ruang lingkup pelayanan publik seperti yang telah dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang
Pelayanan Publik pasal 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup
pelayanan publik meliputi:
a. Pelayanan barang publik;
b. Pelayanan jasa publik; dan
c. Pelayanan administratif.
Kemudian dijelaskan secara terperinci pada pasal 4 bahwa
pelayanan barang pubik yang dimaksud pada pasal hurf a meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha
yang modal pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber
dari kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Mengenai pelayanan publik jasa publik seperti yang
dimaksud pada pasal 3 huruf b juga dijelaskan seacara terperinci
dalam pasal 5, yang meliputi:
72
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seharusnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaanya menjadi Misi Negara yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan.
Pelayanan administratif juga dijelaskan secara rinci pada
pasal 6, yang berbunyi:
(1) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c merupakan pelayanan oleh penyelenggara yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan
oleh masyarakat.
(2) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi dan/atau keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara;
b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan
penerima pelayanan.
3. Standar Pelayanan Publik
Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, Standar Pelayanan yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
73
pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan juga menjelaskan
bahwa terdapat komponen standar pelayanan yang terkait dengan
proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi :
a. Persyaratan
b. Sistem, mekanisme, dan prosedur
c. Jangka waktu pelayanan
d. Biaya/tarif
e. Produk pelayanan
f. Pengaduan, saran dan masukan
Pentingnya partisipasi masyarakat juga tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014
tentang Pedoman Standar Pelayanan bahwa dalam penyusunan
penerapan Standar Pelayanan Publik wajib dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Tujuan
keikutsertaan masyarakat dalam forum pembahasan bersama adalah
untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan dengan
74
kebutuhan/kepentingan masyarakat dan kondisi lingkungan, guna
mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas.
Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat atas pemerintah sebagai penyedia layanan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan ini,
pelayanan yang diberikan akan lebih jelas dan apabila standar
pelayanan ini terpenuhi maka kepercayaan masyarakat akan semakin
kuat.
d. Pelayanan Prima
1. Strategi
Strategi merupakan cara yang dipilih oleh manajemen puncak
untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Menurut Siagian
(2002: 15), strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan
mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak diimplementasikan
oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Pengertian strategi secara umum dan khusus menurut Glueck dan
Jauch (1994:) adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Umum
Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin
puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,
disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut dapat dicapai.
2. Pengertian Khusus
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental
(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
75
pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir
selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari
apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru
dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi ini (core
competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di
dalam bisnis yang dilakukan.
Berdasarkan penjelasan pengertian strategi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa strategi merupakan serangkaian keputusan dan
tindakan manajeman puncak untuk mengatasi permasalahan dalam
organisasi secara luas dan berintegrasi dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Dengan menggunakan strategi, suatu organisasi diharapkan
dapat mengambil keputusan dengan memperhatikan konsekuensi
dalam jangka pendek maupun jangka panjang, menangani perubahan
keadaan dan lingkungan dengan cepat, tepat, dan efektif, serta
menciptakan prioritas dan memcahkan masalah utama organisasi.
Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan strategi sebagai strategi
yang baik, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam
menyusun strategi. Menurut Siagian (2002:102-103) ada tiga kriteria
dalam menyusun strategi, yaitu:
a. Strategi yang dirumuskan harus mampu di satu pihak memperoleh
manfaat dari berbagai peluang yang diperkirakan akan timbul dan
pihak lain memperkecil dampak berbagai faktor yang sifatnya
negatif atau bahkan berupa ancaman bagi organisasi dan
kelangsungannya.
b. Strategi harus memperhitungkan secara realistis kemampuan
suatu organisasi dalam menyediakan berbagai daya, sarana,
prasarana, dan dana yang diperlukan untuk mengoperasionalkan
strategi tersebut.
c. Strategi yang telah ditetukan dioperasionalkan secara teliti. Tolak
ukur tepat tidaknya suatu strategi bukan terlihat pada proses
perumusannya saja, akan tetapi juga mencakup pada operasional
atau pelaksanaanya.
76
Penentuan strategi tentunya tidak terlepas dari tujuan yang telah
ditetapkan. secara implisit Siagian (2002: 206-209) menjelaskan
manfaat dari penerapan strategi pada organisasi, antara lain:
1. Memperjelas makna dan hakikat suatu perencanaan melalui
idenifikasi rincian yang lebih spesifik tentang bagaimana
organisasi harus mengelola bidang-bidang yang ada dimasa yang
akan datang.
2. Merupakan langkah-langkah atau cara yang efektif untuk
implementasi kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Sebagai penuntun atau rambu-rambu dan arahan pelaksanaan
kegiatan di berbagai bidang.
4. Dapat mengetahui secara konkret dan jelas tentang berbagai cara
untuk mencapai sasaran atau tujuan serta prioritas pembangunan
pada bidang-bidang tersebut bedasarkan kemampuan yang
dimiliki.
5. Sebagai rangkaian dari proses pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan berbagai macam permasalahan.
6. Mempermudah koordinasi bagi semua pihak agar mempunyai
partisipasi dan presepsi yang sama tentang bentuk serta sifat
interaksi, interdepensi dan interrelasi yang harus tetap tumbuh
dan terpelihara dalam mengelola jalannya roda organisasi,
sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan
kemungkinan timbulmya konflik antara berbagai pihak terkait.
Dengan demikian strategi dapat berjalan sesuai dengan yang telah
diharapkan.
2. Pelayanan Prima
Pelayanan prima kepada masyarakat pengguna layanan atau
pelanggan telah menjadi persoalan penting dari sebuah akuntabilitas
manajemen. Pelayanan publik diharapkan oleh masyarakat adalah
pelayanan yang mudah, cepat, adil, jujur, dan terbuka. Dengan
demikian, dapat disadari bahwa datangnya era pelayanan prima pada
masyarakat pengguna layanan atau pelanggan sangatlah relevan
77
dengan pengembangan strategi dan daya saing oleh penyelenggara
layanan.
Menurut Sedarmayanti (2010: 249), pelayanan prima adalah
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (masyarakat) minimal
sesuai dengan standar pelayanan (cepat, tepat, akurat, murah dan
ramah). Disamping itu, pelayanan prima menurut Barata (2003: 27),
yaitu:
1. Layanan prima adalah membuat pelanggan merasa penting
2. Layanan prima adalah pelayanan melayani pelanggan dengan
ramah, tepat, dan cepat
3. Layanan prima adalah pelayanan dengan mengutamakan
kepuasan pelanggan
4. Layanan prima adalah menempatkan pelanggan sebagai mitra
5. Layanan prima adalah pelayanan optima yang menghasilkan
kepuasan pelanggan
6. Layanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan untuk
memberikan rasa puas
7. Layanan prima adalah upaya layanan terpadu untuk kepuasan
pelanggan.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penerima
layanan/pelanggan merupakan faktor penting dalam pelayanan prima.
Kebutuhan dan harapan penerima layanan/pelanggan dapat dijadikan
sebagai alat evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik agar
memenuhi standar kualitas layanan yang baik. Karena itu, standar
kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan penerima
layanan/pelanggan. Dalam suatu definisi pelayanan prima, paling
tidak kesamaannya terletak pada tujuan layanan, yaitu memuaskan
pelanggan.
78
3. Srategi Pelayanan Prima
Strategi untuk kualitas dalam pelayanan publik dalam mencapai
pelayanan yang prima dapat dilihat dari faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal dipengaruhi antara lain melalui persaingan pasar yang
semakin sengit, termasuk didalamnya adalah persaingan organisasi
pemerintah dan organisasi bisnis dalam memberikan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman terhadap faktor-faktor eksternal menurut
Husnaini dalam Ashyar (2008: 93) yaitu dengan cara:
1. Memulai sikap mengenali dinamika pelanggan terhadap apa yang
mereka butuhkan dan apa yang mereka inginkan;
2. Mengembangkan suatu kerangka pendekatan kearah pencapaian
kepuasan pelanggan; dan
3. Mempertemukan tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian
kepuasan pelanggan.
Faktor-faktor tersebut perlu mendapat respon intens oleh para
pemimpin organisasi, baik organisasi publik maupun swasta dengan
menintegrasikan berbagai unsur guna menghasilkan produk layanan
yang dapat memuaskan pelanggan. Pada intinya yaitu, perlu adanya
perbaikan kinerja organisasi yang berorientasi pada pemberian
pelayanan publik yang prima. Pada faktor internal, upaya-upaya
memberikan layanan yang berkualitas kepada pelanggan adalah terkait
langsung dengan mekanisme, sistem dan prosedur dalam memberikan
layanan, oleh karena itu diperlukan secara teknik pada tingkat
operasional.
79
Banyak pendapat para ahli merumuskan prinsip-prinsip
pelayanan yang berkualitas seperti Zeithami, Parasuraman, dan Berry
(dalam Shaleh 2010: 104) menjelaskan bahwa ada lima dimensi untuk
mengukur kinerja pelayanan prima. Dimensi-dimensi tersebut adalah
tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empahty.
Gambaran dari indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Wujud fisik (tangiable), adalah penampilan fisik seperti tempat
pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat secara fisik
oleh pelanggan.
b. Keandalan (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, terpercaya, dan
memuaskan.
c. Ketanggapan (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk
mampu memberikan pelayanan pada pasien dengan tanggap.
d. Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan
pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pasien
terhadap rumah sakit.
e. Empati (emphaty), adalah pegawai yang peduli, memberikan
perhatian dan kenyamanan kepada pasien, terutama dalam
melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pasien.
Lenvinne (1990) (dalam Ratminto, dkk, 2008: 174),
menguraikan indikator pelayanan prima diantaranya: menuliskan
indikatir penyusun kinerja, yaitu:
1. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap
providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan
customers.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik
itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan.
3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggara pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang
ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat.
80
Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima
tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Konsep
pelayanan prima berdasarkan pada A6 (Barata, 2003:31), yaitu mengembangkan
pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Sikap (Attitude), Perhatian
(Attention), Tindakan (Action), Kemampuan (Ability), Penampilan (Appearance),
dan Tanggung jawab (Accountabiity), dimana dijabarkan sebagai berikut:
1. Sikap (Attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus
ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi
penampilan yang sopan dan serasi, berfikir positif, sehat dan
logis, dan bersikap menghargai.
2. Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan,
baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan
keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan
kritiknya, yang meliputi mendengarkan dan memahami secara
sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan, mengamati dan
menghargai perilaku para pelanggan, dan mencurahkan perhatian
penuh kepada pelanggan.
3. Tindakan (Action) berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan
dalam memberikan layanan kepada pelanggan, mencatat
kebutuhan para pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para
pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan
menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau
kembali.
4. Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan
tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program
pelayanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja
yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif,
mengembangkan motivasi, dan mengembangkan public relation
sebagai instrument dalam membina hubungan kedalam dan keluar
organisasi atau perusahaan.
5. Penampilan (Appearance) adalah penampilan seseorang baik
yang bersifat fisik saja maupun fisik atau non fisik., yang mampu
merefleksikan kepercayaan diri dan kreadibilitas dari pihak lain.
6. Tanggung jawab (Accountabiity) adalah suatu sikap keberpihakan
kepada pelanggan sebagai suatu wujud kepedulian untuk
menghindarkan atau meminimalikan kerugian atau ketidakpuasan
pelanggan.
81
Melihat penjelasan diatas, maka dapat ditemukan kata kunci sebagai tolak ukur
utama dalam menilai pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan, yaitu sejauh
mana pelayanan yang diberikan tersebut berhasil memberikan rasa puas terhadap
pelanggan. Untuk menilai kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh
pengguna jasa layanan, termasuk tingkat kesulitan dan kemudahan mengenali
karakteristik pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Penentuan prinsip-
prinsip tersebut berdasarkan strategi yang digunakan oleh organisasi dalam rangka
pelayananprima.
82
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang
akan digunakan adalah jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan,
yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,
2010:3). Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
dalam Moleong (2014:4). Sedangkan Sugiyono (2014:9) menjelaskan
bahwa, Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
yang akan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menggunakan dengan metode deskriptif kualitatif
dengan alasan apabila menggunakan metode tersebut maka akan diperoleh
83
hasil berupa temuan-temuan terbaru yang secara natural dipaparkan
dilapangan. Pemaparan yang dimaksud adalah dari satu realita yang dapat
ditangkap, diamati, dan dideskripsikan oleh peneliti. Kesimpulan yang
diperoleh tentang penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian
dengan menggunakan pemberian atau gambaran atas suatu fenomena yang
dijadikan perhatian dalam suatu uraian sistematis, faktual, akurat dan jelas
bisa terkait dengan hubungan yang timbul antara suatu gejala lainnya
dalam masyarakat.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian memegang penting dalam memandu serta
mengarahkan jalannya suatu penelitian sehingga dapat mengetahui data
yang dibutuhkan serta data yang sebaiknya dibuang sebagai jawaban untuk
rumusan masalah. Sparadley dalam Sugiyono (2010:286) menyatakan
bahwa “a focused refer to a single cultural domain or a few related
domains” maksudnya adalah bahwa fokus penelitian merupakan domain
tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial yang diteliti
meliputi aspek tempat, aktor, aktivitas, yang berinteraksi secara sinergis.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan penelitian ini,
peneliti menetapkan fokus sebagai berikut:
84
1. Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94)
mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik
mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap
aplikasi, berikut penjelasan proses implementasi kebijakan
publik:
1). Tahap Interpretasi
2). Tahap Pengorganisasian
3). Tahap Aplikasi
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
a). Faktor Pendukung
b). Faktor Penghambat
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi dan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti akan
menangkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang hendak diteliti
untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Lokasi penelitian
dalam penelitian ini di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan
situs dalam penelitian ini adalah mengambil data dari bagian divisi Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang ada di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban tersebut.
85
Alasan penelitian dilakukan di lokasi tersebut karena RSUD dr. R.
Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit kelas B, maka RSUD
Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi
Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban dan
sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini
menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat memberikan
pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat, sehingga dapat
mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Tuban dan
sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke Rumah Sakit provinsi
dan salah satu penyelenggara proses pembangunan dalam bidang
kesehatan melalui kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS.
Karena kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan
menerapkan SIMRS. Rumah sakit tipe B, dengan asumsi memiliki sumber
daya (finansial dan SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk
memiliki SIMRS yang fungsional.
D. Jenis dan Sumber Data
Menurut Lofland dan lofland dalam Basrowi dan Suwandi (2008:
169) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, dan kemudian selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen, dan lain-lain. Untuk penelitian ini jenis data yang digunakan ada
2 yaitu:
86
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung
memberikan data kepada peneliti sebagai pengumpul data dalam
penelitian ini, data yang peneliti dapatkan dari informan yang ada di
lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa
informan antara lain:
1). Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban;
2). Kepala Instalasi SIMRS;
3). Kepala bagian Program dan Pelaporan;
4). Masyarakat
1. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan dengan
maksud menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Data ini dapat
ditemukan dengan cepat seperti UUD, Keputusan Menteri , literatur,
artikel, jurnal, dan tulisan serta situs di internet yang resmi dan
berkenaan dengan tema penelitian ataupun juga melalui dokumen
resmi.
Jadi bisa diambil kesimpulan diatas bahwa sumber data adalah
tempat dimana penulis dapat menemukan data dari informasi yang
diperlukan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka data-data yang diperoleh
melalui:
87
1. Informan, data dapat diperoleh langsung dari sumber data asli
sehubungan dengan obyek yang akan diteliti. Adapun
informan kunci dalam penelitian ini adalah:
1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum
dan Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;
2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;
3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan
Pelaporan;
4). Pelanggan pengguna pelayanan
2. Dokumen, data ini merupakan informasi dalam bentuk catatan-
catatan resmi. Adapun dokumen yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah:
a. Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban
b. SOP (Standard Operating Procedure) terkait
pelaksanaan kebijakan
c. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban
d. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban
3. Tempat dan Peristiwa, selain dari informasi tersebut, peneliti
memperoleh data atau informasi yang bersumber dari peristiwa
atau fenomena yang dianggap cocok dan bermanfaat untuk
88
mengungkapkan permasalahan dan fokus penelitian, seperti
pengamatan mengenai proses pengolahan data melalui aplikasi
SIMRS di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitan, tentunya data sangat berperan penting dalam
keberhasilan penelitian. Dalam memperoleh data, peneliti membutuhkan
teknik dalam mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti adalah:
1. Wawancara
Esterberg mengartikan wawancara sebagai, “ a meeting of two
persons to exchange information and idea through question and
responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about a particular topic” dalam Sugiyono (2009:231). Jenis
wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti adalah wawancara
terstruktur (structure interview). Wawancara terstruktur dilakukan
dengan jalan menyiapkan instrumen penelitian yang berupa
pertanyaan tertulis. Selain itu, peneliti dapat menggunakan alat bantu
berupa alat tulis, kamera dan recorder untuk membantu menuangkan
data dari wawancara. Peneliti dapatkan dari informan yang ada di
lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa
informan antara lain:
1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan
Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;
2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;
89
3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan Pelaporan;
4). Pelanggan pengguna pelayanan
2. Observasi
Nasution menjelaskan bahwa para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi dalam Sugiyono (2014:226). Jenis
observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terus terang.
Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan
terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai
akhir tentang aktivitas peneliti dalam Sugiono (2014:228). Jadi
peneliti melihat secara langsung di lapangan untuk mengetahui
bagaimana proses pelayanan yang ada pada RSUD Dr R Koesma
khususnya dalam proses pengimplementasian kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
3. Dokumentasi
Sugiyono menjelaskan bahwa, “ Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu” dalam Sugiyono (2014:240).
Dokumentasi digunakan peneliti yaitu berupa foto untuk mendukung
data yang sebelumnya peneliti dapatkan dari wawancara dan
observasi, sehingga data lapangan yang telah peneliti dapatkan lebih
akurat dengan adanya bukti foto proses dalam penerapkan kebijakan
90
PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri dalam Sugiono (2011:222). Adapun
instrumenn-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti sendiri, yaitu peneliti mampu memahami kondisi situs
penelitian dan peneliti harus menyiapkan diri dengan adanya
bekal teori, dan wawasan yang didapat di bangku perkuliahan
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan
mengkonstruksikan situasi sosial yang diteliti.
2. Pedoman wawancara, merupakan daftar pertanyaan yang disusun
oleh peneliti yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh
data keperluan penelitian. Sehingga dengan adanya pedoman ini,
wawamcara diharapkan sesuai dengan fokus penelitian atau
terarah serta dapat menjawab berbagai permasalahan penelitian.
3. Alat dokumentasi, merupakan alat penunjang yang digunakan
untuk merekam dan memfoto situasi sosial yang ada. Dalam
penelitian ini alat dokumentasinya adalah menggunakan
hanphone dan kamera digital untuk merekam dan berkomunikasi
dengan informan serta mengabdikan situasi sosial menjadi
gambar/foto.
91
4. Catatan lapangan, merupakan sebuah catatan peneliti yang yang
didapatkan dari hasil mencatat maupun mencopy file atau adata.
Catatan lapangan memiliki fungsi untuk mencatat hasil
wawancara atau pengamatan yang berisi tentang data atau
informasi dilapanagan yang terkait permasalahan penilitian.
G. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang
obyektif. Karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif
sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan)
penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk
mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Menurut
Moleong (2007:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan
pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
1.Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Teknik ini dapat diaplikasikan pada saat penelitian tentang implementasi
dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data yang telah
diperoleh melalui Ketua tim SIMRS, kemudian peneliti mengecek kembali
kebenaran data yang diperoleh melalui narasumber lainnya seperti ketua
92
bagian program dan pelaporan dan informan lainnya yang sudah
ditetapkan penulis.
1. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat waktuyang tepat akan
mempengaruhi pemeberian data yang lebih valid sehingga lebih
terpercaya. Mengingat pada tahap awal peneliti masih dianggap asing oleh
informan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban sehingga narasumber
tidak terlalu terbuka. Untuk itu dalam melakukan pengujian kredibilitas
data dilakukan dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara,
observasi dalam hari yang berbeda dalam kurun waktu 1 bulan masa riset.
Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara
berulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.
H. Analisis Data
Moleong (2014:280) mendefinisikan, analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan Nasution
dalam Sugiyono (2014:245) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah,sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Langkah-langkah
peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan
93
analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles, Huberman
dan Saldana sebagai berikut:
Gambar 6. Analisis Data Model Interaktif
( Sumber : Miles Huberman dan saldana (2014:32) ).
Analisis data diatas dijelaskan oleh Miles, Huberman dan Saldana
(Miles, Huberman dan Saldana, 2014:31-32), yaitu terdapat empat tahapan
sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pada tahapan pengumpulan data ini, peneliti menggunakan tiga teknik
dengan melakukan wawancara,observasi dan dokumentasi. Dalam
pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan wawancara kepada pihak
pelaksana kebijakan. Observasi dan dokumentasi juga dilakukan peneliti
untuk dapat menguatkan data-data yang peneliti dapatkan melalui proses
wawancara kepada pihak yang terlibat dalam kebijakan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian
dengan terjun langsung di lapangan. Selain itu, dokumentasi juga perlu
94
didapatkan untuk dapat melihat kesesuaian data primer dan sekunder. Jadi
semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan bertambah
banyak dan kompleks.
2. Kondensasi Data (Data Condensation)
Pada tahap ini, peneliti mengacu pada proses memilih, memfokuskan,
menyederhanakan, membuat abstraksi, dan/atau menstransformasikan data
yang muncul secara penuh yang ditulis pada catatan lapangan, transkip
wawancara, dokumen-dokumen, dan bahan empiri. Melalui kondensasi
data, dapat membuat data lebih kuat.
3. Penyajian Data (Data Display)
Dalam tahap ini, peneliti menyederhanakan kumpulan informasi yang
diikuiti dengan penggambaran kesimpulan dan tindakan pada kehidupan
sehari-hari. Tindakan yang dilakukan dalam penyajian data didasarkan
dengan pemahaman peneliti.
4. Pengambilan Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusion)
Urutan yang ketiga adalah aktivitas analisis adalah menggambarkan
kesimpulan dan verifikasi. Dari pengumpulan data awal, analisis kualitatif
menginterpretasikan apa yang dimaksudkan dengan mencatat pola,
penjelasan arus kausal, dan proporsi dari hasil hasil penelitian.
Pengmabilan kesimpulan dibuat samar pada awalnya, lalu meningkat
secara jelas dan beralasan.
95
Keempat tahapan diatas dilakukan secara berurutan dalam melakukan
suatu analisa peristiwa yang saling mengikuti satu sama alain (Miles,
Huberman dan Saldana, 2014:32)
96
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban
a. Sejarah Kabupaten Tuban
Kota Tuban memiliki asal asul dalam beberapa versi, pertama
disebut sebagai Tuban dari lakuran watu tiban (batu yang jatuh dari
langit), yaitu dimana batu pusaka yang dibawa oleh
sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu
tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan
dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua berupa lakuran dari metu
banyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang
Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Tuban yang pertama
membuka hutanPapringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan
tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan
adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan
istimewanya sumur tersebut airnya tawar padahal berada di dekat
pantai. Ada juga versi ketiga, Tuban berasal dari kata "tubo"
atau racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban
yaitu Kecamatan Jenu.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten dari 38
Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Jawa
97
Timur. Wilayah Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara
(Pantura) Pulau Jawa. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang
pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa.
Tuban disebut sebagai Kota Wali karena Tuban adalah salah satu kota
di Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran Agama Islam namun
beberapa kalangan ada yang memberikan julukan sebagai kota tuak
karena daerah Tuban sangat terkenal akan penghasil minuman (tuak &
legen) yang berasal dari sari bunga siwalan (ental). Beberapa obyek
wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Makam
Wali, contohnya Sunan Bonang, Makam Syeh Maulana Ibrahim
Asmaraqandi (Palang), Sunan Bejagung dll. Selain sebagai kota Wali,
Tuban dikenal sebagai Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang
berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Bahkan beberapa Goa
di Tuban terdapat stalaktit dan Stalakmit. Goa yang terkenal di Tuban
adalah Goa Akbar, Goa Putri Asih, dll.
Tuban terletak di tepi pantai pulau Jawa bagian utara, dengan
batas-batas wilayah: utara laut Jawa, sebelah timur Lamongan, sebelah
selatan Bojonegoro, dan barat Rembang dan Blora Jawa Tengah.
Penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari bercocok
tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya merupakan
nelayan, perdagangan dan pegawai negeri. Potensi ekonomi yang
dimiliki Kabupaten Tuban sangat beraneka ragam sumbernya. Selama
98
ini potensi ekonomi yang telah dikembangkan di Kabupaten Tuban
antara lain:
1. Tanaman pangan
2. Hortikultura
3. Perkebunan
4. Perikanan
5.Peternakan
6.Kayu pertukangan dan kayu bakar
7.Industri pengolahan besar dan sedang
8.Industri kecil dan kerajinan rumah tangga
9.Perdagangan
10. Hotel dan restoran
11.Hasil tambang
12.Pariwisata
Sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Tuban yaitu sektor
pertanian khususnya tanaman pangan. Dari sektor pertanian tanaman
pangan, padi merupakan komoditas yang paling diunggulkan dari
ketiga komoditas lainya yaitu jagung, kacang tanah dan ubi kayu.
Potensi yang bisa ditingkatkan perkembanganya selain sektor tanaman
pangan antara lain pertambangan dolmit, minyak dan gas bumi,
pariwisata dan potensi besar lainya yaitu pelabuhan laut. Kebudayaan
asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya
adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo. Namun ada
hal menarik ketika memperingati Haul Sunan Bonang, dimana ribuan
umat muslim dari seluruh Indonesia tumpah ruah memadatai kota
99
khususnya kompleks pemakaman Sunan Bonang. Ada juga Ulang
Tahun Klenteng Kwan Sing Bio yang sudah masuk dalam agenda kota
dan ada juga sedekah bumi bagi masyarakat pesisir.
b. Lambang Daerah
Gambar 7: Sumber gambar: www.tubankab.go.id
Arti Lambang Kabupaten Tuban: Kabupaten Tuban
memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap
gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing
masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas)
maupun cita-cita luhur Kabupaten Tuban. Arti pada lambang
Kabupaten Tuban Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian
yaitu :
1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima. Dengan jiwa yang suci
murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung
tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam
menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju
100
masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning Kuda hitam adalah
kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh
masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara,
watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar
biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari
warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang
cermelang dari Ronggolawe.
3. Gapura Putih Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama
Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum
Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat
yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban
melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali
Songo”.
4. Bintang Kuning bersudut lima Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban
memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang
mencapai cita-cita yang luhur.
5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru
muda Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu
hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah
101
kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir)
menjadi kata Tuban.
6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah Tuban
penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah
pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan
berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban
mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil
makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.
7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga
buah. Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya
raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir
Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan
yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat
Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya
menghadapi tiga sasaran yaitu:
1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan
kerohanian.
2. Pembangunan ekonomi.
3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.
8. Keterangan angka
1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.
102
2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.
3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45. dengan demikian
masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi
Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai
perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.
c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban
VISI :
Kabupaten Tuban yang Lebih Religius, Bersih, Maju dan Sejahtera
MISI :
1. Peningkatan Pengamalan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Berbagai
Aspek Kehidupan dengan Mengutamakan Toleransi dan
Kerukunan Antar Umat Beragama
2. Peningkatan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan yang
Kreatif dan Bersih
3. Peningkatan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Optimalisasi
Penataan Ruang Guna Mendorong Kemajuan Daerah
4. Membangun Struktur Ekonomi Daerah yang Kokoh Berlandaskan
Keunggulan Lokal yang Kompetitif
5. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat yang Merata dan
Berkeadilan
103
d. Keadaan Geografis
Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha, dan wilayah
laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada
koordinat 111 derajat 30' - 112 derajat 35 BT dan 6 derajat 40' - 7
derajat 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Sebelah Utara
berbatasan langsung dengan Laut Jawa; Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bojonegoro; Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Lamongan; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa
Tengah yakni Kabupaten Rembang di bagian utara dan Kabupaten
Blora di bagian selatan. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara
dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan
Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan
Kabupaten Rembang.
Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di
Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan
Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang
mengalir dari Solo menuju Gresik. Secara geologis Kabupaten Tuban
termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara yang memanjang pada
arah barat ke timur mulai Semarang sampai Surabaya. Sebagian besar
Kabupaten Tuban termasuk dalam Zona Rembang yang didominasi
endapan, umumnya berupa batuan karbonat. Zona Rembang
didominasi oleh perbukitan kapur. Ketinggian daratan di Kabupaten
Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Bagian utara merupakan dataran
104
rendah dengan ketinggian 0-15 m diatas permukaan laut, bagian
selatan dan tengah juga merupakan dataran rendahdengan ketinggian
5-500 m. Daerah yang berketinggian 0-25 m terdapat disekitar pantai
dan sepanjang bengawan solo sedangkan daerah yang berketinggian
diatas 100 m terdapat di kecamatan Montong. Luas lahan pertanian di
Kabupaten Tuban adalah 183.994,562 Ha yang terdiri lahan sawah
seluas 54.860.530 Ha dan lahan kering seluas 129.134.031 Ha.
Gambar 8: Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban
Sumber: www.tuban.go.id (2017)
e. Keadaan Demografi
Penduduk adalah faktor penting dalam membangun suatu
pemerintahan dan pembangunan. Sebab selain menjadi obyek
pembangunan penduduk sekaligus menjadi pelaku pembangunan.
105
Untuk itu, sangatlah penting mendapatkan data yang akurat tentang
jumlah penduduk yang ada di suatu daerah. Beberapa metode di paki
dalam menghitung jumlah penduduk d Kabupaten Tuban, diantaranya
adalah sensus penduduk. Jumlah Penduduk di Kabupaten Tuban tahun
2007 hasil proyeksi penduduk mencapai 1.100.930 jiwa terbagi dalam
291.046 Kepala Keluarga (KK), dengan komposisi jumlah penduduk
laki-laki 543.829 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 557.101
jiwa. Dari total penduduk tersebut tercatat sebanyak 101.188 KK atau
34,7 % tergolong warga kurang mampu. Sekitar 71% atau 770.651
jiwa dari total penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari
bercocok tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya
merupakan nelayan, perdagangan dan pegawai negeri.
f. Administratif Pemerintahan
Berdasarkan pembagaian untuk daerah administrasinya sendiri,
Kabupaten Tuban terdiri dari 20 kecamatan yaitu:
Tabel 1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban
No Nama Kecamatan
1 Bancar
2 Bangilan
3 Grabagan
4 Jatirogo
5 Jenu
6 Kenduruan
7 Kerek
8 Merakurak
9 Montong
10 Palang
11 Parengan
106
12 Plumpang
13 Rangel
14 Semanding
15 Senori
16 Singgahan
17 Soko
18 Tambakboyo
19 Widang
20 Grabagan
Sumber : www.tuban.go.id. diolah oleh penulis (2017)
Adapun Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Tuban tergolong cukup
baik, ada 4 rumah sakit besar di kabupaten ini:
1. RSUD Dr R. Koesma, di Jl. dr. Wahidin SH ( Tipe Kelas B );
2. RS Medika Mulia, di Jl. Majapahit ( Tipe Kelas C);
3. RS Nahdlatul Ulama Tuban, di Jl. Letda Sucipto
( Tipe Kelas D); dan
4. RS Muhammadiyah, di Jl. P. Diponegoro. ( Tipe Kelas C ).
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan tiap kecamatan juga ada
Puskesmas yang pembangunan dan pelayanannya terus ditingkatkan untuk
mengantisipiasi masyarakat yang berada jauh dari perkotaan.
2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kab. Tuban
a. Sejarah RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
RSUD Dr. R. Koesma merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah
Kabupaten Tuban yang pada awal berdirinya bernama RSUD Tuban
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
51/Menkes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 sebagai Rumah Sakit
Kelas D yang terletak di Jalan Brawijaya dengan lahan seluas 31.101
107
m2 dan masih menjadi satu dengan kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Tuban. Untuk operasional pelaaksanaan pelayanan di Rumah Sakit saat
itu masih menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban.
Pada saat itu fasilitas tempat tidur yang tersedia sejumlah kurang lebih 50
(lima puluh) buah dengan jenis peralatan yang dimiliki masih bersifat
sederhana antara lain alat pemeriksaan gizi dan alat pemeriksaan
laboratorium sederhana. Jumlah tenaga yang ada saat itu sejumlah 28
(dua puluh delapan) orang dengan tenaga medis dokter umum sejumlah 3
(tiga) orang dan merangkap tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban,
sedangkan tenaga dokter spesialis baru ada pada tahun 1982 yaitu
spesialis obsgin sebanyak 1 (satu) orang dan spesialis anak sebanyak 1
(satu) orang. Seiring perkembangan pelayanan serta fasilitas yang ada,
pada tahun 1983 status RSUD Tuban dinaikkan kelasnya menjadi Rumah
Sakit kelas C melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor
233/Menkes/SK/VI/1983 tanggal 11 Juni 1983 yang ditindaklanjuti
dengan Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 26 Tahun
1983. Kemudian nama RSUD Tuban diganti menjadi RSUD Dr. R.
Koesma Kabupaten Tuban berdasarkan Keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Tuban Nomor 153 Tahun 1984 tanggal 24 Nopember 1984
yang disetujui DPRD Tingkat II Tuban tanggal 1 Desember 1984 dengan
Keputusan Nomor 26-DPRD-82/84.
Pada tahun 1986 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban berpindah
lokasi ke Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 800 Kelurahan
108
Sidorejo Kecamatan Tuban sampai sekarang menempati lahan seluas
47.236 m2. Pada lokasi ini RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
mempunyai letak yang sangat strategis, berada di tengah kota yang
mudah dijangkau transportasi umum dan berada dijalur jalan raya
Surabaya-Semarang. Pada tahun 1999 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten
Tuban telah lulus akreditasi untuk 5 (lima) kelompok pelayanan dan
selanjutnya dari hasil visitasi Tim Kementerian Kesehatan pada tanggal 9
Oktober 2010 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban ditingkatkan
kelasnya menjadi Rumah Sakit kelas B berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.03.05/I/517/2012 tanggal 12 Februari 2012.
Pada tahun 2012 juga RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
mendapat Ijin Operasional Tetap Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas
B Non Pendidikan yang berlaku selama 5 (lima) tahun dari Gubernur
Jawa Timur dengan surat ijin Nomor P2T/2/03.23/III/2012 pada tanggal
25 Maret 2012. Untuk memenuhi standar mutu pelayanan pada tanggal
29 Maret 2011 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban telah disurvei
oleh Tim Surveior dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
Kementerian Kesehatan dan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk
12 (dua belas) Pelayanan dengan berdasar Keputusan Direktorat Jendral
Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor
YM.02.10/III/1414/2011 tanggal 10 Juni 2011. Dan pada tanggal 19-20
Desember 2013 telah dilakukan survey oleh SAI Global untuk Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001-2008 untuk 16 Pelayanan dan dinyatakan
109
lulus pada tanggal 17 Januari 2014 dengan nomor sertifikat QMS 40495.
Sehubungan dengan status sebagai Rumah Sakit kelas B, maka RSUD
Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi
Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban
dan sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini
menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat
memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat,
sehingga dapat mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Kabupaten Tuban dan sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke
Rumah Sakit provinsi.
b. Visi, Misi, Falsafah, Nilai, Tujuan dan Motto
1. Visi adalah cara pandang jauh kedepan yang didalamnya
mencerminkan apa yang ingin dicapai dan kemana struktur
organisasi diarahkan sehingga pada gilirannya dengan visi yang tepat
pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang menjadi akselerator
bagi pelaksanaan tugas di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan
wewenang dan tanggung jawab tersebut maka visi RSUD Dr
Koesma Kabupaten Tuban dirumuskan sebagai berikut:
“MENJADI PUSAT RUJUKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN
YANG PROFESIONAL DENGAN MENGUTAMAKAN KEPUASAN
DAN KESELAMATAN PASIEN”.
110
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Penyelenggaraan kesehtan dilakukan oleh pemerintah dan
swasta. Masyarakat Kabupaten Tuban yang mandiri untuk hidup adalah
suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk
mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi,
sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan
karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun
lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Guna
mewujudkan visi yang telah ditetapkan tadi maka RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban perlu menetapkan misinya secara jelas sebagai satu
pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Misi
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan umum
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik sesuai dengan visi
yang telah ditetapkan.
2. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh
instansi sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Misi
merupakan kristalisasi dari keinginan menyatukan langkah dan gerak
untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan . Adapun misi yang
yang telah di rumuskan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
yaitu:
1. Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada mutu dan
keselamatan pasien.
111
2. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
3. Meningkatkan sarana prasarana dan peralatan yang canggih dan
berkualitas sesuai dengan standar.
4. Menyelenggarakan pengelolaan Rumah Sakit secara transparan,
akuntabel, efisien dan efektif.
3. Falsafah
Mengabdi dan melayani dengan ikhlas
4. Nilai
1. Jujur
2. Inovatif
3. Kreatif
4. Amanah
5. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam
jangka waktu satu sampai lima tahun kedepan. RSUD Dr R Koesma
berkewajiban memberikan pelayanan yang baik demi kepuasan
masyarakat. Adapun tujuan RSUD Dr R Koesma sebagai berikut:
1. Tercapainya kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu
pelayanan yang terakreditasi.
2. Terpenuhinya pelayanan sesuai standar melalui tenaga profesional
dan terlatih.
112
3. Tercapainya RSUD dr. R. Koesma menjadi pusat rujukan daerah
sekitar.
4. Terwujudnya tarif layanan yang kompetetif dan terjangkau bagi
masyarakat.
6. Motto
Peduli dan Ramah
113
c. Struktur Organisasi
Gambar 9: Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
(Sumber : www.rsudkoesma.id (2017)
114
B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
merupakan kebijakan dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit
di Indonesia, khususnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Dalam pelaksanaanya di RSUD Dr R Koesma kebijakan ini
dilaksanakan dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Manajamen
Rumah Sakit (SIMRS). Aplikasi yang dilaksanakan langsung oleh
RSUD ini merupakan aplikasi yang memproses dan mengintegrasikan
seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan
koordinasi, pelaporan, dan prosedur administrasi untuk memperoleh
informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem
Informasi Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan proses
implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban maka peneliti meninjau
melalui 3(tiga) komponen. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-
94) mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik
mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap
aplikasi.
115
1. Tahap Interpretasi
Dalam mengimplementasikan maka terdapat proses dimana
kebijakan yang awalnya abstrak menjadi kebijakan yang lebih
strategis dan lebih bersifat teknis operasioanal. Kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS dalam memberikan pelayanan prima pada
RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan kebijakan yang
diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang
perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang
uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c
diubah, sehingga berbunyi sebagai:
(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas
melaksanakan monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah
sakit, penyusunan laporan dan pengelolaan SIMRS.
(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.
Dalam menyelenggarakan fungsi SIMRS yang sudah di atur dalam
peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 adalah sebagai
berikut:
a). Melaksanakan monitoring , evaluasi dan pelaporan kegiatan
rumah sakit;
116
b). Melaksanakan pengkajian untuk menetukan prioritas
penanganan permasalahan pelayanan rumah sakit;
c). Melakasanakan penatausahaan SIMRS secara tertib untuk
pmeningkatkan pelayanan rumah sakit;
d). Menyusun instrumen monitoring evaluasi dan pengendalian
program pelayanan rumah sakit;
e). Melaksanakan identifikasi dan analisa data pelayanan rumah
sakit sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut;
f). Melaksanakan laporan atau pertanggunjawaban kepada
Kepala bagian program dan pelaporan; dan
g). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala bagian
program dan pelaporan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini
sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. (Wawancara pada hari Kamis, 23 Maret 2017).
Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang
perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang
uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah
sakit dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku
117
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada
peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
“ ..Pertama kali saat ini launching pada 25 Juni
2014 itu sama Pak Bupati Drs. KH. Fathul Huda di
pendopo sudah disosialisasikan, jadi Kapala RSUD Dr
Koesma dan staf jajarannya dikumpulkan semua dan
sudah disosialisasikan. Kemudian yang kedua pihak
RSUD Dr Koesma melakukan rapat kepada intra
sektoral tentunya untuk mensosialisasikan dan
berkoordinasi tentang kebijakan ini.” (Wawancara pada
hari Kamis, 23 Maret 2017).
Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini
bertujuan agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat
mengetahui dan memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan
dari implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
yang tertuang dalam Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan
Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79
/KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja
instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, yaitu sebagai
berikut:
1. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu
dipimpin oleh seorang Kepala Unit Kerja Instalasi SIMRS yang
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil
Direktur Umum dan Keuangan.
2. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
118
a). Penyusunan recana dan program kerja Instalasi SIMRS;
b). Melaksanakan ketatausahaan Instalasi SIMRS;
c). Melaksankan kegiatan pendataan, pengolahan dan analisis data
SIMRS pada rumah sakit;
d). Melaksanakan penyajian informasi SIMRS;
e). Melaksanakan pengembangan teknologi penunjang SIMRS;
f). Melaksanakan evaluasi hasil kerja SIMRS;
g). Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait di
lingkungan rumah sakit;
h). Melaksanakan laporan/pertanggungjawaban kepada Wakil
Direktur Umum dan Keuangan; dan
i). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
119
Gambar 10: Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS. (Sumber Bapak
Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R
Koesma kepada peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban pada hari
Kamis, 23 Maret 2017).
Tabel 2: Uraian Tugas Instalasi Sistem Informasi Manajamen Rumah
Sakit (SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ( Sumber:
Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 188.4/
79 / KPTS / 414.109 / 2014.
No. Jabatan Uraian Tugas
1. Kepala Instalasi SIMRS a. Menyusun rencana dan program kerja Instalasi
SIMRS;
b. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan
ketatausahaan Instalasi SIMRS;
c. Melaksanakan kegiatan pendataan, pengelolahan
dan analisa data SIMRS;
d. Melaksanakan penyajian SIMRS;
e. Mengembangkan teknologi SIMRS;
f. Melaksanakan evaluasi hasil kerja Instalasi
SIMRS;
120
g. Melaksanakan koordinasi dengan Instalasi/unit
kerja di lingkungan rumah sakit;
h. Sebagai “System Administrator”, yaitu
melakukan administrasi terhadap system, serta
hal hal lain yang berhubungan dengan
pengaturan operasional terhadap system;
i. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh
Direktur.
2. Pelaksana Analisis Sistem a. Menganalisa System yang sudah berjalan;
b. Menganalisa kebutuhan sistem yang akan
dikembangkan;
c. Membuat perancangan sistem pada aplikasi yang
akan dibuat;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
3. Pelaksana Proggamer a. Menerjamahkan sistem yang dibuat oleh Analis
sistem ke dalam desain progam;
b. Membuat program aplikasi;
c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
4. Pelaksana Hardware a. Melaksanakan pemeliharaan secara berkala
terhadap Sistem operasi dan hardware;
b. Melakukan perbaikan hardware yang rusak;
121
c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
5. Pelaksana Maintance Jaringan a. Melaksanakan penataan jaringan;
b. Membuat sistem keamanan jaringan;
c. Monitor akses jaringan;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa aturan yang
mendasari dalam implementasi kebijakan tentang uraian tugas, fungsi dan tata
kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban adalah Peraturan
Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014. Dimana kebijakan ini merupakan realisasi
dari PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) yang menjelaskan bahwa
pembentukan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dilakukan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia.
Dan Suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk
jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh
informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian Sistem Informasi
Kesehatan.
122
2. Tahap Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian ini menjelaskan proses kegiatan yang terkait
dengan peraturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana atau aktor dalam
implementasi kebijakan, sumber anggaran dan sarana prasarana, dan manajemen
pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS dijelaskan bahwa terkait dengan aktor pelaksana
dalam kebijakan ini adalah PEMDA (Pemerintah Daerah), Gubenur, Bupati atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. Untuk implementasi kebijkan ini pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 dan
ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata
kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Dalam tata cara
pengorganisasiannya melalui tata hubungan kerja eksternal adalah pengaturan
hubungan kerja antara unit-unit kerja dalam suatu organisasi dengan unit kerja di
luar organisasi tersebut. Hubungan kerja dengan unit organisasi lain tersebut dapat
berupa kerjasama lintas program ataupun lintas sektor. Adapun bentuk hubungan
dengan unit-unit kerja di luar organisasi dapat berbentuk: Hubungan koordinatif
seperti unit bagian program seperti pelaporan loket pelayanan pasien rawat jalan,
rawat inap, IGD dengan SIMRS yaitu hubungan dalam rangka penyatuan upaya
dan daya dengan unit kerja lain untuk mencapai tujuan bersama melalui rapat
sebagai bentuk komunikasi yang dihadiri oleh beberapa orang untuk
membicarakan dan memecahkan permasalahan tertentu, dimana melalui
123
rapat berbagai permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai kebijaksanaan
organisasi dapat dirumuskan. Pada unit kerja SIMRS RSUD Dr.R. Koesma
Kabupaten Tuban, rapat internal dilakukan setiap bulan dengan tujuan untuk
membahas dan mengevaluasi kerja staf SIMRS. Selain itu, dalam rapat tersebut
membahas tentang masalah-masalah yang terjadi selama satu bulan dan mencari
pemecahan masalahnya. Rapat internal tersebut dihadiri oleh kepala Instalasi
SIMRS dan staf SIMRS, maupun staf dari unit terkait yang berkaitan dengan
pembahasan pada saat rapat. Melalui program orientasi umum, pegawai
baru diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah,
tujuan, nilai-nilai dan budaya organisasi RSUD Dr.R. Koesma Kabupaten
Tuban Disamping itu, pegawai yang mengikuti orientasi juga dibekali
pemahaman tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-
prinsip kerjasama tim. Laporan merupakan suatu bentuk penyampaian berita,
keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan
maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan
wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara
mereka. Pelaporan yang ada di unit SIMRS RSUD Dr.R.Koesma Kabupaten
Tuban, yakni pelaporan bulanan. Pelaporan bulanan ini berupa laporan
triwulan KPI (Key Performance Indikator). Laporan KPI merupakan laporan yang
berisi pencapaian indikator-indikator kinerja dari unit kerja SIMRS ini. Laporan
ini memperlihatkan jumlah persentase pencapaian tiap indikator per bulannya. Hal
ini di ungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS
124
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan untuk qualifikasi SDM adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan : Diploma III / Sarjana Komputer
2. Mampu mengoperasikan SIM RS baik Front end maupun back end
3. Dutamakan menguasai jaringan komputer
4. Menguasai database MySQL-SQL Server
5. Familiar/terbiasa dengan bahasa pemrograman HTML/PHP/Visual Basiq/Java
Dan distribusi ketenagaan mengenai jumlah staf di unit SIMRS
menujukkan bahwa jumlah staf yang ada di unit SIMRS sudah cukup dalam
menunjang proses pengelolaan SIMRS RSUD Dr R Koesma dengan tugas-tugas
yang dilakukan oleh petugas SIMRS RSUD Dr Koesma. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah staf SIMRS yang saat ini berjumlah 6 orang dengan jadwal kerja shift
yang telah ditetapkan.
“...begini mbak, jadi bentuk pengorganisasiannya melalui koordinasi
dengan setiap unit untuk menerapkan kebijakan ini melalui rapat, dan
pelaporan bulanan berupa laporan triwulan, adanya qualifikasi SDM
dan Distribusi ketenagaan .” ( Sumber: Bapak Nashrul Fatih selaku
Kepala Instalasi SIMRS.( wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret
2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tahap pengorganisasiannya melalui
koordinasi dengan setiap unit dalam pengelolahan data yang akan di Screning
lewat aplikasi SIMRS.
Dibawah ini adalah gambar struktur organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
125
Gambar 11: Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. (Sumber : Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten No:
188.4/ 79/ KPTS/ 414.109/2014).
Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk
teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan
acuan. Petunjuk teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Berikut merupakan Prosedur Pelayanan yang tertera
dalam Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan dalam implementasi
DIREKTUR
WAKIL DIREKTUR UMUM
DAN KEUANGAN
KEPALA INSTALASI SISTEM
INFORMASI MANAJEMEN
RUMAH SAKIT
KEPALA BAGIAN
PROGRAM DAN
PELAPORAN
PELAKSANA
ANALISIS
SYSTEM
PELAKSANA
PROGRAMMER
PELAKSAN
A
HARDWAR
PELAKSANA
MAINTANCE
JARINGAN
126
kebijakan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
Gambar 12: Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma (Sumber :
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-jalan/).
1. Pelayanan Rawat Jalan RSUD Dr R Koesma
a. Pasien datang ke RSUD dengan menunjukan KTP/KK
b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
c. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran
d. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
e. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
f. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
g. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
127
Gambar 13: Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma (Sumber :
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-inap/).
2. Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr R Koesma
a. Pasien datang ke RSUD yang memiliki fasilitas rawat inap
/perawatan
b. Pasien menunjukkan KTP/KK
c. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
d. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran
e. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
f. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
g. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
h. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
128
Gambar 14: Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma
(Sumber : http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-igd/).
3. Pelayanan Pasien IGD
a. Pasien menunjukkan KTP/KK
b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
c. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
d. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
e. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
f. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
129
Tabel 3: Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif ( Sumber:
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-poli-eksekutif/).
Berikut Jadwal Dokter Poli Eksekutif
NAMA DOKTER HARI JAM
dr. Susilo Rachman, Sp.B Senin
Rabu
Jumat
14.00 – 21.00
14.00 – 21.00
14.00 – 21.00
dr. Bella Barus. Sp.B Selasa 14.00 – 18.00
dr Husain Habibie,Sp.OG
(K)
Kamis
Selasa
14.00 – 15. 00
15.00 – 17.00
dr R.Slamet Soeprijadi,Sp.
OG
Kamis
Senin
15.00 – 17. 00
16.00 – 18.00
dr . A. Syaifuddin Zuhri, Sp.
OG
Selasa
Rabu
08.00 – 10.00
16.00 – 18.00
dr . Fani Suslina Hasibuan,
Sp. JP. FIHA
Jumat
Senin
14.00 – 16.00
14.00 – 17.00
dr . Mat Suwito, Sp. PD Selasa
Rabu
14.00 - 17.00
14.00 - 17.00
dr . Pungki Mandayanto
Wibowo , Sp.PD
Senin
Kamis
08. 00 - 10.00
08.00 – 10.00
dr . Hari Suseno, Sp.PD Selasa
Rabu
09.00 – 11.00
09.00 – 11.00
dr . Lily Natalia, Sp. BS Selasa 19.00 – 21.00
Pendaftaran Pasien Poli Eksekutif bisa dilakukan dengan :
1. Datang langsung ke Loket Graha Aryo Tejo
2. SMS : 082230-582258 / 08123-164-983
3. Telepon : 0356-8832197
Tarif Pemeriksaan Poli Eksekutif :
1. Dokter Spesialis Kandungan (sudah termasuk USG) : Rp. 150.000,-
2. Dokter Spesialis Kandungan (tanpa USG) : Rp. 100.000,-
3. Dokter Spesialis Lain : Rp. 100.000,-
Untuk Jam Buka Loket RSUD Dr R Koesma dimlai dari hari :
Senin – Kamis : 07:00 - 12:00 WIB
Jum'at : 07:00 - 10:00 WIB
Sabtu : 07:00 - 11:00 WIB
130
Sedangkan untuk Jam Besuk Pasien:
Jam Besuk Pasien PAGI : 11:00 – 13:00 WIB
SORE : 17:00 – 19:00 WIB
Telp.(0356) 321010,
(0356) 323266,
(0356) 325696
Email: [email protected]
[email protected] ( Sumber: http://rsudkoesma.id/)
Kemudian berikut merupakan SOP (Standard Operating Procedure) yang
digunakan dalam implementasi kebijakan PMK Nomor 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima yang ditetapkan oleh Direktur
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kebijakan
Pelayanan Sistem Informasi Manajemen dan Jaringan SIMRS.
a).Permintaan Pembuatan Sistem Informasi Baru
1. Mengajukan Form Permintaan Sistem Informasi Baru yang diketahui
oleh atasan langsung dan disetujui oleh Direktur.
2. Form Permintaan diberikan kepada Instalasi SIMRS
3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah permintaan
Sistem Informasi Baru layak dikerjakan atau tidak
4. Jika Kepala Intalasi SIMRS merasa permintaan pembuatan Sistem
Baru tidak dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.
5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala
Instalasi SIMRS akan menunjuk Programmer untuk pembuatan.
6. Progammer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk embuatn
Sistem Informasi sesuai yang diminta.
b). Pengembangan dan Perbaikan Program SIMRS
1.Unit/Bagian/Instalasimengisi Form Permintaan Perbaikan Program
yang langsung diketahui oleh atasan langsung.
2. Form Permintaan diberikan kepada Kepala Instalasi SIMRS.
3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah perimntaan
Perbaikan Program layak dikerjakan atau tidak.
131
4. Jika Kepala Instalasi SIMRS merasa permintaan perbaikan program
tidak memungkinkan untuk dikerjakan maka Form Permintaan
perbaikan program dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.
5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala
Instalasi SIMRS akan merujuk Programmer untuk pembuatan.
6. Programmer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk
perbaikan program yang sesuai diminta.
c). Pengaturan IP Address
1. Pastikan hardware dan driver LAN device sudah terinstal dengan
benar.
2. Pengalamatan TCP/IP V4 sesuai range IP Address sebagai berikut:
a. Server SIMRS
b. Rawat Inap
c. Rawat Jalan
d. Billing
e. Farmasi Gudang
f. Rekam Medik Atas dan Rekam Medik Bawah
g. Loket
h. Informasi
i. Penunjang
d). Instalasi OS Ubuntu atau Windows dan Program Pendukung
1. Install Operating System Ubuntu atau Operating System
Windows.
2. Instal driver, mulai dari Chipset, VGA, Sound, LAN, Printer, dll.
3. Instal antivirus free, Smadav dan update definisi virus terkini.
4. Instal aplikasi sesuai kebutuhan kerja bagian tersebut.
5. Set IP address sesuai SOP Pengaturan IP Address.
6. Set files and printer sharing ke enabled.
7. Install deep freeze jika ada pemisahan partisi antara data dan
sistem operasi. Freeze drive C: dan catat passwordnya.
e). Pemasangan Jaringan
1. Mengisi Form Pemasangan Jaringan oleh Unit/Instalasi/Bagian
yang meminta.
2. Melakukan pengecekkan apakah permintaan pemasangan jaringan
dapat dikerjakan atau tidak.
3. Jika permintaan dapat dikerjakan maka staff Instalasi SIMRS akan
mengerjakan pemasangan jaringan dan apabila tidak dapat
dikerjakan maka Instalasi SIMRS akan mengembalikan form
pemaagan jaringan dan memberikan alasan.
f). Permintaan Perbaikan Hardware dan Jaringan
Untuk kerusakan Hardware:
1. Pengaduan kerusakan Hardware oleh Unit/Instalasi SIMRS.
132
2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.
3. Apabila memungkinkan staff Instalasi SIMRS akan melakukan
perbaikan di tempat namun jika tidak maka Hardware rusak
tersebut akan dibawa keruang Instalasi SIMRS.
4. Setelah Hardware selesai diperbaiki maka Hardware tersebut akan
dikembalikan ke Unit/bagian/Instalasi terkait dengan disertai Form
Permintaan Hardware.
Untuk Kerusakan Jaringan
1. Pengaduan kerusakan jaringan oleh Unit/Instalasi SIMRS.
2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.
3. Jika jaringan SIMRS akan melakukan pengecekkan: IP Address
PC, kabel, Switch/Hub. Apabila jaringan internet melakukan
konfirmasi ke provider yang digunakan oleh RSUD Dr R
Koemsma Kabupaten Tuban.
4. Setelah melakukan pengecekkan apabila di jaringan lokal SIMRS
ada kerusakan maka akan segera diperbaiki dan diganti.
5. Setelah pengerjaan perbaikan jaringan selesai maka
Unit/bagian/Instalasi yang terkait akan dikasih Form Perbaikan.
g). Standarisasi Software dan Alternativenya di RSUD Dr
Koesma Tuban
1. Install Sistem Operasi Windows yang dilengkapi lisensi/ Linux
GPL pilihan SIM
2. Install Driver Hardware pilihan SIM
3. Install Antivirus Freeware/ antivirus opensource pilihan SIM
4. Install Microsoft office yang dilengkapi lisensi / openOffice/ Libre
Office.
5. Install Browser internet Freeware/ GPL pilihan SIM
6. Install Utility Freeware/GPL pilihan SIM
7. Install Database MySQL GPL
8. Install Remote Desktop Freeware/GPL pilihan SIM
9. Install Corel Draw/ Photoshop yang dilengkapi lisensi/ pengolah
gambar GPL pilihan SIM
10. Install Software lain yang disetujui oleh Direktur/Wakil Direktur.
h). Pemilihan Software
1.Analisa kebutuhan software secara menyeluruhmaupun permintaan
khusus melalui Instalasi SIMRS dari unit kerja tertentu.
2.Seleksi Software dipasaran, dari referensi atau test secara langsung
3. buat laporan pemilihan software untuk diketahui dan disetujui
Direktur/ Wakil Direktur.
133
i). Menyalakan Komputer
1. Pasang kabel power dan seluruh komponen dengan benar
2. Pasang UPS dan atau stabilizer agar listrik tetap stabil
3. Ini berguna untuk menghindari kerusakan komputer atau data
4. Tekan tombol power pada CPU/casing
5. Tunggu beberapa saat. Jika lampu indikator menyala dan atau ada
nada beep satu kali, berarti komputer dalam keadaan baik.
6. Setelah itu tunggulah proses booting hingga pada layar monitor
muncul desktop Windows/ Ubuntu atau Login.
j). Mematikan Komputer
1. Simpan document atau tutup semua program yang aktif.
2. Bila System operasi yang digunakan MS Window, klik start lalu
Klik “turn off/shutdown”.
3. Klik OK, maka computer akan mati secara otomatis.
4. Jika System operasi menggunakan Ubuntu Linux, Klik tombol
kemudian pilih shutdown.
5. Tekan tombol off pada monitor, CPU dan penstabil tegangan.
k). Penghematan Listrik Komputer
1. Jika komputer hidup 24 jam selalu matikan monitor / LCD tetapi
CPU tetap dalam kondisi hidup.
2. Jika komputer dipakai dalam waktu-waktu tertentu :
a. Saat tidak dipakai kurang dari 2 jam komputer standby saja
untuk mengurangi daya listrik yang diserap atau dimatikan
b. saat sudah tidak dipakai dimatikan sesuai prosedur diatas dan
selalu matikan UPS dan melepas UPS dari PLN sehingga UPS
tidak mudah rusak dan UPS sendiri tidak mudah panas.
c. Apabila PLN padam jangan biarkan sampai UPS mati karena
akan merusak komponen batrai, apabila PLN mati lebih dari 5
menit segera matikan komputer sesuai prosedur.
d. Selalu matikan printer jika tidak dipakai.
134
l). Backup Database
1. Backup database dilakukan oleh Instalasi SIMRS
2.Instalasi SIMRS menginformasikan kebagian Informasi bahwa
sedang ada backup database
3.Proses backup database dilakukan pada saat pelayanan loket
pendaftaran dalam keadaan sepi dan atau Pukul 00.00 WIB.
4.Penyimpanan Backup database ditaruh pada hardisk khusus
5.Setelah proses backup database selesai, kemudian
menginformasikan kepada bagian informasi bahwa backup telah
selesai.
m). Keamanan data
1.Prosedur jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database
hanya bisa diakses secara lokal.
2.Patikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi
SIMRS
3.Pastikan yang mempunyai account login database server hanya
Kepala Instalasi, Staff Programmer , dan Jaringan.
4. Pastikan data yag ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang
diperbolehkan oleh manajemen.
5. Pastikan jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database
hanya bisa diakses secara lokal.
6. Pastikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi
SIMRS.
7. Pastikan yang mempunyai account login database server hanya
Kepala Instalasi, Staff Programmer, dan Jaringan
8. Pastikan data yang ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang
diperbolehkan oleh manajemen.
n). Penghapusan Data
1.User mengisi Form permintaan penghapusan data
2.Menyerahkan Form permintaan penghapusan data ke Instalasi
SIMRS
3.Staff Instalasi SIMRS melakukan verifikasi terhadap data yang akan
dihapus.
135
4.Jika data yang diminta untuk dihapus dinytakan valid maka data
dihapus oleh staff Instalasi SIMRS
5.Jika tidak maka Form permintaan penghapusan data dikembalikan
ke user yang diminta serta memberi alasan.
o). Penyampaian Informasi secara Elektronik
1.Diverifikasi oleh bagian Humas apakah Informasi layak
untuk dipublikasikan sesuai aturan yang berlaku.
2. Diverifikasi oleh Komite Mutu (informasi harus sesuai
dengan mutu rumah sakit).
3. Diserahkan ke Instalasi SIMRS informasi yang telah
diverifikasi oleh Humas dan Komite Mutu.
4. Informasi di posting ke media Elektronik atau Website
oleh Instalasi SIMRS.
p). Permintaan Informasi dari Database
1. Menghubungi pihak RSUD Dr R Koesma yang kompeten
memberikan data informasi yang diminta.
2. Menghubungi Instalasi SIMRS untuk permintaan data
informasi dari Database.
3. SIMRS memberikan data yang diminta oleh pihak yang
bersangkutan.
Pihak yang berkompeten dari RSUD Dr Koesma Tuban
memberikan data kepada pihak luar yang meminta informasi.
Dari petunjuk teknis dan SOP yang telah ditetapkan yang menjadi
salah satu poin penting dalam implementasi kebijakan ini adalah untuk
memperlancar, mempermudah, mempercepat pekerjaan bagian atau unit
kerja tersebut. Oleh karena itu aktor-aktor pelaksana kebijakan ini dalam
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban harus saling berkoordinasi
jalannya implementasi kebijakan ini dengan baik. Hal ini diungkapkan
oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan
Pelaporan.(wawancara pada hari Jum’at 24 Maret 2017).
Untuk mendukung dari jalannya proses implementasi kebijakan
juga diperlukan adannya anggaran atau dana untuk melaksanakan
136
implementasi kebijakan seperti yang telah diharapkan sebelumnya. Dalam
implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma, anggaran yang digunakan berasal dari Pemkab
Tuban dimana dana tersebut didapat dari APBD Kabuten Tuban anggaran
2016. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil
Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada peneliti di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
“ ...Untuk kebijakan ini Pemkab Tuban yang didapat
dari APBD Kabupaten Tuban mengalokasikan dana
sebesar Rp 21 Miliar untuk implementasi kebijakan
SIMRS ini Mbak, dan ini juga sudah sangat cukup
untuk menjalankan kebijakan ini karena APBD
Kabupaten Tuban yang memang mencukupi untuk
melaksanakannya.” ( Wawancara pada hari Kamis 23
Maret 2017).
Semua sarana dan prasarana yang diperlukan dalam implementasi
kebijakan ini sendiri adalah perangkat komputer, dan jaringan internet.
Terkait hal ini, sejak diberlakukannya implementasi kebijakan terkait
SIMRS telah dilakukan pengadaan Hardware berupa perangkat komputern
dan jaringan internet. Dari hal tersebut, sarana dan prasarana dari
kebijakan ini telah terpenuhi karena seperti yang telah dijelaskan di dalam
SOP bahwa perlu adanya permintaan pembuatan sistem informasi baru
guna untuk memperlancar, mempermudah dan mempercepat pekerjaan
bagian atau Unit kerja. Dan dalam proses ini membutuhkan sarana
pendukung yaitu perangkat komputer dan jaringan internet. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala bagian SIMRS.
137
“ ...Jadi begini Mbak, kalau perangkat hardware
seperti komputer kan sebenarnya sudah ada sejak
diberlakukannya JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional), jadi untuk setiap rumah sakit saya rasa
tidak ada masalah terkait dengan sarana dan
prasarana seperti perangkat komputer atau internet”.
(wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Gambar 15: Sarana dan Prasarana dan jaringan internet (Sumber
SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, pada hari Sabtu,
25 Maret 2017)
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti diatas, dapat diketahui
bahwa dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban ditetapkan aktor pelaksana kebijakan adalah Keputusan
Bupati Tuban dan Keputusan Direktur Rumah Sakit dan Para Staff Unit
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Kemudian untu anggaran diambil
dari Pemkab Tuban yang didapat dari APBD Kabupaten Tuban dan dinilai
oleh para pelaksana kebijakan sudah mencukupi selain itu sarana dan
prasarana berupa komputer dan jaringan internet juga telah tersedia.
Petunjuk teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) juga sudah jelas
138
dan ditetapkan sebagai pedoman dan acuan dalam implementasi kebijakan
ini.
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga senantiasa
mengembangkan manajemen sumber daya manusia yang baik, agar
terwujud kuantitas dan kualitas pegawai yang mampu melaksanakan tugas
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu tahapan manajemen
sumber daya manusia yang dilaksanakan di RSUD Dr R koesma
Kabupaten Tuban adalah program orientasi baik untuk pegawai
baru atau pegawai lama. Program ini dapat dilakukan manakala
rumah sakit memperoleh pegawai baru ataupun tidak. Orientasi umum
berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara non teknis,
terutama memahami Profil Rumah Sakit dan Manajemen. Kegiatan
tersebut dilaksanakan oleh Seksi Rumah Sakit dan Diklat bekerjasama
dengan Seksi/Subag/Bagian/Bidang lain yang terkait. Sedangkan orientasi
khusus berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara
teknis dan dilaksanakan oleh unit kerja dimana pegawai baru tersebut
ditempatkan. Melalui program orientasi umum, pegawai baru
diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah, tujuan, nilai-
nilai dan budaya organisasi RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
Disamping itu, pegawai yang mengikut orientas juga dibekali pemahaman
tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-prinsip
kerjasama tim. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala
139
bagian Program dan Pelaporan. (wawancara pada hari Jum’at 24 Maret
2017).
3.Tahap Aplikasi
Dalam penggunaan SIMRS yang digunakan untuk mempermudah
informasi data dan komunikasi dari unit ke unit. Dalam penggunaan
aplikasi ini untuk membantu proses implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban
sudah sesuai berjalan dengan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Bapak
Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS. “ .. Untuk penggunaan
aplikasinya tidak ada masalah Mbak, aplikasinya juga cukup mudah untuk
digunakan”. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Berikut adalah tampilan aplikasi SIMRS untuk memudahkan
pegawai dalam pengelolahan data. “ ..iya aplikasi ini untuk melakukan
screning KTP dan KK, kita bisa berkoordinasi dengan BPJS mbak. Dulu
sih ada pelatihannya sendiri pas launching pertama kebijakan Jaminan
Kesehatan mbak.” Hal ini diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku
140
Kepala Instalasi SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Gambar 16 dan 17 : Tampilan aplikasi SIMRS dan para staff yang
mengelola data ( Sumber Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi
SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017)
141
Sebelum adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
masyarakat/pelanggan masih menggunakan sistem informasi yang
manual dan prosesnya lebih lama baik dari segi pendaftaran, biaya
administrasi dan kurang transparan dalam memberikan pelayanan. Hal ini
disampaikan oleh Bapak Agus warga desa Widang. (Minggu, 26 Maret
2017).
“...begini mbak, dulu sebelum adanya kebijakan ini prosesnya
begitu lama, kurang efektif dan efesien dalam memberikan
pelayanan sehingga saya harus menunggu lama”.
Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Endang warga desa Desa
Wadegan yang menyatakan “...waktu itu saya antri dan lama sekali
mbak untuk melakukan registrasi, ada kesalahan dalam sistem
administrasi atau salah dalam menghitung jumlah uang mbak ”.
(wawancara pada hari hari Minggu, 26 Maret 2017).
Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Ummi warga desa Desa Lajo
yang menyatakan “...waktu itu saya kurang mendapatkan informasi
secara detail sehingga terjadi kesalahpahaman diantara saya dan pihak
rumah sakit khususnya di bagian administrasi/kasir ”. (wawancara pada
hari hari Minggu, 26 Maret 2017).
142
Sedangkan untuk pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma juga sudah cukup
baik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Siswanto warga desa
KedungHarjo selaku masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban menyatakan
“...untuk disini pelayanannya cukup baik, tempatnya bersih,
komunikasi dengan perawat dan dokter jadi enak.., kalau untuk
pengurusannya saya jadi lebih mudah, terbukti dan terpercaya
mbak, kita Cuma butuh bawa KTP dan KK setelah daftar selesai
dan setelah selesai dalam perawatan kita langsung diberikan hasil
data informasi mulai dari biaya penginapan, dan pelayanan lainnya
yang yang sudah tertera didalam database yang di sudah di kelola
oleh pihak SIMRS sehingga saya percaya mbak”.
Gambar 18: Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban (Sumber: Data Primer Hasil Observasi Peneliti,
wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa penilaian
masyarakat terkait dengan kebijakan ini juga cukup baik. Hal ini
juga di kemukakan oleh ibu Ani warga desa Weden yang
143
menyatakan “...saya merasa terbantu mbak, karena bisa melakukan
registrasi lebih cepat dan akurat mbak”. (wawancara pada hari hari
Sabtu, 25 Maret 2017).
Pernyataan yang serupa juga diungkapakan oleh Bapak
Anton warga desa Widang selaku masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. “...saya juga terbantu
mbak, karena dari pihak rumah sakit memberikan data yang
transparan dan akurat”. (wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret
2017).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat
diketahui bahwa dalam penerapan kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari petugas staff unit
yang sudah mengetahui dan mengerti akan tugasnya dan
pengguanaan aplikasi SIMRS yang sudah cukup lancar dari hasil
implemntasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013. Proses pencatatan
dan pelaporan klaim juga berjalan dengan lancar. Selain itu
pelayanan dari RSUD Dr R Koesma juga cukup baik dalam
memberikan pelayanan yang merasa nyaman dan juga penilaian
dari masyarakat terhadap kebijakan ini.
Untuk kepuasan Pasien sebagai pelanggan Rumah Sakit
dalam memberikan pelyanan prima pelanggan adalah orang yang
membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan. Pelanggan
144
tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan
setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah
seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau
menikmati produk berupa barang atau jasa dari suatu organisasi
atau anggota organisasi tertentu, yang dikelompokkan menjadi
pelanggan internal yaitu mitra kerja dalam organisasi yang
membutuhkan produk barang atau jasa seseorang atau sekelompok
orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu semua
orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang
membutuhkan produk barang atau jasa suatu organisasi.
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen
setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan
jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan
sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam
waktu yang lama. Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis.
Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari
fungsi suatu produk yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan
psikologis merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang
bersifat tidak terwujud dari produk. Kepuasan pasien akan
terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan
dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa yang
dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti
145
subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa
pelayanan kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara
yang berbeda dengan yang dipersepsikan konsumen. Kepuasan
pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan cenderung
bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar
belakang yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan
yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk
menghindari adanya subyektifitas individual yang dapat
mempersulit pelaksanaan pelayanan kesehatan perlu adanya
pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:
1. Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa
kepuasan pasien bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan
adalah yang bersifat umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-
rata pasien.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam
terhadap tindakan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan
harus sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi. Lama
hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh
terhadap kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada
rawat inap sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi
146
semakin tinggi derajat kesinambungan pelayanan semakin tinggi
pula kepuasan pasien.
Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang
sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas
rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat,
dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan
informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap
kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, serta
kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.
Tabel 4: Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu
tentang Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. (Humas RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).
Tabel 5: Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang
Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).
No. UNSUR PELAYANAN
NILAI
RATA-
RATA
MUTU
PELAYANAN
KINERJA
UNIT
PELAYANAN
U1 Prosedur pelayanan 3.467 B Baik
U2 Persyaratan pelayanan 2.240 C Kurang Baik
NILAI
PERSEPSI
NILAI
INTERVAL
IKM
NILAI INTERVAL
KONVERSI IKM
MUTU
PELAYANAN
KINERJA
UNIT
PELAYANAN
1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik
2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik
3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik
4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik
147
U3 Kejelasan petugas pelayanan 3.413 A Sangat Baik
U4
Kedisiplinan petugas
pelayanan 2.360 C Kurang Baik
U5
Tanggung jawab petugas
pelayanan 2.867 B Baik
U6
Kemampuan petugas
pelayanan 3.267 A Sangat Baik
U7 Kecepatan pelayanan 3.240 B Baik
U8
Keadilan mendapatkan
pelayanan 3.253 B Baik
U9
Kesopanan dan keramahan
petugas 3.253 B Baik
U10 Kewajaran biaya pelayanan 2.220 C Kurang Baik
U11 Kepastian biaya pelayanan 1.827 C Kurang Baik
U12 Kepastian jadwal pelayanan 1.813 C Kurang Baik
U13 Kenyamanan lingkungan 3.233 B Baik
U14 Keamanan pelayanan 3.207 B Baik
Dari hasil penilaian IKM diatas, maka dapat dikelompokkan kinerja unit
pelayanan berdasarkan unsur pelayanan, sebagai berikut :
Kinerja Sangat Baik (A), terdiri dari unsur :
1. Persyaratan pelayanan
2. Kemampuan petugas pelayanan
Kinerja Baik (B), terdiri dari unsur :
1. Prosedur pelayanan
2. Tanggung jawab petugas pelayanan
3. Kecepatan pelayanan
4. Keadilan mendapatkan pelayanan
5. Kesopanan dan keramahan petugas
6. Kenyamanan lingkungan
7. Keamanan pelayanan
Kinerja Kurang Baik (C), terdiri dari unsur :
1. Persyaratan pelayanan
2. Kedisiplinan petugas pelayanan
148
3. Kewajaran biaya pelayanan
4. Kepastian biaya pelayanan
5. Kepastian jadwal pelayanan
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
Kompleksnya proses implementasi kebijakan dapat menimbulkan
adanya faktor pendukung dan penghambat dari proses implementasi itu
sendiri, faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dari sebuah
implementasi kebijakan seperti yang dijelaskan oleh oleh Edward III
dalam Winarno (2012:177) meliputi beberapa variabel yang telah
dipaparkan peneliti melihat bahwa terdapat faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat dari variabel tersebut. Berikut ini merupakan
faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan
PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
a). Faktor Pendukung
1. Pelaksana Kebijakan yang Kuat
Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudakan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban dukungan dari para pelaksana merupakan salah satu yang
menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaanya. Hal ini disimpulkan sendiri
149
oleh peneliti dari keterangan-keterangan pelaksana kebijakan di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, salah satunya keterangan yangdisampaikan
langsung kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.
“...kalau saya sendiri melihat kebijakan ini sangat bagus
sekali Mbak, saya sepenuhnya mendukung, karena apa
Mbak, kebijakan ini bersifat kebijakan yang membantu
kami dalam meningkatkan koordinasi antar unit,
transparasi, kemudahan dalam memberikan pelaporan
dalam pelaksanaan operasional dan meningkatkan
efesiensi”. (wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
Dari wawancara diatas peneliti melihat bahwa dukungan dari para
pelaksana kebijakan khususnya Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban sangat mendukung kebijkan ini sehingga para
pelaksana kebijakan menyambut dengan baik kebijakan ini dan menilai
kebijakan ini sangat bermanfaat.
2.Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait.
Koordinasi yang baik dalam proses implemntasi kebijakan PMK No
82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
merupakan salah satu faktor pendukung. Hal ini diungkapkan langsung
kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban.
“..Iya mbak, kami juga berkoordinasi dengan baik
pihak unit lain. Karena tadi mbak salah satu yang
menjadi point penting dalam kebijakan ini yaitu
pasien bisa mendapatkan informasi secara akurat
dan terpercaya karena adanya transparansi dari
pihak unit, kita berkoordinasi melalui aplikasi
SIMRS jadi untuk membuat database lebih mudah
dan lebih cepat karena adanya aplikasi tersebut ”.
(Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
150
Pernyataan tersebut menilai kebijakan ini sangat bermanfaat bagi pasien dan
pegawai di setiap unit.
b). Faktor Penghambat
1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik
Dalam implementasi kebijakan selain terdapat faktor pendorong biasanya
masih terdapat pula faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses
implementasi kebijakan. Begitu pula dalam proses implementasi kebijakan PMK
No 82 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Jaringan
internet dan pemeliharaan fasilitas yang kurang baik menjadi salah satu faktor
penghambat dalam kebijakan ini. Hal in sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak
Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS di RSUD kepada peneliti.
“...ya kadang internet nya masih error mbak, pas
waktu penginputannya jadi lama, bahkan tidak bisa
melakukan penginputan tapi pelayanan tetap
berlangsung, jadi terpaksanya kami melakukan
pendaftaran secara manual terlebih dahulu,
kemudian besoknya baru diinput semua”. (Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian
Program dan Pelaporan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban kepada
Peneliti.
“...iya mbak, yang masih jadi kendala bagi kami ya
itu internetnya kadang trouble , belum lagi jika
komputernya yang mudah rusak kami harus
memperbaikinya”. (Hasil wawancara pada hari Selasa,
28 Maret 2017).
151
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban menjadi terganggu ketika
jaringan internet yang tidak stabil ataupun perangkat keras yang
digunakan mudah rusak. hal ini dikarenakan petugas SIMRS suka
ceroboh dan kurang teliti dalam mengoprasikan komputer yang
digunakan.
2.SDM
Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga
implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.
Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang
ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan
yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan
sebagainya. Hal ini perlu diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD
dr. R. Koesma yaitu menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan
yang profesional dengan mengutamakan kepuasan pasien. Hal tersebut
diungkapkan oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.
“..Iya mbak, disini masih kurang tenaga kerja implementator
untuk itu sebagian dari mereka harus bekerja sampai 24 jam.
Dan masih ada beberapa pegawai yang kurang ramah dalam
memberikan pelayanan.” (Hasil wawancara pada hari Selasa, 28
Maret 2017).
152
Seringkali ditemukan SDM sebagai user SIMRS belum siap dan
kurang disiplin ketika adanya perubahan kebiasaan dari manual ke
komputerisasi. Karena dengan demikian user tersebut harus beradaptasi
terhadap prosedur baru, harus bisa menggunakan komputer, bekerja
secara sistematis, dan setiap aktifitas di sistem termonitor secara
otomatis. Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun
tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam
pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-
beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam
implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan
tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.
C. Pembahasan dan Fokus Penelitian
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban
a. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan
Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
James E. Anderson dalam Islamy(2007:17) mendefiniskan
sebagai kebijakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Pendapat lain tentang
kebijakan muncul dari pendapat Thomas R. Dye dalam Islamy (2007:18)
153
juga memberikn pendapatnya terkait kebijakan publik sebagai apapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang mendefinisikan tentang kebijakan
dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan
salah satu implementasi kebijakan pemerintah yang diambil guna
memecahkan, mengidentifikasi, ataupun merespon masalah yang ada di
masyarakat.
Implementasi merupakan salah satu bagian dari kebijakan yang
mana merupakan proses pelaksanaan dari kebijakan itu sendiri. Guna
memahami terkait tentang proses implementasi kebijakan yang begitu
kompleks atau tidak sederhana, maka perlu untuk memperhatikan
keterkaitan setiap variabel dalam implementasi serta perlu melihat secara
detail setiap tahapan-tahapan yang dilalui para pelaksana implementasi
kebijakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Van Mater dan van Horn dalam Wahab (2012:135)
meruuskan bahwa proses implementasi sebgai “tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan”. Selain itu Ripley dan Franklin
dalam Winarno (2014:148) juga berpendapat bahwa impleemntasi adalah
apa yang yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
154
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis
keluaran yang nyata.
Dari pendapat-pendapat yang mendefiniskan tentang
implementasi kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa dalam sebuah
implementasi kebijakan yaitu berkaitan dengan adanya tujuan atau
sasaran kebijakan, kemudian aktivitas atau tindakan yang dilakukan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa sebuah implementasi kebijakan merupakan
serangkaian aktivitas atau tindakan guna mencapai suatu hasil yang
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini
peneliti menggunakan fokus yang telah dipaparkan oleh Jones yang
melihat bahwa proses implementasi kebijakan dilihat dari 3 tahap yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap Interpratsi
Mazmanian & Sabatier menjelaskan banhwa implementasi
kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lebih lanjut lagi, Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo
(2013:90) menjelaskan bahwa pada proses implementasi kebijakan
terdapat beberapa tahapan yaitu tahap implementasi, tahap
pengorganisasian, tahap aplikasi. Pada tahap interpretasi ini lebih kepada
penjabaran dari sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam
kebijakan yang lebih bersifat teknis dan operasional. Dari kebijakan
155
umum atau kebijakan strategis yang kemudian direalisasikan dengan
kebijakan manajerial yang diwujudkan dalam bentuk keputusan-
keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala daerah
(Bupati atau Walikota) dan kemudian dilaksanakan dengan kebijakan
teknis operasional yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan kepala
dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai unsur pelaksana teknis
pemerintah.
Implemnatsi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam memberikan pelayanan prima pada RSUD Dr Koesma Kabupaten
Tuban merupakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban
Nomor 19 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban
Nomor 16 Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal
19 ayat (2) huruf c diubah, sehingga berbunyi sebagai:
(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas melaksanakan
monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah sakit, penyusunan
laporan dan pengelolaan SIMRS.
(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.
Selain itu Jones dalam Widodo (2013:90) menjelaskan lebih lanjut
bahwa dalam tahap interpretasi tidak hanya sebatas menjabarkan sebuah
kebijakan ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional, tetapi juga
156
diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakn itu sendiri. Hal ini
bertujuan agar kebijakan yang diambil dapat diketahui oleh aktor
pelaksana, pihak-pihak yang terkait secara langsung dan tidak langsung,
dan juga seluruh pegawai. Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kukuh
Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban. Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16
Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit
dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini bertujuan
agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat mengetahui dan
memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan dari implementasi
kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang tertuang dalam
Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014
tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
2. Tahap Pengorganisasian
Jones dalam Widodo (2013:91) menjelaskan bahwa setelah
kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional maka tahap selanjutnya
157
adalah tahap pengorganisasian. Tahap pengorganisasian sendiri lebih
merujuk pada proses kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan dan
penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan penetapan anggaran,
penetapan prasarana dan sarana apa yang diperlukan, serta penetapan
manajemen pelaksana guna menunjang kelangsungan implementasi
kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang
telah ditetapkan bedasarkan Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun
2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun
2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit
dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk teknis dan SOP
(Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan acuan. Petunjuk
teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Kemudian untuk penetapan anggaran dalam kebijakan ini semua
berasal dari Pemkab Tuban yang berasal dari APBD. Untuk sarana dan
prasarana dalam kebijakan ini yaitu berupa perangkat komputer dan
jaringan internet untuk di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Pengadaan sarana dan prasarana sendiri sudah terlaksana sejak
158
diberlakukannya kebijkan Jaminan Kesehatan Nasional sehingga untuk
kebijakannya ini sarana dan prasarana sudah terpenuhi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, pada tahap
pengorganisasian dalam implementasi kebijakan ini seperti yang
dijelaskan oleh Jones dalam Widodo (2013:91) adalah ditetapkannya
aktor pelaksana yaitu Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma, Kepala
Instalansi SIMRS dan Kepala Instalasi Unit Kerja. Penetapan anggaran
yang diguakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Kemudian
Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban telah menetapkan
Petunjuk Teknis dan SOP sebagai acuan dan pedoman.
3. Tahap Aplikasi
Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo (2013:94) menjelaskan
bahwa aplikasi itu lebih kepada penerapan rencana proses implementasi
kebijakan ke dalam realitas atau dalam bentuk wujud nyata. Dalam
penerapan kebijkan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban dari hasil wawancara dengan pihak
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban diketahui bahwa RSUD Dr R
Koesma telah menerapkan aplikasi SIMRS sesuai dengan PMK No 82
Tahun 2013 dan telah ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr
Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana yang telah di undangkannya
Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014.
159
Lebih lanjut lagi, Jones dalam Widodo (2013:89) menjelaskan
bahwa tahap aplikasi ini merupakan aktivitas dari penyediaan pelayanan
secara rutin, atau pengelolaan administrasi atau kegiatan pendataan,
pengolahan dan analisa data SIMRS atau lainnya sesuai dengan tujuan
dan sarana kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terkait dengan
pelayanan yang dilakukan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
sebagai aktor pelaksana dalam kebijakan ini sudah terlaksana dengan
baik. Hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
oleh peneliti menyebutkan bahwa masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban merasa nyaman, percaya dengan
pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Selanjutnya itu proses pengolahan administrasi juga terlaksana sesuai
dengan yang diatur dalam petunjuk teknis kebijakan ini.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sejauh mana
tujuan kebijakan ini terlaksana. Dari hasil wawancara dengan pengguna
layanan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban mengungkapkan bahwa
menyambut dengan baik kebijakan ini. Dari penelitian yang dilakukan
oleh peneliti, pada tahap aplikasi dalam kebijakan ini seperti yang
dijelaskan oleh Jones dalam Widodo ( 2013:91) adalah penerpan dari
rencana implementasi kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
kemudian diwujudkan secara realitas atau dalam bentuk nyata. Dari hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dalam penerapan kebijakan PMK No 82
160
Tahun 2013 tengtang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban melakukan aplikasi SIMRS yang digunakan untuk memudahkan
dalam pengelolahan data. Kemudian dalam pelayanan yang dilakukan
oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa nyaman. Yang
terakhir terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijakan juga sudah
tercapai, Hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas
diberlakukannya kebijakan ini.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
1. Faktor Pendukung
a. Pelaksana Kebijakan yang Kuat
Berdasarkan penilaian dari peneliti terkait kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban, salah satu yang menjadi faktor pendukungnya adalah adanya
dukungan dari pelaksana kebijakan. Hal ini dianggap menjadi faktor
pendukung dari kebijakan ini karena tanpa adanya dukungan yang kuat
dan kesadaran dari pelaksana maka pelayanan yng baik tidak akan
terlakasana.
Dengan dukungan dari pelaksana yang kuat, membuat kebijakan
ini terlaksana dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelayanan yang
161
diberikan oleh RSUD Dr R Koesma yang maksimal kapada masyarakat.
Masyarakat pengguna layanan merasa terlayani dengan baik. Dengan
melihat hal ini peneliti memberikan pendapat bahwa dengan adannya
dukungan yang kuat dari pelaksana merupakan salah satu faktor yang
mendukung variabel sikap pelaksana dalam faktor mempengaruhi tingkat
keberhasilan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
b. Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait
Selain dukungan dar pelaksana yang kuat, peneliti menilai bahwa
adanya koordinasi yang baik dengan pihak yang terkait juga merupakan
salah satu faktor yang ada dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. Tanpa adanya aplikasi pendukung SIMRS maka proses
pengolahan data tidak akan berjalan dengan baik dengan pihak terkait
antar unit yang merupakan salh satu faktor pendukung dari variabel
komunikasi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan.
b). Faktor Penghambat
1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik
Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban diperlukan adanya peralatan seperti perangkat
komputer dan juga jaringan internet. Hal ini di perlukan untuk melakukan
proses pengolahan data pasien sebagai pengguna layanan di RSUD Dr R
162
Koesma Kabupaten Tuban. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah
ketika internet yang digunakan tidak stabil sehingga pegawai dalam
melakukan input data untuk dilakukan Screaning menjadi memakan
waktu. Bahkan jika internet tidak dapat digunakan pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dilakukan secara manual
kemudian setelah internet kembali normal baru dilakukan proses
Screaning.
Edward III dalam Widodo ( 2013: 102) menyebutkan bahwa
sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk
operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung,
tanah, saranan yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan
pelayanan dalam implementasi kebijakan. Dari penjelasan tersebut jika
sumber daya peralatan dalam hal ini berupa komputer dan jaringan
internet tidak berjalan dengan baik atau masih ada kendala maka proses
implementasi kebijakan pun terganggu. Dari kendala tersebut peneliti
menilai bahwa pemeliharaan fasilitas jaringan internet yang kurang baik
menjadi kendala pada variabel sumber daya peralatan yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan karena tanpa
adanya pemeliharaan dari peralatan/fasilitas yang ada maka
peralatan/fasilitas yang ada dapat mengalami kerusakan sehingga dapat
menghambat jalannya proses kebijakan.
163
2.SDM
Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga
implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.
Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang
ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan
yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan
sebagainya dan masih adanya pegawai yang kurang disiplin. Hal ini perlu
diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD dr. R. Koesma yaitu
menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan yang profesional dengan
mengutamakan kepuasan pasien.
Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun tentang
SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam
pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-
beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam
implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan
tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.
164
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari
permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan
judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:
a. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri
Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka
mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi
dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan
SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16
Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka
165
perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah
dikounikasikan baik Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.
b. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini
yaitu Bupati dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban.
Anggaran yang digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten
Tuban. Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga
telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP ( Standard Operating
Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.
c. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana
dengan baik yang ditandai dengan diberlakukannya kerjasama
antara pihak unit melalui SIMRS. Terkait dengan pencapaian
tujuan dari kebijkan juga sudah tercapai, hal ini terlihat dari
pendapat masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas diberlakukannya
kebijakan ini.
2. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban terdapat faktor pendukung dan penghambat, sebagai
berikut:
a. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang
kuat (2) adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait
166
b. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan
jaringan internet yang kurang baik (2) SDM
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih
lanjut saran dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No
82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, sebagai berikut:
1. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang
kurang baik maka para staff perlu menstabilkan lagi jaringan
internet yang ada di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
agar proses Screning tidak terhambat, dan perlu ditingkatkan
lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan
elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
2. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk
tenaga implementator masih kurang karena memberikan
pelayanan 24 jam dan masih adanya pegawai yang tidak
mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam menjalankan
tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam
menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat
dan perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus
pada tugas pokok dan fungsi saja namun mampu menjadi agen
167
perubahan dalam masyarakat dan lingkungan rumah sakit. Dan
perlu di dateline/ diatur lagi dalam pembagian tugasnya sesuai
keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja sift supaya
tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan
atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih
ditingkatkan lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga
pada nantinya akan berpengaruh pada kepercayaan pelanggan.
Dan perlu di terapkan punishment bagi pihak yang melanggar
peraturan yang sudah diatur dalam keputusan Direktur RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
168
DAFTAR PUSTAKA
Akadun, 2009. Teknologi Informasi Administrasi. Bandung: Alfabeta
Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:
CV.Alfabeta
Ashyar, 2008. Kinerja Pelayanan Publik ( Studi Penyelenggaraan
Pelayanan Ibadah Haji pada Kantor Departemen Aagan Kabupaten di
Sampang). Desertasi. FIA Universitas Brawijaya. Malang.
Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Barata , Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta:
PT.Elex Media Komputindo.
Basrowi, Suwandi. 2008. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit
Rineka Cipta.
Darmadi, D & Sukidin. Administrasi Publik (Rudolf Chrysoekamto, Ed).
Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy. Washinton DC:
Congtetional Quater Press.
Glueck dan Jauch.R. 1994. Manajemen Strategis Kebijaksanaan
Perusahaan. Jakarta: Erlangga.
Gordon B. Davis, Kerangka Dasar System Informasi Manajemen Bagian I
Pengantar.
Husein, Muhammad Fakhri dan Amin Wibowo.2002. Sistem Informasi
Manajemen.
Indrajit, Richardus Eko. 2002. A.Electronic Government, Strategi
Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis
Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
169
Jogiyanto, HM. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informas: Pendekatan
Terstruktur Teori dan Praktis Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi
James A Hall. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi Akutansi.
Jakarta: Salemba Empat.
Keban, Yeremias T, 2008, Enam Dimensi Strategis administrasi Publik;
Konsep Teori dan Isu. Yogyakarta; Gava Media.
Moleong, Lexy. J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.
Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.
Moleong, Lexy. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.
Nugroho, Eko. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan
Perkembangan. Yogyakarta:
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Ratminto, dkk. 2008. Manajemen Pelayanan; Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen‟s Charter dan Standar Pelayanan Prima.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Raymond McLeod, Jr. System Informasi Manajemen, penerjemah: Hendra
Teguh SE,AK. editor: Hardi Sukardi MBA,Msc.,SE (MM – UI).
Siagian, 2002. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Siagian, 2014. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Scoot, George. M. 2004. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen.
Jakarta: Rajawali Pers.
Saleh, Akh Muwafik. 2010. Public Service Comminication. Malang:
UMM Press.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
170
Saldana, Milles Huberman. 2014. Qualitative Data Analysis: A Methods
Sourcebook Edition 3. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Sedarmayanti, 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi
dan Kepemimpinan Masa Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama.
Soenarko, 2000. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:
Elex Media Komputindo
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi
___________2012. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Andi UPP
AMP YKPN.
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit AIPI
Bandung-Puslit KP2W Lemlit Unpad.
Widodo, Joko, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi
Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS
____________20013. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus
dan Revisi Terbaru.Yogyakarta: CAPS
Widodo, Joko. 2008. Analisis Kebijkan Publik. Malang: Bayu Media.
INTERNET
http://alpiyansuyadi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-system-informasi-
manajemen.html, diakses 28 Desember 2016 Pukul 08.30 WIB
(https://teorionline.wordpress.com/service/metodepengumpulan-
data/,diakses 30 Desember 2016 pukul 13.00 WIB
171
http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2 Januari 2017
Pukul 08.13 WIB
http://www.rumahsakitpro.com/aplikasi-sistem-informasi-manajemen-
rumah-sakit-terpadu, diakses 2 Januari 2017 Pukul 12.20 WIB
https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2016/11/PMK-No.-82-ttg-Sistem-
Informasi-Manajemen-RS.pdf, diakses 3 januari 2017 Pukul 09.00 WIB
https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-
yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB
http://www.tubankab.go.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul
07.10 WIB
http://rsudkoesma.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul 18.00
WIB
PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG
Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman
Standar Pelayanan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/313/OTDA tanggal 24
Januari 2011, tentang program nasional di bidang kesehatan.
172
Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government
Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:
188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
173
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Apakah anda mengetahui adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS pada rumah sakit?
2. Apakah mengerti maksud dan tujuan dan kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma?
3. Bagaimana cara mengkomunikasikan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma?
4. Bagaimana tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kebijakan ini?
5. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melakukan kebijakn
ini?
6. Bagaimana pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan
ini?
7. Apakah pelaksanaan kebijakan ini sudah mengacu pada pedoman yang
ada?
8. Bagaimana pemenuhan sarana dan prasarana untuk melaksanakan
kebijakan ini?
9. Bagaimana pendapat anda mengenai pelayanan yang diberikan di RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban?
10. Bagaimana tanggapan anda terkait dengan kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?
11. Apakah dengan adanya kebijakan ini anda merasa terbantu?
12. Adakah tanggapan ,kritik, saran dan masukan untuk kedepannya mengenai
kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban?
174
Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban
175
Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:
188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
176
177
178
179
180
Kegiatan penelitian di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
1. Wawancara kepada Bapak Kukuh Selaku Wakil Direktur RSUD Dr R
Koesma Kabujpaten Tuban
181
2. Wawancara kepada Ibu Anfujatin selaku Bagian Pelaporan dan Program
3. Wawancara kepada bapak fatih selaku kepala instalasi SIMRS
182
4. Bersama Staff SIMRS RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban
1
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Direktorat
Jenderal yang menyelenggarakan urusan di bidang bina upaya kesehatan
Kementerian Kesehatan membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan
terbarukan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan
kebijakan secara tepat. Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Rumah Sakit sering mengalami
kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk kebutuhan internal maupun
eksternal, Sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan informasi yang
efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel.
Salah satu bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan
memanfaatkan teknologi informasi melalui penggunaan sistem Sistem Informasi
berbasis komputer. Pesatnya kemajuan teknologi di bidang informasi telah
melahirkan perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam kaitan ini, peran dan fungsi pelayanan data dan informasi yang
dilaksanakan oleh Rumah Sakit sebagai salah satu unit kerja pengelola
2
data dan Informasi dituntut untuk mampu melakukan berbagai penyesuaian dan
perubahan. Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data
dan informasi dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat,
terpadu, aman dan efisien, khususnya membantu dalam memperlancar dan
mempermudah pembentukan kebijakan dalam meningkatkan sistem pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia.
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk sistem
informasi manajemen rumah sakit. Banyak Rumah Sakit yang telah berupaya
untuk membangun dan mengembangkan sistem informasi, namun sebagian
mengalami kegagalan, dan sebagian Rumah Sakit memilih untuk melakukan
kerja sama operasional (outsourcing) dengan biaya yang relatif besar yang pada
akhirnya ikut membebani biaya kesehatan bagi pasien/masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang
menyelenggarakan urusan di bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan memandang perlunya membangun kerangka acuan kerja (framework)
dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi Rumah Sakit yang
bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di
Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan
Rumah Sakit di Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan,
mengimplementasi dan memelihara sendiri. Sehingga akan terdapat
keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.
3
Menurut para pakar mengenai seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81)
bahwa administrasi publik berkaitan dengan hukum, dan pemberian layanan
kepada umum. Sebisa mungkin kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif,
efisien, dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat
diketahui bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara
hasrat dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik
bermuara pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang
dikemukakan Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu
konteks yang merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi
pelayanan publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah
harus lebih responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan
dibutuhkan masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian
pelayanan publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan
publik merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang
hendak dicapai dalam administrasi publik.
Salah satu sektor yang harus ditangani dalam pelayanan publik adalah
sektor kesehatan. Kesehatan sangat penting untuk menunjang proses
pembangunan, hal ini dikarenakan kesehatan sebagai prasyarat, indikator, dan
hasil sebuah kemajuan dalam pembangunan negara. Penanggung jawab utama
pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan adalah pemerintah. Hal ini dikarenakan
kesehatan warga negara menjadi program nasional dan merupakan pelayanan
dasar yang essensial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang menyebutkan bahwa
4
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Jelas bahwa kesehatan adalah hal penting yang diperoleh
setiap individu serta menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin agar setiap
warga negaranya untuk hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait bidang kesehatan
adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semenjak adanya Undang-Undang ini
dibuatlah beberapa program pendukung layanan kesehatan masyarakat seperti
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bahkan daerah ada
Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA). Namun dalam perkembangannya
saat ini semua jaminan kesehatan itu di integrasikan menjadi satu yaitu menjadi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemudian untuk mendukung dan
menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasioanal (JKN) disahkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
120/313/OTDA tanggal 24 Januari 2011, program nasional di bidang kesehatan
meliputi : Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program
lingkungan sehat, program lingkungan sehat, program upaya kesehatan
masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit, program
perbaikan gizi masyarakat, program sumber daya kesehatan, program obat dan
5
pembekalan kesehatan, dan program kebijakan manajemen kesehatan
masyarakat.
Aplikasi SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No 82 tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, profesionalisme, kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah
Sakit. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) adalah sebuah sistem
informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses
manajemen Rumah Sakit, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk
pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia,
penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh
manajemen. Produk yang diberikan adalah Enterprise Hospital System adalah
sistem yang terintegrasi pada semua modul dan telah dipakai di beberapa Rumah
Sakit Daerah, baik yang telah berstatus Badan Layanan Umum (BLU) maupun
belum. SIMRS ini didesain dengan teknologi informasi terbaru dan interface
yang menarik sehingga mudah digunakan.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan salah satu
subsistem penting dalam pelayanan rumah sakit. Keberadaan dan fungsionalitas
SIMRS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi seluruh pelanggan
rumah sakit, baik pasien, dokter, perawat, seluruh SDM lainnya, pihak
manajemen, mitra RS sampai dengan pemangku kepentingan. Melalui SIMRS,
setiap transaksi akan dicatat, diolah dan digunakan untuk mendukung pelayanan
yang tepat. Data yang terkumpul selanjutnya diolah sesuai dengan kaidah
pengetahuan agar dapat membantu para pengambil keputusan (baik klinis
6
maupun manajemen) dalam membuat keputusan terbaik bagi pasien dan
manajemen rumah sakit.
Seiring dengan perkembangan teknologi, istilah SIMRS selalu berasosiasi
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak mungkin
menerapkan SIMRS di era seperti sekarang tanpa investasi perangkat keras,
perangkat lunak, sistem basis data, jaringan, SDM yang handal serta manajemen
RS yang komitmen dalam mengembangkannya. Di era JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional), rumah sakit yang tidak memiliki SIMRS tidak dapat bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Mulai dari verifikasi peserta sampai dengan pembuatan
transaksi klaim, rumah sakit harus memiliki infrastruktur agar dapat mengakses
server kepesertaan BPJS Kesehatan serta menggunakan aplikasi klaim InaCBG
atau yang digunakan sebagai pola pembayaran di fasilitas kesehatan tingkat
lanjut (FKTL). Seiring dengan kemajuan dan perkembangan RS, teknologi
SIMRS juga akan semakin maju dan kompleks. Di sinilah akan bermunculan
tawaran penggunaan berbagai subsistem lain seperti misalnya LIS (laboratory
information system), RIS (radiology information system), PACS (Picture
Archiving and Communication System), electronic prescribing dan lain
sebagainya. Pada titik inilah, era electronic medical record (rekam medis
elektronik) atau lebih jauh lagi electronic health record (rekam kesehatan
elektronik) mulai hadir. Oleh karena itu, kunci utama untuk memasuki
era EMR/EHR (Electronic Medical Record/Electronic Health Record) adalah
keberadaan SIMRS.
7
Data yang dikumpulkan oleh Kemenkes melalui SIRS (sistem informasi
rumah sakit), pedoman bagi rumah sakit untuk melakukan pencatatan dan
pelaporan rutin, sampai dengan akhir November 2016 melaporkan bahwa 1257
dari 2588 (atau sekitar 48%) rumah sakit di Indonesia telah memiliki SIMRS
yang fungsional. Untuk itu ada yang tidak fungsional atau sudah memiliki
SIMRS namun tidak dapat dijalankan. Ada 128 rumah sakit (5%) yang
melaporkan sudah memiliki SIMRS namun tidak berjalan secara fungsional.
Ternyata, masih terdapat 425 rumah sakit (16%) yang belum memiliki SIMRS.
Namun demikian, masih terdapat 745 rumah sakit (28%) yang tidak melaporkan
apakah sudah memiliki SIMRS atau belum.
Berdasarkan gambar 1, peneliti bisa melihat bahwa secara jumlah SIMRS
fungsional banyak ditemukan di RS tipe C (597 RS) disusul oleh RS tipe B
(267). Namun dari sisi proporsinya, SIMRS yang fungsional lebih banyak
ditemukan di RS tipe A (79%) dan RS tipe B (73%).
8
Gambar 1. Distribusi rumah sakit di Indonesia yang memiliki SIMRS
fungsional (sumber: olahan dari SIRS November 2016)
https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-
yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB.
Implikasi kebijakan dengan memperhatikan fakta di atas, apa implikasinya
bagi kebijakan kesehatan?
1). Informasi di atas merupakan data dasar penting bagi kebijakan
pengembangan rumah sakit Indonesia yang perlu terus dipantau
perkembangannya. Kementerian Kesehatan harus berani menerapkan target
keberadaan SIMRS fungsional pada 100% rumah sakit di Indonesia.
2). Kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan menerapkan SIMRS.
Rumah sakit tipe A dan B, dengan asumsi memiliki sumber daya (finansial dan
SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk memiliki SIMRS yang
fungsional. Pada kelompok ini, kebijakan untuk mendorong RS tersebut
memasuki era EMR/EHR perlu ditingkatkan lagi.
9
3). Kelompok rumah sakit tipe C dan D adalah populasi rumah sakit yang terbesar
di Indonesia. Pada kelompok inilah juga ditemukan lebih besar SIMRS yang
tidak fungsional. Diperlukan kebijakan efektif agar dapat menjamin RS
menerapkan SIMRS secara berhasil. Berbagai tantangan pada kelompok ini
perlu diidentifikasi untuk selanjutnya dicarikan solusi. Solusi bisa berasal dari
berbagai jurusan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemilik rumah sakit,
mitra akademis, vendor, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lain
sebagainya.
4). Masih banyak rumah sakit yang belum memiliki SIMRS fungsional karena
statusnya memang belum berkelas. Melekatkan keberadaan SIMRS dengan
sistem akreditasi dan registrasi rumah sakit bisa menjadi alternatif agar
pencapaian 100% SIMRS fungsional dapat terwujud.
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dengan Tipe Kelas B adalah salah
satu rumah sakit yang menerapkan SIMRS untuk meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)
tentunya tidak luput dari berbagai kendala pelaksanaan baik itu di tingkat
kabupaten maupun kota. Seperti halnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban masih memiliki permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya
manusia yaitu permasalahan tentang kesesuaian tenaga kerja dengan tugas pokok
dan fungsi di bagiannya masing-masing. Namun tentunya faktor-faktor terkait
pengimplementasian kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang
berkaitan dengan sumber daya manusia, baik dari tenaga operasional pengelola
10
data di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, maupun tenaga pelaksana di
RSUD yang turut mempengaruhi tingkat efektivitas dari keseluruhan
implementasi SIMRS itu sendiri akan terus dikaji dan berusaha untuk
ditingkatkan lagi dengan inovasi-inovasi baru.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, dimana pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk
atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Berjalannya undang-undang tersebut, maka
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab dalam
memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk
pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, maka dari itu
diperlukan bentuk pelayanan prima pad RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban?
11
2. Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mendeskripskan dan menganalisis Implementasi Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan
penghambat Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) No 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
D. Konstribusi Penelitian
Dari segi akademis maupun praktis, diharapkan penelitian ini bisa
memberi manfaat dan konstribusi bagi pihak yang berkepentingan, antara
lain:
12
1. Konstribusi Akademis
a. Bagi mahasiswa
1). Penelitian ini diharapkan mampu melatih dan menerapkanteori yang
telah didapatkan sebelumnya, serta meningkatkan kemampuan fikir
dalam pengetahuan khususnya tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit dan Pelayanan Prima
2). Penelitian ini bisa juga dijadikan referensi bagi calon peneliti lain
sebagai perbandingan dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
b. Bagi perguruan tinggi
1).Sebagai bahan sumbangan pemikiran dan kajianpengembangan Ilmu
Administrasi Publik tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
dan Pelayanan Prima.
2). Sebagai bahan pustaka untuk mengadakan penelitian lanjutan
mengenai Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan Pelayanan
Prima.
2. Konstribusi Praktis
a. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr R Koesma Tuban untuk mengetahui implementasi
kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit secara tepat.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagi alat evaluasi dari
implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
dalam rangka mewujudkan Pelayanan Prima pada Rumah Sakit Umum
Daerah Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
13
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ditujukan untuk
mempermudah dalam memberikan gambaran umum secara keseluruhan
mengenai isi dari penelitian dan telah disesuaikan dengan peraturan dari
akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, yaitu sebagai
berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan membahas mengenai latar belakang pemikiran penelitian
yang berisi dasar pemikiran penulis untuk mengetahui implementasi
kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam mewujudkan
Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Selain itu,
pada bab ini berisi rumusan masalah yang hendak diteliti oleh peneliti,
tujuan penelitian, konstribusi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan
mendasari peneliti untuk melakukan analisa dalam pembahasan yang
berkaitan dengan judul atau tema yang peneliti angkat.
BAB III: METODE PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang
akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan untuk
melakukan penelitian, yang mencakup: jenis penelitian, fokus penelitian,
14
lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian, dan analisis data.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian
yang mencakup penyajian data dan analisis data yang diperoleh peneliti
selama melakukan penelitian serta memaparkan interpretasi hasil analisis
data penelitian.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini, akan berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
berdasarkan pembahasan dan interpretasi hasil analisis data penelitian.
Dalam bab ini juga akan dipaparkan saran-saran peneliti yang sesuai dengan
kesimpulan yang telah peneliti uraikan sebelumnya.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Adinistrasi Publik dan Kebijakan Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Menurut Indradi (2010:1) Administrasi Publik, berasal dari dua kata, yakni
administrasi dan publik. Ditinjau dari asal kata, terdapat beberapa pengertian
istilah administrasi. Pertama, kata “administrasi” berasal dari kata
“administrate” (latin: ad = pada, ministrare = melayanani). Dengan demikian
ditinjau dari asal kata, administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada.”
Kedua, kata “administrasi” berasal dari kata “administration” (to
administer). Kata to administer dapat berarti to manage (mengelola) dan to
direct (menggerakkan). ini berarti administrasi merupakan kegiatan
mengelola atau menggerakkan. ketiga kata “administrasi” berasal dari bahasa
Belanda “administratie” yang pengertiannya mencakup stelselmatige
verkrijging en verweking van gegeven (tata usaha), bestuur (manajemen
organisasi) dan beheer (manajemen sumberdaya).
Perkembangan ilmu administrasi publik saat ini banyak para pakar
memberikan rumusan mengenai pengertian administrasi publik, antara lain
seperti Darmadi dan Sukidin (2009:81) bahwa administrasi publik berkaitan
dengan hukum, dan pemberian layanan kepada umum. Sebisa mungkin
kedua fungsi dasar ini berlaku secara efektif, efisien
16
dan selaras dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. Dapat diketahui
bahwa sebenarnya administrasi publik merupakan “titik temu” antara hasrat
dan harapan masyarakat dengan pemerintah. Administrasi publik bermuara
pada satu fungsi yaitu pelayanan publik. Hal ini sesuai yang dikemukakan
Keban (2008:4) bahwa administrasi publik merujuk pada suatu konteks yang
merujuk pada peran pemerintah untuk lebih mengemban misi pelayanan
publik. Maksud dari pendapat Keban tersebut bahwa pemerintah harus lebih
responsif atau lebih tanggap terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan
masyarakat serta lebih mengetahui cara terbaik dalam pemberian pelayanan
publik kepada masyarakat. Jadi, dapat diketahui bahwa pelayanan publik
merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan sasaran yang hendak
dicapai dalam administrasi publik.
1. Pengertian Kebijakan Publik
Didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pasti tidak dapat
lepas dari apa yang disebut dengan kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan
tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial, kesehatan,
perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidanglainnya yang
menyangkut tujuan hidup masyarakat. Menurut Thomas R. Dye dalam
Subarsono (2005: 2) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah “ Apapun
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”. Konsep
tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak
dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah
ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.
17
Pemerintah memiliki peran yang sentral dalam menghadapi
permasalahan publik sehingga pada kondisi tidak melakukan sesuatu pun
dianggap sebagai sebuah kebijakan. Walaupun bahwa kebijakan publik
dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor luar pemerintah. Definisi
kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa:
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
oragnisasi swasta;
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau
tidak dilakukan oleh badan pemerintahan. Kebijakan pemerintah
untuk membuat program baru atau tetap sama.
Menurut Islamy (2009: 20) menyimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan
tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat pada hakekatnya kebijakan
publik mendasarkan pada paham bahwa kebijakan publik harus mengabdi
kepada kepentingan masyarakat. Dari kesimpulan tersebut memiliki
implikasi bahwa :
a. Kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan
tindakan-tindakan pemerintah.
b. Kebijakan publik itu tidak hanya cukup dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk nyata.
c. Kebijakan publik untuk memerlukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud tertentu.
18
d. Bagi kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah segala tindakan yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemerintah dalam menghadapi permasalahan masyarakat secara luas dan
berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku. Setiap kebijakan
publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang berorientasi pencapian tujuan
maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari keduanya. Secara
padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006:31) menjelaskan
tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik adalah
dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian
dengan public goods (barang publik) maupun public service (jasa publik).
Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan
kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik. Berdasarkan teori yang
dikemukakan Bromley dalam Tachjan (2006:17), kebijakan publik
memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan,
yaitu: policy level, organizational level, operational level.
Suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga yudikatif
dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh lembaga
eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh satuan
pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian. Pada masing-
masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional
arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat
19
hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara
pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan
kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola
pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan
tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang
ditetapkan akan ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik
(feedback) bagi semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah
perbaikkan atau peningkatan kebijakan.
Tachjan (2006:19) menyimpulkan bahwa pada garis besarnya siklus
kebijakan publik terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu:
1. Perumusan kebijakan
2. Implementasi kebijakan serta
3. Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan.
Jadi efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan oleh proses
kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga
aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas
serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu
masalah publik atau tujuan tertentu tercapai.
1. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik adalah hal yang rumit dan
penuh dengan banyak pertimbangan karena dalam proses ini banyak
melihatkan variabel-variabel yang harus dikaji lebih mendalam.
20
Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan ini harus dibagi menjadi
beberapa tahap yang akan memudahkan peneliti dalam mempelajari
kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik sebagaimana telah
digambarkan melalui tahapan atau proses yang cukup panjan. Menurut
Thomas R. Dye dalam Widodo (2008: 16-17), tahapan kebijakan
publik meliputi beberapa hal berikut:
1. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification of policy problem)
Identifikasi masalah dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang
menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah.
2. Penyusunan agenda (agenda setting)
Penyusunan agenda merupakan aktivitas memfokuskan perhatian
pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yang
akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu.
3. Perumusan Kebijakan (policy formulation)
Perumusan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan
melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui
organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,
birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif.
4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)
Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik,
kelompok penekan, presiden, dan kongres.
5. Implementasi Kebijakan (policy implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran
publik, aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.
6. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)
Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri,
konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat.
Proses kebijakan sebgaimana telah dikemukakan sebelumnya
merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bagaimana (a) masalah
dirumuskan, (b) agenda kebijakan yang ditentukan, (c) keputusan yang
diambil, (e) kebijakan dilaksanakan, (f) kebijakan dievaluasi.
21
B. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Nugroho (2011: 618) implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya. Implementasi
kebijakan publik merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang apabila dikaitkan dengan
kebijakan yaitu bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu
dibuat dalam suatu bentuk positif, seperti undang-undang(UU) dan kemudian
berhenti dan tidak diimplementasikan. Tetapi sebuah kebijakan harus
dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan
yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan
agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi
kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi
publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya
diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna
meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam
Budi Winarno (2012:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik
sebagai:
”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup
usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-
22
tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan
sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai
implementasi kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tahap
yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap
yang bersifat teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa:
”Policy implementation is the application by government`s
administrative machinery to the problems. Kemudian Edward III
(1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage
of policy making between establishment of a policy…And the
consequences of the policy for the people whom it affects”.
Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006:25) menyimpulkan bahwa
implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang
dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di
antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang
bersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang
sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan
menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak
kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan
oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa:
23
“The execution of policies is as important if not more important
than policy making. Policy will remain dreams or blue prints
jackets unless they are implemented”.
Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal
dua pendekatan yaitu: Pendekatan top down yang serupa dengan
pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan
pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market
approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command
and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat
dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top
down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan)
yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level
bureaucrat).
Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom
up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi
warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan
yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga
setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu
melibatkan masyarakat secara partisipastif. Tachjan (2006:26) menjelaskan
tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada
yaitu:
1.Unsur pelaksana
2.Adanya program yang dilaksanakan serta
24
3.Target group atau kelompok sasaran.
Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan
Dimock &Dimock dalam Tachjan (2006:28) sebagai berikut:
”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran
organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi
organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan
program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan
operasional, pengawasan serta penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik
adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam
Tachjan (2006:27):
”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs
and policies and have varying degrees of importance in other
stages of the policy process. In policy and program formulation
and legitimation activities, bureaucratic units play a large role,
although they are not dominant”.
Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam
implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan
penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar
namun tidak dominan.
2. Proses Implementasi Kebijakan
Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94) mengatakan bahwa
proses implementasi suatu kebijakan publik mencakup tahap interpretasi,
tahap pengorganisasian, dan tahap aplikasi, berikut penjelasan proses
implementasi kebijakan publik:
25
a. Tahap Interpretasi
Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan strategis akan
dijabarkan dalam kebijakan manajerial dan kebijakan manajerial akan
dijabarkan dalam kebijakan teknis operasiona. Kebijakan umum atau
kebijakan strategis diwujudkan dalam peraturan daerah (PERDA) yang
dibuat bersama-sama antara lembaga legislatif (DPRD) dan lembaga
eksekutif pemerintah daerah (PEMDA). Kebijakan manajerial
diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan kepala daerah (Bupati
atau Walikota) dan kebijakan teknis operasional diwujudkan dalam
bentuk kebijakan kepala dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai
unsur pelaksana teknis PEMDA.
Aktivitas interpretasi kebijakan tadi tidak sekedar menjabarkan
sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang
bersifat lebih operasional, tetapi juga diikuti dengan kegiatan
mengkomunikasikan kebijakan (sosialisai) agar seluruh masyarakat
(stakeholder) dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah,
tujuan, dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini
perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat,
baik lngsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tadi. Tidak
saja mereka menjadi tahu dan paham tentang apa yang menjadi arah,
tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi yang lebih penting mereka akan
26
menerima, mendukung dan bahkan mengamankan pelaksanaan
kebijakan tadi.
b. Tahap Pengorganisasian
Tahapan pengorganisasian lebih mengarah pada proses kegiatan
pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan
(penentuan lembaga organisasi mana yang akan melaksanakan, siapa
pelakunya); penetapan anggaran (beapa besarnya anggaran yang
diperlukan, dari mana sumbernya, bagaimana menggunakan, dan
mempertanggungjawabkan); penetapan sarana dan prasarana apa yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja (juklak
dan juklis) dan penetapan manajemen pelaksana kebijakan termasuk
penataan pola kepemimpinan dan koordinasi kebijakan.
1).Pelaksana kebijakan
Pelaksana kebijakan sangat bergantung kepada jenis kebijakan
apa yang akan dilaksanakan, namun setidaknya dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a. Dinas, Badan, Kantor, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan
Pemda.
b. Sektor Swasta
c. Lembaga Masyarakat
d. Komponen Masyrakat
27
Penetapatan pelaku kebijakan bukan sekedar menetapkan
lembaga mana yang melaksanakan dan siapa yang melaksanakan, tetapi
juga menetapkan tugas pokok, fungsi, dan kewenanagan dan tanggung
jawab dari masing-masing pelaku kebijakan tersebut.
2). Standar Operasional Prosedur (SOP)
Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standard Operational
Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk tuntutan referensi bagi
para pelaku kebijakan agar mereka mengetahui apa yang harus
disiapkan dan lakukan, siapa sasarannya, dan hasil apa yang ingin
dicapai dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, SPO dapat pula
digunakan untuk mencegah timbulnya perbedaan dalam bersikap dan
bertindak ketika dihadapkan pada permaslahan yang timbul pada saat
mereka melaksanakan kebijakan. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang
dibuat perlu dibuat prosedur tetap atau prosedur baku berupa standar
prosedur operasi atau sandar pelayanan minimal (SPM).
3). Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pelaku kebijakan dan SOP,
langkah berikutnya perlu ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari
mana sumber anggaran tadi, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk
melaksnakan suatu kebijakan. Besarnya anggran untuk melaksanakan
kebijakan tentunya sangat tergantung kepada macam dan jenis
kebijakan yang dilaksanakan. Namun sumber anggaran setidakknya
28
dapat ditetapkan antara lain berasal dari pemerintah pusat Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), Anggran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), sektor swasta, swadaya masyarakat dan lain-
lain.
Demikian pula macam, jenis, besar kecilnya peralatan yang
digunakan sangat bervariasi dan tergantung kepada macam jenis
kebijakan yang akan dilaksanakan. Meskipun demikian, yang lebih
penting untuk diketahui dan ditegaskan adalah untuk melaksanakan
kebijakan perlu didukung oleh peralatan yang memadai. Tanpa
peralatan yang cukup dan memadai akan dapat mengurangi efektivitas
dan efesiensi dalam melaksanakan kebijakan.
4). Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan
Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih
ditekankan pada penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam
melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan
melibatkan lebih dari satu lembaga (pelaku kebijakan) maka harus jelas
dan tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apakah menggunakan
pola kolegial, atau ada salah satu diantara lembaga untuk menjadi
koordinator. Bila ditunjuk salah satu di antara pelaku kebijakan untuk
menjadi koordinator biasanya lembaga yang terkait erat dengan
pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas sebagai leading sector
bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
29
5). Penetapan Jadwal kegiatan
Agar kinerja pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya
dari “dimensi proses pelaksanaan kebijakan” , maka perlu ada
penetapan jadwal pelaksanan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan
tadi harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku
kebijakan. Jadwal kebijakan ini penting, tidak saja dijadikan sebagai
pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi sekaligus dapat
dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja pelaksanaan kebijakan.
Oleh karena itu setiap pelaksanaan kebijakan perlu ditegaskan dan
disusun jadwal pelaksanaan kebijakan.
c. Tahap Aplikasi
Langkah yang terakhir ini adalah merupakan penerapan segala
keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-
kegiatan untuk terlealisirnya tujuan kebijakan itu. Untuk mencapai
keberhasilan kegiatan tersebut diperukan perhatian (concern) terhadap
kondisi dan situasi kehidupan masyarakat yang dikenai kebijakan pada
waktunya. Sehingga dapat terjadi modifikasi / perubahan dari bentuk-
bentuk kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya menurut prediksi
waktu itu.
Ada beberapa aspek yang terkait dalam proses implementasi :
1. Interpretasi adalah kegiatan menterjemahkan makna
2. program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.
30
3. Organisasi adalah unit atau badan untuk menempatkan suatu
program untuk mencapai suatu sasaran atau tujan.
4. Aplikasi adalah perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-
lain.
Ketiga aspek tersebut diatas akan menjadi baik, jika didukung
oleh aparatur yang berkualitas yang artinya mampu mengidentifikasi
dan mencari alternatif pemecahan masalah guna diterapkan dalam
kegiatan selanjutnya.
3. Model Implementasi Kebijkan Publik
a). Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008),
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,
implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang
mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :
1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber daya
3. Karakteristik organisasi pelaksana
4. Sikap para pelaksana
5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
31
Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam
Nugroho (2008).
1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat
realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis),
maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan
Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk
mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan
standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian
atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.Pemahaman
tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan
adalah penting.
32
Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi
gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidaksepenuhnya
menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan
tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para
pelaksana (implementors). Arah disposisi
parapelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan
kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors
mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,
dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi
tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi
menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial
dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan
implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town
study suggest that the limited supply of federal incentives was a major
33
contributor to the failure of the program”. Van Mater dan Van Horn
(dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:
”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya
dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia
dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu
kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang
dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.
Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi
kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya
implementasi kebijakan.”
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian
kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan
sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen
pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan
dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang
ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang
demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi
adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating
Procedures) dan fragmentasi. Standard Operating Procedures (SOP).
SOP dikembangkan sebagai respon internal terhadap keterbatasan
waktu dan sumber daya dari pelaksana dan keinginan untuk keseragaman
dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.
34
SOP yang bersifat rutin didesain untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin
mengambat perubahan dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi
atau program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi
kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau
tipe-tipe personil baru untuk mengimplementasikan kebijakan. Semakin
besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari
suatu organisasi, semakin besar probabilitas SOP menghambat
implementasi (Edward III, 1980).
Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan
di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-
kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan
sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik.
Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah
kebijakan di antara beberapa unit organisasi. “fragmentation is the
dispersion of responsibility for a policy area among several organizational
units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan
yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan
keputusan-keputusan mereka, semakin kecil kemungkinan keberhasilan
implementasi. Edward menyatakan bahwa secara umum, semakin
koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan,
semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).
35
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut
Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar
tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang
bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena
itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.
Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para
pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus
konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber
informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman
terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar
dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para
pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan
tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya,
komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses
pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu
organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami
ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber
komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak
sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber
informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan
pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan
36
menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu
kebijakan secara intensif.
Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif,
sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara
akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn
Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan
mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik
koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam
implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian
sebaliknya.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus
(2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan
publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil
keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,
keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu
kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-
37
kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van
Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi
kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi
dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu
dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat
mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu
kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition),
pemahaman dan pendalaman (comprehension and
understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah
menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan
ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi
kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan
tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap
standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para
pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal
dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang
menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar
dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk
38
melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang
besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van
Mater dan Van Horn, 1974).
Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat
mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau
terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya
implementasi kebijakan.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi
dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi
kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
b). Edwards III (1980)
Menurut Edward III dalam model implementasi kebijakannya
bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Bureaucraitic structure (struktur birokrasi)
2. Resouces (sumber daya)
3. Disposisition (sikap pelaksana)
39
4. Communication (komunikasi)
Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi
satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya
menghambat proses implementasi. Keempat faktor tersebut saling
mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan
implementasi kebijakan. Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi
kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna
menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.
Peneliti merasa tertarik dengan model implementasi kebijakan George C.
Edward III. Model implementasi kebijakan George C. Edward III dalam
Winarno (2013: 177-211), kebijakan dipengaruhi oleh empat (4) variabel,
yakni:
1). Komunikasi
Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi
dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap
dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi
pelaksana kebijakan.Terdapat tiga indikator yang dipakai sebagai ukuran dari
keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
a). Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi
yang baik pula.
b). Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaku kebijakan harus jelas
dan tidak membingungkan.
c).Konsistensi, Perintah yang diberikan haruslah konsisten dan juga jelas,
sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran
maupun pihak terkait.
40
2). Sumber Daya atau Resource
Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia,
sarana prasarana dan sumber daya keuangan. Hal ini berkenaan dengan kecakapan
pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara efektif. Terlihat jelas
dan konsistennya ketentuan-ketentuan, aturan serta bagaimanapun akuratnya
penyampaian ketentuan-ketentuan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang memiliki sumber daya
untuk melaksanakan kebijakan secara efektif, maka implementasi kebijakan
tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Disisi lain fasilitas fisik bisa pula
merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan. Seorang
pelaksana mungkin mempunyai staff yang memadai, mungkin memahami apa
yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan
tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi,
tanpa perlengkapan, tanpa pembekalan, maka besar kemungkinan implementasi
yang direncanakan tidak berhasil.
3). Disposisi
Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk melaksanakan
kebijakan publik tersebut. Sikap yang baik atau positif para pelaksana terhadap
suatu kebijakan menandakan suatu dukungan yang mendorong mereka
menunaikan kewajiban sebagaiman yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan.
Banyak kebijakan masuk ke dalam “Zona Ketidakacuhan”, Ada kebijakan yang
dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana
kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari pelaksana.
Jika seseorang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang mereka tidak
setujui, maka kesalahan-kesalahan dapat saja terjadi, yakni antara keputusan-
keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan. Dalam kasus yang seperti ini,
maka pelaksana kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan terkadang dengan
cara yang halus untuk menghambat implementasi.
4). Struktur Birokrasi
Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara
implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak
menjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses
implementasi menjadi jauh dari efektif. Terdapat dua karakteristik yang dapat
mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi kearah yang lebih baik,
yakni Pertama, Standart Operating Procedures (SOP), yakni suatu kegiatan rutin
yang memungkinkan para pelaksana kebijakan/ administrator/ birokrasi
melaksanakan kegiatan-kegiatan pada setiap harinya sesuai dengan standar yang
ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan warga. Kedua, fragmentasi
adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-
aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja
41
Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III. Sumber:
Winarno (2012: 177)
c). Mazmanian dan Sabatier
Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya
melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka
: “Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually
incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives
orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be
pursued, and, in a vaiety of ways, „structures‟ the implementation
process”. Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke
dalam tiga variable, yaitu (Nugroho,2008) :
1.Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman
objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
42
2. Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi
tujuan
3.Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses
implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan
teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang
lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
Gambar 4. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier dalam
Nugroho (2008).
43
d). Model Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014) implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide
dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
2.Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Pelaksana program
6.Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu, konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2.Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan,
khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena
konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta
kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
44
Gambar 5.Model Implementasi Grindle (1980) dalam (Nugroho,2014).
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut kerjasama banyak orang,
ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang ada. Hal ini akan
menyebabkan sumberdaya-sumberdaya tidak efektif dan menghambat jalannya
kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah ditetapkan secara politik dengan jalan
melakaukan koordinasi dengan baik.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Setiap implementasi kebijakan mengandung resiko kegagalan, Hogwood
dan Gunn dalam Wahab (2008: 61-62) telah membagi perhatian pengertian
kegagalan kebijakan (policy failure) dalam dua kategori :
45
a. Non Imlementation ( tidak terimplementasikan ), artinya bahwa
suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,
dimungkinkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah
bekerja secara tidak efisien, setengah hati ataupun karena
mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan.
b. Unsuccesfull Implementation ( implementasi yang tidak
berhasil ) artinya manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal
ternyata tidak menguntungkan. Kebijakan tersebut tidak
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang
dikehendaki. Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk
gagal tersebut disebabkan faktor-faktor berikut: pelaksananya
yang buruk (bad Policy) dan kebijakan itu bernasib buruk (bad
luck).
c. SDM (Sumber Daya Manusia) baik dari segi kualitas pelayanan
pegawainya, ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki di
bidang itu, jumlah pegawai.
Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga terdapat
faktor-faktor pendukung dalam implementasi kebijakan, oleh
Anderson dalam Islamy (2009: 108-110) dijelaskan sebab-sebab
anggota masyarakat melaksanakan suatu kebijakan, yaitu:
46
1. Respect anggota masyarakat terhadap otoritas dan
keputusan-keputusanbadan pemerintah
2. Adanya kesadaran untu menerima kebijakan
3. Adannya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah,
konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang
berwewenang melalui prosedur yang telah ditetapkan.
4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena
kebijakan-kebijakan kontroversional yang lebih banyak
mendapatkan penolakan warga masyarakat dalam
pengimplementasiannya.
C. E- Government
1. Pengertian E-Government
E-Government sering digantikan istilahnya dengan E-Administration (E-
Adm). Keduanya berkenaan dengan aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi dalam administrasi pemerintahan. E- adminisration berkembang
dengan dengan mengadopsi E-business, E-commerce,E-market. Yang lebih
dulu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam institusi bisnis dengan
menggunakan jasa internet (Akadun, 2009:130).
Menurut Indrajid (2006) dalam Akadun (2009:131) menjelaskan E-
Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah
(seperti: Wide Are Network, Internet dan Mobile Computing) yang
memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan
masyarakat, dunia bisnis, dan pihak yang berkepentingan, dan dalam
prakteknya, E-Government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan
urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik agar lebih baik dan
berorientasi pada pelayanan masyarakat.
47
Menurut Concard yang dikutip Akadun (2009:131), E-Government
adalah suatu istilah untuk suatu pemerintahan dengan mengadopsi teknologi
berbasis internet yang dapat melengkapi dan meningktkan program dan
pelayanannya. Sedangkan menurut Priyanto dalam Akadun (2009:131) pada
prinsipnya berbicara tentang E-Government adalah berbicara tentang sistem
informasi pemerintahan berbasis komputer. Pembahasan sistem informasi
manajemen, berarti pengaplikasian sistem informasi diamanapun maka
pusatnya adalah teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Menurut
Wyld dalam Akadun (2009:131) E-Government merupakan pemrosesan
secara elektronik yang digunakan pemerintah untuk mengkomunikasikan,
menyebarkan atau mengumpulkan informasi sebagai fasilitas transaksi dan
perizinan untuk suatu tujuan.
2. Manfaat E-Government
Pelaksanaan E-Government dapat memberikan dampak positif bagi
penyelenggara pemerintahan. Secara Signifikan implementasi E-
Government untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat disuatu
negara secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Oleh karena itu,
implementasinya disuatu negara tidak dapat ditunda-tunda, harus dilakukan
secara serius dibawah suatu kepemimpinan dan kerangka pengembangan
yang holistic, yang pada akhirnya akan memberikan atau mendatangkan
kompetitif secara nasional. Menurut Akadun(2009:136) mengemukakan
48
bahwa pengembangan E-Government dapat memberikan manfaat,
diantaranya:
a. Pelayanan jasa lebih baik kepada masyarakat. Informasi disedikan 24 jam
sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kantor.
Informasi dapat dicari dikantor,rumah, tanpa harus secara fisik datang ke
kantor pemerintah selama terdapat jaringan internet.
b.Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat
umum. Adannya keterbukaaan diharapkan dapat merubah hubungan antara
berbagai pihak menjadi lebih baik, karena keterbukaan ini diharapkan dapat
menghilangkan adanya rasa curiga dan kekesalan dari semua pihak terhadap
pemerintah.
c.Pemberdayaan masyarakat melalui informasi mudah diperoleh. Contohnya
data tentang profil suatu daerah yang ditampilkan secara online dengan
berbagai keunggulannya dan kebutuhannya dapat memberikan peluang
bisnis bagi masyarakat daerah yang bersangkutan.
d.Pelaksanaan pemerintah lebih efesien. Misalnya sosialisasi berbagai
produk pemerintah kabupaten secara online. Instruksi-instruksi Bupati dapat
lebih cepat dan mudah ketika disampaikan melalui internet.
e.Bagi pemerintah, pembuatan surat-surat dan dokumen penting akan lebih
mudah dan cepat, pencatatan kompetensi pendidik, pelaksanaan
pemerintahan lebih efisien dan efektif. Pelacakan data dan informasi
seseorang akan lebih mudah dilaksanakan.
Menurut Akadun (2009:137) berdasarkan karakteristik teknologi
informasi yang digunakan, ada beberapa manfaat dalam E-Government,
diantaranya:
a. Akan terciptanya pemerintahan yang lebih baik, karena proses
pelayanan yang lebih transparan, terjadi kontrol masyarakat yang
lebih kuat dan pengawasan yang bersifat lekat waktu (real time)
b. Berkurangnya praktek-praktek korupsi, karena komputer tidak
memiliki sifat bawaan yang mengarah pada perilaku korupsi
c. Tata hubungan yang lebih ramping untuk terlaksananya pelayanan
pemerintahan yang baik. Baik dalam hubungan antara pemerintahan
dengan masyarakat (Government to citizen), pemerintah dengan
dunia usaha (Government to business), ataupun hubungan antar
lembaga pemerintahan (Government to government)
d. Peningkatan efisiensi pemerintah di semua proses, untuk
menghadapi pemborosan belanja sektor publik atau inefisiensi dalam
berbagai proses
e. Akan terjadi efiseinsi dalam rangka skala ruang dan waktu
f. Struktur dan organisasi informai yang tersistematisasi
49
g. Peningkatan manajemen sumber daya organisasinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa manfaat terpenting dari implementasi E-
Government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung
jawab bagi warganya. Selain akan lebih banyak masyarakat yang bisa
mengakses informasi, pemerintah juga lebih efisien dan efektif serta akan
tercipta layanan pemerintah yang lebih sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemanfaatan lebih baik atas sumber
daya manusia, proses dan teknologi bisa mewujudkan pemerintahan yang
lebih baik.
3. Prinsip-Prinsip E-Government
Pemerintah daerah menerapan E-Government haruslah mempunyai visi
E-Goverment berdasarkan dengan karakteristik dan cita-cita didaerahnya.
Sesuai dengan Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan E-Government dalam Langkah Pelaksanaan poin
ke-20 yang berbunyi:
“Setiap instasi dan daerah harus menyusun Rencana Srategis
Pengembangan E-Government dilingkungan masing-masing.
Rencana strategis itu dengan jelas menjabarkan lingkup dan
sasaran pengembangan E-Government yang ingin dicapai ; kondisi
yang dimiliki saat ini; strategi dan tahapan pencapaian sasaran
yang ditentukan; kebutuhan dan rencana pengembangan sumber
daya manusia serta rencana investasi yang diperlukan. Untuk
menghindari pemborosan anggaran pemerintah, penyusunan
rencana investasi harus disetai dengan analisis kelayakan investasi
terhadap manfaat sosial ekonomi yang dihasilkan”.
50
Menurut Indrajit (2002:11-13) pembuatan visi E-Government yang baik akan
berlandaskan pada 4 prinsip, yaitu:
a. Prinsip utama: memfokuskan pada perbaikan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat, karena begitu banyak jenis
pelayanan yang harus diberikan maka harus dipikirkan
pelayanan mana yang menjadi prioritas, prioritaskan jenis
pelayanan berupa:
1).Memiliki jumlah transaksi yang benar dan melibatkan
banyak sekali sumber daya manusia.
2).Membutuhkan interaksi dua arah antara pihak
pemerintah dengan masyarakat.
3).Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pihak
pemerintah dengan kalangan lain seperti instansi swasta
dan lembaga nonkomersial.
b. Prinsip kedua: membangun lingkungan yang kompetitif, yang
dimaksud kompetitif bahwa misi melayani masyarakat bukan
hanya oleh instansi publik, melainkan juga pihak swasta dan
lembaga non-komersial lainnya diberi kesempatan untuk
melakukannya.
c. Prinsip ketiga: memberikan penghargaan terhadap inovasi dan
memberi ruang kesempatan bagi kesalahan karena konsep E-
Government ditemukan keberhasilan dan disatu sisi ditemukan
kesalahan dan kegagalan.
d. Prinsip keempat: tekanan pada pencapaian efisiensi, pemberian
pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet
tidak selamanya harus menjadi jalur alternatif mendampingi
jalur konvensional karena pada saatnya nanti terutama setelah
mayoritas terbiasa menggunakan jalur digital, jalur tradisional
harus dihapuskan pemerintah menjadi sangat efisien (secara
signifikan menurunkan total anggaran belanja daerah).
Dari beberapa penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa setiap daerah
yang mengembangakan E-Government harus mempunyai visi yang sesuai dengan
karakteristik dan cita-cita didaerahnya, visi tersebut haruslah berlandaskan dengan
prinsip-prinsip yang baik, dengan demikian pengembangan E-Government akan
meningkatkan kualitas pelayanan maupun kualitas pemerintahan di daerah
tersebut.
51
b. Sistem Informasi Manajemen
1. Konsep Sistem, Informasi, Sistem Informasi, Sistem Informasi
Manajemen, Rumah Sakit
a. Sistem dan Informasi
Sistem adalah seperangkat komponen yang saling
berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa
tujuan. Sistem informasi adalah kumpulan hardware dan software
komputer, prosedur, dokumentasi, formulir dan orang yang
bertanggung jawab untuk memperoleh, menggerakkan,
manajemen, distribusi data dan informasi. Proses ini yang harus
diikuti dalam pengembangan suatu sistem yang baik disebut
system analysis and design (SA&D). Proses SA & D ini didasarkan
pada pendekatan sistem untuk mengatasi suatu masalah yang
disebabkan oleh beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
1. Seorang manajer harus tahu apa (what) yang dilakukan oleh
suatu sistem sebelum membuat spesifikasi bagaimana (how) suatu
sistem bekerja.
2. Memilih cakupan yang tepat atas keadaan atas keadaan yang
dianalisa akan berpengaruh terhadap masalah apa yang bisa diatasi
dan yang tidak.
3. Suatu masalah (atau sistem) sebenarnya terdiri dari beberapa
masalah, sehingga strategi yang tepat adalah mengurutkan masalah
yang besar kemasalah yang kecil.
52
4. Pemecahan suatu masalah antara satu bagian dengan bagian
yang lain mengkin sekali berbeda, sehingga pemecahan altenatif
yang menunjukan perspektif yang berbeda hendaknya dibuat dan
diperbandingkan sebelum hasil akhir dipilih.
5. Masalah dan pemahamannya berubah ketika dilakukan analisa,
sehingga seorang manajer harus mengambil pendekatan bertahap
terhadap pemecahan masalah. Hal ini memungkinkan komitmen
yang terus bertambah terhadap pemecahan masalah tertentu,
dimana keputusannya adalah berlanjut atau tidak ketahap
berikutnya.
Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, kita
perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya.
Berikut ini karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu
sistem dengan sistem lainnya :
1. Batasan (Boundary) : Penggambaran dari suatu elemen/unsur
mana yang termasuk di dalam sistem dengan sistem lainnya.
2. Lingkungan (Environtment) : Segala sesuatu diluar sistem;
lingkungan menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu
sistem.
3. Masukan (Input) : Sumberdaya (data, bahan baku, peralatan,
energi) dari lingkungan yang dikonsumsikan dan dimaipulasi oleh
suatu sistem.
4. Keluaran (Output) : Sumberdaya atau produk (informasi,
laporan, dokumen, tampilan dilayar komputer, barang jadi) yang
disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan suatu sistem.
5. Komponen (Components) : Kegiatan-kegiatan atau proses dalam
suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk
53
setengah jadi ataupun output. Komponen ini bisa subsistem dari
sebuah sistem.
6. Interface : Tempat dimana komponen atau sistem dan
lingkungannya bertemu atau berinteraksi.
7. Penyimpanan (Stroge) : Area yang dikuasai dan digunakan
untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi,
bahan baku, dan sebagainya. Penyimpanan merupakan suatu media
penyangga diantara komponen sistem yang memungkinkan
komponen tersebut bekerja dengan berbagai tingkatan yang ada
dan memungkinkan komponen yang berbeda dari berbagai data
yang sama.
b. Sistem Informasi
Menurut Nugroho (2008: 9) sistem informasi adalah seperangkat
komponen yang saling berhubungan, yang berfungsi mengumpulkan,
memproses, menyimapan dan mendistribusikan informasi untuk
mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi.
Selain itu menurut Sutabri (2012: 46) mengemukakan bahwa sistem
informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengelolahan transaksi harian yang
mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan
kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan
kepada pihak luar tertentu dengan laoporan-laporan yang diperlukan.
Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
sistem informasi adalah sebuah gabungan anatara perangkat komputer
dan manusia yang melakukan kegiatan memproses data guna untuk
kelangsungan kegiatan organisasi. Siagian (2014: 2) mengemukakan
bahwa kebutuhan berbagai jenis organisasi akan informasi bukan hal
54
yang baru sama sekali karena sejak dulu hingga sekarang penanganan
suatu sistem informasi dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu:
1). Pengumpulan data
2). Klarifikasi data
3).Pengolahan data, supaya berubah bentuk, sifat,dan kegunaannya
menjadi informasi
4). Interpretasi Informasi
5). Penyimpanan informasi
6). Penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna, dan
7). Penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen
organisasi.
Dalam pelaksanaan sebuah sistem informasi, pada dasarnya ada
beberapa indikaktor penting, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan
kegiatan penggunaan metode dan instrumen yang telah
ditentukan dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Secara
sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai proses atau
kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau
menjaring berbagai fenomena, informasi, atau kondisi lokasi
penenlitian sesuai dengan lingkup penelitian. Telah dimaklumi
bahwa data merupakan bahan mentah atau bahan baku yang
diolah lebih lanjut sehingga bentuknya berubah menjadi
55
informasi. Unit pengolahan data hanya mampu menghasilkan
informasi yang bermutu tinggi dan cocok dengan kebutuhan
organisasi apabila data yang dikumpulkan dan diolh juga tinggi
mutunya. Oleh karena itu, segala upaya harus ditempuh untuk
menjamin bahwa data yang terkumpul untu diolah memang
bermutu tinggi.
2. Pengolahan Data
Data mentah yang telah dilakukan tidak akan ada gunanya jika
tidak diolah. Pengolahan data merupakan bagaian yang amat penting
dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut
akan diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah.
Pengolahan data adalah waktu yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan bentuk data menjadi informasi yang memiliki kegunaan.
Semakin banyak data dan kompleksnya aktifitas pengolahan data
dalam suatu organisasi, baik itu organisasi besar maupun organisasi
kecil maka metode pengolahan data yang tepat sangat dibutuhkan.
3. Penyebarluasan Informasi
Setelah informasi dikumpulkan dan diolah barulah dapat disajikan
dan dapat disebarluaskan kepada penerima informasi. Penyebarluasan
informasi dapat dilakukan melalui media komunikasi yang terpilih
serta bermutu yang dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan. Dalam penyebarluasan informasi yang sangat
56
penting untuk diperhatikan adalah ketepatan dan keakuratan dari
informasi itu.
Selain itu pemanfaatan teknologi informasi juga dapat mendukung
tiga tujuan utama penyusunan sistem informasi, yaitu: (1) Mendukung
fungsi pengurusan (stewardship) manajemen. Stewardship merujuk ke
tanggungjawab manajemen dalam mengatursumber daya yang
dimiliki pemerintah daerah secara bena; (2) Mendukung pengambilan
keputusan manajemen; (3) Mendukung kegiatan operasional
pemerintah daerah hari demi hari dengan efisien dan efektif (Hall,
2001: 17).
c. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )
Menurut Kelly dalam Sutabri (2012: 46) Sistem Informasi
Manajemen (SIM) merupakan penerapan sistem informasi di dalam
organisasi untuk mendukung informasiinformasi yang dibutuhkan
untuk semua tingkatan manajemen. Scoot (2004: 100)
mengungkapakan bahwa SIM merupakan serangkaian sub-sistem
yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasioanal terpadu yang
mampu mentransformasikan data sehingga menjadi informasi melalui
serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai
dengan gaya dan sifat manajer atau dasar kriteria mutu yang telah
ditetapkan. Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah merupakan
gabungan antara perangkat-perangkat pengolah informasi dengan
57
sumber daya manusia yang berfungsi sebagai penerima, pengolah, dan
penyalur data yang bekerja sama menunjang produktivitas organisasi
sehingga dapat menghasilkan sebuah operasi manajemen yang lebih
efisien.
Di dalam pelaksanaan SIM tentunya memiliki faktor pendukung
dan faktor penghambat atau kendala yang dihadapi. Faktor pendukung
SIM diantarannya adalah beberapa komponen fisik seperti yang
dijalaskan oleh Sutabri (2005: 96) yaitu:
1. Perangkat keras, bagi suatu sistem informasi terdiri atas komputer
(pusat pengolah, unit masukan/keluaran, unit penyimpanan file,
dan lain sebagainya), peralatan penyiapan data dan terminal
masukan/keluaran.
2. Perangkat lunak, terdiri dari aplikasi-aplikasi dalam pengelolahan
data.
3. Prosedur, merupakan komponen fisik karena prosedur disediakan
dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi, yang
terdiri dari instruksi untuk pemakai, instruksi untuk penyiapan
masukan, dan instruksi instruksi pengoprasian untuk karyawan
pusat komputer.
4. Personil, operator komputer, analisis sistem, progamer, personil
data entri dan manajer sistem informasi.
Sedangkan untuk faktor penghambat atau kendala yang sering
dihadapidalam pelaksanaan SIM. Menurut Nugroho (2008) faktor
penghambat SIM dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:
1. Kesalahan teknis dapat terjadi karena permasalahan-permasalahan
perangkat kerasnya (Hardware Problems), kesalahan dalam
penulisan sintak (Sintax Error) atau kesalahan logika (Logical
Error) perangkat lunaknya;
2. Gangguan lingkungan;
3. Kelalaian manusia (human error) yang tidak disengaja seperti
menggunakan data yang salah atau menghapus data tanpa
sengaja.
58
Terkdang dalam sistem informasi manajemen juga terjadi
kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh metode pengumpulan data
yang salah, sehingga hal tersebut mengakibatkan waktu yang terbuang
sia-sia, prosedur yang tidak dijalankan sesuai aturan, adanya data yang
hilang atau rusak, serta kesalahan lainnya baik disengaja ataupun tidak
disengaja.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan demi mengatasi kendala-
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SIM menurut Nugroho
(2008) yaitu:
1. Membina internal user;
2. Memasang pengendalian-pengendaian di sistem informasi;
3. Memeriksa sejauh mana keberhasilan pengendalian-pengendalian
tersebut; dan
4. Merencanakan akibat gangguan-gangguan (disaster recovery
planning).
d. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang
berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Adapun pengertian Rumah Sakit
lainnya.
Dalam (http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2
Januari 2017 Pukul 08.13 WIB) antara lain:
a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
59
perorangan secara paripurna yang menyedikan pelayanan rawat
inap, rawan jalan, dan gawat darurat.
b. W.H.O ( World Health Organization, 1957) memaparkan bahwa
WHO Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial
dan medik yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan
kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan pusat latihan dan
penelitian biologi-sosial.
c. Menurut Alpian Suyadi (2015) Rumah Sakit adalah tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelyanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteran perawat di berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan seperti:
1. Rumah Sakit mempunyai fungsi dan tujuan sarana pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa
pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat
darurat, pelayanan rujukan yang mencakup pelayanan rekam
medis dan penunjang medis serta dimanfaatkan untuk pendidikan,
pelatihan, dan penelitian bagi para tenaga kesehatan.
2. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus
diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu didukung
oleh suatu sistem kesehatan nasional. Rumah sakit sebagai salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber
daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya
masing-masing berinteraksi satu sama lain.
Berdasarkan pemaparan diatas tentang pengertian rumah sakit,
maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan institusi
60
pelayanan kesehatan yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, baik pencegahan penyembuhan dan
pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.
2. Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kelas/Tipe
Klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
pada Bab V Pasal 11 yaitu berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 12 sebagai
berikut:
(1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
(2) Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan
b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;
61
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.
Kemudian pada Pasal 13 menjelaskan bahwa:
(1) Penetapan klasifikasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) didasarkan pada:
a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan; dan
d. Bangunan dan Prasarana.
Sedangkan klasifikasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Tahun 1998 Bab III Pasal 13 dibagi menjadi 4 macam
yaitu:
(1) Berdasarkan Kemampuan Pelayanan
a. Kelas A: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
b. Kelas B I : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas
B II: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.
c. Kelas C: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap.
62
d. Kelas D: Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
dasar.
(2) Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit di Indonesia dibedakan
menjadi dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah
sakit pemerintah dijalankan oleh:
a. Departemen Kesehatan
b. Pemerintah Daerah
c. ABRI
d. Badan Umum Milik Negara
Rumah sakit swasta dijalankan oleh :
a. Yayasan
b. Badan Hukum lain yang terkait.
(3) Berdasarkan Fungsi Rumah Sakit
a. Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) merupakan
lembaga non profit dan keuntungan IPSM harus ditanamkan
kembali pada rumah sakit.
b. Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (non IPSM)
merupakan lembaga non profit dan keuntungan dapat digunakan
oleh para pemilik rumah sakit (biasanya diselenggarakan oleh
swasta).
(4) Berdasarkan Segi Pemasaran
63
a. Volume, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan pelayanan (jumlah
pasien) yang sebanyak-banyaknya.
b. Diferensi, Rumah sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi,
apabila perlu sub spesialisasi. Rumah sakit ini dituntut untuk
mempunyai cukup banyak sarana yang menunjang masing-
masing spesialisasi tersebut.
c. Fokus, rumah sakit tipe ini adalah rumah sakit yang
berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, khusus kanker, khusus
mata dan sebagainya.
e. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS )
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 adalah sebuah sistem
yang dirancang sebagai program pembangunan kesehatan yang dapat
menghasilkan data informasi kesehatan secara cepat dan akurat karena
pencatatan data pasien tidak lagi dilakukan secara manual. Dengan
adanya SIMRS, data calon pasien akan otomatis tercatat pada masing-
masing poli seketika saat pasien mulai mendaftar di loket pendaftaran.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang
memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan
Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan
akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.
64
Adapun keberadaan SIMRS sendiri telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013. Pengaturan SIMRS ini
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, profesionalisme,
kinerja, serta akses dan pelayanan Rumah Sakit. Jadi penerapan
SIMRS diharapkan dapat menghasilkan informasi data kesehatan yang
up to date, transparan, mudah diolah untuk kepentingan pemerintahan,
sehingga pemerintah mampu mempercepat pengambilan keputusan
tentang kondisi kesehatan masyarakat melalui sarana teknologi
informasi dan mewujudkan sebuah tata pemerintahan yang baik,
efektif, dan efisien.
Penerapan SIMRS oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
sendiri adalah sebagai sebuah terapan sistem baru yang merupakan
gabungan dari perangkat dan prosedur yang digunakan untuk
mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data hingga
pemberian umpan balik informasi) demi mendukung pelaksanaan dan
pemantauan kerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu
diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis
situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternative solusi,
pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses
evaluasi. Dengan adanya penerapan SIMRS juga diharapkan akan
menjadi basis dan pondasi informasi data kesehatan dari seluruh
puskesmas, rumah sakit, Dinkes kabupaten/kota dan Dinas Provinsi
dapat terintegrasi dengan baik.
65
Perkembangan teknologi yang sangat cepat merupakan
keuntungan tersendiri untuk dimanfaatkan secara sarana mendapatkan
informasi dalam bentuk pelaporan yang cepat dan akurat dari seluruh
pusat pelayanan kesehatan di seluruh daerah cakupan sistem tersebut.
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu dapat
memberikan pelayanan yang bermutu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, serta standar pelayanan kesehatan. Hal ini
perlu di imbangi oleh peningkatan kemampuan tenaga kerja secara
terus menerus agar selalu dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang sesuai standar mutu.Untuk itu di dalam Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit dibutuhkan sebuah sistem komputerisasi
yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses bisnis
layanan kesehatan dalam bentuk jaringan koordinasi , pelaporan dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan
tepat. Sistem informasi rumah sakit umumnya mencakup masalah
klinikas (Media), Pasien dan informasi-informasi yang berkaitan
dengan kegiatan rumah sakit itu sendiri.
Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan 3 elemen utama,
antara lain : Software, Hardware, Brainware dalam bab IV mengenai
tata kelola SIMRS. Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
66
1. Software
Software merupakan sebuah perangkat lunak yang umumnya
digunakan untuk mengkontrol perangkat keras atau bisa juga
digunakan untuk menghasilkan data informasi. Di Rumah sakit
informasi tersebut adalah informasi tentang data-data medis pasien.
Pada saat ini software sudah sangat berkembang dan canggih, yang
dulunya berbasis desktop saat ini software berbasis web sudah banyak
dipakai. Tidak salah jika suatu rumah sakit membuat suatu keputusan
untuk menggunakan software yang berbasis web sebagai media lunak
untuk mengolah informasi mereka. Keunggulan software berbasis web
ini adalah keamanan lebih baik, ringan untuk dijalankan, pemeliharaan
yang sederhana dan hemat biaya.
2. Hardware
Hardware dapat diartikan sebagai perangkat Keras, adalah
komponen pada komputer yang dapat terlihat dan disentuh secara
fisik. Hardware sendiri terbagi lagi ke dalam 3 kategori menurut
fungsinya, antarai lain :
a. Perangkat Input / Masukan: Merupakan Hardware yang
digunakan untuk memasukkan (Input) instruksi dari pengguna
komputer (User). Contohnya adalah Keyboard, Mouse, dan
Joystick.
67
b. Perangkat Pemrosesan: Merupakan Hardware yang terdapat
pada sebuah komputer untuk memproses masukkan / input dari
pengguna. Contohnya adalah Prosesor pada sebuah komputer.
c. Perangkat Output / Keluaran: Merupakan Hardware yang
digunakan untuk menghasilkan suatu proses (output) dari
pengguna komputer (User). Contohnya adalah Monitor,
Speaker, dan Printer.
Dalam mendukung proses berjalannya SIMRS, pemilihan
hardware cukup penting. Hardware yang baik, tepat guna akan
mempermudah dalam proses maintenance / pemeliharaan nantinya.
Oleh karena itu spek hardware yang dibutuhkan harus disesuaikan
dengan kebutuhan SIMRS.
3. Brainware
Brainware adalah setiap orang yang terlibat dalam kegiatan
pemanfaatan komputer / sistem pengolahan data. Brainware
merupakan sumber inspirasi utama bagi terbentuknya suatu sistem
komputer dan proses berjalannya SIMRS nantinya. Menurut tingkat
pemanfaatan terhadap komputer, Brainware digolongkan dalam
empat tingkatan dimulai dari tingkatan yang tertinggi:
a. System Analyst: Penanggung jawab dan perencana sistem dari
sebuah proyek pembangunan sebuah SIMRS khususnya yang
memanfaatkan komputer
68
b. Programmer : Pembuat dan petugas yang mempersiapkan
program yang dibutuhkan pada sistem komputerisasi yang
dirancang
c. Administrator : Seseorang yang bertugas mengelola suatu sistem
operasi dan program-program yang berjalan pada sebuah
sistem / jaringan komputer
d. Operator : Pengguna biasa, hanya memanfaatkan sistem
komputer yang sudah ada.
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan SIMRS di rumah sakit
sangat tergantung pada ketiga elemen di atas. Ketiga elemen diatas
saling keterkaitan satu sama lain dan saling melengkapi. Di RSUD Dr
Koesma sendiri, SIMRS dimulai dari software atau aplikasi dengan
berbasis desktop. Seiring dengan berkembangnya tekhnologi dan
kebutuhan akan SIMRS yang semakin lama juga semakin
berkembang, migrasi ke dalam basis web mau tidak mau harus
dilakukan. Dimulai dari tahun 2014 SIMRS di RSUD Dr R Koesma
dijalankan dengan berbasis web. Tentunya di awal-awal tidak berjalan
mulus, dengan adanya keterbatasan dan permasalah menjadi sebuah
pelajaran untuk selalu berbenah hingga menjadi SIMRS yang benar-
benar terintegrasi secara menyeluruh, sehingga pada saat ini input dan
output data sudah sangat dirasakan manfaatnya.
69
c. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Menurut Sianipar (dikutip Asmawi, 20011:52) pelayanan adalah
cara melayani, membantu untuk menyiapkan, mengurus dan
menyelesaikan keperluan/kebutuhan individu/seseorang atau kelompok
orang, artinya objek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan
kelompok organisasi. Pada dasarnya pelayanan merupakan suatu
kegiatan untuk memberikan layanan yang baik yang bersifat dapat
dimiliki maupun tidak dapat dimiliki, kepada penerima
layanan/pelanggan oleh penyelenggara layanan.
Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang
Pelayanan Publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sejalan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, pengertian
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian
pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan oleh agen-agen
pemerintah melalui birokrat atau pegawainya.
70
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Ruang lingkup pelayanan publik seperti yang telah dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang
Pelayanan Publik pasal 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup
pelayanan publik meliputi:
a. Pelayanan barang publik;
b. Pelayanan jasa publik; dan
c. Pelayanan administratif.
Kemudian dijelaskan secara terperinci pada pasal 4 bahwa
pelayanan barang pubik yang dimaksud pada pasal hurf a meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha
yang modal pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber
dari kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Mengenai pelayanan publik jasa publik seperti yang
dimaksud pada pasal 3 huruf b juga dijelaskan seacara terperinci
dalam pasal 5, yang meliputi:
71
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seharusnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagaian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaanya menjadi Misi Negara yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan.
Pelayanan administratif juga dijelaskan secara rinci pada
pasal 6, yang berbunyi:
(1) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c merupakan pelayanan oleh penyelenggara yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan
oleh masyarakat.
(2) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi dan/atau keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara;
b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan
penerima pelayanan.
3. Standar Pelayanan Publik
Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, Standar Pelayanan yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
72
pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan juga menjelaskan
bahwa terdapat komponen standar pelayanan yang terkait dengan
proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi :
a. Persyaratan
b. Sistem, mekanisme, dan prosedur
c. Jangka waktu pelayanan
d. Biaya/tarif
e. Produk pelayanan
f. Pengaduan, saran dan masukan
Pentingnya partisipasi masyarakat juga tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014
tentang Pedoman Standar Pelayanan bahwa dalam penyusunan
penerapan Standar Pelayanan Publik wajib dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Tujuan
keikutsertaan masyarakat dalam forum pembahasan bersama adalah
untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara pelayanan dengan
73
kebutuhan/kepentingan masyarakat dan kondisi lingkungan, guna
mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas.
Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat atas pemerintah sebagai penyedia layanan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan ini,
pelayanan yang diberikan akan lebih jelas dan apabila standar
pelayanan ini terpenuhi maka kepercayaan masyarakat akan semakin
kuat.
d. Pelayanan Prima
1. Strategi
Strategi merupakan cara yang dipilih oleh manajemen puncak
untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Menurut Siagian
(2002: 15), strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan
mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak diimplementasikan
oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Pengertian strategi secara umum dan khusus menurut Glueck dan
Jauch (1994:) adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Umum
Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin
puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,
disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut dapat dicapai.
2. Pengertian Khusus
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental
(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
74
pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir
selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari
apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru
dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi ini (core
competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di
dalam bisnis yang dilakukan.
Berdasarkan penjelasan pengertian strategi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa strategi merupakan serangkaian keputusan dan
tindakan manajeman puncak untuk mengatasi permasalahan dalam
organisasi secara luas dan berintegrasi dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Dengan menggunakan strategi, suatu organisasi diharapkan
dapat mengambil keputusan dengan memperhatikan konsekuensi
dalam jangka pendek maupun jangka panjang, menangani perubahan
keadaan dan lingkungan dengan cepat, tepat, dan efektif, serta
menciptakan prioritas dan memcahkan masalah utama organisasi.
Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan strategi sebagai strategi
yang baik, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam
menyusun strategi. Menurut Siagian (2002:102-103) ada tiga kriteria
dalam menyusun strategi, yaitu:
a. Strategi yang dirumuskan harus mampu di satu pihak memperoleh
manfaat dari berbagai peluang yang diperkirakan akan timbul dan
pihak lain memperkecil dampak berbagai faktor yang sifatnya
negatif atau bahkan berupa ancaman bagi organisasi dan
kelangsungannya.
b. Strategi harus memperhitungkan secara realistis kemampuan
suatu organisasi dalam menyediakan berbagai daya, sarana,
prasarana, dan dana yang diperlukan untuk mengoperasionalkan
strategi tersebut.
c. Strategi yang telah ditetukan dioperasionalkan secara teliti. Tolak
ukur tepat tidaknya suatu strategi bukan terlihat pada proses
perumusannya saja, akan tetapi juga mencakup pada operasional
atau pelaksanaanya.
75
Penentuan strategi tentunya tidak terlepas dari tujuan yang telah
ditetapkan. secara implisit Siagian (2002: 206-209) menjelaskan
manfaat dari penerapan strategi pada organisasi, antara lain:
1. Memperjelas makna dan hakikat suatu perencanaan melalui
idenifikasi rincian yang lebih spesifik tentang bagaimana
organisasi harus mengelola bidang-bidang yang ada dimasa yang
akan datang.
2. Merupakan langkah-langkah atau cara yang efektif untuk
implementasi kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Sebagai penuntun atau rambu-rambu dan arahan pelaksanaan
kegiatan di berbagai bidang.
4. Dapat mengetahui secara konkret dan jelas tentang berbagai cara
untuk mencapai sasaran atau tujuan serta prioritas pembangunan
pada bidang-bidang tersebut bedasarkan kemampuan yang
dimiliki.
5. Sebagai rangkaian dari proses pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan berbagai macam permasalahan.
6. Mempermudah koordinasi bagi semua pihak agar mempunyai
partisipasi dan presepsi yang sama tentang bentuk serta sifat
interaksi, interdepensi dan interrelasi yang harus tetap tumbuh
dan terpelihara dalam mengelola jalannya roda organisasi,
sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan
kemungkinan timbulmya konflik antara berbagai pihak terkait.
Dengan demikian strategi dapat berjalan sesuai dengan yang telah
diharapkan.
2. Pelayanan Prima
Pelayanan prima kepada masyarakat pengguna layanan atau
pelanggan telah menjadi persoalan penting dari sebuah akuntabilitas
manajemen. Pelayanan publik diharapkan oleh masyarakat adalah
pelayanan yang mudah, cepat, adil, jujur, dan terbuka. Dengan
demikian, dapat disadari bahwa datangnya era pelayanan prima pada
masyarakat pengguna layanan atau pelanggan sangatlah relevan
76
dengan pengembangan strategi dan daya saing oleh penyelenggara
layanan.
Menurut Sedarmayanti (2010: 249), pelayanan prima adalah
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan (masyarakat) minimal
sesuai dengan standar pelayanan (cepat, tepat, akurat, murah dan
ramah). Disamping itu, pelayanan prima menurut Barata (2003: 27),
yaitu:
1. Layanan prima adalah membuat pelanggan merasa penting
2. Layanan prima adalah pelayanan melayani pelanggan dengan
ramah, tepat, dan cepat
3. Layanan prima adalah pelayanan dengan mengutamakan
kepuasan pelanggan
4. Layanan prima adalah menempatkan pelanggan sebagai mitra
5. Layanan prima adalah pelayanan optima yang menghasilkan
kepuasan pelanggan
6. Layanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan untuk
memberikan rasa puas
7. Layanan prima adalah upaya layanan terpadu untuk kepuasan
pelanggan.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penerima
layanan/pelanggan merupakan faktor penting dalam pelayanan prima.
Kebutuhan dan harapan penerima layanan/pelanggan dapat dijadikan
sebagai alat evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik agar
memenuhi standar kualitas layanan yang baik. Karena itu, standar
kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan penerima
layanan/pelanggan. Dalam suatu definisi pelayanan prima, paling
tidak kesamaannya terletak pada tujuan layanan, yaitu memuaskan
pelanggan.
77
3. Srategi Pelayanan Prima
Strategi untuk kualitas dalam pelayanan publik dalam mencapai
pelayanan yang prima dapat dilihat dari faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal dipengaruhi antara lain melalui persaingan pasar yang
semakin sengit, termasuk didalamnya adalah persaingan organisasi
pemerintah dan organisasi bisnis dalam memberikan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman terhadap faktor-faktor eksternal menurut
Husnaini dalam Ashyar (2008: 93) yaitu dengan cara:
1. Memulai sikap mengenali dinamika pelanggan terhadap apa yang
mereka butuhkan dan apa yang mereka inginkan;
2. Mengembangkan suatu kerangka pendekatan kearah pencapaian
kepuasan pelanggan; dan
3. Mempertemukan tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian
kepuasan pelanggan.
Faktor-faktor tersebut perlu mendapat respon intens oleh para
pemimpin organisasi, baik organisasi publik maupun swasta dengan
menintegrasikan berbagai unsur guna menghasilkan produk layanan
yang dapat memuaskan pelanggan. Pada intinya yaitu, perlu adanya
perbaikan kinerja organisasi yang berorientasi pada pemberian
pelayanan publik yang prima. Pada faktor internal, upaya-upaya
memberikan layanan yang berkualitas kepada pelanggan adalah terkait
langsung dengan mekanisme, sistem dan prosedur dalam memberikan
layanan, oleh karena itu diperlukan secara teknik pada tingkat
operasional.
78
Banyak pendapat para ahli merumuskan prinsip-prinsip
pelayanan yang berkualitas seperti Zeithami, Parasuraman, dan Berry
(dalam Shaleh 2010: 104) menjelaskan bahwa ada lima dimensi untuk
mengukur kinerja pelayanan prima. Dimensi-dimensi tersebut adalah
tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empahty.
Gambaran dari indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Wujud fisik (tangiable), adalah penampilan fisik seperti tempat
pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat secara fisik
oleh pelanggan.
b. Keandalan (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, terpercaya, dan
memuaskan.
c. Ketanggapan (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk
mampu memberikan pelayanan pada pasien dengan tanggap.
d. Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan
pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pasien
terhadap rumah sakit.
e. Empati (emphaty), adalah pegawai yang peduli, memberikan
perhatian dan kenyamanan kepada pasien, terutama dalam
melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pasien.
Lenvinne (1990) (dalam Ratminto, dkk, 2008: 174),
menguraikan indikator pelayanan prima diantaranya: menuliskan
indikatir penyusun kinerja, yaitu:
1. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap
providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan
customers.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik
itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan.
3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggara pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang
ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat.
79
Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima
tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Konsep
pelayanan prima berdasarkan pada A6 (Barata, 2003:31), yaitu mengembangkan
pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Sikap (Attitude), Perhatian
(Attention), Tindakan (Action), Kemampuan (Ability), Penampilan (Appearance),
dan Tanggung jawab (Accountabiity), dimana dijabarkan sebagai berikut:
1. Sikap (Attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus
ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi
penampilan yang sopan dan serasi, berfikir positif, sehat dan
logis, dan bersikap menghargai.
2. Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan,
baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan
keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan
kritiknya, yang meliputi mendengarkan dan memahami secara
sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan, mengamati dan
menghargai perilaku para pelanggan, dan mencurahkan perhatian
penuh kepada pelanggan.
3. Tindakan (Action) berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan
dalam memberikan layanan kepada pelanggan, mencatat
kebutuhan para pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para
pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan
menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau
kembali.
4. Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan
tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program
pelayanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja
yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif,
mengembangkan motivasi, dan mengembangkan public relation
sebagai instrument dalam membina hubungan kedalam dan keluar
organisasi atau perusahaan.
5. Penampilan (Appearance) adalah penampilan seseorang baik
yang bersifat fisik saja maupun fisik atau non fisik., yang mampu
merefleksikan kepercayaan diri dan kreadibilitas dari pihak lain.
6. Tanggung jawab (Accountabiity) adalah suatu sikap keberpihakan
kepada pelanggan sebagai suatu wujud kepedulian untuk
menghindarkan atau meminimalikan kerugian atau ketidakpuasan
pelanggan.
80
Melihat penjelasan diatas, maka dapat ditemukan kata kunci sebagai tolak ukur
utama dalam menilai pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan, yaitu sejauh
mana pelayanan yang diberikan tersebut berhasil memberikan rasa puas terhadap
pelanggan. Untuk menilai kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh
pengguna jasa layanan, termasuk tingkat kesulitan dan kemudahan mengenali
karakteristik pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Penentuan prinsip-
prinsip tersebut berdasarkan strategi yang digunakan oleh organisasi dalam rangka
pelayananprima.
81
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang
akan digunakan adalah jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan,
yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,
2010:3). Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
dalam Moleong (2014:4). Sedangkan Sugiyono (2014:9) menjelaskan
bahwa, Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
yang akan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menggunakan dengan metode deskriptif kualitatif
dengan alasan apabila menggunakan metode tersebut maka akan diperoleh
82
hasil berupa temuan-temuan terbaru yang secara natural dipaparkan
dilapangan. Pemaparan yang dimaksud adalah dari satu realita yang dapat
ditangkap, diamati, dan dideskripsikan oleh peneliti. Kesimpulan yang
diperoleh tentang penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian
dengan menggunakan pemberian atau gambaran atas suatu fenomena yang
dijadikan perhatian dalam suatu uraian sistematis, faktual, akurat dan jelas
bisa terkait dengan hubungan yang timbul antara suatu gejala lainnya
dalam masyarakat.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian memegang penting dalam memandu serta
mengarahkan jalannya suatu penelitian sehingga dapat mengetahui data
yang dibutuhkan serta data yang sebaiknya dibuang sebagai jawaban untuk
rumusan masalah. Sparadley dalam Sugiyono (2010:286) menyatakan
bahwa “a focused refer to a single cultural domain or a few related
domains” maksudnya adalah bahwa fokus penelitian merupakan domain
tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial yang diteliti
meliputi aspek tempat, aktor, aktivitas, yang berinteraksi secara sinergis.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan penelitian ini,
peneliti menetapkan fokus sebagai berikut:
83
1. Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-94)
mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik
mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap
aplikasi, berikut penjelasan proses implementasi kebijakan
publik:
1). Tahap Interpretasi
2). Tahap Pengorganisasian
3). Tahap Aplikasi
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
a). Faktor Pendukung
b). Faktor Penghambat
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi dan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti akan
menangkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang hendak diteliti
untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Lokasi penelitian
dalam penelitian ini di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan
situs dalam penelitian ini adalah mengambil data dari bagian divisi Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang ada di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban tersebut.
84
Alasan penelitian dilakukan di lokasi tersebut karena RSUD dr. R.
Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit kelas B, maka RSUD
Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi
Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban dan
sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini
menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat memberikan
pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat, sehingga dapat
mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Tuban dan
sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke Rumah Sakit provinsi
dan salah satu penyelenggara proses pembangunan dalam bidang
kesehatan melalui kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS.
Karena kelas RS menentukan kecepatan adopsi dan keberhasilan
menerapkan SIMRS. Rumah sakit tipe B, dengan asumsi memiliki sumber
daya (finansial dan SDM) yang lebih baik akan memiliki peluang untuk
memiliki SIMRS yang fungsional.
D. Jenis dan Sumber Data
Menurut Lofland dan lofland dalam Basrowi dan Suwandi (2008:
169) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, dan kemudian selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen, dan lain-lain. Untuk penelitian ini jenis data yang digunakan ada
2 yaitu:
85
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung
memberikan data kepada peneliti sebagai pengumpul data dalam
penelitian ini, data yang peneliti dapatkan dari informan yang ada di
lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa
informan antara lain:
1). Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban;
2). Kepala Instalasi SIMRS;
3). Kepala bagian Program dan Pelaporan;
4). Masyarakat
1. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan dengan
maksud menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Data ini dapat
ditemukan dengan cepat seperti UUD, Keputusan Menteri , literatur,
artikel, jurnal, dan tulisan serta situs di internet yang resmi dan
berkenaan dengan tema penelitian ataupun juga melalui dokumen
resmi.
Jadi bisa diambil kesimpulan diatas bahwa sumber data adalah
tempat dimana penulis dapat menemukan data dari informasi yang
diperlukan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka data-data yang diperoleh
melalui:
86
1. Informan, data dapat diperoleh langsung dari sumber data asli
sehubungan dengan obyek yang akan diteliti. Adapun
informan kunci dalam penelitian ini adalah:
1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum
dan Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;
2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;
3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan
Pelaporan;
4). Pelanggan pengguna pelayanan
2. Dokumen, data ini merupakan informasi dalam bentuk catatan-
catatan resmi. Adapun dokumen yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah:
a. Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban
b. SOP (Standard Operating Procedure) terkait
pelaksanaan kebijakan
c. Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban
d. Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban
3. Tempat dan Peristiwa, selain dari informasi tersebut, peneliti
memperoleh data atau informasi yang bersumber dari peristiwa
atau fenomena yang dianggap cocok dan bermanfaat untuk
87
mengungkapkan permasalahan dan fokus penelitian, seperti
pengamatan mengenai proses pengolahan data melalui aplikasi
SIMRS di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitan, tentunya data sangat berperan penting dalam
keberhasilan penelitian. Dalam memperoleh data, peneliti membutuhkan
teknik dalam mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti adalah:
1. Wawancara
Esterberg mengartikan wawancara sebagai, “ a meeting of two
persons to exchange information and idea through question and
responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about a particular topic” dalam Sugiyono (2009:231). Jenis
wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti adalah wawancara
terstruktur (structure interview). Wawancara terstruktur dilakukan
dengan jalan menyiapkan instrumen penelitian yang berupa
pertanyaan tertulis. Selain itu, peneliti dapat menggunakan alat bantu
berupa alat tulis, kamera dan recorder untuk membantu menuangkan
data dari wawancara. Peneliti dapatkan dari informan yang ada di
lapangan secara langsung melalui wawancara dengan beberapa
informan antara lain:
1). Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan
Keuangan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban;
2). Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS;
88
3). Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan Pelaporan;
4). Pelanggan pengguna pelayanan
2. Observasi
Nasution menjelaskan bahwa para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi dalam Sugiyono (2014:226). Jenis
observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terus terang.
Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan
terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai
akhir tentang aktivitas peneliti dalam Sugiono (2014:228). Jadi
peneliti melihat secara langsung di lapangan untuk mengetahui
bagaimana proses pelayanan yang ada pada RSUD Dr R Koesma
khususnya dalam proses pengimplementasian kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
3. Dokumentasi
Sugiyono menjelaskan bahwa, “ Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu” dalam Sugiyono (2014:240).
Dokumentasi digunakan peneliti yaitu berupa foto untuk mendukung
data yang sebelumnya peneliti dapatkan dari wawancara dan
observasi, sehingga data lapangan yang telah peneliti dapatkan lebih
akurat dengan adanya bukti foto proses dalam penerapkan kebijakan
89
PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri dalam Sugiono (2011:222). Adapun
instrumenn-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti sendiri, yaitu peneliti mampu memahami kondisi situs
penelitian dan peneliti harus menyiapkan diri dengan adanya
bekal teori, dan wawasan yang didapat di bangku perkuliahan
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan
mengkonstruksikan situasi sosial yang diteliti.
2. Pedoman wawancara, merupakan daftar pertanyaan yang disusun
oleh peneliti yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh
data keperluan penelitian. Sehingga dengan adanya pedoman ini,
wawamcara diharapkan sesuai dengan fokus penelitian atau
terarah serta dapat menjawab berbagai permasalahan penelitian.
3. Alat dokumentasi, merupakan alat penunjang yang digunakan
untuk merekam dan memfoto situasi sosial yang ada. Dalam
penelitian ini alat dokumentasinya adalah menggunakan
hanphone dan kamera digital untuk merekam dan berkomunikasi
dengan informan serta mengabdikan situasi sosial menjadi
gambar/foto.
90
4. Catatan lapangan, merupakan sebuah catatan peneliti yang yang
didapatkan dari hasil mencatat maupun mencopy file atau adata.
Catatan lapangan memiliki fungsi untuk mencatat hasil
wawancara atau pengamatan yang berisi tentang data atau
informasi dilapanagan yang terkait permasalahan penilitian.
G. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang
obyektif. Karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif
sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan)
penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk
mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Menurut
Moleong (2007:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan
pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
1.Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Teknik ini dapat diaplikasikan pada saat penelitian tentang implementasi
dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data yang telah
diperoleh melalui Ketua tim SIMRS, kemudian peneliti mengecek kembali
kebenaran data yang diperoleh melalui narasumber lainnya seperti ketua
91
bagian program dan pelaporan dan informan lainnya yang sudah
ditetapkan penulis.
1. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat waktuyang tepat akan
mempengaruhi pemeberian data yang lebih valid sehingga lebih
terpercaya. Mengingat pada tahap awal peneliti masih dianggap asing oleh
informan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban sehingga narasumber
tidak terlalu terbuka. Untuk itu dalam melakukan pengujian kredibilitas
data dilakukan dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara,
observasi dalam hari yang berbeda dalam kurun waktu 1 bulan masa riset.
Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara
berulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.
H. Analisis Data
Moleong (2014:280) mendefinisikan, analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan Nasution
dalam Sugiyono (2014:245) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah,sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Langkah-langkah
peneliti untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan
92
analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles, Huberman
dan Saldana sebagai berikut:
Gambar 6. Analisis Data Model Interaktif
( Sumber : Miles Huberman dan saldana (2014:32) ).
Analisis data diatas dijelaskan oleh Miles, Huberman dan Saldana
(Miles, Huberman dan Saldana, 2014:31-32), yaitu terdapat empat tahapan
sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pada tahapan pengumpulan data ini, peneliti menggunakan tiga teknik
dengan melakukan wawancara,observasi dan dokumentasi. Dalam
pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan wawancara kepada pihak
pelaksana kebijakan. Observasi dan dokumentasi juga dilakukan peneliti
untuk dapat menguatkan data-data yang peneliti dapatkan melalui proses
wawancara kepada pihak yang terlibat dalam kebijakan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian
dengan terjun langsung di lapangan. Selain itu, dokumentasi juga perlu
93
didapatkan untuk dapat melihat kesesuaian data primer dan sekunder. Jadi
semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan bertambah
banyak dan kompleks.
2. Kondensasi Data (Data Condensation)
Pada tahap ini, peneliti mengacu pada proses memilih, memfokuskan,
menyederhanakan, membuat abstraksi, dan/atau menstransformasikan data
yang muncul secara penuh yang ditulis pada catatan lapangan, transkip
wawancara, dokumen-dokumen, dan bahan empiri. Melalui kondensasi
data, dapat membuat data lebih kuat.
3. Penyajian Data (Data Display)
Dalam tahap ini, peneliti menyederhanakan kumpulan informasi yang
diikuiti dengan penggambaran kesimpulan dan tindakan pada kehidupan
sehari-hari. Tindakan yang dilakukan dalam penyajian data didasarkan
dengan pemahaman peneliti.
4. Pengambilan Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusion)
Urutan yang ketiga adalah aktivitas analisis adalah menggambarkan
kesimpulan dan verifikasi. Dari pengumpulan data awal, analisis kualitatif
menginterpretasikan apa yang dimaksudkan dengan mencatat pola,
penjelasan arus kausal, dan proporsi dari hasil hasil penelitian.
Pengmabilan kesimpulan dibuat samar pada awalnya, lalu meningkat
secara jelas dan beralasan.
95
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban
a. Sejarah Kabupaten Tuban
Kota Tuban memiliki asal asul dalam beberapa versi, pertama
disebut sebagai Tuban dari lakuran watu tiban (batu yang jatuh dari
langit), yaitu dimana batu pusaka yang dibawa oleh
sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu
tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan
dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua berupa lakuran dari metu
banyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang
Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Tuban yang pertama
membuka hutanPapringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan
tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan
adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan
istimewanya sumur tersebut airnya tawar padahal berada di dekat
pantai. Ada juga versi ketiga, Tuban berasal dari kata "tubo"
atau racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban
yaitu Kecamatan Jenu.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten dari 38
Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Jawa
96
Timur. Wilayah Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara
(Pantura) Pulau Jawa. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang
pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa.
Tuban disebut sebagai Kota Wali karena Tuban adalah salah satu kota
di Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran Agama Islam namun
beberapa kalangan ada yang memberikan julukan sebagai kota tuak
karena daerah Tuban sangat terkenal akan penghasil minuman (tuak &
legen) yang berasal dari sari bunga siwalan (ental). Beberapa obyek
wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Makam
Wali, contohnya Sunan Bonang, Makam Syeh Maulana Ibrahim
Asmaraqandi (Palang), Sunan Bejagung dll. Selain sebagai kota Wali,
Tuban dikenal sebagai Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang
berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Bahkan beberapa Goa
di Tuban terdapat stalaktit dan Stalakmit. Goa yang terkenal di Tuban
adalah Goa Akbar, Goa Putri Asih, dll.
Tuban terletak di tepi pantai pulau Jawa bagian utara, dengan
batas-batas wilayah: utara laut Jawa, sebelah timur Lamongan, sebelah
selatan Bojonegoro, dan barat Rembang dan Blora Jawa Tengah.
Penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari bercocok
tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya merupakan
nelayan, perdagangan dan pegawai negeri. Potensi ekonomi yang
dimiliki Kabupaten Tuban sangat beraneka ragam sumbernya. Selama
97
ini potensi ekonomi yang telah dikembangkan di Kabupaten Tuban
antara lain:
1. Tanaman pangan
2. Hortikultura
3. Perkebunan
4. Perikanan
5.Peternakan
6.Kayu pertukangan dan kayu bakar
7.Industri pengolahan besar dan sedang
8.Industri kecil dan kerajinan rumah tangga
9.Perdagangan
10. Hotel dan restoran
11.Hasil tambang
12.Pariwisata
Sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Tuban yaitu sektor
pertanian khususnya tanaman pangan. Dari sektor pertanian tanaman
pangan, padi merupakan komoditas yang paling diunggulkan dari
ketiga komoditas lainya yaitu jagung, kacang tanah dan ubi kayu.
Potensi yang bisa ditingkatkan perkembanganya selain sektor tanaman
pangan antara lain pertambangan dolmit, minyak dan gas bumi,
pariwisata dan potensi besar lainya yaitu pelabuhan laut. Kebudayaan
asli Tuban beragam, salah satunya adalah sandur. Budaya lainnya
adalah Reog yang banyak ditemui di Kecamatan Jatirogo. Namun ada
hal menarik ketika memperingati Haul Sunan Bonang, dimana ribuan
umat muslim dari seluruh Indonesia tumpah ruah memadatai kota
98
khususnya kompleks pemakaman Sunan Bonang. Ada juga Ulang
Tahun Klenteng Kwan Sing Bio yang sudah masuk dalam agenda kota
dan ada juga sedekah bumi bagi masyarakat pesisir.
b. Lambang Daerah
Gambar 7: Sumber gambar: www.tubankab.go.id
Arti Lambang Kabupaten Tuban: Kabupaten Tuban
memiliki lambang daerah yang dijadikan identitas diri. Disetiap
gambar dari lambang kabupaten Tuban memilik pengertian masing
masing. Dalam satu keutuhan akan menjadi ciri khusus (identitas)
maupun cita-cita luhur Kabupaten Tuban. Arti pada lambang
Kabupaten Tuban Lambang kabupaten Tuban terbagi atas 8 bagian
yaitu :
1. Bentuk Perisai Putih yang bersudut lima. Dengan jiwa yang suci
murni dan hati yang tulus iklas masyarakat Tuban menjunjung
tinggi Pancasila. Sekaligus merupakan perisai masyarakat dalam
menghalau segenap rintangan dan halangan untuk menuju
99
masyarakat adil dan makmur yang diridloi oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Kuda Hitam dan Tapal Kuda Kuning Kuda hitam adalah
kesayangan Ronggolawe, pahlawan yang diagungkan oleh
masyarakat Tuban karena keikhlasannya mengabdi kepada negara,
watak kesatriannya yang luhur dan memiliki keberanian yang luar
biasa. Tapal kuda Ronggolawe berwarna kuning emas melingkari
warna dasar merah dan hitam melambangkan kepahlawanan yang
cermelang dari Ronggolawe.
3. Gapura Putih Melambangkan pintu gerbang masuknya Agama
Islam yang dibawakan oleh “Wali Songo” antara lain Makdum
Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, dengan itikat
yang suci murni dan hati yang tulus ikhlas, masyarakat Tuban
melanjutkan perjuangan yang pernah dirintis oleh para “Wali
Songo”.
4. Bintang Kuning bersudut lima Rasa Tauhid kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang memancar didada tiap-tiap insan rakyat Tuban
memberikan kesegaran dan ketangguhan iman, dalam berjuang
mencapai cita-cita yang luhur.
5. Batu hitam berbentuk umpak dan pancaran air berwarna biru
muda Menunjukan dongeng kuno tentang asal kata Tuban. Batu
hitam berbentuk umpak ialah Batu-Tiban dari kata ini terjadilah
100
kata Tuban. Pancaran air atau sumber air ialah Tu-Banyu (mata ir)
menjadi kata Tuban.
6. Pegunungan berwarna hijau, daun jati dan kacang tanah Tuban
penuh dengan pegunungan yang berhutan jati dan tanah-tanah
pertanian yang subur dengan tanaman kacang tanah. Pegunungan
berwarna hijau mengandung arti masyarakat Kabupaten Tuban
mempunyai harapan besar akan terwujudnya masyarakat yang adil
makmur yang diridloi Tuhan Yang Maha Esa.
7. Perahu emas, Laut biru dengan gelombang putih sebanyak tiga
buah. Sebelah utara Kabupaten Tuban adalah lautan yang kaya
raya, yang merupakan potensi ekonomi Penduduk pesisir
Kabupaten Tuban. Penduduk Pesisir utara adalah nelayan-nelayan
yang gagah berani. Dalam kedamaian dan kerukunan masyarakat
Daerah Kabupaten Tubanuntuk membangun daerahnya
menghadapi tiga sasaran yaitu:
1. Pembangunan dan peningkatan perbaikan mental dan
kerohanian.
2. Pembangunan ekonomi.
3. Pembangunan Prasarana yang meliputi jalan-jalan, air dsb.
8. Keterangan angka
1. Lekuk gelombang laut sebanyak 17 melambangkan tanggal 17.
101
2. Lubang tapal kuda berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus.
3. Daun dan biji jati melambangkan angka 45. dengan demikian
masyarakat Kabupaten Tuban menjnjung tinggi hari Proklamasi
Kemerdekaan Negara Indonesia. Semangat Proklamasi menjiwai
perjuangan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Tuban.
c. Visi dan Misi Kabupaten Tuban
VISI :
Kabupaten Tuban yang Lebih Religius, Bersih, Maju dan Sejahtera
MISI :
1. Peningkatan Pengamalan Nilai-Nilai Keagamaan dalam Berbagai
Aspek Kehidupan dengan Mengutamakan Toleransi dan
Kerukunan Antar Umat Beragama
2. Peningkatan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan yang
Kreatif dan Bersih
3. Peningkatan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Optimalisasi
Penataan Ruang Guna Mendorong Kemajuan Daerah
4. Membangun Struktur Ekonomi Daerah yang Kokoh Berlandaskan
Keunggulan Lokal yang Kompetitif
5. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat yang Merata dan
Berkeadilan
102
d. Keadaan Geografis
Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha, dan wilayah
laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada
koordinat 111 derajat 30' - 112 derajat 35 BT dan 6 derajat 40' - 7
derajat 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Sebelah Utara
berbatasan langsung dengan Laut Jawa; Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bojonegoro; Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Lamongan; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa
Tengah yakni Kabupaten Rembang di bagian utara dan Kabupaten
Blora di bagian selatan. Kabupaten Tuban berada pada ujung Utara
dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan
Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan
Kabupaten Rembang.
Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di
Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan
Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang
mengalir dari Solo menuju Gresik. Secara geologis Kabupaten Tuban
termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara yang memanjang pada
arah barat ke timur mulai Semarang sampai Surabaya. Sebagian besar
Kabupaten Tuban termasuk dalam Zona Rembang yang didominasi
endapan, umumnya berupa batuan karbonat. Zona Rembang
didominasi oleh perbukitan kapur. Ketinggian daratan di Kabupaten
Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Bagian utara merupakan dataran
103
rendah dengan ketinggian 0-15 m diatas permukaan laut, bagian
selatan dan tengah juga merupakan dataran rendahdengan ketinggian
5-500 m. Daerah yang berketinggian 0-25 m terdapat disekitar pantai
dan sepanjang bengawan solo sedangkan daerah yang berketinggian
diatas 100 m terdapat di kecamatan Montong. Luas lahan pertanian di
Kabupaten Tuban adalah 183.994,562 Ha yang terdiri lahan sawah
seluas 54.860.530 Ha dan lahan kering seluas 129.134.031 Ha.
Gambar 8: Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tuban
Sumber: www.tuban.go.id (2017)
e. Keadaan Demografi
Penduduk adalah faktor penting dalam membangun suatu
pemerintahan dan pembangunan. Sebab selain menjadi obyek
pembangunan penduduk sekaligus menjadi pelaku pembangunan.
104
Untuk itu, sangatlah penting mendapatkan data yang akurat tentang
jumlah penduduk yang ada di suatu daerah. Beberapa metode di paki
dalam menghitung jumlah penduduk d Kabupaten Tuban, diantaranya
adalah sensus penduduk. Jumlah Penduduk di Kabupaten Tuban tahun
2007 hasil proyeksi penduduk mencapai 1.100.930 jiwa terbagi dalam
291.046 Kepala Keluarga (KK), dengan komposisi jumlah penduduk
laki-laki 543.829 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 557.101
jiwa. Dari total penduduk tersebut tercatat sebanyak 101.188 KK atau
34,7 % tergolong warga kurang mampu. Sekitar 71% atau 770.651
jiwa dari total penduduk Kabupaten Tuban bermata pencaharian dari
bercocok tanam atau bekerja di bidang pertanian sedangkan sisanya
merupakan nelayan, perdagangan dan pegawai negeri.
f. Administratif Pemerintahan
Berdasarkan pembagaian untuk daerah administrasinya sendiri,
Kabupaten Tuban terdiri dari 20 kecamatan yaitu:
Tabel 1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tuban
No Nama Kecamatan
1 Bancar
2 Bangilan
3 Grabagan
4 Jatirogo
5 Jenu
6 Kenduruan
7 Kerek
8 Merakurak
9 Montong
10 Palang
11 Parengan
105
12 Plumpang
13 Rangel
14 Semanding
15 Senori
16 Singgahan
17 Soko
18 Tambakboyo
19 Widang
20 Grabagan
Sumber : www.tuban.go.id. diolah oleh penulis (2017)
Adapun Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Tuban tergolong cukup
baik, ada 4 rumah sakit besar di kabupaten ini:
1. RSUD Dr R. Koesma, di Jl. dr. Wahidin SH ( Tipe Kelas B );
2. RS Medika Mulia, di Jl. Majapahit ( Tipe Kelas C);
3. RS Nahdlatul Ulama Tuban, di Jl. Letda Sucipto
( Tipe Kelas D); dan
4. RS Muhammadiyah, di Jl. P. Diponegoro. ( Tipe Kelas C ).
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan tiap kecamatan juga ada
Puskesmas yang pembangunan dan pelayanannya terus ditingkatkan untuk
mengantisipiasi masyarakat yang berada jauh dari perkotaan.
2. Gambaran Umum RSUD Dr R Koesma Kab. Tuban
a. Sejarah RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
RSUD Dr. R. Koesma merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah
Kabupaten Tuban yang pada awal berdirinya bernama RSUD Tuban
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
51/Menkes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 sebagai Rumah Sakit
Kelas D yang terletak di Jalan Brawijaya dengan lahan seluas 31.101
106
m2 dan masih menjadi satu dengan kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Tuban. Untuk operasional pelaaksanaan pelayanan di Rumah Sakit saat
itu masih menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban.
Pada saat itu fasilitas tempat tidur yang tersedia sejumlah kurang lebih 50
(lima puluh) buah dengan jenis peralatan yang dimiliki masih bersifat
sederhana antara lain alat pemeriksaan gizi dan alat pemeriksaan
laboratorium sederhana. Jumlah tenaga yang ada saat itu sejumlah 28
(dua puluh delapan) orang dengan tenaga medis dokter umum sejumlah 3
(tiga) orang dan merangkap tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban,
sedangkan tenaga dokter spesialis baru ada pada tahun 1982 yaitu
spesialis obsgin sebanyak 1 (satu) orang dan spesialis anak sebanyak 1
(satu) orang. Seiring perkembangan pelayanan serta fasilitas yang ada,
pada tahun 1983 status RSUD Tuban dinaikkan kelasnya menjadi Rumah
Sakit kelas C melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor
233/Menkes/SK/VI/1983 tanggal 11 Juni 1983 yang ditindaklanjuti
dengan Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 26 Tahun
1983. Kemudian nama RSUD Tuban diganti menjadi RSUD Dr. R.
Koesma Kabupaten Tuban berdasarkan Keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Tuban Nomor 153 Tahun 1984 tanggal 24 Nopember 1984
yang disetujui DPRD Tingkat II Tuban tanggal 1 Desember 1984 dengan
Keputusan Nomor 26-DPRD-82/84.
Pada tahun 1986 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban berpindah
lokasi ke Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 800 Kelurahan
107
Sidorejo Kecamatan Tuban sampai sekarang menempati lahan seluas
47.236 m2. Pada lokasi ini RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
mempunyai letak yang sangat strategis, berada di tengah kota yang
mudah dijangkau transportasi umum dan berada dijalur jalan raya
Surabaya-Semarang. Pada tahun 1999 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten
Tuban telah lulus akreditasi untuk 5 (lima) kelompok pelayanan dan
selanjutnya dari hasil visitasi Tim Kementerian Kesehatan pada tanggal 9
Oktober 2010 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban ditingkatkan
kelasnya menjadi Rumah Sakit kelas B berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.03.05/I/517/2012 tanggal 12 Februari 2012.
Pada tahun 2012 juga RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
mendapat Ijin Operasional Tetap Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas
B Non Pendidikan yang berlaku selama 5 (lima) tahun dari Gubernur
Jawa Timur dengan surat ijin Nomor P2T/2/03.23/III/2012 pada tanggal
25 Maret 2012. Untuk memenuhi standar mutu pelayanan pada tanggal
29 Maret 2011 RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban telah disurvei
oleh Tim Surveior dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
Kementerian Kesehatan dan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk
12 (dua belas) Pelayanan dengan berdasar Keputusan Direktorat Jendral
Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor
YM.02.10/III/1414/2011 tanggal 10 Juni 2011. Dan pada tanggal 19-20
Desember 2013 telah dilakukan survey oleh SAI Global untuk Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001-2008 untuk 16 Pelayanan dan dinyatakan
108
lulus pada tanggal 17 Januari 2014 dengan nomor sertifikat QMS 40495.
Sehubungan dengan status sebagai Rumah Sakit kelas B, maka RSUD
Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban merupakan Rumah Sakit rujukan bagi
Rumah Sakit – Rumah Sakit swasta dan pemerintah di Wilayah Tuban
dan sekitarnya yang kelasnya masih lebih rendah dibawahnya. Hal ini
menuntut agar RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban dapat
memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau masyarakat,
sehingga dapat mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Kabupaten Tuban dan sekitarnya yaitu dengan meminimalkan rujukan ke
Rumah Sakit provinsi.
b. Visi, Misi, Falsafah, Nilai, Tujuan dan Motto
1. Visi adalah cara pandang jauh kedepan yang didalamnya
mencerminkan apa yang ingin dicapai dan kemana struktur
organisasi diarahkan sehingga pada gilirannya dengan visi yang tepat
pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang menjadi akselerator
bagi pelaksanaan tugas di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan
wewenang dan tanggung jawab tersebut maka visi RSUD Dr
Koesma Kabupaten Tuban dirumuskan sebagai berikut:
“MENJADI PUSAT RUJUKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN
YANG PROFESIONAL DENGAN MENGUTAMAKAN KEPUASAN
DAN KESELAMATAN PASIEN”.
109
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Penyelenggaraan kesehtan dilakukan oleh pemerintah dan
swasta. Masyarakat Kabupaten Tuban yang mandiri untuk hidup adalah
suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk
mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi,
sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan
karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun
lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Guna
mewujudkan visi yang telah ditetapkan tadi maka RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban perlu menetapkan misinya secara jelas sebagai satu
pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Misi
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan umum
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik sesuai dengan visi
yang telah ditetapkan.
2. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh
instansi sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Misi
merupakan kristalisasi dari keinginan menyatukan langkah dan gerak
untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan . Adapun misi yang
yang telah di rumuskan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
yaitu:
1. Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada mutu dan
keselamatan pasien.
110
2. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
3. Meningkatkan sarana prasarana dan peralatan yang canggih dan
berkualitas sesuai dengan standar.
4. Menyelenggarakan pengelolaan Rumah Sakit secara transparan,
akuntabel, efisien dan efektif.
3. Falsafah
Mengabdi dan melayani dengan ikhlas
4. Nilai
1. Jujur
2. Inovatif
3. Kreatif
4. Amanah
5. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam
jangka waktu satu sampai lima tahun kedepan. RSUD Dr R Koesma
berkewajiban memberikan pelayanan yang baik demi kepuasan
masyarakat. Adapun tujuan RSUD Dr R Koesma sebagai berikut:
1. Tercapainya kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu
pelayanan yang terakreditasi.
2. Terpenuhinya pelayanan sesuai standar melalui tenaga profesional
dan terlatih.
111
3. Tercapainya RSUD dr. R. Koesma menjadi pusat rujukan daerah
sekitar.
4. Terwujudnya tarif layanan yang kompetetif dan terjangkau bagi
masyarakat.
6. Motto
Peduli dan Ramah
112
c. Struktur Organisasi
Gambar 9: Struktur Organisasi RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
(Sumber : www.rsudkoesma.id (2017)
113
B. Penyajian Data dan Fokus Penelitian
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
merupakan kebijakan dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit
di Indonesia, khususnya di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Dalam pelaksanaanya di RSUD Dr R Koesma kebijakan ini
dilaksanakan dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Manajamen
Rumah Sakit (SIMRS). Aplikasi yang dilaksanakan langsung oleh
RSUD ini merupakan aplikasi yang memproses dan mengintegrasikan
seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan
koordinasi, pelaporan, dan prosedur administrasi untuk memperoleh
informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem
Informasi Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan proses
implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban maka peneliti meninjau
melalui 3(tiga) komponen. Menurut Jones dalam Widodo (2013:90-
94) mengatakan bahwa proses implementasi suatu kebijakan publik
mencakup tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap
aplikasi.
114
1. Tahap Interpretasi
Dalam mengimplementasikan maka terdapat proses dimana
kebijakan yang awalnya abstrak menjadi kebijakan yang lebih
strategis dan lebih bersifat teknis operasioanal. Kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS dalam memberikan pelayanan prima pada
RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan kebijakan yang
diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang
perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang
uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c
diubah, sehingga berbunyi sebagai:
(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas
melaksanakan monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah
sakit, penyusunan laporan dan pengelolaan SIMRS.
(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.
Dalam menyelenggarakan fungsi SIMRS yang sudah di atur dalam
peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 adalah sebagai
berikut:
a). Melaksanakan monitoring , evaluasi dan pelaporan kegiatan
rumah sakit;
115
b). Melaksanakan pengkajian untuk menetukan prioritas
penanganan permasalahan pelayanan rumah sakit;
c). Melakasanakan penatausahaan SIMRS secara tertib untuk
pmeningkatkan pelayanan rumah sakit;
d). Menyusun instrumen monitoring evaluasi dan pengendalian
program pelayanan rumah sakit;
e). Melaksanakan identifikasi dan analisa data pelayanan rumah
sakit sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut;
f). Melaksanakan laporan atau pertanggunjawaban kepada
Kepala bagian program dan pelaporan; dan
g). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala bagian
program dan pelaporan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini
sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. (Wawancara pada hari Kamis, 23 Maret 2017).
Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 tentang
perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun 2013 tentang
uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah
sakit dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku
116
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada
peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
“ ..Pertama kali saat ini launching pada 25 Juni
2014 itu sama Pak Bupati Drs. KH. Fathul Huda di
pendopo sudah disosialisasikan, jadi Kapala RSUD Dr
Koesma dan staf jajarannya dikumpulkan semua dan
sudah disosialisasikan. Kemudian yang kedua pihak
RSUD Dr Koesma melakukan rapat kepada intra
sektoral tentunya untuk mensosialisasikan dan
berkoordinasi tentang kebijakan ini.” (Wawancara pada
hari Kamis, 23 Maret 2017).
Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini
bertujuan agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat
mengetahui dan memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan
dari implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
yang tertuang dalam Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan
Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79
/KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja
instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, yaitu sebagai
berikut:
1. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu
dipimpin oleh seorang Kepala Unit Kerja Instalasi SIMRS yang
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil
Direktur Umum dan Keuangan.
2. Instalasi SIMRS sebagaimana dimaksud dalam diktum Kesatu
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
117
a). Penyusunan recana dan program kerja Instalasi SIMRS;
b). Melaksanakan ketatausahaan Instalasi SIMRS;
c). Melaksankan kegiatan pendataan, pengolahan dan analisis data
SIMRS pada rumah sakit;
d). Melaksanakan penyajian informasi SIMRS;
e). Melaksanakan pengembangan teknologi penunjang SIMRS;
f). Melaksanakan evaluasi hasil kerja SIMRS;
g). Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait di
lingkungan rumah sakit;
h). Melaksanakan laporan/pertanggungjawaban kepada Wakil
Direktur Umum dan Keuangan; dan
i). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
118
Gambar 10: Proses sosialisasi pelaporan dengan aplikasi SIMRS. (Sumber Bapak
Kukuh Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R
Koesma kepada peneliti di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban pada hari
Kamis, 23 Maret 2017).
Tabel 2: Uraian Tugas Instalasi Sistem Informasi Manajamen Rumah
Sakit (SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban ( Sumber:
Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 188.4/
79 / KPTS / 414.109 / 2014.
No. Jabatan Uraian Tugas
1. Kepala Instalasi SIMRS a. Menyusun rencana dan program kerja Instalasi
SIMRS;
b. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan
ketatausahaan Instalasi SIMRS;
c. Melaksanakan kegiatan pendataan, pengelolahan
dan analisa data SIMRS;
d. Melaksanakan penyajian SIMRS;
e. Mengembangkan teknologi SIMRS;
f. Melaksanakan evaluasi hasil kerja Instalasi
SIMRS;
119
g. Melaksanakan koordinasi dengan Instalasi/unit
kerja di lingkungan rumah sakit;
h. Sebagai “System Administrator”, yaitu
melakukan administrasi terhadap system, serta
hal hal lain yang berhubungan dengan
pengaturan operasional terhadap system;
i. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh
Direktur.
2. Pelaksana Analisis Sistem a. Menganalisa System yang sudah berjalan;
b. Menganalisa kebutuhan sistem yang akan
dikembangkan;
c. Membuat perancangan sistem pada aplikasi yang
akan dibuat;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
3. Pelaksana Proggamer a. Menerjamahkan sistem yang dibuat oleh Analis
sistem ke dalam desain progam;
b. Membuat program aplikasi;
c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
4. Pelaksana Hardware a. Melaksanakan pemeliharaan secara berkala
terhadap Sistem operasi dan hardware;
b. Melakukan perbaikan hardware yang rusak;
120
c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
5. Pelaksana Maintance Jaringan a. Melaksanakan penataan jaringan;
b. Membuat sistem keamanan jaringan;
c. Monitor akses jaringan;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala
Instalasi SIMRS.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa aturan yang
mendasari dalam implementasi kebijakan tentang uraian tugas, fungsi dan tata
kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban adalah Peraturan
Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014. Dimana kebijakan ini merupakan realisasi
dari PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) yang menjelaskan bahwa
pembentukan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dilakukan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia.
Dan Suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk
jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh
informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian Sistem Informasi
Kesehatan.
121
2. Tahap Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian ini menjelaskan proses kegiatan yang terkait
dengan peraturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana atau aktor dalam
implementasi kebijakan, sumber anggaran dan sarana prasarana, dan manajemen
pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS dijelaskan bahwa terkait dengan aktor pelaksana
dalam kebijakan ini adalah PEMDA (Pemerintah Daerah), Gubenur, Bupati atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. Untuk implementasi kebijkan ini pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2014 dan
ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014 tentang uraian tugas, fungsi dan tata
kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Dalam tata cara
pengorganisasiannya melalui tata hubungan kerja eksternal adalah pengaturan
hubungan kerja antara unit-unit kerja dalam suatu organisasi dengan unit kerja di
luar organisasi tersebut. Hubungan kerja dengan unit organisasi lain tersebut dapat
berupa kerjasama lintas program ataupun lintas sektor. Adapun bentuk hubungan
dengan unit-unit kerja di luar organisasi dapat berbentuk: Hubungan koordinatif
seperti unit bagian program seperti pelaporan loket pelayanan pasien rawat jalan,
rawat inap, IGD dengan SIMRS yaitu hubungan dalam rangka penyatuan upaya
dan daya dengan unit kerja lain untuk mencapai tujuan bersama melalui rapat
sebagai bentuk komunikasi yang dihadiri oleh beberapa orang untuk
membicarakan dan memecahkan permasalahan tertentu, dimana melalui
122
rapat berbagai permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai kebijaksanaan
organisasi dapat dirumuskan. Pada unit kerja SIMRS RSUD Dr.R. Koesma
Kabupaten Tuban, rapat internal dilakukan setiap bulan dengan tujuan untuk
membahas dan mengevaluasi kerja staf SIMRS. Selain itu, dalam rapat tersebut
membahas tentang masalah-masalah yang terjadi selama satu bulan dan mencari
pemecahan masalahnya. Rapat internal tersebut dihadiri oleh kepala Instalasi
SIMRS dan staf SIMRS, maupun staf dari unit terkait yang berkaitan dengan
pembahasan pada saat rapat. Melalui program orientasi umum, pegawai
baru diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah,
tujuan, nilai-nilai dan budaya organisasi RSUD Dr.R. Koesma Kabupaten
Tuban Disamping itu, pegawai yang mengikuti orientasi juga dibekali
pemahaman tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-
prinsip kerjasama tim. Laporan merupakan suatu bentuk penyampaian berita,
keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan
maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan
wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara
mereka. Pelaporan yang ada di unit SIMRS RSUD Dr.R.Koesma Kabupaten
Tuban, yakni pelaporan bulanan. Pelaporan bulanan ini berupa laporan
triwulan KPI (Key Performance Indikator). Laporan KPI merupakan laporan yang
berisi pencapaian indikator-indikator kinerja dari unit kerja SIMRS ini. Laporan
ini memperlihatkan jumlah persentase pencapaian tiap indikator per bulannya. Hal
ini di ungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS
123
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Sedangkan untuk qualifikasi SDM adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan : Diploma III / Sarjana Komputer
2. Mampu mengoperasikan SIM RS baik Front end maupun back end
3. Dutamakan menguasai jaringan komputer
4. Menguasai database MySQL-SQL Server
5. Familiar/terbiasa dengan bahasa pemrograman HTML/PHP/Visual Basiq/Java
Dan distribusi ketenagaan mengenai jumlah staf di unit SIMRS
menujukkan bahwa jumlah staf yang ada di unit SIMRS sudah cukup dalam
menunjang proses pengelolaan SIMRS RSUD Dr R Koesma dengan tugas-tugas
yang dilakukan oleh petugas SIMRS RSUD Dr Koesma. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah staf SIMRS yang saat ini berjumlah 6 orang dengan jadwal kerja shift
yang telah ditetapkan.
“...begini mbak, jadi bentuk pengorganisasiannya melalui koordinasi
dengan setiap unit untuk menerapkan kebijakan ini melalui rapat, dan
pelaporan bulanan berupa laporan triwulan, adanya qualifikasi SDM
dan Distribusi ketenagaan .” ( Sumber: Bapak Nashrul Fatih selaku
Kepala Instalasi SIMRS.( wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret
2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tahap pengorganisasiannya melalui
koordinasi dengan setiap unit dalam pengelolahan data yang akan di Screning
lewat aplikasi SIMRS.
Dibawah ini adalah gambar struktur organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
124
Gambar 11: Struktur Organisasi Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. (Sumber : Surat Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten No:
188.4/ 79/ KPTS/ 414.109/2014).
Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk
teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan
acuan. Petunjuk teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. Berikut merupakan Prosedur Pelayanan yang tertera
dalam Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan dalam implementasi
DIREKTUR
WAKIL DIREKTUR UMUM
DAN KEUANGAN
KEPALA INSTALASI SISTEM
INFORMASI MANAJEMEN
RUMAH SAKIT
KEPALA BAGIAN
PROGRAM DAN
PELAPORAN
PELAKSANA
ANALISIS
SYSTEM
PELAKSANA
PROGRAMMER
PELAKSAN
A
HARDWAR
PELAKSANA
MAINTANCE
JARINGAN
125
kebijakan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
Gambar 12: Alur pelayanan rawat jalan RSUD Dr R Koesma (Sumber :
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-jalan/).
1. Pelayanan Rawat Jalan RSUD Dr R Koesma
a. Pasien datang ke RSUD dengan menunjukan KTP/KK
b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
c. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran
d. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
e. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
f. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
g. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
126
Gambar 13: Alur pelayanan rawat inap RSUD Dr R Koesma (Sumber :
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-rawat-inap/).
2. Pelayanan Rawat Inap RSUD Dr R Koesma
a. Pasien datang ke RSUD yang memiliki fasilitas rawat inap
/perawatan
b. Pasien menunjukkan KTP/KK
c. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
d. Mengambil nomor antrian di loket pendaftaran
e. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
f. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
g. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
h. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
127
Gambar 14: Alur Pelayanan Pasien IGD RSUD Dr R Koesma
(Sumber : http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-igd/).
3. Pelayanan Pasien IGD
a. Pasien menunjukkan KTP/KK
b. Petugas pendaftaran melakukan pengecekkan kepersertaan sebagai
penduduk Kabupaten Tuban yang belum memiliki jaminan
kesehatan
c. Petugas RSUD melakukan pelayanan kesehatan sesuai cakupan
pelayanan rawat jalan RSUD
d. Setelah mendapatkan pelayanan pasien/ keluarga mendatangani
bukti pelayanan
e. RSUD melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
f. Pasien dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan tingkat lanjut/ rumah
sakit sesuai indikasi medis.
128
Tabel 3: Alur Pelayanan Pasien Poli Eksekutif ( Sumber:
http://rsudkoesma.id/alur-pelayanan-pasien-poli-eksekutif/).
Berikut Jadwal Dokter Poli Eksekutif
NAMA DOKTER HARI JAM
dr. Susilo Rachman, Sp.B Senin
Rabu
Jumat
14.00 – 21.00
14.00 – 21.00
14.00 – 21.00
dr. Bella Barus. Sp.B Selasa 14.00 – 18.00
dr Husain Habibie,Sp.OG
(K)
Kamis
Selasa
14.00 – 15. 00
15.00 – 17.00
dr R.Slamet Soeprijadi,Sp.
OG
Kamis
Senin
15.00 – 17. 00
16.00 – 18.00
dr . A. Syaifuddin Zuhri, Sp.
OG
Selasa
Rabu
08.00 – 10.00
16.00 – 18.00
dr . Fani Suslina Hasibuan,
Sp. JP. FIHA
Jumat
Senin
14.00 – 16.00
14.00 – 17.00
dr . Mat Suwito, Sp. PD Selasa
Rabu
14.00 - 17.00
14.00 - 17.00
dr . Pungki Mandayanto
Wibowo , Sp.PD
Senin
Kamis
08. 00 - 10.00
08.00 – 10.00
dr . Hari Suseno, Sp.PD Selasa
Rabu
09.00 – 11.00
09.00 – 11.00
dr . Lily Natalia, Sp. BS Selasa 19.00 – 21.00
Pendaftaran Pasien Poli Eksekutif bisa dilakukan dengan :
1. Datang langsung ke Loket Graha Aryo Tejo
2. SMS : 082230-582258 / 08123-164-983
3. Telepon : 0356-8832197
Tarif Pemeriksaan Poli Eksekutif :
1. Dokter Spesialis Kandungan (sudah termasuk USG) : Rp. 150.000,-
2. Dokter Spesialis Kandungan (tanpa USG) : Rp. 100.000,-
3. Dokter Spesialis Lain : Rp. 100.000,-
Untuk Jam Buka Loket RSUD Dr R Koesma dimlai dari hari :
Senin – Kamis : 07:00 - 12:00 WIB
Jum'at : 07:00 - 10:00 WIB
Sabtu : 07:00 - 11:00 WIB
129
Sedangkan untuk Jam Besuk Pasien:
Jam Besuk Pasien PAGI : 11:00 – 13:00 WIB
SORE : 17:00 – 19:00 WIB
Telp.(0356) 321010,
(0356) 323266,
(0356) 325696
Email: [email protected]
[email protected] ( Sumber: http://rsudkoesma.id/)
Kemudian berikut merupakan SOP (Standard Operating Procedure) yang
digunakan dalam implementasi kebijakan PMK Nomor 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima yang ditetapkan oleh Direktur
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kebijakan
Pelayanan Sistem Informasi Manajemen dan Jaringan SIMRS.
a).Permintaan Pembuatan Sistem Informasi Baru
1. Mengajukan Form Permintaan Sistem Informasi Baru yang diketahui
oleh atasan langsung dan disetujui oleh Direktur.
2. Form Permintaan diberikan kepada Instalasi SIMRS
3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah permintaan
Sistem Informasi Baru layak dikerjakan atau tidak
4. Jika Kepala Intalasi SIMRS merasa permintaan pembuatan Sistem
Baru tidak dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.
5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala
Instalasi SIMRS akan menunjuk Programmer untuk pembuatan.
6. Progammer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk embuatn
Sistem Informasi sesuai yang diminta.
b). Pengembangan dan Perbaikan Program SIMRS
1.Unit/Bagian/Instalasimengisi Form Permintaan Perbaikan Program
yang langsung diketahui oleh atasan langsung.
2. Form Permintaan diberikan kepada Kepala Instalasi SIMRS.
3. Kepala Instalasi SIMRS melakukan tindak lanjut apakah perimntaan
Perbaikan Program layak dikerjakan atau tidak.
130
4. Jika Kepala Instalasi SIMRS merasa permintaan perbaikan program
tidak memungkinkan untuk dikerjakan maka Form Permintaan
perbaikan program dikembalikan ke peminta disertai dengan alasan.
5. Jika permintaan memungkinkan untuk dikerjakan maka Kepala
Instalasi SIMRS akan merujuk Programmer untuk pembuatan.
6. Programmer melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk
perbaikan program yang sesuai diminta.
c). Pengaturan IP Address
1. Pastikan hardware dan driver LAN device sudah terinstal dengan
benar.
2. Pengalamatan TCP/IP V4 sesuai range IP Address sebagai berikut:
a. Server SIMRS
b. Rawat Inap
c. Rawat Jalan
d. Billing
e. Farmasi Gudang
f. Rekam Medik Atas dan Rekam Medik Bawah
g. Loket
h. Informasi
i. Penunjang
d). Instalasi OS Ubuntu atau Windows dan Program Pendukung
1. Install Operating System Ubuntu atau Operating System
Windows.
2. Instal driver, mulai dari Chipset, VGA, Sound, LAN, Printer, dll.
3. Instal antivirus free, Smadav dan update definisi virus terkini.
4. Instal aplikasi sesuai kebutuhan kerja bagian tersebut.
5. Set IP address sesuai SOP Pengaturan IP Address.
6. Set files and printer sharing ke enabled.
7. Install deep freeze jika ada pemisahan partisi antara data dan
sistem operasi. Freeze drive C: dan catat passwordnya.
e). Pemasangan Jaringan
1. Mengisi Form Pemasangan Jaringan oleh Unit/Instalasi/Bagian
yang meminta.
2. Melakukan pengecekkan apakah permintaan pemasangan jaringan
dapat dikerjakan atau tidak.
3. Jika permintaan dapat dikerjakan maka staff Instalasi SIMRS akan
mengerjakan pemasangan jaringan dan apabila tidak dapat
dikerjakan maka Instalasi SIMRS akan mengembalikan form
pemaagan jaringan dan memberikan alasan.
f). Permintaan Perbaikan Hardware dan Jaringan
Untuk kerusakan Hardware:
1. Pengaduan kerusakan Hardware oleh Unit/Instalasi SIMRS.
131
2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.
3. Apabila memungkinkan staff Instalasi SIMRS akan melakukan
perbaikan di tempat namun jika tidak maka Hardware rusak
tersebut akan dibawa keruang Instalasi SIMRS.
4. Setelah Hardware selesai diperbaiki maka Hardware tersebut akan
dikembalikan ke Unit/bagian/Instalasi terkait dengan disertai Form
Permintaan Hardware.
Untuk Kerusakan Jaringan
1. Pengaduan kerusakan jaringan oleh Unit/Instalasi SIMRS.
2. Staff Instalasi SIMRS melakukan pengecekan secara langsung.
3. Jika jaringan SIMRS akan melakukan pengecekkan: IP Address
PC, kabel, Switch/Hub. Apabila jaringan internet melakukan
konfirmasi ke provider yang digunakan oleh RSUD Dr R
Koemsma Kabupaten Tuban.
4. Setelah melakukan pengecekkan apabila di jaringan lokal SIMRS
ada kerusakan maka akan segera diperbaiki dan diganti.
5. Setelah pengerjaan perbaikan jaringan selesai maka
Unit/bagian/Instalasi yang terkait akan dikasih Form Perbaikan.
g). Standarisasi Software dan Alternativenya di RSUD Dr
Koesma Tuban
1. Install Sistem Operasi Windows yang dilengkapi lisensi/ Linux
GPL pilihan SIM
2. Install Driver Hardware pilihan SIM
3. Install Antivirus Freeware/ antivirus opensource pilihan SIM
4. Install Microsoft office yang dilengkapi lisensi / openOffice/ Libre
Office.
5. Install Browser internet Freeware/ GPL pilihan SIM
6. Install Utility Freeware/GPL pilihan SIM
7. Install Database MySQL GPL
8. Install Remote Desktop Freeware/GPL pilihan SIM
9. Install Corel Draw/ Photoshop yang dilengkapi lisensi/ pengolah
gambar GPL pilihan SIM
10. Install Software lain yang disetujui oleh Direktur/Wakil Direktur.
h). Pemilihan Software
1.Analisa kebutuhan software secara menyeluruhmaupun permintaan
khusus melalui Instalasi SIMRS dari unit kerja tertentu.
2.Seleksi Software dipasaran, dari referensi atau test secara langsung
3. buat laporan pemilihan software untuk diketahui dan disetujui
Direktur/ Wakil Direktur.
132
i). Menyalakan Komputer
1. Pasang kabel power dan seluruh komponen dengan benar
2. Pasang UPS dan atau stabilizer agar listrik tetap stabil
3. Ini berguna untuk menghindari kerusakan komputer atau data
4. Tekan tombol power pada CPU/casing
5. Tunggu beberapa saat. Jika lampu indikator menyala dan atau ada
nada beep satu kali, berarti komputer dalam keadaan baik.
6. Setelah itu tunggulah proses booting hingga pada layar monitor
muncul desktop Windows/ Ubuntu atau Login.
j). Mematikan Komputer
1. Simpan document atau tutup semua program yang aktif.
2. Bila System operasi yang digunakan MS Window, klik start lalu
Klik “turn off/shutdown”.
3. Klik OK, maka computer akan mati secara otomatis.
4. Jika System operasi menggunakan Ubuntu Linux, Klik tombol
kemudian pilih shutdown.
5. Tekan tombol off pada monitor, CPU dan penstabil tegangan.
k). Penghematan Listrik Komputer
1. Jika komputer hidup 24 jam selalu matikan monitor / LCD tetapi
CPU tetap dalam kondisi hidup.
2. Jika komputer dipakai dalam waktu-waktu tertentu :
a. Saat tidak dipakai kurang dari 2 jam komputer standby saja
untuk mengurangi daya listrik yang diserap atau dimatikan
b. saat sudah tidak dipakai dimatikan sesuai prosedur diatas dan
selalu matikan UPS dan melepas UPS dari PLN sehingga UPS
tidak mudah rusak dan UPS sendiri tidak mudah panas.
c. Apabila PLN padam jangan biarkan sampai UPS mati karena
akan merusak komponen batrai, apabila PLN mati lebih dari 5
menit segera matikan komputer sesuai prosedur.
d. Selalu matikan printer jika tidak dipakai.
133
l). Backup Database
1. Backup database dilakukan oleh Instalasi SIMRS
2.Instalasi SIMRS menginformasikan kebagian Informasi bahwa
sedang ada backup database
3.Proses backup database dilakukan pada saat pelayanan loket
pendaftaran dalam keadaan sepi dan atau Pukul 00.00 WIB.
4.Penyimpanan Backup database ditaruh pada hardisk khusus
5.Setelah proses backup database selesai, kemudian
menginformasikan kepada bagian informasi bahwa backup telah
selesai.
m). Keamanan data
1.Prosedur jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database
hanya bisa diakses secara lokal.
2.Patikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi
SIMRS
3.Pastikan yang mempunyai account login database server hanya
Kepala Instalasi, Staff Programmer , dan Jaringan.
4. Pastikan data yag ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang
diperbolehkan oleh manajemen.
5. Pastikan jaringan yang digunakan untuk koneksi dengan database
hanya bisa diakses secara lokal.
6. Pastikan yang mempunyai account login server hanya staff Instalasi
SIMRS.
7. Pastikan yang mempunyai account login database server hanya
Kepala Instalasi, Staff Programmer, dan Jaringan
8. Pastikan data yang ditampilkan di aplikasi SIMRS hanya data yang
diperbolehkan oleh manajemen.
n). Penghapusan Data
1.User mengisi Form permintaan penghapusan data
2.Menyerahkan Form permintaan penghapusan data ke Instalasi
SIMRS
3.Staff Instalasi SIMRS melakukan verifikasi terhadap data yang akan
dihapus.
134
4.Jika data yang diminta untuk dihapus dinytakan valid maka data
dihapus oleh staff Instalasi SIMRS
5.Jika tidak maka Form permintaan penghapusan data dikembalikan
ke user yang diminta serta memberi alasan.
o). Penyampaian Informasi secara Elektronik
1.Diverifikasi oleh bagian Humas apakah Informasi layak
untuk dipublikasikan sesuai aturan yang berlaku.
2. Diverifikasi oleh Komite Mutu (informasi harus sesuai
dengan mutu rumah sakit).
3. Diserahkan ke Instalasi SIMRS informasi yang telah
diverifikasi oleh Humas dan Komite Mutu.
4. Informasi di posting ke media Elektronik atau Website
oleh Instalasi SIMRS.
p). Permintaan Informasi dari Database
1. Menghubungi pihak RSUD Dr R Koesma yang kompeten
memberikan data informasi yang diminta.
2. Menghubungi Instalasi SIMRS untuk permintaan data
informasi dari Database.
3. SIMRS memberikan data yang diminta oleh pihak yang
bersangkutan.
Pihak yang berkompeten dari RSUD Dr Koesma Tuban
memberikan data kepada pihak luar yang meminta informasi.
Dari petunjuk teknis dan SOP yang telah ditetapkan yang menjadi
salah satu poin penting dalam implementasi kebijakan ini adalah untuk
memperlancar, mempermudah, mempercepat pekerjaan bagian atau unit
kerja tersebut. Oleh karena itu aktor-aktor pelaksana kebijakan ini dalam
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban harus saling berkoordinasi
jalannya implementasi kebijakan ini dengan baik. Hal ini diungkapkan
oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian Program dan
Pelaporan.(wawancara pada hari Jum’at 24 Maret 2017).
Untuk mendukung dari jalannya proses implementasi kebijakan
juga diperlukan adannya anggaran atau dana untuk melaksanakan
135
implementasi kebijakan seperti yang telah diharapkan sebelumnya. Dalam
implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma, anggaran yang digunakan berasal dari Pemkab
Tuban dimana dana tersebut didapat dari APBD Kabuten Tuban anggaran
2016. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Kukuh Suhartono Selaku Wakil
Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R Koesma kepada peneliti di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
“ ...Untuk kebijakan ini Pemkab Tuban yang didapat
dari APBD Kabupaten Tuban mengalokasikan dana
sebesar Rp 21 Miliar untuk implementasi kebijakan
SIMRS ini Mbak, dan ini juga sudah sangat cukup
untuk menjalankan kebijakan ini karena APBD
Kabupaten Tuban yang memang mencukupi untuk
melaksanakannya.” ( Wawancara pada hari Kamis 23
Maret 2017).
Semua sarana dan prasarana yang diperlukan dalam implementasi
kebijakan ini sendiri adalah perangkat komputer, dan jaringan internet.
Terkait hal ini, sejak diberlakukannya implementasi kebijakan terkait
SIMRS telah dilakukan pengadaan Hardware berupa perangkat komputern
dan jaringan internet. Dari hal tersebut, sarana dan prasarana dari
kebijakan ini telah terpenuhi karena seperti yang telah dijelaskan di dalam
SOP bahwa perlu adanya permintaan pembuatan sistem informasi baru
guna untuk memperlancar, mempermudah dan mempercepat pekerjaan
bagian atau Unit kerja. Dan dalam proses ini membutuhkan sarana
pendukung yaitu perangkat komputer dan jaringan internet. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala bagian SIMRS.
136
“ ...Jadi begini Mbak, kalau perangkat hardware
seperti komputer kan sebenarnya sudah ada sejak
diberlakukannya JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional), jadi untuk setiap rumah sakit saya rasa
tidak ada masalah terkait dengan sarana dan
prasarana seperti perangkat komputer atau internet”.
(wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Gambar 15: Sarana dan Prasarana dan jaringan internet (Sumber
SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, pada hari Sabtu,
25 Maret 2017)
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti diatas, dapat diketahui
bahwa dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban ditetapkan aktor pelaksana kebijakan adalah Keputusan
Bupati Tuban dan Keputusan Direktur Rumah Sakit dan Para Staff Unit
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Kemudian untu anggaran diambil
dari Pemkab Tuban yang didapat dari APBD Kabupaten Tuban dan dinilai
oleh para pelaksana kebijakan sudah mencukupi selain itu sarana dan
prasarana berupa komputer dan jaringan internet juga telah tersedia.
Petunjuk teknis dan SOP (Standard Operating Procedure) juga sudah jelas
137
dan ditetapkan sebagai pedoman dan acuan dalam implementasi kebijakan
ini.
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga senantiasa
mengembangkan manajemen sumber daya manusia yang baik, agar
terwujud kuantitas dan kualitas pegawai yang mampu melaksanakan tugas
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu tahapan manajemen
sumber daya manusia yang dilaksanakan di RSUD Dr R koesma
Kabupaten Tuban adalah program orientasi baik untuk pegawai
baru atau pegawai lama. Program ini dapat dilakukan manakala
rumah sakit memperoleh pegawai baru ataupun tidak. Orientasi umum
berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara non teknis,
terutama memahami Profil Rumah Sakit dan Manajemen. Kegiatan
tersebut dilaksanakan oleh Seksi Rumah Sakit dan Diklat bekerjasama
dengan Seksi/Subag/Bagian/Bidang lain yang terkait. Sedangkan orientasi
khusus berfokus pada pengenalan dan adaptasi lingkungan kerja secara
teknis dan dilaksanakan oleh unit kerja dimana pegawai baru tersebut
ditempatkan. Melalui program orientasi umum, pegawai baru
diperkenalkan dengan struktur organisasi, visi, misi, falsafah, tujuan, nilai-
nilai dan budaya organisasi RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban
Disamping itu, pegawai yang mengikut orientas juga dibekali pemahaman
tentang produk layanan, sistem keselamatan pasien dan prinsip-prinsip
kerjasama tim. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala
138
bagian Program dan Pelaporan. (wawancara pada hari Jum’at 24 Maret
2017).
3.Tahap Aplikasi
Dalam penggunaan SIMRS yang digunakan untuk mempermudah
informasi data dan komunikasi dari unit ke unit. Dalam penggunaan
aplikasi ini untuk membantu proses implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban
sudah sesuai berjalan dengan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Bapak
Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS. “ .. Untuk penggunaan
aplikasinya tidak ada masalah Mbak, aplikasinya juga cukup mudah untuk
digunakan”. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Berikut adalah tampilan aplikasi SIMRS untuk memudahkan
pegawai dalam pengelolahan data. “ ..iya aplikasi ini untuk melakukan
screning KTP dan KK, kita bisa berkoordinasi dengan BPJS mbak. Dulu
sih ada pelatihannya sendiri pas launching pertama kebijakan Jaminan
Kesehatan mbak.” Hal ini diungkapkan oleh Bapak Nashrul Fatih selaku
139
Kepala Instalasi SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Gambar 16 dan 17 : Tampilan aplikasi SIMRS dan para staff yang
mengelola data ( Sumber Bapak Nashrul Fatih selaku Kepala Instalasi
SIMRS. (wawancara pada hari Sabtu, 25 Maret 2017)
140
Sebelum adanya kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
masyarakat/pelanggan masih menggunakan sistem informasi yang
manual dan prosesnya lebih lama baik dari segi pendaftaran, biaya
administrasi dan kurang transparan dalam memberikan pelayanan. Hal ini
disampaikan oleh Bapak Agus warga desa Widang. (Minggu, 26 Maret
2017).
“...begini mbak, dulu sebelum adanya kebijakan ini prosesnya
begitu lama, kurang efektif dan efesien dalam memberikan
pelayanan sehingga saya harus menunggu lama”.
Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Endang warga desa Desa
Wadegan yang menyatakan “...waktu itu saya antri dan lama sekali
mbak untuk melakukan registrasi, ada kesalahan dalam sistem
administrasi atau salah dalam menghitung jumlah uang mbak ”.
(wawancara pada hari hari Minggu, 26 Maret 2017).
Hal ini juga di kemukakan oleh ibu Ummi warga desa Desa Lajo
yang menyatakan “...waktu itu saya kurang mendapatkan informasi
secara detail sehingga terjadi kesalahpahaman diantara saya dan pihak
rumah sakit khususnya di bagian administrasi/kasir ”. (wawancara pada
hari hari Minggu, 26 Maret 2017).
141
Sedangkan untuk pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma juga sudah cukup
baik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Siswanto warga desa
KedungHarjo selaku masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban menyatakan
“...untuk disini pelayanannya cukup baik, tempatnya bersih,
komunikasi dengan perawat dan dokter jadi enak.., kalau untuk
pengurusannya saya jadi lebih mudah, terbukti dan terpercaya
mbak, kita Cuma butuh bawa KTP dan KK setelah daftar selesai
dan setelah selesai dalam perawatan kita langsung diberikan hasil
data informasi mulai dari biaya penginapan, dan pelayanan lainnya
yang yang sudah tertera didalam database yang di sudah di kelola
oleh pihak SIMRS sehingga saya percaya mbak”.
Gambar 18: Ruang rawat inap pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban (Sumber: Data Primer Hasil Observasi Peneliti,
wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret 2017).
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa penilaian
masyarakat terkait dengan kebijakan ini juga cukup baik. Hal ini
juga di kemukakan oleh ibu Ani warga desa Weden yang
142
menyatakan “...saya merasa terbantu mbak, karena bisa melakukan
registrasi lebih cepat dan akurat mbak”. (wawancara pada hari hari
Sabtu, 25 Maret 2017).
Pernyataan yang serupa juga diungkapakan oleh Bapak
Anton warga desa Widang selaku masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. “...saya juga terbantu
mbak, karena dari pihak rumah sakit memberikan data yang
transparan dan akurat”. (wawancara pada hari hari Sabtu, 25 Maret
2017).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat
diketahui bahwa dalam penerapan kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari petugas staff unit
yang sudah mengetahui dan mengerti akan tugasnya dan
pengguanaan aplikasi SIMRS yang sudah cukup lancar dari hasil
implemntasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013. Proses pencatatan
dan pelaporan klaim juga berjalan dengan lancar. Selain itu
pelayanan dari RSUD Dr R Koesma juga cukup baik dalam
memberikan pelayanan yang merasa nyaman dan juga penilaian
dari masyarakat terhadap kebijakan ini.
Untuk kepuasan Pasien sebagai pelanggan Rumah Sakit
dalam memberikan pelyanan prima pelanggan adalah orang yang
membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan. Pelanggan
143
tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan
setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah
seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau
menikmati produk berupa barang atau jasa dari suatu organisasi
atau anggota organisasi tertentu, yang dikelompokkan menjadi
pelanggan internal yaitu mitra kerja dalam organisasi yang
membutuhkan produk barang atau jasa seseorang atau sekelompok
orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu semua
orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang
membutuhkan produk barang atau jasa suatu organisasi.
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen
setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan
jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan
sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam
waktu yang lama. Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis.
Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari
fungsi suatu produk yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan
psikologis merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang
bersifat tidak terwujud dari produk. Kepuasan pasien akan
terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan
dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa yang
dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti
144
subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa
pelayanan kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara
yang berbeda dengan yang dipersepsikan konsumen. Kepuasan
pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan cenderung
bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar
belakang yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan
yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk
menghindari adanya subyektifitas individual yang dapat
mempersulit pelaksanaan pelayanan kesehatan perlu adanya
pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:
1. Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa
kepuasan pasien bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan
adalah yang bersifat umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-
rata pasien.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam
terhadap tindakan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan
harus sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi. Lama
hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh
terhadap kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada
rawat inap sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi
145
semakin tinggi derajat kesinambungan pelayanan semakin tinggi
pula kepuasan pasien.
Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang
sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas
rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat,
dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan
informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap
kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, serta
kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.
Tabel 4: Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu
tentang Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban. (Humas RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).
Tabel 5: Hasil Penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tentang
Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban (Humas
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban).
No. UNSUR PELAYANAN
NILAI
RATA-
RATA
MUTU
PELAYANAN
KINERJA
UNIT
PELAYANAN
U1 Prosedur pelayanan 3.467 B Baik
U2 Persyaratan pelayanan 2.240 C Kurang Baik
NILAI
PERSEPSI
NILAI
INTERVAL
IKM
NILAI INTERVAL
KONVERSI IKM
MUTU
PELAYANAN
KINERJA
UNIT
PELAYANAN
1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik
2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik
3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik
4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik
146
U3 Kejelasan petugas pelayanan 3.413 A Sangat Baik
U4
Kedisiplinan petugas
pelayanan 2.360 C Kurang Baik
U5
Tanggung jawab petugas
pelayanan 2.867 B Baik
U6
Kemampuan petugas
pelayanan 3.267 A Sangat Baik
U7 Kecepatan pelayanan 3.240 B Baik
U8
Keadilan mendapatkan
pelayanan 3.253 B Baik
U9
Kesopanan dan keramahan
petugas 3.253 B Baik
U10 Kewajaran biaya pelayanan 2.220 C Kurang Baik
U11 Kepastian biaya pelayanan 1.827 C Kurang Baik
U12 Kepastian jadwal pelayanan 1.813 C Kurang Baik
U13 Kenyamanan lingkungan 3.233 B Baik
U14 Keamanan pelayanan 3.207 B Baik
Dari hasil penilaian IKM diatas, maka dapat dikelompokkan kinerja unit
pelayanan berdasarkan unsur pelayanan, sebagai berikut :
Kinerja Sangat Baik (A), terdiri dari unsur :
1. Persyaratan pelayanan
2. Kemampuan petugas pelayanan
Kinerja Baik (B), terdiri dari unsur :
1. Prosedur pelayanan
2. Tanggung jawab petugas pelayanan
3. Kecepatan pelayanan
4. Keadilan mendapatkan pelayanan
5. Kesopanan dan keramahan petugas
6. Kenyamanan lingkungan
7. Keamanan pelayanan
Kinerja Kurang Baik (C), terdiri dari unsur :
1. Persyaratan pelayanan
2. Kedisiplinan petugas pelayanan
147
3. Kewajaran biaya pelayanan
4. Kepastian biaya pelayanan
5. Kepastian jadwal pelayanan
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban.
Kompleksnya proses implementasi kebijakan dapat menimbulkan
adanya faktor pendukung dan penghambat dari proses implementasi itu
sendiri, faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dari sebuah
implementasi kebijakan seperti yang dijelaskan oleh oleh Edward III
dalam Winarno (2012:177) meliputi beberapa variabel yang telah
dipaparkan peneliti melihat bahwa terdapat faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat dari variabel tersebut. Berikut ini merupakan
faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan
PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
a). Faktor Pendukung
1. Pelaksana Kebijakan yang Kuat
Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam mewujudakan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban dukungan dari para pelaksana merupakan salah satu yang
menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaanya. Hal ini disimpulkan sendiri
148
oleh peneliti dari keterangan-keterangan pelaksana kebijakan di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, salah satunya keterangan yangdisampaikan
langsung kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.
“...kalau saya sendiri melihat kebijakan ini sangat bagus
sekali Mbak, saya sepenuhnya mendukung, karena apa
Mbak, kebijakan ini bersifat kebijakan yang membantu
kami dalam meningkatkan koordinasi antar unit,
transparasi, kemudahan dalam memberikan pelaporan
dalam pelaksanaan operasional dan meningkatkan
efesiensi”. (wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
Dari wawancara diatas peneliti melihat bahwa dukungan dari para
pelaksana kebijakan khususnya Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban sangat mendukung kebijkan ini sehingga para
pelaksana kebijakan menyambut dengan baik kebijakan ini dan menilai
kebijakan ini sangat bermanfaat.
2.Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait.
Koordinasi yang baik dalam proses implemntasi kebijakan PMK No
82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
merupakan salah satu faktor pendukung. Hal ini diungkapkan langsung
kepada peneliti oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban.
“..Iya mbak, kami juga berkoordinasi dengan baik
pihak unit lain. Karena tadi mbak salah satu yang
menjadi point penting dalam kebijakan ini yaitu
pasien bisa mendapatkan informasi secara akurat
dan terpercaya karena adanya transparansi dari
pihak unit, kita berkoordinasi melalui aplikasi
SIMRS jadi untuk membuat database lebih mudah
dan lebih cepat karena adanya aplikasi tersebut ”.
(Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
149
Pernyataan tersebut menilai kebijakan ini sangat bermanfaat bagi pasien dan
pegawai di setiap unit.
b). Faktor Penghambat
1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik
Dalam implementasi kebijakan selain terdapat faktor pendorong biasanya
masih terdapat pula faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam proses
implementasi kebijakan. Begitu pula dalam proses implementasi kebijakan PMK
No 82 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban. Jaringan
internet dan pemeliharaan fasilitas yang kurang baik menjadi salah satu faktor
penghambat dalam kebijakan ini. Hal in sesuai dengan diungkapkan oleh Bapak
Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS di RSUD kepada peneliti.
“...ya kadang internet nya masih error mbak, pas
waktu penginputannya jadi lama, bahkan tidak bisa
melakukan penginputan tapi pelayanan tetap
berlangsung, jadi terpaksanya kami melakukan
pendaftaran secara manual terlebih dahulu,
kemudian besoknya baru diinput semua”. (Hasil wawancara pada hari Senin, 27 Maret 2017).
Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Anfujatin selaku Kepala bagian
Program dan Pelaporan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban kepada
Peneliti.
“...iya mbak, yang masih jadi kendala bagi kami ya
itu internetnya kadang trouble , belum lagi jika
komputernya yang mudah rusak kami harus
memperbaikinya”. (Hasil wawancara pada hari Selasa,
28 Maret 2017).
150
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban menjadi terganggu ketika
jaringan internet yang tidak stabil ataupun perangkat keras yang
digunakan mudah rusak. hal ini dikarenakan petugas SIMRS suka
ceroboh dan kurang teliti dalam mengoprasikan komputer yang
digunakan.
2.SDM
Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga
implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.
Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang
ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan
yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan
sebagainya. Hal ini perlu diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD
dr. R. Koesma yaitu menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan
yang profesional dengan mengutamakan kepuasan pasien. Hal tersebut
diungkapkan oleh Bapak Fatih selaku Kepala Instalasi SIMRS.
“..Iya mbak, disini masih kurang tenaga kerja implementator
untuk itu sebagian dari mereka harus bekerja sampai 24 jam.
Dan masih ada beberapa pegawai yang kurang ramah dalam
memberikan pelayanan.” (Hasil wawancara pada hari Selasa, 28
Maret 2017).
151
Seringkali ditemukan SDM sebagai user SIMRS belum siap dan
kurang disiplin ketika adanya perubahan kebiasaan dari manual ke
komputerisasi. Karena dengan demikian user tersebut harus beradaptasi
terhadap prosedur baru, harus bisa menggunakan komputer, bekerja
secara sistematis, dan setiap aktifitas di sistem termonitor secara
otomatis. Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun
tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam
pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-
beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam
implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan
tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.
C. Pembahasan dan Fokus Penelitian
1. Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban
a. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan
Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
James E. Anderson dalam Islamy(2007:17) mendefiniskan
sebagai kebijakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Pendapat lain tentang
kebijakan muncul dari pendapat Thomas R. Dye dalam Islamy (2007:18)
152
juga memberikn pendapatnya terkait kebijakan publik sebagai apapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang mendefinisikan tentang kebijakan
dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS pada RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban merupakan
salah satu implementasi kebijakan pemerintah yang diambil guna
memecahkan, mengidentifikasi, ataupun merespon masalah yang ada di
masyarakat.
Implementasi merupakan salah satu bagian dari kebijakan yang
mana merupakan proses pelaksanaan dari kebijakan itu sendiri. Guna
memahami terkait tentang proses implementasi kebijakan yang begitu
kompleks atau tidak sederhana, maka perlu untuk memperhatikan
keterkaitan setiap variabel dalam implementasi serta perlu melihat secara
detail setiap tahapan-tahapan yang dilalui para pelaksana implementasi
kebijakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Van Mater dan van Horn dalam Wahab (2012:135)
meruuskan bahwa proses implementasi sebgai “tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan”. Selain itu Ripley dan Franklin
dalam Winarno (2014:148) juga berpendapat bahwa impleemntasi adalah
apa yang yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
153
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis
keluaran yang nyata.
Dari pendapat-pendapat yang mendefiniskan tentang
implementasi kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa dalam sebuah
implementasi kebijakan yaitu berkaitan dengan adanya tujuan atau
sasaran kebijakan, kemudian aktivitas atau tindakan yang dilakukan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa sebuah implementasi kebijakan merupakan
serangkaian aktivitas atau tindakan guna mencapai suatu hasil yang
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini
peneliti menggunakan fokus yang telah dipaparkan oleh Jones yang
melihat bahwa proses implementasi kebijakan dilihat dari 3 tahap yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap Interpratsi
Mazmanian & Sabatier menjelaskan banhwa implementasi
kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lebih lanjut lagi, Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo
(2013:90) menjelaskan bahwa pada proses implementasi kebijakan
terdapat beberapa tahapan yaitu tahap implementasi, tahap
pengorganisasian, tahap aplikasi. Pada tahap interpretasi ini lebih kepada
penjabaran dari sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam
kebijakan yang lebih bersifat teknis dan operasional. Dari kebijakan
154
umum atau kebijakan strategis yang kemudian direalisasikan dengan
kebijakan manajerial yang diwujudkan dalam bentuk keputusan-
keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala daerah
(Bupati atau Walikota) dan kemudian dilaksanakan dengan kebijakan
teknis operasional yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan kepala
dinas, kepala badan, atau kepala kantor sebagai unsur pelaksana teknis
pemerintah.
Implemnatsi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam memberikan pelayanan prima pada RSUD Dr Koesma Kabupaten
Tuban merupakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Bupati Tuban
Nomor 19 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban
Nomor 16 Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban dimana yang ada dalam ketentuan Pasal
19 ayat (2) huruf c diubah, sehingga berbunyi sebagai:
(I). Subbagian Monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mempunyai tugas melaksanakan
monitoring evaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah sakit, penyusunan
laporan dan pengelolaan SIMRS.
(II). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
Subbagian monitoring, Evaluasi, Pelaporan dan SIMRS.
Selain itu Jones dalam Widodo (2013:90) menjelaskan lebih lanjut
bahwa dalam tahap interpretasi tidak hanya sebatas menjabarkan sebuah
kebijakan ke dalam kebijakan yang lebih bersifat operasional, tetapi juga
155
diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakn itu sendiri. Hal ini
bertujuan agar kebijakan yang diambil dapat diketahui oleh aktor
pelaksana, pihak-pihak yang terkait secara langsung dan tidak langsung,
dan juga seluruh pegawai. Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013
tentang SIMRS, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kukuh
Suhartono Selaku Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban. Dari Peraturan Bupati Tuban Nomor 19
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16
Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit
dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Mengkomunikasikan kebijakan yang telah ditetapkan ini bertujuan
agar para pelaksana maupun kelompok sasaran dapat mengetahui dan
memahami apa yang telah menjadi arah dan tujuan dari implementasi
kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang tertuang dalam
Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban Nomor: 188.4/ 79 /KPTS/ 414. 109/2014
tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja instalasi SIMRS RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
2. Tahap Pengorganisasian
Jones dalam Widodo (2013:91) menjelaskan bahwa setelah
kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional maka tahap selanjutnya
156
adalah tahap pengorganisasian. Tahap pengorganisasian sendiri lebih
merujuk pada proses kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan dan
penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan penetapan anggaran,
penetapan prasarana dan sarana apa yang diperlukan, serta penetapan
manajemen pelaksana guna menunjang kelangsungan implementasi
kebijakan itu sendiri. Dalam implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun
2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang
telah ditetapkan bedasarkan Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun
2014 tentang perubahan atas peraturan Bupati Tuban Nomor 16 Tahun
2013 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban diberlakukan, pemerintah Kabupaten Tuban
mengkomunikasikan kebijakan ini kepada Kepala Direktur rumah sakit
dan pihak-pihak yang terkait di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban dalam pelaksanaanya juga menggunakan petunjuk teknis dan SOP
(Standard Operating Procedure) sebagai pedoman dan acuan. Petunjuk
teknis dan SOP ditetapkan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Kemudian untuk penetapan anggaran dalam kebijakan ini semua
berasal dari Pemkab Tuban yang berasal dari APBD. Untuk sarana dan
prasarana dalam kebijakan ini yaitu berupa perangkat komputer dan
jaringan internet untuk di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Pengadaan sarana dan prasarana sendiri sudah terlaksana sejak
157
diberlakukannya kebijkan Jaminan Kesehatan Nasional sehingga untuk
kebijakannya ini sarana dan prasarana sudah terpenuhi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, pada tahap
pengorganisasian dalam implementasi kebijakan ini seperti yang
dijelaskan oleh Jones dalam Widodo (2013:91) adalah ditetapkannya
aktor pelaksana yaitu Kepala Direktur RSUD Dr R Koesma, Kepala
Instalansi SIMRS dan Kepala Instalasi Unit Kerja. Penetapan anggaran
yang diguakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Kemudian
Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban telah menetapkan
Petunjuk Teknis dan SOP sebagai acuan dan pedoman.
3. Tahap Aplikasi
Jones sebagaimana dikutip oleh Widodo (2013:94) menjelaskan
bahwa aplikasi itu lebih kepada penerapan rencana proses implementasi
kebijakan ke dalam realitas atau dalam bentuk wujud nyata. Dalam
penerapan kebijkan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban dari hasil wawancara dengan pihak
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban diketahui bahwa RSUD Dr R
Koesma telah menerapkan aplikasi SIMRS sesuai dengan PMK No 82
Tahun 2013 dan telah ditetapkan oleh keputusan Direktur RSUD Dr
Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana yang telah di undangkannya
Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014.
158
Lebih lanjut lagi, Jones dalam Widodo (2013:89) menjelaskan
bahwa tahap aplikasi ini merupakan aktivitas dari penyediaan pelayanan
secara rutin, atau pengelolaan administrasi atau kegiatan pendataan,
pengolahan dan analisa data SIMRS atau lainnya sesuai dengan tujuan
dan sarana kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terkait dengan
pelayanan yang dilakukan di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
sebagai aktor pelaksana dalam kebijakan ini sudah terlaksana dengan
baik. Hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
oleh peneliti menyebutkan bahwa masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban merasa nyaman, percaya dengan
pelayanan yang diberikan oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
Selanjutnya itu proses pengolahan administrasi juga terlaksana sesuai
dengan yang diatur dalam petunjuk teknis kebijakan ini.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sejauh mana
tujuan kebijakan ini terlaksana. Dari hasil wawancara dengan pengguna
layanan RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban mengungkapkan bahwa
menyambut dengan baik kebijakan ini. Dari penelitian yang dilakukan
oleh peneliti, pada tahap aplikasi dalam kebijakan ini seperti yang
dijelaskan oleh Jones dalam Widodo ( 2013:91) adalah penerpan dari
rencana implementasi kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
kemudian diwujudkan secara realitas atau dalam bentuk nyata. Dari hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban dalam penerapan kebijakan PMK No 82
159
Tahun 2013 tengtang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban melakukan aplikasi SIMRS yang digunakan untuk memudahkan
dalam pengelolahan data. Kemudian dalam pelayanan yang dilakukan
oleh RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa nyaman. Yang
terakhir terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijakan juga sudah
tercapai, Hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas
diberlakukannya kebijakan ini.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi
Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
mewujudkan pelayanan prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
1. Faktor Pendukung
a. Pelaksana Kebijakan yang Kuat
Berdasarkan penilaian dari peneliti terkait kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban, salah satu yang menjadi faktor pendukungnya adalah adanya
dukungan dari pelaksana kebijakan. Hal ini dianggap menjadi faktor
pendukung dari kebijakan ini karena tanpa adanya dukungan yang kuat
dan kesadaran dari pelaksana maka pelayanan yng baik tidak akan
terlakasana.
Dengan dukungan dari pelaksana yang kuat, membuat kebijakan
ini terlaksana dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelayanan yang
160
diberikan oleh RSUD Dr R Koesma yang maksimal kapada masyarakat.
Masyarakat pengguna layanan merasa terlayani dengan baik. Dengan
melihat hal ini peneliti memberikan pendapat bahwa dengan adannya
dukungan yang kuat dari pelaksana merupakan salah satu faktor yang
mendukung variabel sikap pelaksana dalam faktor mempengaruhi tingkat
keberhasilan kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
b. Adanya Koordinasi yang Baik dengan Pihak Terkait
Selain dukungan dar pelaksana yang kuat, peneliti menilai bahwa
adanya koordinasi yang baik dengan pihak yang terkait juga merupakan
salah satu faktor yang ada dalam implementasi kebijakan PMK No 82
Tahun 2013 tentang SIMRS pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban. Tanpa adanya aplikasi pendukung SIMRS maka proses
pengolahan data tidak akan berjalan dengan baik dengan pihak terkait
antar unit yang merupakan salh satu faktor pendukung dari variabel
komunikasi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan.
b). Faktor Penghambat
1. Pemeliharaan Fasilitas dan Jaringan Internet yang Kurang Baik
Dalam kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban diperlukan adanya peralatan seperti perangkat
komputer dan juga jaringan internet. Hal ini di perlukan untuk melakukan
proses pengolahan data pasien sebagai pengguna layanan di RSUD Dr R
161
Koesma Kabupaten Tuban. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah
ketika internet yang digunakan tidak stabil sehingga pegawai dalam
melakukan input data untuk dilakukan Screaning menjadi memakan
waktu. Bahkan jika internet tidak dapat digunakan pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban dilakukan secara manual
kemudian setelah internet kembali normal baru dilakukan proses
Screaning.
Edward III dalam Widodo ( 2013: 102) menyebutkan bahwa
sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk
operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung,
tanah, saranan yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan
pelayanan dalam implementasi kebijakan. Dari penjelasan tersebut jika
sumber daya peralatan dalam hal ini berupa komputer dan jaringan
internet tidak berjalan dengan baik atau masih ada kendala maka proses
implementasi kebijakan pun terganggu. Dari kendala tersebut peneliti
menilai bahwa pemeliharaan fasilitas jaringan internet yang kurang baik
menjadi kendala pada variabel sumber daya peralatan yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan karena tanpa
adanya pemeliharaan dari peralatan/fasilitas yang ada maka
peralatan/fasilitas yang ada dapat mengalami kerusakan sehingga dapat
menghambat jalannya proses kebijakan.
162
2.SDM
Untuk bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga
implementator masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam.
Masih adanya pegawai yang tidak mematuhi SOP, misalnya kurang
ramah ketika memberikan pelayanan kepada pasien, waktu pelayanan
yang lama, menyampaikan informasi kepada pasien kurang jelas, dan
sebagainya dan masih adanya pegawai yang kurang disiplin. Hal ini perlu
diperbaiki karena berkaitan dengan visi RSUD dr. R. Koesma yaitu
menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan yang profesional dengan
mengutamakan kepuasan pasien.
Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan implementasi kebijakan PMK No 82 Tahun tentang
SIMRS pada RSUD Dr R Koesma masih terjadi kendala dalam
pelayanan yang disebabkan oleh sumber daya manusia yang berbeda-
beda. Walaupun ini dinilai menjadi kendala yang umum dihadapi dalam
implementasi kebijakan ini, tetapi hal ini tetap menjadi suatu hambatan
tersendiri yang menghambat jalannya proses kebijakan ini.
95
163
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari
permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan
judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:
a. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri
Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka
mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi
dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan
SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16
Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka
164
perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah
dikounikasikan baik Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.
b. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini
yaitu Bupati dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban.
Anggaran yang digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten
Tuban. Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban juga
telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP ( Standard Operating
Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.
c. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana
dengan baik yang ditandai dengan diberlakukannya kerjasama
antara pihak unit melalui SIMRS. Terkait dengan pencapaian
tujuan dari kebijkan juga sudah tercapai, hal ini terlihat dari
pendapat masyarakat pengguna layanan di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas diberlakukannya
kebijakan ini.
2. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban terdapat faktor pendukung dan penghambat, sebagai
berikut:
a. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang
kuat (2) adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait
165
b. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan
jaringan internet yang kurang baik (2) SDM
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih
lanjut saran dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No
82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban, sebagai berikut:
1. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang
kurang baik maka para staff perlu menstabilkan lagi jaringan
internet yang ada di RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban
agar proses Screning tidak terhambat, dan perlu ditingkatkan
lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan
elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban.
2. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh
karena merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk
tenaga implementator masih kurang karena memberikan
pelayanan 24 jam dan masih adanya pegawai yang tidak
mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam menjalankan
tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam
menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat
dan perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus
pada tugas pokok dan fungsi saja namun mampu menjadi agen
166
perubahan dalam masyarakat dan lingkungan rumah sakit. Dan
perlu di dateline/ diatur lagi dalam pembagian tugasnya sesuai
keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja sift supaya
tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan
atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih
ditingkatkan lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga
pada nantinya akan berpengaruh pada kepercayaan pelanggan.
Dan perlu di terapkan punishment bagi pihak yang melanggar
peraturan yang sudah diatur dalam keputusan Direktur RSUD
Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
167
BAB V
PENUTUP
C. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan temuan pokok penelitian dan jawaban dari
permasalahan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data oleh peneliti dengan
judul Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
3. Proses Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R
Koesma Kabupaten Tuban, yaitu:
d. Tahap Interpretasi, kebijakan ini didasari atas Peraturan Menteri
Kesehatan No 23 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) dalam rangka
mempercepat pelayanan informasi guna meningkatkan efesiensi
dan efektifitas kerja, maka rumah sakit wajib menyelenggarakan
SIMRS. Dan di undangkannya Peraturan Bupati Tuban No 16
Tahun 2013 tentang uraian tugas, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bupati Tuban No 19 Tahun 2014, maka
168
perlu dibentuk Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang telah dikounikasikan baik
Pemkab ataupun dari pelaksana kebijakan.
e. Tahap Pengorganisasian, aktor pelaksana dalam kebijakan ini yaitu Bupati
dan Direktur RSUD Dr R Koesma kabupaten Tuban. Anggaran yang
digunakan semua berasal dari APBD Kabupaten Tuban. Direktur RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban juga telah menrtapkan petunjuk teknis dan SOP
( Standard Operating Procedure ) sebagai acuan dan pedoman.
f. Tahap Aplikasi, dalam proses pelayanan sudah terlaksana dengan baik yang
ditandai dengan diberlakukannya kerjasama antara pihak unit melalui
SIMRS. Terkait dengan pencapaian tujuan dari kebijkan juga sudah
tercapai, hal ini terlihat dari pendapat masyarakat pengguna layanan di
RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban yang merasa terbantu atas
diberlakukannya kebijakan ini.
4. Dalam Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS dalam
Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban terdapat
faktor pendukung dan penghambat, sebagai berikut:
c. Faktor Pendukung meliputi (1) Pelaksana kebijakan yang kuat (2)
adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait
d. Faktor Penghambat meliputi (1) Pemeliharaan fasilitas dan jaringan
internet yang kurang baik (2) SDM
D. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan lebih lanjut saran
dari peneliti terkait dengan Implementasi Kebijakan PMK No 82 Tahun 2013 tentang
169
SIMRS dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada RSUD Dr R Koesma Kabupaten
Tuban, sebagai berikut:
3. Karena pemeliharaan fasilitas dan jaringan internet yang kurang baik maka
para staff perlu menstabilkan lagi jaringan internet yang ada di RSUD Dr
R Koesma Kabupaten Tuban agar proses Screning tidak terhambat, dan
perlu ditingkatkan lagi dalam pelatihan/diklat staff IT guna pemeliharaan
elektronik khususnya komputer yang ada di RSUD Dr R Koesma
Kabupaten Tuban.
4. Karena bagian implementator di SIMRS masih acuh tak acuh karena
merasa itu bukan bagian tugasnya. Kebutuhan untuk tenaga implementator
masih kurang karena memberikan pelayanan 24 jam dan masih adanya
pegawai yang tidak mematuhi SOP jadi dan kurang disiplin dalam
menjalankan tugas, maka perlu ditingkatkan inovasi pegawai dalam
menyingkapi perubahan yang terjadi baik perilaku masyarakat dan
perkembangan teknologi. Dengan tidak terlalu terfokus pada tugas pokok
dan fungsi saja namun mampu menjadi agen perubahan dalam masyarakat
dan lingkungan rumah sakit. Dan perlu di dateline/ diatur lagi dalam
pembagian tugasnya sesuai keahlian staff masing-masing supaya bisa kerja
sift supaya tidak bekerja sampai full 24 jam dalam memberikan pelayanan
atau secara bergantian. Perlu ditingkatkan kedisiplinan lebih ditingkatkan
lagi demi terciptanya produktivitas kerja sehingga pada nantinya akan
berpengaruh pada kepercayaan pelanggan. Dan perlu di terapkan
punishment bagi pihak yang melanggar peraturan yang sudah diatur dalam
keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.
167
DAFTAR PUSTAKA
Akadun, 2009. Teknologi Informasi Administrasi. Bandung: Alfabeta
Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:
CV.Alfabeta
Ashyar, 2008. Kinerja Pelayanan Publik ( Studi Penyelenggaraan
Pelayanan Ibadah Haji pada Kantor Departemen Aagan Kabupaten di
Sampang). Desertasi. FIA Universitas Brawijaya. Malang.
Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Barata , Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta:
PT.Elex Media Komputindo.
Basrowi, Suwandi. 2008. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit
Rineka Cipta.
Darmadi, D & Sukidin. Administrasi Publik (Rudolf Chrysoekamto, Ed).
Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy. Washinton DC:
Congtetional Quater Press.
Glueck dan Jauch.R. 1994. Manajemen Strategis Kebijaksanaan
Perusahaan. Jakarta: Erlangga.
Gordon B. Davis, Kerangka Dasar System Informasi Manajemen Bagian I
Pengantar.
Husein, Muhammad Fakhri dan Amin Wibowo.2002. Sistem Informasi
Manajemen.
Indrajit, Richardus Eko. 2002. A.Electronic Government, Strategi
Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis
Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
168
Jogiyanto, HM. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informas: Pendekatan
Terstruktur Teori dan Praktis Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi
James A Hall. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi Akutansi.
Jakarta: Salemba Empat.
Keban, Yeremias T, 2008, Enam Dimensi Strategis administrasi Publik;
Konsep Teori dan Isu. Yogyakarta; Gava Media.
Moleong, Lexy. J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.
Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.
Moleong, Lexy. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.
Nugroho, Eko. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan
Perkembangan. Yogyakarta:
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Ratminto, dkk. 2008. Manajemen Pelayanan; Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Prima.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Raymond McLeod, Jr. System Informasi Manajemen, penerjemah: Hendra
Teguh SE,AK. editor: Hardi Sukardi MBA,Msc.,SE (MM – UI).
Siagian, 2002. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Siagian, 2014. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Scoot, George. M. 2004. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen.
Jakarta: Rajawali Pers.
Saleh, Akh Muwafik. 2010. Public Service Comminication. Malang:
UMM Press.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
169
Saldana, Milles Huberman. 2014. Qualitative Data Analysis: A Methods
Sourcebook Edition 3. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Sedarmayanti, 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi
dan Kepemimpinan Masa Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama.
Soenarko, 2000. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:
Elex Media Komputindo
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi
___________2012. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Andi UPP
AMP YKPN.
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit AIPI
Bandung-Puslit KP2W Lemlit Unpad.
Widodo, Joko, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi
Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS
____________20013. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus
dan Revisi Terbaru.Yogyakarta: CAPS
Widodo, Joko. 2008. Analisis Kebijkan Publik. Malang: Bayu Media.
INTERNET
http://alpiyansuyadi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-system-informasi-
manajemen.html, diakses 28 Desember 2016 Pukul 08.30 WIB
(https://teorionline.wordpress.com/service/metodepengumpulan-
data/,diakses 30 Desember 2016 pukul 13.00 WIB
170
http://www.rumahsakitpro.com/category/artikel, diakses 2 Januari 2017
Pukul 08.13 WIB
http://www.rumahsakitpro.com/aplikasi-sistem-informasi-manajemen-
rumah-sakit-terpadu, diakses 2 Januari 2017 Pukul 12.20 WIB
https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2016/11/PMK-No.-82-ttg-Sistem-
Informasi-Manajemen-RS.pdf, diakses 3 januari 2017 Pukul 09.00 WIB
https://gawaisehat.com/2016/12/01/baru-48-rumah-sakit-di-indonesia-
yang-memiliki-simrs-fungsional/ di akses 1 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB
http://www.tubankab.go.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul
07.10 WIB
http://rsudkoesma.id/ diakses Pada Tanggal 2 Maret 2017 Pukul 18.00
WIB
PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG
Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang N0. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman
Standar Pelayanan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/313/OTDA tanggal 24
Januari 2011, tentang program nasional di bidang kesehatan.
171
Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Kesehatan No 82 Tahun 2013 tentang SIMRS
Inpress No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government
Keputusan Direktur RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban Nomor:
188.4/79/KPTS/414.109/2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Instalasi SIMRS RSUD Dr R Koesma Kabupaten Tuban.