Kinetika Buddy Kristianto 12.70.0175 C2

40
Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama : Buddy Kristianto NIM : 12.70.0175 Kelompok : C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

description

Laporan praktikum Teknologi Fermentasi tentang kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar

Transcript of Kinetika Buddy Kristianto 12.70.0175 C2

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Nama: Buddy KristiantoNIM : 12.70.0175Kelompok : C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara I5

2015

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan jumlah biomassa selama proses fermentasi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Biomassa selama Proses FermentasiKelPerlakuanWaktu Mikroba Tiap PetakRata-rata/ petakRata-rata/ ccODpHTotal Asam (mg/ml)

1234

C1Sari apel + S. CereviceaeN0548522104.1070,14643,387,68

N48487077496124,4.1070,54853,269,98

N72508375486425,6.1070,74513,2311,52

N96799372888333,2.1070,95523,1912,09

N12015315516012014758,8.1071,54143,0912,48

C2Sari apel + S. CereviceaeN021182817218,4.1070,15473,5411,52

N48304335443815,2.1070,58013,3711,52

N72547068566224,8.1070,52543,3111,90

N96596362686325,2.1070,62003,2711,90

N1209810488949638,4.1071,43913,1111,52

C3Sari apel + S. CereviceaeN022252318228,8.1070,18493,5211,90

N48506056625722,8.1070,50223,3912,48

N72706855676526.1070,64033,2812,67

N96248164166140179,571,8.1070,72863,1913,44

N12065671118481,7532,7.1071,59113,3313,06

C4Sari apel + S. CereviceaeN01921232020,758,3.1070,15163,5513,82

N48544547344518.1070,64813,3112,67

N72768079737730,8.1070,51753,2511,52

N9610596121133113,7545,5.1070,64633,2211,71

N120987211010796,7538,7.1071,02293,1910,94

C5Sari apel + S. CereviceaeN0722105114,4.1070,18873,487,68

N48483034323614,4.1070,37773,208,23

N723844362836,514,6.1070,73033,1812,56

N965045385246,2518,5.1070,76023,2711,90

N120258232182172212,585.1071,01513,4011,52

Keterangan:+: Ditambah: JumlahOD: Optical Density

Pada tabel 1dapat dilihat bahwa kelompok C1 hingga C5 melakukan perlakuan yang sama,yaitu dalam pembuatan minuman vinegar dari cuka apel, sari apel ditambah dengan Saccharomyces cereviceae. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc, optical density, pH, dan total asam pada jangka waktu yang telah ditentukan (waktu inkubasi 0 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, dan 120 jam). Peningkatan jumlah mikroorganisme yang terjadi pada semua kelompok pada N0 hingga N120 berbeda-beda. Pada sampel setiap kelompok, hasilnya bersifat fluktuatif. Trend yang terjadi pada kelompok C1, C2 dan C5 adalah terus terjadi peningkatan seiring berjalannya waktu inkubasi, sedangkan pada kelompok C3 dan C4 terjadi penurunan setelah melewati waktu inkubasi 96 jam.

Pada pengukuran nilai OD, data yang didapatkan tiap kelompok berbeda-beda. Kelompok C1, C3 dan C5 memiliki trend peningkatan terus menerus hingga waktu inkubasi 120 jam. Sedangkan pada C2 dan C4 data yang didapatkan cukup fluktuatif dimana pada waktu inkubasi 48 jam nilai OD lebih tinggi dibanding nilai OD waktu inkubasi 72 jam.

Pada pengukuran pH, nilai pH untuk kelompok C1, C2, dan C4 cenderung mengalami penurunan dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai waktu inkubasi 120 jam. Sedangkan pada kelompok C3 dan C5, pH menurun hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam untuk C3 dan 72 jam untuk C5, kemudian pH meningkat lagi pada periode waktu inkubasi 120 jam. Secara keseluruhan, sampel memiliki rentan pH sekitar 3,09 hingga 3,55. Nilai pH terendah sebesar 3,09 dimiliki oleh kelompok C1 dengan sampel yang telah melalui waktu inkubasi 120 jam, sedangkan nilai pH tertinggi sebesar 3,55 dimiliki oleh kelompok C4 dengan sampel yang telah diinkubasi selama 0 jam.

Pada pengukuran total asam, total asam kelompok C1 terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi. Pada kelompok C2 dan C3 terjadi peningkatan total asam dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C4 terjadi penurunan total asam seiring berjalnnya waktu inkubasi. Pada kelompok C5, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 72 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 96 jam hingga 120 jam. Nilai total asam tertinggi didapatkan oleh kelompok C4 pada waktu inkubasi 0 jam yaitu 13,82 mg/ml. Total asam terendah yaitu 7,68 mg/ml didapatkan oleh kelompok C1 dan C5 pada waktu inkubasi 0 jam.

Untuk mengetahui hubungan antara OD dengan waktu, jumlah sel mikroorganisme dengan waktu, jumlah sel mikroorganisme dengan pH, jumlah sel mikroorganisme dengan OD dan hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam, maka dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 1. Hubungan Optical Density dengan Waktu Inkubasi

Pada grafik 1 dapat dilihat grafik hubungan antara waktu dan nilai optical density (OD) untuk sari apel masing-masing kelompok yang telah ditambahkan Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok C1, C3, dan C5 terjadi trend peningkatan nilai OD dari waktu inkubasi jam ke 0 hingga waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C2 dan C4 nilai OD yang didapatkan cukup fluktuatif, dimana terjadi peningkatan nilai OD pada waktu inkubasi 0 jam hingga 48 jam, namiun pada waktu inkubasi 48 jam ke waktu inkubasi 72 jam mengalami penurunan dan selanjutnya mengalami peningkatan nilai OD kembali hingga waktu inkubasi 120 jam. Dilihat dari seluruh data yang ada, nilai optical density untuk waktu inkubasi 0 jam adalah 0,1464-0,1887 dan untuk waktu inkubasi 120 jam adalah 1,0151-1,5911. Nilai OD terendah yaitu sebesar 0,1464 nm dimiliki kelompok C1 ketika waktu inkubasi 0 jam, sedangkan nilai OD tertinggi sebesar 1,5911 nm dimiliki oleh kelompok C3 ketika mencapai waktu inkubasi 120 jam.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu Inkubasi

Pada grafik 2 dapat diketahui hubungan antara jumlah sel/cc dengan waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok. Pada kelompok C1, C2, dan C jumlah sel tiap cc vinegar apel semakin meningkat seiring berjalannya waktu inkubasi. Sedangkan pada kelompok C3 dan C4, jumlah sel mikroorganisme tiap cc mengalami peningkatan hingga mencapai waktu inkubasi 96 jam, lalu mengalami penurunan ketika mencapai waktu inkubasi 120 jam.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Pada grafil 3 dapat diketahui hubungan antara jumlah sel/cc dengan pH vinegar. Pada kelompok C1dan C2, terlihat trend dimana semakin besar jumlah mikroorganisme, semakin rendah pH minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C3, C4, dan C5 sulit dilihat trend hubungan antara pertumbuhan jumlah mikroorganisme dengan pH larutan dikarenakan data yang fluktuatif. Pada kelompok C3, ketika jumlah sel meningkat pH larutan menjadi semakin asam hingga waktu inkubasi 96 jam, kemudian jumlah sel yang menurun diikuti dengan peningkatan pH pada waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C4, peningkatan jumlah sel diikuti dengan bertambah rendahnya nilai pH larutan hingga waktu inkubasi 96 jam, selanjutnya meskipun jumlah sel menurun pH larutan tetap bertambah asam. Pada kelompok C5, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah sel terus meningkat, pH larutan justru bertambah tinggi hingga akhirnya turun setelah masa inkubasi 96 jam.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan OD

Pada grafik 4 dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD sampel masing-masing kelompok. Pada kelompok C1dan C5 peningkatan jumlah sel mikroorganisme diikuti dengan peningkatan nilai OD sampel. Trend hubungan antara pertumbuhan jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD kelompok C2, C3, dan C4, sulit dilihat akibat data yang diperoleh fluktuatif.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dan Total Asam

Pada grafik 5 dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikrooragnisme/cc dengan total asam sampel masing-masing kelompok. Pada kelompok C1, peningkatan pertumbuhan jumlah mikrooragnisme diikuti dengan semakin asamnya sampel yang dihasilkan. Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak dapat dilihat trend yang terjadi. Hasil data yang diperoleh pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 bersifat fluktuatif. Kelompok C2 mengalami peningkatan jumlah sel dari waktu ke waktu yang diikuti dengan peningkatan total asam hingga waktu inkubasi 96 jam, selanjutnya terjadi penurunan total asam meskipun jumlah sel meningkat. Kelompok C3 mengalami peningkatan jumlah sel dari hingga waktu inkubasi 96 jam dan selanjutnya menurun namun tidak diikuti total asam yang terus mengalami peningkatan. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok C4, dimana peningkatan jumlah sel hingga waktu inkubasi 96 jam dan kemudian menurun ketika diinkubasi 120 jam diikuti penurunan nilai total asam dari waktu kewaktu. Pada kelompok C5, peningkatan jumlah sel dari waktu ke waktu meningkatkan nilai total asam hingga waktu inkubasi 76 jam dan selanjutnya larutan mengalami penurunan nilai total asam.

1

PEMBAHASAN

Pada praktikum teknologi fermentasi ini, dilakukan pembuatan minuman beralkohol yang berbahan dasar buah apel. Menurut Ranganna (1978), cider merupakan produk hasil fermentasi yang mengandung alkohol cukup rendah dan diproduksi dari sari buah atau bahan lainnya yang berpati dengan atau tanpa adanya penambahan gula oleh khamir. Menurut Winarno et al. (1980), proses fermentasi tersebut membutuhkan bahan-bahan yang mengandung karbon dan nitrogen sebagai media fermentasi mikroorganisme untuk menghasilkan alkohol. Selama proses fermentasi akan terjadi pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme penyebab fermentasi. Hasil fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan proses metabolismenya.

Bahan utama dalam pembuatan cider adalah apel. Dalam prosesnya, terdapat dua tahapan fermentasi berturut-turut. Tahap fermentasi yang pertama adalah fermentasi alkohol, dimana gula diubah menjadi etanol oleh yeast. Jenis yeast yang umumnya digunakan dalam tahapan ini adalah Saccharomyces cereviceae. Tahapan kedua adalah fermentasi malolatic, dimana asam malat diubah menjadi asam laktat. Fermentasi malolatic ini sangat penting dalam pembuatan cider dan wine. Tahapan ini akan menurunkan keasaman yang berdampak sekali terhadap cider yang dihasilkan, karena akan mempengaruhi kestabilan mikroorganisme dan juga akan berdampak pada karakteristik sensori cider. Bila cider mengandung banyak asam malat, akan menyebabkan karakteristik organoleptik yang dimiliki oleh cider kurang baik. (Zubaidah, 2010; Zhao et al., 2014).

Caturryanti et al.(2008) menjelaskan bahwa apel merupakan hasil pertanian yang tersedia sepanjang tahun dan dapat dijadikan bahan baku pembuatan asam asetat (cuka) dengan cara fermentasi. Dalam praktikum ini digunakan apel malang sebagai bahan baku utamanya. Di Indonesia sendiri terdapat kurang lebih enam varietas apel, dua varietas yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis Rome beauty dan Manalagi. Pemilihan bahan baku ini sangat penting, karena jenis apel yang berbeda akan menentukan hasil akhir. Hal itu dikarenakan komposisi kimia pada setiap jenis apel berbeda-beda, seperti kadar asam apel Rome beauty lebih tinggi dari apel Manalagi. Sebaliknya, kadar gula apel Manalagi lebih besar daripada apel Rome beauty. Dijelaskan bahwa komponen gula dan asam yang terkandung dalam apel merupakan media yang diperlukan untuk fermentasi mikroorganisme.

Gambar 5. Dimasukkan dalam botol dan ditutup rapatGambar 4. Sari apel diambil 250 mlGambar 3. DisaringGambar 1. Apel dihancurkan dengan juicerGambar 2. Apel dipotong-potongPada praktikum ini, langkah pertama yang dilakukan adalah apel dicuci, dipotong-potong, disaring, dan diambil sarinya. Untuk mendapatkan sari buah apel, apel yang telah dipotong dihancurkan dengan juicer. Menurut Ikhsan (1997), penghancuran apel ini bertujuan untuk mengelurakan gula yang terkandung di dalam sari apel tersebut sehingga akan lebih mudah diuraikan oleh mikroorganisme penyebab fermentasi (Winarno et al., 1980). Langkah selanjutnya adalah dilakukan penyaringan. Hal ini dilakukan agar sari apel yang didapatkan tidak terlalu keruh akibat serat buah apel dan didapatkan cuka apel yang jernih. Selanjutnya sari apel sebagai media pertumbuhan diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam botol kaca bening. Botol ditutup dengan plastik dan diikat karet. Penggunaan plastik yang diikat karet sebagai penutup botol bertujuan untuk memastikan botol sudah tertutup rapat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari udara luar. Setelah botol ditutup, botol yang berisi sari apel disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme kontaminan yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi (Potter & Hotchkiss, 1995). Setelah dilakukan sterilisasi, ditambahkan sebanyak 30 ml biakan yeast secara aseptis. Biakan yeast tumbuh dalam media cair dengan tujuan agar penambahan biakan lebih mudah dilakukan. Penambahan biakan yeast harus dilakukan secara aseptis. Hal ini didukung oleh Hadioetomo (1993) yang menjelaskan bahwa metode aseptis dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada cider, sehingga biakan yang ada merupakan biakan murni yang hanya terdiri dari satu spesies. Setelah ditambahkan biakan yeast, botol ditutup kembali dengan plastik. Dalam praktikum ini, mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi adalah Saccharomyces cereviceae. Zubaidah (2010) menjelaskan bahwa Saccharomyces cereviceae dapat hidup baik dalam lingkungan yang cukup maupun kurang oksigen. Dalam keadaan cukup akan oksigen, Saccharomyces cereviceae akan melakukan respirasi biasa. Namun, ketika Saccharomyces cereviceae hidup dalam keadaan kurang atau tanpa oksigen Saccharomyces cereviceae akan melakukan proses fermentasi. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 6.DistrerilisasiC6H12O62 C2H5OH + 2 CO2(karbohidrat)(yeast)(alkohol) (gas)(Gaman & Sherrington, 1994).

Gambar 7. Ditambah biakan yeastLangkah selanjutnya adalah dilakukan inkubasi dengan perlakuan shaker atau penggoyangan dan dilakukan pada suhu ruang. Agitasi ini ini dilakukan untuk meningkatkan laju alir udara serta mencegah terhambatnya laju transfer oksigen. Hal ini penting dilakukan karena dalam proses fermentasi oksigen berperan dalam metabolisme sel sehingga yeast akan tumbuh dengan baik (Winarno et al., 1980). Tujuan lain dari perlakuan ini yaitu untuk menghomogenkan suspensi sel mikroorganisme dengan media fermentasi yang kaya akan nutrisi tumbuh mikroorganisme (Said, 1987). Berdasarkan artikel karya Estela-Escalante et al. (2012) dinyatakan bahwa hasil media sampel yang diberi perlakuann agitasi selama proses inkubasi, akan menghasilkan lebih sedikit total akohol dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan agitasi, namun akan dihasilkan asam asetat dan gliserol yang lebih banyak. Seperti yang Zubaidah (2010) nyatakan, kriteria mutu cuka yang utama adalah kandungan asma asetatnya, artinya semakin banyak asam asetatnya, kualitas cuka akan semakin baik. Temperatur sangat mempengaruhi proses fermentasi cuka apel. Dalam artikel karya Masum (2006) diketahui bahwa bila dibandingkan antara penyimpanan suhu ruang dan suhu ruang pendingin, jumlah alkohol yang dihasilkan selama proses fermentasi lebih rendah namun jumlah asam asetat yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan hasil proses fermentasi dalam suhu ruang pendingin. Artinya dalam praktikum ini, makan dihasilkan cuka apel dengan kandungan asam asetat yang cukup tinggi karena proses fermentasi didukung kondisi yang optimal, yaitu disimpan dalam suhu ruang, dalam kondisi botol tertutup rapat dan diagitasi selama proses inkubasi.

Gambar 8. Sampel diambil untuk diuji

Selama masa inkubasi N0, N48, N72,N96, dan N120, dilakukan beberapa pengujian seperti pengujian tingkat kepadatan sel (dengan teknik haemocytometer), penentuan total asam selama fermentasi, pengukuran pH minuman vinegar, dan penentuan optical density (untuk mengetahui hubungan absorbansi dengan kepadatan sel). Sampel diambil sebanyak 30 ml secara aseptis. Proses pengambilan sampel dilakukan pada didalam ruang LAF dimana di dalamnya terdapat sinar UV dan aliran udara. Sinar UV dapat membunuh mikroorganisme sehingga dapat mencegah munculnya kontaminasi selama proses pengambilan sampel, selain itu aliran udara mencegah masuknya udara kotor masuk ke dalam wadah sampel (Hidayat et al, 2006). Hal ini didukung oleh Hadioetomo (1993) yang menjelaskan bahwa metode aseptis dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

Pengujian tingkat kepadatan sel atau biomassa sel dilakukan dengan haemocytometer. Metode haemocytometer dilakukan dengan mengambil cairan sampel dengan pipet tetes, kemudian sampel diteteskan ke haemocytometer. Setelah itu haemocytometer ditutup dengan kaca penutup dan bersihkan sampel yang tersisa dengan tisu. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Pada haemocytometer terdapat 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis disetiap sisinya dan di dalamnya terdapat kotak kecil sejumlah 16 buah yang dibatasi dengan sebuah garis. Jumlah sel yang dihitung merupakan jumlah sel yang terdapat dalam 4 kotak besar yang saling berdekatan. Pengukuran jumlah biomassa menggunakan haemocytometer dilakukan dengan cara meneteskan sari apel pada plat haemocytometer (yang sudah dibersihkan dengan alkohol) kemudian ditutup dengan kaca preparat (yang sudah dibersihkan dengan alkohol) dan diletakkan pada mikroskop. Jumlah yeast yang terdapat dalam media dihitung dengan menggunakan bantuan handcounter. Jumlah sel yang terhitung pada keempat kotak haemocytometer selanjutnya dirata-rata dan dicatat (Chen & Pei, 2011). Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali ulangan dengan petak yang berbeda, kemudian dicatat, dihitung rata-rata jumlah mikroba per petak, dan rata-rata jumlah mikroba per cc. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :Jumlah sel/cc

Gambar 9. Hasil Haemocytometer

Peningkatan jumlah mikroorganisme yang terjadi pada semua kelompok pada N0 hingga N120 berbeda-beda. Pada sampel setiap kelompok, hasilnya bersifat fluktuatif. Trend yang terjadi pada kelompok C1, C2 dan C5 adalah terus terjadi peningkatan seiring berjalannya waktu inkubasi, sedangkan pada kelompok C3 dan C4 terjadi penurunan setelah melewati waktu inkubasi 96 jam. Menurut Sener et al. (2007), trend yang terjadi pada kelompok C1, C2dan C5 dapat terjadi karena belum semua gula yang tersedia dalam media digunakan semua, sehingga masih dapat dimungkinkan terjadi pertumbuhan biomassa sel. Hal ini juga didukung oleh pendapat Masum (2006), bahwa bila dibandingkan antara penyimpanan suhu ruang dan suhu ruang pendingin, jumlah alkohol yang dihasilkan selama proses fermentasi lebih rendah namun jumlah asam asetat yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan hasil proses fermentasi dalam suhu ruang pendingin. Hal ini didukung pernyataan dari Masum (2006) yang menyatakan bahwa pada suhu yang tinggi, laju fermentasi akan meningkat akibat meningkatnya aktivitas enzim, namun dalam prosesnya gula dalam medium tidak terpakai sepenuhnya. Kemudian untuk hasil kelompok C3 dan C4 yang mengalami penurunan jumlah sel setelah inkubasi selama 96 jam juga sesuai dengan jurnal karya Sener et al. (2007), dimana dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa jumlah mikroorganisme meningkat sebanding dengan lamanya waktu inkubasi, hal ini terjadi karena yeast sedang menggunakan substrat yang ada untuk proses pertumbuhannya (yeast atau mikroorganisme melalui fase percepatan pertumbuhan (fase log)). Setelah beberapa waktu, substrat sudah mulai habis dan mikroorganisme memasuki fase stasioner dimana tidak ada pertumbuhan jumlah sel lagi. Selanjutnya mikroorganisme memasuki fase penurunan pertumbuhan akibat tidak ada lagi substrat yang dapat digunakan. Frazier & Westhoff (1988) juga menyebutkan bahwa lamanya proses fermentasi juga sangat dipengaruhi oleh jenis substrat (bahan pangan), jenis mikroba, faktor dari lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban, dan ketersediaan oksigen.

Selain dengan haemocytometer, kepadatan sel juga diuji dengan menggunakan spektrofotometer. Pengukuran OD dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Hal tersebut sesuai dengan teori Ewing (1985) dan juga Sevda & Rodrigues (2011), bahwa pengukuran OD untuk Saccharomyces cereviceae dilakukan dengan panjang gelombang 660 nm. Setelah mendapatkan niali absorbansi, kita dapat memperkirakan kepadatan sel dalam larutan sampel. Hal ini didukung oleh teori Wilford, (1987) dan Fox (1991) dimana nilai absorbansi larutan dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Larutan dengan kepekatan dan kekeruhan yang tinggi akan memiliki nilai absorbansi yang semakin tinggi pula.

Menurut Laily et al. (2004), nilai OD menunjukkan terjadinya fase pertumbuhan bakteri yang seiring berjalannya waktu larutan menjadi semakin pekat.Nilai OD bertambah besar akibat mikroorganisme memasuki fase eksponensial, dimana biomassa mikroorganisme bertambah banyak. Seperti dalam jurnal Sevda & Rodrigues (2011), peningkatan biomassa diikuti dengan peningktan produksi etanol dan asam asetat. Selain itu, menurut Hoseney (1994),dalam proses fermentasi, hasil gas CO2 akan menurunkan pH dan merubah fase cair menjadi jenuh sehingga membuat larutan menjadi keruh dan kental.

Pada grafik 1 dapat dilihat grafik hubungan antara waktu dan nilai optical density (OD) untuk sari apel masing-masing kelompok yang telah ditambahkan Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok C1, C3, dan C5 terjadi trend peningkatan nilai OD dari waktu inkubasi jam ke 0 hingga waktu inkubasi 120 jam. Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori dalam jurnal Sevda & Rodrigues (2011), peningkatan biomassa diikuti dengan peningktan produksi etanol dan asam asetat. Selain itu, menurut Hoseney (1994),dalam proses fermentasi, hasil gas CO2 akan menurunkan pH dan merubah fase cair menjadi jenuh sehingga membuat larutan menjadi keruh dan kental. Sedangkan pada kelompok C2 dan C4 nilai OD yang didapatkan cukup fluktuatif, dimana terjadi peningkatan nilai OD pada waktu inkubasi 0 jam hingga 48 jam, namiun pada waktu inkubasi 48 jam ke waktu inkubasi 72 jam mengalami penurunan dan selanjutnya mengalami peningkatan nilai OD kembali hingga waktu inkubasi 120 jam. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan pengukuran, pengenceran yang kurang tepat, atau karena media terkontaminasi sehingga mikroba lain tumbuh pada media dan meningkatkan kekeruhan. Kekurangtelitian praktikan dan juga dapat disebabkan karena kesalahan pengukuran. Selain itu, cuvet yang kurang bersih juga atau penempatan cuvet yang kurang tepat juga dapat mengakibatkan pembacaan sprktrofotometer menjadi kurang tepat. Kesalahan tersebut dapat dikarenakan adanya pengotor pada larutan akibat penyaringan kurang sempurna.Pengotor yang terdapat dalam larutan sampel ini akan menghalangi sinar yang masuk. Selain keberadaan pengotor, kuvet yang tergores, keberadaan gelembung udara dalam larutan, dan ketidaksesuaian panjang gelombang yang dihasilkan dengan yang tertera pada alat, dapat menyebabkan kesalah dalam pengukuran dengan alat ini (Pomeranz & Meloan, 1994).

Berdasarkan grafik 4 dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD sampel masing-masing kelompok. Pada kelompok C1dan C5 peningkatan jumlah sel mikroorganisme diikuti dengan peningkatan nilai OD sampel. Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan teori yang ada, dimana menurut Laily et al. (2004), nilai OD menunjukkan terjadinya fase pertumbuhan bakteri yang seiring berjalannya waktu larutan menjadi semakin pekat.Nilai OD bertambah besar akibat mikroorganisme memasuki fase eksponensial, dimana biomassa mikroorganisme bertambah banyak. Sedangkan hubungan antara pertumbuhan jumlah sel mikroorganisme dengan nilai OD kelompok C2, C3, dan C4, sulit dilihat akibat data yang diperoleh fluktuatif. Hasil yang didapatkan kelompok C2 dan C4 ini kurang sesusai dengan teori yang ada, karena absorbansi berbanding lurus dengan massa sel yang ada, karena semakin banyak sel akan mengakibatkan larutan menjadi semakin keruh. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan pengukuran, pengenceran yang kurang tepat, atau karena media terkontaminasi sehingga mikroba lain tumbuh pada media dan meningkatkan kekeruhan. Kekurangtelitian praktikan dan juga dapat disebabkan karena kesalahan pengukuran. Selain itu, cuvet yang kurang bersih juga atau penempatan cuvet yang kurang tepat juga dapat mengakibatkan pembacaan sprktrofotometer menjadi kurang tepat. Kesalahan tersebut dapat dikarenakan adanya pengotor pada larutan akibat penyaringan kurang sempurna.Pengotor yang terdapat dalam larutan sampel ini akan menghalangi sinar yang masuk. Selain keberadaan pengotor, kuvet yang tergores, keberadaan gelembung udara dalam larutan, dan ketidaksesuaian panjang gelombang yang dihasilkan dengan yang tertera pada alat, dapat menyebabkan kesalah dalam pengukuran dengan alat ini (Pomeranz & Meloan, 1994).

Pada praktikum ini juga dilakukan pengujian pH dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keasaman dari sampel. Pada pengujian nilai pH digunakan 10 ml sampel sari apel yang sudah ditambahkan dengan biakan yeast. Nilai pH didapatkan dengan menggunakan pH meter untuk mengukur tingkat keasaman pada sari apel+Saccharomyces cereviseae tersebut. Langkah kerja praktikum ini sesuai dengan teori Martoharsono (1994) bahwa pH dari suatu larutan dapat diukur dengan beberapa cara yakni dengan metode titrasi, dengan menggunakan kertas lakmus, atau dengan menggunakan pH meter yang akan mendapatkan hasil yang lebih teliti.

Gambar 10. Pengukuran pH dengan pH meter

Pada pengukuran pH, nilai pH untuk kelompok C1, C2, dan C4 cenderung mengalami penurunan dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai waktu inkubasi 120 jam. Hasil ini sesuai pendapat Caturryanti et al. (2008), yang menyatakan bahwa seiring berjalannya waktu fermentasi, kadar gula dalam media fermentasi akan berkurang dan diubah menjadi etanol dan asam asetat. Artinya seiring berjalannya waktu fermentasi, larutan akan menjadi semakin asam atau pH nya semakin rendah akibat produksi asam asetat dan etanol yang semakin banyak oleh mikroorganisme fermentasi. Sedangkan pada kelompok C3 dan C5, pH menurun hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam untuk C3 dan 72 jam untuk C5, kemudian pH meningkat lagi pada periode waktu inkubasi 120 jam. Hasil ini kurang sesusai teori diatas. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini dapat disebabkan penggunaan alat pH meter yang kurang benar, seperti terlalu cepat melakukan pengujian ketika pH meter belum stabil, terlalu cepat mencabut pH meter dari larutan sampel, dapat juga diakibatkan pH meter belum dikalibrasi sebelum digunakan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketidakakuratan penghitungan pH.Berdasarkan hasil penelitian Zhao et al. (2014), seiring berjalannya waktu produksi asam asetat akan terus bertambah, hal ini diikuti penurunan jumlah asam malat. Biomassa sel juga akan ikut bertambah seiring bertambahnya asam asetat. Peningkatan jumlah asam asetat ini akan mengakibatkan pH semakin asam. Artinya bila dihubungkan antara jumlah sel dengan pH, maka semakin asam suatu larutan akan berbanding lurus dengan jumlah sel yang semakin banyak. Namun hal ini terjadi hanya hingga fase stasioner berakhir. Ketika memasuki fase kematian, mikroorganisme tidak lagi menghasilkan asam sehingga pH larutan juga akan meningkat kembali.

Hasil yang diperoleh kelompok C3, C4, dan C5 tidak sesuai dengan teori Zhao et al. (2014). Pada kelompok C1dan C2 sudah sesuai dengan teori Zhao et al. (2014), terlihat trend dimana semakin besar jumlah mikroorganisme, semakin rendah pH minuman vinegar yang dihasilkan. Belum dilihat peningkatan kembali nilai pH karena masih ada cukup substrat untuk yeast. Sedangkan hasil kelompok C3, C4, dan C5 kurang sesuai dengan teori Zhao et al. (2014) karena sulit dilihat trend hubungan antara pertumbuhan jumlah mikroorganisme dengan pH larutan dikarenakan data yang fluktuatif. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini dapat disebabkan penggunaan alat pH meter yang kurang benar, seperti terlalu cepat melakukan pengujian ketika pH meter belum stabil, terlalu cepat mencabut pH meter dari larutan sampel, dapat juga diakibatkan pH meter belum dikalibrasi sebelum digunakan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketidakakuratan penghitungan pH. Ketidaksesuaian juga dapat diakibatkan pengamatan dan penghitungan kepadatan sel dengan haemocytomer yang kurang benar. Kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba dapat terjadi akibat pengambilan sampel yang tidak merata.

Pengujian yang selanjtunya dilakukan adalah penentuan total asam selama fermentasi. Penentuan total asam selama fermentasi dilakukan dengan metode titrasi. Sebanyak 10 ml sampel yang telah diambil, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditetesi indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan ketika larutan sampel berubah menjadi warna merah muda (pada percobaan yang dilakukan, titik akhir titrasi tercapai ketika larutan berwana coklat gelap). Setelah itu, volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat dan digunakan untuk perhitungan kadar total asam titrasi. Cara pengujian kadar asam ini seperti metode yang digunakan oleh Masum (2006), yaitu dengan mentitrasi larutan sampel dengan NaOH dengan indikator pp yang nantinya akan memiliki titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda. Namun karena warna awal larutan sampel tidak bening, hasil akhir pada praktikum ini adalah perubahan warna menjadi lebih cokelat. Setelah diketahui volume NaOH yang digunakan, kadar total asam dapat diketahui dengan rumus :

Gambar 11. Proses Titrasi

Gambar 12. Sampel Sebelum Dititrasi Gambar 13. Sampel Setelah Dititrasi

Pengujian selanjutnya adalah pengujian pH minuman vinegar. pH larutan sampel dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel lalu mengujinya dengan menggunakan pH meter.

Dari hasil percobaan, diketahui bahwa kadar total asam kelompok C1 terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi. Hasil yang diperoleh kelompok C1 sesuai dengan hasil dari jurnal karya Masum (2006), dimana seiring berjalannya waktu, kadar asam cuka akan meningkat. Pada kelompok C2 dan C3 terjadi peningkatan total asam dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C4 terjadi penurunan total asam seiring berjalnnya waktu inkubasi. Pada kelompok C5, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 72 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 96 jam hingga 120 jam. Pada keempat kelompok tersebut terjadi ketidaksesuaian dengan teori yang ada. Hal ini dapat diakibatkan kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi saat terjadi perubahan warna larutan sampel. Menurut Day & Underwood (1992), perubahan warna bersifat kualitatif sehingga berbeda-beda untuk setiap orang, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan saat melakukan penentuan warna akhir titik akhir titrasi.

Bila pertumbuhan jumlah sel dihubungkan dengan total asam, maka semakin banyak biomassa sel yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan peningkatan kadar total asam dalam sampel (Caturryanti et al., 2008). Zhao et al. (2014) juga menyatakan dimana semakin tinggi jumlah yeast, terjadi peningkatan kadar etanol. Semakin banyak etanol yang dihasilkan, semakin banyak pula etanol yang tersedia untuk diubah jadi asam asetat sehingga memungkinkan terbentuknya asam asetat yang lebih banyak. Artinya hasil pada kelompok C1, peningkatan pertumbuhan jumlah mikrooragnisme diikuti dengan semakin asamnya sampel yang dihasilkan. Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak dapat dilihat trend yang terjadi. Hasil data yang diperoleh pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 bersifat fluktuatif. Kelompok C2 mengalami peningkatan jumlah sel dari waktu ke waktu yang diikuti dengan peningkatan total asam hingga waktu inkubasi 96 jam, selanjutnya terjadi penurunan total asam meskipun jumlah sel meningkat. Kelompok C3 mengalami peningkatan jumlah sel dari hingga waktu inkubasi 96 jam dan selanjutnya menurun namun tidak diikuti total asam yang terus mengalami peningkatan. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok C4, dimana peningkatan jumlah sel hingga waktu inkubasi 96 jam dan kemudian menurun ketika diinkubasi 120 jam diikuti penurunan nilai total asam dari waktu kewaktu. Pada kelompok C5, peningkatan jumlah sel dari waktu ke waktu meningkatkan nilai total asam hingga waktu inkubasi 76 jam dan selanjutnya larutan mengalami penurunan nilai total asam. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini dapat disebabkan penggunaan alat pH meter yang kurang benar, seperti terlalu cepat melakukan pengujian ketika pH meter belum stabil, terlalu cepat mencabut pH meter dari larutan sampel, dapat juga diakibatkan pH meter belum dikalibrasi sebelum digunakan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketidakakuratan penghitungan pH. Ketidaksesuaian juga dapat diakibatkan pengamatan dan penghitungan kepadatan sel dengan haemocytomer yang kurang benar. Kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba dapat terjadi akibat pengambilan sampel yang tidak merata.

KESIMPULAN

Sari buah apel dapat digunakan untuk membuat cider atau cuka apel dengan bantuan Saccharomyces cereviceae. Apel dipilih sebagai bahan dasar fermentasi karena mengandung gula dan asam yang merupakan sumber substrat untuk fermentasi. Sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan kontaminan yang ada pada media fermentasi. Proses fermentasi harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi. Pengadukan atau agitasi dilakukan agar proses fermentasi berjalan optimal. Pengukuran kepadatan sel dapat dilakukan dengan metode haemocytometer, nilai OD menggunakan spektrofotometer, pH dengan pH meter, dan total asam dengan metode titrasi menggunakan NaOH. Hubungan jumlah sel dengan waktu seharusnya mengalami kenaikan, kemudian stasioner, kemudian mengalami penurunan bergantung pada substrat atau sumber makanan yang terssedia bagi mikrooganisme. Seiring berjalnnya waktu, pertambahan jumlah mikroorganisme dan pembentukan produk metabolit yang menyebabkan kekeruhan pada larutan. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, larutan menjadi semakin keruh, sehingga nilai OD menjadi semakin tinggi. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, total asam pada vinegar semakin tinggi karena semakin banyak mikroorganisme yang melakukan fermentasi menghasilkan asam dan mengakibatkan pH larutan juga semakin rendah.

Semarang, 15 Juni 2015Asisten dosen, Bernardus Daniel Metta Meliani Chaterine Meilani

Buddy Kristianto 12.70.0175DAFTAR PUSTAKA

Caturryanti, Dessi, Sri Luwihana, Siti Tamaroh. (2008). Pengaruh Varietas Apel dan Campuran Bakteri Asam Asetat Terhadap Proses Fermentasi Cider. AGRITECH, Vol. 28, No. 2.

Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang.(2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing.World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Day, R.A. Jr & A. L. Underwood. (1998). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Revisi. Erlangga. Jakarta.

Estela-Escalante, W., M. Rychtera1, K. Melzoch1 and B. Hatta-Sakoda. (2012). Effect of Aeration On the Fermentative Acticity of Saccharomycescerevisiae Cultured in Apple Juice. Revista Mexicana de Ingeniera Qumica Vol. 11, No. 2:211-226.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.

Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Frazier, W.C. & D.C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. 4th Ed. McGraw-Hill Book Co. Singapura

Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. ( 1994 ). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik, dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hidayat, N., C.P. Masdiana, and S. Sri. (2006). Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta

Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal Science & Technology Second Edition. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L. Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.

Masum, Zuhdi. (2006). Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Cuka Apel Manalagi. Buana Sains Vol 6 No2:195-198.

Martoharsono, S. (1994). Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Nusantara, Yogyakarta.

Pomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sener, Aysun, Ahmet Canbas, M. Umit Unal. (2007). The Effect of Fermentation on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk j agric for 31:349-354.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol 2:4.

Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.

Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zhao, H., F. Zhou, F. Dziugan, Y. Yao, J. Zhang, Zhaolin Lv And B. Zhang. (2014). Development of Organic Acids and Volatile Compounds in Cider during Malolactic Fermentation.Czech J. Food Sci.Vol. 32, 2014, No. 1: 6976.

Zubaidah, Elok. (2010). Kajian Perbedaan Kondisi Fermentasi Alkohol dan Konsentrasi Inokulum pada Pembuatan Cuka Salak. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2:94 100.

LAMPIRAN5.1. Perhitungan

Kelompok C1

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakRumus : Jumlah sel/cc Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3 = 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7

N0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamRumus :

N0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C2

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C3

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C4

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C5

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal