Buletin Advokasi No 3

20
Halaman 1 Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

description

farmer's mag, YDA Solo, Indonesia

Transcript of Buletin Advokasi No 3

Page 1: Buletin Advokasi No 3

Halaman 1

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

Page 2: Buletin Advokasi No 3

Halaman 2

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

Buletin Petani Advokasi diterbitkan

oleh Yayasan Duta Awam (YDA),

sebagai media komunikasi dan advo-

kasi menuju petani Indonesia mandiri.

Penanggung Jawab:

Nila Ardhianie

Dewan Redaksi:

Mediansyah (koordinator)

Muhammad Riza, Kurniawan Eko,

Puitri Hatiningsih,

Muhammad Yunus, M. Zainuri

Hasyim, A. Bayu Cahyono,

Willem M (Kalbar), Sucipto (Riau).

Distributor:

Sumengkar W

Alamat:

Jl Adi Sucipto No 184-I Solo 57102

Telp/Fax: (0271) 710816

e-mail: [email protected]

Redaksi Buletin Petani Advokasi me-

nerima tulisan, gambar/foto dengan

misi pemberdayaan petani dari berba-

gai pihak, khususnya dari kalangan

petani sendiri.

Surat TaniSurat TaniTikus Menghancurkan

Harapan

Panen ketiga yang sangat kamitunggu-tunggu akhirnya gagal.Biasanya panen ketiga itu hasilnyabaik, tapi kali ini tikus lah yangmenikmati tanaman padi.

Tidak ada yang bisa Kami panen,bahkan 25%-nya saja tidak ada.Praktis kami tak dapat apa-apa, makaterpaksa kami tak dapat bayar KUT.

Entah datang darimana tikus-tikusitu sungguh membingung-kan Kami,seolah mereka muncul dari tempatjauh.

Yang lebih sedih lagi, kami, petanibergerak sendiri, pihak-pihak yangseharusnya membantu tidak tampakdatang. Kami sangat menyayang-kannya.

Sukimin

Puron, Bulu, Sukoharjo

Kami turut prihatin. Ayo, teman-

teman alumni Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu bisa

bantu nggak nih? Lewat Buletin

khan bisa. Biar semakin banyak

yang paham. (Redaksi)

Kok Berani

Saya sudah menerima dua BuletinPetani Advokasi YDA, bahkan sudahmengirim tanggapan dan TTS lho.

Dari situ saya tahu YDA begitupeduli dan sangat memikirkan nasibkaum tani.

Saya ingin tahu YDA kok beranimenerbitkan Buletin Petani Advokasiitu ceritanya bagaimana?

Djuni

Badhe, Klego Boyolali

Pak Djuni, Kelompok Peduli Ling-

kungan Desa Badhe saja berani,

kenapa Kami tidak? (Redaksi)

Pupuk & PestisidaRamah Lingkungan

Pertama salam kenal dulu dariSaya. Setelah membaca Buletin PetaniAdvokasi ternyata menambahwawasan dan pengetahuan dalampenggunaan pestisida kimia.

Tapi Buletin Petani Advokasi hanyamemuat soal penggunaan pestisidadan keracunannya tapi tidak memuatjalan keluarnya, juga belum dimuat

tentang pupuk atau pestisida ramahlingkungan.

Edisi lalu, halaman yang Sayasukai adalah halaman 8, tentang ceritaorang yang berhasil membendungPasific Gas and Electric (PGGE) yangmemakai bahan kimia Kromium danbisa meracuni semua makhluk hidupdan lingkungan.

Satu lagi, saran saya, bagaimanapetani tahu harga-harga di pasarandengan benar.

Dan bagaimana mengatasi/mengurangi penggunaan pestisidakimia, mohon informasinya, kalau bisajuga contohnya.

Muji WidodoNgutran, Kunden, Bulu,

Sukoharjo

PENGUMUMAN PEMENANGPENGUMUMAN PEMENANGPENGUMUMAN PEMENANGPENGUMUMAN PEMENANGPENGUMUMAN PEMENANG

TTS Buletin Petani ADVOKASI

Nomor 1 Tahun I Pebruari 2001

Teman-teman petani, setelah mengkaji

jawaban yang dikirimkan,

maka Redaksi memutuskan

3 orang pemenang, yaitu:

Djuni Negro S.

(Wates Timur, Bade Kec. Klego Boyolali Jateng)

Saminto

(Sei Terus Rt II Rw I, Kubu-Pontianak Kalbar)

Sumini(Sumber Harum, Harapan Jaya, Tempuling, Indra Giri Hilir-Riau)

Masing-masing pemenang akan menerima hadiah

berupa Kaos khusus.

Tunggu ya!

Page 3: Buletin Advokasi No 3

Halaman 3

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

Salam AdvokasiSalam Advokasi

Ada pepatah lama yang mengatakan, “Anugerah

tidak tersaji begitu saja di piring emas,” ini tentunya meng-isyaratkan agar kita memperjuangkan diri Kita, dan tidakmengharapkan kemudahan turun dari langit begitu saja,atau bahkan dari kemurahan hati pejabat.

Terkait dengan beberapa tulisan tentang globalisasidi Buletin Petani ADVOKASI edisi ini, tentu kita tidak lagiboleh menunggu-nunggu pembuat kebijakan memberi Kitapeluang hidup yang lebih baik. Tapi, kita lah yang harusmemulai, bahkan “memaksa” membuat kebijakan meng-hasilkan kerja sesuai kebutuhan kita sebagai petani danrakyat Indonesia.

Sistem ekonomi dalam era globalisasi tampaknyaselalu berpihak pada pemilik modal besar, apa saja yangharus kita perjuangankan? Apa saja hak-hak petani yangharus kita pertahankan? Dan bagaimana cara memulainyadengan cara-cara damai?

Menurut kesimpulan Lokakarya Perlindungan Hak-hak Asasi Petani (11 September 2000), Hak adalah hal-hal yang mendasar yang dimiliki dan diperoleh untukkelangsungan hidup petani yang harus diakui dan dilindungioleh negara.

Berikut ini beberapa hak petani yang tersurat diPiagam Petani (menurut Food and Agriculture Organisation- FAO, Organisasi Pangan Dunia di bawah payung PBB):

1. Petani berhak berpartisipasi dalam perencanaan-pelaksanaan-evaluasi program pembangunan.

2. Berhak atas sistem distribusi (pasar) produkpertanian (Jadi, tata-niaga produk pertanian yangdipaksakan, jelas bertentangan dengan hak-hakpetani).

3. Pembagian kekuasaan ekonomi dan politik yanglebih merata.

4. Insentif peningkatan modal produksi.5. Jaminan harga produksi pertanian yang layak dan

menguntungkan petani.6. Distribusi pangan nasional.7. Berhak (bukan kewajiban) untuk melakukan

maupun mengikatkan diri dalam penanamanmodal/investasi pihak lain, baik dari dalam maupunluar negeri.

8. Insentif dari pengembangan dan teknologi (terma-suk di sini hak untuk menentukan danmengembangkan benih lokal. Serta hak

mendapatkan kembali varietas lokal yang dibawake luar negeri).

9. Desentralisasi pengambilan keputusan.10. Sistem distribusi kredit usaha.11. Pemberdayaan pasar informal setempat, koperasi

pertanian, dalam memperbaiki pemasaran,penyimpanan dan pengangkutan.

12. Program kredit untuk petani bagi pengadaanperumahan, konsumsi dan produksi serta usahakeluar dari lintah darat.

13. Tersedia dana subsidi untuk meringankan biaya danrisiko kredit.

14. Tersedia dana risiko untuk menanggung bebankredit yang tidak terbayar.

15. Perluasan dan perbaikan prasarana desa untukmemperlancar penyediaan input dan pemasaran.

16. Hak atas organisasi rakyat yang akan membawaperubahan penguasaan tanah, mengikutsertakanpetani dalam redistribusi tanah dan hak-hak atasair.

17. Hak penuh dalam organisasi rakyat untuk identifikasikebutuhan/permasalahan, peren-canaan,pelaksanaan dan mengevaluasi program/proyekpembangunan.

Kini, setelah memperhatikan hal-hal yang sebe-narnya dijamin oleh Piagam Petani PBB itu, cobalahmenganalisa keadaan atau kondisi anda sebagai petaniatau rekan-rekan sesama petani. Jelas, ada hal-hal yangharus diperjuangkan bukan?

Perjuangan ini akan panjang, namun dengan langkah-langkah jelas, masa depan yang lebih adil pasti tercipta.Dan kita memang harus tegas pada tujuan kita, dalamsegala proses advokasi ini. Mari berjuang!

Salam Advokasi

Jelas, ada yang haruskita perjuangkan!

Redaksi

NB:

Bagi teman-teman petani yang ingin mendapat

Buletin Advokasi secara ajek, dapat mengirim surat

ke alamat redaksi

Page 4: Buletin Advokasi No 3

Halaman 4

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

LaporanLaporan

Mungkinkah kondisiseperti digambar-kan judul ini terja-di? Sangat mung-kin! Bukankah yangsekarang terjadipun seperti itu?Petani di berbagai

daerah mengeluh karena harusmenjual berasnya lebih rendah daribiaya produksi. Sebagian besar darimereka bingung kenapa hal seperti itubisa terjadi. Selentingan di pasarmengatakan, ini terjadi karena di pasarsekarang banyak pasokan beras dariberbagai negara lain dengan hargalebih murah dan kualitas lebih baik.

Melihat kenyataan ini sebagiandari petani mungkin berpikir, semogakejadiannya hanya pada musim panenini saja, besok tidak lagi. Sayangnyaharapan seperti ini kemungkinanbesar kemungkinan tidak akan ter-kabul, karena negara kita termasuknegara yang ikut dalam sistem pasarbebas atau sering juga disebut deng-an globalisasi.

Secara garis besar sistem pasarbebas adalah model perdaganganyang diharapkan bisa dilakukansebebas-bebasnya, tanpa batasnegara, tanpa perlindungan, tanpaperlakuan istimewa atau proteksiterhadap produk dalam negeri, danperdagangan tanpa pajak atau tarifbagi barang/jasa dari negara lain.Pokoknya perdagangan yang tujuan-nya hanya kepentingan permintaandan penawaran tanpa melihat batasnegara, ras, agama ataupun batas-batas lain.

Ini artinya kalau petani di AmerikaSerikat bisa menghasilkan berasdengan kualitas super seharga seriburupiah per kilogram, dan petani Indo-nesia hanya bisa menghasilkan beras

Globalisasi:Beras Petani Indonesia Tidak Laku

Karena Ada Beras Murah dari Negara Tetangga

WTOMulainya keadaan ini, sejak Indo-

nesia mengakui (meratifikasi) GeneralAgreement on Tariff and Trade (Ke-

super dengan harga dua ribu rupiahperkilo, maka otomatis beras superyang dihasilkan petani negara superini akan minta masuk dan dijual ke In-donesia. Pemerintah kita tidak bolehmenolak apalagi sampai melarang,meskipun itu untuk alasan kesejahte-raan petani di Indonesia. Kalau merekamenolak maka produk Indonesia yanglain pun akan diboikot di negara yangpetaninya makmur berkecukupan ini.

Susah ya? Pada saat sistem pasarbebas ini diberlakukan secara resmi,pemerintah kita bisa dibilang tidakpunya kekuatan melindungi warga-negara. Biarpun petani kecil Indone-sia bangkrut semua, mereka tidak bisamenolong dengan membeli hasilproduksi seperti yang sekarang terjadi.Juga, memberi subsidi pada usahadalam negeri, dalam sistem pasarbebas nanti, adalah hal tabu.

sepakatan Umum tentang Bea danPerdagangan) dan masuk menjadianggota WTO (Organisasi Perda-gangan Dunia) tahun 1995, secaratidak sadar kita telah terjebak kedalampenjajahan ekonomi gaya baru.

Sebagai anggota WTO, kitadiwajibkan membuka perdaganganinternasional tanpa batas dan tanpausaha proteksi apapun terhadapproduk dalam negeri termasuk produkpertanian. Hal ini membuka peluangmembanjirnya produk impor, modalasing serta harus mengakui Hak AtasKekayaan Intelektual (HaKI/Paten).

Pemberlakuan bea masuk 0%terhadap produk impor yang masukakan membawa akibat membanjirnyaproduk pertanian impor dengan hargayang lebih murah dari produk lokal.Akibatnya produk lokal tidak akanmampu bersaing dengan produkimpor.

Lantasakan dikemanakan

produk pertanian lokal kita yang cukupmelimpah? Sebagai contoh mem-banjirnya beras impor yang beredardipasaran lokal sangat mendesakkeberadaan beras lokal dari petani,hal serupa juga terjadi pada sayuran,kedelai dan jagung.

Dengan kondisi yang demikianbagaimana nasib jutaan petani yangmenggantungkan hidupnya dari hasilpertanian? (Nila, Panggah, Bayu, Anwar)

Page 5: Buletin Advokasi No 3

Halaman 5

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

LaporanLaporan

Mampukah negara Indonesiamengambil manfaat dari era ke-sejagatan (globalisasi)? Pertanyaan inipenting, karena manfaat bisa kitadirasakan bila kita siap secarakelembagaan. Pihak yang akanmengambil manfaat dari globalisasiadalah yang siap secara lembaga(institusi) ekonomi, sosial (kemasya-rakatan/budaya) dan politik (demo-krasi kenegaraan).

Jelasnya, selain bermanfaat bagisekelompok orang, globalisasi meng-hasilkan bangsa-bangsa dan kelompokmanusia yang tertinggal (dalamjumlah yang sangat besar, jauh lebihbesar dari jumlah yang beruntung).

Memang, faham yang kini beradadi puncak dunia adalah liberalisme,yang dalam kontek ekonomi berartisistem pasar bebas. Tapi, bila kita ikutSi Pemenang ini (memilih sistempasar bebas) tidaklah otomatismenjadikan kita juga pihak yangmenang. Sebab sistem ekonomi yangditerapkan di negara-negara maju itu,telah mengalami sejarah yang panjangsebelum menyerupai bentuknyasekarang. Dalam waktu panjang itu,negara-negara tersebut mengem-bangkan lembaga-lembaga politik,hukum, ekonomi dan sosial yang jadilandasan kuat serta bagian tak ter-pisahkan dari sistem ekonomi yangmereka terapkan.

Contoh persoalan: Dalam per-dagangan bebas, tidak boleh mene-rapkan hambatan (pabean) yang non

tarip (non tariff). Padahal hambatannon tarip sangat penting bagi kita,misalnya ketentuan tentang halal-haram (sertifikat halal punya peranpenting di sistem sosial Indonesia).

Hal lain, hambatan non tarip dapatuntuk mencegah masuknya penyakitmenular (misal: penyakit kuku danmulut, antrax dll). Hal yang sama jugaberlaku untuk produk rekayasagenetik. Namun, alasan keamananuntuk mencegah barang masuk,dilarang oleh WTO. Kecuali, denganbukti ilmiah (sayangnya, pembuktiansecara ilmiah pun dikuasai oleh negaramaju).

Ketentuan pelarangan subsidi(menurut WTO untuk perdaganganyang adil) kerap dilanggar negara kuat.Amerika Serikat adalah negara yangpaling banyak memberi subsidi eksporkepada produk-produk pertaniannya.Sementara itu, subsidi pertanian dinegara-negara Eropa, besarnya duakali ekspor seluruh negara berkem-bang. Padahal, negara-negara ituselalu bicara soal keterbukaan dankebebasan.

Perusahan besar menguasaiHal lain lagi, produsen pertanian

di negara maju seperti AS, adalahperusahaan besar yang bermodalraksasa. Misalnya Continental & Cargilldi AS menguasai 70% produk biji-bijian (padi-padian), Grup Monsantomenguasai 80% benih kapas, TheIowa Beef Packer menguasai 45%daging sapi di negara itu. Iklim usaha

pertanian ini tentu berbeda dengankita yang bertumpu pada produkpertanian keluarga.

Sektor pertanian Indonesia akansegera kerkena dampak globalisasi.Sebab 11,5% dari total perdaganganbarang di dunia adalah produkpertanian, sejumlah 80%-nya adalahproduk olahan, sisanya barangmentah. Padahal, kita memiliki sekitar21,7 juta keluarga petani dan 26,5 jutaorang yang bekerja di sektor pertanian.

Jika perusahaan-perusahan besarmasuk ke pertanian Indonesia,dipastikan lahan-lahan subur segeraberpindah ke tangan mereka. DiKamboja misalnya, sejak membukapasarnya untuk penanam modal asingselama 10 tahun, 15% petani menjaditidak berlahan lagi.

Pada jaman kolonial, kita pernahmengenal sistem tanam paksa (TanamPaksa Kultuurstelsel 1830) yangdiprakarsai Jenderal Jan Van denBosch. Petani harus tanam tanamanekspor, sedangkan tanah dan tenagakerja dibawah kekuasaan kolonial.Memang, di daerah ada mandor (su-pervisor) orang pribumi, sedangmanajeman produksi dan pemasaranditangani Belanda. Cara ini, miripdengan cara kerja perusahaan multi-nasional (TNC) sekarang: Merekamembeli tanah, menggunakan tenagakerja dari sekitar lokasi itu (masya-rakat setempat yang semula pemiliklahan), sementara manajemen danpemasaran dikuasai mereka. (*)

Model perdagangan bebas ini kapan dimulai? Jawabnya cukup seramlho. Tahun depan! Cepat sekali? Ya, karena tahun depan (2002), secarabertahap Indonesia sudah harus membuka pasarnya secara bebas pada semuanegara ASEAN. Sistem perdagangan bebas di ASEAN ini disebut AFTA (ASEANFree Trade Area atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN).

Kemudian pada tahun 2015, kita harus siap bersaing dengan semua negaradi Asia Pasific yang tergabung dalam APEC (Asia Pasific Economic Coopera-tion atau Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik).

Puncaknya pada tahun 2020, hampir seluruh negara di planet Bumi akanmemasuki masa perdagangan bebas yang maha sengit karena semua negaratidak peduli apakah dia negara kaya atau miskin harus siap bersaing bersama-sama. Pada saat itu tidak akan ada lagi perlakuan khusus bagi negara miskinatau yang belum maju. Semua negara harus melakukan perdagangan denganaturan yang sama. Dalam sistem ini, tentu yang kuat akan semakin kuat danyang lemah akan semakin lemah. (Nila, Panggah, Bayu, Anwar)

Globalisasi:

Manfaat

atau

Mudharat?

Page 6: Buletin Advokasi No 3

Halaman 6

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

LaporanLaporan

Senyatanya,WTO (OrganisasiP e r d a g a n g a nDunia) saat initelah menjadi se-buah organisasiyang paling ber-kuasa di dunia.WTO berfungsi

untuk menjalankan perjanjian dagang,memprakarsai perundingan danmemantau perjanjian perdagangannegara anggota.

Perjanjian penting yang ada dalamWTO salah satunya adalah mencakupperjanjian perdagangan dalam bidangkomoditas pertanian. Perjanjiantersebut mengikat secara hukum danterdapat sanksi perdagangan terhadapnegara anggota yang tidak mematuhiperjanjian yang ada di WTO.

Indonesia telah ikut menjadianggota dan menandatangani per-janjian dagang di WTO. Rezim OrdeBaru saat itu memutuskan untukmenjadi anggota WTO, telahmewariskan serangkaian bebankepada seluruh bangsa ini. Dampakkeputusan tersebut sudah terasa saatini, khususnya di sektor pertanian,petani padi di Indonesia terpurukakibat membanjirnya produk pertanianimpor yang harga jualnya lebih murahdari produk hasil petani lokal.

Dari kenyataan di atas nampaknyakita belum siap, atau bahkan inimerupakan kekeliruan besar negarakita dengan memutuskan untukmenjadi anggota WTO, tanpa mem-buat kajian mengenai kemungkinanakibatnya. Juga, tanpa persiapanuntuk memperkecil dampak sertamembangun kemampuan kita se-belum dan sesudah penandatangan-

an WTO. Setidaknya, pemerintahwaktu itu terlalu menyederhanakanpersoalan, menganggap WTO hanyamencakup lingkup perdagangan danperindustrian. Padahal, WTO jugamenyangkut sektor penting lain sepertipertanian.

KetergantunganSalah urus ekonomi negara

karena KKN (Korupsi, Kolusi danNepotisme) menyebabkan Indonesiajatuh kedalam krisis ekonomi padatahun 1997. Kesalahan berlanjut(dalam upaya pemulihan krisisekonomi), Indonesia memutuskanuntuk mengundang IMF (InternationalMonetary Fund/Dana MoneterInternasional) dan Bank Dunia sebagai“dokter” penyembuh krisis ekonomi.IMF dan Bank Dunia merupakanlembaga pendukung utama WTO.

Undangan tersebut ditindaklanjutidengan penandatanganan LoI (Letterof Intent/Perjanjian Utang) olehpemerintah Indonesia dengan IMF. Didalam perjanjian utang (LoI), IMFmengharuskan Indonesia member-lakukan SAP (Stuctural AdjustmentPolicy/Kebijakan penyesuaian struk-tural). Inilah yang kemudian menjaditonggak awal ketergantungan baruIndonesia pada IMF.

SAP merupakan program ekonomiIMF yang harus dilaksanakan Indone-sia sebagai prasyarat untuk men-dapatkan utang bagi pemulihan krisisekonomi.

Reformasi Ekonomi = IMF?Unsur pokok yang ada dalam

kebijakan penyesuaian struktural(SAP) adalah penghapusan segalaaturan perdagangan non-tarif,

penurunan tarif bea masuk dan pajakekspor-impor, pembukaan investasiasing dengan kepemilikan modal100%, penjualan perusahaan miliknegara/BUMN kepada perusahaanswasta (sehingga saham kepemilikanBUMN banyak jatuh ke pemodalasing). Kemudian Indonesia wajibpula, memberlakuan peraturan paten/HaKI (hak kekayaan inteletual) secaraketat, pemotongan subsidi, pengu-rangan anggaran sosial dan tenagakerja, dll.

Jadi program “reformasi eko-nomi” pemerintah yang dijalankansaat ini nyata-nyata merupakan pro-gram IMF yang terbukti mampumenggeser kemerdekaan bangsa In-donesia dalam menentukankebijakan-kebijakan ekonomi yangberpihak pada kepentingan rakyat.Program IMF tersebut yang dikenaldi Indonesia dengan agendareformasi ekonomi kenyataannyatelah mengesampingkan kepentinganmasyarakat, hal ini terlihat padakebijakan pengurangan tarif imporuntuk semua produk pertanian sepertikedelai, gandum beras, gula ,bawang putih, dll.

Ketergantungan Indonesiadengan IMF telah membuat kitamenjadi lahan empuk bagi perda-gangan global komoditas pertaniandan berakibat pada jatuhnya hargajual produk petani Indonesia secaradrastis.

Demikianlah kenyataan yang kinidialami negara ini. Tentunya, jika adapeluang sekecil apapun, upaya untukkeluar dari cengkeraman IMF, harustetap dilakukan. Sudah saatnya jugapara petani Indonesia menyatukangerakan.(Nila, Panggah, Anwar, Bayu)

Posisi Indonesiadi Tengah Arus Globalisasi

Page 7: Buletin Advokasi No 3

Halaman 7

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

Agroteknologi tradisional lahirdan berkembang sebagai saranapemanfaatan keanekaragamanhayati, baik untuk pemenuhankebutuhan pangan, obat-obatanmaupun kebutuhan lainnya.Teknologi tradisional adalahbagian dari indigenous knowledgesystem (IKS), yaitu totalitasinformasi, kegiatan kerja, keper-cayaan, filosofi yang unik padasuatu budaya lokal. IKS umumnyadimiliki secara turun-temurun olehsuatu komunitas lokal, atau hanyadikuasai oleh individu-individukhusus seperti kepala suku, paratetua dan lain-lain.

Keragaman varietas singkong,misalnya, dengan sentuhan teknologiyang sesuai dapat menghasilkanberagam produk. Ada varietas sing-kong yang berasosiasi dengan“gethuk”, adapula varietas yang lebihsesuai untuk pembuatan “ceriping”.Daftar ini tentu saja masih dapatdiperpanjang karena kekayaan hayatiyang kita miliki memang luar biasa.Himpunan pengetahuan bahan danteknologi pengolahan sumber-sumberpangan tersebut tentu sudah tumbuhdan berkembang seiring denganperkembangan masyarakat tradisio-nal. Namun sayangnya dalam akhir-akhir ini banyak pengetahuan danteknologi lokal dalam mengolahpangan terpaksa harus direin-troduksikan (dipinggirkan), karenaadanya tekanan industri panganmoderen yang cenderung mengubahragam pangan masyarakat.

Dalam tatanan di atas, konflik akanmuncul ketika konsep teknologi tradi-sional dibenturkan dengan konsep HakPaten dalam HaKI (Hak atasKepemilikan Intelektual). Teknologi

tradisonal bersifat kolektif dan ditu-runkan dari satu generasi ke generasiberikutnya. Sedangkan Hak Patenbersifat sangat individualistik untukkepentingan sempit perdagangan. HakPaten adalah hak khusus yangdiberikan negara kepada penemu ataspenemuannya di bidang teknologiuntuk waktu tertentu.

Saat ini kepemilikan keragamanhayati berikut teknologi tradisionalnyaoleh komunitas-komunitas lokal mulaiterancam oleh kegiatan bioprospectingoleh perusahaan-perusahaan raksasamultinasional. Bioprospecting adalahkegiatan pencariansumberdaya plas-manutfah (berikut seluruhpengetahuan danteknologi tradi-sional) yangm e m i l i k inilai ko-m e r s i a luntuk in-dustri indus-tri farmasi,bioteknologidan perta-nian.

Berbagaikonflik te-lah terjadidi bebe-rapa nega-ra antarakomunitaslokal deng-an perusa-haan multinasional yang menyadapdan meng-HaKI-kan teknologitradisional merupakan bahan pe-lajaran yang penting bagi Indonesia.

Sebelum kita kehilangan besar-besaran atas kekayaan intelektual tra-disional, maka diperlukan upaya peng-

kajian yang serius sebelum meng-adopsi secara “mentah” konsep HaKI.

HaKI vs Teknologi TradisionalSaat ini terdapat dua konvensi

(kesepakatan) internasional yangcenderung bertentangan jika dilihatdari sudut pandang HaKI dan keane-karagaman hayati. Kesepakatan TradeRelated Aspects of Intellectual Prop-erty Rights (TRIPS) salah satu produkPutaran Uruguay bertujuan untukmendorong perlindungan HaKI.Sedangkan Convention on BiologicalDiversity atau Konvensi Keaneka-

ragaman Hayati (KKH)dimaksudkan untuk

mendorong per-lindungan

keragamanhayati.

Indo-nesia sen-diri telahmeratifika-si perse-

tujuan WorldTrade Organiza-

tion (WTO) denganUU No. 7 Tahun 1994.

Dengan demikian Indone-sia terikat aturan-aturanyang dikeluarkan WTO,

termasuk kesepakatanTRIPS. Di pihak lain,

Indonesia jugatelah mera-

tifikasi KKHdengan UUNo. 5 Tahun

1994. KKH merupakan salah satu hasilKTT Bumi di Rio de Janeiro tahun1992.

Perdebatan atas TRIPS dan KKHmemunculkan “jurang” antara negara-negara industri maju dengan negara-negara berkembang yang memilikikekayaan keanekaragaman hayati.

Agroindustri Rakyat, Globalisasi dan HaKIBudi Widianarko

(Anggota Board YDA Solo, Dosen Unika Soegijopranoto Semarang)

LaporanLaporan

-

Page 8: Buletin Advokasi No 3

Halaman 8

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

Penolakan Amerika Serikat (AS)untuk menandatangani KKH pada KTTBumi 1992 sangat dilandasi kekha-watiran akan terganggunya hak-hakatas kekayaan intelektual yangdimilikinya. Kalaupun setahun kemu-dian pemerintahan Clinton akhirnyamenandatangani KKH, itu lebihdisebabkan oleh bergesernya posisiperusahaan-perusahaan dan orga-nisasi-organisasi farmasi dan biotek-nologi AS. Mereka khawatir bahwaberoposisi terhadap KKH hanya akanmenyingkirkan perusahaan-perusa-haan AS dari negosiasi tentang inter-pretasi KKH.

Di kubu yang lain pada bulanOktober 1993 setengah juta anggotaAsosiasi Petani Negara bagian Karna-taka, India di bawah pimpinan tokohkarismatik M.D. Nanjun-daswamy,memprotes penguasaan individualterhadap benih dan tumbuhan.Demonstrasi besar tersebut diarahkanpada perusahaan kimia AS: WRGrace yang beroperasi di wilayah itu.

Sumber dari konflik tersebutadalah perbedaan yang sangatmendasar antara kekayaan intelektualtradisional dan HaKI yang “dipaksakan”melalui kesepakatan TRIPS. “Jantung”dari KKH adalah pengakuan bahwakeberadaan komunitas-komunitaslokal sangat tergantung pada keane-karagaman hayati, dan hak kolektifatas keanekaragaman hayati adalahbentuk proteksi terbaik. Sebaliknya,TRIPS justru menekankan pada priva-tisasi dan bukan melindungi keane-karagaman hayati .

TRIPS telah menjadi pembenaranbagi pemilikan Hak Paten atas materigenetik oleh perusahaan-perusahaanbioteknologi dan farmasi multina-sional. Mereka memiliki akses kenegara-negara berkembang dengankekayaan plasma nutfah untuk me-ngambil materi genetik beserta pe-ngetahuan tradisonal yang diinginkandan kemudian mengajukan Hak Patenuntuk itu. Karena sama sekali tidakmemperhitungkan hak kolektif komu-nitas pemiliknya, kegiatan ini sering

disebut sebagai biopiracy- pemba-jakan hayati - atau dalam istilah yanglebih halus: bioprospecting.

Secara historis Hak Paten dimak-sudkan untuk melindungi individu pe-nemu dari ancaman pembajakan hasiltemuannya oleh perusahaan-perusa-haan besar. Pada dasarnya HAKImerupakan penghargaan bagi karyaintelektual berupa proses baru danbermanfaat, mesin, fabrikasi, kom-posisi bahan, atau perbaikan terhadapproses dan produk di atas. HaKI samasekali tidak dimaksudkan untuksekedar “penemuan” (mere discove-ry), seperti penemuan materi genetikdalam mahluk hidup.

Bagi pihak bioprospector biayapenelitian dan pengembangan dapatdireduksi secara signifikan jika penge-tahuan dan teknologi pemanfaatanplasma nutfah dapat disadap darisuatu komunitas lokal. Namun iro-nisnya, begitu informasi tersebutdisadap, komunitas lokal akan kehi-langan hak atas kekayaan intelektualtradisonal, karena regulasi HaKI yangada tidak mampu melindungi mereka.Hanya dengan sedikit penyempurnaanteknologi perusahaan-perusahaanbioprospector raksasa dapat meme-gang Hak Paten atas produk-produkyang sebenarnya sudah secara turun-temurun menjadi kekayaan intelektualkolektif komunitas lokal tertentu.

Kontribusi kekayaan agroteknologitradisional terhadap ekonomi globaltidak dapat dianggap enteng. Menurutperkiraan, AS memperoleh sekitar 50juta dolar per tahun dari penjualanberbagai produk asal plasma nutfahyang sebelumnya dibudidayakan olehmasyarakat tradisonal. Tentus saja taksesenpun dari hasil tersebut kembalike masyarakat tradisional pembudi-daya awal.

“Penjarahan HaKI”Biopiracy juga dapat dipandang

sebagai penjarahan HaKI milikkomunitas lokal. Biopiracy yang telahberlangsung di beberapa negaramenunjukkan betapa dirugikannya

masyarakat tradisional oleh tindakpenjarahan HaKI tersebut. Untukmengilustrasikan hal tersebut berikutini disajikan tiga kasus biopiracy dansatu kasus biomonopoly oleh perusa-haan-perusahaan multinasional.

Kasus Pohon Nimba (neem)di India

Petani di India memprotes kerastindakan W.R. Grace, sebuah peru-sahaan kimia AS, yang telah memilikipaten (di AS) untuk proses ekstraksibahan kimia azadirachtin dari bijinimba.

Perusahaan tersebut sebenarnyahanya memperbaiki cara ekstraksiyang menghasilkan emulsi stabilsehingga dapat disimpan dan didis-tribusikan secara luas. Sedangkanpengetahuan tentang khasiat insek-tisida biji nimba telah dimiliki sebe-lumnya oleh masyarakat lokal.

Dalam ungkapan Vandana Shiva:“Without the Indian peasants know-ledge of the medicinal and pesticidalproperties of the tree, neem would justbe another tree to Grace”. Dikha-watirkan kesepakatan TRIPS akanmenjauhkan biji nimba darimasyarakat tradisional yang sebe-lumnya secara turun-temurun telahmemilikinya dan mengalihkan pe-nguasaanya pada perusahaan-perusahaan multinasional.

Kasus Beras dan Fungi Lautdi Thailand

Petani Thailand melakukandemonstrasi di depan Kedutaan BesarAS untuk memprotes pencurian materigenetik padi. Rice Tech Inc dari AStelah memperoleh paten terhadap duavaritas padi Thailand, Jasmati danBasmati - yang telah dibudidayakanribuan tahun oleh petani di negerigajah itu.

Pemerintah Thailand menuntutUniversitas Portsmouth Inggris untukmengembalikan 200 strain fungi lautyang diambil dari kawasan pantai danhutan bakau Thailand. DikhawatirkanUniversitas Portsmouth akan me-

Page 9: Buletin Advokasi No 3

Halaman 9

Buletin Petani ADVOKASI No 3/Juni-Juli 2001

matenkan strain-strain fungi (jamur)yang memiliki khasiat kesehatan.

Kasus Tiki Uba di AmazonTiki Uba adalah tanaman mengan-

dung antikoagulan yang telah diper-gunakan selama beribu-ribu tahunoleh suku Urueu-Wau-Wau di Ama-zon. Ketika informasi tentang Tiki Ubadimuat di suatu majalah, perusahaanfarmasi raksasa Merck Pharmaceuti-cals “menemukan” bahwa ekstraktanaman tersebut efektif untuk ope-rasi bedah jantung. Pada tahun 1988Merck mulai mengembangkan produkbaru dari ekstrak tersebut tanpamemperhitungkan sama sekali kebe-radaan suku Urueu-Wau-Wau yangsedang terancam kepunahan.

Kasus Benih Terminator MonsatoProduksi benih terminator adalah

kasus biomonopoly yang sangatkontroversial. Apa yang dilakukan olehMonsato dengan benih terminator-nyaadalah perlindungan HaKI yangmelampaui kesepakatan TRIPS.Teknologi terminator merupakansenjata pamungkas untuk menjaminbahwa para petani tidak dapatmenggunakannya kembali. Teknologiini menyisipkan gen bunuh diri dalamtanaman guna memunahkan kemam-puannya memproduksi biji dengangen hidup. Penggunaan benih termi-nator akan memaksa ketergantungantotal para petani, belum lagi risikolingkungan yang timbul jika gen bunuhdiri tersebut terlepas.

Kejadian serupa dengan kasus-kasus di atas bukannya belum terjadidi Indonesia. Hanya karena kelemahandokumentasi kasus-kasus serupa tidakterungkap. Pencurian keragamanhayati beserta teknologi tradisonalnyadi Indonesia mungkin justru telahberlangsung amat parah. Beberapalaporan tentang dipatenkannyavarietas beras lokal kita, dan jugateknologi pengolahan pangan, sepertitempe, sudah sering terdengar.

Persoalannya sekarang adalahbagaimana mensikapi tekanan rejim

WTO/TRIPS sekaligus tetap mem-pertahankan kekayaan hayati danteknologi tradisional kita. Apakah kitaharus berlomba-lomba mematenkankekayaan hayati beserta teknologitradisionalnya? Jika ya, siapa yangberhak memperoleh Hak Paten?Sebaliknya jika kita tinggal diam, makasangat boleh jadi kekayaan hayati kitaakan “dikuras” dan Hak Paten-nyajustru dimiliki perusahaan-perusahaanmultinasional.

Yang sangat diragukan adalahapakah tersedia jalan tengah? Apakahjalan yang ditempuh oleh Costa Ricamelalui lembaga non-profit INBio(Instituto Nacional de Biodiversidad)dapat dipakai sebagai model? INBiomembuat kesepakatan dengan Merck& Company Ltd untuk memasokekstrak tumbuhan, serangga danmikroba liar dari kawasan cagar alamCosta Rica dengan imbalan biayapenelitian dan pengambilan ekstraksebesar U$ 1.135.000 dan royalti darisemua produk komersial yang

dihasilkan. Dalam kegiatannya INBiojuga melibatkan penduduk lokaldengan pengetahuan tradisionalnyasebagai parataxonimist. Apakahlembaga seperti KEHATI dapatmenjalankan peran seperti INBio?Tanda tanya besar masih tersisa.

Bahan Bacaan Lebih Lanjut:

* Hardjasoemantri, K. (1998).Hak KekayaanIntelektual dan Keanekaragaman Hayati.Sarasehan Jaringan Kerja Advokasi untukKeanekaragaman Hayati dan Hak-hak Petani, 14-15 November 1998.

* McManis, C.R. (1998). The Interfacebetween International Property and EnvironmentalProtection: Biodiversity and Biotechnology.Washington University Law Quarterly 76(1).

* Mugabe, J. (1998). Intellectual PropertyProtection and Traditional Knowledge, AnExploration in International Policy Discourse.African Center for Technology Studies. (Paperprepared for the World Intellectual PropertyOrganization (WIPO), Geneva, December 1998).

* Parkins, K. (1999). Biopiracy andIntellectual Property Rights. http://www.heureka.clara.net/gaia/genetix.htm

* Posey, D.A. (1996). Protecting IndigenousPeoples’ Rights to Biodiversity. Environment 38(8):6-33.

* Purkayastha, P. (1999). IntellectualProperty Rights (IPR) on Monopoly Super Profits.Reproduced from People’s Democracy, 10 January1999. http://www.wpb.be/lalkar/lalkar9903/12property.htm

Page 10: Buletin Advokasi No 3
Page 11: Buletin Advokasi No 3
Page 12: Buletin Advokasi No 3
Page 13: Buletin Advokasi No 3
Page 14: Buletin Advokasi No 3
Page 15: Buletin Advokasi No 3
Page 16: Buletin Advokasi No 3
Page 17: Buletin Advokasi No 3

Halaman 17

Buletin Petani ADVOKASI No 3 Juni-Juli 2001

ISDP (Integrated Swamp Devel-opment Project) adalah proyek per-tanian (pemerintah) yang didanaioleh Bank Dunia untuk wilayah rawadi Kalimantan Barat (Kalbar), Riaudan Jambi.

Proyek ini dilaksanakan selama6 tahun, dari tahun anggaran 1994/1995 sampai 1999/2000. Proyekbertujuan untuk 1) Meningkatkanpendapatan dan kesejahteraan petanimelalui penambahan saluran danprasarana pedesaan, dan menye-diakan dukungan di bidang pertaniandengan mengenalkan pola-polatanam yang baru, untuk mening-katkan hasil pertanian. Kemudian 2)Membantu pemerintah dalammerumuskan pendekatan yang untukmengelola wilayah pantai Indonesia,dan menjamin terselenggaranyapelaksanaan pembangunan berwa-wasan lingkungan.

Sejak tahun 1997, YDA bersamapetani di Kalbar dan Riau plus 2Lembaga Swadaya Masyarakat didua provinsi ini (Yayasan MitraMandiri dan Yayasan Riau Mandiri)melakukan monitoring partisipatifterhadap ISDP.

Umumnya, kegiatan pengawasanterhadap proyek dilakukan olehpelaksana proyek (pemerintah). Nah,yang dilakukan di ISDP ini adalahpengawasan terhadap kinerja proyekyang dilakukan oleh peserta (yangtentunya paling tahu tentangpelaksanaan proyek tersebut).

a. Survey awal YDAProses pelaksanaan kegiatan ini

diawali dengan kunjungan YDA kedesa-desa penerima ISDP di provinsiKalbar dan Riau yang bertujuan untukmendapatkan gambaran kondisi la-pangan melalui pengamatan lang-sung dan wawancara dengan petani.Hasil wawancara dan pengamatanlangsung ini mendapatkan daftarpersoalan yang dihadapi petani.

b. PelatihanKegiatan ini adalah kegiatan lan-

jutan dari survey awal YDA. Pelatihandiadakan untuk staf LSM pendampingdan untuk petani. Pelaksanaan pela-tihan petani pemonitor ini dilakukandi Kalbar pada bulan Mei 1998, se-dangkan untuk di Riau dilakukan padaJuni 1998.

c. Pengumpulan dataPengumpulan data dalam moni-

toring ini memakai beragam teknikdan metode yang telah diuji saat pe-latihan. Sebanyak 37 petani pemo-nitor mewawancarai sebanyak 342petani pada 15 desa di dua provinsi(Kalbar dan Riau). Setelah prosespengumpulan data selesai, dilakukananalisis data untuk membuat laporan.

d. SeminarYang dimaksud seminar disini

adalah 1) pertemuan petani ataudisebut juga Seminar Petani, 2)pertemuan petani dengan pihakpelaksana proyek tingkat provinsi ataudisebut Seminar Lokal atau SeminarProvinsi, dan 3) pertemuan petanidengan pelaksana proyek di tingkatnasional atau disebut SeminarNasional.

Untuk Kalbar, Seminar Petani inidilakukan di Pontianak pada 20Agustus 1998, sedangkan di Riaubertempat di Pekanbaru pada 16September 1998. Seminar petanimenghasilkan rincian temuan sertastrategi menyampaikan hasil moni-toring kepada pelaksana proyek.

Seminar provinsi dihadiri lengkapoleh pihak pelaksana proyek, yaituBappeda Tingkat I, Dinas Perkebu-nan, Dinas Pertanian, Dinas PU, Ba-dan Pertanahan Nasional (BPN), dankonsultan proyek.

Untuk Kalbar, seminar provinsi inidilaksanakan pada 21 Agustus 1998bertempat di Wisma MerdekaPontianak, sedangkan di Riaudilaksanakan di Bappeda Tingkat I

Riau pada 17 September 1998.Kegiatan lanjutan dari proses

monitoring ini adalah seminarnasional. Seminar nasional dilaksa-nakan di Jakarta pada 5 Nopember1998. Peserta yang hadir padapertemuan ini adalah petanipemonitor, YDA, LSM pendampingdari Kalbar dan Riau, serta instansi/pihak terkait ISDP seperti Bappenas,Konsultan, Dinas Pertanian, DinasPerkebunan, BPN, serta Bank Duniayang memberi utang untuk pelak-sanaan proyek ISDP ini.

e. Survai KesepakatanSetelah seminar, dilakukan

survai untuk memantau segala hasilkesepakatan yang dicapai dalamseminar provinsi dan seminarnasional.

Berbagai temuan dari survai inidilaporkan dalam pertemuan denganpara pelaksana proyek di tingkatprovinsi.

f. Tindak lanjutAkhirnya, Bank Dunia meman-

dang perlu untuk melihat hasil te-muan yang dilaporkan petani secaralebih menyeluruh. Untuk itu BankDunia mengusulkan untuk mem-bentuk tim evaluasi berkaitantemuan yang dilaporkan petani padaJuni 1999.

Evaluasi ini disebut Fact FindingSurvey (FFS), yang berang-gotakanYDA dan Universitas Gadjah Mada(UGM). Temuan dalam FFS initernyata menguatkan temuan-temuan dalam monitoring sebelum-nya. Setelah di monitor, terlihat adaperbaikan dalam penyelenggaraanproyek ISDP. Menurut petani, per-baikan kerja proyek mencapai 30sampai 40%!

Terbuktilah, bahwa petani punbisa melakukan penilaian (analisis)terhadap proyek yang diikutinya. Danpetani pun bisa melakukan peneli-tian secara ilmiah. (Zen)

Monitoring Partisipatif terhadap ISDP:Pengalaman Berharga bagi Petani, Pemerintah dan Bank Dunia

Pengalaman AdvokasiPengalaman Advokasi

Page 18: Buletin Advokasi No 3

Halaman 18

Buletin Petani ADVOKASI No 3 Juni-Juli 2001

Kepemilikan atas tanah

merupakan hak asasi petani

yang harus dipenuhi oleh ne-

gara. Seorang petani hanya bisa

disebut petani, bukan buruh pe-

tani, bila ia memiliki lahan yang

cukup untuk menopang kehi-

dupan keluarganya. Hak petani

atas kepemilikan tanah ini me-

rupakan persoalan yang di-

bahas dalam hari kedua Kon-

ferensi Nasional Pembaruan

Agraria untuk Perlindungan dan

Pemenuhan Hak Asasi Petani di

Cibubur. (Kompas, Rabu 18 April

01)

Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA) Nomor 5/1960

dengan jelas menyatakan bah-

wa petani harus memiliki tanah

untuk bisa disebut petani. Tapi

dalam masa Orde Baru Undang-

Undang itu dimandulkan de-

ngan lahirnya sejumlah UU lain

dan tidak ada peraturan opera-

sional untuk melaksanakan

pemberian dan perlindungan

tanah bagi petani. (Kompas, 20

April 01).

Perbankan Tidak

Dukung Sektor

Pertanian

Dalam Lokakarya Pem-

biayaan Agribisnis di Indonesia di

Jakarta, Mentan Bungaran Sa-

ragih menegaskan bahwa per-

bankan nasional saat ini tidak

mendukung pengembangan

usaha dan sistem agribisnis.

Kondisi tersebut juga menye-

babkan sulitnya pengucuran KKP

(Kredit Ketahanan Pangan).

Tingkat suku bunga ter-

sebut menurutnya terlalu tinggi

dibanding negara lain, seperti

Thailand, Filipina, dan Australia

yang hanya memperlakukan

bunga 10% untuk sektor Perta-

nian. Sedang di Jepang malah

tidak dikenai bunga.

Deptan telah melakukan

studi banding ke Perancis untuk

mengkaji lembaga keuangan

non bank dan juga bisa ber-

bentuk badan usaha modal ven-

tura. (Solopos, 9 Mei 01)

Kapal Argentina

Dilarang Masuk

Pusat Karantina Perta-

nian, Departemen Pertanian,

untuk kedua kalinya meminta

pengelola pelabuhan menolak

masuk kapal asal Argentina.

Produk yang sudah diimport itu

dilarang masuk dengan alasan

keadaan memaksa (force ma-

jeure). Kapal yang mengangkut

68.000 ton Jagung dilarang ber-

sandar di pelabuhan Cigading,

Propinsi Banten karena memba-

wa Jagung dari Argentina yang

masih terserang wabah PMK

(Penyakit Mulut Kuku).

Sebelumnya kapal Agia

Eirini yang mengangkut 38.000

ton Jagung asal Argentina , milik

PT Cargill Indonesia, juga ditolak

masuk. Menteri Pertanian mela-

lui Surat Edaran No TN 510/94/A/

IV/200, mengeluarkan tindakan

penolakan dan pencegahan

PMK. Menteri Pertanian Bunga-

ran Saragih tak mau mengambil

risiko sekecil apapun soal PMK,

dia tak mau membantu sepuluh

pengusaha tapi mengorbankan

jutaan peternak.

Sementara itu pengamat

perdagangan internasional dari

lembaga Indef, Rina Oktiviani

mengatakan pelarangan ma-

suknya Jagung Argentina tidak

melanggar peraturan dagang

internasional World Trade Orga-

nization (WTO). Dalam green box

agreement disebutkan hamba-

tan nontarif oleh suatu negara

diperbolehkan bila bertujuan

melindungi lingkungan. WTO

melalui Agreement on the Appli-

cation of Sanitary and Phytosa-

nitary Measures menetapkan

anggota WTO berhak mela-

kukan tindakan yang menurut

mereka bisa melindungi manu-

sia, hewan atau tumbuhan

dalam perdagangan interna-

sional. (Kompas, April Mei 01)

Beras Impor Dijual

dengan Label M-Bio

Masuknya beras impor

eks Vietnam yang bentuk

fisiknya lebih bagus dibanding

beras lokal atau beras dari

varietas unggul tahan wereng,

mengilhami pedagang beras

untuk meraup untung besar.

Banyak pedagang men-

jual beras eks import dalam

kemasan 10 Kg sampai 25 kg

menggunakan label beras M-Bio

atau beras bebas pestisida (zero

pestisida) yang harganya lebih

tinggi. Pedagang beras di

Purwokerto mengatakan sulit

membedakan beras M-Bio pal-

su(eks impor) dengan beras M-Bio

asli. Harga beras M-Bio asli yang

sebenarnya varietas lokal Rp.

3.500 per Kg sedang beras M-Bio

palsu dijual Rp. 2.400 per kg.

Satu-satunya cara membeda-

kan adalah setelah ditanak

yang palsu cepat mengeras

(pera), dan tidak beraroma

lagi. (Kompas 4 Mei 2001)

Kepemilikan Tanah, Hak Asasi Petani

*Puitri

Kilas Berita TaniKilas Berita Tani

Page 19: Buletin Advokasi No 3

Halaman 19

Buletin Petani ADVOKASI No 3 Juni-Juli 2001

Resep KitaResep Kita

Resep kita kali ini mencoba membagi tips manfaat tembakaudari puntung rokok dan daun tembakau untuk membasmihama yang sering mengganggu tanaman kita. Semogabermanfat. (Eko)

Daun Tembakau danPuntung Rokok

Untuk Mengendalikan Hama

Resep 1Hama yang dapat dikendalikan1. Ulat dan Kumbang2. Penggerek3. Penggorok4. Kutu Daun & Thrips

5. Serangga Tanah

Bahan yang digunakan1. Daun tembakau yang jelak 1 kg atau puntung

rokok 1 kg.2. 15 liter air.3. Sabun colek 1 genggam .

Cara pembuatan1. 1 kg daun tembakau (daun yang jelek)/puntung rokok (1 kg), ditambah 15 liter air dan satu genggam sabun colek (detergen) dicampur jadi satu.2. Kemudian aduklah sampai rata3. Biarkan selama 24 jam.

Cara pemakaian1. Saringlah hasil rendaman

2. Semprotkan pada tanaman yang terserang.

Resep 2Hama yang dapat dikendalikan1. Sundep

2. Beluk (penggerek batang padi)

Bahan yang digunakan1. 300 gram tembakau/puntung rokok.2. 30 gram sabun colek.3. Air 4 liter.4. Kompor.5. Saringan.

6. Kapur tohor 1 sendok makan.

Cara Pembuatan1. 300 gram tembakau atau tegesan/puntung rokok, 30 gram sabun colek, 1 liter air dicampur jadi satu.2. Campuran tadi di panaskan selama 30 menit dan jangan sampai mendidih.3. Setelah itu angkat dan saringlah.4. Hasil saringan tambahkan satu sendok makan kapur

tohor dan saring lagi.

Cara Pemakaian1. Satu bagian hasil saringan yang terakhir tambahkan empat bagian air tawar (1:4).2. Kemudian semprotkan pada tanaman yang terserang hama tersebut.

Sumber :Petunjuk Lapangan Racun Hayati Untuk PengendalianSerangga Hama Dan Penyakit Tanaman, LPTP.

Page 20: Buletin Advokasi No 3