BULETIN -...

61

Transcript of BULETIN -...

Page 1: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian
Page 2: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

BULETIN Pengkajian Pertanian

Vol. 7, No. 1, 2018

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

Page 3: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

BULETIN PENGKAJIAN PERTANIAN

@ 2018, BPTP MALUKU UTARA

Volume 7, No. 1, 2018.

Penanggung Jawab :

Bram Brahmantiyo

Dewan Redaksi :

Wawan Sulistiono, A. Yunan Arifin, Chris Sugihono, Slamet Hartanto

Redaksi Pelaksana :

Herwan Junaidi

Himawan Bayu Aji

Bayu Suwitono

Penerbit :

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara,

Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota, Tidore Kepulauan

Fax : (021) 29490482

email : [email protected]

PRAKATA

Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian yang

diterbitkan oleh BPTP Maluku Utara, yang memuat makalah review dan hasil

pengkajian/penelitian primer yang dilakukan tahun 2013-2018. Makalah tersebut

telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi bahasa maupun bentuk

penyajiannya.

Penerbitan buletin Vol. 7, No. 1, 2018. ini diterbitkan dengan memuat

artikel yang tidak harus berasal dari penyajian dalam suatu seminar, tetapi lebih

ditentukan oleh ketanggapan penulis dan kelayakan ilmiah tulisan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak peneliti dan penyuluh, tim

redaktur, aparat penunjang lainnya yang telah membantu memperlancar proses

penerbitan. Semoga media ini bermanfaat bagi khalayak. Kritik dan saran dari

pembaca selalu kami nantikan.

Redaksi

Tulisan yang dimuat adalah yang telah diseleksi dan disunting oleh tim redaksi dan belum pernah

dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan hendaknya mengikuti Pedoman Bagi Penulis

(lihat halaman sampul dalam). Redaksi berhak menyunting makalah tanpa mengubah isi dan makna tulisan atau menolak penerbitan suatu makalah.

Page 4: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

BULETIN Pengkajian Pertanian

Vol. 7, No. 1, 2018

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

Page 5: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

BULETIN PENGKAJIAN PERTANIAN

@ 2018, BPTP MALUKU UTARA

Volume 7, No. 1, 2018.

Penanggung Jawab :

Bram Brahmantiyo

Dewan Redaksi :

Wawan Sulistiono, A. Yunan Arifin, Chris Sugihono, Slamet Hartanto

Redaksi Pelaksana :

Herwan Junaidi

Himawan Bayu Aji

Bayu Suwitono

Penerbit :

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara,

Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota, Tidore Kepulauan

Fax : (021) 29490482

email : [email protected]

PRAKATA

Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian yang

diterbitkan oleh BPTP Maluku Utara, yang memuat makalah review dan hasil

pengkajian/penelitian primer yang dilakukan tahun 2013-2018. Makalah tersebut

telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi bahasa maupun bentuk

penyajiannya.

Penerbitan buletin Vol. 7, No. 1, 2018. ini diterbitkan dengan memuat

artikel yang tidak harus berasal dari penyajian dalam suatu seminar, tetapi lebih

ditentukan oleh ketanggapan penulis dan kelayakan ilmiah tulisan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak peneliti dan penyuluh, tim

redaktur, aparat penunjang lainnya yang telah membantu memperlancar proses

penerbitan. Semoga media ini bermanfaat bagi khalayak. Kritik dan saran dari

pembaca selalu kami nantikan.

Redaksi

Tulisan yang dimuat adalah yang telah diseleksi dan disunting oleh tim redaksi dan belum pernah

dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan hendaknya mengikuti Pedoman Bagi Penulis

(lihat halaman sampul dalam). Redaksi berhak menyunting makalah tanpa mengubah isi dan makna tulisan atau menolak penerbitan suatu makalah.

Page 6: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

1

PENGARUH PEMUPUKAN NPK TERHADAP KOMPONEN HASIL UMBI BEBERAPA

VARIETAS UBI KAYU DI LAHAN KERING BACAN, HALMAHERA SELATAN

Wawan Sulistiono dan Bram Brahmantiyo

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara

Kompleks Pertanian Kusu NO. 1 Kec. Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan.

ABSTRAK

Budidaya ubi kayu di Maluku Utara secara umum menggunakan varietas lokal dan tidak dipupuk.

Pengaruh pemupukan terhadap peningkatan produktivias umbi belum banyak diketahui oleh petani.

Tujuan percobaan ini adalah mengetahui pengaruh pemupukan terhadap produksi umbi klon lokal

Bacan yaitu jumlah umbi per tanaman, bobot umbi pertanaman dan produktivitas dibanding varietas

nasional. Penelitian ini dilakukan di lahan kering desa Tuokona, Bacan, Kabupaten Halmahera Seletan

pada bulan September 2017-Juni 2018. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak

kelompok faktorial. Faktor pertama adalah jenis ubi kayu, terdiri 4 jenis yaitu lokal Bacan, Adira-1,

Mentega, Ubi Kuning. Faktor kedua adalah dosis pemupukan NPK, terdiri 3 jenis taraf dosis yaitu

100% dosis, 50% dosis, dan kontrol-nol dosis- (tanpa pemupukan). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemupukan NPK dengan dosis 100% tidak nyata meningkatkan bobot umbi per tanaman pada

semua varietas. Namun demikian klon lokal Bacan, memiliki respon tertinggi terhadap pemupukan

yang menaikkan jumlah umbi per tanaman sebesar 23,8 % dibanding perlakuan hanya pupuk kandang.

Kata Kunci: Ubi kayu, pemupukan NPK, umbi, lahan kering, Bacan

PENDAHULUAN

Ubi kayu merupakan tanaman pangan penting di Halmahera Selatan-Maluku Utara. Produksi

ubi kayu di Maluku Utara sebagian besar, 33,85% dihasilkan dari luas panen ubi kayu Halmahera

Selatan (BPS, 2017). Secara umum, di Maluku Utara ubi kayu dihasilkan dari sistem pertanaman

konvensional yang salah satu cirinya tanaman tidak dipupuk (Sulistiono dkk, 2010). Hasil ubi kayu di

Maluku Utara dengan sistem tanam konvensional tersebut masih mencapai 12, 21 ton/ha (BPS, 2017).

Hasil ini masih dibawah rata-rata produktivitas nasional dengan pengelolaan optimal mencapai 30-40

ton/ha (Suryana, 2007; Badanlitbang, 2008). Oleh karena itu diperlukan teknologi budidaya yang

dapat meningkatkan produktivitas umbi pada teknologi yang belum petani terapkan yaitu pemupukan.

Hasil pengkajian BPTP Malut pada pengelolaan PTT ubi kayu menunjukkan bahwa

pemupukan meningkatkan berat umbi. Klon Ternate dan Tidore menghasilkan produktivitas tinggi

berturut turut 48,37 ton/ha dan 62,10 ton/ha pada umur panen 7 bulan dengan pengelolaan tanaman

terpadu (Sulistiono dkk, 2008). Pemupukan Urea, SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 100

kg:100 kg, dan 100 kg, meningkatkan produktivitas umbi lokal di bacan mencapai 76,9 ton/ha

(Sulistiono dkk, 2010). Wahyuningsih dan sundari (2013) melaporkan bahwa pemupukan ubi kayu

dengan dosis Urea, SP-36, dan KCl berturut-turut sebesar 200 kg/ha, 100 kg/ha, 100 kg/ha

menghasilkan produktivitas 39,4-49,2 ton/ha. Dosis Urea yang lebih tinggi diberikan pada varietas

Adira 1 sebanyak 200 kg/ha sedangkan pupuk SP-36 dan KCl untuk memunculkan potensi genetisnya

yaitu 40 ton/ha (Sutrisno dan Sundari, 2013).

Berdasarkan hasil peningkatan umbi segar pada pengaruh pemupukan. Diperlukan upaya

teknologi peningkatan produktivitas ubi kayu di Maluku Utara, Bacan. Salah satu teknologinya adalah

pemupukan. Perlakuan pemupukan diharapkan secara nyata meningkatkan umbi segar. Oleh kerena

itu dilakukan penelitian pengaruh pemupukan NPK hasil umbi lokal Bacan Halmahera Selatan. Tujuan

penelitian ini disamping untuk mengingkatan produktivitas umbi segar juga mengetahui dosis yang

tepat untuk budidaya ubi kayu di Maluku Utara.

Page 7: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

2 Pengaruh pemupukan NPK terhadap komponen hasil umbi beberapa varietas ubi kayu di lahan kering Bacan,

Halmahera Selatan

BAHAN DAN METOIDE

Penelitian ini dilakukan di Desa Tuokona Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi

Maluku Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2017-Juli 2018. Tanah lokasi

penelitian adalah jenis tanah Andosol dengan pH 5,5-7. Curah hujan tahunan dua tahun berturut-turut

adalah 1.286-2.274 mm/tahun (2016-2017). Suhu harian berkisar 25-30°C.

Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap Faktorial. Faktor

pertama adalah jenis ubi kayu yang terdiri atas empat (4) jenis yaitu: (1) Adira 1, (2) Mentega, (3) Ubi

Kuning, dan (4) Lokal Bacan. Faktor ke dua adalah dosis pupuk an organik yaitu Urea, SP-36, KCl

dengan 3 taraf: (1) dosis 100% yaitu 100:100:100kg/ha, (2) dosis 50% yaitu 50:50:50kg/ha, (3) tanpa

pemupukan pupuk an organik (kontrol). Terdapat 12 kombinasi perlakuan. Tiap kombinasi perlakuan

menggunakan luas petak 5x6m dengan jarak tanam antar stek tanam 1x0,9m. Tiap kombinasi

perlakuan diulang tiga (3) kali.

Pengamatan dilakukan pada jumlah umbi pertanaman, bobot umbi pertanaman dan diameter

umbi. Pengamatan dilakukan pada saat panen pada umur 10 bulan. Pengamatan dilakukan dengan

menimbang umbi, mengitung umbi pada tanaman contoh masing-masing unit perlakuan 3 tanaman

dan menghitung produktivitas rerata secara total per ha. Data paremeter pengamatan yang dihasilkan

dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada faktor perlakuan rancangan acak

lengkap kelompok menggunakan SAS 9.4 program for windows. Jika terdapat interaksi perlakuan

antar faktor, dilakukan pembandingan pengaruh antar interaksi. Kemudian pengaruh perlakuan

tersebut dibandingkan berdasarkan uji Tukey’s studentized range (HSD) test dengan p ≤0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Bobot umbi per tanaman

Berdasarkan sidik ragam bobot umbi per tanaman nyata ditentukan oleh perlakuan perbedaan

dosis pupuk Urea, SP-36, dan KCl (p<0,01) serta jenis varietas pada umur 9 bulan (p <0,01) (Tabel

1). Tanah yang tidak diberi perlakuan pupuk Urea, SP-36, dan KCl pada lokasi penelitian,

menghasilkan bobot umbi yang tetap tinggi (Tabel 2).

Tabel 1. Sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap bobot umbi basah, jumlah umbi per tanaman, dan

diameter umbi umur 9 bulan di lahan kering Bacan, Halmahera Selatan

Sumber db Beda nyata F Tabel pada komponen hasil umbi

keragaman Bobot umbi

basah/tanaman

Jumlah umbi/tanaman Diameter umbi

Blok 2 0,9378 0,6464 0,8279

Varietas 3 0,0022 0,0003 0,0162

Dosis 2 0,0048 0,0314 0,1242

Interaksi 6 0.0511 0,0341 0,0008

KK (%) 33,0 14,31 13,28

Angka beda nyata uji F tabel: < 0,050 = nyata, < 0,010 = sangat nyata

Secara genetis varietas lokal Bacan memiliki bobot umbi per tanaman terendah berbeda

dengan varietas Ubi Kuning dan Mentega (Tabel 2). Jenis lokal Bacan termasuk jenis ubi kayu yang

menghasilkan potensi hasil mirip dengan varietas Adira 1. Hasil ini menunjukkan bahwa ubi kayu

lokal Bacan termasuk memiliki potensi genetik berupa komponen hasil umbi yang rendah. Sementara

itu, jenis ubi kayu Mentega, Adira 1 serta Ubi kuning yang merupakan jenis introduksi terlihat

adaptif. Hal ini diketahui pada hasil bobot umbi per tanaman tertinggi.

Page 8: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

3

Tabel 2. Pengaruh dosis pemupukan Urea, SP-36, dan KCl dan varietas terhadap bobot umbi per

tanaman umur 9 bulan di lahan kering Bacan, Halmahera Selatan.

Bobot umbi per tanaman (kg) umur 9 bulan pada beberapa

varietas Perlakuan

Dosis pupuk Urea, SP-36 dan KCl

100:100:100kg/ha 2,64 b

50:50:50kg/ha 2,67 b

0 (Tanpa pemupukan) 4,00 a

Varietas

Adira 1 2,67 bc

Ubi Kuning 3,62 ab

Mentega 4,03 a

Lokal Bacan 2,08 c

Ket.: Angka yang diikuti huruf sama pada perlakuan dosis pemupukan dan varietas tidak berbeda

nyata pada uji Tukey 5%. (+) menunjukkan terdapat interaksi antar perlakuan berdasarkan

analisis sidik ragam.

Jumlah umbi per tanaman

Berdasarkan sidik ragam jumlah umbi per tanaman nyata ditentukan oleh interaksi dosis Urea,

SP-36, dan KCl dan varietas pada umur 9 bulan (p<0,05) (Tabel 1). Jumlah umbi varietas lokal Bacan

menunjukkan terendah berbeda nyata dengan jenis Mentega tanpa pemupakan.

Tabel 3. Pengaruh dosis pemupukan Urea, SP-36, dan KCl terhadap jumlah umbi per tanaman umur 9

bulan di lahan kering Bacan, Halmahera Selatan.

Jumlah umbi per tanaman umur 9 bulan pada beberapa varietas

Dosis pupuk/varitas Adira 1 Ubi Kuning Mentega Lokal Bacan

Dosis pupuk Urea, SP-36

dan KCl

100:100:100kg/ha 7,0 b 8,67 ab 8,00 ab 8,33 ab

50:50:50kg/ha 6,3 b 9,33 ab 7,33 b 6,33 b

0 (Tanpa pemupukan) 7,3 b 9,67 ab 11,00 a 2,37 bc

(+)

Ket.: Angka yang diikuti huruf sama pada semua kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata pada uji

Tukey 5%. (+) menunjukkan terdapat interaksi antar perlakuan berdasarkan analisis sidik

ragam.

Diameter umbi per tanaman

Berdasarkan sidik ragam jumlah umbi per tanaman nyata ditentukan oleh interaksi dosis

pupuk (urea, SP-36, dan KCl) dan varietas pada umur 9 bulan (p<0,01) (Tabel 1). Ubi kayu mentega

memiliki potensi berdiameter lebih besar. Jenis Mentega menunjukkan ukuran diameter nyata lebih

besar jika dibanding varietas Adira 1 oleh pengaruh semua perlakuan dosis pupuk, Ubi Kuning oleh

pengaruh dosis pupuk 50% dosis (Urea, SP-36, KCl), serta lokal Bacan oleh pengaruh pemupukan

50% dosis Urea, SP-36, dan KCl (Tabel 4).

Page 9: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

4 Pengaruh pemupukan NPK terhadap komponen hasil umbi beberapa varietas ubi kayu di lahan kering Bacan,

Halmahera Selatan

Tabel 4. Pengaruh dosis pemupukan Urea, SP-36, dan KCl terhadap diameter umbi per tanaman umur

9 bulan di lahan kering Bacan, Halmahera Selatan.

Diameter umbi per tanaman umur 9 bulan pada beberapa varietas

Dosis pupuk/varietas Adira 1 Ubi Kuning Mentega Lokal Bacan

Dosis pupuk Urea, SP-36

dan KCl

100:100:100kg/ha 5,83 b 6,67 ab 5,00 b 6,33 ab

50:50:50kg/ha 6,17 b 6,17 b 7,33 ab 5,00 b

0 (Tanpa pemupukan) 5,00 b 6,33 ab 8,67 a 6,67 ab

(+)

Ket.: Angka yang diikuti huruf sama pada semua kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata pada uji

Tukey 5%. (+) menunjukkan terdapat interaksi antar perlakuan berdasarkan analisis sidik

ragam.

Pembahasan

Bobot umbi, jumlah umbi, dan diameter umbi adalah komponen hasil umbi ubi kayu. Bobot

umbi sangat nyata ditentukan oleh faktor dosis pemupukan kimia (NPK) dan jenis varietas (Tabel 1).

Pada faktor tanah, bobot umbi tertinggi nyata dihasilkan dari tanah tanpa pemupukan kimia. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Edet et al. (2013) bahwa pada penanaman ubi kayu tanpa pemberian

pupuk, namun berdasarkan residu pupuk tanam pertama (Organomineral Fertilizer: 2,5-6 ton/ha)

memberikan hasil umbi/ha sama dengan musim tanam sebelumnya. Tanah di lokasi penelitian tersebut

menunjukkan pH netral yaitu 5,5-7,0. Kisaran pH tersebut memberikan pertumbuhan yang optimal

untuk perkembangan ubi kayu karena unsur hara optimal tersedia (Ande, 2011). Faktor lingkungan

menurut Danquah et al. (2017) berperan menentukan berat umbi segar sebesar 37 %, sedangkan

menurut Aina et al. (2009) sebesar 70,3%.

Faktor genetis berupa jenis varietas ubi kayu sangat nyata menentukan bobot umbi per

tanaman (Tabel 1). Jenis ubi kayu Mentega menunjukkan jenis ubi kayu yang secara genetis memiliki

bobot umbi tertinggi berbeda nyata dengan varietas Adira 1 dan lokal Bacan. Hal ini mengindikasikan

klon lokal Bacan merupakan jenis ubi kayu yang potensi hasilnya sedang seperti Adira 1 yaitu sekitar

30-45 ton /ha (Badan Libang: Balitkabi, 2008). Faktor genetis tersebut yang menentukan bobot umbi

sejalan dengan hasil penelitian Denquah et al. (2017) bahwa peran genotif ubi kayu menentukan berat

umbi segar sebesar 51 %.

Jumlah umbi nyata ditentukan oleh interaksi varietas dan dosis pemupukan NPK (p<0,05).

Jenis ubi kayu Mentega yang tidak diberi pupuk menghasilkan jumlah umbi tertinggi (Tabel 3).

Jumlah umbi jenis Mentega tanpa pemupukan berbeda nyata dengan varietas Adira 1 pada semua

perlakuan dosis pemupukan. Demikian juga klon lokal Bacan pada dosis pupuk 50 % dan kontrol.

Hasil ini menunjukkan bahwa jenis ubi kayu Mentega secara genetis memiliki potensi jumlah umbi

yang tinggi. Faktor genetis yang berinteraksi dengan lingkungan sangat menentukan dalam

menentukan jumlah umbi pada semua varietas yang ditanam. Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan oleh Mwila et al. (2018) bahwa klon-klon ubi kayu memiliki kemampuan genetis untuk

berinteraksi dengan lingkungan tumbuh yang merupakan kenerja dari metebolik sekunder seperti

kapasitas antioksidatin dan mekanisme ketahanan terhadap penyakit-cassava musaic disease- (Mwila

et al. 2018; Adriko et al., 2011).

Jenis lokal Bacan memiliki ketanggapan terhadap pemupukan yang lebih tinggi dibanding

varietas lainnya terhadap jumlah umbi. Peningkatan jumlah umbi tersebut tidak berbeda nyata

dibanding pemberian dosis pupuk yang lebih tinggi. Namun demikian terdapat peningkatan jumlah

umbi sebesar 23,8 % dibanding tanpa pemupukan. Peningkatan hasil umbi oleh pengaruh pemupukan

NPK juga dilaporkan oleh Munyahali et al. (2017) dengan besarnya kenaikan berat segar umbi 19,9

%. Macalon et al. (2018) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang nyata (r = 0,653) dengan

pemupukan NPK terhadap berat segar umbi ubi kayu.

Jumlah umbi varietas Adira 1 tidak nyata ditentukan oleh dosis pemupukan, 100 kg/ha (Urea,

SP-36 dan KCl). Hasil ini menunjukkan varietas Adira 1 memiliki kemampuan menghasilkan umbi

stabil dan ditentukan oleh genetis. Menurut Aina et al. (2009) terdapat klon atau varietas ubi kayu

Page 10: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

5

yang stabil di beberapa lingkungan tumbuh. Faktor lingkungan tumbuh yang menentukan hasil ubi

kayu seperti ketinggian tempat, suhu, serta curah hujan (Noerwijayanti and Budianto, 2015).

Ubi kayu jenis Mentega memiliki potensi untuk meningkatkan diameter umbi pada tingkat

kesuburan tanah yang sesuai (Tabel 4). Sementara itu klon lokal Bacan memiliki potensi mengalami

peningkatan daya hasil umbi berupa jumlah umbi per tanaman pada perlakuan pemupukan. Peran

kesuburan tanah tersebut, berupa pemberian pupuk kimia atau alami, sangat penting menentukan

pertumbuhan tanaman ubi kayu (Abah and Petja, 2017). Tanah yang optimal menentukan

pertumbuhan tanaman ubi kayu terutama pada umur 4-6 bulan setelah tanam yang nyata meningkatkan

berat segar umbi saat panen di umur 12 bulan (Edet et al., 2015). Peran kesuburan tanah tersebut

dilaporkan juga oleh (Njoku et al., 2010) bahwa tanah yang subur dan gembur yang terdapat tanaman

legum, sangat nyata memberikan hasil umbi pada perlakuan pemupukan.

KESIMPULAN

Pemberian pupuk kimia Urea-SP36 dan KCL hingga 100 kg/ha tidak nyata meningkatkan

komponen hasil umbi pada semua jenis varietas di tanah jenis Andosol Bacan. Namun pada klon lokal

Bacan perlakuan pemupukan tersebut menghasilkan peningkatan jumlah umbi tertinggi sebesar 23,8

%. Klon Mentega menunjukkan potensi hasil umbi tertinggi dan dapat beradaptasi lebih baik. Varietas

Adira 1, memiliki kestabilan hasil umbi tertinggi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Haryanti Koostanto SP selaku fasilitator

CIAT/FoodSTAR+ dan Mansur Arif, S.P di Dinas Pertanian Halamhera Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Abah R. C., and Petja B.M. 2016. Crop Suitability Mapping for Rice, Cassava, and Yam in North

Central Nigeria. Journal of Agricultural Science 9(1): 96-108.

Adriko J., Sserubombwe W.S., Adipala E., Bua A., Thresh J. M., and Edema R. 2011. Response of

improved cassava varieties in Uganda to cassava mosaic disease (CMD) and their inherent

resistance mechanisms. African Journal of Agricultural Research 6(3):521-531.

Aina O.O., Dixon A.G.O., Paul I., and Akinrinde E.A. 2009. G×E interaction effects on yield and

yield components of cassava (landraces and improved) genotypes in the savanna regions of

Nigeria. African Journal of Biotechnology 8 (19):4933-4945.

Ande O.T. 2011. Soil suitability evaluation and management for cassava production in the derived

savanna area of Southwestern Negeria. International Journal of Soil Science 6 (2): 142-149.

Badan Litbang. Balitkabi. 2008. Prospek dan arah pengembangan agribisnis ubi kayu. Jakarta.

BPS 2017. Maluku Utara dalam angka. Badan Pusat Statistik. Ternate. 408 hal.

Danquah J.A., Aduening J.A., Gracen V.E., Asante I.K., and Offei S.K. AMMI Stability Analysis and

Estimation of Genetic Parameters for Growth and Yield Components in Cassava in the Forest

and Guinea Savannah Ecologies of Ghana. International Journal of Agronomy 2017: 1-16.

Edet M.A., Tijani-Eniola H., Lagoke S.T.O.,Tarawali G. 2015. Relationship of Cassava Growth

Parameters with Yield, Yield Related Components and Harvest Time in Ibadan, Southwestern

Nigeria. Journal of Natural Sciences Research 5 (9): 87-92.

Edet M.A, Tijani-Eniola H., and Okechukwu R. 2013. Residual effects of fertilizer application on

growth and yield of two cassava varieties in Ibadan, South-Western Nigeria. African Journal of

Root and Tuber Crops, 10(1): 33-40.

Page 11: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

6 Pengaruh pemupukan NPK terhadap komponen hasil umbi beberapa varietas ubi kayu di lahan kering Bacan,

Halmahera Selatan

Macalou S., Mwonga S., Musandu A. 2018. Performance of Two Cassava (Manihot Escculenta

Crantz) Genotypes to NPK Fertilizer in Ultisols of Sikasso Region. International Journal of

Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR)38 (2):189-206 .

Munyahalia B.W., Pypersc P., Swennend E.R., Walangululub J., Vanlauwec B., Merckxa R. 2017.

Responses of cassava growth and yield to leaf harvesting frequency and NPK fertilizer in South

Kivu, Democratic Republic of Congo. Field Crops Research 214:194-201.

Mwila N., Nuwamanya E, Odong T .L., Badji A., Agbahoungba S, Ibanda P.A., Mwala M., Sohati P.,

yamanywa S., Rubaihayo P.R. 2018. Genotype by Environment Interaction Unravels Influence

on Secondary Metabolite Quality in Cassava Infested by Bemisia tabaci. Journal of Agricultural

Science 10(8): 192-209.

Njoku D.N., Afuape S.O., and Ebeniro, C.N. 2010. Growth and yield of cassava as influenced by

grain cowpea population density in Southeastern Nigeria. African Journal of Agricultural

Research 5(20): 2778-2781.

Noerwijati K., and Rohmad Budiono R., 2014. Yield and Yield Components Evaluation of Cassava

(Manihot esculenta Crantz) Clones In Different Altitudes. Conference and Exhibition Indonesia

- New, Renewable Energy and Energy Conservation. (The 3rd Indo-EBTKE ConEx 2014).

Energy Procedia 65:155 – 161.

Sulistiono W., Kulle M.S.S., Hidayat Y., Sugihono C., Saleh R., Marliani, Heru I., Ode H.R.,

Musyadik, Ponco H.W. 2010. Uji Kemantapan genetik ubi kayu varietas lokal Ternate dan

Tidore pada 3 Agroekosistem yang berbeda di Maluku Utara. Laporan Akhir Tahun.

Balitbangda Prov. Maluku Utara dan BPTP Maluku Utara. Sofifi. 55 hal.

Sulistiono W., Mejaya J.M., Syahbudin H., Ponco W., Sugihono C., Musyadik. 2008. Pengkajian

introduksi varietas unggul nasional UJ-5 dan varietas lokal Ternate dan Tidore dengan sistem

pengelolaan tanam terpadu (PTT) di Tidore. BPTP Maluku Utara. Sofifi. 30 hal.

Suryana A. 2007. Kebijakan penelitian dan pengembangan ubi kayu untuk agroindustri dan ketahanan

pangan. Prosiding: Prospek strategi dan teknologi pengembangan ubi kayu untuk agroindustri

dan ketahanan pangan. Badan Litbang Deptan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan. Bogor.

Sutrisno dan Sundari T. 2013. Potensi hasil klon harapan ubi kayu pada tiga umur panen berbeda.

Peningkatan daya saing dan implementasi pengembangan komoditas kacang dan umbi

mendukung pencapaian empat sukses pengembangan pertanian. Prosiding seminar nasional

hasil penelitian tanaman aneka kacang dan umbi tahun 2012: 537-544.

Wahyuningsih S., dan Sundari T. 2013. Evaluasi klon-klon harapan ubi kayu untuk karakter hasil

umbi dan pati. Peningkatan daya saing dan implementasi pengembangan komoditas kacang dan

umbi mendukung pencapaian empat sukses pengembangan pertanian. Prosiding seminar

nasional hasil penelitian tanaman aneka kacang dan umbi tahun 2012: 528-536.

Page 12: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

7

KELAYAKAN USAHA INTEGRASI KELAPA-JAGUNG MANIS-SAPI DI LAHAN KERING

MALUKU UTARA

Slamet Hartanto dan Yayat Hidayat

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara

[email protected]

ABSTRAK

Integrasi kelapa dengan tanaman pangan dan ternak diperlukan untuk mengurangi risiko usaha

monokultur kelapa. Pengkajian sistem integrasi kelapa dilaksanakan pada tahun 2014 di desa

Tafasoho, kecamatan Malifut, kabupaten Halmahera Utara. Satu hektar tanaman kelapa berumur 15

tahun diintegrasikan melalui penanaman jagung manis (Zea mays L. Saccharata) dilahan sela

dibandingkan dengan 1 hektar tanaman kelapa monokultur. Tiga ekor sapi berumur 1,2-1,5 tahun

diberi pakan 1 kg dedak dan limbah tebon jagung manis 3% dari bobot badan. Analisis input-output

(B/C) dan nisbah peningkatan keuntungan bersih (NKB) digunakan menguji kelayakan usaha integrasi

tanaman kelapa dengan jagung manis dan ternak sapi. Hasil yang diperoleh menunjukan produksi

tanaman jagung manis dibawah naungan kelapa teridenfikasi mengalami penurunan, akan tetapi

penanaman jagung manis mampu meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sebesar 50%. Selain itu,

pemanfaatan limbah tebon jagung manis dapat meningkatkan produktivitas ternak sapi yang dipelihara

secara intensif. Berdasarkan analisis finansial, sistem integrasi kelapa-jagung manis-sapi mampu

meningkatkan 60,58% keuntungan yaitu 2.984.000,- per tahun dibandingkan tanaman monokultur

kelapa dengan nilai B/C 1,38 dan nilai NKB 1,15. Sistem integrasi tanaman kelapa-jagung manis-sapi

menunjukan hasil yang positif, tetapi untuk pengembangan dalam skala besar diperlukan pengkajian

menyeluruh dan multi-lokasi di Maluku Utara.

Kata kunci: integrasi, kelapa, jagung, sapi, kelayakan usaha

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan penggerak utama perekonomian di Maluku Utara dengan

sumbangan terhadap distribusi produk domestik regional bruto (PDRB) terbesar di Maluku Utara yaitu

36,37 %. Pertanian lahan kering berkontribusi paling besar dalam pembangunan sektor pertanian di

Maluku Utara. Tanaman perkebunan kelapa, cengkeh dan pala merupakan usahatani lahan kering yang

banyak dilakukan oleh petani di Maluku Utara. Maluku Utara merupakan salah satu sentra produksi

kelapa di Indonesia dengan luas lahan 223.108 Ha. Luas lahan perkebunan kelapa sebesar 69% dari

total luas lahan perkebunan di Maluku Utara (BPS Maluku Utara, 2014).

Tanaman kelapa merupakan komoditas unggulan di Maluku Utara tetapi nilai ekonomi dari

tanaman kelapa masih rendah karena produktivitas rendah dan diusahakan secara monokultur (BPTP

Maluku Utara, 2015). Produktivitas rata-rata tanaman kelapa di Maluku Utara 1,2 ton/ha/tahun (BPS

Maluku Utara, 2014). Sebagian besar lahan di antara tanaman kelapa di Maluku Utara merupakan

lahan marginal dan petani umumnya belum melakukan upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas kelapa masih rendah. Usaha agribisnis pertanian yang

bersifat monokultur juga telah terbukti rentan mengalami kerugian, karena harga jual produk pertanian

bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu.

Diversifikasi (penganekaragaman) usaha secara vertikal maupun horisontal diperlukan untuk

mengurangi resiko terhadap usaha monokultur. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut perlu inovasi

teknologi yang sesuai untuk diintegrasikan dalam usaha pokok, dengan mengoptimalkan sumberdaya

yang tersedia, dan secara teknis, ekonomi dan sosial budaya layak dan dapat diterima oleh masyarakat

pelaku usaha secara berkelanjutan. Crops Livestock System (CLS) atau Sistem Integrasi Tanaman

Ternak (SITT) merupakan pola diversifikasi usaha yang diperkirakan bisa sebagai solusi jangka

Page 13: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

8 Kelayakan usaha integrasi kelapa-jagung manis-sapi di lahan kering Maluku Utara

panjang yang harus dikembangkan sebagai kunci menemukan pakan ternak dari beragam limbah

pertanian dan sumberdaya tanaman tahunan, bukan untuk mengganti pakan konvensional, melainkan

untuk memperkuat ketahanan pangan dalam ekosistem lahan kering (Nataatmaja, 2004).

SITT dengan pola Kelapa – Jagung Manis - Sapi merupakan usaha yang sangat layak

dikembangkan sebagai solusi untuk pengembangan peternakan dan perkebunan serta menjaga

ketahanan pangan lahan kering di Maluku Utara. Manfaat SITT Kelapa-Jagung Manis- Sapi yaitu

dengan adanya jagung manis sebagai tanaman sela diperkirakan mampu meningkatkan produktivitas

tanaman kelapa, meningkatkan pendapatan petani, dan menyediakan hijauan pakan ternak dari limbah

tanaman jagung (zero waste). Perlakuan pengolahan tanah dan pemupukan untuk usaha tanaman

jagung pada lahan marginal diantara tanaman kelapa dapat meningkatkan kesuburan tanah sehingga

produktivitas kelapa meningkat. Malia et. al. (2010) menyatakan produktivitas kelapa di Desa

Tawaang meningkat dari 6 menjadi 12 butir per tandan pada integrasi kelapa dengan jagung Srikandi

kuning. Jagung manis juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan cocok dikembangkan di Maluku

Utara sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani diluar usaha perkebunan kelapa. Manfaat lain

SITT yaitu ternak sapi akan menghasilkan berlimpah kotoran yang dapat diolah menjadi kompos dan

sumber energi berupa sumber biogas (Hasnudi, 1991 dalam Elly et al., 2008).

Pengkajian SITT Kelapa- Jagung Manis- Sapi dengan tujuan untuk mendapatkan paket

teknologi SITT Kelapa- Jagung Manis- Sapi dan menguji kelayakan sistem integrasi tanaman dengan

ternak.

BAHAN DAN METODE

(a) Lokasi dan Waktu Pengkajian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Waktu pelaksanaan Januari – Desember

2014. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu berdasarkan

pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian. Lokasi yang dipilih adalah desa Tafasoho,

Kecamatan Malifut, Kabupaten Halmahera Utara dengan pertimbangan wilayah yang masyarakatnya

banyak membudidayakan tanaman kelapa, beternak sapi dan tanaman jagung.

(b) Tanaman Kelapa

Dua hektar tanaman kelapa berumur 15 tahun didesain untuk mendapatkan perlakuan

pengkajian dengan 1 hektar untuk sistem integrasi dan 1 hektar untuk usaha monokultur. Paket

teknologi yang diintroduksikan pada tanaman kelapa adalah penanaman jagung manis diantara

tegakan kelapa.

(c) Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata)

Varietas yang digunakan adalah varietas unggul Bonanza F1. Penanaman dilakukan dengan

cara ditugal ditugal 2-3 cm, dengan jarak tanam 75x40 cm (2 biji/lubang). Dosis pupuk yang

diberikan yaitu 300 kg/ ha urea, 400 kg/ ha NPK dan 1.000 kg/ ha pupuk kandang. Pemupukan

pertama (saat tanam), ditugal dekat barisan tanaman ( + 5 cm dari batang tanaman dengan kedalaman

5-7 cm. Pada pemupukan pertama, pupuk urea dan NPK diberikan ½ dosis dari pupuk yang

digunakan. Pemupukan kedua dilakukan pada saat 14 HST. Pemupukan kedua dengan cara membuat

larikan 5 cm diantara tanaman dan diberikan ½ dosis atau ½ dari kekurangan. Pupuk kandang

diberikan sekali pada saat penanaman dan sebagai penutup lubang tanam dengan dosis 1.000 kg/ ha.

(d) Ternak Sapi

Tiga ekor sapi Bali betina umur 1,2-1,5 tahun. Sapi dikandangkan secara intensif pada

kandang individu. Pakan yang diberikan 1 kg dedak halus dan limbah tebon jagung diberikan 3% dari

bobot badan. Air minum diberikan secara adlibitum.

(e) Pengumpulan Data

Data pengamatan jumlah butir kelapa dilaksanakan 2 kali setiap 4 bulan. Jumlah butir dihitung

secara manual dengan pengamatan visual setiap pohon. Pertambahan bobot badan dilakukan dengan

Page 14: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

9

menghitung selisih bobot badan setiap bulan selama 4 bulan. Perhitungan bobot badan dilakukan

dengan estimasi bobot badan dengan metode perhitungan lingkar dada (Zurahmah dan The, 2011).

Data tanaman jagung manis yang diamati jumlah tongkol, berat batang dan daun (limbah) jagung.

Data usaha tani yang diambil adalah biaya input usahatani dan besarnya output usahatani.

(f) Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode input-output analysis (B/C) (Price, 1972)

untuk menguji kelayakan usahatani.

NPT

B/C =--------

BT

Dimana:

B/C = Nisbah penerimaan dan biaya, NPT = Nilai produksi kotor (Rp/ha/th), BT = Nilai biaya total

(Rp/ha/th), Dengan keputusan:

B/C>1, usahatani secara ekonomi menguntungkan; B/C=1, usahatani secara ekonomi berada pada titik

impas (BEP); B/C<1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan (rugi).

Untuk melihat perbandingan keuntungan usahatani dengan penerapan teknologi yang berbeda

atau seberapa jauh teknologi introduksi mampu meningkatkan keuntungan petani digunakan tolok

ukur Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih (NKB) (Adnyana dan Kariyasa 1995) dengan rumus:

KBTI

NKB = --------------

KBTP

Dimana:

NKB = Nilai peningkatan keuntungan bersih, KBTI = Keuntungan bersih dari penerapan teknologi

introduksi, KBTP = Keuntungan bersih dari penerapan teknologi petani

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik wilayah pengkajian

Kecamatan Malifut termasuk dalam di desa lahan kering adalah dataran rendah iklim basah.

Kecamatan Malifut memiliki kondisi agroekologi tipe IV/ B f e atau tipe lahan kering yang sesuai

dengan pengembangan tanaman perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura dengan luas lahan

potensial 10.596 ha serta didukung dengan adanya kelembagaan kelompok tani (BPTP Maluku

Utara, 2009). Karakteristik petani di kecamatan Malifut yaitu kisaran umur petani 34-71 tahun dengan

rata-rata pendidikan formal setingkat sekolah dasar. Pekerjaan utama sebagai petani tanaman pangan,

sebagian diantaranya memiliki pekerjaan sampingan baik di sektor pertanian pangan (buruh tani),

usaha ternak, perkebunan maupun di luar usaha tani (jasa, angkutan, dan dagang). Ternak yang

dijumpai ada tiga jenis yakni sapi, kambing dan ayam. Rata-rata pemilikan sapi 1 - 2 ekor, rata-rata

pemilikan kambing 1 - 7 ekor, dengan rataan 4 ekor, rata-rata pemilikan ternak ayam 10-11 ekor.

Andalan dalam usahatani di lahan kering adalah jagung, kelapa, pala dan cengkeh dengan pola tanam

yang dominan adalah jagung-jagung.

Keragaan tanaman jagung manis, kelapa dan ternak sapi

Keragaan tanaman jagung manis dan tanaman kelapa meliputi jumlah buah kelapa pertandan,

jumlah tongkol jagung, PBBH sapi dan berat limbah jagung yang disajikan pada Tabel 1. Terjadi

penurunan jumlah tongkol jagung manis dibawah naungan kelapa dibandingkan produksi jagung

manis yang ditanam tidak dibawah naungan. Dilaporkan Zuraida (2010), bahwa produksi jagung

manis yang ditanam dilahan tadah hujan di Kalimantan Selatan yaitu 20.000 tongkol/ha. Ditambahkan

Rustan Hadi (2009) bahwa hasil panen jagung yang ditanam di antara kelapa adalah 2,70 t/ha lebih

rendah dari jagung monokultur yaitu 3,87 t/ha. Hal ini disebabkan oleh rendahnya jumlah cahaya

matahari yang diserap tanaman jagung selama masa pembungaan karena ternaungi tanaman kelapa.

Tollenaar (1977) dalam Fisher dan Palmer (1984) menyatakan bahwa tanaman jagung yang ternaungi

Page 15: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

10 Kelayakan usaha integrasi kelapa-jagung manis-sapi di lahan kering Maluku Utara

hingga 45% akan terjadi penurunan hasil. Limbah brangkas (daun dan batas) yang dihasilkan oleh

jagung manis juga cukup tinggi yaitu 1.120 kg/ ha.

Jumlah buah kelapa per tandan meningkat 50 % setelah adanya tanaman jagung manis, yaitu

dari 6 buah per tandan menjadi 8-9 buah pertandan. Hal ini sesuai Kaat dan Dawis (1986) yang

menyatakan penanaman tanaman sela mampu meningkatkan jumlah bunga betina dan buah kelapa tiap

pohon. Dilaporkan Paat et. al. (2006), bahwa penerapan sistem integrasi kelapa dengan jagung di

Kabupaten Minahasa Utara berkorelasi positif terhadap peningkatan produksi kelapa per tandan dari 5

buah menjadi 9 buah per tandan.

Tabel 1. Keragaan tanaman jagung manis, ternak sapi dan tanaman kelapa

No Parameter Volume

1. Tanaman jagung manis:

- Jumlah tongkol (buah/ ha)

- Berat limbah/ brangkasan (kg/ ha)

8.240

1.120

2. Kelapa:

- Jumlah buah pertandan (buah/

tandan)

8-9

3. Sapi:

- PBBH1) (kg/ hari)

0,416 1)PBBH, pertambahan bobot badan harian

Sistem pemeliharaan sapi secara intensif pada SITT juga meningkatkan PBBH yaitu 0,416

kg/ekor/hari, lebih tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan semi intensif dan ektensif. Dilaporkan

Hendaru et. al. (2011), PBBH sapi Bali yang dipelihara secara semi intensif 0,221 kg/ekor/hari,

sedangkan secara ekstensif menjadi 0,126 kg/ekor/hari.

Kelayakan usahatani SITT kelapa- jagung manis- sapi

Untuk melakukan usahatani terintegrasi kelapa-jagung manis-sapi, diperlukan biaya tetap

sebesar Rp 2.832.000,- untuk membeli sapi, susut kandang dan susut peralatan. Modal kerja sebagai

biaya variabel sebesar Rp. 17.935.000,- diasumsikan hanya 2 musim tanam jagung per tahun.

Keuntungan dengan penerapan SIIT, tidak ada modal kerja untuk pembersihan lahan karena dengan

adanya pemeliharaan tanaman sela lahan diantara tanaman kelapa terlihat bersih. Untuk usahatani

kelapa monokultur, modal kerja yang dibutuh Rp. 1.075.000,- untuk upah tenaga panen dan

pembersihan lahan sebanyak 2 kali dalam setahun.

Penerapan SITT kelapa-jagung manis-sapi mampu meningkatkan 60,58% pendapatan petani

yaitu sebesar Rp. 2.984.000,-/ tahun dibandingkan system usaha tani monokultur. Berdasarkan analisis

finansial, keuntungan dari SITT yaitu Rp. 7.909.000,-/ha/tahun dengan nilai B/C 1,38. Keuntungan

dari usahatani monokultur hanya sebesar Rp. 4.925.000,-. Penerimaan SITT diperoleh dari penjualan

jagung manis sebanyak 16.480 buah dengan harga jual Rp. 1.000,-/ buah, penjualan sapi, pejualan

kopra sebanyak 2.000 kg dengan harga Rp. 3.000/ kg dan penjualan pupuk kandang sebanyak 2.880

kg dengan harga jual Rp. 200,-/ kg.

Tabel 2. Analisis kelayakan usahatani kelapa-jagung manis-sapi

Uraian SITT Kelapa-Jagung

Manis-Sapi Monokultur

(Rp.) (Rp.)

A. BIAYA TETAP 2.832.000 -

Tanah - -

Bibit sapi 2.622.000 -

Susut kandang 100.000 -

Susut peralatan 10.000 -

Page 16: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 1, 2018

11

Peralatan olah pakan 100.000 -

B. MODAL KERJA 17.935.000 1.075.000

Saprodi:

Benih jagung (25 kgx 2 musim) 2.500.000 -

Pupuk urea (300 kgx 2 musim) 2.100.000 -

Pupuk NPK (400 kgx 2 musim) 3.600.000 -

Pupuk kandang (1.000 kgx 2 musim) 400.000 -

Obat-obatan/ herbisida dll (2 musim) 300.000 -

Pakan tambahan dan obat

( Dedak halus+ obat) 360.000 -

Upah tenaga kerja:

Olah tanah (2 musim) 1.800.000 -

Penanaman (2 musim) 1.000.000 -

Pemupukan (2 musim) 600.000 -

Pemeliharaan (2 musim) 1.600.000 -

Panen dan pasca panen (2 musim) 1.800.000 -

Pemeliharaan sapi (pengolahan

pakan

dan pemeliharaan) 1.200.000 -

Pembersihan lahan (2 kali) - 400.000

Panen dan pascapanen kelapa (3 x

150 pohon) 675.000 675.000

C. PENERIMAAN 28.676.000 6.000.000

Penjualan jagung manis 16.480.000 -

Penjualan sapi 5.620.000 -

Penjualan kopra 6.000.000 6.000.000

Penjualan pupuk kandang 576.000 -

PENDAPATAN BERSIH 7.909.000 4.925.000

B/C 1,38

NKB 1,15

Nilai NKB dari penerapan SITT kelapa-jagung manis-sapi yaitu 1,15. Ini berarti penerapan

SITT mampu meningkatkan keuntungan petani kooperator. Dengan demikian, secara finansial

teknologi SITT kelapa-jagung manis-sapi layak diterapkan karena nilai B/C dan NKB lebih dari 1.

KESIMPULAN

Sistem integrasi tanaman kelapa-jagung manis-sapi menunjukan hasil yang positif, tetapi

untuk pengembangan dalam skala besar diperlukan pengkajian menyeluruh dan multi-lokasi di

Maluku Utara.

Page 17: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

12 Kelayakan usaha integrasi kelapa-jagung manis-sapi di lahan kering Maluku Utara

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa. 1995. Model Keuntungan Kompetitif Sebagai Alat Analisis Dalam

Memilih Komoditas Unggulan Pertanian. Informatika Penelitian. Vol 5(2): 251-258

BPS. 2014. Maluku Utara dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku Utara.

BPTP Maluku Utara. 2009. Gelar Teknologi Jagung Hibrida Bima 5 di Maluku Utara. Laporan Akhir.

BPTP Maluku Utara. 2015. Kajian Agribisnis Tanaman Kelapa (Teknologi Budidaya, Pengendalian

OPT, dan Produk Olahan Kelapa). Laporan Akhir.

Elly, FH., Sinaga, BM., Sri Utami Kuntjoro, AU., dan Nunung Kusnadi. 2008. Pengembangan Usaha

Ternak Sapi Rakyat Melalui Integrasi Sapi Tanaman di Sulawesi Utara. Jurnal Litbang

Pertanian, 27(2), 2008. Tersedia pada:

http://www.pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3272084.pdf

Fisher, K.S. dan A.F.E. Palmer. 1984. Jagung Tropik. CIMMYT, Mexico. Dalam R. Goigworthy dan

N.M. Fisher (Ed.).Terjemahan Tohari, Penyunting Soedharoedjian. Fisiologi Tanaman

Budidaya Tropika. Gadjah Mada University Press. hlm. 305-307.

Hadi, Rustan. 2009. Teknik Optimalisasi Pemanfaatan Lahan di Antara Tanaman Kelapa di Daerah

Pasang Surut Jambi. Buletin Teknik Pertanian Vol. 14 No. 1, 2009: 40-43.

Hendaru, Indra H. et. al. 2011. Laporan Akhir Kegiatan Prima Tani Kabupaten Halmahera Barat.

BPTP Maluku Utara.

Kaat, H dan S.N. Dawis. 1986. Pengaruh Tanaman Sela Terhadap Produksi Kelapa. Jurnal Penelitian

Kelapa (1): 34-36.

Malia, IE., Paat, PC., Aryanto, dan Bahtiar. 2006. Kelayakan Sistem Usahatani Jagung-Ternak Sapi-

Kelapa di Sulawesi Utara. Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010. Ha; 607-618. ISBN : 978-

979-8940-29-3.

Nataatmaja, H. 2004. Studi Pelaksanaan Pengembangan Sistem “Crop-Livestock” melalui BLM.

Zurahman, N dan The, E. 2011. Pendugaan Bobot Badan Calon Pejantan Sapi Bali Menggunakan

Dimensi Ukuran Tubuh. Buletin Peternakan Volume 35(3): 160-164.

Paat, PC., dan Taulu, LA. 2006. Potensi dan Peluang Pengembangan Sistem Integrasi Jagung – Sapi di

Sulawesi Utara. Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi

Tanaman –Ternak. Hal 99-106.

Price GJ 1972, Economic analysis of agricultural project. The economic development institute,

Interbational Bank for reconstruction and development, The John Hopkins University Press,

Baltimore and London. 221 p.

Zuraida, R. 2010. Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung

Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan

(Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru). Prosiding Pekan Serealia Nasional,

2010. Hal; 597-601. ISBN : 978-979-8940-29-3.

Page 18: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

13

STATUS PERKEMBANGAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH

MALUKU UTARA

Ahmad Yunan Arifin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara.

Jl. Komp. Pertanian Kusu Kec. Oba Utara Kota idore Kepulauan Maluku Utara

Email: [email protected]

ABSTRAK

Saat ini telah terjadi kecenderungan penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap struktur

perekonomian di setiap wilayah. Kondisi ini disebabkan adanya fokus kebijakan dan implementasi

pada kegiatan non pertanian pada struktur pembangunan wilayah. Kajian ini bertujuan untuk a).

Mengidentifikasi karakteristik subsektor pertanian dalam pembangunan wilayah dan b). Menyusun

strategi dalam mengoptimalisasi peran subsektor pertanian dalam pembangunan wilayah. Kajian

dilakukan pada bulan Januari – April 2009 di provinsi Maluku Utara menggunakan data sekunder

yang tersedia. Data dianalisis menggunakan pendekatan Shift Share Analysis (SSA) dan tipologi

Klassen untuk mengidentifikasi kontribusi subsektor pertanian dalam pembangunan wilayah serta

analisis deskriptif untuk mengetahui situasi dan permasalahan pembangunan pertanian. Hasil kajian

menunjukkan adanya 7 (tujuh) akar permasalahan penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap

struktur perekonomian wilayah, yaitu a). keterbatasan infrastruktur dasar dan pertanian; b). Rendahnya

produktivitas usaha tani; c). Rendahnya kapasitas kolektif petani; d). Rendahnya produktivitas kerja

petani akibat akses pendidikan dan kesehatan yang rendah; e). Minimnya lapang usaha dan

keterbatasan kemampuan pemanfataan peluang usaha; f). Pendekatan pembangunan birokratik dan

sentralistik; dan g). Pelaksanaan manajemen pembangunan perdesaan bersifat egosektoral. Dalam hal

ini, pendekatan kawasan berbasis gugus pulau diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan

sumberdaya alam dan penyediaan sumberdaya buatan untuk peningkatan produktivitas usaha

pertanian. Pengembangan gugus pulau memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan ekologis,

karakterisitik dan potensi pertanian wilayah, pengembangan pusat pertumbuhan dan pelayanan sarana

ekonomi sosial, serta keterkaitan potensi masing-masing pulau secara fungsional dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan kehidupan ekonomi masyarakat pada suatu gugus pulau.

PENDAHULUAN

Hingga saat ini, pertanian dipandang sebagai suatu subsektor yang memilki kemampuan

khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity) di tingkat wilayah.

Dalam hal ini, kesejahteraan masyarakat perdesaan dapat ditingkatkan dan kesenjangan perdesaan-

perkotaan dapat dikurangi melalui optimalisasi pembangunan subsektor pertanian. Dengan demikian,

keberhasilan pembangunan subsektor pertanian memiliki peran vital dalam mengurangi kemiskinan

dan kesenjangan antar wilayah. Hal ini disebabkan pertumbuhan sektor pertanian memiliki

kemampuan khusus untuk mengurangi kemiskinan. Berdasarkan estimasi lintas negara menunjukkan

bahwa pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dipicu oleh subsektor pertanian, minimal

memiliki dua kali lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan daripada pertumbuhan yang disebabkan

oleh sektor di non pertanian (Bank Dunia, 2008). Pertumbuhan di sektor pertanian diyakini pula

memiliki efek pengganda (multiplier effects) yang tinggi karena pertumbuhan di sektor ini mendorong

pertumbuhan yang pesat di sektor-sektor perekomonian lain, misalnya di sektor pengolahan (agro-

industry) dan jasa pertanian (agro-services).

Ironisnya, saat ini telah terjadi kecenderungan penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap

struktur perekonomian di Maluku Utara. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya beberapa titik lemah

dalam kebijakan dan implementasi yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi (termasuk

pertanian). Pemerintah telah melakukan berbagai pendekatan pembangunan sektor pertanian seperti

Page 19: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

14

pembangunan pertanian terpadu, pembangunan pertanian berwawasan lingkungan, dan pembangunan

pertanian berwawasan agroindustri. Namun, upaya tersebut sampai saat ini belum menghasilkan

pencapaian yang optimal. Dengan demikian, diperlukan sebuah pendekatan pemberdayaan alternatif

yang mampu memberdayakan masyarakat pedesaan secara holistik dan sinergis. Berimbang antara

aspek ekonomi, infrastruktur, sosial dan kelembagaan serta lingkungan hidup lewat pengembangan

kawasan yang melingkupinya yang mampu membuka peluang melakukan sinergitas beragam kegiatan

lebih yang dinamis dan produktif yang melibatkan partisipasi berbagai pihak dalam merespon

ketidakberdayaan dan kemiskinan akut. Asumsi ini sejalan dengan pandangan dan pengalaman

empirik bahwa partisipasi adalah jalan mencapai pemberdayaan (Sajogyo, 1977) yang tentu akan lebih

efektif apabila didekati melalui kebijakan pengembangan kawasan perdesaan berbasis komunitas atau

masyarakat.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan kajian ini sebagai berikut: a).

Mengidentifikasi karakteristik subsektor pertanian dalam pembangunan wilayah dan b). Menyusun

strategi dalam mengoptimalisasi peran subsektor pertanian dalam pembangunan wilayah.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Kajian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2009 dengan menganalisis data

sekunder terkait di wilayah Maluku Utara.

Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder yang terdiri dari dokumen instansi terkait

dan data Biro Pusat Statistik.

Analisa Data

Shift Share Analysis (SSA) merupakan suatu analisis ekonomi wilayah yang mengidentifikasi potensi

dan daya saing perkembangan suatu program pembangunan wilayah. Persamaan yang digunakan

adalah:

∆ 𝑌𝑖 = 𝑃𝑅𝑖𝑗 + 𝑃𝑃𝑖𝑗 + 𝑃𝑃𝑊𝑖𝑗

Atau secara rinci dapat dinyatakan;

𝑌′𝑖𝑗 − 𝑌𝑖𝑗 = ∆𝑌𝑖𝑗 = 𝑌𝑖𝑗 (𝑅𝑎 − 1) + 𝑌𝑖𝑗(𝑅𝑖 − 𝑅𝑎) + 𝑌𝑖𝑗 (𝑟𝑖 − 𝑅𝑖)

∆𝑌𝑖𝑗 = 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑖 𝑘𝑒 − 𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒 − 𝑗

Yij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada provinsi ke-j pada tahun dasar analisis

Y’ij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada provinsi ke-j pada tahun akhir analisis

Yi = PDRB subsektor pertanian ke i di seluruh wilayah penelitian pada tahun dasar

analisis

Y’i = PDRB subsektor pertanian ke i di seluruh wilayah penelitian pada tahun akhir

analisis

Y.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun dasar analisis

Y’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun akhir analisis

Ra = Y’.. / Y..

Ri = Y’i. / Yi.

ri = Y’ij / Yij

Tipologi Klassen. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola pertumbuhan

ekonomi daerah dengan klasifikasi sebagai berikut: (a) wilayah maju dan tumbuh cepat (ri > r dan yi <

y); (b) wilayah maju dan tertekan (ri < r dan yi > y); (c) wilayah sedang tumbuh (ri > r dan yi < y); dan

(d) wilayah yang relatif tertinggal (ri < r dan yi < y).

Keterangan:

ri = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB wilayah i

yi = PDRB perkapita wilayah i

Page 20: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

15

r = Laju pertumbuhan PDRB wilayah referensi

y = PDRB perkapita wilayah referensi

HASIL PEMBAHASAN

Kebijakan Pembangunan Maluku Utara

Pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhannya merupakan salah satu kebutuhan dalam

rangka membangun perekonomian di daerah. Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) merupakan

salah satu indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi wilayah.

Maluku Utara memiliki nilai PDRB sebesar 2.6 trilyun dengan rata-rata laju pertumbuhan selama

periode tahun 2001 – 2008 yang cukup tinggi, yaitu 5,9%/th. Namun demikian, laju pertumbuhan ini

tidak diiringi dengan perkembangan kualitas pembangunan ekonomi dan manusia yang cukup baik.

Hal ini terlihat adanya ketimpangan ekonomi dan efisiensi pengelolaan sumber daya dalam

pelaksanaan pembangunan di wilayah Maluku Utara.

Ketimpangan Pembangunan

Dalam hal distribusi ketimpangan pembangunan ekonomi, dapat diidentifikasi menurut

aspeknya, yaitu dimensi sektoral, spasial, distribusi pendapatan dan pengeluaran. Dari dimensi

sektoral, pada tahun 2008, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB

Maluku Utara, yaitu sebesar 39,5 %. Namun demikian, sebagian besar laju pertumbuhan ini

disumbang oleh sektor pertambangan (10.8%), bangunan (10.3%), serta pengangkutan dan komunikasi

(8.9%). Sektor pertanian hanya memiliki laju pertumbuhan sebesar 4.7%. Seiring dengan tingginya

jumlah keluarga pra sejahtera di perdesaan yang mencapai 96% dari total keluarga pra sejahtera (BPS,

2008), fenomena ini menunjukkan adanya indikasi perhatian pemerintah daerah yang lebih besar pada

subsektor non-pertanian, khususnya pertambangan, perdagangan, bangunan, serta pengangkutan dan

komunikasi.

Beradasarkan aspek spasial, kota Ternate merupakan penyumbang sumbangan terbesar dalam

pembentukan PDRB Maluku Utara Tahun 2007 (19,3%), diikuti dengan kabupaten Halmahera Selatan

(19,2%), Halmahera Utara (16,7%), Kep. Sula (11,4%), Tidore Kep. (9,1%), Halmahera Timur

(8,3%), Halmahera Barat (8,0%), dan Halmahera Tengah (7,9%).

Senada dengan hal tersebut, tipologi Klassen berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan per kapita memberikan informasi terkait pola pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Hasil

analisis memberikan gambaran bahwa tingginya ketimpangan pertumbuhan antar kabupaten/kota.

Hanya Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Timur yang masuk dalam Wilayah Maju dan Tumbuh

Cepat sedangkan Halmahera Tengah, Selatan, Utara, dan Tidore Kepulauan (Wilayah Maju Tetapi

Tertekan) serta Halmahera Barat dan Kep Sula (Wilayah Relatif Tertinggal). Dalam teori ekonomi,

adanya perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar kabupaten/kota yang besar menyebabkan pengaruh

yang merugikan (backwash effects) terhadap pertumbuhan wilayah provinsi Maluku Utara. Perbedaan

pertumbuhan wilayah yang cukup besar menyebabkan adanya perbedaan ketersediaan sumber daya

yang dimiliki setiap wilayah sehingga pemilik modal (investor) cenderung memilih wilayah dengan

pertumbuhan cepat karena tersedinya berbagai fasilitas pendukung usaha, meliputi prasarana

perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, dan ketersediaan tenaga

terampil.

Efisiensi Pembangunan Sumberdaya

Pembangunan ekonomi dalam kerangka otonomi daerah menghendaki adanya pengelolaan dan

penggunaan sumberdaya yang efisien untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi daerah

berdasarkan potensi dan karakteristik. Efisiensi pengelolaan sumberdaya dapat diuraikan dari efisiensi

pendayagunaan sumberdaya fisik dan manusia serta sumberdaya alam.

Penilaian efisiensi pendayagunaan aspek sumberdaya fisik menggunakan metode Shift Share

Analysis (SSA) untuk memperoleh gambaran secara umum terkait efisiensi pendayagunaan

sumberdaya fisik dan manusia di tingkat wilayah (Tabel 1). Metode SSA mengukur kegiatan ekonomi

Page 21: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

16

pada seluruh sektor dengan memberikan asumsi adanya perubahan pendapatan dan produksi wilayah

menurut tiga komponen pertumbuhan, yaitu pertumbuhan regional, proporsional, dan pangsa pasar.

Tabel 1. Hasil Analisis SSA Wilayah Pusat Pertumbuhan Maluku Utara (Kota Ternate)

N

o

Sektor Ternate Maluku Utara Pertumbuhan Pertum

b

Pangsa

Pasar

Th

2005

Th

2007

Th

2005

Th

2007

Region

-al

Propor

si-onal

1 Pertanian 55.717 61.745 792.67 870.19 6.585 -1.137 580

2 Pertambangan

dan Penggalian

3.807 4.512 106.62 123.40 450 149 106

3 Industri

Pengolahan

26.731 29.388 343.32 370.48 3.159 -1.045 542

4 Listrik, Gas,

dan Air

6.447 6.725 11.177 12.625 762 73 -557

5 Bangunan 13.662 16.657 33.574 40.704 1.615 1.287 94

6 Perdagangan,

Hotel, dan

Resto

141.25 161.08 540.69 619.28 16.695 3.837 -701

7 Pengangkutan

dan Kominukasi

57.660 76.728 157.73 185.63 6.815 3.384 8.869

8 Keuangan &

Persewaan

29.869 32.560 74.071 83.695 3.530 351 -1.190

9 Jasa-jasa 79.941 89.260 176.92 195.14 9.448 -1.215 1.086

TOTAL 415.08 478.65 2.236.

8

2.501.

1

49.060 5.684 8.828

Sumber: BPS, 2008

Kota Ternate, sebagai wilayah pusat pertumbuhan di Maluku Utara, memiliki pertumbuhan

regional dan proporsional paling tinggi berada pada sektor perdagangan-perhotelan-restoran. Namun

demikian, sektor pertanian termasuk dalam kategori pertumbuhan regional yang cepat tetapi masuk

dalam kategori pertumbuhan proporsional yang tidak maju. Kedepannya, diperlukan pembenahan dan

penguatan sistem agribisnis yang didukung dengan kebijakan yang kondusif, meliputi aspek

pemasaran, kelembagaan, perpajakan dan subsidi untuk memajukan sektor pertanian Maluku Utara.

Penilaian efisiensi pengelolaan aspek sumberdaya alam, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi

di Maluku Utara telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam dan

kualitas lingkungan akibat kurang diperhatikannya faktor produksi, sosial, dan ekologi dalam

pengelolaan SDA. Sebagai gambaran dapat diuraikan pengurasan tambang (dalam hal ini nikel) dan

kayu sebagai primadona sumberdaya alam Maluku Utara. Berdasarkan Laporan Triwulan IV Bank

Indonesia, terdapat peningkatan ekspor tambang nikel yang cukup signifikan selama tahun 2009

hingga mencapai 43% di Maluku Utara. Diperkirakan ekspor ini akan terus meningkat seiring

masuknya invetasi baru maupun ekspansi usaha dari dua perusahaan tambang besar yang ada, yaitu

PT. NHM dan PT. Antam. Kedepannya, pertanian di kedua wilayah tersebut akan dihadapkan dengan

permasalahan meningkatnya kerusakan lahan, menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan,

meluasnya lahan kritis, serta berkurangnya daya dukung lingkungan.

Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

memberikan kewenangan dan keleluasaan yang lebih luas bagi Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai

pelaksana dan promotor pembangunan di daerah untuk mengatur dan menentukan sendiri kegiatan

pembangunan wilayah yang sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Strategi

pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki daerah sehingga

mampu mendayagunakan potensi sumber daya manusia, sumber-sumber fisik serta kelembagaan local,

baik formal maupun non formal.

Page 22: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

17

Permasalahan Pembangunan Perdesaan

Pada dasarnya, pembangunan yang efisien dan efektif dapat tercapai apabila mampu

memanfaatkan sumberdaya yag terbatas untuk memberikan hasil yang maksimal, bermanfaat bagi

masyarakat, dan merupakan upaya pemecahan masalah yang mendasar dan permanen sehingga dapat

landasan yang kuat untuk pembangunan ke depan. Dalam hal ini, pembangunan di subsektor pertanian

menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, meliputi aspek sumberdaya alam, ekonomi, sosial,

budaya, kelembagaan, pendidikan, kesehatan, dan politik. Atas dasar hal ini, perlu dilakukan

penelusuran akar permasalahan dan kemudian membangun mulai dari akar permasalahan.

Membangun dari akar permasalahan diharapkan dapat mengoptimalkan sumberdaya yang terbatas

secara tepat untuk mendukung prioritas pembangunan yang memberikan manfaat secara luas.

Menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul di “permukaan” hanya bersifat sementara dan

tidak menyelesaikan akar permasalahan sehingga cenderung menimbulkan masalah baru yang lebih

kompleks. Mengingat kompleksitas permasalahan, maka permasalahan pembangunan perdesaan

dikelompokkan berdasarkan unsur-unsur di dalamnya, yaitu petani, pertanian, dan pelaksanaan

pembangunan perdesaan.

Petani

• Sektor pertanian sebagai sumber penghasilan 82% keluarga di Maluku Utara belum mampu secara

optimal memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani. Terbukti, hampir

sebagian besar jumlah penduduk miskin di Maluku Utara (73% dari total penduduk miskin) berada

di desa (BPS, 2007). Selain itu, terdapat kecenderungan tingginya rata-rata angka pengangguran

di tingkat desa, yaitu sebesar 30 orang/desa (BPS, 2003).

• Sektor pertanian yang identik sebagai sumber penghasilan utama di perdesaan, tidak mampu

memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat. Data menunjukkan bahwa rata-rata

jumlah penduduk yang “keluar” desa (urbanisasi) sebanyak 3 orang/desa/tahun. Kota Ternate

sebagai wilayah pusat pertumbuhan di Maluku Utara, merupakan daerah tujuan utama urbanisasi

dengan rata-rata jumlah penduduk yang datang per kelurahan di kota Ternate, sebanyak 22 org

dalam kurun waktu 1 tahun (2008). Hal ini menggambarkan sektor pertanian tidak mampu

memberikan jaminan kelangsungan lapangan kerja sehingga seiring dengan terjadinya urbanisasi,

maka terjadi perubahan sumber penghasilan utama masyarakat dari petani ke non pertanian (BPS,

2008).

• Kualitas SDM dapat diukur melalui Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan

mempertimbangkan hubungan antara faktor penghasilan dan kesejahteraan. Nilai Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara selama kurun waktu 3 tahun (2006-2008) cukup

rendah, yaitu 67,82-68,8 dengan rata-rata nasional sebesar 70,1-71,2 (BPS, 2008). Kondisi ini

menjadi penyebab rendahnya produktivitas kerja sebagian besar masyarakat, termasuk didalamnya

petani, cukup rendah.

• Tingkat produktivits kerja dipengaruhi oleh status kesehatan dan kemampuan askses masyarakat

terhadap pendidikan. Dalam hal ini, masyarakat Maluku Utara memiliki tingkat kerentanan yang

tinggi terhadap berbagai wabah penyakit (muntaber,demam berdarah, dan TBC) dengan rata-rata

penderita berjumlah 2,5 orang/desa/th (BPS, 2008). Selain itu, berdasarkan pola pengeluaran

pendapatan masyarakat, hanya sebagian kecil pendapatan masyarakat di perdesaan yang

dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, yaitu sebesar 4.4%. Dengan

demikian, perlu adanya upaya peningkatan pendapatan masyarakat dalam rangka mewujudkan

peningkatan kualitas sumberdaya manusia di tingkat masyarakat, khususnya di perdesaan (Susenas,

2005).

Produktivitas Pertanian

• Keragaan produktivitas seluruh komoditas pertanian di Maluku Utara masih jauh dibawah standar

nasional, kecuali tanaman cengkeh. Standar produktivitas nasional tanaman cengkeh adalah 480 –

800 kg/ha sedangkan tingkat produktivitas cengkeh di Maluku Utara sebesar 547 kg/ha. Ironisnya,

produktivitas cengkeh yang merupakan tanaman asli Maluku Utara ini memiliki nilai yang lebih

rendah dibandingkan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yaitu sebesar 632 kg/ha.

Page 23: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

18

• Hal yang sama terlihat dari rendahnya pola diversifikasi usaha tani. Secara nasional. Rata-rata

jumlah industri pengolahan makanan skala kecil/rumah tangga di tingkat desa sangat rendah, yaitu

3 vs 9 industri/desa (BPS, 2008) . Dengan demikian, produktivitas usaha tani yang rendah diikuti

dengan aktivitas nilai tambah yang juga rendah akibat kegiatan agroindustri di perdesaan yang

belum optimal.

• Produktivitas usaha tani memerlukan kemudahan akses terhadap invasi teknologi di wilayah

perdesaan sehingga mampu membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas

pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta mendukung

pengembangan daerah pedesaan. Ketersediaan kelembagaan petani dan media informasi

masyarakat desa yang relatif rendah, yang terlihat dengan keberadaan kegiatan penyuluhan yang

hanya berada di 137 desa (17,8%); keberadaan kelompok tani 412 desa (53,6%); dan keberadaan

kegiatan sosial-keagamaan 474 desa (61,7%) (BPS, 2003). Kondisi ini berakibat lemahnya upaya

dukungan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan dan peluang di tingkat

desa. Selain itu, masih minimnya penerapan inovasi teknologi pertanian memerlukan upaya khusus

peningkaatan adopsi inovasi teknologi melalui berbagai saluran diseminasi yang tersedia di tingkat

wilayah.

Pembangunan Perdesaan

• Terdapat indikasi perhatian pemerintah yang lebih besar pada sektor non-pertanian, khususnya

pertambangan, bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi. Provinsi Maluku Utara memiliki

nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 2.6 trilyun pada tahun 2008 dengan

subsektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 37,5%. Namun demikian, sebagian besar laju

pertumbuhan ini disumbang oleh sektor pertambangan (10.8%), bangunan (10.3%), serta

pengangkutan dan komunikasi (8.9%). Subsektor pertanian hanya memiliki laju pertumbuhan

sebesar 4.7%.

• Keterbatasan infrasturktur dasar dan infrastruktur pertanian (jaringan irigasi, modal dan pemasaran

produksi) mengakibatkan ketidakberdayaan masyarakat petani secara ekonomi. Kondisi

infrastruktur dasar, dalam hal ini jalan dan listrik di tingkat perdesaan menunjukkan hanya sebesar

62% jenis jalan utama desa merupakan jalan aspal dan 38% merupakan jenis jalan batu maupun

tanah. Jumlah keluarga yang mampu mengakses listrik untuk mendukung kegiatan ekonomi dan

kebutuhan dasar keluarga hanya sebesar 59%. Kondisi infrastruktur pertanian, dalam hal ini

jaringan irigasi, hanya sebesar 20% lahan sawah merupakan lahan berpengairan teknis. Kondisi ini

menunjukkan minimnya ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung aktivitas ekonomi

masyarakat.

• Kemampuan dan kemudahan akses petani terhadap permodalan dan pasar juga cukup rendah, yang

ditunjukkan dengan kecilnya jumlah desa yang menerima fasilitas kredit untuk petani (KKP, KUK,

KPR, dll), yaitu hanya sebesar 36% dari seluruh desa yang ada; kecilnya jumlah keberadaan

lembaga keuangan di tingkat desa, yaitu 8% dari seluruh desa yang ada; dan rata-rata jarak desa ke

pasar cukup jauh, yaitu sebesar 26,3 km (BPS, 2008). Dari aspek sarana produksi (mesin produksi),

rata-rata jumlah kepemilikan mesin pengolah hasil pertanian di tiap desa (mesin pengolah padi,

jagung, dan atau ubi kayu) hanya sebesar 2 unit/desa (BPS, 2003).

• Tersebarnya program/kegiatan antar sektor di berbagai wilayah desa di Maluku Utara sehingga

dampak masing-masing program/kegiatan terhadap pertumbuhan wilyah/desa tidak optimal.

Berbagai program/kegiatan telah masuk di tingkat desa, dengan rincian program/kegiatan dari

pemerintah kabupaten/kota; pemerintah pusat; serta sumber dana luar negeri, swasta dan sumber

lainnya masing-masing 90%; 33%; 43%; serta 27% dari seluruh desa yang ada di Maluku Utara

(BPS, 2008).

Strategi Optimalisasi Subsektor Pertanian

Merujuk kondisi diatas, dapat dipastikan masyarakat dan desa akan terus menghadapi

ketidakberdayaan dalam pembangunan pertanian. Dalam hal ini, pembangunan di subsektor pertanian

menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, meliputi aspek sumberdaya alam, ekonomi, sosial,

budaya, dan kelembagaan. Atas dasar hal ini, maka strategi optimalisasi subsektor pertanian dalam

pembangunan wilayah diharapkan mampu mempertimbangkan akar permasalahan pembangunan

Page 24: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

19

pertanian dan perdesaan. Menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul di “permukaan” hanya

bersifat sementara sehingga cenderung menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks. Oleh karena

itu, membangun dari akar permasalahan diharapkan dapat mengoptimalkan sumberdaya yang terbatas

secara tepat untuk mendukung prioritas pembangunan yang memberikan manfaat secara luas.

• Pertama, masyarakat dan desa menghadapi terbatasnya ketersediaan infrastruktur dasar dan

infrastruktur pertanian sehingga masyarakat relatif kurang mampu memanfaatkan peluang usaha

yang ada. Diperlukan upaya pemberdayaan wilayah berbasis gugus pulau dalam penyediaan

infrastruktur pendukung usaha di tiap wilayah.

• Kedua, produktivitas dan produksi usaha tani di tingkat petani sangat rendah di seluruh subsektor

pertanian. Kondisi ini menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan pendapatan petani yang

diterima oleh petani. Diperlukan upaya peningkatan produktivitas usaha tani melalui penerapan

inovasi teknologi dan peningkatan nilai tambah petani melalui pemanfaatan peluang diversifikasi

usaha. Peningkatan adopsi inovasi teknologi dilakukan dengan mengintensifkan penyuluhan

berbasis potensi dan permasalahan pertanian di tiaap wilayah.

• Ketiga, masyarakat petani di perdesaan dengan kondisi perekonomian yang belum baik, sangat

rentan terhadap berbagai penyakit, gizi buruk dan sekarang semakin sangat tidak berdaya untuk

akses kepada pendidikan dan kesehatan dasar. Kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja dan

produktivitas petani di perdesaan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pelayanan pendidikan

dan kesehatan yang baik hingga ke tiap wilayah. Seiring dengan meningkatnya aksesibilitas antar

wilayah melalui pendekatan pembangunan berbasis gugus pulau maka layanan pendidikan dan

kesehatan dapat disediakan pada pusat-pusat pertumbuhan yang terdapat pada setiap gugus pulau.

• Keempat, kapasitas kolektif masyarakat desa terus menurun dalam merespon tantangan dan

memanfaatkan peluang yang ada di desa. Gejala yang tumbuh adalah kecenderungan masyarakat

tidak berminat menemukenali dan mengelola potensi sumberdaya yang ada di desa tempat

tinggalnya secara kreatif dan produktif untuk kesejahteraan bersama. Masyarakat cenderung

meninggalkan desa menuju wilayah perkotaan yang berimplikasi pada perubahan sumber

penghasilan dari pertanian sebagai basis keahlian ke non pertanian. Oleh karena itu, diperlukan

penguatan kelembagaan petani melalui pemberdayaan kelompok tani yang telah tumbuh di tingkat

masyarakat, seperti kelompok pengajian, perkumpulan PKK, dan kelembagaan adat. Dalam hal ini,

peningkatan kemampuan petani dilakukan secara kolektif agar mampu memahami potensi dan

permasalahan serta rencana aksi secara bersama dalam meningkatkan produktivitas usaha pertanian

di tiap wilayah.

• Kelima, terjadi degradasi sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi

sumberdaya alam. Kondisi ini berakibat menurunnya daya dukung wilayah dalam memenuhi

kebutuhan hidup dan kehidupan masyarakat di suatu wilayah. Diperlukan upaya program pertanian

padat karya yang mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja di perdesaan. Hal ini diharapkan

dapat mengurangi tingkat urbanisasi yang relatif tinggi di Maluku Utara.

• Keenam, pendekatan pembangunan birokratik dan sentralistik melalui bantuan program/kegiatan

di tingkat desa, menyebabkan masyarakat desa memiliki ketergantungan pada pihak luar dalam

melaksanakan aktivitas usaha. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, pola pembangunan ini telah

melemahkan kearifan lokal dan pranata sosial (kelembagaan adat) yang mampu memberikan solusi

dalam pemecahan berbagai persoalan di tingkat desa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan

pembangunan pertanian partisipatif sehingga petani dapat melaksanakan program pembangunan

pertanian sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat serta monitoring pelaksanaan kegiatan

melalui kelembagaan lokal yang ada di tingkat masyarakat.

• Ketujuh, pelaksanaan manajemen pembangunan perdesaan masih bersifat egosektoral. Belum

adanya mekanisme pengaturan intervensi berbagai pihak dalam mendukung pengembangan

perdesaan, khususnya untuk subsektor pertanian. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan

pertanian berbasis gugus pulau diharapkan dapat mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya yang

ada pada instansi yang berbeda. Dengan demikian, diharapkan dapat tercapai efisiensi pemanfataan

sumberdaya utama dan pendukung dalam mendukung kegiatan pertanian di tiap wilayah.

Page 25: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

20

KESIMPULAN

Kualitas dan kuantitas pertumbuhan ekonomi wilayah cenderung mengalami penurunan akibat

terjadi penurunan kontribusi subsektor pertanian terhadap struktur perekonomian di wilayah Maluku

Utara. Kondisi ini disebabkan adanya kelemahan dalam kebijakan dan implementasi yang berkaitan

dengan pembangunan ekonomi, termasuk subsektor pertanian. Dengan demikian, diperlukan sebuah

pendekatan pemberdayaan alternatif yang mampu memberdayakan masyarakat pedesaan secara

sinergis antara aspek ekonomi, infrastruktur, sosial dan kelembagaan melalui pengembangan kawasan

sehingga petani mampu mengoptimalkan peluang usaha pertanian yang produktif. Dalam hal ini,

pendekatan kawasan berbasis gugus pulau diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya

alam dan penyediaan sumberdaya buatan untuk peningkatan produktivitas usaha pertanian.

Pengembangan gugus pulau memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan ekologis, karakterisitik

dan potensi pertanian wilayah, pengembangan pusat pertumbuhan dan pelayanan sarana ekonomi

sosial, serta keterkaitan potensi masing-masing pulau secara fungsional dalam rangka memenuhi

kebutuhan dan kehidupan ekonomi masyarakat pada suatu gugus pulau.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS), 2012. Maluku Utara Dalam Angka. BPS. Ternate.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2011. Potensi Desa. BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2003. Potensi Desa. BPS. Jakarta.

Bulohlabna, C. 2008. Tipologi dan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan

timur indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chambers, R. 1995. “Poverty and Livelihoods: Whose Reality Counts?” IDS Discussion Paper 347,

1995.

Cheyne, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave. 1998. Social Policy in Aotearoa New

Nealand: A Critical Introduction, Auckland: Oxford University Press. Hal 91 dan 97).

Delis, A. 2008. Peran infrastruktur sebagai pendorong dinamika ekonomi sektoral dan regional

berbasis pertanian. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Edi Suharto. “Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Konsep dan Strategi

Pengentasan Kemiskinan menurut Perspektif Pekerjaan Sosial”.

(http://www.policy.hu/suharto/makIndo15.html, 11 april 2005).

Hardono, S.G., 2002. Dampak perubahan faktor-faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan rumah

tangga pertanian. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

La Ode Samsul Barani. 2009. Analisis Spasial Untuk Perumusan Kebijakan Pengembangan Kawasan

Pulau-Pulau Kecil. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Manafi R. 2003. Rancangbangun pengelolaan pulau-pulau kecil berbasis pemanfaatan ruang. Program

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Renata Lok-Dessallien. “Review of Poverty Concepts and Indicators”.

(http://www.undp.org/poverty/publications/pov_red/Review_of_Poverty_Concepts.pdf., 11 Mei

2005).

Rustiadi, E. 2001. Perencanaan Wilayah Di Dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Dan Disparitas

Antar Wilayah Di Era Otonomi Daerah1. Makalah. Diskusi Program Certification, Environment

Justice And Natural Asset. Lembaga Alam Tropika Indonesia. Bogor.

Sajogyo. 1977. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa. Majalah Prisma No. 3

Maret 1977. Hal. 10-17.

Sumarto, Sudarno, Syaikhu Usman, and Sulton Mawardi (1997) Peran Sektor Pertanian dalam

Penanggulangan Kemiskinan: Mengikutsertakan Petani dalam Proses Penyusunan Kebijakan;

dalam Agriculture Sector Strategy Review. Jakarta: Ministry of Agriculture Republic of Indonesia

Page 26: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

home | Error! No text of specified style in document. 21

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MELALUI OPTIMALISASI

LAHAN PEKARANGAN

DI KELURAHAN SASA, KOTA TERNATE

Agus Hadiarto1) dan Chris Sugihono1)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara

Komplek Pertanian Kusu No. 1, Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kota Ternate sebagai Kota perdagangan dan merupakan salah satu daerah di Provinsi Maluku Utara

yang membutuhkan perhatian yang sangat serius untuk mengatasi ketergantungan pangan yang tinggi

seperti daging ayam, telur, sayuran, dan beras dari wilayah lain. konsidi cuaca yang buruk di lautan

mengakibatkan pasokan komoditas pangan terganggu dan berdampak pada kenaikan harga pangan

yang tinggi, sehingga dapat memicu gangguan stabilitas pangan di Kota Ternate. Model Kawasan

Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan salah satu program Kementerian Pertanian yang dapat

mewujudkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga.

Kegiatan pengembangan KRPL Kota Ternate berlangsung pada bulan Januari - Desember 2012.

Lokasi kegiatan dilaksanakan di Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate. Ruang

lingkup kegiatan meliputi: (1) Persiapan dengan melakukan survey dan koordinasi kegiatan dengan

instansi terkait; (2) Sosialisasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL); (3) Pembentukan

kelompok dan pemilihan komoditas secara partisipatif; (4) Pembangunan kebun bibit desa (KBD) dan

pembuatan media tanam di KBD; (5) Pembuatan media tanam untuk pekarangan RPL; (6) Pelatihan

teknis budidaya; (7) Penataan landscape pekarangan RPL berdasarkan strata; (8) Pendampingan

perawatan tanaman dan lahan pekarangan; (9) Musyawarah untuk mengatasi masalah dan menemukan

solusi bersama; (10) Pendampingan pemasaran hasil pertanian; (11) Replikasi model.

Pola pengembangan kegiatan terbagi menjadi tiga kelompok sasaran yaitu rumah tangga dengan luas

pekarangan kurang dari 120 m2, antara 120 sampai 400 m2, dan lebih dari 400 m2. Kegiatan KRPL

Ternate 2012 diikuti oleh 25 orang petani kooperator yang rumahnya saling berdekatan dalam satu

kawasan RT 003, Kelurahan Sasa. Hasil survey penentuan lokasi, RT 003 Kelurahan Sasa terpilih

sebagai tempat lokasi, karena masyarakatnya memiliki kemauan yang tinggi untuk mengembangkan

pola KRPL. Kebun bibit KRPL Kota Ternate seluas 3,5 x 7 m2 digunakan secara maksimal dengan

rumah naungan pembibitan seluas 3 x 4 m2. Tanaman yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 12 jenis

komoditas tanaman sayuran, 3 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas tanaman buah, dan 2

komoditas peternakan.

Tiga masalah utama yang membatasi kegiatan dan telah diatasi adalah (1) adanya kambing yang

berkeliaran di sekitar pekarangan; (2) Curah hujan terlalu banyak yang menyebabkan banyak penyakit;

dan (3) kesulitan mendapatkan tanah sebagai media tanam di polibag. Hama dan penyakit yang

umumnya menyerang adalah hama ulat penggorok daun, hama thrips dan tungau, hama ulat grayak,

penyakit bercak daun akibat jamur, dan penyakit akibat virus. KRPL Kota Ternate telah tereplikasi

secara luas di Kota Ternate yang didukung dengan Surat Keputusan Walikota Ternate No. 1 Tahun

2012 dan adanya kunjungan Menteri Pertanian RI.

Kata kunci: Optimalisasi lahan, KRPL, Kebun bibit, pekarangan

PENDAHULUAN

Kota Ternate merupakan salah satu daerah di Provinsi Maluku Utara yang membutuhkan

perhatian untuk mengatasi masalah pangan. Sebagai Kota perdagangan, saat ini Ternate masih sangat

tergantung dari daerah atau wilayah lainnya untuk ketersediaan daging ayam, telur, sayuran, dan beras.

Pasokan komoditas pangan tersebut diperoleh melalui jalur transportasi laut yang sangat dipengaruhi

Page 27: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

oleh faktor cuaca dan musim. konsidi cuaca yang buruk di lautan mengakibatkan pasokan komoditas

pangan terganggu dan berdampak pada kenaikan harga pangan yang tinggi, bahkan ketersediaan suatu

komoditas dapat mencapai titik nol.

Menurut BPS Maluku Utara (2008), sektor pertanian di Kota Ternate hanyalah sektor pendukung

bagi struktur perekonomian Kota Ternate yang didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa yang

berkontribusi sebesar 32,06 % dan 19,75%, sedangkan sektor pertanian menempati posisi ke-4

sebesar 13,14%. Walaupun hanya sektor pertanian sebagai sektor pendukung, gangguan pada

ketersediaan komoditas pangan dapat mengakibatkan gangguan stabilitas ekonomi secara keseluruhan,

karena berkaitan dengan permasalahan pangan dan kehidupan masyarakat Kota Ternate.

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan salah satu program Kementerian

Pertanian yang merupakan solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga.

Melalui pemanfaatan pekarangan yang ada disekitar rumah dengan komoditas pangan seperti sayuran,

buah-buahan, peternakan ayam, perikanan kolam, serta tanaman obat diharapkan mampu

meningkatkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Budaya bertanam di pekarangan rumah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi

keluarga. Pemanfaatan pekarangan untuk bertanam sayuran maupun pangan lainnya juga menambah

estetika rumah. Selain itu, hasil panen di pekarangan rumah dapat mengurangi belanja rumah tangga,

bahkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jika pemanfaatan pekarangan dikelola secara

kelompok melalui kelembagaan yang ada, maka secara tidak langsung dalam jangka panjang produksi

pangan di pekarangan dapat memenuhi kebutuhan pangan di Kota Ternate (Agus Hadiarto dkk, 2012).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara pada Tahun 2011 melaksanakan

kegiatan M-KRPL di Kota Tidore Kepulauan. Tahun 2012 kegiatan M-KRPL dikembangkan menjadi

8 lokasi terdiri dari Kota Tidore Kepulauan, Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Utara, Kab.

Halmahera Barat, Kab. Halmahera Tengah, Kab. Halmahera Timur, Kab. Halmahera Selatan, dan

Kab. Morotai. Model KRPL di Kota Ternate secara khusus ditempatkan di Kelurahan Sasa, di

Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate yang secara teknis sumberdaya lahan masih relatif cukup

baik untuk dikembangkan kawasan rumah pangan lestari agar mendukung ketahanan pangan serta

peningkatan gizi dan pendapatan rumah tangga.

Konsep dan Pemahaman

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL)

M-KRPL adalah sebuah model pengembangan himpunan rumah pangan lestari (RPL). RPL

merupakan rumah penduduk yang memanfaatkan lahan pekarangan secara intensif dengan prinsip

ramah lingkungan dan berkelanjutan. RPL dirancang untuk menjamin penyediaan bahan pangan

keluarga yang bergizi dan beragam serta untuk mengurangi pengeluaran belanja rumah tangga dan

sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga.

Untuk mencapai kesinambungan pemanfaatan pekarangan, kawasan tersebut dilengkapi dengan

Kebun Bibit Desa (KBD) untuk menyediakan bibit bagi RPL yang dikelola oleh masyarakat secara

partisipatif dengan dukungan kelembagaan KBD, unit pengolahan hasil, dan unit pemasaran.

Kawasan Rumah Pangan Lestari menganut prinsip-prinsip yaitu pemanfaatan lahan pekarangan

sesuai dengan kondisi lahan setiap rumah tangga, pemanfaatan potensi kawasan yang belum digarap,

namun secara teknis menguntungkan, mengintroduksikan teknologi baru untuk mengatasi beberapa

keterbatasan tertentu yang ada pada rumah tangga, selain diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

pangan dan gizi keluarga, pengembangan RPL tetap mempertimbangkan efisiensi. Sebab, jika efisiensi

diabaikan, dikhawatirkan faktor “lestari” akan sulit dicapai, atau secara laten merugikan rumah

tangga/masyarakat dalam kawasan, arahan pemanfaatan lahan pekarangan yang diberikan bersifat

dinamis, partisipatif dan berwawasan kawasan, disesuaikan dengan keinginan atau pandangan

anggota rumah tangga, serta dinamika sosial-ekonomi setempat, dan perlu dibarengi dengan

pembangunan/penguatan infrastruktur sosial (kelompok, forum, dan pemasaran hasil).

Tujuan pengembangan model KRPL adalah: (a) Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi

keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfataan pekarangan secara lestari; (b)

Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di

perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat

Page 28: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

home | Error! No text of specified style in document. 23

keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah

tangga menjadi kompos; (c) Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan

pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan dan; (d)

Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan

keluarga dan menciptakan lingkungan hijau, bersih, dan sehat secara mandiri. Sementara sasaran yang

ingin dicapai model KRPL ini adalah peningkatan kemampuan keluarga dan masyarakat secara

ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan

masyarakat yang sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011).

METODOLOGI

Kegiatan pengembangan kawasan RPL dilaksanakan selama Januari - Desember 2012. Lokasi

kegiatan dilaksanakan Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara pada suatu kelurahan yang akan

ditetapkan setelah melakukan survey dan penetapan calon anggota RPL dan calon lokasi kegiatan.

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini terbagi dalam 4 bagian besar yaitu benih, pupuk,

obat-obatan, dan bambu atau kayu. Benih yang digunakan ditentukan oleh calon anggota RPL secara

partisipatif. Pupuk yang digunakan terdiri dari urea, NPK, pupuk organik, zat pengatur tumbuh (ZPT),

dan pupuk cair. Obat-obatan yang digunakan ditentukan berdasarkan kebutuhan dengan konsep

pengendalian hama terpadu (PHT). Bambu atau kayu digunakan untuk membuat vertikultur, kebun

bibit desa (KBD), dan pagar pekarangan.

Peralatan yang digunakan seperti parang, cangkul, handsprayer, minisprayer, gergaji, paku,

meteran, paranet atau kofo, meteran, GPS, kamera, cetok, ember, dan alat tulis kantor.

Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) Persiapan dengan melakukan survey dan koordinasi

kegiatan dengan instansi terkait; (2) Sosialisasi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL);

(3) Pembentukan kelompok dan pemilihan komoditas secara partisipatif; (4) Pembangunan kebun bibit

desa (KBD) dan pembuatan media tanam di KBD; (5) Pembuatan media tanam untuk pekarangan

RPL; (6) Pelatihan teknis budidaya; (7) Penataan landscape pekarangan RPL berdasarkan strata; (8)

Pendampingan perawatan tanaman dan lahan pekarangan; (9) Musyawarah untuk mengatasi masalah

dan menemukan solusi bersama; (10) Pendampingan pemasaran hasil pertanian; (11) Replikasi model.

Persiapan Kegiatan

Persiapan kegiatan meliputi Survey lokasi, koordinasi kegiatan dengan instansi terkait, dan

penentuan calon kawasan. Survey di Kota Ternate dilakukan di enam tempat, yaitu Kel. Jambula, Kel.

Sasa, Kel. Gambesi, Kel. Tobololo, Kel. Tarau, dan Kel. Salero. Seluruh tempat yang telah disurvey

menunjukkan rumah yang memiliki karakteristik pekarangan dengan strata rata-rata tidak lebih dari

120 m2. Penduduk di Kota Ternate tidak selalu memiliki pagar untuk membatasi pekarangan

rumahnya. Akan tetapi pekarangan rumah-rumah di Ternate terlihat bersih dan rapih.

Dari keenam lokasi yang disurvey, Kel. Sasa memiliki potensi lahan untuk dimanfaatkan

sebagai tempat kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Di Kel. Sasa, ada gabungan

kelompok tani (Gapoktan) Tumpang Sari yang memiliki anggota berjumlah 300 orang. Di antaranya

terdapat 61 orang petani yang bergabung mengelola usahatani sayuran (bayam, caisim, dan kangkung)

dalam satu hamparan lahan seluas 4 ha.

Koordinasi dengan instansi terkait dilakukan pada empat institusi yaitu (1) Dinas Pertanian,

Perkebunan, dan Kehutanan Kota Ternate, (2) Tim Penggerak PKK Pokja III Kota Ternate yang

memiliki program yang sama menyangkut optimalisasi lahan pekarangan di tiap rumah, (3) Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Kota Ternate sekaligus Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) Ternate Selatan, Kota Ternate, (4) Pemerintah Kelurahan Sasa, Kota

Ternate. Seluruh instansi tersebut mendukung KRPL Kota Ternate dilaksanakan di Kelurahan Sasa,

Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate.

Berdasarkan hasil survey lokasi dan dukungan instansi terkait, Kelurahan Sasa, Kecamatan

Ternate Selatan, Kota Ternate ditetapkan sebagai Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kota

Ternate Tahun 2012 dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Kelurahan Sasa memiliki letak

Page 29: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

yang mudah dijangkau dengan akses jalan dan sarana transportasi yang memadai; (2) Seluruh rumah

memiliki pekarangan dengan pendekatan berbasis perdesaan berdasarkan luas pekarangan; (3)

Antusiasme masyarakat untuk mengoptimalkan lahan pekarangannya; (4) Lokasi yang dipilih berada

pada satu kawasan yang berada di RT 003, Kelurahan Sasa, Kota Ternate; (5) Sebagian besar

pekarangan sudah dibuatkan pagar yang dapat melindungi tanaman pekarangan dari gangguan

binatang ternak; (6) Masyarakat yang belum memiliki pagar pada lahan pekarangannya bersedia untuk

membuat pagar sendiri; (7) Adanya dukungan yang besar dari instansi terkait; dan (8) Adanya

dukungan kelembagaan, seperti gapoktan, toko saprodi milik gapoktan, pedagang pengumpul, dan

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).

Karakteristik Lokasi Kegiatan

Lokasi Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kota Ternate Tahun 2012 berada di

RT 003, Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate. Kelurahan Sasa dengan luas

wilayah 436,48 km2 berbatasan sebelah timur dengan Selat Ternate, sebelah barat dengan Gunung

Gamalama, sebelah Utara dengan Kelurahan Gambesi, dan sebelah Selatan dengan Kelurahan

Jambula.

Kelurahan Sasa didominasi oleh tanah jenis regosol dan tekstur tanah vulkanis dan ketinggian

sampai 700 m dpl. Kedalaman air tanah cukup dangkal antara 2 sampai 10 m. Curah hujan tergolong

tinggi sebanyak 1798 mm per tahun dan curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Januari

sebanyak 263 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebanyak 77 mm.

Gambar 1. Grafik Curah Hujan Kelurahan Sasa Tahun 2011

Sumber : Monografi Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian Kel. Sasa, Ternate, 2012

Total Luas Lahan di Kelurahan Sasa yang digunakan adalah seluas 417,48 Ha. Sejumlah lahan

tersebut digunakan untuk pekarangan dan bangunan 60 Ha, ladang & tegalan 127,75 Ha, tanaman

hutan 20 Ha, perkebunan 155 ha, dan lain-lain 54,73 Ha.

Penduduk Kelurahan Sasa berjumlah 4187 jiwa yang terdiri dari 2031 jiwa laki-laki dan 2156

jiwa perempuan. Penduduk berusia 17-30 tahun mendominasi Kelurahan Sasa yang menandai di

wilayah ini terdapat banyak mahasiswa yang tinggal sementara untuk pendidikan, karena di kelurahan

ini terdapat 2 perguruan tinggi. Penduduk yang bekerja, sebagian besar memiliki mata pencaharian

sebagai pegawai pemerintah (PNS/TNI/Polri), berikutnya sebagai buruh bangunan, petani, dan

pengusaha.

Petani di Kelurahan Sasa tergabung dalam keanggotaan Gapoktan Tumpang Sari dengan ketua

Haidir Ola dan keanggotaan Gapoktan terbagi menjadi 4 kelompok tani, yaitu Kelompok tani Tanjung

Selatan I dengan komoditas perikanan, Tanjung Selatan II dengan komoditas hortikultura, Campang

Sari dengan komoditas hortikultura, dan Ake Sanoto dengan komoditas perkebunan.

Kelembagaan di Kelurahan Sasa cukup banyak, yaitu kios saprodi milik Gapoktan Tumpang

Sari, BRI unit desa, kelompok capir, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kec. Ternate Selatan, UPP

263

100

182210 200

12177

113 98 82

237

115

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Cu

rah

hu

jan

(m

m)

Bulan

Page 30: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

home | Error! No text of specified style in document. 25

Peternakan, Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan), dan 2 perguruan Tinggi swasta (Universitas

Muhammadiyah Maluku Utara dan Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Ternate). Kios

saprodi milik Gapoktan selain berfungsi menyediakan kebutuhan saprodi juga berfungsi sebagai

lembaga keuangan, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi petani untuk membayar saprodi setelah

petani memanen hasil pertanian.

Sarana dan prasarana di Kelurahan Sasa dinilai cukup baik. Kondisi jalan aspal halus yang

menghubungkan Kelurahan Sasa dengan ibukota kecamatan bahkan pusat kota Ternate sangat baik.

Sarana komunikasi berupa telephone ataupun handphone sudah hampir dimiliki oleh seluruh

masyarakat, sehingga tidak ada batas masyarakat untuk komunikasi dengan pihak luar. Prasarana

untuk pemasaran juga sangat baik. Pasar untuk tempat menjual hasil pertanian masih mudah

dijangkau oleh penduduk, bahkan petani dapat dengan mudah menjual hasil pertaniannya pada

pedagang pengumpul (dibo-dibo) dengan harga yang wajar.

Sosialisasi M-KRPL

Sosialisasi kegiatan MKRPL diberikan kepada masyarakat khususnya calon anggota RPL

sebanyak 25 orang. Kegiatan ini juga dihadiri oleh PPL Pendamping kelurahan Sasa, Ketua Gapoktan

Tumpang Sari Kelurahan Sasa, dan Ketua RT 003 sebagai tuan rumah tempat pertemuan.

Usia rata-rata wanita tani adalah 45 tahun, terbanyak berusia 37 tahun, termuda berusia 26

tahun, dan tertua berusia 79 tahun. Tingkat pendidikan petani kooperator terbanyak adalah setingkat

SLTA sebanyak 10 orang, bahkan di antara wanita tani, ada 2 orang anggota KRPL Ternate yang

sudah wisuda sarjana S1. Akan tetapi, terjadi kesenjangan dengan wanita tani yang tidak sekolah

sebanyak 8 orang dan hanya berpendidikan SLTP sebanyak 5 orang. Beragamnya tingkat pendidikan

ini akan menjadi kendala pada saat penyuluhan, pemberian materi, dan pelatihan diberikan.

Pendidikan SLTA ke atas akan mudah memahami materi atau konsep yang diberikan, tetapi

pendidikan SLTA ke bawah akan mengalami kesulitan.

Pada acara sosialisasi kegiatan, peserta yang hadir diberikan pemahaman tentang konsep

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Selain itu, peserta yang hadir juga diberikan contoh-contoh

lokasi KRPL yang telah berhasil di daerah lainnya dengan alat media presentasi yang menggunakan

layar LCD. Secara khusus calon anggota RPL diberikan pemahaman secara mendalam tentang

pentingnya pembangunan kebun bibit desa (KBD), model penanaman vertikultur dan dengan

menggunakan media tanam polibag, serta teknologi budidaya tanaman pekarangan.

Pembentukan Kelompok dan Pemilihan Komoditas

Bimbingan teknis dan pembinaan kelompok dilakukan untuk menjaga kelestarian kegiatan

pemanfaatan pekarangan yang telah berjalan. Bimbingan dan pembinaan dilakukan dengan

pendampingan, pembentukan kelompok, dan pemberian pelatihan teknis budidaya tanaman

pekarangan.

Pendampingan kegiatan dilakukan oleh peneliti BPTP Maluku Utara beserta dengan penyuluh

pertanian lapangan dan ketua Gapoktan Kelurahan Sasa dan Ketua RT 003. Pendampingan kegiatan

diarahkan untuk mewujudkan kemandirian dalam hal pemanfaatan pekarangan, pengelolaan kebun

bibit desa, dan peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan dan pengurangan

pengeluaran rumah tangga.

Pembentukan organisasi kelembagaan Kawasan Rumah Pangan Lestari diperlukan untuk

memudahkan koordinasi antar anggota kelompok. Kelembagaan yang dibentuk adalah kelompok

wanita tani RT 003, Kelurahan Sasa dan pengurus kebun bibit desa. Petani kooperator KRPL RT 003,

Kel. Sasa dibagi menjadi 3 kelompok untuk memudahkan koordinasi dan pertemuan. Pembagian ini

didasarkan pada lokasi rumah masing-masing anggota yang berdekatan.

Organisasi yang telah terbentuk perlu diperkuat dengan pembinaan dan pendampingan agar

kelompok memiliki kemampuan untuk memutuskan keputusan secara mandiri, kemudian mentaati apa

yang telah menjadi keputusan. Selain itu, kelompok juga dapat membantu terciptanya suasana gotong

royong di antara masyarakat, memudahkan akses informasi yang bermanfaat, dan dapat bekerja sama

dengan organisasi lainnya.

Page 31: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Pemilihan komoditas dilakukan secara partisipatif. Petani kooperator diberikan keleluasan

untuk memilih sendiri komoditas yang akan ditanam. RPL Kelurahan Sasa menanam beragam

komoditas yang terdiri dari tanaman sayuran, tanaman pangan, tanaman buah-buahan, dan peternakan.

Tanaman sayuran adalah komoditas terbanyak yang diusahakan oleh RPL Kel. Sasa.

Tanaman sayuran yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 12 jenis komoditas, yaitu tanaman terong,

tomat, cabai keriting, cabai rawit, buncis, pare, seledri, kangkung, bawang merah, ketimun, sawi, dan

sayur lilin. Tanaman pangan yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 3 jenis komoditas, yaitu jagung,

ubi kayu, dan kacang panjang. Tanaman Buah-buahan yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 10, yaitu

pisang, pepaya, jeruk manis, jambu air, jambu biji, mangga, lemon ikan, nangka, alpukat, dan kelapa.

Peternakan yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 2 jenis komoditas, yaitu ternak ayam buras dan ikan

kolam.

Pembangunan Kebun Bibit Desa (KBD)

Kebun bibit desa (KBD) merupakan jantung KRPL, menjadi tempat produksi benih dan bibit

untuk memenuhi kebutuhan pekarangan dalam membangun RPL dan kawasan. Benih/bibit hasil

produksi KBD juga dijual untuk masyarakat (Badan Litbang Pertanian, 2011). Kebun bibit dibangun

di lahan milik ketua RT 003 Kel. Sasa, Kec. Ternate Selatan, Kota Ternate yaitu Bapak Safrudin

(Udin). Pak Udin adalah sebagai salah satu pembina kegiatan KRPL Kota Ternate yang membina

langsung ibu-ibu anggota petani binaan KRPL Kota Ternate. Kebun pekarangan seluas 3,5 x 7 m2

digunakan secara maksimal untuk dibangun kebun bibit dengan rumah naungan seluas 3 x 4 m2.

Rumah naungan dilapisi dengan jaring-jaring kopo untuk melindungi tanaman bibit dari curah

hujan yang berlebihan, sinar matahari yang berlebihan, maupun serangan serangga. Rumah naungan

bibit terdapat bedengan persemaian di bawahnya dan rak untuk tempat koker (polibag kecil) di

atasnya. Pupuk kandang dan tanah dimasukkan ke dalam koker untuk media tanam bibit. Tanaman

yang disemai adalah tomat, cabai merah keriting, cabai rawit, dan terong. Bibit di kebun bibit

dipindahkan ke pekarangan RPL setelah satu bulan semai.

Ada juga benih yang langsung diberikan kepada petani binaan tanpa melalui kebun bibit.

Benih tersebut adalah benih kangkung, benih caisim, benih petsai, dan benih paria. Benih yang telah

disemai pada rumah naungan bibit akan dipindahkan ke dalam koker (pada rak di atasnya). Bibit di

kebun bibit dipindahkan ke pekarangan RPL setelah satu bulan semai.

Pelatihan Teknis dan Pendampingan

Pelatihan teknis budidaya dan pemasaran pendampingan ditujukan untuk pengurus KBD dan

petani kooperator RPL. Pelatihan yang diberikan meliputi (1) pembuatan media tanam berupa koker,

polibag, vertikultur, dan bedengan; (2) Persemaian dengan koker di KBD dan langsung tanam di

bedengan pekarangan RPL; (3) Penataan landscape pekarangan RPL; (4) perawatan tanaman masa

vegetatif dan generatif; (5) mengendalikan hama dan penyakit secara terpadu; (6) pendampingan

pemasaran; (7) musyawarah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada.

Media tanam berupa koker, polibag, vertikultur, ataupun bedengan terdiri dari campuran tanah

dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Koker adalah media tanam yang terbuat dari

plastik panjang transparan dengan diameter 5 cm. Setelah diisi dengan campuran tanah dan pupuk

kandang, koker dipotong-potong sepanjang 10 cm yang digunakan untuk media persemaian.

Setelah lewat masa persemaian, tanaman ditanam pada media polibag, vertikultur, bedengan

ataupun gabungan polibag dan vertikultur. Masyarakat diberikan contoh pembuatan vertikultur dan

cara untuk menggunakannya. Kaum lelaki dilibatkan untuk pembuatan vertikultur dan penataan

pekarangan. Vertikultur yang menggunakan bahan baku lokal (bambu) telah dibuat dengan

bermacam-macam model, seperti model segitiga, tegak, dan rak bersusun. Masyarakat lebih banyak

memilih membuat vertikultur model rak bersusun yang dinilai mudah untuk dibuat. Pada pekarangan

dengan luas di atas 120 m2 dapat menggunakan media tanam bedengan ataupun gabungan bedengan,

polibag, dan vertikultur.

Page 32: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

home | Error! No text of specified style in document. 27

Penataan landscape pekarangan dibuat berdasarkan strata luas pekarangan. Pekarangan di

lokasi KRPL Kota Ternate 2012 menunjukan karakteristik perdesaan dengan basis komoditas

berdasarkan strata luas pekarangan yaitu strata sempit (<120 m2), strata sedang (120 – 400 m2) dan

strata luas (>400 m2) dengan ditunjukkan dengan tabel berikut.

Tabel 1. Basis Komoditas Berdasarkan Strata Pekarangan KRPL

Kota Ternate

No Kelompok sasaran Basis komoditas Model usaha

1 Pekarangan sempit

(< 120m2)

Sayuran : Cabai, Tomat, Terong,

bawang daun, pare, seledri, buncis

Pot polibag / Vertikultur

2 Pekarangan sedang

(120 – 400 m2)

Sayuran : Cabai, Tomat, Terong,

bawang daun, pare, seledri, buncis

Pot polibag / Vertikultur

Sayuran : kangkung, sawi, ketimun,

sayur lilin

Bedengan

Tanaman pangan : jagung, ubi kayu,

kacang panjang

Bedengan

Tanaman buah : pisang, jeruk manis,

jambu air, jambu biji, mangga, lemon

ikan, nangka, alpukat, kelapa

Multistrata

Ternak : ayam buras dan ikan air tawar Kandang/kolam

3 Pekarangan luas

(>400 m2)

Sayuran : Cabai, Tomat, Terong,

bawang daun, pare, seledri, buncis

Pot polibag / Vertikultur

Sayuran : kangkung, sawi, ketimun,

sayur lilin

Bedengan

Tanaman pangan : jagungn, ubi kayu,

kacang panjang

Bedengan

Tanaman buah : pisang, jeruk manis,

jambu air, jambu biji, mangga, lemon

ikan, nangka, alpukat, kelapa

Multistrata

Ternak : ayam buras dan ikan air tawar Kandang/kolam

Perawatan tanaman pada masa vegetatif berbeda dengan masa generatif. Perawatan tanaman

terutama dilakukan dengan penyiraman pada pagi dan sore hari. Pemupukan dengan kandungan

nitrogen lebih utama dilakukan pada masa masa vegetatif karena kandungan nitrogen dapat

meningkatkan daya tumbuh tanaman, sedangkan pemupukan dengan kandungan sulfat dan kalium

lebih utama dilakukan pada masa generatif untuk membantu pembentukan bunga dan buah.

Perawatan dilakukan juga dengan mengamati tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Secara

umum organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman pekarangan di Kelurahan

Sasa, Kota Ternate adalah lalat penggorok daun, karat daun, kutu daun, tungau, lalat buah, jamur, ulat

grayak, dan virus. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu dengan mengutamakan

pengendalian non kimiawi. Pengendalian secara kimia dilakukan jika serangan hama dan penyakit

sudah melewati ambang batas.

Musyawarah, Pemasaran, dan Replikasi

Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan pekarangan mengalami kendala dan permasalahan.

Permasalahan muncul setelah dilakukan musyawarah. Tiga masalah utama yang membatasi kegiatan

adalah (1) adanya kambing yang berkeliaran di sekitar pekarangan; (2) Curah hujan terlalu banyak

yang menyebabkan banyak penyakit; dan (3) kesulitan mendapatkan tanah sebagai media tanam di

polibag.

Page 33: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Ketiga masalah tersebut telah dapat dicarikan solusinya berupa (1) membuat pagar pekarangan

rumah untuk mengatasi kambing; (2) penyuluhan pengendalian penyakit terutama penyakit busuk

pada tanaman akibat jamur; (3) mendatangkan tanah dari daerah lain sebagai media tanam di polibag.

Pemasaran hasil pertanian tidak menjadi kendala dalam kegiatan RPL. Hasil panen di tiap

pekarangan RPL dikumpulkan oleh salah satu anggota RPL, kemudian dijual di Pasar Gamalama.

Hasil panen yang dikumpulkan tersebut menghemat ongkos kirim dari tiap anggota RPL, dengan

demikian keuntungan lebih besar didapatkan.

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) Kelurahan Sasa, Kota Ternate telah

tereplikasi pada wilayah lainnya di Kota Ternate. M-KRPL RT 003 Kelurahan Sasa telah dapat

tereplikasi pada Kelurahan Sasa secara keseluruhan melalui Tim Penggerak PKK Kelurahan Sasa. M-

KRPL juga telah diterapkan pada kelurahan Soa melalui kegiatan utama kelurahan, sehingga sudah

terbentuk suatu kawasan pemanfaatan pekarangan rumah secara optimal yang menjadikan kawasan ini

hijau dan berbuah. M-KRPL juga tereplikasi pada Kelurahan Pasar Gamalama.

Secara umum M-KRPL Kota Ternate pada tahun 2012 telah tereplikasi dengan adanya

kunjungan kerja Menteri Pertanian pada tanggal 14 September 2012. Kunjungan Menteri Pertanian RI

ini di KRPL Kota Ternate merupakan bagian dari acara untuk menghadiri Sail Indonesia Morotai

2012. Pemerintah Kota Ternate juga mendukung repliklasi KRPL dengan adanya Surat Keputusan

Walikota Ternate No. 1 Tahun 2012 tentang pelaksanaan pemanfaatan secara optimal pekarangan

rumah. Secara tidak langsung seluruh kelurahan yang ada di Ternate akan melihat contoh nyata

kawasan rumah pangan lestari yang ada di Kelurahan Sasa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kelurahan Sasa dengan kawasan rumah pekarangannya berhasil dan lestari dengan memenuhi

upaya (1) pengelolaan kebun bibit desa yang selalu menyediakan bibit bagi RPL, (2) Bimbingan

kelompok dan pendampingan dari BPTP Maluku Utara, penyuluh pertanian, dan tokoh masyarakat,

(3) Kelompok yang aktif untuk menyelesaikan masalah bersama dan selalu mencari solusi, (4)

Dukungan Pemerintah Kota Ternate baik secara fisik maupun finansial.

Tanaman yang diusahakan oleh RPL terdiri dari 12 jenis komoditas tanaman sayuran, 3

komoditas tanaman pangan, 10 komoditas tanaman buah, dan 2 komoditas peternakan. Tanaman

pekarangan di Kelurahan Sasa secara umum terserang hama ulat penggorok daun, hama thrips dan

tungau, hama ulat grayak, penyakit bercak daun akibat jamur, dan penyakit akibat virus.

KRPL Kota Ternate telah tereplikasi secara luas di Kota Ternate yang didukung dengan Surat

Keputusan Walikota Ternate No. 1 Tahun 2012 tentang optimalisasi lahan pekarangan dan juga

didukung dengan keberhasilan KRPL Kota Ternate di Kelurahan Sasa serta kunjungan Menteri

Pertanian RI pada tanggal 14 September 2012.

BPTP Maluku Utara bersama-sama dengan penyuluh pertanian dan tokoh masyarakat

sebaiknya senantiasa memberikan pembinaan kelompok dan pendampingan KRPL Kota Ternate

Kelurahan Sasa terutama membimbing masyarakat untuk selalu mengelola dengan baik kebun bibit

desa. Dukungan Pemerintah Kota Ternate sebaiknya lebih nyata dalam hal penganggaran lokasi

KRPL agar dapat membantu secara fisik maupun finansial.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2002. Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.

Astuti, Pudji Umi. 2011. Laporan Akhir Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di

Provinsi Bengkulu.

http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/ind/images/dokumen/LAPKHIR2011/mkrpl.pdf.

Diakses tanggal 3 Desember 2012.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2011. Model Kawasan Rumah

Pangan Lestari dan Pengembangannya ke seluruh Provinsi di Indonesia. Warta Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Vol. 33 No. 6, 2011.

Page 34: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

home | Error! No text of specified style in document. 29

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr336111.pdf. Diakses tanggal 3 Desember

2012.

BPS. Maluku Utara Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik. Ternate.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Penggembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari.

BPTP NTB. Petunjuk Teknis Kawasan Rumah Pangan Lestari di Nusa Tenggara Barat.

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/pu/krpl/juknis.pdf. Diakses tanggal 3 Desember 2012.

BPTP Bengkulu. Laporan Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) Model Kawasan Rumah

Pangan Lestari (MKRPL) BPTP Bengkulu.

http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/ind/images/dokumen/SDMC/MKRPL-1.pdf. Diakses

tanggal 3 Desember 2012.

BPTP Jatim. Serba-Serbi Kawasan Rumah Pangan Lestari di Jawa Timur.

http://www.litbang.deptan.go.id/KRPL/MKRPL-BPTP-Jatim.pdf. Diakses tanggal 3

Desember 2012.

Darwin, Muhammad dan R. Teguh Wijanarko. 2012. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Melalui

Pengembangan Model – Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kelurahan

Wandoka, Wakatobi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Tenggara Volume 8, Tahun 2012.

Hadiarto, Agus, Chris Sugihono, Wawan Sulistriyono, Hermawati, La Salihi. 2012. Laporan Akhir

Tahun 2012: Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kota

Ternate. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara.

Hendoko, Roy, Liwang, Salafudin, Praptiningsih, G.A., L.O. Nelwan, Yosephianus Sakri, dan Satriyo

K. Wahono. Sinergi Bio-Metana Berbahan Baku Limbah Jatropha Curcas L. Dan Pangan

Dalam Penerapan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari

http://xa.yimg.com/kq/groups/23465704/1916771723/name/makalahIPB.Roy.Rev280412.pd

f. Diakses tanggal 3 Desember 2012.

Kementerian Pertanian RI. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta.

Muchtar. 2011. Pengembangan Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam Untuk

Meningkatkan Produktivitas > 20% Dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Laporan

Akhir. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/lapakhir2011/Isi Laporan Akhir 2011

muhtar.pdf. Diakses tanggal 3 Desember 2012.

Rauf, AW. dan Lestari, MS. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal sebagai sumber pangan

alternatif di Papua. Jurnal Litbang Pertanian 28(2): 54-62

Saptana, Saktyanu, KD. Wahyuni, S. Ariningsih, E. Darwis, V. 2004. Integrasi kelembagaan forum

KASS dan program agropolitan dalam rangka pengembangan agribisnis sayuran sumatera.

Analisis Kebijakan Pertanian 2(3): 257-276

Sayaka, B. et al. 2005. Analisis pengembangan agroindustri berbasis pangan lokal dalam

meningkatkan keanekaragaman pangan dan pengembangan ekonomi pedesaan. Laporan

Akhir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Saliem, Handewi Purwati. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) sebagai Solusi Pemantapan

Ketahanan Pangan.

http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321319802404.makalah.pdf.

Diakses tanggal 3 Desember 2012

Sugiman, Sri Bananiek dan M. Taufik Ratule. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari

(KRPL) Melalui Optimalisasi Lahan Pekarangan Rumah Tangga. Buletin Teknologi dan

Informasi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Volume 8,

Tahun 2012.

Page 35: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

30

KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN

SISTEM TAKSONOMI TANAH DI DESA TARO,

KECAMATAN TEGALLALANG, GIANYAR

Himawan Bayu Aji

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara,

Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba utara, Kota Tidore Kepulauan

E-mail : [email protected]

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten

Gianyar ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi tanah-tanah di Desa Taro

berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah hingga kategori famili tanah dan

memetakan tanah berdasarkan hasil klasifikasi. Penelitian ini menggunakan

dua metode, yaitu survai tanah di lapang dan analisis tanah di laboratorium.

Klasifikasi tanah dikerjakan sampai kategori famili tanah, kemudian

dilanjutkan dengan pembuatan peta tanah dengan skala 1 : 25.000. Hasil

pengklasifikasian tanah menunjukkan bahwa tanah-tanah di Desa Taro

diklasifikasikan ke dalam ordo Inceptisols, sub ordo Udepts dan Aquepts,

greatgroup Dystrudepts, Epiaquepts dan Eutrudepts, subgroup Ruptic-Alfic

Dystrudepts, Aeric Epiaquepts, Humic Eutrudepts dan Typic Eutrudepts.

Untuk kategori famili tanah terdapat empat famili tanah yaitu : (1) Ruptic-

Alfic Dystrudepts, berlempung kasar, campuran, isotermik; (2) Aeric

Epiaquepts, berlempung kasar, campuran, isotermik; (3) Humic Eutrudepts,

berlempung kasar, campuran, isotermik; (4) Typic Eutrudepts, berlempung

kasar, campuran, isotermik. Tanah-tanah yang diwakili oleh profil P1, P2, P3,

dan P4 sesuai sebagai lahan pertanian. Namun demikian masih memerlukan

penanganan intensif terhadap adanya faktor-faktor pembatas.

Kata kunci : Klasifikasi tanah, Sistem Taksonomi Tanah, peta tanah, lahan

pertanian

PENDAHULUAN

Peningkatan pembangunan disegala bidang khususnya bidang

pertanian, membutuhkan pemikiran, perencanaan dan pelaksanaan yang

matang, sehingga akan diperoleh hasil seperti harapan. Tanah merupakan

satu dari beberapa sumberdaya alam yang mempunyai peranan sangat vital

Page 36: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

31

bagi kehidupan manusia, karena hampir seluruh kegiatan kehidupan

ditunjang oleh keberadaannya.

Tanah adalah bahan mineral yang terkonsolidasi pada permukaan

bumi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang meliputi bahan

induk, iklim, mikroorganisme, dan topografi. Faktor-faktor tersebut bekerja

selama suatu periode waktu dan menghasilkan tanah (Foth, 1994). Tanah

yang telah berkembang dengan berbagai proses mempunyai sifat yang

berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut meliputi

sifat-sifat profil tanah seperti jenis dan susunan horison, kedalaman solum

tanah, kandungan bahan organik, kandungan liat, kandungan air, dan

sebagainya.

Keragaman sifat yang memperumit dalam menggolongkan jenis-

jenis tanah menjadi dasar terkuat untuk mengklasifikasikan tanah lengkap

dengan peta penyebaran tanahnya. Ini diperlukan agar lebih mempermudah

dalam penggunaan dan penanganannya. Untuk memecahkan masalah

tersebut masing-masing jenis tanah perlu diberi nama sesuai dengan

karakteristik yang dimiliki.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dimulai dari bulan November 2003 sampai dengan bulan

Maret 2004, terhitung dari pengumpulan literatur sampai selesai analisis

tanah di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Desa Taro, Kecamatan

Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Contoh tanah yang diambil dari masing-masing lapisan pada profil

pewakil.

2. Berbagai bahan kimia yang diperlukan untuk keperluan analisis di

lapangan yaitu ; H2O2 untuk menguji ada tidaknya bahan organik,

NAF untuk menguji ada tidaknya bahan alofan atau sifat andik

terutama di daerah vulkanik, HCl untuk menguji ada tidaknya sifat

kalkarius dan α,α-dipyridyl untuk menguji sifat aquik. Sedangkan

untuk uji di laboratorium ialah K2Cr2O7 sebagai pengekstrak tanah

untuk mengetahui kadar C-organik, NH4OAc 1N sebagai

pengekstrak tanah untuk mengetahui nilai Kapasitas Tukar Kation

dan Kejenuhan basa serta zat-zat kimia lainnya.

3. Bahan-bahan survai lainnya untuk pencatatan data tanah dan

informasi lainnya.

Page 37: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

32

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Peta Rupa Bumi Pulau Bali skala 1 : 25.000.

2. Peta Geologi Pulau Bali skala 1 : 250.000 (Hadiwidjojo, 1971).

3. Untuk pekerjaan lapang diperlukan cangkul, meteran, abney level,

pisau lapang, kantong plastik, pH teskit, bor tanah, altimeter,

kompas, sekop, buku Munsell Soil Colour Chart, kamera, spidol

permanen dan daftar isian.

4. Untuk analisis tanah di laboratorium diperlukan alat-alat yaitu

ayakan 0.51 mm, 0.5 mm dan 2 mm, tabung reaksi, gelas ukur,

pipet, kompor listrik, pH meter, Erlenmeyer, pengocok elektris,

timbangan dan lain-lain.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode survai tanah di lapangan dan

ditunjang dengan analisis tanah di laboratorium.

Analisis Laboratorium

Tahapan dalam analisis laboratorium meliputi sifat fisik, kimia dan

morfologi tanah.

Analisis sifat fisik tanah :

1. Tekstur tanah dengan metode pipet (Soil Conservation Service,

1972).

2. Berat per volume/bulk density tanah dengan metode gravimetrik

(Soil Conservation Service, 1972).

3. Permeabilitas tanah dengan metode De Boodt, berdasarkan hukum

Darcy.

Analisis sifat kimia tanah :

1. Karbon organik dengan ekstrak K2Cr2O7 (Walkley dan Black, 1934

dalam Soil Conservation Service, 1972).

2. Reaksi tanah (pH) = pH dengan H2O (1 : 2,5) dan pH NaF 1N pH 7

(1 : 50) (Soil Conservation Service, 1972).

3. Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan pengekstrak NH4OAc 1N pH

7 (Peech et al, 1974 dalam Soil Conservation Service, 1972).

4. Kejenuhan basa (KB) dengan ekstrak NH4OAc 1N pH7 (Soil

Conservation Service, 1972).

Analisis mineralogi fraksi pasir dan liat

1. Mineral pasir ditetapkan dengan menggunakan metode sebaran

hitung yang dibantu dengan menggunakan mikroskop binokuler.

2. Analisis mineral liat ditetapkan dengan menggunakan gejala

pengeringan dan reaksi warna.

Page 38: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

33

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah

Interpretasi data dilakukan berdasarkan data hasil dari pengamatan

yang telah diperoleh baik hasil pengamatan di lapangan maupun hasil

analisis tanah di laboratorium. Setelah data diinterpretasi selanjutnya tanah

di lokasi penelitian diklasifikasikan menurut Sistem Taksonomi Tanah

dengan menggunakan Kunci Taksonomi Tanah 1998 (Soil Survey Staff,

1998). Klasifikasi tanah dilakukan dari kategori tinggi sampai kategori

rendah yaitu dari ordo, subordo, greatgroup, subgroup, dan famili.

Pembuatan Peta Tanah

Hasil klasifikasi tanah di daerah penelitian akan dituangkan ke

dalam bentuk peta jenis tanah dengan skala semi-detail yaitu 1 : 25.000.

Sehingga diharapkan dengan pembuatan peta ini akan memudahkan dalam

penggunaan tanahnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Daerah Penelitian

Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara 080 20’ 16” sampai

dengan 080 22’ 30” LS dan antara 1150 16’ 26” sampai dengan 1150 18’ 25”

BT. Lokasi penelitian memiliki luas wilayah 565.3 ha. Secara administratif

daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa Taro, Kecamatan

Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Desa Taro berturut-turut dibatasi oleh;

sebelah utara Desa Abuan, selatan Desa Brasela, barat Desa Puhu dan

sebelah timur Desa Sebatu. Peta lokasi penelitian disajikan pada gambar 2.

Berdasarkan peta geologi Pulau Bali (Hadiwidjojo, 1971), bahan

induk di lokasi penelitian tersusun atas tufa vulkan intermedier. Lokasi

penelitian memiliki kemiringan lereng dalam kisaran antara 2% sampai

dengan 65% dengan bentuk wilayah landai sampai dengan bergunung.

Sedangkan ketinggian tempat berkisar antara 700 sampai dengan 1300 meter

di atas permukaan laut.

Sesuai dengan data Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah III

Denpasar dari tahun 1993 sampai dengan 2002, menunjukkan bahwa curah

hujan dan hari hujan rata-rata pertahun di lokasi penelitian adalah 2347.35

mm/tahun dan 135 hari. Berdasarkan tipe iklim di lokasi penelitian termasuk

ke dalam tipe A (daerah sangat basah) dengan vegetasi hutan hujan tropis.

Penyebanya adalah karena terdapat delapan bulan basah (> 100 mm/bulan)

dan tanpa bulan kering (< 60 mm/bulan). Rejim kelembaban tanah yang

diwakili oleh profil P1, P3, dan P4 termasuk udik karena rejim kelembaban

tanah tidak kering selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal.

Sedangkan untuk tanah-tanah yang diwakili oleh profil P2 mempunyai rejim

kelembaban tanah akuik karena tanah selalu jenuh air.

Page 39: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

34

Tabel 1. Kiteria iklim menurut Schmidth-Ferguson Kriteria Nilai Q (%) Tipe Iklim Vegetasi Keterangan

0 ≤ Q < 14.3 A Hutan hujan tropis Sangat basah

14.3 ≤ Q < 33.3 B Hutan hujan tropis Basah

33.3 ≤ Q < 60 D Hutan rimba Agak basah

60 ≤ Q < 100 E Hutan musiman Sedang

100 ≤ Q < 167 F Hutan sabana Agak kering

167 ≤ Q < 300 G Hutan sabana Kering

300 ≤ Q < 700 H Padang ilalang Sangat kering

Q ≥ 700 I Padang ilalang Ekstrim kering

Temperatur tanah tahunan rata-rata adalah 21.070C dan selisih antara

suhu tanah musim panas rata-rata dan musim dingin rata-rata adalah kurang

dari 60C, sehingga rejim temperatur tanah digolongkan ke dalam isotermik.

Tabel 2. Data rata-rata curah hujan (mm), hari hujan (hari), suhu

udara (0C) dan suhu tanah (0C) Bulan Curah Hujan

(mm)

Hari Hujan

(hari)

Suhu Udara

(0C)

Suhu Tanah

(0C)

Januari 402.5 17.3 19.02 21.52

Februari 327.6 16.7 19.06 21.56

Maret 219.4 14.1 18.82 21.32

April 146.2 11.2 18.89 21.39

Mei 80.85 6.5 18.33 20.83

Juni 116.2 9.1 18.09 20.59

Juli 81.7 8.6 19.43 19.93

Agustus 81.6 6.1 19.34 19.84

Septembr 90.0 4.5 18.85 21.35

Oktober 252.6 10.4 18.68 21.18

November 275.2 15.1 19.21 21.71

Desember 273.5 15.2 19.23 21.73

Jumlah 2347.35 134.8 222.95 252.95

Rata-rata 195.61 11.23 18.57 21.07

Keterangan :

1. Data rata-rata curah hujan, hari hujan dan suhu udara didapatkan dari catatan

pengamatan Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, selama 10 tahun

(1993-2002). Tinggi tempat 350 m dpl

2. Suhu udara diperoleh berdasarkan pencatatan suhu di Balai Meteorologi dan Geofisika

Wilayah III Denpasar, selama 10 tahun (1993-2002)

t = (26.3-0.6 h)

t = suhu udara rata-rata tahunan (0C)

h = ketinggian tempat dari permukaan laut (hm)

3. Suhu tanah didapat dari suhu rata-rata tahunan + 2.50C (Hardjowigeno, 1985)

Page 40: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

35

Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Hasil pengamatan morfologi, analisis sifat fisik dan kimia tanah

disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5. Ketebalan kedua horizon teratas pada

keempat profil rata-rata berkisar antara 20-40 cm (Tabel 3). Ditemukannya

horizon B setelah horizon C pada profil P1, karena adanya endapan akibat

letusan gunung berapi. Meskipun demikian kasus ini bukan merupakan

diskontinuitas litologi karena tidak adanya perubahan yang nyata dalam

besar butir atau dalam susunan mineralogi dan atau perbedaan umur yang

mencerminkan perbedaan litologi dalam suatu tanah.

Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa warna matrik tanah rata-rata cukup

gelap disemua profil, hanya beberapa horizon yang tampak agak terang

khususnya pada profil P1 dan P4. Warna tanah yang gelap sering

menunjukkan penumpukan bahan organik. Sesuai data kandungan bahan

organik pada lapisan teratas tiap profil hampir sama, semuanya mempunyai

kisaran nilai antara 3.524 sampai dengan 5.545% (Tabel 5).

Tabel 3. Data Morfologi Tanah

Pro fil

Hori son

Dalam (cm)

Batas

Hori

son

Warna Matriks Kelas Tekstur

Struk tur

Kon

Sis

tensi

Peraka ran

Frag

men

Batuan Lembab Kering

P1

Ap 0-20/27 c,w 7.5 YR 3/4 10 YR 5/3 SCL sb,m,m ss/sp m c x -

Bw1 20/27-47 c,s 7.5 YR 4/6 10 YR 5/4 SiL sb,m,m ss/sp m c x -

Bw2 47-80 c,s 7.5 YR 5/6 10 YR 6/4 SiCL sb,m,m ss/sp c x x -

C1 80-107 c,s 7.5 YR 3/2 10 YR 5/3 SCL cr,c,w ss/sp x x x -

C2 107-128 c,s 7.5 YR 3/4 10 YR 6/4 SC cr,c,w ss/sp x x x -

Bw3 128-133 c,s 7.5 YR 5/6 10 YR 6/6 SiCL sb,m,m ss/sp x x x -

C3 133-200 - 7.5 YR 5/8 10 YR 7/6 SCL cr,c,w ss/sp x x x -

P2

Ap 0-34 c,s 10 YR 3/4 10 YR 5/4 SiL ab,c,h ss/sp m c x -

Bw1 34-59/62 g,w 10 R 4/8 2.5 YR 5/8 L sb,m,m ss/sp c c x -

Bw2 59/62-87 c,s 10 YR 3/4 10 YR 6/3 L sb,m,m ss/sp f x x -

Bw3 87-120 c,s 10 YR 2/1 10 YR 5/2 SL sb,c,m ss/sp f x x -

C 120-200 - 10 YR 4/6 10 YR 5/3 SL cr,c,w ss/sp x x x -

P3

Ap 0-37/42 g,w 10 YR 3/1 10 YR 5/3 SiL sb,m,m so/op m x x -

Bw1 37/42-50 c,s 10 YR 2/1 10 YR 4/2 SL cr,m,m so/op c x x -

Bw2 50-85/94 g,w 10 YR 3/3 10 YR 5/4 SL sb,m,m ss/sp f x x -

Bw3 85/94-123 c,s 10 YR 3/4 10 YR 6/6 SL g,m,m ss/sp f f x -

C 123-200 - 10 YR 5/4 10 YR 7/6 SL cr,c,w ss/sp x f x -

P4

A 0-39/48 g,i 10 YR 3/4 10 YR 6/4 SiL sb,m,m ss/sp c c x -

Bw1 39/48-71 c,s 10 YR 4/6 10 YR 7/4 SL g,m,m s/sp f f x 5

Bw2 71-87 c,s 10 YR 4/4 10 YR 6/3 SL cr,m,m ss/sp f f x 2

Bw3 87-123/130 g,w 10 YR 5/8 10 YR 8/4 SL sb,m,m s/sp f f x 2

C 123/130-

200

- 10 YR 6/8 10 YR 8/3 SL cr,c,w ss/sp x x x 1

Khusus Profil P2 Horison Bw1 warna matrik karatan lembab 10 R 4/8, kering 2,5 YR 5/8, jumlah karatan

10%, reaksi warna dengan α,α dipyridil merah

Page 41: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

36

Keterangan :

Batas Horison : cs = jelas dan rata, gw = berangsur dan berombak, cw = jelas dan berombak, gi =

berangsur dan tidak teratur; Tekstur : S = pasir, SL = lempung berpasir, SiL = lempung berdebu, L = lempung, SCL = lempung liat berpasir, SC = liat berpasir, SiCL = lempung liat berdebu, SiL = lempung

berdebu; Struktur : ab = gumpal menyudut, sb = gumpal membulat, g = berbutir, cr = remah; Ukuran

Struktur : m = sedang, c = kasar; Tingkat Perkembangan Struktur : w = lemah, m = cukup, h = kuat; Konsistensi : so = tidak lekat, ss = agak lekat, s = lekat; Konsistensi Plastisitas : op = tidak plastis, sp =

agak plastis; Ukuran Perakaran : f = halus, m = sedang, c = kasar; Jumlah Perakaran : x = tidak ada, c

= cukup, f = sedikit, m = banyak.

Data warna tanah dan bahan organik pada profil P3 menunjukkan

bahwa tanah di lokasi penelitian memenuhi syarat untuk dimasukkan ke

dalam epipedon molik. Pada profil P1, P2, dan P4 memenuhi kriteria epipedon

okrik apabila ditinjau dari sisi warna kroma. Karatan di temukan tetapi

hanya pada profil P2 horison Bw1, yaitu pada tanah persawahan di mana

sering terjadi reaksi redoks. Warna karatan dalam keadaan lembab adalah

coklat kemerahan (10 R 4/8).

Tekstur tanah pada profil P3 dan P4 hampir semua didominasi oleh

lempung berpasir, sedangkan untuk profil P1 dan P2 cukup bervariasi (Tabel

4). Data tekstur ini menunjukkan bahwa lokasi penelitian didominasi tanah-

tanah bertekstur kasar. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab nilai

bulk density atau berat per satuan volume tanah kering oven yang dinyatakan

dalam g/cm3 di masing-masing profil tergolong rendah dengan kisaran antara

0,635-1,115.

Tanah bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air dan

hara rendah, airase baik dan tingkat permeabilitas yang cepat sedangkan

permeabilitas berkaitan dengan pori total, distribusi ukuran dan kemampuan

pori. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi prosentase pasir di dalam

tanah akan semakin banyak ruang pori makro di dalam tanah yang akan

memperlancar pergerakan air dan udara, khususnya pergerakan dari atas ke

bawah (Hakim dkk, 1986). Pergerakan inilah yang menyebabkan liat, bahan

organik dan bahan-bahan halus lainnya bergerak ke lapisan di bawahnya.

Hasil pengamatan terhadap struktur tanah di lokasi penelitian (Tabel

3), menunjukkan bahwa struktur gumpal membulat mendominasi hampir di

setiap profil. Beberapa struktur juga terbentuk pada beberapa horizon di

beberapa profil, seperti struktur berbutir dan remah pada profil P1, P3, dan P4.

Sedangkan struktur gumpal menyudut terdapat pada profil P2. Selain itu

tanah mempunyai ukuran struktur dengan kisaran sedang sampai dengan

kasar dan tingkat perkembangan tanah lemah sampai dengan kuat.

Tabel 4. Data Analisis Sifat Fisik Tanah

Pro fil

Dalam (cm)

Hori

son

Tekstur Kelas

Tekstur Bulk

Density

Permeabi

litas

(cm/jam)

Kelas

Permeabi

litas Lain (%) Debu (%) Pasir (%)

P1 0-20/27 Ap 11.28 27.583 61.133 SCL 0.869 93.199 SC

20/27-47 Bw1 6.285 42.735 50.980 SiL 0.908 5.511 S

Page 42: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

37

47-80 Bw2 6.483 44.087 49.429 SiCL 0.908 5.511 S

80-107 C1 3.601 36.006 60.394 SCL 0.980 6.648 AC

107-128 C2 6.297 30.227 63.476 SC 0.980 6.648 AC

128-133 Bw3 12.315 35.577 52.107 SiCL 0.843 11.401 AC

133-200 C3 1.285 38.560 60.154 SCL 0.810 311.151 SC

P2

0-34 Ap 4.697 56.370 38.933 SiL 1.115 1.383 AL

34-59/62 Bw1 12.458 47.065 40.476 L 0.799 11.932 AC

59/62-87 Bw2 10.992 48.852 40.156 L 0.841 87.499 SC

87-120 Bw3 9.304 34.556 56.140 SL 0.717 62.442 SC

120-200 C 3.695 46.798 49.507 SL 0.702 155.111 SC

P3

0-37/42 Ap 6.857 13.714 79.430 SiL 0.913 213.577 SC

37/42-50 Bw1 8.294 33.175 58.531 SL 0.834 79.544 SC

50-85/94 Bw2 6.731 29.618 63.651 SL 0.803 6.602 AC

85/94-123 Bw3 1.505 24.082 74.413 SL 0.635 30.094 SC

123-200 C 9.854 28.153 61.993 SL 0.810 95.453 SC

P4

0-39/48 A 12.032 29.412 58.556 SiL 0.836 295.507 SC

39/48-71 Bw1 9.755 30.658 59.588 SL 0.793 206.815 SC

71-87 Bw2 6.937 30.522 62.542 SL 0.894 83.522 SC

87-123/130 Bw3 15.502 28185 56.313 SL 0.804 46.533 SC

123/130-

200

C 4.512 33.970 61.518 SL 0.873 26.515 SC

Keterangan :

1. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Petanian Universitas Udayana. 2. Kelas tekstur tanah : Tekstur : S = pasir, SL = lempung berpasir, SiL = lempung berdebu, L

= lempung, SCL = lempung liat berpasir, SC = liat berpasir, SiCL = lempung liat berdebu, SiL

= lempung berdebu; Kelas Permeabilitas : SC = sangat cepat, AC = Agak cepat, S = sedang, AL = agak lambat

Konsistensi tanah ditunjukkan oleh derajat kohesi dan adhesi yang di

tentukan dalam keadaan basah. Pada profil P1 dan P2 semua horizon

mempunyai tingkat konsistensi agak lekat dan agak plastis. Sedangkan pada

profil P3, konsistensi tidak lekat dan tidak plastis menempati dua horizon

teratas. Untuk profil P4, konsistensi lekat dan agak plastis terdapat pada

horison Bw1 dan Bw3 serta sisanya mempunyai konsistensi agak lekat dan

agak plastis.

Pada tabel 5 rendahnya nilai pH tanah di masing-masing profil

berhubungan dengan jumlah dan jenis mineral liat, bahan organik serta

tingginya curah hujan di lokasi penelitian. Jumlah mineral liat yang banyak

ditemukan di lokasi penelitian adalah haloisit di mana haloisit mempunyia

kandungan Al+ dan H+. Sedangkan bahan organik merupakan penyumbang

ion H+ yang bersifat masam. Tingginya curah hujan juga menyebabkan

adanya pencucian basa-basa, sehingga yang tertinggal adalah ion-ion

bermuatan positif seperti Al3+ dan H+ sehingga tanah cenderung masam.

Pada kondisi masam larutan tanah lebih banyak mengandung ion hydrogen

(H+) daripada ion hidroksil (OH-) (Foth, 1994).

Page 43: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

38

Hasil analisis pH tanah dalam larutan H2O disemua profil

menunjukkan nilai yang lebih besar daripada pH tanah dalam larutan KCl.

Perbedaan nilai antara kedua pH tanah di dalam larutan H2O dan KCl atau

biasa disebut ΔpH menunjukkan nilai positif dari seluruh horison pada setiap

profil. Nilai ΔpH positif mengidikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian

masih didominasi oleh bahan amorf.

Tabel 5. Data Analisis Sifat Kimia Tanah

Pro

fil Dalam (cm)

Hori

son

C.

Organik

(%)

B.

Organik

KTK

(me/100

g tanah)

pH Tanah pH NaF

H2O KCl 2 mnt 4 mnt

P1

0-20/27 Ap 2.044/S 3.524/S 11.333/R 5.61/AM 5.08 10.45 10.56

20/27-47 Bw1 1.725/R 2.973/R 13.953/R 5.67/AM 5.05 10.41 10.60

47-80 Bw2 1.197/R 2.063/R 14.754/R 5.50/M 5.01 10.28 10.43

80-107 C1 0.842/SR 1.451/SR 14.946/R 5.41/M 4.87 9.89 10.50

107-128 C2 0.851/SR 1.467/SR 14.208/R 5.69/AM 4.93 9.64 9.78

128-133 Bw3 0.895/SR 1.543/SR 21.150/S 5.83/AM 4.93 9.64 9.48

133-200 C3 0.437/SR 0.753/SR 13.034/R 5.51/M 4.99 9.23 9.36

P2

0-34 Ap 2.893/S 4.987/S 15.842/R 5.23/M 4.92 9.91 10.09

34-59/62 Bw1 2.129/S 3.670/S 21.639/S 5.27/M 5,01 10.08 10.23

59/62-87 Bw2 0.834/SR 1.438/SR 18.629/S 5.42/M 5.15 10.05 10.25

87-120 Bw3 0.139/SR 0.239/SR 19.612/S 5.49/M 5.43 10.17 10.39

120-200 C 0.143/SR 0.246/SR 21.436/S 5.63/AM 5.53 10.22 10.42

P3

0-37/42 Ap 3.216/T 5.545/T 16.114/R 5.39/M 5.32 10.12 10.23

37/42-50 Bw1 2.438/S 4.203/S 19.513S 5.37/M 5.34 10.38 10.56

50-85/94 Bw2 2.150/S 3.706/S 18.322/S 5.38/M 5.30 10.54 10.73

85/94-123 Bw3 0.829/SR 1.429/SR 21.088/S 5.20/M 5.14 10.33 10.46

123-200 C 0.316/SR 0.544/SR 20.496/S 5.51/M 5.16 9.94 10.09

P4

0-39/48 A 2.468/S 4.254/S 17.372/S 5.23/M 4.66 9.55 9.68

39/48-71 Bw1 2.606/S 4.492/S 17.837/S 5.38/M 4.89 9.46 9.54

71-87 Bw2 1.255/R 2.164/R 16.326/R 5.60/AM 4.88 9.40 9.50

87-123/130 Bw3 1.296/R 2.234/R 18.182/S 5.47/M 4.78 9.38 9.51

123/130-

200

C 0.429/SR 0.740/SR 16.318/R 5.69/AM 4.63 9.23 9.29

Keterangan :

1. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Udayana.

2. Kriteria C. Organik : SR = sangat rendah, R = rendah, S = sedang; Kriteria B.Organik : SR =

sangat rendah, R = rendah, S = sedang; Kriteria KTK : R = rendah, S = sedang; Kriteria KB : S = sedang, T = tinggi, ST = sangat tinggi, Kriteria pH (H2O) : M = masam, AM = agak

masam Nilai pH tanah juga diukur dengan menggunakan larutan NaF, nilai

ini ditetapkan untuk menduga kandungan mineral liat amorf atau alofan yang

biasanya menurun sejalan dengan menurunnya ketinggian tempat.

Kandungan mineral ini biasanya terdapat pada tanah dari abu vulkan di

daerah humid. Selain itu tanah yang kaya alofan dan terbentuk dari abu

vulkan mempunyai profil tanah yang dalam, lapisan atas gembur, bulk

Page 44: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

39

density rendah dan perkembangan struktur tanah baik tetapi agak lemah dan

porous (Hardjowigeno, 1993).

Hasil analisis pH NaF berkisar antara 9.2-10.7, nilai pH ini

mengindikasikan adanya mineral liat amorf/alofan (tabel 5). Pada lokasi

penelitian ditemukan dominasi liat haloisit yang berasal dari pelapukan atau

alterasi Al-silikat amorf seperti alofan. Selain adanya alofan, tingginya

konsentrasi ion H+ di dalam tanah juga menjadi faktor yang sangat

menentukan dalam proses pembentukan liat haloisit (Tabel 6).

Rendahnya pH ternyata berkorelasi positif dengan rendahnya

kapasitas tukar kation (KTK). Nilai KTK ditentukan oleh bahan organik,

jumlah dan jenis mineral liat serta tekstur tanah. Bahan organik

mempengaruhi KTK dengan melepaskan ion H+ dalam proses

dekomposisinya sehingga berakibat pada rendahnya nilai kemasaman tanah.

Tinggi rendahnya nilai KTK juga ditentukan oleh jenis mineral liat yang

mempunyai muatan beragam. Semakin kecil jumlah liat dan semakin kasar

tekstur tanah karena rendahnya koloid liat dan koloid organik, menyebabkan

nilai KTK semakin rendah.

Keempat profil mempunyai prosentase kejenuhan basa yang

bervariasi dengan kisaran 37.036 sampai dengan 95.779 (Tabel 5).

Prosentase kejenuhan basa merupakan petunjuk bagi horison penciri, seperti

molik, di mana profil P3 memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam

epipedon molik karena nilainya di atas 50%.

Mineral Faksi Pasir

Hasil analisis mineral fraksi pasir pada tabel 7, menunjukkan bahwa

jumlah mineral mudah lapuk (olivine, piroksin, plagioklas, ortoklas, biotit,

glas vulkan, weatherd mineral, hornblende) lebih tinggi dibandingkan

mineral sukar lapuk (kuarsa, kalsit, muskovit dan fraksi batuan). Tingginya

mineral mudah lapuk disebabkan karena bahan induk berkembang dari tufa

vulkan intermedier. Selain itu tingginya mineral mudah lapuk juga

menunjukkan bahwa proses pelapukan bahan induk masih belum lanjut. Hal

ini bisa disebabkan karena faktor pembentuk tanah kurang mendukung

proses perkembangan tanah lanjut. Kondisi inilah yang mengindikasikan

bahwa tanah masih kaya unsur-unsur mineral yang belum terbebaskan

sehingga tanah masih subur.

Mineralogi Liat

Mineral liat umumnya terbentuk dari hasil pelapukan fisik dan kimia

bahan induk atau mineral primer. Hasil pengamatan mineralogi liat

menunjukkan bahwa tanah liat silikat tipe haloisit cukup mendominasi

tanah-tanah di lokasi penelitian (Tabel 6). Keadaan ini bisa terjadi karena

Page 45: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

40

adanya pelapukan liat amorf atau alofan yang berkembang dari abu vulkan

(Hardjowigeno, 1993). Sehingga dapat dikemukakan bahwa tanah-tanah di

lokasi penelitian tergolong tanah yang baru berkembang atau tanah muda.

Tabel 6. Data Analisis Mineralogi Liat Profil Kaolinit Haloisit Montmorilonit Illit Vermikulit Keterangan

P1

- xxx - xx - Campuran

x xxxx - x - Haloisit

x xxxx - x - Haloisit

- xxxx x x - Haloisit

P2

- - x xxxx x Illit

- - x xxxx x Illit

x xxx - xx - Campuran

x xxx - xx - Campuran

P3

x xxx - xx - Campuran

x xxxx - x - Haloisit

x xxx - xx - Campuran

- x x xxx x Campuran

P4

- xx x xxx - Campuran

- x x xxx x Campuran

- xxxx x x - Haloisit

- xxxx x x - Haloisit

Keterangan :

Analisis mineralogi liat dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Udayana.

xxxx : Dominan, xxx : Banyak, xx : Sedang, x : Sangat Sedikit

Illit yang juga dijumpai di lokasi penelitian bisa terbentuk dari

proses alterasi, artinya bahwa Illit bisa terbentuk dari montmorilonit bila di

lingkungan kaya unsur K. Di samping itu juga dapat terbentuk karena

rekristalisasi hasil pelapukan K-feldspar dalam larutan yang kaya K. Mineral

liat yang lain seperti montmorilonit, kaolinit, dan vermikulit mempunyai

jumlah yang lebih kecil dibandingkan kedua mineral di atas.

Montmorilonit bisa terbentuk dari rekristalisasi hasil pelapukan

bermacam-macam mineral bila kedaan lingkungan sesuai (drainase/tata air

kurang baik dan proses pencucian lambat). Selain itu juga ditemukan di

tempat-tempat di mana terjadi pelapukan mineral silikat yang banyak

mengandung Mg dan Fe.

Kaolinit terbentuk setelah mineral primer terdekomposisi, di mana

Al, dan Si yang larut akan berkristalisasi membentuk kaolinit. Sedangkan

vermikulit mempunyai kandungan K yang lebih rendah daripada Illit karena

sebagian besar atau seluruh K-interlayer telah diganti H+. Di samping itu

interlayer juga mengandung Ca dan Mg yang mudah disubstitusi oleh H+

sehingga KTK menjadi rendah.

Page 46: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

41

Tabel 7. Hasil Analisis Mineral Fraksi Pasir untuk Kelas Ukuran Butir Berpasir, Skeletal Berpasir dan Skeletal

Berlempung

Jenis

Mineral

Profil

P1 P2 P3 P4

Ap Bw1 Bw2 C1 C2 Bw3 C3 Ap Bw1 Bw2 Bw3 C Ap Bw1 Bw2 Bw3 C A Bw1 Bw2 Bw3 C

Olivin 6.17 12.10 7.94 12.46 11.04 2 12.81 10.34 2 6.95 6.48 9.40 13.71 6.85 2 2 6.50 12.65 9.41 5.89 10.44 15.71

Piroksin 9.98 7.51 5.43 8.30 8.41 9.72 9.61 11.4 14.42 10.42 10.53 7.05 11.5 15.85 12.03 13.66 5.28 2 9.41 12.77 2 7.64

Plagioklas 8.55 2 5.43 6.75 11.40 8.64 8.54 8.71 6.46 6.95 2 6.26 212.8 5.57 12.03 5.22 6.50 2 16.74 5.89 15.41 5.52

Kuarsa 2 2 5.43 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5.22 2 2 2 2 2 2

Kalsit 6.17 2 2 6.75 6.83 7.02 6.94 2 2 2 7.29 2 2 2 6.01 2 5.28 6.32 2 5.89 12.92 5.56

Ortoklas 9.98 11.26 2 16.09 20.50 19.44 15.48 15.78 15.91 11.29 25.93 14.10 2 6.85 8.79 2 13.82 13.14 2 4.25 2 5.79

Biotit 6.17 10.82 2 9.34 6.83 2 8.54 2 2 5.64 5.26 7.05 7.96 6.85 7.40 2 10.57 2 6.80 2 6.46 2

Muskovit 6.17 7.93 2 8.30 2 10.26 6.94 8.71 2 12.59 2 9.40 2 2 2 2 7.72 7.78 2 2 2 8.92

Glas Vulkan 2 7.51 6.69 2 2 10.26 2 2 2 5.64 11.34 8.22 15.03 2 2 6.42 5.28 6.32 9.41 16.04 10.44 5.52

Fraksi

Batuan

23.76 12.10 5.43 16.61 20.50 7.02 9.61 18.50 14.42 16.07 7.29 7.05 12.38 20.14 13.42 7.23 18.70 27.74 20.40 21.28 10.44 11.04

Weatherd

Mineral

12.83 14.6 50.18 9.34 2 10.26 15.48 11.43 12.92 10.42 7.29 21.15 12.82 12.42 14.81 45 10.97 9.24 17.79 12.77 15.41 20.38

Hornblende 6.17 6.67 5.43 2 6.83 11.34 2 7.07 10.44 9.12 2 6.26 5.75 5.57 6.01 7.23 7.31 8.76 2 9.17 10.44 8.92

Keterangan : Analisis fraksi liat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Page 47: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

42

Klasifikasi Tanah

Hasil klasifikasi tanah berdasarkan morfologi, sifat fisik, kimia dan

mineralogi tanah dengan menggunakan Kunci Taksonomi Tanah 1998 Soil

Suevey Staff, 1998), yang dimulai dari kategori ordo sampai famili tanah

disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Tanah dari Tingkat Ordo sampai Famili di Desa

Taro Profil Lokasi Ordo Subordo Greatgroup Subgroup Famili

P1

Pisang kaja, Pakuseba,

Sengkaduan, Tebuana

Incepti

sols

Udepts Dystrudepts Ruptic-Alfic

Dystrudepts

Ruptic-Alfic Dystrudepts,

berlempung kasar, campuran, isotermik

P2 Belong, Pakuseba Incepti

sols

Aquepts Epiaquepts Aeric

Epiaquepts

Aeric Epiaqupts, berlempung

kasar, campuran isotermik

P3

Alaspujung, Belong, Let, Patas, Pisang

Kaja, Puakan,

Sengkaduan, Tebuana

Inceptisols

Udepts Eutrudepts Humic Eutrudepts

Humic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran

isotermik

P4 Patas, Pisang Kelod, Puakan

Inceptisols

Udepts Eutrudepts Typic Eutrudepts

Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik

Epipedon dan Endopedon Penciri

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di lapangan serta

analisis sifat fisik dan kimia tanah profil P1, P2, P4 mengindikasikan epipedon

okrik dan endopedon kambik. Dimasukkan ke epipedon okrik karena warna

value ≥ 4 (lembab) atau ≥ 6 (kering), kroma ≥ (lembab), mempunyai 1

horison A atau Ap, ketebalan 18 cm dan tidak memenuhi salah satu dari

tujuh epipedon yang lain. Sedangkan untuk profil P3 mengindikasikan

epipedon molik dan endopedon kambik. Epipedon molik dicirikan oleh

tanah yang tersusun dari bahan tanah mineral, kelas resistensi pecah agak

keras/lebih lunak, jumlah struktur batuan < 5 mm kurang dari ½ volume.

Selain itu warna value ≤ 3 (lembab) atau ≤ 5 (kering), kroma ≤ 3 (lembab),

memiliki value warna minimal 1 unit atau kroma 2 unit Munsell lebih rendah

baik lembab maupun kering dibandingakan horison C, kandungan C-

organik 0,6% lebing tinggi daripada horison C, KB > 50%, tebal ≥ 25 cm,

kandungan P larut dalam 1% asam sitrat < 1.500 mg/kg, sebagian epipedon

lembab selama ≥ 90 hari kumulatif, nilai -n < 0.7.

Lebih lanjut (Soil Survey Staff, 1998) menyatakan, endopedon

kambik sebagai horison penciri dicirikan oleh Tebal ≥ 15 cm, tekstur pasir

sangat halus, pasir sangat halus berlempung atau lebih halus, tidak

mempunyai kondisi akuik atau telah didrainase, memiliki struktur

tanah/tidak memiliki struktru batuan > ½ volume tanah, hue lebih merah,

kroma dan value atau kandungan liat lebih tinggi daripada horison di bawah

Page 48: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

43

atau di atasnya, memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi syarat hampir

semua epipedon, duripan atau fragipan dan semua endopedon, bukan bagian

horison Ap dan tidak rapuh.

Ordo

Ordo tanah di lokasi penelitian dengan profil pewakil P1, P2, P3, dan

P4, diklasifikasikan ke dalam ordo Inceptisols. Pada profil P1, P2, dan P4,

mempunyai epipedon okrik dan endopedon kambik sehingga termasuk pada

ordo Inceptisols. Sedangkan untuk profil P3, walaupun mempunyai epipedon

molik, tetapi karena gelas vulkanik atau abu vulkanik dan horison kambik

yang masam lebih berpengaruh terhadap profil tanah daripada epipedon

molik sehingga profil ini juga dimasukkan ke dalam ordo Inceptisols

(Hardjowigeno, 1993).

Subordo

Untuk kategori subordo, tanah di lokasi penelitian diklasifikasikan

ke dalam subordo aquepts dan udepts. Subordo aquepts diwakili oleh profil

P2 sedangkan subordo udepts diwakili oleh profil P1, P3 dan P4.

Pengklasifikasian profil P2 ke dalam subordo aquepts karena tanah memiliki

kondisi akuik selama sebagian waktu pada tahun-tahun normal (atau telah di

drainase) di kedalaman antara 40 – 50 cm dari permukaan tanah mineral.

Mengandung cukup besi feroaktif untuk dapat memberikan reaksi positif

terhadap α,α-dipyridil ketika tanah tidak sedang diirigasi pada kedalaman 50

cm dari permukaan tanah mineral.

Profil P1, P3, dan P4 diklasifikasikan ke dalam subordo udepts karena

memiliki rejim kelembaban tanah udik. Hal ini karena lokasi penelitian

beriklim basah dengan total curah hujan tahunan sebesar 2347,35 mm/tahun,

dengan 8 bulan basah dan tanpa adanya bulan kering. Rejim kelembaban

udik merupakan rejim kelembababan di mana penampang kontrol

kelembaban tanah tidak kering sebarang bagiannya, selama 90 hari

kumulatif di dalam tahun-tahun normal. Rejim kelembaban udik bisa

dijumpai pada tanah-tanah di daerah beriklim humid yang mempunyai curah

hujan dengan penyebaran merata (Soil Survey Staff, 1998).

Greatgroup

Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam

greatgroup dystrudepts yang diwakili profi P1. Hal ini karena tidak

memenuhi untuk kejenuhan basa sebesar ≥ 60% pada satu horison atau lebih

di antara kedalaman 25 cm dan 75 cm dari permukaan tanah mineral, jika

dimasukkan ke dalam eutrudepts. Profil P2 dimasukkan ke dalam epiaquepts,

karena tanah pada profil tersebut mempunyai episaturasi yaitu tanah sawah

yang diirigasi, tidak mempunyai epipedon histik, melanik, molik atau

umbrik. Tidak mempunyai rejim suhu cryik dan tanah tidak mempunyai

fragipan. Profil P3 dan P4, diklasifikasikan ke dalam great group eutrudepts,

Page 49: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

44

karena kejenuhan basa > 60% serta tidak mempunyai horison sulfurik pada

kedalaman 50 cm, tidak mempunyai duripan dan fragipan pada kedalaman

100 cm dari permukaan tanah mineral sehingga tidak dapat dimasukkan ke

dalam greatgroup yang lain

Subgroup

Kategori subgroup di lokasi penelitian diklasifikasikan ke dalam

subgroup Ruptic-Alfic Dystrudepts untuk profi P1, Aeric Epiaquepts untuk

profil P2 dan Humic Eutrudepts untuk profil P3 dan Typic Eutrudepts untuk

profil P4. Profil P1 dimasukkan ke dalam Ruptic-Alfic Dystrudepts karena

mempunyai horison kambik, 10-50% berdasar volume terdapat bagian

iluvial yang tidak memenuhi persyaratan horison argilik, kandik atau natrik

dan kejenuhan basa lebih dari 35% pada kedalaman 125 cm dari bahan atas

horison kambik. Profil P2 diklasifikasikan ke dalam subgroup Aeric

Epiaquepts karena pada 50% atau lebih matriksnya mempunyai hue 10 YR

atau lebih kuning dan mempunyai warna value dan kroma dalam keadaan

lembab 3 atau lebih.

Profil P3 di masukkan ke dalam subgroup Humic Eutrudepts karena

mempunyai epipedon molik. Sedangkan profil P4 diklasifikasikan ke

dalamTypic Eutrudepts karena memiliki epipedon okrik bukan umbrik atau

molik, memiliki rejim kelembaban udik, kejenuhan basa lebih dari 50%

tidak memiliki sifat tanah fragik dan andik sehingga tidak memenuhi kriteria

subgroup yang lain.

Famili

Sifat pembeda yang digunakan untuk memisahkan atau

membedakan antara satu famili dengan famili yang lain adalah kelas ukuran

butir, kelas mineralogi dan temperatur tanah. Berdasarkan sifat-sifat tanah

tersebut, maka pada kategori famili, tanah-tanah di lokasi penelitian

diklasifkasikan ke dalam empat famili tanah yaitu : (1) Ruptic-Alfic

Dystrudepts, berlempung kasar, campuran, isotermik yang diwakili oleh

profil P1; (2) Aeric Epiaquepts, berlempung kasar, campuran, isotermik yang

diwakili profil P2; (3) Humic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik yang diwakili oleh profil P3; (4) Typic Eutrudepts berlempung

kasar, campuran, isotermik yang diwakili oleh P4. Karena sifat pembeda

untuk kategori famili sama, maka yang dijadikan pembeda dalam kategori

famili adalah kategori subgroup.

Semua profil mempunyai kelas ukuran butir yang sama berlempung

kasar, karena fase halus atau lebih kasar ≥ 15% dan kandungan liat < 18%

(Tabel 9). Selain itu juga mempunyai kelas mineralogi campuran, karena

berdasarkan hasil analisis di masing-masing horison dan pada masing-

masing profil ditemukan jenis mineralogi yang heterogen dan tidak satupun

dari jenis mineral pasir tersebut yang dominan (Tabel 7). Temperatur tanah

Page 50: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

45

masing-masing profil juga sama, yaitu isotermik, ini disebabkan karena

temperatur tanah tahunan rata-rata 21.070C dan perbedaan antara temperatur

tanah musim panas rata-rata dengan musim dingin rata-rata adalah < 60C.

Tabel 9. Berat Rata-rata Tanah Tertimbang untuk Kelas Ukuran Butir Profil Liat (%) Debu (%) Pasir (%) Fragmen Batuan (%) Kelas Ukuran Butir

P1 5.789 41.131 53.078 - Berlempung kasar

P2 10.491 46.609 42.899 - Berlempung kasar

P3 6.508 25.955 67.542 - Berlempung kasar

P4 10.848 29.818 59.334 2 Berlempung kasar

Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Famili tanah yang diwakili oleh keempat profil mengindikasikan

bahwa tanah masih muda dengan tingkat pelapukan masih rendah.

Rendahnya tingkat pelapukan tanah menunjukkan bahwa tanah di lokasi

penelitian secara potensial sangat subur karena unsur hara masih belum

terbebaskan. Tingkat pelapukan tanah yang belum lanjut juga menyebabkan

kasarnya tekstur tanah. Tekstur tanah yang kasar menjadi penyebab

rendahnya kemampuan tanah dalam menyediakan, menahan serta menyerap

air dan unsur hara.

Tingginya mineral liat haloisit yang berkembang dari alofan

menyebabkan tanah mempunyai pH yang rendah begitu juga dengan KTK.

Kapasitas tukar kation dapat ditingkatkan dengan beberapa cara seperti

pemupukan dan meningkatkan tingkat kemasaman tanah dengan pengapuran

(hakim dkk, 1986). sedangkan untuk reaksi tanah yang agak masam hingga

masam dapat diatasi dengan pemberian kapur.

Tabel 10. Satuan Peta Tanah di Desa Taro

SPT Satuan Peta Tanah Relief

Le

reng (%)

Bahan

Induk

Bentuk

Lahan

Penggunaan

Lahan

Luas

Ha %

1

Ruptic-Alfic

Dystrudept, berlempung kasar,

campuran,

isotermik

Berom

bak

3-8 Tufa

vulkan intermedier

Lereng

bawah vulkan

Tegalan 114.56 20.26

2

Aeric-Epiaquepts, berlempung kasar,

campuran,

isotermik

Landai 0-3 Tufa

vulkan

intermedier

Lereng

bawah

vulkan

Sawah 36.03 6.37

3

Humic Eutrudepts, berlempung kasar,

campuran,

isotermik

Landai 0-3 Tufa

vulkan

intermedier

Lereng

bawah

vulkan

Tegalan 233.08 41.23

4 Typic Eutrudepts, Berge 8-15 Tufa Lereng Belukar 15.41 2.72

Page 51: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

46

berlempung kasar, campuran

isotermik

lombang vulkan

intermedier

bawah

vulkan

5

Typic Eutrudepts,

berlempung kasar,

campuran, isotermik

Berbukit

kecil

15-30 Tufa

vulkan

intermedier

Lereng

bawah

vulkan

Belukar 30.25 5.35

6

Typic Eutrudepts

berlumpur kasar,

campuran, isotermik

Berbukit 30-45 Tufa

vulkan

intermedier

Lereng

bawah

vulkan

Belukar 23.11 4.08

7

Typic Eutrudepts,

berlempung kasar,

campuran, isotermik

Bergu

nung

45-65 Tufa

vulkan

intermedier

Lereng

bawah

vulkan

Belukar 112.86 19.96

Tanah-tanah di lokasi penelitian juga mempunyai potensi untuk

dijadikan lahan pertanian. Untuk tanah-tanah yang diwakili oleh profil P1,

P3, dan P4 sesuai digunakan sebagai lahan perkebunan walaupun masih

memerlukan penanganan yang intensif dalam pengelolaan maupun tata

airnya. Selain itu juga masih memerlukan masukan yang cukup tinggi baik

bahan organik (pencampuran sisa-sisa panen dengan tanah yang diolah,

penambahan pupuk kandang dan pupuk hijau) maupun anorganik

(pemupukan yang berimbang antara N, P, K). Khusus untuk tanah-tanah

yang diwakili profil P4 yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya

erosi melalui pencegahan secara mekanis dengan cara terasiring, guludan,

pengolahan tanah minimum dan menurut kontur. Untuk cara biologis dapat

diusahakan dengan penghutanan dan penanaman tanaman penutup

sedangkan cara kimia dengan menggunakan PAM, PVA, Bitumen dan

Krilium karena lahan di areal ini tergolong curam.

Untuk tanah-tanah yang diwakili oleh profil P2, sesuai sebagai lahan

persawahan dengan perlakuan yang hampir sama dengan lahan perkebunan.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pH tanah yang telalu masam,

kandungan bahan organik dan tingkat kesuburan tanah.

PetaTanah

Peta tanah yang dihasilkan dari penelitian ini adalah peta tanah semi

detail dengan skala 1 : 25.000. Unsur-unsur satuan penyusun suatu peta

terdiri dari topografi, bahan induk, kemiringan lereng, penggunaan lahan

serta famili tanah. Atas dasar beberapa unsur penyusun satuan peta tersebut,

maka tanah-tanah di lokasi penelitan dibedakan menjadi tujuh satuan peta

tanah.

Satuan Peta Tanah 1 : Ruptic-Alfic Dystrudepts, berlempung kasar,

campuran, isotermik. Tanah mempunyai relief berombak, dengan

Page 52: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

47

kemiringan lereng 3% sampai dengan 8% dan berkembang dari bahan induk

tufa vulkan intermedier. Ketinggian tempat berkisar antara 820 meter sampai

dengan 1000 meter di atas permukaan laut. Total lokasi satuan peta ini

hampir seluruhnya digunakan sebagai lahan tegalan dengan tanaman pisang,

ilalang dan kelapa.

Satuan Peta Tanah 2 : Aeric Epiaquepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik. Tanah mempunyai relief landai, dengan kemiringan lereng 0%

sampai dengan 3% dan berkembang dari bahan induk tufa vulkan

intermedier. Ketingian tempat berkisar antara 765 meter sampai dengan 920

meter di atas permukaan laut. Penggunaan lahan satuan peta ini hampir

seluruhnya untuk persawahan dengan tanaman utama padi sawah.

Satuan Peta Tanah 3 : Humic Eutrudepts, berlempungk kasar, campuran,

isotermik. Tanah dengan relief landai, kemiringan lereng 0% sampai dengan

3% dan berkembang dari bahan induk tufa vulkan intermedier. Ketinggian

tempat berkisar antara 1100 meter sampai dengan 1220 meter di atas

permukaan laut. Penggunaan lahan pada areal satuan peta ini adalah berupa

tegalan dengan tanaman kelapa, bambu dan ilalang.

Satuan Peta Tanah 4 : Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik. Tanah dengan relief bergunung, kemiringan lereng berkisar antara

45% sampai dengan 65% dan berkembang dari bahan induk tufa vulkan

intermedier. Ketinggian tempat mempunyai kisaran antara 990 meter sampai

dengan 1140 meter di atas permukaan laut. Areal pada satuan peta ini

merupakan lahan belukar dengan tanaman semak belukar dan ilalang.

Satuan Peta Tanah 5 : Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik. Tanah dengan relief bergelombang, kemiringan lereng berkisar

antara 8% sampai dengan 15%. Berkembang dari bahan induk tufa vulkan

intermedier, ketinggian tempat mempunyai kisaran antara 850 meter sampai

dengan 1210 meter di atas permukaan laut. Areal pada satuan peta ini

merupakan lahan belukar dengan tanaman semak belukar, ilalang dan

bambu.

Satuan Peta Tanah 6 : Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik. Tanah dengan relief berbukit kecil, kemiringan lereng berkisar

antara 15% sampai dengan 30%. Berkembang dari bahan induk tufa vulkan

intermedier, dengan ketinggian tempat berkisar antara 760 meter sampai

dengan 1115 meter di atas permukaan laut. Areal pada satuan peta ini

merupakan lahan belukar dengan tanaman ilalang dan semak belukar.

Satuan Peta Tanah 7 : Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik. Tanah dengan relief berbukit, dengan kemiringan lereng berkisar

antara 30% sampai dengan 45% dan berkembang dari bahan induk tufa

vulkan intermedier, ketinggian tempat berkisar antara 780 meter sampai

Page 53: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

48

dengan 1040 meter di atas permukaan laut. Areal pada satuan peta ini

merupakan lahan belukar dengan tanaman ilalang dan semak belukar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Tanah-tanah di lokasi penelitian diklasifikasikan ke dalam ordo

intceptisols, subordo Aquepts dan Udepts, greatgroup Epiaquepts,

Dystrudepts dan Eutrudepts subgroup Ruptic-Alfic Dystrudepts,

Aeric Epiaquepts, Humic Eutrudepts dan Typic Eutrudepts

2. Untuk kategori famili tanah terdapat empat famili tanah yaitu :

a. Ruptic-Alfic Dystrudepts, berlempung kasar, campuran,

isotermik

b. Aeric Epiaqupts, berlempung kasar, campuran, isotermik

c. Humic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran, isotermik

d. Typic Eutrudepts, berlempung kasar, campuran, isotermik

3. Lokasi penelitian terdiri dari tujuh SPT (Satuan Peta Tanah) dengan

skala 1 : 25.000

4. Secara potensial tanah di lokasi penelitian tergolong cukup subur

untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Saran

Mengacu pada data morfologi, sifat fisik, kimia dan mineralogi

tanah menunjukkan adanya beberapa faktor pembatas seperti pH tanah

cukup masam, tekstur kasar, KTK dan bahan organik. Untuk memperbaiki

kondisi tersebut maka diperlukan penambahan bahan organik, pengapuran

dan pemupukan. Jika lahan tegalan dengan komoditi tanaman tahunan akan

dikonversi menjadi lahan perkebunan dengan tanaman semusim dibutuhkan

pengelolaan yang tepat, perbaikan tata air dan penambahan bahan organik

serta unsur hara dari pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kecamatan Tegallalang, 1997. Tegallalang dalam

angka. Tidak dipublikasikan.

Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah III. 2003. Laporan Curah Hujan

Rata-rata dan Suhu Udara Rata-rata Tahunan Daerah Bali. Tidak

dipubliksikan

Page 54: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

49

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan E.D. Purbayanti,

dkk. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hadiwidjojo, M.M.P. 1971. Peta Geologi pulau Bali. Skala 1 : 250.000.

Direktorat Geologi, Bandung.

Hakim N., Nyakpa Y.m., Lubis A.M., Nugroho G.S., Saul R.M., Diha A. M.,

Hong B.G., Bailey H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Univeritas

lampung.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademi

pressindo. Jakarta.

Soil Conservation Service. 1972. Soil Survey Laboratory Methods and

Procedures for Collecting Soil Samples. USDA, US. Govt. printy

Office. Washington. USA.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi kedua. Bahasa

Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat., Badan

Penelitian dan pengembangan Pertanian.

Page 55: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

50

Gambar 1. Satuan Peta Tanah Tentatif dan Lokasi Pengambilan Profil dan Minipit Desa

Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Bali, Skala 1 : 25.000

Page 56: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

51

0 1 2 3 4 5

1.25

Sumber Geologi : Peta Landform, Peta Lereng,

Peta Penggunaan Lahan

dan Peta Geologi

Disusun oleh : Himawan Bayu Aji

NIP. 19790521 201403 1 001

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Maluku Utara

SATUAN PETA TANAH TENTATIF DAN LOKASI PENGAMBILAN

PROFIL DAN MINIPIT DESA TARO, KECAMATAN TEGALLALANG,

KABUPATEN GIANYAR

BALI Skala 1 : 25.000

Ket : Lokasi minipit .. .. .. Batas Kodya/Kabupaten

Lokasi Profil Batas Satuan Peta Tanah

Permukiman Sungai

…. …. Batas Desa Sungai Intermiten

… … Batas Kecamatan Jalan

Legenda Satuan Peta Tanah Desa Taro

Unit

Lhn Relief Lereng Bahan Induk Bentuk Lahan

Pengguna

an Lahan

1 Berombak 3 - 8 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Tegalan

2 Landai

0 - 3 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Sawah

3 Landai 0 - 3 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Tegalan

4 Bergelombang 8 -15 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Belukar

5 Berbukit kecil 15 - 30 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Belukar

6 Berbukit 30 - 45 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Belukar

7 Bergunung 45 - 65 Tufa vulkan intermedier Lereng bawah vulkan Belukar

Lokasi penelitian

P. Bali

Page 57: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah Di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang

52

Gambar 2. Peta Tanah Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Bali,

Skala 1 : 25.000

Page 58: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara

53

0 1 2 3 4 5

1.25

Sumber : Peta Landform, Peta Lereng,

Peta Penggunaan Lahan

dan Peta Geologi

Disusun oleh : Himawan Bayu Aji

NIP. 19790521 201403 1 001

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Maluku Utara

Gambar 2. Peta Tanah Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Bali,

Skala 1 : 25.000

PETA TANAH

DESA TARO, KECAMATAN TEGALLALANG,

KABUPATEN GIANYAR

BALI Skala 1 : 25.000

Ket : Permukiman Batas Satuan Peta Tanah

…. …. Batas Desa Sungai

… … Batas Kecamatan Sungai Intermiten

.. .. .. Batas Kodya/Kabupaten Jalan

Legenda Satuan Peta Tanah Desa Taro

SPT Famili Relief Lereng

(%)

Bahan

Induk Bentuk Lahan

Penggu

na

an

Lahan

Luas

Ha %

1 Ruptic-Alfic Dystrudepts,

berlempung kasar, campuran

isotermik

Berombak 3 - 8 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan Tegalan

114.5

6

20.26

2 Aeric Epiaquepts, berlempung

kasar, campuran, isotermik

Landai 0 - 3 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Sawah 36.03 6.37

3 Humic Etrudepts, berlempung

kasar, campuran, isotermik

Landai 0 - 3 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Tegalan 233.0

8

41.23

4 Typic Eutrudepts, berlempung

kasar, campuran, isotermik

Bergelom

bang

8 -15 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Belukar 15.41 2.72

5 Typic Eutrudepts, berlempung

kasar, campuran, isotermik

Berbukit

kecil

15 - 30 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Belukar 30.25 5.35

6 Typic Eutrudepts berlempung

kasar, campuran, isotermik

Berbukit 30 - 45 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Belukar 23.11 4.08

7 Typic Eutrudepts berlempung,

kasar, campuran, isotermik

Bergunung 45 - 65 Tufa vulkan

intermedier

Lereng bawah

vulkan

Belukar 112.8

6

19.96

Lokasi penelitian

P. Bali

Page 59: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

PEDOMAN BAGI PENULIS BULETIN BPTP MALUKU UTARA Naskah hasil pengkajian maupun yang berupa review ditulis dalam bahasa Indonesia atau

Inggris dengan urutan pembagian bab sebagai berikut :

JUDUL & NAMA PENULIS ditulis dengan huruf besar pada awal setiap kata dan disertai

catatan kaki yang ditulis lengkap (tidak disingkat) tentang profesi/jabatan dan nama instansi

tempat penulis bekerja. Judul hendaknya singkat (tidak lebih dari 14 kata) dan mampu

menggambarkan isi pokok tulisan.

Contoh : ANALISIS USAHATANI PALA DI KOTA TIDORE KEPULAUAN

ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia, sebanyak-banyaknya 150 kata yang dituangkan

pada satu alinea dengan susunan : Judul, nama (-nama) penulis dan ringkasan isi. ABSTRAK

merupakan inti seluruh tulisan dan harus mampu memberikan uraian yang tepat, jelas tapi

singkat tentang latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, metodologi yang digunakan dalam

pencapaian tujuan, hasil penelitian yang terpenting dan kesimpulan (apabila memungkinkan).

Contoh : ABSTRAK <Judul> <Nama -[nama] penulis> < Abstrak isi>.

KATA KUNCI terdiri dari beberapa kata atau gugus kata yang menggambarkan isi naskah.

Demi keseragaman format dan kemudahan dalam pen-database-an, dianjurkan untuk diawali

dengan <nama komoditas> (apabila jenis komoditasnya tidak terlalu banyak).

Contoh : Padi, Benih unggul, Sekolah lapang.

ABSTRACT & KEY WORDS ditulis dengan bahasa Inggris dengan ketentuan seperti pada

ABSTRAK & KATA KUNCI. Pada naskah berbahasa Inggris, bab ini mendahului

ABSTRAK & KATA KUNCI.

PENDAHULUAN (nama bab tidak ditulis), mencakup latar belakang masalah, alasan

pentingnya penelitian itu dilakukan, temuan terdahulu yang akan disanggah atau

dikembangkan (termasuk di dalamnya telusuran pustaka terkait), pendekatan umum dan

tujuan penulisan. Nama jasad hidup yang menjadi topik penelitian harus disertai nama

ilmiahnya.

Contoh : Kedelai (Glycine max L. [Merrill]).

BAHAN & METODE berisi penjelasan ringkas tentang waktu dan tempat penelitian, bahan

dan teknik yang digunakan, rancangan percobaan dan analisis data. Teknik yang dirujuk tidak

perlu diuraikan (kecuali apabila dimodifikasi), tetapi cukup disebut nama sumbernya dan

tahun atau metodenya. Nama piranti lunak komputer yang digunakan untuk menganalisis

data seyogyanya disebutkan.

HASIL & PEMBAHASAN merupakan kupasan penulis tentang hasil, menerangkan arti

hasil penelitian, persamaan dan perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan

penelitian terdahulu (baik dari dalam maupun luar negeri), peran hasil penelitian terhadap

pemecahan masalah yang disebutkan di bab pendahuluan, hubungan antara parameter yang

satu dengan yang lain, dan kemungkinan pengembangannya.

KESIMPULAN (apabila memungkinkan) merupakan hasil kongkrit atau keputusan yang

diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran. Informasi yang bersifat

faktual (e.g. umur tanaman, dll) bukanlah kesimpulan, sehingga tidak perlu dimasukkan ke

dalam bab kesimpulan.

UCAPAN TERIMA KASIH (apabila dianggap perlu) berisi penghargaan singkat kepada

pihak-pihak yang telah berjasa selama penelitian (3-5 kalimat ringkas).

Page 60: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

PUSTAKA disusun menurut abjad. Secara umum, setiap pustaka hendaknya terdiri atas

nama penulis, tahun, judul, halaman dan penerbit. Pustaka seyogyanya dipilih yang masih

mempunyai kaitan dengan topik penelitian dan ditulis sebagai berikut :

Untuk Artikel di dalam Buku : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel,

halaman, nama penyunting, judul publikasi atau buku, nama dan tempat penerbit. Contoh :

Nugraha, U.S., Subandi, dan A. Hasanuddin. 2003. Perkembangan Teknologi Budidaya dan

Industri Benih Jagung. Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian: 37-72. Jakarta.

Untuk Terbitan Berkala : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama

terbitan (disingkat, apabila dianjurkan), volume dan nomor, dan nomor halaman (dianjurkan).

Contoh :

Bachrein, S. 2005. Keragaan dan Pengembangan Sistem Tanam Legowo 2:1 pada Padi

Sawah di Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut, Jawa Barat. JPPTP Valome 8 Nomor 1,

Maret 2005. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Untuk Buku : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul buku, edisi dan tahun revisi,

nama dan tempat penerbit, dan jumlah halaman. Contoh :

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta.

110 hlm.

PERSIAPAN TULISAN

Persiapan Tulisan. Naskah diketik 1 spasi pada kertas ukuran A4, satu muka, tipe huruf

baku Times New Roman ukuran 11 cpi dan tidak lebih dari 15 halaman (termasuk tabel,

gambar dan pustaka). Badan naskah dicetak dengan ketentuan batas pinggir kertas 3 cm dari

atas, bawah, dan kanan, dan 4 cm dari kiri.

Tabel ‘masuk’ ke dalam teks, tidak dikumpulkan di bagian akhir makalah sebagaimana

halnya lampiran.

Judul tabel terletak di atas tabel yang bersangkutan dan hendaknya berupa satu kalimat yang

singkat dan jelas (termasuk keterangan tempat dan waktu).

Angka desimal ditandai dengan koma (bahasa Indonesia) atau titik (bahasa Inggris).

Besaran ditulis menurut standar internasional, bukan besaran lokal (e.g. kuintal, are) dan

mengikuti kaidah Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (misalnya g, l, kg, bukan gr,

ltr, atau Kg).

Catatan kaki pada tabel ditandai dengan huruf atau angka dengan posisi agak naik

(superscript).

Gambar & Grafis hendaknya dibuat dengan piranti lunak komputer berikut ini : Excel,

SPSS, Corel Draw, dll. Foto hendaknya kontras, tajam dan jelas.

Penyerahan softcopy Penulis yang makalahnya akan segera diterbitkan agar menyerahkan

softcopy file teks dan gambar (format seperti tertera sebelumnya) dengan flashdisk yang

diserahkan ke Sdr. Hermawati Cahyaningrum di Ruang Editor Buletin Pengkajian BPTP

Maluku Utara, Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota Tidore Kepulauan, atau via

email melalui: [email protected]

Page 61: BULETIN - malut.litbang.pertanian.go.idmalut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/buletin/Buletin... · Buletin Vol. 7, No. 1, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian

DAFTAR ISI

PENGARUH PEMUPUKAN NPK TERHADAP KOMPONEN

HASIL UMBI BEBERAPA VARIETAS UBI KAYU DI

LAHAN KERING BACAN, HALMAHERA SELATAN

( Wawan Sulistiono dan Bram Brahmantiyo) …………………...........................................

1 - 6

KELAYAKAN USAHA INTEGRASI KELAPA-JAGUNG

MANIS-SAPI DI LAHAN KERING MALUKU UTARA (Slamet Hartanto dan Yayat Hidayat).........................................................................

7 - 12

STATUS PERKEMBANGAN PERTANIAN DALAM

PEMBANGUNAN WILAYAH MALUKU UTARA

(Ahamd Yunan Arifin) .............................……………….................................................

13 - 20

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN

LESTARI MELALUI OPTIMALISASI LAHAN

PEKARANGAN

DI KELURAHAN SASA, KOTA TERNATE ( Agus Hadiarto dan Chris Sugihono) ..........................................................................

21 - 29

KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN SISTEM

TAKSONOMI TANAH DI DESA TARO, KECAMATAN

TEGALLALANG, GIANYAR (Himawan Bayu Aji)………………...................................................................................

30 - 53