Buku Panduan CSL Cardio
description
Transcript of Buku Panduan CSL Cardio
Edisi Ketiga Mei 2012
Buku Panduan Clinical Skill LaboratoryBlok 11. cardiovascular System
Fakultas Kedokteran Univeritas LampungJln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1
Bandar Lampung-IndonesiaTelp. (0721) 7691197
9
© 03-2012 Fakultas Kedokteran Universitas LampungEdisi III : 2012Cetakan Ketiga, Mei 2012
Buku Panduan CSL Blok 11. Cardiovascular SystemEdisi Ketiga80 hlm ; 16.5 x 21.5 cmISSN :
Diterbitkan pertama kali oleh :Unit CSL - Tim Pengembangan KBK - Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Dicetak di Bandar LampungDesain muka oleh : dr. Dwita oktaria
Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian isi atau seluruh isi buku ini dengan cara dan
dalam bentuk apapun tanpa seijin penyusun
10
Tim Penyusun
Editor :
Dr. Dewi Nur Fiana
Dr. Dwita Oktaria
KATA PENGANTAR
11
الرحيم الرحمن الله بسمَد� ْم� ْل�َّلِه� اْل�َح� Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sampai
saat ini kita masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Buku Panduan CSL Blok 11. Cardiovascular System edisi ketiga ini. Buku ini dibuat sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran Clinical Skill Laboratory (CSL) pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) khususnya semester IV tahun ajaran 2011-2012.
Buku ini merupakan buku edisi ketigadi Blok 11. Sistem Reproduksi pada pembelajaran KBK di FK Unila. Buku ini tetap mengacu kepada buku Standar Kompetensi Dokter yang disusun oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Secara rinci, buku ini berisikan materi keterampilan berupa ; Pemeriksaan Jantung Lanjut,Pemeriksaan Jugular Venous Pressure, Penyuntikan IV/IM/SC/IC, Pemasangan EKG, Pembacaan dan Interpretasi EKG.
Penyusunan buku ini terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para kontributor yang telah memberikan konsultasi materi, masukan dan saran guna penyempurnaan buku ini serta rekan-rekan yang telah memberikan dukungan moriil dan materiil hingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa serta bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, Mei 2012
Editor
12
Daftar Isi
Halaman Judul ..................................................................................... 1Tim Penyusun ...................................................................................... 3Kata Pengantar ...................................................................................... 4Daftar Isi .............................................................................................. 5Lesson Plan ........................................................................................... 5Regulasi CSL ....................................................................................... 16CSL 1. Pemeriksaan Fisik Jantung Lanjut............................................. 17CSL 2. Pemeriksaan Jugular Venous Pressure...................................... 17CSL 3 Penyuntikan IV/IM/SC/IC ........................................................CSL 4. Pemasangan EKGCSL 5. Pembacaan dan Interpretasi EKG..........................................54
Level Kompetensi
CSL 1. Pemeriksaan Fisik Jantung Lanjut
No KompetensiLevel Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Palpation of apex beat -1- -2- -3- -4- 42 Percusion of cardiac size -1- -2- -3- -4- 43 Auscultation of heart -1- -2- -3- -4- 4
CSL 2. Pemeriksaan Jugular Venous Pressure
No KompetensiLevel Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Measurement of JVP -1- -2- -3- -4- 4
CSL 3 Penyuntikan IV/IM/SC/IC
No KompetensiLevel Kompetensi
SKDI Target Capaian
1Subcutaneous and Intramuscular Injection
-1- -2- -3- -4- 4
2Administration of drugs intravenous
-1- -2- -3- -4- 4
CSL 4. Pemasangan EKG
No KompetensiLevel Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Electrocardiography -1- -2- -3- -4- 3
13
CSL 5. Pembacaan dan Interpretasi EKG
No KompetensiLevel Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Electrocardiography -1- -2- -3- -4- 3
14
Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku Kegiatan
CSL yang wajib dibawa setiap sesi. Keikut sertaan 100% Harap hadir tepat waktu Jika terlambat ≤ 15 menit dapat mengikuti CSL dengan pre test susulan di ruang
administrasi CSL dan nilai pre test dikurangi 10 poin Jika terlambat >15 menit tidak diperkenankan mengikuti CSL Pada Sesi 1 akan dilakukan Pre test secara serentak dan dikumpulkan pada
instruktur penanggung jawab pre test yang bertugas Pelaksanaan pre test dilakukan serentak di ruang CSL dengan instruktur masing-
masing atau dikumpulkan di ruang tertentu untuk jenis keterampilan tertentu seperti keterampilan Laboratorium
Saat pretest mahasiswa tidak diperkenankan melakukan kecurangan seperti mencontek atau bekerjasama dengan temannya dan akan langsung ditarik lembar jawabannya dan jawaban di anulir.
Pada akhir sesi 1 akan diumumkan mahasiswa/i yang mendapat nilai pre test <70 dan penugasannya yang wajib dikumpulkan sebelum CSL sesi 2 pada instruktur penanggung jawab pre test
Jika tugas tidak dikumpulkan tepat waktu dan jika mendapat nilai tugas < 60 maka akan mendapatkan tugas ke-2
Jika tugas 1 dan 2 tidak dikumpulkan dan atau nilai tugas ke-2 < 60 maka CSL yang bersangkutan dianggap tidak hadir
Pada Sesi 2 mahasiswa melakukan keterampilan klinik dengan dinilai oleh rekannya dibawah pengawasan instruktur
Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh instruktur saat pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik latihan serta tidak boleh disobek
Nilai pada ceklist latihan terdapat nilai 0,1 dan 2. Jika poin tersebut tidak dikerjakan maka diberi nilai 0, jika dilakukan tetapi masih dengan kekurangan (tidak sempurna) maka diberi nilai1 dan jika dilakukan dengan sempurna maka diberi nilai 2.
Nilai latihan diperinci sebagai berikut :< 70% : Belum terampil70% – 85% : Terampil> 85% : Sangat terampil
Dimana nilai latihan harus ≥ 70%. Apabila <70% maka mahasiswa yang bersangkutan diwajibkan untuk mengikuti Belajar Mandiri sebelum OSCE
Mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL baik sesi 1 atau ke-2 dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (forced majeur) harus mengajukan surat permohonan kepada Pimpinan Program Studi untuk dapat diadakan CSL susulan sebelum Ujian OSCE diadakan.
Mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL tanpa alasan yang jelas/ tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak dapat mengikuti Ujian OSCE
Mahasiswa yang tidak lengkap kegiatan latihannya tidak dapat mengikuti Ujian OSCE
Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Lembar Rekapitulasi Nilai CSL yang harus diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas.
15
Pada akhir blok, rekapitulasi nilai tersebut akan diperiksa dan diberikan rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE oleh PJ CSL blok yang bersangkutan.
Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL (salah satu atau kedua kegiatan) maka harus mendapatkan rekomendasi dari ketua program studi kedokteran unila untuk mengikuti CSL susulan dengan menanggung biaya pelaksanaan CSL tersebut (seperti biaya BHP dan pemeliharaan alat)
Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian
16
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG LANJUT
A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan fisik jantung
B. TUJUAN
Tujuan Insruksional umumMampu melakukan pemeriksaan fisik jantung yang benar.
Tujuan Instruksional khusus Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi jatung dengan benar Mampu melakukan pemeriksaan perkusi jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dengan benar. Mampu menyimpulkan, serta menyarankan langkah selanjutnya dari hasil
pemeriksaan fisik jantung
C. ALAT DAN BAHAN
StetoskopKapas dan alkohol
D. SKENARIO
Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudak lama dirasakan terutama saat berjalan beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si kakek sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat. TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas 30x/menit. Pemeriksaan paru Ronki +/+. Pemeriksaan Jantung JVP 5 cm dari angulus sterni, ictus teraba 2 jari RIC IV, 1 jari kelateral LMC. Auskultasi dalam batas normal. Tungkai edema +.Bagaimana cara pemeriksaan fisik jantung?
E. DASAR TEORI
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma.Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan kanan.Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan titik tertentu.
17
Garis-garis patokan adalah sebagai berikut : Garis mid sternal, yaitu garis tengah yang ditarik mulai dari manubrium sterni
sampai processus xypoideus. Garis sternal adalah garis yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan
tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan. Garis midclavicular didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan
tulang clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.
Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik tengah jarak antara garis midclavikula dengan garis sternal.
Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior ke arah caudal.
Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke arah caudal.
Garis mid aksila adalah garis di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila posterior.
Titik Patokan : Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni dan corpus
sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis eksterna.
Area apeks : terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral paling optimal terdengar di titik tersebut.
Area trikuspid : terletak di sela iga IV-V sternal kiiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal paling optimal terdengar di titik tersebut.
Area septal terletak di sela iga III sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk mendengarkan bising akibat aliran shunt di septum karena terdapat defek yaitu pada ASD dan VSD.
Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal untuk bunyi jantung aorta.
Titik carotis setinggi processus thyroideus kiri dan kanan untuk mendengarkan bila ada bising yang menjalar dari katup aorta.
Pada area apeks, tricuspidal, pulmonal dan aorta dapat dilihat pulsasi yang berlebihan, getaran (thrill), gerakan-gerakan dinding jatung abnormal yang teraba.Pada pemeriksaan jantung seperti juga pada pemeriksaan organ lain, menerapkan urutan sebagai berikut :
1. Inspeksi yaitu memperhatikan2. Palpasi yaitu meraba3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dengan
menggunakan stetoskop.Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :
Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti bunyi jantung I dan II
18
Sungkup untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III.
Inspeksi Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal. Periksa tingkat distensi vena leher dan fluktuasi tekanan vena (pemeriksaan JVP). Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misalnya tampak capek, kelelahan akibat cardiac out put rendah. Frekuensi nafas meningkat, sesak yang menunjukan dadanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga ada tidaknya edema. Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi apeks, tricuspid, pulmonal dan aorta. Pemeriksaan daerah Prekordium dengan memperhatikan kesimetrisan dada. Penyakit jantung congenital dengan pembesaran ventrikel dapat mengubah bentuk dada sehingga pericardium prekordium anterior kiri menonjol ke depan. Pulsasi apeks akan terlihat pada orang kurus.Bentuk dada, gerakan nafas dibicarakan sewaktu melakukan pemeriksaan fisis paru.
PalpasiDenyut arteri : untuk melihat ejeksi ventrikel kiri. Kontur dan volume pulsasi di dalam arteri karotis mencerminkan kejadian di dalam jantung dan ventrikel. Pulsasi tersebut teredam dan diubah pada waktu mencapai pembuluh-pembuluh darah yang lebih lateral. Pusatkanlah perhatian pada ciri-ciri tiap denyut nadi. Biasanya upstroke karptis kira-kira 0,04 detik setelah bunyi jantung pertama. Letakan tiga jari pertama pada arteri karotis dan perhatikanlah intensitas pulsasi meningkat dan turun secara tiba-tiba. Pada orang normal, dapat dirasakan bahwa penurunan ini sedikit tertunda ketika katup aorta menutup, takik dikrotik. Ada dua bentuk kelainan. Pertama laju lebih cepat atau lambat, kedua volumenya mungkin meningkat. ( skill lab pemeriksaan vital sign).
Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan , tergantung rasa sensivitasnya, meraba area-area apeks, ticuspidal, septal, pulmonal dan aorta. Yang diperiksa adalah:
Pulsasi Thrill yaitu getaran terasa pada tangan pemeriksa tadi. Hal ini dapa teraba
karena adanya bising minimal derajat 3. di beadakan thrill sistolik dan thrill diastolik tegantung di fase mana berada.
Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload ventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral.
Lift yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan tekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral.
Iktus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavikula kiri.
19
Gambar 1. Palpasi apeks Jantung
Gambar 2. Palpasi apeks Jantung dg 2 jari
Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang dolar. Pembentukan denyut apeks rumit. Ventrikel kanan mempunyai aktivitas seperti puputan dan tidak benar-benar memegang peranan pada saat dirasakan. Ventrikel kiri berotasi ke anterior dan kekanan selama sistole, sehingga mendorong apeks nya keluar dinding dada. Inilah yang kita rasakan. Denyut apeks teraba paling jelas pada satu atau dua sela iga ke berapa dan jaraknya pada sternum , misalnya apeks teraba pada sela iga ke empat 8 cm dari garis midsternal. Dua macam perubahan ventrikel yang mengubah denyut apeks, hipertrofi dan dilatasi. Ventrikel kiri mengalami hipertrofi karena beban tekanan yang berlebihan dan berdilatasi karena beban volume yang berlebihan. Hipertrofi dan stenosis aorta adalah contoh beban yang belebihan.
Ventrikel yang mengalami hipertrofi memukul dada dengan kuat, tetapi dalam suatu daerah kecil pada posisi yang diharapkan. Ketukan atau angkatan ini mudah dilihat dan diraba. Dilatasi ventrikel pada insufisiensi aorta dan mitral membesar ke lateral dan apeks akan jauh dari garis midsternalis. Daerah impuls menjadi sangat luas dan seluruh perikordium kiri menyembul/menggelombang (heave). Apeks dan titik impuls maksimum biasanya sama. Pada pasien normal biasanya ditemukan di dekat garis midklavikula di dalam sela iga kekempat kiri. Apeks merupakan pulsasi prekordium yang paling lateral dan titik impuls maksimum merupakan tempat ditemukan impuls maksimum.
Penyakit ventrikel kanan yang sudah lanjut menimbulkan perbedaan antara titik impuls maksimum dan denyut apeks. Hipertrofi menimbulkan gerakan menggelombang prekordial yang terba tepat di kiri sternum, sedangkangkan apeks tetap terlihat dan teraba di sebelah lateralnya. Paru-paru yang mengalami hiperinflasi pada penyakit kronis paru-paru dapat juga memindahkan denyut apeks dan titik impuls maksimum sehingga teraba di bawah xipoid. Pada keadaan ini venrikel kanan teraba dengan memasukan jari tangan di atas xipoid dan menekannya ke dalam dan
20
keatas. Palpasi thrill adalah sensasi getaran superficial yang teraba pada kulit di atas daerah turbulensi. Adanya thrill menunjukan bising (murmur) yang kuat. Merasakan thrill yang baik dengan tulang metacarpal ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Palpasi thrill biasanya kurang penting karena auskultasi akan terdengar adanya bising kuat (yang menimbulkan thrill tersebut).
PerkusiTelapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakan di dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak tangan dan keempat jari lain agak diangkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jari tengah tangan kanan. Pada awaktu pengetukan hanya menggerakan sendi pergelangan tangan dan tidak menggerakan sendi siku. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan countur jantung.
Batas Jantung KananMula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalh bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dai paru. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pakak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
Batas Jantung KiriMula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.Pada keadaan empfisema paru bats-batas jantung absolut akan mengecil.Seandainya pasien sudah makan banyak, bunyi timpani yang merupakan batas paru lambung tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk menentukan batas jantung kiri. Mula-mula dilakukan penetuan batas paru-hati lebih dahulu se[erti di atas, kemudian diukurkan 2 jari ke kranial. Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis aksila anterior kiri. Dari titik ini dilakukan perkusi tegak lurus iga ke arah medial untuk menetukan titik perubahan bunyi sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri.
21
Batas Jantung AtasTentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titi teratas dilakukan perkusidan arah sejajar iga ke arah kaudal, sampai terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.
Pinggang JantungTentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-redup. Normal terletak pada sela Iga III kiri.Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang. Hal ini terjadi karena pembesaran atrium kiri. Misalnya pada mitral vitium.
Countur jantungUntuk menggambarkan bentuk jantung, memastikan besarnya jantung dan apakah masih ada pinggang jantung.Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan jari tengah sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan kemudian ditarik garis ehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama. Akhirnya didapatkan gambaran garis batas jantung kanan dan juga terlihat gambaran pinggang jantung.Pada pembesaran jantung atau pada gagal jantung, batas-batas jantung bergeser.
Gambar 3. Perkusi Jantung Gambar 4. Posisi pekak Jantung
AuskultasiAuskultasi berguna untuk mendengarkan bunyi-bunyi jantung dengan
menggunakan stetoskop. Auskultasi yang baik memerlukan ruangan yang tenang. Usaha kan jangan ada suara – suara tambahan. Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris eksternal. Auskultasi daerah-daerah jantung, pemeriksa harus berada pada sisi kanan pasien sementara pasien berbaring telentang
22
Untuk mendapatkan hasil yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : didalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah, sinkronisasi nadi untuk menetukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase sistolik dan diastolik dan menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising secara teliti.Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah :
1. Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup mitral2. Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi
jantung yang bersal dari katup trikuspidal.3. Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang bersal dari septal
bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD.4. Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.5. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.6. Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising
dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.
Pemeriksaan auskultasi hendaknya dilakukan secara sistemik mulai dari apeks sampai ke titik aorta. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II. Di area apeks dan trikuspid BJ lebih keras daripada BJ II. Sedangkan area basal yaitu pulmonal dan aorta BJ lemah dari BJ II. BJ I merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Sedangkan BJ II adalah karena menutupnya katup-katup aorta dan pulmonal. Untuk menentukan yang mana BJ I adalah dengan meraba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus kordis.Fase antara BJ I dan BJ II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara BJ II dan BJ I disebut fase diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase diastolik.
Bunyi Jantung Tambahan Bunyi jantung III yaitu, bunyi jantung yang terdengar tidak lama sesudah BJ
II, 0,14-0,16 sekon dan didengar pada area apeks. BJ III ini berintensitas rendah, merupakan bunyi yang dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium kiri keventrikel kiri, pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat pada kasus insufisiensi mitral.
Bunyi jantung IV yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang juga dapat didengar di apeks, merupakan bunyi akibatkontraksi atrium yang kuat dalam memompa darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan diventrikel sehingga atrium harus memompakan lebih kuat untuk mengosongakan atrium. Biasanya didapat pada kasus gagal jantung.
Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat. Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan misalnya lebih besar sehingg aktup pulmonal menutup lebih lambat. Misalnya terjadi pada kasus ASD.
Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak, sehingga terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II. Makin berat derajat MS, berkisar antara 0,04-0,12 s.
Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara cepat dan didapat pada kelainan stenosis aorta.
23
Pericardial Rab . didapat pada kasus perikarditis konstriktiva. terjadi gesekan antara perikard lapis viseral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan. Bunyinya kasar dan dapat di dengar di area tricuspidal dan apical dan bisa terdengar pada fase sistolik atau diastolik atau keduanya.
Irama Jantung1. Normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100
menit.2. Irreguler :
Terdengar ekstrasistole, yaitu irama dasarnya reguler tetapi diselingi oleh denyut jantung ekstra.Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia fibrilasi atrial.
3. Irama Gallop (derap kuda)Irama jantungnya cepat dan bunyi-bunyi jantungya terdiri atas tiga komponen atau empat komponen, yaitu terdiri dari BJ I –BJ II dan BJ III atau terdiri atas : BJ IV-BJ II atau BJ III. Biasanya dapat didengar di apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung.
Bising JantungPada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area harus diperhatikan apakah ada bising jantung. Bila ada bising, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Terletak di fase manakah bising tersebut yaitu dengan membandingkannya dengan BJ I dan setelah itu ditentukan letak bising tersebut.
2. Bagaimana kualitas bising tersebut, yaitu apakah kasar seperti ada gesekan yang sering disebut rumble dan biasanya didapat pada kasus stenosis mitral sebagai bising diastolik. Sekaligus ditentukan posisi bising diastolik tersebut, apakah early mid diastolik atau pra sistolik. Dicari juga bunyi jantung tambahan atau opening snap dan biasanya mengisi fase sistolik . Tentukan posisi letak bising, yaitu early late systolik ataupun pan (holo) sistolik. Pan sistolik bising seringdidapat pada kelainan insufisiensi mitral. Disini juga fase BJ I melemah dan cari juga apakah ada BJ III. Type ejection yaitu bising dengan nada keras, karena dipompakan melalui celah yang sempit. Didapat pada kasus stenosis aorta. Continuous murmur yaitu bising yang terdengar terus-menerus di fase sistolik dan fase diastolik. Didapatkan pada kasus PDA (Paten Duktus Arteriosus).
3. Punctum maksimum bising jantung harus ditentukan, misalnya pada apeks, trikuspidal, ataupun lainnya. Bila pada apeks kurang keras, misal karena obesitas, pasien dapat dimiringkan kekiri, sehingga bising jantung dapat terdengar lebih jelas. Untuk triskuspidal, supaya lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi) kemudian tahan. Bising jantung akan terdengar lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi bising akan melemah. Untuk mendengar bising di katup aorta dan pulmonal, pasien disuruh duduk dengan stetoskop tetap di lokasi.
4. Penjalaran harus diperhatikan. Misalnya pada kasus Mitral valve prolapse (MPV) tidak terjadi penjalaran bising. Pada kasus dengan kelainan katup aorta akan menjalar ke arteri karotis, sehingga perlu dilakukan auskultasi karotis.
5. Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu: Derajat 1 terdengar samar-samar. Derajat 2 terdengar halus.
24
Derajat 3 terdengar jelas dan agak keras Derajat 4 terdengar keras. Dapat juga dengan cara telapak tangan
pemeriksa diletakkan misalnya pada apeks kemudian dapat didengar dengan stetoskop yang diletakan pada punggung telapak tangan tersebut.
Derajat 5 terdengar sangat keras. Dapat dilakukan dengan cara telapak tangan pemeriksa diletakkan di apeks, kemudian stetoskop diletakkan di lengan bawah dan bising jantung masih terdengar.
Derajat 6 sudah terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding dada.
Khusus untuk bising sistolik perlu diperhatikan bahwa tidak semuanya akibat dari kelainan organik katup jantung. Ada kemungkinan karena over volume misalnya pada anemia berat, perempuan hamil. Biasanya bising sistolik ini halus dan terdengar pada semua ostia. Pemebesaran ventrikel, biasanya pada ventrikel kanan terjadi dilatasi sekunder karena stenosis mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga akan terdengar arus regurgitasi pada katup trikuspidal. Pada tumor mikson yang menutupi katup mitral akan menyebabkan bising diastolik.
Gambar 5. Posisi katup Jantung
Empat Posisi Standar Untuk Auskultasi :
Telentang Dekubitus lateral kiri
25
Duduk tegak lurus Duduk membungkuk ke depan.
Gambar 6. Posisi auskultasi jantung : A Posisi telentang . B Posisi lateral decubitus. C. Posisi duduk tegak. D.Posisi membungkuk kedepan
F. PROSEDUR
1. Senyum salam sapa2. Berikan penjelasan kepada penderita apa yang akan anda lakukan.3. Pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.4. Cuci tangan WHO
26
5. Minta pasien membuka bajunya.6. Posisi penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung
tempat tidur. Ruang pemeriksaan harus tenang7. Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus
diamati misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema.
Inspeksi
Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada, pulsasi diarea apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta.
Palpasi
1. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita2. Meletakkan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat
ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel.
3. Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan pernafasan untuk palpasi dada
4. Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada kanan dan satu tangan didada kiri.
5. Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung , diukur berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri.
6. Laporkan hasilnya:Denyut arteri karotis: frekuensi, volume, kualitas upstroke, penurunan dan waktu ejeksi.Denyut apeks: lokasi, ukuran dan intensitas. Apakah ada thrill, heaving, lift
Perkusi1. Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien.2. Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari ke-3)
sebagai landasan ketok, sedangakan telapak tangan dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk dengan jari tengah kanan
3. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri4. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada sendi pergelangan tangan dan tidak
menggerakkan siku.
Batas Jantung Kanan Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan,
jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke
arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan.
27
Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan.
Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pakak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
Batas Jantung Kiri Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis
aksila medial. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior
dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.
Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri.
Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.
Batas Atas Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titi teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke arah kaudal,
sampai terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.
Pinggang Jantung Tentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai dari titik teratas garis
tersebut, dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-redup. Normal terletak pada sela Iga III kiri.
Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang.
Countur Jantung Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial
dengan jari tengah sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Kemudian dilakukan perkusi dari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan kemudian ditarik garis sehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama.
28
Auskultasi
1. Posisi pemeriksa tetap disebelah kanan pasien dan di dalam ruang yang sunyi. 2. Pemeriksaan boleh mulai dari apeks atau basal. 3. Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada.4. Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah,
misalnya bunyi jantung III5. Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II.
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah : Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan
bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal. Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari
septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD. Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta. Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran
bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI,
Jakarta, 2006. Hal 1455-1467
2. ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal
213-255
3. Erickson, B. Bunyi jantung dan Murmur : Terjemahan. Edisi 4. EGC,
jakarta, 2008. Hal 1-213
4. Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi
3. EGC, Jakarta. 2008. hal 68-69
H. EVALUASI
29
Ceklist Latihan Pememeriksaan Fisik Jantung Lanjut
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan Alat
4 Cuci Tangan WHO
5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien terlentang 30 derajat
Inspeksi
6 Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema.
7 Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada, pulsasi diarea apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta.
Palpasi
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
9 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel
10 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel.
11 Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan pernafasan untuk palpasi dada
12 Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada kanan dan satu tangan didada kiri.
13 Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung , diukur berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri
Perkusi
14 Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien.
15 Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari ke-3, phalanx) sebagai landasan ketok, sedangakan telapak tangan dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk dengan jari tengah kanan
16 Menilai Batas Kanan Jantung
17 Menilai Batas Kiri Jantung
18 Menilai Batas Atas Jantung
19 Menilai Pinggang Jantung
20 Menilai Countur Jantung
30
Auskultasi
21 Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III
22 Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II
23 Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah :Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
24 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
25 Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD
26 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal
27 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.
28 Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri
ITEM PENALARAN KLINIS
29 Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan fisik jantung.
30 Mampu menyarankan langkah selanjutnya dari hasil yang didapat dari pemeriksaan jantung.
III ITEM PROFESIONALISME
32 Tunjukkan sikap percaya diri
33 Tunjukkan sikap menghormati pasien
34 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
31
Ceklist OSCE Pemeriksaan Fisik Jantung Lanjut
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan Alat, Persiapan Pasien, Cuci tangan WHO
4 Inspeksi
5 PalpasiMenilai apeks jantung
6 PerkusiMenilai batas jantungMenilai Countour jantung
7 AuskultasiMenilai bunyi jantung di tiap lokasi auskultasi
ITEM PENALARAN KLINIS
8 Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan fisik jantung.
9 Mampu menyarankan langkah selanjutnya dari hasil yang didapat dari pemeriksaan jantung.
III ITEM PROFESIONALISME
11 Tunjukkan sikap percaya diri
12 Tunjukkan sikap menghormati pasien
13 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Dilakukan tidak sempurna/lengkap/benar
2= Dilakukan dengan sempurna
32
PEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)
A. TEMA
Pemeriksaan Jugular venous pressure (JVP)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP
Tujuan Instruksional khusus Mampu melakukan pemeriksaan JVP dengan benar. Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan.
C. ALAT DAN BAHAN
2 buah penggaris / mistar Pulpen Kapas dan alkohol
D. SKENARIO
Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudah lama dirasakan terutama saat berjalan beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si kakek sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas 30x/menit. Pemeriksaan Jantung JVP 3 cm dari angulus sterni, Pemeriksaan Thorax : paru Ronki +/+. Jantung: ictus teraba 1 jari lateral linea midclavicula RIC VI, auskultasi dalam batas normal. Tungkai edema +.Bagaimana mengukur JVP?
E. DASAR TEORI
Anatomi SternumSternum terdiri dari tiga bagian : 1. Manubrium sterni2. Corpus sterni3. Processus xipoideus
Manubrium SterniMerupakan bagian atas sternum, dan bersendi dengan klavikula dan kosta 1 dan bagian atas rawan kosta II pada masing-masing sisi. Manubrium sterni terletak berhadapan denagn thoracica III dan IV.
33
Corpus Sterni Di atas bersendi dengan sendi fibrokartilago, articulatio manubrio sternalis. Di bawah corpus sterni bersendi dengan processus xipoideus. Pada samping corpus sterni terdapat lekukan-lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah rawan costa II dan rawan costa III sampai VII. Rawan II sampai VII bersendi dengan sternum melalui sendi sinovial.
Processus xipoideus Merupakan bagian terbawah dan terendah sternum. Merupakan rawan hialin yang tipis yang pada orang dewasa mengalami osifikasi pada ujung proximalnya.Angulus sterni (sudut Louis) yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus sterni, dapat dikenal dengan adanya peninggian transversal pada permukaan anterior sternum. Peninggian transversal terletak setinggi rawan costa II, tempat dimana semua rawan costa dan costa dihitung. Angulus sterni terletak berhadapan dengan diskus intervetebralis antara vertebra thoracica IV dan V.
Gambar 1. Costae, manubrium sterni
34
Gambar 2. Posisi vena jugularis externa
Fisiologi Tekanan Vena
Sistem vena mempunyai tekanan lebih rendah dari pada arteri. Dinding vena sedikit mengandung otot dari pada arteri, hal ini mengurangi kekakuan vena dan lebih menggelembung. Hal lain yang menentukan tekanan vena adalah volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk memompa darah ke system arteri pulmonalis.
Penyakit jantung dapat mengubah berbagai variabel, mempengaruhi tekanan vena sentral. Misalnya gagalnya tekanan vena ketika output ventrikel kiri atau volume darah berkurang secara signifikan, atau meningkat ketika kegagalan jantung kanan atau ketika tekanan meningkat di kantong pericardial akan menghambat darah balik ke atrium. Perubahan tekanan vena direfleksikan dengan tingginya kolom darah di vena jogularis. Yang disebut Jogular venous Pressure (JVP). Tekanan vena jugularis mereflksikan tekanan atrium kanan, yang memberikan indikator klinis yang penting untuk fungsi jantung dan hemodinamik jantung kanan. JVP biasanya diukur vertikal jarak di atas angulus sternum: pertemuan ujung klavikula denan Kosta kedua dan manubrium sterni. Tinggi normal JVP adalah 5 -2 cm H2O sampai 5 +2 cm H2O
35
F. PROSEDUR
1. Melakukan cuci tangan menurut WHO.2. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita3. Menjelaskan maksud pemeriksaan dan meminta persetujuan serta buat pasien
nyaman.4. Penderita berbaring dengan membuat sudut 30 derajat dari bidang horizontal.5. Identifikasi vena jugularis.6. Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis (bendung vena dengan
cara mengurut vena kebawah lalu dilepas).7. Tentukan titik angulus sternalis (pertemuan manubrium sterni dengan corpus
sterni)8. Dengan mistar plastik pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal kedada sampai titik manubrium sterni.9. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis.10. Ukurlah hasil pembacaan ( hasil yang dibaca 5+ angka didapat pada mistar).
Tambahan:11. Untuk melihat kenaikan vena jugularis Tempatkan telapak tangan pada tengah
abdomen12. Tekan telapak tangan kearah dalam13. Tahan 30-60 detik14. Mengamati ada tidaknya kenaikan tekanan vena jugularis.15. Melakukan cuci tangan.
Gambar 3. Palpasi vena leher
36
Gambar 4. Pengukuran JVP
Gambar 5. Posisi dan proyeksi Vena Jugularis externalG. DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI,
Jakarta, 2006. Hal 1455-1467
2. ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal 213-
255
3. Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3.
EGC, Jakarta. 2008. hal 68-69
4. Bate’s. Guide To Phycal Examination And History Taking. Ed 9. Philadelphia.
2007.
37
H. EVALUASI
Cek List Latihan Pemeriksaan JVP
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN1 Senyum, salam dan sapa2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan
informed consentII ITEM PROSEDURAL3 Persiapan Alat4 Cuci Tangan WHO5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien
terlentang 30 derajat6 Identifikasi vena jugularis7 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis8 Tentukan titik angulus sternalis9 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi
pulsasi vena secara horizontal10 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis11 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke
titik pertemuan kedua mistar12 Cuci tangan
ITEM PENALARAN KLINIS13 Mampu menyimpulkan hasil yang didapatIII ITEM PROFESIONALISME14 Tunjukkan sikap percaya diri15 Tunjukkan sikap menghormati pasien16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical
recordTOTAL
38
Ceklist OSCE Pemeriksaan JVP
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN1 Senyum, salam dan sapa2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan
informed consentII ITEM PROSEDURAL3 Persiapan alat, persiapan pasien, cuci tangan WHO4 Identifikasi vena jugularis5 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis6 Tentukan titik angulus sternalis7 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi
pulsasi vena secara horizontal8 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis9 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke
titik pertemuan kedua mistarITEM PENALARAN KLINIS
10 Mampu menyimpulkan hasil yang didapatIII ITEM PROFESIONALISME11 Tunjukkan sikap percaya diri12 Tunjukkan sikap menghormati pasien13 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical
recordTOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna
39
PENYUNTIKKAN IV/IM/SC/IC
A. TEMA PEMBELAJARAN:
Penyuntikkan intravena, intramuskuler, subkutan.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Tujuan Istruksional UmumMahasiswa mampu melakukan penyuntikkan intravena, intramuskuler, dan subkutan
Tujuan Instruksional khusus1. Mahasiswa mampu melakukan penyuntikkan intravena dengan tepat dan
benar2. Mahasiswa mampu melakukan penyuntikkan intramuskuler dengan tepat
dan benar3. Mahasiswa mampu melakukan penyuntikkan sub kutan dengan tepat dan
benar.
C. ALAT & BAHAN
1. Spuit 3 cc2. Needle 23/273. Handschoen4. Torniket5. Kapas alkohol6. Manekin vena, kulit, otot 7. Aquades
D. SKENARIOSeorang mahasiswa kedokteran (KoAss) sedang bertugas jaga di UGD sebuah
RS Pendidikan di Bandar Lampung. Saat ada pasien yang harus dirawat inap. Dokter jaga meminta sang KoAss untuk memberikan injeksi obat intravena, dan intramuskuler. Namun sebelumnya sang dokter jaga menginstruksikan untuk melakukan “skin tes” terlebih dahulu kepada pasien. Sang KoAss mengernyitkan dahi sambil mengingat-ingat prosedur Injeksi Intrakutan yang didapatkan di CSL saat masih menjadi mahasiswa S1.
40
E. DASAR TEORI
Injeksi Intravena
Penyuntikkan secara intravena diberikan menggunakan teknik ( sama dengan punksi vena) sebagai berikut : Sebuah tourniket dipasang di sekeliling lengan atas dan sebuah vena yang jelas dipilih pada fossa antecubiti. Pada saat jarum dengan spuit yang mengandung obat yang akan disuntikkan sudah dimasukkan ke dalam vena dan darah terhisap masuk ke dalam spuit, tourniket dilepaskan dan obat dimasukkan. Pemberian obat dalam volume besar, seperti yang dibutuhkan dalam kemoterapi, dipermudah dengan memasang sebuah “wing needle” dapat difiksasi secara temporer dengan menggunakan plester. Obat-obat yang perlu diberikan dalam jangka waktu lama paling baik diberikan melalui set infus intravena setelah pemasangan sebuah kanula intravena.
Setelah obat disuntikkan melalui “wing needle “, spuit dan jarum harus dibuang dan penyuntikkan selanjutnya diberikan dengan mempergunakan sebuah jarum dan spuit yang baru. Tindakan ini akan mencegah tahap memasukkan kembali jarum yang lama untuk pemakaian lebih lanjut – suatu tindakan yang akan meletakkan seorang dokter pada risiko mendapatkan luka inokulasi dari batang jarum.
PosisiPenderita harus berbaring terlentang dengan lengan yang akan dipunksi diletakkan dengan baik disisi badan. Untuk punksi vena femoralis, lipatan paha harus terlihat dengan melakukan ekstensi tungkai dan sedikit abduksi.
Hal-Hal PentingJangan biarkan penderita melakukan fleksi lengan bawah setelah jarum ditarik karena seringkali akan timbul hematom akibat tindakan tersebut. Risiko terluka akibat batang jarum dikurangi bila jarum yang telah digunakan dibuang segera tanpa dimasukkan kembali ke dalam sarungnya.
Komplikasi Trauma struktur setempat
Pembentukan hematom
Trombosis
41
Gambar 1. Penyuntikkan Intravena
Gambar 2. Injeksi vena cubiti dan pemasangan torniket
Penyuntikkan Intramuskular
Teknik ini biasanya digunakan untuk pemberian analgesia dan antibiotik secara intermitten maupun beberapa vaksin. Gunakan jarum berukuran 21G untuk penyuntikan secara intramuskular ke dalam bokong atau paha dan gunakan jarum berukuran 23G untuk penyuntikkan intradeltoid.
42
Gambar 3. Lokasi penyuntikan IM di daerah gluteal
Daerah yang aman buat garis imajiner dari spina iliaka posterior superior ke femoral head. Daerah di atas garis ini daerah yang aman (kuadran atas luar bokong) Pegang spuit 3 cc (jarum ukuran 23) dengan tangan dominan. Spuit yang telah berisi obat-obatan pastikan tidak ada gelembung udara. Kemudian kulit yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk dilebarkan, suntikkan dengan sudut 90 derajat antara jarum dan kulit sedalam kira-kira 2,5 cm Aspirasi spuit untuk memastikan tidak menyuntik pembuluh darah, apabila tidak ada darah yang teraspirasi maka suntikan obat tersebut Setelah menyuntik, pijat dengan kapas alkohol
Penyuntikkan Subkutan
Penyuntikan subkutan dipergunakan untuk pemberian anestesi lokal, heparin, dan insulin. Cari daerah yang bebas scarring dan bebas infeksi. Biasanya dipilih daerah lengan, paha depan, dan perut bawah Dengan spuit 3 cc (jarum 27), pegang dengan tangan dominan,pastikan spuit tidak ada gelembung udara Sterilisasi dengan kapas alkohol, kemudian kulit yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk dicubit, sehingga jaringan subkutan bebas dari otot. Suntikkan dengan sudut 45 derajat antara jarum dengan kulit, kemudian cubitan dilepaskan. Aspirasi spuit untuk memastikan tidak menyuntik pembuluh darah, apabila tidak ada darah yang teraspirasi maka suntikkan obat tersebut. Setelah menyuntik, tekan dengan kapas alkohol
43
Gambar. 4. Penyuntikkan subcutan
Gambar. 5. Penyuntikkan subkutan (deltoid)
Komplikasi
Cedera pada arteri dan syaraf Abses (steril dan infeksi). Lakukan teknik yang baik dan rotasi tempat injeksi Perdarahan. Dapat dikontrol dengan menekan daerah perdarahan.
44
Penyuntikan Intracutan
Injeksi intrakutan merupakan suatu prosedur injeksi (pemberian bahan obat/bukan obat melalui prosedur suntikan) yang diberikan tepat di lapisan kulit/cutan/dermal untuk tujuan tertentu. Prosedur ini dilakukan untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap bahan obat yang disuntikkan (pada skin tes) misal antibiotika ataupun rute pemberian untuk bahan imunisasi seperti pada BCG. Beberapa istilah yang sering dipakai untuk prosedur ini adalah injeksi intrakutan/ injeksi intradermal/ skin tes.
Prinsip-prinsip Injeksi IntrakutanKarena dilakukan dengan prosedur minimal invasive, maka prosedur ini harus
dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : Adanya informed consent Dilakukan secara asepsis (Aseptic procedure) Memperhatikan aspek-aspek sterilitas Prosedur pencegahan infeksi (sterilisasi, desinfeksi, pemakaian alat
pelindung diri serta penanganan limbah medis, non medis dan sampah tajam secara baik dan benar)
Menggunakan jarum suntik dengan ukuran kecil (spuit 1 cc/spuit insulin) dengan ukuran jarum ±27 Gauge karena prosedur ini cukup sakit
Aspek keamanan (dilakukan oleh tenaga medis serta sudah terlatih)
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi Injeksi intrakutan : Skin Tes = injeksi intrakutan untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap
bahan obat tertentu; antibiotika, ATS (Anti Tetanus Serum), bahan obat tertentu
Imunisasi BCG Anestesi local pada Abses yang akan di insisi dan drainase Injeksi Intra Lesi Tes Tuberkulin/ Mantoux Tes
Kontraindikasi terutama pada pemilihan lokasi injeksi, misalkan daerah yang terdapat tanda-tanda infeksi, peradangan, adanya skar, daerah persendian atau bagian tubuh yang tidak terpapar jarang dijadikan pilihan untuk lokasi injeksi.
Lokasi injeksiLokasi injeksi untuk skin tes paling banyak dilakukan pada region volar
lengan bawah lebih kurang satu panjang jari dari fossa cubiti. Untuk pemberian vaksin BCG dilakukan pada region deltoid pada lengan kiri sedangkan untuk anestesi maupun injeksi intralesi tergantung dari lokasi lesinya.
Prosedur injeksi Intrakutan yang benarProsedur injeksi intrkutan yang benar akan menimbulkan indurasi/ bleb/ wheal pada region yang diinjeksi.
Komplikasi Injeksi Intrkutan Perdarahan Infeksi Nyeri pada lokasi suntikan
45
Emboli udara Injeksi ke jaringan lebih dalam; sub kutan, intra muskuler
Gambar. 6. sudut penyuntikkan Intramuskuler 90 0, Subkutan 45 0, Intracutan 10-150
F. PROSEDUR
Penyuntikkan Intravena1. Persiapkan alat dan bahan2. Melakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan (handschoen).3. Pasang torniket pada lengan atas di atas fossa antecubiti, pasang torniket
cukup kuat sehingga vena terlihat .4. Kemudian dilakukan sterilisasi dengan kapas alkohol 70% daerah yang akan
dilakukan injeksi5. Spuit yang telah berisi obat pastikan tidak ada gelembung udara6. Pegang spuit 3 cc (jarum 23) dengan tangan dominan, arah jarum searah
dengan posisi vena kemudian posisi ujung jarum tajam di bawah 7. Kemudian suntikan dengan posisi sudut antara jarum dan kulit 10-20 derajat 8. Lepaskan torniket perlahan kemudian suntikan obat 9. Setelah menyuntik tekan dengan kapas alkohol 10. Jarum suntik ditutup dengan satu tangan (one hand) dan dibuang ke tempat
sampah klinis.11. Melakukan cuci tangan.
Penyuntikkan Intramuskular1. Persiapkan alat dan bahan2. Melakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan (handschoen)3. Kemudian sterilkan daerah gluteus yang akan diinjeksi 4. Daerah yang aman buat garis imajiner dari spina iliaka posterior superior ke
femoral head (trocanter mayor).5. Daerah di atas garis ini daerah yang aman (kuadran atas luar bokong).
46
6. Pegang spuit 3 cc (jarum ukuran 23) dengan tangan dominan. Spuit yang telah berisi obat-obatan pastikan tidak ada gelembung udara.
7. Kemudian kulit yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk dilebarkan, suntikkan dengan sudut 90 derajat antara jarum dan kulit sedalam kira-kira 2,5 cm
8. Aspirasi spuit untuk memastikan tidak menyuntik pembuluh darah, apabila tidak ada darah yang teraspirasi maka suntikkan obat tersebut.
9. Setelah menyuntik, tekan dengan kapas alkohol 10. Jarum suntik ditutup dengan satu tangan (one hand) dan dibuang ke tempat
sampah klinis.11. Melakukan cuci tangan
Penyuntikkan Subkutan1. Persiapkan alat dan bahan2. Melakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan (handschoen).3. Memilih dan menentukan lokasi injeksi4. Sterilisasi dengan kapas alkohol lokasi injeksi. 5. Suntikkan dengan sudut 10-150 derajat antara jarum dan kulit. 6. Masukkan obat secara perlahan, jika injeksi berhasil kulit akan
menggelembung7. Tarik jarum perlahan8. Lingkari batas pinggir gelembung dengan pena9. Tunggu hasil reaksi obat 10-15 menit10. Merapihkan alat11. Melakukan cuci tangan.
Penyuntikan Intracutan1. Persiapkan alat dan bahan2. Melakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan (handschoen).3. Memilih dan menentukan lokasi injeksi4. Sterilisasi dengan kapas alkohol lokasi injeksi. 5. Suntikkan dengan sudut 10-150 derajat antara jarum dan kulit. 6. Masukkan obat secara perlahan, jika injeksi berhasil kulit akan
menggelembung7. Tarik jarum perlahan8. Lingkari batas pinggir gelembung dengan pena9. Tunggu hasil reaksi obat 10-15 menit10. Merapihkan alat11. Melakukan cuci tangan.
47
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI,
Jakarta, 2006. Hal 1455-1467
2. ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal 213-
255
3. Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3.
EGC, Jakarta. 2008. hal 68-69
4. Bate’s. Guide To Phycal Examination And History Taking. Ed 9. Philadelphia.
2007.
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan alat
4 Cuci tangan WHO, dan gunakan handscoen
5 Pasang torniket pada lengan atas di atas fossa antecubiti, pasang torniket cukup kuat sehingga vena terlihat
6 Sterilkan lokasi injeksi dengan alkohol
6 Spuit yang telah berisi obat-obatan pastikan tidak ada gelembung udara
7 Pegang spuit 3 cc (jarum 23) dengan tangan dominan, arah jarum searah dengan posisi vena kemudian posisi ujung jarum tajam di bawah
8 Lakukan aspirasi,kemudian suntikan dengan posisi sudut antara jarum dan kulit 10-20 derajat
9 Lepaskan torniket perlahan kemudian suntikan obat
10 Setelah menyuntik tekan dengan kapas alkohol
11 Tutup jarum dengan one hand, letakan di tempat sampah klinis dan buka handscoen
12 Melakukan cuci tangan
III ITEM PENALARAN KLINIS
13 Menjelaskan tujuan tindakan
14 Menjelaskan komplikasi / efek samping
48
IV ITEM PROFESIONALISME
15 Tunjukkan sikap percaya diri
16 Tunjukkan sikap menghormati pasien
17 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Ceklist Latihan Penyuntikan Intravena
Ceklist Latihan Penyuntikan Intramuskuler
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan alat
4 Cuci tangan WHO, dan gunakan handscoen
5 Kemudian sterilkan dengan kapas daerah gluteus yang akan diinjeksi
6 Daerah yang aman buat garis imajiner dari spina iliaka posterior superior ke femoral head. Daerah di atas garis ini daerah yang aman (kuadran atas luar bokong)
7 Pegang spuit 3 cc (jarum ukuran 23) dengan tangan dominan. Spuit yang telah berisi obat-obatan pastikan tidak ada gelembung udara
8 Kemudian kulit yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk dilebarkan, suntikkan dengan sudut 90 derajat antara jarum dan kulit sedalam kira-kira 2,5 cm
9 Aspirasi spuit untuk memastikan tidak menyuntik pembuluh darah, apabila tidak ada darah yang teraspirasi maka suntikkan obat tersebut
10 Setelah menyuntik, tekan dengan kapas alkohol
11 Tutup jarum dengan one hand, letakan di tempat sampah klinis, dan
49
buka handscoen
12 Melakukan cuci tangan
III ITEM PENALARAN KLINIS
13 Menjelaskan tujuan tindakan
14 Menjelaskan komplikasi / efek samping
IV ITEM PROFESIONALISME
15 Tunjukkan sikap percaya diri
16 Tunjukkan sikap menghormati pasien
17 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Ceklist Latihan Penyuntikan Subkutan
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan alat
4 Cuci tangan WHO, dan gunakan handscoen
5 Cari daerah yang bebas scarring dan bebas infeksi. Biasanya dipilih daerah lengan, paha depan, dan perut bawah
6 Dengan spuit 1 cc (jarum 27), pegang dengan tangan dominan, pastikan spuit tidak ada gelembung udara
7 Sterilisasi dengan kapas alkohol, kemudian kulit yang akan disuntik dengan ibu jari dan telunjuk dicubit, sehingga jaringan subkutan bebas dari otot
8 Suntikkan dengan sudut 45 derajat antara jarum, kemudian cubitan dilepaskan
9 Aspirasi spuit untuk memastikan tidak menyuntik pembuluh darah, apabila tidak ada darah yang teraspirasi maka suntikkan obat tersebut
10 Setelah menyuntik tekan dengan kapas alkohol
11 Tutup jarum dengan one hand, letakan di tempat sampah klinis.
50
12 Melakukan cuci tangan
III ITEM PENALARAN KLINIS
13 Menjelaskan tujuan tindakan
14 Menjelaskan komplikasi / efek samping
IV ITEM PROFESIONALISME
15 Tunjukkan sikap percaya diri
16 Tunjukkan sikap menghormati pasien
17 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Ceklist Latihan Penyuntikan Intracutan
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan alat
4 Cuci tangan WHO, dan gunakan handscoen
5 Memilih dan menentukan lokasi injeksi
6 Strilisasi dengan kapas alkohol lokasi injeksi
7 Suntikkan dengan sudut 10-150 antara jarum dan kulit
8 Masukkan obat secara perlahan, jika injeksi berhasil kulit akan menggelembung
9 Tarik jarum perlahan
10 Lingkari batas pinggir gelembung dengan pena
11 Tunggu hasil reaksi obat 10-15 menit
12 Merapihkan alat dan cuci tangan
III ITEM PENALARAN KLINIS
13 Menjelaskan tujuan tindakan
14 Menjelaskan komplikasi / efek samping
51
IV ITEM PROFESIONALISME
15 Tunjukkan sikap percaya diri
16 Tunjukkan sikap menghormati pasien
17 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna
PEMASANGAN EKG
A. TEMA
Keterampilan Pemasangan EKG
B. TUJUAN
Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dan alat EKG Mahasiswa mampu meletakkan elektroda pada tempatnya Mahasiswa mampu melakukan penyadapan Mahasiswa mampu membuat elektrokardiogram dan keterangan Mahasiswa mengetahui konsep dasar pemeriksaan EKG Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan EKG
C. ALAT DAN BAHAN
a. Jelly, alkohol, kasab. EKG dan elektrodanyac. Sumber listrik
52
d. Meja periksa
D. SKENARIO
Nyeri dada
Tn. Budi umur 44 tahun adalah seorang pengusaha sukses, dalam suatu rapat
dengan kliennya, tiba-tiba terjatuh karena kesakitan, dia dibawa ke IGD . Dari
anamnesa didapatkan bahwa dadanya rasa terhimpit dan menjalar ke bahu
secara tiba-tiba. Kejadian ini baru pertama kali, Pak Budi sudah 4 tahun
menderita hipertensi. Dari pemerksaan fisik keadaan umum tampak sakit
berat, TD 130/80 mmhg, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi nafas 20/menit.
Pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan ST elevasi.
E. DASAR TEORI
Sifat-Sifat listrik sel Jantung
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang
dalam sel (intaseluler) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini yang
terpenting adalah ialah ion Natrium (Na+) dan ion kalium (K+). Kada K+
intraseluler sekitar 30 kali lebih tingg dalam ruang extraseluler dari pada
dalam ruang intraseluler.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion negatif
daripada untuk ion Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-
ion, potensial membran bagian dalam dan bagiaan luar tidak sama. Membran
sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian
dalam. Selisih potensial ini disebut potensial membran, yang dalam keadaan
istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat
permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk kedalam sel, yang
menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV
(potensial diukur intraseluler terhadap extraseluler). Perubahan potensial
membran karena stimulus ini ndisebut depolarisasi selesai, maka potensial
membran kembali mencapai keadaan semula, yang disebut depolarisasi.
53
Sistem Konduksi jantung:
Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar,
akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan
kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi. Potensial
aksi dari satu sel otot jantung yang akan diteruskan ke arah sekitarnya.
Sehingga sel=sel otot jantung disekitarnya akan mengalami juga proses
eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran peristiwa listrik ini disebut
konduksi.
Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jatung terdapat
kumpulan sel-sel jantung khusus yang mempunyai sifat dapat menimbulkan
potensial aksi sendiri tanpa adanya stimulus dari luar. Sifat sel-sel ini disebut
sifat automatisitas. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu sistem konduksi jantung.
Sistem koduksi jantung terdiri dari atas:
Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus). Simpul ini
terletak pada batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpul ini
mempunyai sifat automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi jantung.
Sistem konduksi Intra-Atrial
Akhir-akhir ini dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus
sistem konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodular yang
menghubungkan simpul sino atrial dan simpul atrioventrikular, dan jalur
Bachman yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.
Simpul Atrio-ventrikular (sering disebut nodus atrioventrikuler disingkat
nodus)
Simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan
daun katup trikuspid bagian septal.
Berkas his
Berkas His. Berkas his adalah sebuah berkas adalah berkas yang pendek yang
merupakan lelanjutan bagian bagian bawah simpul atrioventrikular yang
menembus anulus fibrosus dan septum bagian membran. Simpul
atrioventrikuler bersama berkas his disebut penghubung atrio-ventrikuler.
Cabang berkas
54
Ke arah distal , berkas his bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang berkas
kiri dan cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang
ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan bercabang-cabanf ke arah
ventrikel kanan.
Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior
dan fasikel kiri posterior.
Serabut purkinye
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut Purkinye
yang merupakan anyaman halus dan berhungan erat dengan sel-sel jantung.
Gambaran Siklus Jantung pada Elektrokardiogram
EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat
aktivitas jantung. Yang dapat direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada
waktu otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi pada sistem
konduksi jantung takterukur dari luar karena kecil.
Gelombang P : hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri
Segmen PR : garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan
gelombang QRS
Gelombang kopleks QRS : suatu kelompok gelombang yang
merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang
kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang r
merupakan gelombang ke atas yang pertama, gelombang S yang
merupakan ke bawah pertama setelah gelombang R.
Segment ST : Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang T : potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang U : gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada.
55
Gambar 1. Gambaran EKG normal
Sadapan-sadapan Ektroda
Pada EKG konvensional terdapat 10 elektroda. 4 buah elektroda ekstremitas
dan 6 buah elektroda prekordial.
RA = lengan kanan
LA = lengan kiri
RL = tungkai kanan
LL = tungkai kiri
Elektroda prekordial: V = C
V1 : garis parasternal kanan, pada interkostal IV
V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV
V3 : titik tengah antara V2 dan V4
V4 : garis klavikula tengah, pada interkostal V
V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4
V6 : garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan V5
56
Gambar 2. Lokasi penempatan elektroda EKG
Gambar 3. Lokasi penempatan elektroda precordial
Hal-hal yang harus diingat:
1. EKG dibentuk oleh perubahan listrik yang disertai dengan aktivasi
atrium dan kemudian ventrikel
2. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang P
3. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang kompleks QRS
57
Defleksi pertama adalah gelombang Q. Setiap defleksi ke atas adalah
gelombang R. Defleksi kebawah sesudah gelombang R adalah
gelombang S.
4. Pada saat gelombang depolarisasi menyebar ke arah sadapan , defleksi
terutama ke atas. Pada saat gelombang menjauhi sadapan, defleksi
terutama ke bawah.
5. Enam sadapan tungkai (I, II, III, VR, VL, dan VF) melihat jantung dari
samping dan kaki pada vertikal.
6. Sumbu jantung merupakan rata-rata penyebaran pola depolarisasi
dilihat dari depan, dan diperkirakan dari sadapan I, II, dan III.
7. Sadapan dada atau V melihat jantung dari depan dan sisi kiri pada
bidang horizontal. Sadapan V1 diposisikan di atas ventrikel kanan. Dan
sadapan V6 di atas ventrikel kiri.
8. Septum didepolarisasikan dari sisi kri ke kanan.
9. Pada jantung normal, ventrikel kiri mempengauruhi EKG lebih besar
dari pada ventrikel kanan.
Indikasi Pemeriksaan EKG :
Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui :
1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung.
2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4. Gangguan Elektrolit
5. Perikarditis
6. Pembesaran jantung.
F. PROSEDUR
Langkah-langkah pemasangan EKG
1. Melakukan persiapan alat-alat.
Alat EKG lengkap dan siap pakai
Kapas alkohol pada tempatnya
Kassa
2. Mempersiapkan Pasien
58
Memberikan penjelasan pada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan
Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang datar
3. Urutan Perekaman EKG
Melakukan cuci tangan menurut WHO.
Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam
tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu
Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan
bersihkan elektroda dengan alkohol.
Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan.
Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea
midklavikularis
Lead N / RL: hitam: pergelangan kaki kanan
Lead F / LL: hijau: pergelangan kaki kiri
Lead R / RA : merah pergelangan tangan kanan
Lead L / LL: kuning: pergelangan tangan kiri
Lead V1: putih/merah: ruang intrkostal 4 sebelah kanan garis
sternum
Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis
sternum
Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2
Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4
Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6
Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik.
Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead
yang terdapat pada mesin EKG
Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai.
Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur.
Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat
rekaman EKG.
Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali.
G. DAFTAR PUSTAKA
59
1. Hampton, J.R . Dasar-dasar EKG. Edisis 6. Terjemahan. EGC, Jakarta, 2004.
hal 1-133
2. Green, JM, Chiaramida, A. EKG 12 – Sadapan Terpercaya. Terjemahan. EGC,
jakarta, 2007
3. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: EKG. UGM, Jogyakarta, 2006
4. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: Sistem Kardiovaskuler. FK UNHAS,
Makasar, 2009
5. Braunwald, E, ed. Heart Desease: A Textbook of cardiovascular Medicine. 5 th.
WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997
H. EVALUASI
Ceklist Latihan Pemasangan EKG
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
Persiapan Alat
1 Menyiapkan EKG, Kapas Alkohol, Kassa
Persiapan Pasien
2 Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang
Perekaman EKG
3 Cuci tangan WHO
4 Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu
5 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan bersihkan elektroda dengan alkohol.
6 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
7 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan
8 Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea
midklavikularis
Lead N: hitam: pergelangan kaki kanan
Lead F: hijau: pergelangan kaki kiri
Lead R : merah pergelangan tangan kanan
Lead L: kuning: pergelangan tangan kiri
60
Lead V1: putih/merah: ruang intrkostal 4 sebelah kanan garis
sternum
Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis
sternum
Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2
Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4
Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6
9 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik
10 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang terdapat pada mesin EKG
11 Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai.
12 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur. Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat rekaman EKG.
13 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali
III ITEM PROFESIONALISME
14 Tunjukkan sikap percaya diri
15 Tunjukkan sikap menghormati pasien
16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Ceklist OSCE Pemasangan EKG
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
Persiapan Alat
Persiapan Pasien, Cuci tangan WHO
Perekaman EKG
5 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan bersihkan elektroda dengan alkohol.
6 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
7 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan
8 Pemasangan seluruh Lead EKG
9 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik
10 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang terdapat pada mesin EKG
12 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur. Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat rekaman EKG.
13 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali
61
III ITEM PROFESIONALISME
14 Tunjukkan sikap percaya diri
15 Tunjukkan sikap menghormati pasien
16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna
PEMBACAAN DAN INTERPRETASI EKG
Oleh : dr. Exsa Hadibrata
A. TEMA
Keterampilan pembacaan dan interpretasi EKG
B. TUJUAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu untuk :
Mengetahui gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
Mengetahui gangguan irama jantung
Mengetahui pembesaran jantung
Mengetahui kelainan iskemik jantung
62
C. ALAT DAN BAHAN
Hasil rekaman EKG
Alat tulis
D. SKENARIO
Saat sedang jaga UGD Rumah Sakit, pasien Tn W, 55 tahun, datang dengan
keluhan nyeri dada sebelah kiri, dada seperti terbakar, dan ada penjalaran nyeri
ke tangan kiri. Nyeri dada ini terjadi mendadak, dan mulai sakit dada saat
pasien ingin pergi bekerja. Pasien sangat cemas sekali dengan keadaannya saat
ini. Anda lalu memberikan O2 pada pasien dan melakukan pemeriksaan EKG.
Hasil rekaman EKG lalu anda baca dan interpretasikan.
E. DASAR TEORI
Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1
mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik
atau 1 kotak kecil sama dengan 0,04 detik dan 1 kotak besar terdiri dari 5 kotak kecil
sama dengan 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan
dinyatakan dalam milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan
adalah 25 mm/detik. Dibawah ini adalah jenis-jenis kompleks elektrokardiografi
normal :
Gelombang QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar
(5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah
5 mm).
Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium.
Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh
depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi positif pertama (R).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi
ventrikel.
63
Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi
ventrikel setelah defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi
yang dihasilkan sesudah gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah
gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi
repolarisasi lambat pada sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).
Gambar 1. Gambaran EKG normal
Nilai Interval Normal
Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel
teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan
memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak
terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus
dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka
64
frekwensi jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R.
Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel
berbeda tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2
gelombang P berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya
frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi
atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
sebagian depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio
ventrikuler. Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20
detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi
ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir
gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada
sandapan prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal
tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir
gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.
Kelainan Kompleks Pada Beberapa Penyakit
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya
gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai
patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada
beberapa penyakit.
Kelainan Gelombang P
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada
irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan
gelombang P yang tinggi dan lebar pada sandapan I dan II, gelombang P lebar dan
65
bifasik pada VI dan V3. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri
terutama pada stenosis mitralis.
Gambar 2. Gelombang P mitrale di lead II
Gambar 3. Gelombang P mitrale di lead V3
Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing
pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada
sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Gambar 4. Gelombang P pulmonale di lead III
66
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa
kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan
pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan
kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya
fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada
infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P,
kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal
premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS
normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole
ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang
timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH).
Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya
kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada
PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
Kelainan Interval P-R
Interval P-R panjang
Interval P-R memanjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P
diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada
miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.
Gambar 5. Gambaran AV blok derajat 1
Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan
normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan
QRS, S - T dan T.
67
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang,
tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan
hanya 1 QRS atau 3P&1QRS.
Gambar 6. Gambaran AV blok derajat 2
Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan
gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40
kali per menit) dari gelombang P. Jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium
dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi
digitalis, IMA.
Gambar 7. Gambaran AV blok derajat 3
Interval P-R pendek
Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa
kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma
WPW.
Kelainan Gelombang Q
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
68
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
Kelainan Gelombang R dan Gelombang S
Gelombang R dan Gelombang S menggambarkan axis jantung. Pada axis jantung
normal, gelombang R dan S sama pada lead I. Dengan membandingkan gelombang R
dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya
“right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan,
stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
Gambar 8. Gambaran right axis deviation di lead I
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan
menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S
V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya
LVH.
Gambar 9. Gambaran left axis deviation di lead III
69
Kelainan Kompleks QRS
Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar
dan atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan
pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok
komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu
pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit
Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard,
intoksikasi digitalis.
Irama QRS tidak tetap
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV
nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan
intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada
fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan
intoksikasi digitalis.
Kelainan segmen S-T
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1
mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara
klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai
deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi
koroner.
Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut
atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya
infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan
70
adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis
biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua
sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4 VR ditemukan pada infark ventrikel kanan.
Gambar 10. Lokasi miocard infark dilihat dari EKG lead
71
Gambar 11. Derajat kerusakan jantung dan gambaran EKG
Gambar 12. Gambaran ST elevasi dan ST depresi
Kelainan Gelombang T
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
72
Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R
menyolok.
Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -
perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan
dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan
I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan
kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi
dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding
posterior.
Kelainan Gelombang U
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan
yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
Prinsip Membaca EKG
Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca
mengikuti urutan petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti
bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin
fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular,
dan lain lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
73
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari
60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia
supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks
QRS lebar).
Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju
gelombang P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi
atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun
ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
3. Aksis.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari
+180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable,
misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di
semua sandapan sama besarnya.
Menilai axis jantung dapat kita lakukan dengan membandingkan defleksi
gelombang QRS di lead I dan aVF, seperti gambar di bawah ini.
74
4. Interval P-R
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok
AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.
5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada
P pulmonal atau P-mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction
(tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark melalui
petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R
dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan
V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark
dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6
dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan
hipertofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus
75
dicari apakah ada right bundle branch block, left bundle branch block
atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian
mana dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST
menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T
terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu
aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
F. PROSEDUR
Prosedur pembacaan EKG:
1. Perhatikan identitas pasien
2. Tentukan apakah rekaman EKG sudah sesuai dengan standar dan layak di
interpretasikan.
3. Melakukan penilaian secara sistematis
Menentukan irama dan jenis irama
Menetapkan frekuensi jantung
Menentukan arah aksis (sumbu) elektris jatung
Menetukan bentuk gelombang P
Menentukan bentuk gelombang QRS
Menentukan posisi segment ST
Menentukan bentuk gelombang T
Menentukan bentuk gelombang U
4. Menentukan interpretasi secara keseluruhan
G. DAFTAR PUSTAKA
76
1. Hampton, J.R . Dasar-dasar EKG. Edisis 6. Terjemahan. EGC, Jakarta, 2004.
hal 1-133
2. Green, JM, Chiaramida, A. EKG 12 – Sadapan Terpercaya. Terjemahan. EGC,
jakarta, 2007
3. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: Sistem Kardiovaskuler. FK UNHAS,
Makasar, 2009
4. Braunwald, E, ed. Heart Desease: A Textbook of cardiovascular Medicine. 5 th.
WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997
5. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI,
Jakarta, 2006. Hal 1455-1467
H. EVALUASI
Cek List Latihan Pembacaan dan Interpretasi EKG
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
77
I ITEM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN1 Senyum – salam – sapaII ITEM PROSEDURAL1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan
identitas pasien2 Menentukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan
standar dan layak di interpretasi3 Menentukan irama jantung4 Menetapkan frekuensi denyut jantung5 Menentukan Arah aksis (sumbu) elektris jantung6 Menentukan bentuk gelombang P7 Menentukan bentuk gelombang QRS8 Menentukan posisi segment ST9 Menentukan bentuk gelombang T10 Menentukan bentuk gelombang U11 Mengambil Kesimpulan hasil EKG12 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang
berkepentinganIII ITEM PROFESIONALISME1 Tunjukkan sikap percaya diri2 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien3 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical
record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna
Cek List OSCE Pembacaan dan Interpretasi EKG
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAISkor
0 1 2
78
I ITEM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN1 Senyum – salam – sapaII ITEM PROSEDURAL1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan
identitas pasien2 Menentukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan
standar dan layak di interpretasi3 Menentukan irama jantung4 Menetapkan frekuensi denyut jantung5 Menentukan bentuk gelombang P6 Menentukan bentuk gelombang QRS7 Menentukan posisi segment ST8 Mengambil Kesimpulan hasil EKG9 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang
berkepentinganIII ITEM PROFESIONALISME1 Tunjukkan sikap percaya diri2 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien3 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical
record
TOTAL
Catatan – catatan :
79
80