Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

8
INFOPENA | Edisi : 3 - 2011 1 P atchouli (Pogostemon cablin) dikenal dengan di Indone- sia dengan sebutan “Nilam” yang merupakan tanaman yang menghasilkan minyak atsiri yang diminati karena aromanya yang lembut dan mewah. Minyak nilam ini dipergunakan hampir untuk semua aplikasi aroma karena keunikan serta aromanya yang kompleks yang tidak bisa digantikan dengan bahan sintetis. Minyak nilam dianggap sebagai bahan kunci produk wewangian. Komponen utama parfum ketika dicampur dengan alkohol nilam (C₁₅H₂6) akan menguap lebih lambat dan aromanya akan dilepas dalam waktu yang lebih lama. Saat ini transakasi pasar global untuk minyak nilam berkisar antara 1.200 – 1.400 ton per ta- hun sedangkan permintaan akan minyak nilam global sekitar 2000 ton per tahun, yang berarti bahwa ada kesenjangan pasokan seti- daknya 600-800 ton per tahun yang tidak terpenuhi yang dapat di- manfaatkan oleh para pekerja di bisnis industry nilam khususnya di Aceh untuk meningkatkan produksi mereka dan memasarkannya di tingkat domestik maupun internasional. Sub-Proyek Caritas Czech Republic (CCR), yaitu Pemberdayaan Petani Nilam Aceh melalui proyek Economic Development Financ- ing Facility (EDFF) akan menfasilitasi para petani nilam aceh untuk meningkatkan metode pertanian dan produksi petani melalui 1) Peningkatan kualitas minyak nilam melalui perbaikan metode per- tanian dan penggunaan penyulingan modern 2) Usaha mempers- ingkat jalur pemasaran antara petani/penyuling dan pembeli. 3) me- ningkatkan volume produksi sekitar 2.500 petani nilam di Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Gayo Lues. Namun dalam pengembangannya, banyak kendala yang dian- taranya adalah adanya serangan beberapa penyakit. Pengemban- gan areal pertanaman nilam ke luar daerah/propinsi bahkan luar pulau salah satunya disebabkan adanya endemik penyakit di dae- rah produksi sebelumnya. Sentra produksi nilam di Indonesia pada mulanya terdapat di Propinsi Aceh, Sumatra Utara dan Jawa Barat. Akibat penyakit yang bayak berjangkit didaerah tersebut, maka tanaman nilam dicoba untuk dikembangkan di derah lain seperti ke Sumbar. Begitu seterusnya, penyakit tersebut terus berkembang dan menyebar keluar daerah, propinsi dan bahkan pulau di tem- pat dimana nilam dibudidayakan. Berbagai macam jenis penyakit dapat menyerang tanaman nilam, tetapi terdapat 3 jenis penyakit yang merugikan secara umum, yaitu : 1) penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, 2) penyakit budok/ buduk yang diduga disebabkan oleh jamur dan 3) penyakit daun kuning atau daun merah yang disebabkan oleh nematoda parasit P. brachyurus, Meloidogyne spp. dan Radopholus similis (Djiwanti dan Momota, 1991). Selain rentan terhadap serangan penyakit, tanaman nilam juga tidak lepas dari serangan hama yang dapat berpengaruh pada ter- ganggunya proses tumbuh kembang tanaman serta berpengaruh pada menurunnya produksi minyak atrisi. Hama yang menyerang tanaman nilam antara lain; belalang, kutu daun, tungau dan ulat daun. Belalang dan ulat daun dapat menyebabkan tanaman gundul sehingga menurunkan produksi daun (terna). Serangan kutu daun dan tungau dapat menyebabkan daun menggulung dan berkeriput (keriting), sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Serangan hama dapat menyebabkan produksi menurun terutama karena pada umumnya bagian tanaman yang banyak diserang adalah daun. Penyakit dan Hama Pada Nilam Edisi 3 - 2011 Media Informasi Sub Proyek Pemberdayaan Petani Nilam Aceh Proyek Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Info Pena pada edisi ini akan mencoba mengupas dan menya- jikan informasi tentang penyakit-penyakit dan hama pada tana- man nilam yang dapat berpotensi menjadi kendala dan hambatan dalam budidaya nilam, status perkembangan dan status teknologi pengendaliannya. Berikutnya juga akan dibahas tentang pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT) secara arif dan bijaksana melalui peng- gunaan pupuk dan pestisida alami/organik dalam memberantas organisme penggangu tanaman melalui penggunaan tekhnologi tradisional maupun modern. Hal tersebut menarik, karena menu- rut Balitro di Indonesia,diperkirakan terdapat lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pestisida, antara lain tanaman srikaya (Annona grabra dan A. squamosa), tanaman bengkuang (Pachyrhizus qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cin- erariefolium), dan tanaman atau akar nimba (Derris elliptica Benth). Penggunaan pupuk dan pestisida alami semakin berkembang dan makin diminati melihat banyaknya dampak negatif yang dit- imbulkan akibat penggunaan pestisida kimia dalam upaya pen- anggulangan hama dan penyakit tanaman, karena konsekuensi penggunaan pestisida kimia secara intensif dan berlebihan adalah sebagai berikut; 1). Dapat meracuni manusia dan hewan domestik. 2). Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung fungsi kelestarian alam. 3). Mencemari lingkun- gan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida. 4). Menim- bulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida. 5). Men- imbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu. 6). Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama poten- sial. 7). Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan budi daya tanaman pada pestisida. [ISY] Gejala karat pada daun nilam Aphids - Kutu Daun pada nilam

Transcript of Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

Page 1: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011 1

Patchouli (Pogostemon cablin) dikenal dengan di Indone-sia dengan sebutan “Nilam” yang merupakan tanaman yang menghasilkan minyak atsiri yang diminati karena aromanya yang lembut dan mewah. Minyak nilam ini

dipergunakan hampir untuk semua aplikasi aroma karena keunikan serta aromanya yang kompleks yang tidak bisa digantikan dengan bahan sintetis. Minyak nilam dianggap sebagai bahan kunci produk wewangian. Komponen utama parfum ketika dicampur dengan alkohol nilam (C₁₅H₂6) akan menguap lebih lambat dan aromanya akan dilepas dalam waktu yang lebih lama. Saat ini transakasi pasar global untuk minyak nilam berkisar antara 1.200 – 1.400 ton per ta-hun sedangkan permintaan akan minyak nilam global sekitar 2000 ton per tahun, yang berarti bahwa ada kesenjangan pasokan seti-daknya 600-800 ton per tahun yang tidak terpenuhi yang dapat di-manfaatkan oleh para pekerja di bisnis industry nilam khususnya di Aceh untuk meningkatkan produksi mereka dan memasarkannya di tingkat domestik maupun internasional.

Sub-Proyek Caritas Czech Republic (CCR), yaitu Pemberdayaan Petani Nilam Aceh melalui proyek Economic Development Financ-ing Facility (EDFF) akan menfasilitasi para petani nilam aceh untuk meningkatkan metode pertanian dan produksi petani melalui 1) Peningkatan kualitas minyak nilam melalui perbaikan metode per-tanian dan penggunaan penyulingan modern 2) Usaha mempers-ingkat jalur pemasaran antara petani/penyuling dan pembeli. 3) me-ningkatkan volume produksi sekitar 2.500 petani nilam di Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Gayo Lues.

Namun dalam pengembangannya, banyak kendala yang dian-taranya adalah adanya serangan beberapa penyakit. Pengemban-gan areal pertanaman nilam ke luar daerah/propinsi bahkan luar pulau salah satunya disebabkan adanya endemik penyakit di dae-rah produksi sebelumnya. Sentra produksi nilam di Indonesia pada mulanya terdapat di Propinsi Aceh, Sumatra Utara dan Jawa Barat. Akibat penyakit yang bayak berjangkit didaerah tersebut, maka tanaman nilam dicoba untuk dikembangkan di derah lain seperti ke Sumbar. Begitu seterusnya, penyakit tersebut terus berkembang dan menyebar keluar daerah, propinsi dan bahkan pulau di tem-pat dimana nilam dibudidayakan. Berbagai macam jenis penyakit dapat menyerang tanaman nilam, tetapi terdapat 3 jenis penyakit yang merugikan secara umum, yaitu : 1) penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, 2) penyakit budok/buduk yang diduga disebabkan oleh jamur dan 3) penyakit daun kuning atau daun merah yang disebabkan oleh nematoda parasit P. brachyurus, Meloidogyne spp. dan Radopholus similis (Djiwanti dan Momota, 1991).

Selain rentan terhadap serangan penyakit, tanaman nilam juga tidak lepas dari serangan hama yang dapat berpengaruh pada ter-ganggunya proses tumbuh kembang tanaman serta berpengaruh pada menurunnya produksi minyak atrisi. Hama yang menyerang tanaman nilam antara lain; belalang, kutu daun, tungau dan ulat

daun. Belalang dan ulat daun dapat menyebabkan tanaman gundul sehingga menurunkan produksi daun (terna). Serangan kutu daun dan tungau dapat menyebabkan daun menggulung dan berkeriput (keriting), sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Serangan hama dapat menyebabkan produksi menurun terutama karena pada umumnya bagian tanaman yang banyak diserang adalah daun.

Penyakit dan Hama Pada Nilam Edisi 3 - 2011 Media Informasi Sub Proyek Pemberdayaan Petani Nilam Aceh

Proyek Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi

Info Pena pada edisi ini akan mencoba mengupas dan menya-jikan informasi tentang penyakit-penyakit dan hama pada tana-man nilam yang dapat berpotensi menjadi kendala dan hambatan dalam budidaya nilam, status perkembangan dan status teknologi pengendaliannya.

Berikutnya juga akan dibahas tentang pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT) secara arif dan bijaksana melalui peng-gunaan pupuk dan pestisida alami/organik dalam memberantas organisme penggangu tanaman melalui penggunaan tekhnologi tradisional maupun modern. Hal tersebut menarik, karena menu-rut Balitro di Indonesia,diperkirakan terdapat lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pestisida, antara lain tanaman srikaya (Annona grabra dan A. squamosa), tanaman bengkuang (Pachyrhizus qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cin-erariefolium), dan tanaman atau akar nimba (Derris elliptica Benth).

Penggunaan pupuk dan pestisida alami semakin berkembang dan makin diminati melihat banyaknya dampak negatif yang dit-imbulkan akibat penggunaan pestisida kimia dalam upaya pen-anggulangan hama dan penyakit tanaman, karena konsekuensi penggunaan pestisida kimia secara intensif dan berlebihan adalah sebagai berikut; 1). Dapat meracuni manusia dan hewan domestik. 2). Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung fungsi kelestarian alam. 3). Mencemari lingkun-gan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida. 4). Menim-bulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida. 5). Men-imbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu. 6). Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama poten-sial. 7). Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan budi daya tanaman pada pestisida. [ISY]

Gejala karat pada daun nilam Aphids - Kutu Daun pada nilam

Page 2: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 20112

Penyakit layu bakteri nilam dapat menimbulkan kematian nilam cukup besar, dan menurunkan produksi nilam dan kerugian hasil

mencapai 60-80% pada tahun 1991 (Asman et al., 1993). Penyakit ini telah menyebar ke daerah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Akhir-akhir ini pe-nyakit layu bakteri nilam telah menyebar luas dan merupakan ancaman terhadap pertana-man nilam. Gejala penyakit berupa tanaman layu pada cabang-cabang tanpa suatu urutan yang teratur dan gejala lanjut berupa seluruh bagian tanaman layu atau mati dalam waktu singkat (Sitepu dan Asman, 1989). Penyakit layu bakteri nilam disebabkan oleh Ralsto-nia solanacearum E.F. Smith (Sitepu dan Asman, 1989; Radhakrishan et al., 1997; As-man et al., 1998). Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum merupakan salah satu penyakit tanaman paling berbahaya yang tersebar luas di dae-rah tropika dan sub tropika (Hayward, 1984), dan banyak menyerang tanaman pertanian di antaranya tomat, kacang tanah, pisang,

Info PENA merupakan buletin triwulan yang disajikan sebagai media informasi masyarakat dan mitra lokal dalam pelak-sanaan Sub-Proyek Pemberdayaan Petani Nilam Aceh. Sub proyek ini dilaksanakan oleh Caritas Czech Republic (CCR) dibawah naungan Proyek Fasilitas Pendanaan Pem-bangunan Ekonomi Aceh atau AEDFF. Re-daksi menerima kiriman artikel, cerita foto serta informasi lain mengenai kegiatan pertanian nilam dari staf CCR, penerima manfaat serta para stakeholder terkait yang dapat dikirimkan ke alamat redaksi

Penanggung jawab : Megan King Pemimpin Redaksi : Megan KingEditor : Isfani YunusKontributor artikel: Isfani Yunus, Samuel Situmorang, Sapta M Cakra.

Penyakit Layu Bakteri Pada Nilamkentang, tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Persley et al., 1985). Bakteri R. sola-nacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inang : ras 1 menyerang tembakau, tomat, dan Solanaceae lainnya; ras 2 meny-erang pisang (tripoloid) dan Heloconia; ras 3 menyerang kentang; ras 4 menyerang jahe, dan ras 5 menyerang murbei. Berdasarkan ok-sidasi disakarida dan alkohol heksosa, maka bakteri ini dibagi ke dalam 5 biovar (Schaad et al., 2001). Sampai saat ini ras, biovar dan beberapa sifat-sifat bakteriologi dari R. sola-nacearum penyebab penyakit layu bakteri nil-am belum diketahui (Sitepu dan Asman, 1989; Radhakrishan et al., 1997; Asman, 1996). Hal ini dapat menyebabkan usaha pengendalian yang telah dilakukan selama ini tidak mem-peroleh hasil yang memuaskan.

ALAMAT REDAKSIJalan Mata-Ie Lorong Ikhlas No. 115Keutapang Dua – Aceh Besar 23353

Telp/fax: 0651 – 40733Email: [email protected]

NOMOR PENGADUAN: 0812 698 1047atau unduh form pengaduan di

www.aceh-edff.org

PENGARUH PADA NILAMGejala serangan penyakit layu bakteri

adalah sebagai berikut : Kelayuan terjadi pada tanaman muda dan tua (dari cabang ke cabang secara tidak teratur); Tanaman akan mengalami kelayuan dalam waktu 2 – 5 hari setelah terinfeksi. Pada saat bersamaam ada cabang yang layu dan sehat, pada perkem-bangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati. Pada tanaman berumur 1 -3 bulan kematian terjadi 6 hari setelah terlihat gejala serangan. Pada tanaman berumur 4 -5 bulan kematian terjadi 1 -2 minggu setelah gejala terlihat. Jaringan batang dan akar tana-man yang terserang membusuk sedang kulit akar sekundernya mengelupas. Irisan melint-ang batang terserang memperlihatkan warna hitam sepanjang jaringan yang layu sampai kambium. Bila cabang yang layu dipotong akan tampak lendir seperti susu, begitu pula bila direndam di dalam air bersih.

PENANGGULANGANMenurut Sukamto (2009), penanggulan-

gan penyakit pada tanaman nilam dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan

berbagai komponen pengendalian mulai dari penyiapan bahan tanaman/bibit unggul (be-bas penyakit), perlakuan persemaian/pem-bibitan, penanaman di lapang dan pemeli-haraan tanaman yang rutin dari mulai tanam sampai panen. Pengendalian penyakit pada nilam untuk menurunkan intensitas seran-gannya bisa dilakukan yaitu dengan per-lakuan penggunaan pupuk organik, mulsa, pestisida nabati, agensia hayati/musuh alami dan pestisida kimia sebagai alternatif terakhir.

Strategi pengendalian penyakit layu bak-teri pada nilam secara umum dapat dilakukan dengan cara: (1) Sanitasi dan eradikasi un-tuk mengurangi inokulum; (2) Membersih-kankan lahan yang sudah terinfeksi bakteri selama 2-3 tahun dan mencabut tanaman terserang, serta membakarnya; (3) Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang layu bakteri seperti tanaman padi atau jagung; (4) Memperbaiki saluran drainase pada waktu curah hujan tinggi. Tanaman yang ditanam di lahan yang tergenang air atau air tanah dangkal dapat mendorong berkembangnya organisme pengganggu tumbuhan seperti cendawan dan bakteri, oleh karena itu diper-lukan adanya parit drainase; (5) Menggunak-an bibit unggul atau bibit dari tanaman sehat pada kebun yang belum terserang penyakit layu bakteri; (6) Menggunakan agensia hayati yaitu bakteri Pseudomonas flourescen, Pseudomonas sepasia, Bacillus sp., dan Micrococcus sp. (7) Penggunaan pestisida nabati dari bahan tanaman cengkeh dan kayu manis; (8) Pestisida kimia digunakan sebagai alternatif terakhir, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berbahan aktif streptomycin sulfat dan carbofuran.

Massa Bakteri Ralstonia solanacearum pada batang

Gejala awal serangan Bakteri Ralstonia sola-nacearum pada batang nilam

Sumber : 1. Nasrun dan Yang Nuryani, Penyakit Layu Bakteri

pada Nilam dan Strategi Pengendaliannya, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

2. Yani Maryani, Sp, Layu Bakteri yang Merugikan NIlam, http://ditjenbun.deptan.go.id/

Page 3: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011 3

Budog, yang merupakan istilah dalam bahasa Aceh untuk Syn-chytrium pogostemonis (Suka-mto, 2009), sebuah penyakit yang

sering menyerang tanaman nilam. Budog me-nyebabkan kutil pada daun, batang dan tang-kai yang bengkak dan menebal; kemerahan-ungu, daun terlihat berkerut dan tebal dengan warna merah keunguan (Sukamto, 2009). Say-angnya, penelitian-penelitian tentang penya-kit budog belum begitu banyak didokumen-tasikan sehingga belum banyak ditemukan data dan analisis pembanding. Petani nilam di

Serangan Penyakit Budog pada Nilam

Aceh Selatan saat ini telah mencatat budog di bidang mereka sejak 1980-an (Parande, 2011). Kehadiran budog telah meningkat dalam 10 tahun terakhir (Soleh, 2011), yang bersamaan dengan terjadinya “demam nilam” di rent-ang tahun 1997-1998 (Caritas Republik Ceko, 2011) di mana lonjakan produksi nilam akan membuka kesempatan bagi budog untuk akan menyebar ke berbagai lahan baru. Ini juga kebiasaan yang umum di Sumatera bagi petani untuk terus menanam dan panen nil-am budog terinfeksi, sebagai tanaman masih memproduksi minyak lebih rendah meskipun kuantitas dan kualitas (Sagala, 2009). Budog awalnya terisolasi ke Sumatera, tetapi seka-rang ditemukan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa dimana budidaya nilam telah menyebar (Sukamto, 2009)

PENGARUH PADA NILAMEfek Fisik

Gejala serangan awal dapat dilihat sedini mungkin baik pada persemaian maupun di la-pang, dengan ditandai adanya benjolan-ben-jolan kecil pada permukaan atas dan bawah daun, serta batang. Budok menyebabkan kutil mucul pada daun, batang maupun tunasnya (nuryani, 2006). Gejala pertama dari budog biasanya adalah tumbuhnya “kutil” pada tu-nas baru yang kemudian meluas ke bagian batang utama yang memiliki struktur sel yang lebih keras. Pada serangan lanjut, akan meng-

hambatan pertumbuhan vegetatif sehingga rumpun tanaman tidak bertambah besar, permukaan batang menebal, ruas batang memendek, pada ketiak cabang tumbuh tu-nas-tunas berdaun keriput. Rumpun tanaman yang terserang pertumbuhannya terhenti, bahkan kanopinya cenderung mengecil. Tan-da dan gejala lainnya adalah batangnya men-jadi kerdil (Wahyuno, Pengelolaan Perbenihan Nilam Untuk Mencegah Penyebaran Budog, 2010). Diagnosisi dini sering kali sulit dilaku-kan karena umumnya gejala-gejala (kutil dan jaringan mati) akan nampak jelas setelah 4 minggu terjangkit.

Efek EkonomiBelum banyak studi formal tentang penu-

runan kualitas minyak nilam akibat serangan penyakit budog pada tanaman nilam. Salah satu hasil studi yang akan segera dipublikasi oleh salah satu instansi pemerintah, Balittro, menerangkan bahwa tidak ditemukannya pengaruh kualitas minyak nilam akibat bu-dog. (Wahyuno, Peneliti, 2010) Namun, dari cerita dari mulut ke mulut yang beredar di kalangan petani mengatakan bahwa pihak

pembeli lokal tidak akan membeli minyak nilam yang terinfeksi budog, karena mereka dapat melihat adanya perubahan dalam min-yak yang dihasilkan (Soleh, 2011), khususnya pada bau minyak (Cakra, 2011), yang mereka katakan berbau tidak sedap atau “bau apek”. Pada praktek-praktek yang telah sebelumnya dilakukan petani, mereka biasanya mencam-pur sejumlah minyak dari berbagai level kuali-tas untuk mendapatkan minyak yang lebih baik untuk dijual ke pedagang pengumpul.

Serangan budog pada batang tanaman nilam

Serangan budog pada pucuk tanaman nilam

Dengan praktek pencampuran ini bau apek yang dihasilkan oleh nilam yang terkena bu-dog dapat ditutupi. Namun, sejalan dengan proyek Caritas yang memiliki target untuk menjual minyak nilam berkualitas tinggi ke-pada para pembeli di tingkat internasional maka hal ini dapat menjadi isu yang penting.

Ada pendapat umum yang beredar di ka-langan petani bahwa nilam yang kerdil dan cacat akibat budog dapat menghasilkan hasil timbangan daun (kg) yang lebih rendah, den-gan asumsi bahwa petani melakukan penyul-ingan terhadap nilam yang terinfeksi, bukan membuangnya. Tergantung dari keparahan infeksinya, maka lebih dari 50% hasil panen bisa hilang (Soleh, 2011), meskipun harus di-catat bahwa jumlah minyak yang sama akan dihasilkan per kg daunnya.

PENANGGULANGAN BUDOGMeskipun secara umum penyebab dan pen-anggulangan terhadap budog masih belum sepenuhnya disepakati atau dipahami, ada berbagai rekomendasi mengenai cara mana-jemen terhadap serangan budog. Dari berb-agai literatur dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, secara umum rekomendasi yang diberikan dalam penanggulangan bu-dog adalah penggunaan bibit nilam yang bersih dan sehat sebagai cara terbaik untuk mencegah kemunculan dan penyebaran bu-dog serta penggunaan lahan yang belum pernah terkontaminasi oleh penyakit budog. (Sukamto, 2009). Rekomendasi lainnya adalah penggunaan insektisida untuk mencegah se-rangga yang dapat membawa dan menyebar-kan (host) budog (Hidayat & Sutrisno, 2006).

Untuk tanah yang sebelumnya telah ter-kontaminasi dengan budog, ada sejumlah rekomendasi khusus pada penggunaan fungi-sida terutama dari Balittro. Ketika melakukan perawatan tanah dengan fungisida, tempat 5 gram fungisida per lubang tanaman bersama dengan pupuk selama penanaman. Jika pada saat ini tanaman nilam telah terkontaminasi dengan budog, maka direkomendasikan un-tuk mencabut dan membakar tanaman yang telah terinfeksi dan “obati” tanah yang terin-feksi dengan fungisida sebelum spora dapat menjadi aktif kembali. Sebuah Perusahaan swasta, Indarro, hanya merekomendasikan penerapan fungisida, yang mereka telah mer-eka rancang sendiri disebut Fudoc, jika nilam masih dalam waktu satu bulan panen, jika ti-dak, maka hal tersebut tidak efektif. Penggu-naan fungisida tentunya tidak mempengaruhi budog aktif dan relatif terjangkau.

Page 4: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 20114

Dalam upaya meningkatkan hasil minyak nilam yang dibudiday-akan petani maka keberadaan nematoda parasit pada nilam

perlu diwaspadai. Pratylenchus brachyurus adalah nematoda endoparasit migratori pen-ghuni tanah, penyebab lesio nekrotik pada akar dan tersebar luas di daerah tropik. Se-rangan nematoda pada tanaman nilam dil-aporkan terdapat di Jawa Barat (Djiwanti dan Momota 1991), Sumatera Barat (Pupuk Is-kandar Muda 1991), dan Aceh (Sriwati 1999). Beberapa jenis nematoda parasit yang me-nyerang tanaman nilam adalah P. brachy-urus, M. incognita, M. hapla, Scutello-nema, Rotylenchulus, Helicotylenchus, Hemicriconemoide dan Xiphinema (Dji-wanti dan Momota 1991) serta Radopholus similis (Mustika et al. 1991; Mustika dan Nu-ryani 1993). Di antara nematoda tersebut, P. brachyurus, M. incognita, dan R. similis adalah yang paling merusak dibandingkan dengan spesies lainnya. Pada umumnya pertana-man nilam tersebar pada tanah dengan pH 4,50−5,50 (Mustika dan Nurmansyah 1993). Kisaran keasaman tersebut sangat sesuai bagi perkembangan nematode parasit teru-tama Pratylenchus spp. (McLean dalam Wal-lace 1987).

SERANGAN NEMATODA PADA NILAMTanaman nilam yang terserang nematoda

nya laju fotosintesa menurun (Wallace, 1987).

STRATEGI PENGENDALIANNematoda parasit tanaman dapat dikendal-ikan dengan cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan waktu tanam, penggunaan tana-man resisten, bahan kimia, dan secara hayati dengan menggunakan agen biotik maupun abiotik (Sayre 1980a; 1980b). Di negara-neg-ara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, pengendalian nematoda dilakukan secara hayati terpadu antara lain dengan meng-gunakan musuh alami (agen hayati), bahan organik, tanaman antagonis, dan rotasi tana-man (Dickson et al. 1992a; Rodriguez-Kabana 1992; Madulu et al. 1994). Franco et al. (1992) telah menyusun strategi pengendalian nematoda secara terpadu menggunakan varietas tahan atau toleran, teknik budi daya, agen hayati, rekayasa gene-tik, fisik, kimia dan karantina.

Dalam jurnal terbitan Minyak Atsiri In-donesia yang ditulis oleh Sukamto, dari Ba-lai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, beberapa metoda pengendalian penyakit nematoda pada tanaman nilam disimpulkan secara singkat meliputi beberapa cara terpa-du yang meliputi : 1) Pemberian pupuk lengkap NPK, Urea dan TSP dengan dosis dan interval teratur (se-tiap bulan). 2) Pada tanah dengan pH lebih kecil dari 5.5, diberikan dolomit (CaCO3 atau MgCO3) yang mengandung 19% MgO dan CaO dengan dosis 25-50 g/tanaman/tahun. 3) Pemberian pupuk kandang (kotoran sapi, 1-2 kg/tanaman sebelum tanam dengan tu-juan untuk meningkatkan populasi mikroor-ganisme antagonis (musuh alami) nematode. 4) Pemberian mulsa daun akar wangi atau lalang setebal 10 cm pada saat tanam untuk memelihara kelembaban tanah. 5) Penggu-naan bungkil jarak 250 g/tanaman/6 bulan sebagai bahan organik dan pestisida nabati untuk menekan populasi nematoda. 6) Peng-gunaan musuh alami nematoda yaitu bakteri Pasteuria penetrans dengan dosis 2 kapsul/tanaman/6 bulan, atau jamur Arthrobotrys sp. Sebanyak 125 g/tanaman/6 bulan, untuk menekan populasi nematoda di dalam tanah. 7) Pemberian nematisida Furadan 3G dengan dosis 3-5 g/tanaman, bakterisida (Agrimycin) 2 g/tanaman dan fungisida (Benlate) 2 g/tanaman.

Dampak serangan Nemotoda parasit pada tanaman nilam di salah satu kebun petani di Aceh (photo : Ari Yulianto)

Penyakit Kuning/Daun Merah Akibat Nematoda

pertumbuhannya terhambat, daun-daun menjadi kuning klorosis (mirip kekurangan unsur hara N, P, dan K) atau kemerahan. Hal ini terjadi karena nematoda merusak pera-karan tanaman sehingga penyerapan air dan unsure hara terganggu. Bila populasi Meloidogyne spp. dominan, gejala yang tam-pak adalah buncak akar (bengkak pada akar), sedangkan bila R. similis atau P. brachyurus yang dominan, gejala yang tampak adalah luka-luka nekrosis pada akar (Mustika dan Rachmat 1998; Mustika dan Nazarudin 1999). Kadang-kadang gejala tersebut muncul bersamaan. Pada serangan lanjut akar akan membusuk dan akhirnya tanaman mati. Gejala khas serangan nematoda pada tana-man nilam di lapang adalah penyebaran-nya sporadis atau berkelompok. Serangan nematoda juga menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lain sep-erti jamur, bakteri, dan virus. Serangan menu-runkan produktivitas dan kualitas hasil.

Di lapangan, serangan nematoda menu-runkan produksi nilam hingga 75% (Mustika 1996). Varietas Jawa (Girilaya) lebih toleran terhadap nematoda daripada varietas Aceh (Sidikalang), Tapak Tuan dan Lhokseumawe (Mustika dan Nuryani 1993). Nematoda juga menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar menyebabkan berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata menutup, akibat-

Sumber : 1. Ika Mustika, Konsepsi dan Strategi Pengendalian

Nematoda Parasit Tanaman di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

2. Sukamto, Status Penyakit Pada Tanaman Nilam dan Tekhnologi Pengendaliannya, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Page 5: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011 5

Dengan makin berkembangnya pengobatan secara aromaterapi, minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman nilam (Pogostemon

cablin Benth), makin banyak dibutuhkan karena minyak nilam bersifat fixatif (sebagai pengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai saat ini belum ada produk penggantinya, se-hingga tanaman nilam perlu dibudidayakan secara luas.

Produk yang dihasilkan dari nilam adalah terna (daun dan ranting) tanaman. Tanaman nilam dapat dipanen pertama kali pada umur 4-6 bulan, panen berikutnya dilakukan se-lang waktu 2-6 bulan sekali sampai tanaman berumur tiga tahun. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas terna (daun dan ranting) nilam, harus dilakukan cara-cara bu-didaya yang baik dan benar termasuk dian-taranya bagaimana cara pengendalian hama tanaman nilam.

Nilam dapat tumbuh dengan baik dida-taran rendah maupun tinggi sampai keting-gian 2.000 m diatas permukaan laut (dpl). Nilam yang tumbuh di dataran tinggi, tingkat kesuburannya relatif lebih baik, karena pen-garuh suhu udara dan kondisi kesuburan dan kondisi alam yang relatif sejuk. Namun ren-demen minyak yang ddihasilkan dari nilam yang tumbuh didaerah dataran rendah. Nil-am akan memproduksi minyak atsiri dengan baik bila ditanam didaerah berketinggian 10-400 m dpl. Sampai saat ini para petani nilam masih belum menghasilkan secara maksimal hal ini dikarenakan masih terbatasnya pen-getahuan para petani dalam melakukan bu-didaya diantaranya dalam mengendalikan hama tanaman nilam. Beberapa hama yang dapat menyerang tanam nilam dan dapat menurunkan produksi minyak atsiri sebagai berikut:

1. Ulat penggulung daun (Pachyzaneba stutalis), ulat ini hidup dalam gulungan daun muda, sambil memakan daun yang tumbuh, pada serangan berat, yang tersisa hanya tulang-tulang daun nilam. Pengendaliannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) mengumpulkan dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang. Melakukan penga-matan yang ketat pada areal terserang untuk menghindari terjadinya ledakan populasi. Pengamatan dilakukan dengan cara menga-mati saat munculnya gejala awal kerusakan daun yang terserang larva stadia muda. Mengingat siklus hidup hama berkisar antara 38-42 hari, maka pengamatan sebaiknya di-

1

2

3

Serangan Hama pada Tanaman Nilamlakukan setiap bulan sejak tanaman berumur satu bulan sampai saat panen; b) Gunakan skstrak mimba dan bioisektisida (Beauveria bassiana). Cara ini Walau tidak mematikan secara langsung tapi cukup efektif dan tidak mencemari lingkungan.

2. Belalang (Orthoptera), hama ini me-makan daun, sehingga tanaman menjadi gundul. Pada serangan berat, batang tana-mannya dimakan dan akhirnya mati. Jenis belalang yang banyak merusak tanaman nil-am adalah: belalang kayu (Valanga nigricor-nis). Belalang daun (Acrida turita). Belalang kayu dapat menyebabkan kerugian hasil 20-25%, karena belalang tersebut berpin-dah dari satu kebun ke kebun lain, Batang dan cabang tanaman sering patah akibat gigitannya sehingga perumbuhan tanaman terganggu. Belalang daun biasanya memak-an daun mulai dari pinggir atau tengah se-hingga terbbentuk bekas gigitan melingkar atau lonjong. Kadang-kadang belalang juga merusak batang dan ranting tanaman. Cara pengendalian hama belalang ini dilakukan dengan cara : a) melakukan sanitasi lingkun-gan; b) melakukan pengolahan tanah yang baik karena dapat membunuh telur belalang kayu sebelum menetas; dan c) menggunak-an musuh alami seperti cendawan Metarhi-zium anisoliae.

3. Tungau merah (Tetranychus sp.), tungau merah umumnya menyerang daun tua dan muda, tungau hidup berkelompok di permukaan daun bagian bawah, merusak tanaman dengan cara mengisap cairan daun. Gejala serangan memperlihatkan bercak-bercak putih. Semakin lama bbercak sema-kin melebar. Selain itu juga memperlihatkan gejala daun berlekuk-lekuk tidak teratur. Pada tingkat serangan berat daun akan ron-tok. Kerugian hasil dapat mencapai 15-25%. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara: a) pemangkasan (pemetikan daun), untuk mencegah meluasnya serangan. Pemetikan dilakukan pada saat populasi tungau masih rendah. Pemetikan yang dilakukan sedemiki-an rupa dapat menyebabkan terbuangnya telur-telur dan tungau dewasa; b) dengan melakukan penanaman tanaman perangkap, dengan menanam ubi kayu dan jarak (Rici-nus communis) sebagai barrier; c) peng-gunaan musuh alami seperti Phytosentulus persimlis, P. Macro pelis (menyerang telur dan nimfa) dan Coccinelids; d) penyempro-tan dengan insektisida nabati (ekstrak biji mimba) dosis 100 gr/liter.

4. Criket pemakan daun (Gryllidae), hama ini memakan daun muda, sehingga daun ber-lubang-lubang dan menyebabkan pr4oduksi turun. Pengendalian dilakukan dengan cara sanittasi lingkunggan. Pengendalian hama tanaman nilam dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati seperti ekstrak biji nimba (100 gr/liter), minyak serai wangi, minyak cengkeh (konsentrasi 305 v/v) atau dengan agensia hayati seperti Beauveria bassi-ana untuk ulat pemakan daun dan Metarrhi-zium anisopliae untuk belalang.

1. Ulat Penggulung Daun (Pachyzaneba stutalis)2. Kumbang Pemakan Daun (Apogonia spp.)3. Tungau Merah (Tetranychus sp.)

Sumber : 1. Sri Puji Rahayu, Pedoman Budidaya Tanaman Nilam

Semusim, Ditjen Perkebunan, Deptan, 20062. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengendal-

ian-hama-pada-tanaman-nilam-pogostemon-cablin-benth

3. http://penyuluhthl.wordpress.com/2011/01/02/

Page 6: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 20116

Pemanfaatan Limbah Nilam Sebagai Pupuk Nabati dan Pestisida Alami

Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber

devisa negara dan sumber pendapatan pet-ani. Dalam pengelolaannya melibatkan ban-yak pengrajin serta menyerap ribuan tenaga kerja. Teknologi pengolahan minyak nilam ditingkat petani umumnya masih tradisional hal ini disebabkan oleh faktor sosial ekonomi dan faktor terbatas-nya teknologi yang diak-ses sehingga minyak yang dihasilkan mutu-nya masih rendah. Penge-ringan bahan baku nilam lebih baik tidak lang-sung pada sinar matahari dan penyimpanan bahan tidak leb-ih dari 1 minggu karena akan menurunkan produksi minyak nilam.

Negara-negara pengimpor utama adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, Jepang dan Australia. Saat ini harga minyak nilam Indonesia dipasaran dunia san-gat berfluktuasi. Pada tahun 1986 – 1997, har-ga minyak nilam berkisar antara Rp.20.500,- – Rp. 40.000,-/kg sedangkan pada tahun 1997 – 1999, pernah mencapaiRp. 1.100.000,- – Rp. 1.400.000,- /kg dan pada tahun 2004 harga minyak nilam menjadi Rp.162.000,-/kg. Hal ini adalah karena produksi minyak nilam In-donesia tidak stabil dan mutunya tidak tetap serta beragam. Tidak stabilnya produksi dan mutu minyak nilam Indonesia disebabkan karena teknologi pengolahannya yang be-lum berkembang dengan baik.

Rendahnya produktivitas dan mutu min-yak antara lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang masih sederhana, berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca pan-en yang kurang tepat.

Dalam beberapa penelitian yang dilaku-kan oleh instansi pemerintah maupun pi-hak swasta di beberapa kabupaten di Jawa Barat telah dilakukan beberapa observasi dibeberapa sentra komoditas nilam untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai potensi dan pengembangan lebih lanjut mengenai komoditas ini, baik dari sisi budidaya, teknik produksi minyak nilam, pemasaran hingga pengembangan produk samping sebagai salah satu upaya mengatasi dampak dari limbah nilam yang dihasilkan.

Selain itu minyak nilam juga dapat di-gunakan sebagai bahan pestisida nabati. Limbah dari hasil penyulingan minyak nilam

yang terdiri dari ampas daun dan batang mempunyai potensi dimanfaatkan se-bagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk ba-kar, dan pupuk kompos serta sisa air dari hasil penyulingan setelah dipekatkan dapat diman-faatkan sebagai bahan baku untuk aroma terapi. Dengan adanya diversifikasi pemanfaatan limbah pengolahan minyak nilam, diharapkan akan dapat meningkatkan nilai ekonomi usaha petani nilam.

Tanaman nilam dikenal sangat rakus ter-hadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pu-puk buatan maupun pupuk organik. Namun demikian, rendahnya kondisi sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa menyebabkan tanaman nilam ti-dak diberi pupuk buatan yang memadai dan hanya mengandalkan dari tingkat kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan.

Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang tinggi dan ber-potensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik. Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan pupuk organik kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam terna tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang se-lama masa prosesing pengomposan.

Selain sebagai sumber bahan pupuk or-ganik, limbah nilam berpotensi sebagai mul-sa. Secara umum pemulsaan dapat memper-baiki kondisi lingkungan tumbuh terutama

dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah hasil penyul-ingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa perlu penelitian yang lebih seksama.

Tingginya hara yang terangkut bersama hasil panenan, menyebabkan sangat di-perlukannya upaya pemupukan yang ber-kesinambungan baik pupuk buatan maupun organik, terutama untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan dan produktivitas tanaman nilam.

PEMUPUKAN ANORGANIK DAN ORGANIK

Tanaman nilam sangat responsif ter-hadap pemupukan. Pupuk yang diperlukan selain untuk meningkatkan produksi terna dan mutu minyak nilam, juga untuk mem-pertahankan atau mengembalikan kesub-uran tanah, akibat besarnya unsur hara yang terangkut saat panen. Besarnya unsur hara yang terangkut bersama panenan tiap hektar pada produksi 12,86 t daun segar atau setara dengan 3,1 t daun kering dari pertanaman nilam pada tanah Latosol merah kecoklatan yang tidak dipupuk adalah: 179,8 kg N, 151,9 kg P2O5, 706,8 kg K2O, 164,3 kg CaO, dan 105,4 kg MgO (Tasma & Wahid, 1988).

Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik yang umum digunakan seperti pupuk Urea (ZA), TSP

Minyak Nilam hasil penyulingan secara tradisional di Kabupaten Aceh Selatan (photo : Tim CCR Aceh Selatan)

Page 7: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011 7

(SP-36), dan KCl juga menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang/kompos/pupuk hijau. Pupuk organik berfungsi selain sebagai sumber hara, juga dapat memper-baiki kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah (Mile et al., 1991).

Beberapa hasil penelitian pemupukan tanaman nilam menunjukkan bahwa peng-gunaan dosis pupuk dan produk daun (terna) yang dihasilkan beragam menurut kondisi lingkungannya terutama kesuburan tanahn-ya. Untuk tanah yang telah dipakai berulang-ulang kandungan haranya banyak terkuras, sehingga diperlukan pemberian pupuk yang cukup. Pemakaian pupuk anorganik khusus-nya N dan K dianjurkan secara bertahap, 1/2 dosis pada umur1 bulan setelah tanam (BST), dan ½ dosis sisanya, diberikan 2 kali, masing-masing ¼ dosis pada umur 1 minggu setelah panen pertama dan 1 minggu setelah panen kedua.LIMBAH NILAM

Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan min-yak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi masalah bagi fihak indus-tri pengolahan itu sendiri maupun lingkun-gan. Pengkomposan limbah nilam dengan cara menggunakan pupuk kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi yang baik (Djazuli, 2002b). Pemanfaatan lim-bah hasil penyulingan nilam dapat dipertim-bangkan untuk dipergunakan sebagai pupuk kompos yang potensial.

Selanjutnya dilaporkan pula bahwa pem-berian kompos mampu meningkatkan bobot segar terna nilam secara nyata pada tiga taraf pemupukan NPK yang diberikan. Hal ini dise-babkan oleh kandungan hara pada kompos limbah nilam relatif tinggi, sehingga mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivi-tas tanaman nilam secara nyata.

PestisidaDaun Tanaman nilam dapat digunakan

sebagai bahan baku pestisida, Menurut Dummond (1960) daun nilam digunakan se-bagai insektisida terutama untuk mengusir ngengat kain (Thysanura) karena didalam mengandung zat yang tidak disukai oleh serangga tersebut, karena terdapat dalam komponen minyak nilam seperti á pinen dan â pinen. Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali populasi serangga karena sifatnya sebagai bahan penolak dan penghambat pertum-buhan serangga. Sebagai pengendali hama, minyak nilam mempunyai prospek yang cu-

kup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida nabati. Menurut Mardiningsih, dkk (1998) ada beberapa keun-tungan menggunakan insektisida nabati an-tara lain tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik dan hama tidak mudah men-jadi resisten.

Mardiningsih, dkk (1998) melaporkan bahwa minyak nilam dapat digunakan un-tuk mengendalikan hama, baik hama gu-dang maupun hama tanaman. Minyak nilam mampu mematikan populasi Stegobium paniceum, yang merupakan hama ketumbar selama penyimpanan. Dengan mengoles-kan sedikit minyak nilam disekitar dinding tempat penyimpanan, populasiStegobium paniceum dapat berkurang sebesar 25 – 42 % setelah penyimpanan 9 hari.

Menurut Grainge dan Ahmed (1987) ba-gian akar, batang dan daun tanaman nilam dapat membunuh ulat Crocidolomia bino-talis dan Spodotera liturayang merupakan

hama penting pada tanaman, sedangkan daun dan pucuk nilam dapat membasmi semut (Formicida) dan kecoa (Blattidae) di-dalam rumah. Dari hasil penelitian Mardin-ingsih, dkk (1994) minyak nilam bersifat me-nolak beberapa jenis serangga seperti ngen-gat kain (Thysanuralepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp. (kumbang buah kering). Menurut Grainge dan Ahmed (1987) minyak nilam juga bersi-fat menolak Aphid (kutu daun), nyamuk dan Pseudaletiaunipuncta.

DupaSisa dari hasil penyulingan minyak nilam

masih dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuat dupa, karena mempunyai aroma yang khas/harum. Ampas tersebut dijemur kemudian digiling dan siap digunakan seb-agai bahan baku pembuat dupa berbentuk lidi (joss stick). Dalam pemrosesannya bu-buk halus ampas dicampur dengan bahan perekat (gum Arabic, dan dentrose), tepung onggok, tepung tempurung, pewarna dan pewangi lainnya. Semua bahan tersebut di-campur dibuat adonan dan selanjutnya dice-tak berbentuk lidi.

Obat Nyamuk BakarSeperti diketahui bahwa minyak nilam

selain mempunyai aroma yang khas juga bersifat menolak serangga. Dewasa ini indus-tri obat nyamuk bakar berkembang pesat di Indonesia dan pemakaiannya mencapai se-luruh pelosok ditanah air. Komponen yang terkandung dalam formula obat nyamuk ba-kar antara lain adalah bahan pengisi (organic filler) dan bahan pewangi. Bahan pengisi yang biasa digunakan untuk obat nyamuk bakar antara lain serbuk tempurung kelapa atau ampas tebu. Sedangkan pewangi yang biasa digunakan misalnya kenanga dan bun-ga melati. Dengan menggunakan ampas dari penyulingan minyak nilam sebagai organic filler, maka obat nyamuk bakar akan beraro-ma harum ketika digunakan. Sebagai bahan pengisi, ampas nilam selain berbau harum juga bersifat menolak nyamuk ketika obat nyamuk tersebut dibakar.

Penggunaan lainnyaLimbah nilam yang berupa daundaunan

dan batang dapat digunakan sebagai pupuk kompos atau mulsa. Ampas nilam yang di-gunakan sebagai pupuk pada tanaman lada mampu meningkatkan produksi lada. Hal ini disebabkan karena didalam limbah nilam masih terdapat bahan aktif yang dapat bersi-fat menolak (repellent) serangga Lophobaris piperis yang merupakan salah satu hama tanaman lada (Mardiningsih, dkk, 1998).

Penggunaan limbah nilam sebagai pu-puk kompos dapat menghemat pemakaian pupuk Nitrogen sebesar 10 % dan disamp-ing itu juga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Di Bengkulu limbah nilam disamping digunakan sebagai pupuk di sawah, juga ber-fungsi sebagai penolak hama wereng. Kom-pos limbah sisa hasil prosesing minyak nilam mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi dan potensial bagi sumber pupuk or-ganik alternatif yang bermutu tinggi (Djazuli, 2002).

Ampas nilam juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses penyulin-gan, sehingga bisa menghemat bahan bakar. Abu sisa dari pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Sedangkan sisa air bekas penyulingan nilam menghasilkan aroma cukup wangi, ini dapat dipekatkan sehingga digunakan untuk aroma terapi. Per-lakuan aromaterapi dengan menggunakan sisa air bekas penyulingan telah banyak digu-nakan untuk menenangkan jiwa.

Nilam kering yang akan diolah di penyulingan

Sumber :Boy Macklin, Staff pengajar Fakultas Tekhnologi Industri Pertanian Universitas PadjajaranPublikasi : http://onlinebuku.com/2009/01/05/pe-manfaatan-limbah-nilam/

Page 8: Budidaya Nilam Dan Hama Tanaman INFOPENA Edisi III - Oct 2011

INFOPENA | Edisi : 3 - 20118

Membangun Industri Nilam Aceh yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Sebuah hara-pan yang ingin diraih dalam

sub-proyek pemberdayaan petani nilam aceh yang dijalankan oleh Caritas Czech Republic melalui project pendanaan EDFF di 4 kabupaten di Aceh, yang meliputi Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Gayo Lues. Aktualisasi project tersebut dijabarkan melalui penerapan budidaya nilam secara in-tensif melalui pengurangan praktek tebang bakar dan anjuran penggunaan pupuk dan pestisida organik pada tanaman nilam yang diajarkan dalam setiap sesi Sekolah Lapang (LP).

Pelajaran tentang pentingnya penguran-gan praktek tebas bakar dan penggunaan bahan organik dalam budidaya nilam mutlak diajarkan kepada para petani mengingat ma-sih massifnya pertanian nilam yang menggu-nakan metode tebas bakar yang selama ini dilakukan petani, karena untuk meluaskan areal pertanian para petani membersihkan lahan hutan dengan menebang pohon dan membakar hutan. Kegiatan penebangan kayu ini dapat menyebabkan kerusakan ling-kungan jika dilakukan terus menerus dan bahkan menyebabkan longsor dan banjir. Selain itu petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengen-dalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi ling-kungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah: 1) Hama menjadi kebal (resistant); 2) Peledakan hama baru (resur-gence); 3) Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen; 4) Terbunuhnya musuh

Pengenalan Pupuk dan Pestisida Organik Bagi Petani Nilam di Sekolah Lapang

alami; 5) Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia; dan 6) Kecelakaan bagi peng-guna.

Dalam proyek pemberdayaan petani ini penerapan penggunaan pestisida dan pupuk alami memiliki tujuan antara lain : 1) Menekan penggunaan pestisida kimia yang menurut pengalaman justru dapat mengganggu kes-eimbangan ekosistem pertanian dan bahkan memberikan dampak keracunan bagi ma-nusia termasuk memicu penyakit degenera-tif semisal kanker kulit. 2) Mengembangkan penggunaan bahan nabati lokal yang dapat dipergunakan sebagai pestisida nabati mau-pun pupuk organik untuk mendukung keg-iatan budidaya.

Dalam salah satu modul Sekolah Lapang Petani diajarkan kepada petani cara membuat Pupuk Organik Cair atau sering disebut MOL (Mikro Organisme Lokal) yang merupakan cai-ran yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkem-bangnya mikro orgamisme. Mirkro organisme berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organika atau decomposer. MOL berfungsi sebagi aktivator atau tam-bahan nutrisi bagi tumbuhan yang sengaja dikembangkan dari mikro organisme yang tersedia di sekitar kita. Bedasarkan pengala-man, bahan-bahan yang dapat dikembang-kan diantaranya bahan berupa zat yang dapat merangsang pertumbuhan dan zat yang mampu mendorong perkembangan tanaman seperti : gyberin, sitoxinin, auxin dan inhibi-tor. Dalam prakteknya bahan-bahan pembuat MOL ini bisa didapat dari limbah sayuran hi-jau/limbah dapur, rebung bambu, keong mas, buah maja, limbah buah-buahan bahkan juga dapat dibuat dari nasi. Hasil akhir dari MOL tersebut dapat diaplikasikan sebagai bahan

kompos serta disemprotkan pada tanaman nilam. Selain pupuk organik cair, kepada petani juga diperkenalkan cara pembuatan pestisida nabati dengan bahan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar di daerah pet-ani tinggal seperti dauan serai, daun nimba, lengkuas daun tembakau dan lain sebagain-ya. Bahan tersebutmudah didapat, mudah diracik dan digunakan layaknya pestisida komersial yang umunya digunakan meng-gunakan alat semprot panggul atau meng-gunakan hand sprayer.

“Menurut saya pengenalan bahan-bah-an organik sebagai pupuk dan penyemprot hama sangat bermanfaat bagi kami, karena selaku petani kecil yang memiliki modal pas-pasan dalam mengelola lahan nilam sangat terbantu dengan informasi ini sebagai alter-natif pilihan pengganti pupuk dan pestisida yang harus selalu kami beli dari pasar dan keuntungan dari bahan organik tersebut su-dah terbukti di tamanan nilam kami dimana sebulan setelah kami memberikan pupuk tersebut batang nilam bertambah subur dan berdaun rimbun” ujar Bapak Haji Adat, salah seorang peserta Sekolah Lapang dari Desa Kute Reje, Kecamatan Terangon, Gayo Lues.

Menurut Sapta Mhd Cakra, selaku Advi-sor Agriculture CCR dalam keterangannya mengatakan bahwa salah satu tujuan dalam himbauan penggunaan penggunaan pesti-sida nabati dan pupuk organik ditujukan un-tuk menekan pengeluaran petani; diharap-kan dapat menjadi penambahan peluang petani untuk bergerak di usaha simpan-pin-jam kelompok, karena menurut pengalaman yang didapat di lapangan selama ini umum-nya petani di aceh banyak mengeluyarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida kimia komersial yang beredar di pasar yang seharusnya bisa digantikan menggunakan pestisida dan pupuk berbahan organik.

Ditambahkannya lagi bahwa selama ini para petani banyak dijauhkan dari informa-si-infromasi tentang penggunaan pestisida dan pupuk yang berasal dari alam karena selama ini para petani sudah terlajur familiar dengan berbagai merak dagang herbisida dan pestisida kimia seperti ‘Round-up’, ‘De-cis’ dan sebagainya. Merk-merk tersebut be-gitu diingat oleh para petani karena diper-kenalkan dan di informasikan secara terus menerus oleh pemegang merk dagang. [ISY]

Para petani nilam Binaan Caritas Czech Republic dalam project EDFF di Kabupaten Aceh Selatan mendapatkan berbagai teori dan praktek lapangan tentang pembuatan pestisida dan pupuk organik yang diajarkan dalam modul-modul Sekolah Lapang (SL)