Brrrrrrrr Jj y
-
Upload
arraz-rasyidfgf -
Category
Documents
-
view
16 -
download
2
Transcript of Brrrrrrrr Jj y
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Material Keramik Semikonduktor
Keramik berasal dari kata Yunani yaitu “keramos” yang berarti tembikar
(pottery) atau peralatan terbuat dari tanah (earthenware). Keramik adalah bahan
padat anorganik yang merupakan paduan dari unsur logam dan non logam. Pada
umumnya ikatan atom pada material keramik didominasi oleh ikatan ionik. Atom
logam dalam keramik akan menjadi kation (bermuatan positif) dan atom non-
logam menjadi anion (bermuatan negatif). Material keramik memiliki
karakteristik yang memungkinkan digunakan untuk berbagai divais, karena sifat-
sifatnya (Anonim,2009) seperti:
• Kapasitas panas yang baik dan konduktivitas panas yang rendah;
• Tahan korosi;
• Sifat listriknya dapat berupa isolator, semikonduktor, konduktor bahkan
superkonduktor;
• Sifatnya dapat magnetik dan non-magnetik;
• Keras dan kuat, namun rapuh; dan
• Kerapatan yang rendah dan juga titik leleh yang tinggi.
Keramik dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu isolator,
semikonduktor, dan konduktor. Salah satu cara untuk menunjukkan perbedaan
antara konduktor, semikonduktor, dan isolator yaitu dengan penggambaran
tingkat-tingkat energi dalam bentuk pita energi untuk elektron-elektron dalam
6
bahan. Penggambaran pita energi untuk masing-masing material tersebut
ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Pita energi dari (a) isolator, (b) semikonduktor, dan (c)
konduktor
Pada isolator, ujung atas pita valensi dengan ujung bawah pita konduksi
dipisahkan oleh celah pita energi (bandgap) yang lebar. Pada konduktor, ujung
atas pita valensi dan ujung bawah pita konduksi saling tumpang-tindih (overlap).
Sedangkan pada semikonduktor, celah pita energi antara pita valensi dan pita
konduksi cukup kecil sehingga dengan pemberian sedikit energi termal saja sudah
cukup untuk dapat mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi,
dengan demikian sifat listriknya akan berubah.
Bahan keramik semikonduktor memiliki nilai konduktivitas listrik berada
diantara isolator dan konduktor. Oleh karena itu, keramik semikonduktor dapat
bersifat sebagai isolator ataupun konduktor. Sifat inilah yang memungkinkan
keramik semikonduktor banyak dipakai sebagai divais dalam bidang elektronika.
Secara umum ada tiga cara pembentukan elektron bebas dan hole dalam bahan
keramik semikonduktor, yaitu:
Energi elektron
Level fermi
Pita valensi
Pita valensi
Pita valensi
Pita konduksi
(a) Isolator (c) Semikonduktor (e) Konduktor
Pita konduksi Pita konduksi
7
2.1.1 Eksitasi Melewati Band Gap
Pada material semikonduktor khususnya semikonduktor intrinsik, eksitasi
elektron terjadi melewati bandgap dari pita valensi ke pita konduksi. Contohnya
pada pembentukan ikatan atom Si (silikon). Senyawa silikon memiliki band gap
sebesar 1,12 eV (Carter et.al, 2007). Jika senyawa silikon tersebut diberi energi
termal atau diberi energi cahaya yang lebih besar atau sama dengan 1,12 eV, maka
elektron dari tingkat valensi akan tereksitasi ke tingkat konduksi.
Gambar 2.2 Diagram pita energi pada silikon (Carter et.al, 2007)
2.1.2 Pemberian Pengotor (Dopant)
Pemberian pengotor (dopant) dapat menyebabkan munculnya tingkat
energi baru dalam energi gap. Perubahan tingkat energi ini dapat digolongkan
menjadi dua bagian tingkat energi yaitu tingkat akseptor dan tingkat donor.
Tingkat akseptor merupakan tingkat energi yang muncul di ujung atas tingkat
valensi, karena dapat menerima elektron yang meninggalkan pita valensi.
Sedangkan tingkat donor merupakan tingkat energi yang muncul di ujung bawah
pita konduksi, karena tingkat ini dapat memberikan elektron ke tingkat konduksi.
Level fermi
Pemberian energi sebesar
1,12 eV atau lebih
Pada 0 K
Tidak ada elektron pada pita konduksi
Pita
valensi
Pita
konduksi
1,12 eV
8
Gambar 2.3 Pemberian dopant pada struktur band gap semikonduktor
memunculkan tingkat energi baru yaitu tingkat donor dan
tingkat akseptor (Carter et.al, 2007)
Pemberian pengotor (dopan) ini dapat mempengaruhi sifat-sifat listrik di
dalam keramik semikonduktor tersebut. Adanya pengotor (dopan) dapat
mengubah nilai konduktivitas dan resistivitasnya.
2.1.3 Semikonduktor Nonstoikiometri
Semikonduktor nonstoikiometri terjadi karena elektron dan hole tereksitasi
dalam pita konduksi dan valensi sebagai hasil reduksi atau oksidasi. Pada keadaan
ini, proses yang terjadi hampir sama dengan semikonduktor ekstrinsik, tetapi
muncul cacat elektron sebagai hasil stoikiometri kristal. (Carter et.al, 2007).
Material keramik semikonduktor yang sering digunakan dalam berbagai
divais, contohnya material logam oksida semikonduktor. Material logam oksida
semikonduktor merupakan keramik semikonduktor yang berikatan dengan unsur
oksigen. Jenis material semikonduktor ini termasuk ke dalam materal
semikonduktor nonstoikiometri. Contoh material oksida semikonduktor
diantaranya adalah SnO2, ZnO, MgO, Fe2O3, dan lain-lain (Carter et.al, 2007).
9
2.2 Timah oksida (SnO2)
Timah oksida (SnO2) merupakan keramik semikonduktor tipe-n yang dapat
ditemukan dalam bentuk mineral kasiterit. Juga dapat dihasilkan melalui logam
timah yang dioksidasi pada titik lebur yang tinggi. Bahan SnO2 ini merupakan
suatu senyawa ionik yang nonstoikiometri, karena adanya cacat titik berupa
kelebihan atom logam Sn (Stannic). SnO2 banyak dimanfaatkan untuk berbagai
aplikasi karena stabil terhadap perlakuan panas, biaya pendeposisiannya yang
relatif murah, memiliki kereaktifan yang tinggi terhadap bermacam-macam gas
dan sifat chemoresistor yang baik (Stetter,2002).
Gambar 2.4 Serbuk SnO2 (Wikipedia, 2010)
Sel satuan dari SnO2 berisi 6 atom, yaitu 2 atom timah dan 4 atom oksigen.
Dengan besar energi gap 3.6 eV, marerial ini memiliki konduktifitas yang rendah
pada temperatur kamar. Tetapi konduktifitasnya dapat meningkat dengan
pemberian doping atau pengotor. Hal itu juga menjadi bagian yang sangat penting
untuk membuat sensor gas SnO2 dalam mendapatkan sensitivitas yang baik
terhadap gas. Pengaruh penambahan Ta2O5 pada senyawa SnO2 dapat mengubah
sifat listrik di dalam bahan SnO2.
10
Gambar 2.5 Struktur kristal SnO2 (Martin Sinner dan Hettenbach, 2000)
2.3 Teknologi film tebal
Teknologi film tebal dilakukan dengan proses screen printing, dan
pembakaran. Proses ini termasuk proses standar dalam pembuatan sebuah divais
semikonduktor.
Bahan film tebal terdiri dari:
• Serbuk oksida semikonduktor
• Screen, merupakan tenunan berlubang-lubang yang terbuat dari serat
yang berfungsi untuk menentukan pola yang akan dicetak dan
menentukan ketebalan film yang menempel pada substrat. Bahan
yang digunakan sebagai serat dapat berupa polyester, nylon dan
stainless steel. Ketiga bahan tersebut mempunyai karakteristik yang
berbeda. Umumnya bahan screen yang digunakan dalam proses
teknologi film tebal ini menggunakan bahan stainless steel.
• Rakel (squeege) berfungsi untuk memindahkan pasta ke substrat
dengan cara menekan pasta ke dalam screen. Tegangan permukaan
akan menahan pasta pada substrat saat posisi screen kembali ke
11
keadaan semula. Bahan yang digunakan sebagai rakel adalah
neoprine, polyrethana dan Viton. Posisi rakel harus menjadikan sisi
tajam membentuk sudut 45 sampai 60 terhadap permukaan screen.
Tekanan rakel terhadap screen akan berpengaruh terhadap hasil
cetakan. Bila tekanan terlalu ringan maka pasta yang akan
dilewatkan screen sangat sedikit, begitu pula sebaliknya.
• Frit terbuat dari beberapa campuran, yaitu; berbahan dasar
palladium, ruthenium, platina, iradium, campuran antara (PbO, SiO2,
B2O3) dan campuran lainnya.
• Senyawa organik atau Organic Vehicle (OV) yaitu senyawa yang
memberikan sifat fluida pada partikel-partikel semikonduktor agar
dapat dicetak pada substrat. Bahan yang digunakan biasanya berupa
campuran terpineol, etil celulosa ataupun resin.
• Substrat, merupakan tempat jalur interkoneksi rangkaian serta
tempat interkoneksi antara divais aktif maupun pasif (Efendi H.,
1994). Fungsi Substrat dalam rangkaian film tebal, yaitu :
1. Sebagai penunjang interkoneksi dan perakitan divais.
2. Sebagai isolator dan tempat pelapisan serta pembentukan pola
jalur konduktor.
3. Media penyalur panas dari rangkaian.
4. Sebagai lapisan dielektrik untuk rangkaian-rangkaian frekuensi
tinggi. (Harper, 1994:27)
Secara umum substrat harus mempunyai sifat :
12
1. Kestabilan dimensi (tidak mudah berubah)
2. Tahan terhadap gesekan
3. Konstanta dielektrik yang rendah
4. Permukaan rata dan halus
5. Stabilitas kimia yang baik dan kecocokan dengan pasta
6. Penghantar panas yang baik
7. Daya serapnya rendah
8. Jenis isolator yang baik
Bahan substrat yang banyak digunakan untuk rangkaian film tebal
adalah alumina, berylia, gelas, quarz dan sapphire atau kombinasi
dari bahan-bahan tersebut.
• Konduktor, sebagai jalur penghubung untuk rangkaian listrik. Bisa
terbuat dari perak, campuran logam palladium dan perak, palladium
dan emas, platina dan emas, serta campuran lainnya.
2.4 Sensor gas
Sensor berasal dari kata Greek yaitu ‘sentire’ yang artinya pemerhati atau
pendeteksi. Biasanya dianggap mempunyai hubungan dengan sifat rangsangan
manusia. sensor secara umum didefinisikan sebagai alat yang mampu menangkap
fenomena fisika atau kimia yang kemudian diubah menjadi sinyal elektrik baik
berupa arus listrik ataupun tegangan. Fenomena fisika yang mampu memberikan
respon (sensor) untuk menghasilkan sinyal elektrik meliputi temperatur, tekanan,
gaya, medan magnet, cahaya, pergerakan dan sebagainya. Sementara fenomena
13
kimia dapat berupa konsentrasi dari bahan kimia baik cairan maupun gas (anonim,
2009).
Material yang biasa digunakan sebagai divais sensor gas biasanya berupa
bahan kristalin, memiliki banyak pori dan memiliki ukuran butir yang relatif kecil,
sehingga banyak dapat terjadi proses reaksi reduksi-oksidasi ion oksigen (O) pada
permukaan butir.
Mekanisme sensor gas
Pada dasarnya, mekanisme pada sensor gas menggunakan proses
chemishorbed, yaitu proses reaksi reduksi atau oksidasi yang terjadi pada gas
reaktan (unsur-unsur kimia dari gas) karena adanya perpindahan elektron-elektron
valensi pada atom-atom material sensor akibat adanya reaksi dengan gas-gas
reaktan tersebut. Maka terjadi perubahan konsentrasi muatan dalam material
semikonduktor yang merupakan proses transfer muatan dari partikel adsorbsi
(gas) ke permukaan sensor. Dari proses tersebut, dapat mengakibatkan
konduktifitas sensor berubah pada bahan semikonduktor (dalam hal ini SnO2).
Gambar 2.6 Model potensial barrier sebelum terdeteksi gas (Figaro,
2004:1)
14
Pada gambar 2.6 di atas, merupakan gambaran potensial barrier yang
terjadi ketika belum terdeteksi gas. Pada proses ini terjadi proses oksidasi oksigen
dari udara ke permukaan sensor. Sehingga akan memperbesar tinggi potensial
barrier.
Gambar 2.7 Model potensial barrier ketika terdeteksi adanya gas (Figaro,
2004:2)
Ketika sensor ditempatkan pada suasana gas, maka akan terjadi proses
reaksi reduksi oksigen, yaitu proses pelepasan ion-ion oksigen di permukaan
sensor karena ion-ion tersebut diikat oleh gas. Dengan demikian, rapat muatan
pada muatan negatif oksigen pada sensor akan berkurang, dan mengakibatkan
menurunnya ketinggian potensial barrier. Dengan menurunnya potensial barrier
maka hambatan sensor juga akan menurun.
Sensitivitas
Sensitivitas adalah karakteristik dari sensor gas yang diakibatkan
perubahan sifat fisika dan atau sifat kimia di bawah pengaruh gas. Sensitivitas
juga menggambarkan tingkat terkecil konsentrasi yang dapat terdeteksi oleh
sensor gas/terhadap perubahan konsentrasi yang kecil (Abhijith N, 2006:19)
15
Secara matematis, Sensitifitas dapat didefinisikan sebagai rasio dari
resistansi di udara terhadap resistansi suatu gas. Hubungan tersebut dapat ditulis
dalam persamaan (2.1) berikut: (Oleg, Lupan, dkk, 2008:3)
� � � ∆������
� �2.1�
∆R merupakan perubahan resistansi gas ketika sensor gas berada dalam
ruang. Dapat dilihat pada persamaan (2.2) (Oleg, Lupan, dkk, 2008:3)
|∆�| � ������� � ����� �2.2�
Dimana:
Rudara : resistansi sensor gas di udara,
Rgas : resistansi sensor gas ketika ada gas lain.
2.5 Mixing
Mixing adalah proses pencampuran 2 serbuk ataupun lebih. Misalnya untuk
pencampuran serbuk keramik dengan serbuk lainnya seperti pengikatnya. Selain
itu proses mixing juga bisa digunakan untuk mendapatkan distribusi ukuran
serbuk yang merata, untuk penambahan pelumasan sehingga dapat merata. Pada
gambar (2.8) dapat diketahui bagaimana pengaruh proses mixing pada campuran
serbuk.
16
Gambar 2.8. Proses mixing (German, 1994)
Proses mixing sangat penting dalam proses pembentukan serbuk.
Ketidakhomogenan serbuk akan menyebabkan proses pembentukan serbuk yang
tidak sempurna. Dalam proses mixing, kualitas campuran yang dihasilkan
sangatlah penting sebab penyimpangan campuran tidak dapat dikoreksi dalam
proses penyetaraan.
Ada banyak masalah dalam pembuatan campuran yang homogen, khususnya
pada tingkat mikroskopik. Ketidakhomogenan campuran terjadi dalam dua bentuk
utama yaitu pemisahan tingkat dari serbuk dan segregasi menurut ukuran partikel.
Segregasi yang dominan adalah segregasi ukuran partikel yang mengarah
ketidaksamaan ukuran partikel sehingga kepadatan akan menurun dan akan variasi
kepadatan dari titik ke titik. Bentuk yang kecil atau tak beraturan memerlukan
pencampuran yang lebih lama untuk mendapatkan homogenitas dan menghasilkan
perlakuan khusus terhadap campuran. Campuran kecil akan tertimbun, karena itu
peningkatan waktu dibutuhkan untuk membentuk campuran homogen. Dalam
keadaan tertimbun, campuran seragam sulit dibentuk.
17
2.6 Sol-gel
Sol-gel Merupakan proses basah-teknik kimia (Larutan Kimia Endapan)
untuk pembuatan bahan (biasanya oksida logam). Dimana sol merupakan suatu
sistem koloid, jika partikel padat terdispersi dalam zat cair sehingga partikel
terdispersi tersebut masih mengalami gerak Brownian (Brownian motion) atau
difusi Brownian (Brownian diffusion). Gel merupakan jaringan material padat
yang mengandung komponen cair, dimana keduanya berada dalam fasa terdispersi
dan terjadi jika medium pendispersi di absorbsi oleh partikel koloid sehingga
terjadi koloid yang agak padat. Sehingga pada metode sol-gel, larutan mengalami
perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam
larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang
lebih besar daripada sol). Dalam proses pembuatan sol-gel, terdapat tiga tahapan
reaksi yang dapat menggambarkan proses sol-gel yaitu sebagai berikut:
1. Hidrolisis, merupakan reaksi penggantian gugus alkoksida (-OR) oleh
gugus hidroksil (-OH),
2. Kondensasi alkohol, dimana mengandung gugus silanol (Si-OH)
menghasilkan ikatan siloksan (Si-O-Si) ditambah alkohol untuk
kondensasi alkohol.
3. Kondensasi air, dimana mengandung silanol (Si-OH) menghasilkan
ikatan siloksan (Si-O-Si) ditambah air untuk kondensasi air.
18
2.7 Sintering
Sintering merupakan proses pengubahan serbuk padat menjadi keramik yang
padat dan kuat melalui proses pemanasan material mendekati titik lelehnya
(Barsoum, 1997).
Tabel 2.1 Mekanisme pada proses sintering (Barsoum, 1997)
No Jenis sintering Mekanisme Penggerak Energi penggerak
1 Fasa cair Difusi dan aliran kental Tekanan kapiler dan
Tegangan permukaan
2 Fasa padat Difusi Perbedaan energi bebas
atau potensial kimia
Selama proses sintering berlangsung, terjadi perubahan dan ukuran pada
butiran dan pori-pori. Secara fisik, keramik yang telah disinter akan mengalami
penyusutan.
Proses sintering meliputi tiga tahap yaitu:
1. Butir membulat kemudian terjadi pembentukan leher di titik kontak antar
butir.
2. Masing-masing leher dari kedua butir dapat terlihat, akan tetapi proses
pertumbuhan leher dapat dipandang sebagai quasi-equilibrium. Batas antara
tahap pertama dan kedua tidak terlihat jelas.
3. Hubungan antar pori terputus, terbentuk pori yang terisolasi di batas butir
dan ukuran butir meningkat.
Dalam pembuatan sensor gas, proses sintering berfungsi pada proses
pembentukan butir, sehingga diharapkan dengan proses sintering ini, sensor gas
memiliki ukuran butir yang diharapkan. Butir merupakan kumpulan kristal dengan
19
orientasi yang seragam. Butir ini bisa besar bisa kecil ukurannya. Butir dalam
pertumbuhannya “terhenti” oleh pertumbuhan grain yang lain. Batas antara butir
disebut dengan batas butir/grain boundary. Batas butir terjadi karena adanya
pertumbuhan butir kristal. Apabila butir kristal tumbuh kemudian bertemu dengan
butiran kristal lain yang berbeda orientasi kristalnya maka terjadilah batas butir.
Pada material gas sensor, batas butir inilah yang mengambil peranan.
penyerapan oksigen/gas terjadi pada batas butir ini dikarenakan surface energy
(energi permukaan) pada batas butir yang lebih tinggi dari butir/kristal. Oksigen
lebih mudah terdifusi dan terserap ke daerah batas butir.