BRONKOPULMONER DISPLASIA

19
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................i HALAMAN PENGESAHAN.........................................ii KATA PENGANTAR............................................iii DAFTAR ISI.................................................iv BAB I PENDAHULUAN...........................................1 BAB II BRONKOPULMONER DISPLASJA ............................2 II. 1. DEFINISI.......................................2 11.2. EPIDEMIOLOGI....................................4 11.3. ETIOLOGI........................................5 11.4. FAKTOR RESIKO...................................6 11.5. PATOGENESIS.....................................6 11.6. GEJALA KLINIS...................................8 11.7. DIAGNOSIS......................................10 11.8. TATALAKSANA....................................10 11.9. PENCEGAHAN.....................................13 II.10.KOMPLIKASI.....................................14 II.11.PROGNOSIS......................................14 BAB III KESIMPULAN.........................................15 DAFTAR PUSTAKA.............................................16

description

referat BPD

Transcript of BRONKOPULMONER DISPLASIA

Page 1: BRONKOPULMONER DISPLASIA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

BAB II BRONKOPULMONER DISPLASJA ......................................................................2

II. 1. DEFINISI........................................................................................................2

11.2. EPIDEMIOLOGI............................................................................................4

11.3. ETIOLOGI......................................................................................................5

11.4. FAKTOR RESIKO.........................................................................................6

11.5. PATOGENESIS..............................................................................................6

11.6. GEJALA KLINIS............................................................................................8

11.7. DIAGNOSIS.................................................................................................10

11.8. TATALAKSANA.........................................................................................10

11.9. PENCEGAHAN............................................................................................13

II.10.KOMPLIKASI..............................................................................................14

II.11.PROGNOSIS.................................................................................................14

BAB III KESIMPULAN......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16

Page 2: BRONKOPULMONER DISPLASIA

BAB I

PENDAHULUAN

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan . diagnosis

klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah

lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.

Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid

antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat

sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil

dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr).

Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung

dengan derajat penyakit pare yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan),

lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen.

Insiden BPD tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya dengan peningkatan

kelangsungan hidup pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah yang dirawat dan sembuh

dari sindrom distres pernapasan.

Tujuan utama dari pencegahan BPD adalah untuk menghindari atau eminimalkan

perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi seumur dup termasuk kelainan paru

persisten. Tatalaksana BPD saat ini untuk mengurangi erajat keparahannya.

Page 3: BRONKOPULMONER DISPLASIA

BAB II

BRONKOPULMONER DISPLASIA

11.1 Definisi

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan diagnosis

klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah

lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi. Sejauh ini belum

ditemukan definisi fisiologis yang tepat. Dengan berkembangnya gejala klinis BPD selama 30

tahun terakhir, maka berkembang pula definisi BPD. Displasia bronkopulmoner pertama kali di

laporkan oleh Northway dkk. Pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi

prematur yang menderita sindrom distres perapasan setelah bayi lahir, mendapatkan terapi

ventilator dan ketergantungan oksigen_ Meskipun penyakit respiratorik akut membaik, tetapi

kebutuhan oksigen meningkat setelah 7-10 hari, bahkan menetap hingga 28 hari setelah lahir.

Definisi BPD menurut Northway telah dimodifikasi. Bancalari menyatakan bayi prematur

dengan sindrom pernapasan yang tidak berat yang membutuhkan ventilator jangka pendek, tetapi

gejala respiratorik menetap dan membutuhkan oksigen minimal selama 28 hari setelah lahir,

disertai kelainan radiologis. Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin

banyaknya pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat

menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka

keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir

<1250 gr). Bayi — bayi tersebut mempunyai penyakit pare kronik yang lebih ringan. Shennan

mengatakan morbiditas. paru yang didapatkan mudah diprediksi dengan melihat kebutuhan

oksigen minimal pada usia 36 minggu pasta konsepsi (postconseptual age,PCA). Shenna

merekomendasikan bahwa ketergantungan oksigen selama 36 minggu PCA, termasuk 28 minggu

setelah lahir, digunakan sebagai definisi BPD karena lebih relevan secara klinis.

Beberapa bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang lahir

antara 23-28 minggu gestasi dan berat badan lahir <1250gr, membutuhkan oksigen lebih tinggi

selama 1-2 minggu setelah lahir, mekipun sebelumnya tidak terdapat penyakit paru dan juga

tidak mendapat ventilator atau terapi oksigen. Tipe BPD tersebut dikenal sebagai tipe BPD

atipikal. Hingga saat ini definisi BPD hanya berdasarkan kebutuhan oksigen dalam waktu

tertentu, tanpa memerhatikan terapi adjuvan seperti pemberian diuretik, retriksi cairan,

Page 4: BRONKOPULMONER DISPLASIA

bronkodilator, atau steroid yang mempengaruhi oksigen. Masalah yang ditimbulkan adalah

kesulitan penentuan insidens dan prevalens yang akurat dari BPD, dan kesulitan membandingkan

terapi atau keluaran diantara pusat rumah sakit yang berbeda.

Usia Gestasional < 32 Minggu > 32 Minggu

Waktu penentuan36 minggu pascakonsepsi atau saat diizinkan pulang, bergantung pada yang mana yang lebih dulu

Usia > 28 hari tetapi < 56 hari, atau saat diizinkan pulang

diagnostic Terapi oksigen > 21%  untuk minimal 28 hari

BPD ringan Bernapas dengan udara Bernapas dengan udara

 ruangan pada usia 36

ruangan pada usia 56 hari atau saat diizinkan pulang

minggu pasca konsepsiatau saat diizinkan pulang

BPD sedangKebutuhan oksigen < 30% pada usia 36 minggu pasca konsepsi atau saat diizinkan pulang

Kebutuhan oksigen < 30% pada usia 56 hari, atau saat diizinkan pulang

BPD berat

Kebutuhan oksigen > 30% dan/ udara tekanan positif (PPV atau NCPAP) pada 36 minggu PMA atau saat diizinkan pulang

Kebutuhan oksigen >30% dan/ udara tekanan positif (PPV atau NCPAP) pada usia 56 hari atau saat diizinkan pulang

II.2 Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung

dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan),

lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. Displasia bronkopulmoner terjadi pada

26% bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distres

pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis dan 50% pada bayi yang menderita

hipoplasia pulmoner.

Insidens BPD bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat kurang dari 50% bayi

prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen pada 28 hari setelah bayi lahir yang tetap

bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Pada populasi neonatus dengan BBLSR

Page 5: BRONKOPULMONER DISPLASIA

(<1500g), insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar 30%

hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens ketergantungan oksigen pada bayi yang sama

menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60% bayi dengan BBLSR membutuhkan ventilator dan

surfaktan, dan bergantung padaoksigen hingga 28 hari, dan 30% dan bayi dengan BBLSR tetap

bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat, insiden BPD bervariasi

antara 17- 57%.

Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan BBLSR mengalami bentuk

ringan dari BPD atipikal. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia scat bayi dilahirkan dan

berat badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi — bayi prematur dan

berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka jumlah total anak

— anak yang menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.

11.3 Etiologi

Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan terapi oksigen

konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Pemberian terapi oksigen konsentrasi tinggi ini

sebenarnya bertujuan untuk mengobati sindrom gawat pernafasan pada bayi bare lahir. Cedera

paru-paru ini bisa disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator

mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi

tinggi dan jangka panjang.

11.4. Faktor resiko

Prematuritas

Infeksi saluran pernafasan

Penyakit jantung bawaan

Penyakit berat lainnya pada bayi barn lahir yang memerlukan terapi

oksigen atau ventilator.

11.5 Patogenesis

Pada awalnya, BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator, dan

toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangan nya, dengan adanya perubahan gejala klinis

dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa sindrom distres pernapasan, atau pada bayi

Page 6: BRONKOPULMONER DISPLASIA

yang awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya diketahui bahwa inflamasi merupakan penyebab

utama BPD. Bukti bahwa respons inflamasi menyertai sindrom distres pernapasan adalah

ditemukan nya sel — sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi dan sitokin — stokin

pada bayi yang menderita BPD. Faktor — faktor seperti macrophage protein-1 dan interleukin 8

(IL-8) yang ditemukan disaluran respiratorik, dan penurunan sitokin counter regulatory seperti

IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel — sel inflamasi banyak ditemukan diruang antar sel

maupun rongga udara, selain itu sel epitel paru juga mensintesis mediator — mediatr inflamasi.

Produksi radikal bebas oleh karena besi bebas pada rongga udara menyebabkan terbentuknya

TGF-f3 dan fibrosis.

Barotrauma dan volutrauma akibat repirator dapat merusak jalan napas dan parenkim

paru secara langsung ataupun tidak langsung, intubasi menyebaban kerusakan permukaan

saluran respiratorik lokal, mengganggu aktivitas silier, dan sebagai jalan masuk langsung bakteri

patogen dan gas eksogen pada saluran respiratorik. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema

intertsisial pare, semakin merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya

radikal bebas toksik yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, dan menghambat

perbaikan dan perkembangan paru.

Bayi dengan pare yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit

mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi

pare pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan pembentukan alveoli dan septum.

Diketahui juga bahwa alveoli terus berkembang hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar

bayi dengan BPD membaik secara klinis meskipun patologis dan radiologis biasa nya menetap

hingga dewasa.

II.6 Gejala klinis

Page 7: BRONKOPULMONER DISPLASIA

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko terjadinya infeksi juga

meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu menetap pada awal minggu ketiga.

Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme paru, infeksi, atau gagal jantung.5

Northway menggambarkan empat stadium radiologis BPD sebagai berikut:

1. Sindrom distres pernapasan.

2. Diffusely hazy

3. Diffusely bubbly, pola intersisial

4. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Stadium tersebut sesuai dengan progesivitas patologi, dari sindrom distres pernapasan

akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya emfisema, fibrosis,

atelektaksis, dan penebalan otot polos peribronkial dan perivaaskular. Akan tetapi, lesi pada

Page 8: BRONKOPULMONER DISPLASIA

pasien BPD tergambarkan lenih baik pada CT-scan dari pada rontgen. Pada CT-scan dapat

ditemukan area hiperaerasi multifokal, beberapa opasitas linier subpleura, dan menyingkirkan

bronkielctasis jika didapatkan gambaran sekuele dari BPD.

Displasia bronkopulmoner sering disertai dengan bronkospasme, episode sianosis, dan

hipoksemia -kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi penurunan komplians

paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan volume paru, tahanan saluran

repiratorik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD dinyatakan dengan perkembangan somatik

yang membaik.

Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat BPD.

Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume ekspirasi paksa (forced

expiratory volume, FEV), aliran ekspirasi biasa, dan peningkatan volume residu. Uji fungsi paru

biasanya membaik pada usia 7-11 tahun. Sekitar 50% anak — anak dengan riwayat BPD

mempunyai hiperreaktifitas bronkus

meskioun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort menyatakan bahwa

BBLSR yang menderita BPD memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi

terhadap retardasi menta1.

II.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan:

- Roentgen dada

- Gas darah arteri

- CT scan thorak

- oksimetri.

11.8 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki fungsi

paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi

perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat mengurangi edema paru dan kebutuhan

oksigen, tetapi dapat juga menurukan elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis.

Kortikosteroid sistemik dosis tinggi memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan

pernapasan dan paparan oksigen. Akan tetapi, keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan

Page 9: BRONKOPULMONER DISPLASIA

komplikasi yang serius seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi,

menghambat pertumbuhan otak dan somatik, serta menghambat perkembangan neuromotor

(cerebral palsy,CP). Kortikosteroid pascanatal tidak menunjukkan keuntungan jangka panjang.

Hingga saat ini belum diketahui hubungan antara efek steroid sistemik tersebut dan jenis steroid,

dosis yang digunakan atau durasi pengobatan. Penggunaan steroid aerosol menunjukkan

komplikasi yang lebih sedikit, tetapi efek terapi nya kurang efektif Karena efek samping jangka

pendek maupun jangka panjang steroid itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan

steroid pascanatal hanya pada keadaan klinis khusus seperti gagal napas berat dengan oksigen

maksimal. Kemungkinan pengobatan yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan

oksigen lebih merusak dari pada oksigen itu sendiri.

Banyak bayi prematur terpapar dengan peningkatan konsentrasi oksigen, sedangkan

enzim antioksidan endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian recombinant human superoxide

dismutase (rhSOD) dapat mengurangi jejas paru baik pada kultur sel maupun pada binatang

percobaan. Pada suatu studi, rhSOD diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal

surfaktan eksogen dan di lanjutkan hingga 28 hari atau selama penggunaan ventilator. Dari studi

tersebut didapatkan hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan

intravaskular, dan leukomalasia periventrikular. Akan tetapi, pemberian antioksidan untuk

pencegahan dan terapi masih perlu dievaluasi lebih lanjut.

Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan inhibitor,

yaitu glukokortikoid dan Glukokortikoid mendorong pematangan struktur parenkim,

meningkatkan surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens air pada paru, menurunkan

permeabilitas vaskular. Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi paru, respons yang lebih baik

terhadapt surfaktan, dan peningkatan harapan hidup. Sebaliknya, TGF-I3 menghambat

perkembangan paru.

Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian inhalasi

bekloinetason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan dengan penurunan

glukokortikoid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan dengan dosis 0,2-0,5 mg/kgBB

po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1 mg/kgBB po/iv selama 6-8 jam. Penelitian lebih

lanjut diperlukan untuk menentukan dosis dan cara pemberian glukokortikoid pada pasien BPD.

Page 10: BRONKOPULMONER DISPLASIA

Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan NO sintase dapat

di temukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO dapat meningkatkan aliran

darah paru, menurunkan tahanan vaskular paru, dan memperbaiki oksigenasi.

NUTRISI

Nutrisi yang optimal, termasuk energi yang cukup dan vitamin, sangat penting untuk

perkembangan dan perbaikan paru. Malnutrisi dapat menurunkan fitngsi maupun ukuran paru.

Anak yang menderita BPD biasanya mengalami gangguan pertumbuhan karena kebutuhan

nutrisi dan kalori meningkat, sementara asupan nutrisi kurang optimal. Intoleransi makanan,

refluks gastroesofagus, kesulitan makan (oral aversion), restriksi cairan, hipoksemia, dan infeksi

berulang menyulitkan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan berperan pada gagal tumbuh. Terapi di

fokuskan pada pembatasan katabolisme, peningkatan status anabolik, serta pemberian kalori dan

nutrisi tambahan untuk memperbaiki jaringan dan pertumbuhan. Setelah pulang, anak yang

menderita BPD tetap membutuhkan kalori dan nutrisi tambahan. Pemenuhan nutri tambahan

dibutuhkan anak minimal selama satu tahun PSA.

Nutrisi yang penting untuk mencegah atau mengobati BPD adalah inositol, asam lemak,

karnitin, sistein, serta vitamin A, C, dan E. Hingga saat ini hanya vitamin A parentral yang

diberikan setelah lahir. Vitamin A, C dan E adalah nutrisi antioksidan yang bisa mencegah

peroksidase lipid dan menjaga integritas dinding sel.

Akan tetapi, vitamin E dalam neonatus preterm tidak dapat mencegah BPD. Neonatus

preterm mungkin kekurangan vitamin A dan banyak penelitian tetntang penambahan vitamin A

dapat mencegah BPD dalam neonatus preterm. Memberikan energi dan nutrisi yang cukup

secepat mungkin sangat penting. Mengawali nutrisi parentral dengan protein, lemak, karbihidrat,

vitamin, dan mineral dalam 24-48 jam setelah lahir dapat mencegah kehilangan protein,

meminimalkan katabolisme, mencegah defisiensi asam lemak esensial, dan menyediakan vitamin

dan mineral.

Air susu ibu (ASI) membantu memberikan keuntungan imunologis spesifik pada bayi

yang menderita BPD. Di dalam kandungan ASI terdapat inositol yang merupakan suplemen

nutrisi yang penting untuk pertumbuhn dan perkembangan komponen surfaktan. Selain itu, ASI

juga dibutuhkan untuk memperoleh proteinyang adekuat, kalori, dan mineral pada semua bayi

dengan berat badan lahir <1500g. Susu formula dapat digunakan sebagai alternatif jika ASI tidak

Page 11: BRONKOPULMONER DISPLASIA

tersedia. Baik ASI maupun susu formula dapat menjaga keseimbangan nutrisi, dimana kalori

dapat ditingkatkan hingga 30kkalionz jika dibutuhkan retriksi cairan untuk menurunkan edema

paru. Pengukuran parameter pertumbuhan seperti berat badan, lingkar lengan, dan lingkar kepala

dilakukan sesering mungkin untuk menetukan kebutuhan nutrisi.

11.9. Pencegahan

Terapi steroid prenatal dan surfaktan postnatal telah dibuktikan meingkatkan

kelangsungan hidup pada bronkopulmoner diplasia. Pencegahan kehamilan prematur dan

korioamnionitis dapat menurunkan insiden bronkopulmoner displasia. Dari segi pemakaian

ventilator ( ekstubasi dini, pemakaian CPAP) dan pengaturan cairan mungkin menurunkan

insiden dan keparahan dari bronkopulmoner displasia.

Memaksimalkan nutrisi , memonitor pemasukkan cairan, pemakaian diuretik untuk perbaikan

paru

II.10. Komplikasi

- infeksi post natal atau sepsis

- gangguan pendengaran

- retinopathy of prematurity yang berat

II.11 Prognosis

Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetap terdapat peningkaan -esiko

infeksi, hiperreaktifitas saluran respiratorik, disfungsi jantung, dan kelainan leurologis. Dua

puluh empat persen dari bayi dengan BPD klasik akan mempunyai celuhan respiratorik hingga

dewasa. Meskipun BPD ringan berhubungan dengan hasil tang lebih baik, tetapi anak yang

menderita BPD mempunyai reesiko dua kali lebi )esar untuk menderita mengi asma, atau infeksi

saluran respiratorik bawah, libandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan,

50% dan seluruh )ayi BBLSR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan

)ertama setelah lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-mak.

Resiko kejadian akut yang mengancam jjiwa (20%) atau kematian mendadak :3%) kebih tinggi

pada bayi BBLSR dengan BPD.

Page 12: BRONKOPULMONER DISPLASIA

BAB III

KESIMPULAN

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan diagnosis

klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah

lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.

Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan berat badan lahir.

Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi — bayi prematur dan berat badan rendah.

Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka jumlah total anak — anak yang

menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.

Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator da.n terapi oksigen

konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Cedera paru-paru ini bisa disebabkan oleh

meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan

oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan jangka panjang.

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko terjadinya infeksi juga

meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu menetap pada awal minggu ketiga.

Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme paru, infeksi, atau gagal jantung.

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki fungsi paru,

meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi

perkembangan paru.

Page 13: BRONKOPULMONER DISPLASIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Greenhough A, Premkumar M, Patel D. Ventilatory strategies for the extremely

premature infant. Paediatric Anaesthesia 2008;18(5)371-377.

2. Baraldi E, Fillipone M. Chronic lung disease after premature birth. N Engl J Med

2007;357(19):1946-1955.

3. Ramanathan R. Optimal ventilatory strategies and surfactant to protect the preterm lungs.

Neonatology 2008;93(4):302-308.

4. Walsh MC, Yao Q, Gettner P, Hale E, Collins M, Hensman A, et al. Impact of a

physiologic definition on bronchopulmonary dysplasia rates. Pediatrics 2004;114(5)1305-

1311.

5. Tin W, Wiswell TE. Adjunctive therapies in chronic lung disease: examining the

evidence. Semin Fetal Neonatal Med 2008;13(1)44-52.

6. Ambalavanan N, Carlo W. Ventilatory strategies in the prevention and management of

bronchopulmonary dysplasia. Semin Perinatol 2006;30(4):192-199.

7. Kinsella J, Greenough A, Abman SA. Bronchopulmonary dysplasia. Lancet

2006;367(9520): 1421-1431.

8. Bhandari A, Panitch WI Pulmonary outcomes in bronchopulmonary dysplasia. Semin

Perinatol 2006;30(4)219-226.

9. Cerny L, Torda JS, Rehan VK. Prevention and treatment of bronchopulmonary dysplasia:

contemporary status and future outlook. Lung 2008;186(2):75-89.

10. Driscoll, W. Bronchopulmonary Dysplasia. 2007. Available from: www.emedicine.com.

Accessed July 17th,2012.