Bronkiektasis

26
Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai 1 BRONKIEKTASIS Arif Heru Tripana* Daniel Prem Raj Pandid** Update on Agustus 20, 2012 * Student of Medical Faculty of Abdurrab Unyversity Pekanbaru **Student of Medical Faculty of Prima Indonesia University - Medan BAB I PENDAHULUAN Bronkiektasis merupakan penyakit pada bronkus dan bronkiolus, penyakit ini menyebabkan dilatasi yang permanen pada bronkus dan bronkiolus yang disebabkan oleh kerusakan otot dan hilangnya daya elastisitas pada bronkus maupun bronkiolus. Penyakit bronkiektasis diawalai oleh adanya infeksi kronik pada cabang-cabang dari bronkus. 1 Pada zaman dahulu, bronkiektasis merupakan penyakit yang cukup tingggi insidennya sejajar dengan penyakit endemik pada pertusis, measles dan influenza. Pada saat ini bronkiektasis sering terjadi pascainfeksi yang sering insidennya di Negara-negara berkembang. Perkembangan antibiotik membawa pengaruh yang berarti terhadap insiden bronkiektasis, hal ini terbukti dengan menurunnya insiden bronkiektasi pascainfeksi di beberapa dekade terakhir. 1 Masih belum ada data pasti yang tentang prevalesi bronkiektasis. Di Negara-negara Barat, prevalensi bronkiektasis diperkirakan 1,3% dari populasi yang ada. Prevalensi yang tinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti seiring dengan adanya kontrol dari kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. 2 Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik. Penyakit bronkiektasis dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan merupakan kelainan kongenital. 2

Transcript of Bronkiektasis

Page 1: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

1

BRONKIEKTASIS

Arif Heru Tripana*

Daniel Prem Raj Pandid**

Update on Agustus 20, 2012

* Student of Medical Faculty of Abdurrab Unyversity – Pekanbaru

**Student of Medical Faculty of Prima Indonesia University - Medan

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkiektasis merupakan penyakit pada bronkus dan bronkiolus, penyakit

ini menyebabkan dilatasi yang permanen pada bronkus dan bronkiolus yang

disebabkan oleh kerusakan otot dan hilangnya daya elastisitas pada bronkus

maupun bronkiolus. Penyakit bronkiektasis diawalai oleh adanya infeksi kronik

pada cabang-cabang dari bronkus.1

Pada zaman dahulu, bronkiektasis merupakan penyakit yang cukup tingggi

insidennya sejajar dengan penyakit endemik pada pertusis, measles dan influenza.

Pada saat ini bronkiektasis sering terjadi pascainfeksi yang sering insidennya di

Negara-negara berkembang. Perkembangan antibiotik membawa pengaruh yang

berarti terhadap insiden bronkiektasis, hal ini terbukti dengan menurunnya insiden

bronkiektasi pascainfeksi di beberapa dekade terakhir.1

Masih belum ada data pasti yang tentang prevalesi bronkiektasis. Di

Negara-negara Barat, prevalensi bronkiektasis diperkirakan 1,3% dari populasi

yang ada. Prevalensi yang tinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti

seiring dengan adanya kontrol dari kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan

memakai antibiotik.2

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai

penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik.

Penyakit bronkiektasis dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan merupakan

kelainan kongenital.2

Page 2: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar

akibat kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat

disebabkan oleh obstruksi dan peradangan kronis.1,3

2.2. Etiologi

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan

jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital

maupun didapat.2

A. Kelainan Kongenital

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.

Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut.

Pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu

atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai

penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: Mucoviscidosis (cystic

pulmonary fibrosis), sindrom kartargener (Bronkiektasis congenital,

sinusitis, destrokardia), agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak

kembar satu sel telur, bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan

kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung

bawaan, kifoskoliosis kongenital.2

B. Kelainan Didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan

merupakan akibat proses berikut:2

Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang dengan

penyakit peneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.2

Bronkoektasis merupakan gejala sisa dari infeksi yang tidak diterapi

dengan benar atau tidak medapatkan terapi sama sekali. Berikut

adalah jenis-jenis bakteri yang diketahui dapat menyebabkan

bronkiektasis: Klebsiella species, Staphylococcus aureus,

Page 3: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

3

Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia,

Nontuberculous mycobacteria, virus Measles, Pertussis virus, virus

Influenza, virus Herpes simplex, termasuk beberapa tipe dari

adenovirus. Infeksi RSV (respiratory syncytial virus) pada anak-anak

juga bisa menyebabkan bronkiektasis.4

Obstruksi Bronkus. Obstruksi bronkus yang dimaksud di sini dapat

disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alienum, karsinoma

bronkus atau tekanan dari luar lainya terhadap bronkus. Menurut

penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi

tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.

Oleh karenanya diduga mungkin masih ada instrinsik ikut berperan

terhadap timbulnya bronkiektasis.2

2.3. Patogenesis

Pathogenesis bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya. Apabila

bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat

hubungannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan

fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis didapat patogenesisnya diduga melalui

beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan antara lain:2

1) Faktor obstruksi bronkus.

2) Faktor infeksi pada bronkus atau paru.

3) Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, astmatic

pulmonary eosinophilia, 4) faktor instrinsik dalam bronkus atau paru.

Page 4: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

4

Gambar 01. Skema patogenesis bronkiektasis.2

2.4. Patologi

Bronkodilatasi pada bronkiektasis berhubungan dengan rusaknya dan

proses inflamasi pada dinding bronkus ataupun bronkiolus sering terjadi pada

level segmental atau subsegmental dari bronkus. Proses inflamasi pada bronkus

diperantarai oleh mediator inflamasi seperti neutrofil dan beberapa enzim seperti

elastase and matrix metalloproteinases. Pada dinding bronkus yang normal

terdapat komponen-komponen seperti cartilag, muscle, elastic tissue, dan fibrous

tissue.5

Page 5: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

5

Gambar 02. Skema proses patologi pada bronkus dengan inflamsi yang

menyebabkan bronkiektasis.6

Page 6: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

6

Gambar 03. Bronkiektasi dengan inflamsi akut dan kronik pada mukosa bronkus

dan mulai terbentuk jaringan fibrotik.1

Prubahan Morfologi Bronkus yang Terkena

- Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami

perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan reversibel.

Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan

keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus

yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-

elemen elastin, pembuluh-pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.2

- Mukosa bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal,

silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,

dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi

infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan

pernanahan.2

- Jaringan paru peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat

ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau

pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan

Page 7: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

7

paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-

kista berisi nanah. Arteri bronkial di sekitar bronkiektasis dapat

mengalami pelebaran (aneurysma Rasmussen) atau membentuk

anyaman/anastomosis dengan pembuluh sirkulasi pulmonal.2

Gambar 04. Perbandingan paru yang normal panel (A) dan paru dengan

bronkiektasis panel (B).7

Klasifikasi Berdasarkan Radiologi

Pada tahun 1930 dan 1960 ilmuan patologi melakukan penenlitian-

penelitian terhadap spesimen paru yang mengalami bronkiektasi dan kemudian

Reid mengkategorikan menjadi beberapa fenotipe:6

- Tipe tubular dengan ciri-ciri dilatasi otot polos bronkus.

- Tipe varicose dengan ciri-ciri dilatasi bronkus yang multipel.

- Tipe cystic dengan ciri-ciri dilatasi pada bronkus terminalis dan

membentuk kantong-kantong.

Page 8: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

8

Gambar 05. High-Resolution Computed Tomography (HRCT) examples of

Reid’s three forms of bronchiectasis: A) tubular B), varicose, and

C) cystic.6

2.5. Klasifikasi Berdasarkan Berat – Ringannya Penyakit

Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai

berat. Brewis membagi tingkat beratnya bronkiektasi menjadi ringan sedang dan

berat.2

a) Bronkiektasi Ringan. Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau

hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum

Page 9: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

9

terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis

sangat ringan pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.2

b) Bronkiektasi Sedang. Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi tiap saat,

sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid,

serta bauk mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien umumnya tampak

sehat dan fungsi paru normal, jarang terjadi jari tabuh. Pada pemeriksaan

fisis paru sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang

terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.2

c) Bronkiektasi Berat. Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum

banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya peneumonia

dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada

obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis

atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaaan umum

kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata

dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses

metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisis

dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah yang terkena. Pada

gambaran foto dada ditemukan kelainan: 1) penambahan bronchovascular

marking, 2) multiple cysts contai-ning fluid levels (honey comb appea-

rance).2

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung

pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya

komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai

produksi sputum, adanya hemoptisis dan peneumonia berulang. Bronkiektasis

yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.2

a) Batuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk

produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis

kronik (bronkitis-like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya

jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau

bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid,

Page 10: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

10

sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, terjadi

memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ax ore). Pada kasus yang

sudah berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis, sputum

jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama,

tampak terpisah menjadi 3 lapisan: 1) Lapisan teratas agak keruh, terdiri

atas mukus, 2) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), 3) lapisan

terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus

yang rusak (cellular debris).2

b) Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus

bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa

bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan.

Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai dari yang paling ringan (streaks

of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (masif) yaitu apabila

nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang

mengenai cabang arteri bronkialis.2,8

Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru

merupakan gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di

lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan

kurang menimbulkan refleks batuk. Dapat diambil pelajaran, bahwa

apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala

batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat

dry bronchiectasis ini.2

c) Sesak Napas (Dispnea). Pada sebagian besar pasien (50% kasus)

ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas

tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta

seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang

terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya

menimbulkan fibrosis paru dan empisema yang menimbulkan sesak napas

tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing), akibat

adanya obstruksi bronkus.2

Page 11: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

11

d) Demam Berulang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan

kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada

paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).2

2.7. Diagnosis Bronkiektasis

Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah

dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah

diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja.2

Penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses

diagnostik yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: 1) Anamnesis,

2) Pemeriksaan fisik, 3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik

(bronkografi) dan CT scan paru.2

Gambar 06. Alur diagnosis untuk bronkiektasis. (AFB, acid-fast bacilli; CXR,

chest X-ray; GERD, gastroesophageal reflux disease; HRCT, high-

resolution computed tomography; PFT, pulmonary function

testing.)5

Page 12: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

12

A. Anamnesis

Pasien dengan bronkhiektasis biasanya mengalami batuk-batuk dengan

sputum yang banyak terutama pada pagi hari serta setelah tiduran dan berbaring.

Jadi hal yang perlu datanyakan adalah berapa lama mengalami batuk? Bercampur

dengan dahak/darah? Faktor yang meperberat atau yang memperingan penyakit?

Disertai sesak napas atau tidak? Dan lain sebagainya.9

B. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi. Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari

pasien dengan bronkhiektasis. Batuk darah pada pasien dengan

bronkhiektasis biasanya bersifat masif karena sering melibatkan pecahnya

pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding bronkhus dan

melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus batuk lama dapat

menyebabkan batuk darah masif. Clubbing Finger didapatkan pada 30-

50% kasus.9

Palpasi. Pada palpasi, strem fremitus biasanya melemah.

Perkusi. Pada perkusi, didapatkan suara sonor sampai hipersonor.

Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing

sesuai tingkat keparahan.

C. Pemeriksaan Penunjang2,9

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah tepi. Biasanya ditemukan dalam batas normal.

Kadang ditemukan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya

supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi menahun.

Pemeriksaan urine. Ditemukan dalam batas normal, kadang

ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh

amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal

kadang bisa meningkat atau menurun.

2. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-

sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume

sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta mengandung lebih

Page 13: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

13

banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum dapat menghasilkan flora

normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumoniae, Hemofilus

influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba

proteus, dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau

busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.9

3. Pemeriksaan Radiologi

Foto X-ray. Pemeriksaan foto toraks polos tampak gambaran berupa

bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat pada lapangan

bawah paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju

ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat bayangan

skunder, kadang-kadang juga bias berupa bulatan-bulatan translusen

yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon (honey comb

appearance) bulatan translusen ini dapat berukuran besar (diameter 1 –

10 cm) yang berupa kista-kista translusen dan kadang-kadang berisi

cairan (air fluid level) akibat peradangan skunder.3

Gambar 07. Tampak gambaran berupa bronkovaskular kasar honey comb

appearance yang terdapat pada lapangan bawah paru.10

Page 14: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

14

Gambar 08. Tampak gambaran sarang tawon (honey comb appearance).10

CT scan. Pemeriksaan radiologi thoraks biasa (x-ray) merupakan

pemeriksaan yang umum dilakukan pada kasus bronkiektasis, tetapi

biasanya didapatkan gambaran radiologi yang tidak spesifik atau

normal. Oleh karena itu High-resolution computed tomography

(HRCT) merupakan pemeriksaan yang standar untuk kasus

bronkiektasis. HRCT memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 93%.8

Temuan pada HRCT biasa mengasilkan gambaran konsolidasi pada

segmen atau lobus, bronkiektasis bukanlah suatu diagnosis melaikan

suatu temuan dari gambaran radiologi.11

Page 15: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

15

Page 16: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

16

Gambar 09. Gambaran paru dengan bronkiektasis menggunakan HRCT (High-

Resolution Computed Tomographic). Panel A. Dilatasi dan

penebalan pada bronkus, panel B. Menunjukkan bahwa bronkus

tidak mengalami pengecilan pada perifer bronkiolus, panel C.

Dilatasi pada jalan napas, panel D. Terbentuk kantong-kantong

kista pada bronkiolus.7

Page 17: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

17

Pemeriksaan Bronkhogram. Bronkhogram tidak rutin dikerjakan,

tetapi bila ada indikasi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang akan

dioperasi, yaitu pasien dengan pneumonia yang terbatas pada suatu

tempat dan berulang serta tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah

mendapat pengobatan konservatif atau pasien dengan hemoptisis yang

masif. Bronkhogram diiakukan pada kondisi pasien yang sudah stabil

setelah pemberian antibiotik dan postural drainase yang adekuat

sehingga bronkhus bersih dari sekret.9

2.8. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau

berhadapan dengan bronkiektasis:2

Bronkitis kronik.

Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru

berupa bronkiektasis).

Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).

Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma

paru dan sebagainya.

Fistula bronkopleura dengan empiema.

2.9. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien dengan bronkiektasi,

antara lain:2

1. Bronkitis kronik

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasi. Bronkitis sering mengalami

infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas

atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang drainage sputum kurang

baik.

3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya

pneumonia.

4. Efusi pleura atau empiema.

Page 18: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

18

5. Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien

bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.

Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena

pulmonalis pada dinding bronkus, akan terjadi arterio-venous shunt,

terjadi gangguan oksigenasi darah timbul sianosis sentral, selanjutnya

terjadi hipoksemia.

2.10. Penatalaksanaan

Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok: pengobatan

konservatif dan pengobatan pembedahan.2

Gambar 10. Skema terapi untuk bronkiektasis.1

Page 19: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

19

A. Pengelolaan Konservatif

1. Pengelolaan Umum. Pengelolaan umum ini ditunujukan terhadap semua

pasien bronkiektasis, meliputi:2

Menciptakan lingkugan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh:

- Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.

- Mencegah/menghentikan merokok.

- Mencegah/menghindari debu, asap dan sebagainya

Memperbaiki drainase secret bronkus. Cara yang baik dikerjakan

sebagai berikut:2

- Melakukan drainase postural. Tindakan ini merupakan cara

yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus

dikerjakan secara terus-menerus. Tiap kali melakukan drainase

postural dikerjakan selama 10 – 20 menit dan tiap hari

dikerjakan 2 – 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha

mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk

keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase

postural harus disesuaikan dengan letak kelainan

bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti itu

adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya

gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke

tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar.2

- Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan

dengan jalan misalnya: inhalasi uap air panas atau dingin

(menurut keadaan), menggunakan obat-obatan mukolitik dan

perbaikan hidrasi tubuh.2

- Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur

pasien sebaiknya diatur sedemikan rupa sehingga posisi tidur

pasien dapat memudahkan drainase secret bronkus. Hal ini

dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur

bagian kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga

diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan

drainase sputum.2

Page 20: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

20

- Mengontrol infeksi saluran napas. Adanya infeksi saluran

napas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah

pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi harus diberantas

dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.2

2. Pengelolaan Khusus.

Kemoterapi pada bronkiektasi. Kemoterapi pada bronkiektasis

dapat digunakan: 1) Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi

bronkus (ISPA), 2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut

pada bronkus/paru, atau 3) Keduanya. Kemoterapi disini

mengggunakan obat antibiotik tertentu berdasarkan uji sensitivitas

terhadap antibiotik atau menggunakan pengobatan secara empirik.

Lihat daftar obat-obat untuk bronkiektasis.2

Drainase sekret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan

terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara

lain adalah untuk: 1) Menentukan dari mana asal sekret (sputum),

2) Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3)

Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah

obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasi paru).2

Pengobatan simtomatik. Sesuai dengan namanya, pengobatan ini

hanya diberikan kalau timbul simtom yang mungkin mengganggu.2

- Pengobatan obstruksi bronkus. Apabila ditemukan tanda

obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru

(VEP1< 70%) dapat diberikan obat bronkodilator.2

- Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia

(terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi infeksi akut) perlu

diberi oksigen.2

- Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan

yang perlu diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan

tersebut. Telah banyak dilaporkan oleh para peneliti hasil

pengobatan hemoptisis ini dengan obat-obatan hemostatik.

Dicatat hasilnya sangat baik (memuaskan), walaupun sulit

Page 21: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

21

diketahui mekanisme kerja obat-obatan tersebut dalam

menghentikan perdarahan.2

- Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi

infeksi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi

septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik

yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan obat antipiretik

seperlunya.2

B. Pengelolaan Pembedahan

1. Tujuan pembedahan: mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang

terkena (terdapat bronkiektasis).2,7

2. Indikasi pembedahan:2

- Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak

berespons terhadap tindakan-tindakan konservatif yang

adekuat.

- Pasein bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami

infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah

tersebut.

3. Kontraindikasi:2

- Pasien bronkiektasis dengan PPOK.

- Pasien brokiektasis berat.

- Pasien bronkiektasis dengan komplikasi korpulmonalkronik

dekompensata.

4. Syarat-syarat operasi:2

- Kelainan (bronkiektasis) harus terbatas dan resektabel.

- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan yang

ireversibel.

- Bagian paru yang lain harus dalam keadaan baik, misalnya

tidak boleh ada bronkiektasis atau bronchitis kronik.

Page 22: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

22

5. Cara operasi:2

- Operasi elektif: pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan

tidak terdapat kontraindikasi.

- Operasi paliatif: ditunjukkan pada pasien bronkiektasis yang

mengalami keadaan gawat darurat paru.

6. Persiapan operasi:2

- Pemeriksaan faal paru: pemeriksaan spirometri, analisis gas

darah (kalau perlu), pemeriksaan bronkospirometri (uji fungsi

paru regional).

- Scaning dan USG (bila ada fasilitas).

- Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi pada pasien.

- Memperbaiki keadaan umum pasien.

Berikut adalah daftar obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksaan

bronkiektasis:12

Page 23: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

23

2.10. Prognosis

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya penyakit

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan

secara tepat (konservatif ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis

penyakit.2

Pada kaus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,

survivalnya tidak akan lebih dari 5 – 15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya

karena peneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain.2

Page 24: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

24

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

1. Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar

akibat kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang

dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan kronis.

2. Etiologi bronkiektasi ada dua yaitu: 1) Kelainan kongenital, dan 2)

Kelainan didapat (infeksi dan obstruksi bronkus).

3. Pathogenesis bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya.

4. Bronkodilatasi pada bronkiektasis berhubungan dengan rusaknya dan

proses inflamasi pada dinding bronkus ataupun bronkiolus sering terjadi

pada level segmental atau subsegmental dari bronkus.

5. Klasifikasi berdasarkan radiologi: 1) Tipe tubular dengan ciri-ciri dilatasi

otot polos bronkus, 2) Tipe varicose dengan ciri-ciri dilatasi bronkus yang

multipel, 3) Tipe cystic dengan ciri-ciri dilatasi pada bronkus terminalis

dan membentuk kantong-kantong.

6. Manifestasi klinis bronkiektasis adalah batuk, hemoptisis, sesak napas dan

demam.

7. Gambaran radiologi pada bronkiektasi adalah peningkatan corakan

bronkovaskular umumnya di lapangan paru bawah, gambar garis-garis

translusen yang panjang menuju ke hilus dan terdapat honey comb

appearance.

8. Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok: pengobatan

konservatif dan pengobatan pembedahan.

9. Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya penyakit

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pada kaus-kasus

yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan

lebih dari 5 – 15 tahun.

Page 25: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

25

3.2. Saran

Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini

masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-

makalah dimasa-masa yang akan datang.

Page 26: Bronkiektasis

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012.

KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Rademacher J, Welte T. Bronchiectasis—Diagnosis and Treatment. Dtsch

Arztebl Int [database on the internet] 2011[cited 2012 July 02]: 108(48):

809–15. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 – Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal; 1035-1039.

3. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.

4. Emmons EE. Bronchiectasis. Medscape Article [database on the internet]

2011[cited 2012 July 02]: 108(48): 809–15. Available from:

http://www.emedicine.com

5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.

Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 17. The McGraw-Hill

Companies. 2008.

6. King PT. The Pathophysiology of Bronchiectasis. International Journal of

COPD. [database in the internet] 2009. [cited 2012 July 03]: 411 – 419 .

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

7. Barker AF. Bronchiectasis. N Engl J Med, [data base on the internet]

2002. [cited 2012 July 03]. Vol. 346, No. 18. Available from:

http://www.nejm.org

8. Hassan I. Bronchiectasis Imaging. Medscape Article [data base on the

internet] 2011 [cited 2012 July 02]. Available from:

http://www.emedicine.com

9. Allsagaf, Hood, Abdul Mukti. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:

Airlangga University Press. 2002.

10. honey comb appearance. [image on the internet] 2012. [cited 2012 July

05]. Available from: http://www.google.co.id/imgres?q=honey+comb

+appearance.

11. Goldman L, Ausiello D. Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed. Saunders

Elsevier. 2008.

12. Hacken NHT, Wijkstra PJ, Kerstjens HAM. Treatment of Bronchiectasis

in Adults. BMJ [data base on the internet] 2007. [cited 2012 July 03].

335:1089-93. Available from: http://www.bmj.com.