LAPORAN KASUS Bronkiektasis

35
REFERAT Grave’s Disease Nama : Retno Suci Fadhillah Nim : 2010730090 Pembimbing : dr. Camelia Khairunnisa,Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA RSUD SEKARWANGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

description

hhh

Transcript of LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Page 1: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

REFERAT

Grave’s Disease

Nama : Retno Suci Fadhillah

Nim : 2010730090

Pembimbing : dr. Camelia Khairunnisa,Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA RSUD SEKARWANGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2014

Page 2: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

I. STATUS PASIEN

Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 71 tahun

NRM : 582583

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Nagrog 02/05 Cipetir Cibeber

Agama : islam

Tgl masuk RS : 10 November 2014

Anamnesis

Keluhan utama : Sesak 2 minggu SMRS.

Riwayat penyakit sekarang : sesak disertai batuk berdahak, dahak lebih banyak saat pagi hari

berwarna putih terkadang kekuningan, dahak lengket dan sulit keluar dan nyeri dada saat

menarik nafas. OS juga mengalami demam ± 3 hari , pusing (+) nyeri ulu hati (+) penurunan

nafsu makan (+) dan penurunan BB (+)

Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah berobat OAT dengan suntik tetapi tidak tuntas ±

5 tahun yang lalu

3 bulan SMRS OS pernah dirawat dengan keluhan sesak.

Riwayat penyakit keluarga : cucu perempuan OS sering batuk-batuk dan berobat ke d okter

Spesialis paru.

Riwayat psikososial : OS tinggal bersama anak cucunya , OS merupakan seorang perokok

± 1 bungkus / hari selama ± 25 tahun tetapi sekarang sudah berhenti.

Riwayat pengobatan : belum pernah diobati sebelumnya.

Riwayat alergi : disangkal.

Pemeriksaan fisik

2

Page 3: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Keadaan umum : tampak sakit sedang.

Kesadaran : compos mentis.

Tanda vital

Suhu : 37,2°C

TD : 150/90 mmHg

Nadi :7 8 kali / menit, kuat angkat, isi cukup, regular.

Pernapasan : 28 kali/ menit

Status generalis

Kepala : normochepal

Rambut : rambut hitam sedikit beruban, lurus, tipis, distribusi merata, tidak mudah

rontok.

Mata : alis hitam, tipis, madarosis (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/- )

refleks pupil (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-).

Hidung : normonasi (+/+), deviasi septum (-/-), konka hiperemis (-/-), sekret (-/-),

epistaksis (-/-), polip (-/-).

Telinga : normotia (+/+), sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-).

Mulut : bibir kering (+), sianosis (-/-), stomatitis (-/-), lidah kotor (-), faring

hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), besar tonsil T1/T1.

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-).

Thorak :

Paru-paru:

- Inspeksi : normochest, simetris (+), bagian dada tertinggal saat inspirasi (-/-)

- Palpasi : vocal fremitus normal dikedua lapang paru.

- Perkusi : sonor di kedua lapang paru

- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi basah (+/+) ,wheezing (+/-).

Jantung:

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra.

3

Page 4: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

- Perkusi : batas kanan jantung berada di ICS V parasternal kanan batas kiri

jantung berada di ICS V garis midclavicula sinistra.

- Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :

- Inspeksi : perut datar, simetris, scar post op (-).

- Auskultasi : bising usus (+) normal.

- Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-),

splenomegali (-).

- Perkusi : timpani keempat kuadaran.

Ekstremitas atas dan bawah

Atas Bawah

CRT < 2 detik < 2 detik

Akral Hangat (+),edema(-) Hangat (+),edema(-)

Jari tabuh : (-)

Inguinal : tidak dilakukan.

Anus dan rectum : tidak dilakukan.

Genitalia : tidak dilakukan.

Resume : OS perempuan 71 th Sesak (+) 2 minggu SMRS, batuk berdahak (+), dahak lebih

banyak saat pagi hari berwarna putih terkadang kekuningan, nyeri dada saat menarik nafas

(+). demam ± 3 hari , pusing (+) nyeri ulu hati (+) penurunan nafsu makan (+) dan

penurunan BB (+). Riwayat pengobatan OAT katagori 2 tidak tuntas tahun yang lalu,

riwayat dirawat dengan keluhan sesak 3 bln yang lalu.

4

Page 5: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Nilai rujukan normal Hasil pemeriksaan

Hb 12-14 (gr%) 8,1

Leukosit 4000-11000 mm3 4500

Trombosit 160.000-400.000 172.000

Hematokrit 40-45 46%

LED 3-12mm/jam 1 jam : 3mm /2Jam :7

GDS < 180 78

Ureum 10-50 22

Kreatinin 0,5-1,9 0,59

SGOT <21 31

SGPT <22 14

Radiologi :

5

Page 6: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Ekspertise : Tb paru lama dengan kalsifikasi , emfisematous PPOK & penebalan pleura

bilateral

Diagnosis Banding : - TB paru BTA (?) kasus drop out lesi luas + Suspek MDR

- Penyakit Paru Obstruksi Kronik eksaserbasi

- Bronkiektasis

Rencana pemeriksaan : Kultur Sputum Suspek MDR

Penatalaksanaan :

- OBH syr

- Guaifenesin

- Azytromisin

- Inhalasi salmeterol

6

Page 7: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis)

dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, atau

irreversibel. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar

umumnya jarang.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada penelitian terbaru ditemukan kasus bronkiektasis terjadi pada sekitar

110.000 penduduk di Amerika Serikat. Kelainan ini umumnya diderita oleh pasien

usia lanjut, dan kira-kira 2/3 dari mereka adalah wanita.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.

Padakenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital

maupundidapat2. Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan

inflamasi pada saluran napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi

akut tuberkulosis, adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus

fumigatus.

a. Kelainan congenital

7

Page 8: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.

Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran

penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut,

pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau

kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit- penyakit

kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom

kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo

atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu

dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),

bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut: tidak adanya

tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.

b. Bronkiektasis didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan

akibat proses berikut:

* Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia

yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan

komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru,

dan sebagainya.

* Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai

macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya

terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi

8

Page 9: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulka bronkiektasis. Oleh

karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap

timbulnya bronkiektasis.

2.4 PATOFISIOLOGI

Dilatasi bronchial pada bronkiektasis diakibatkan adanya destruksi dan

inflamasi pada dinding bronkus ukuran sedang, biasanya pada bagian bronkus

segmental atau subsegmental. Proses inflamasi pada saluran napas, terutama dimediasi

oleh neutrofil, sehingga menyebabkan meningkatnya kerja enzim elastase dan

metalloproteinase matriks. Komponen struktur dinding saluran napas normal yang

terdiri atas kartilago, otot, dan jaringan elastik, mengalami kerusakan dan digantikan

oleh jaringan ikat/fibrosa. Pada dinding saluran napas yang berdilatasi berangsung-

angsur mengandung tumpukan mukus yang tebal, bahan purulent, sedangkan pada

saluran napas yang lebih perifer mengalami oklusi/hambatan akibat adanya sekresi

yang berlebihan dan digantikan oleh jaringan ikat. Gambaran tambahan secara

mikroskopis termasuk inflamasi dan fibrosis pada bronkial dan peribronkial, ulkus pada

dinding bronkial, metaplasia skuamosa, dan hiperplasia glandula mukus. Parenkim paru

yang pada keadaan normal mendapat supply dari saluran napas tersebut, menjadi

abnormal, sehingga mengalami fibrosis, emfisema, bronkopneumonia dan atelektasis.

Sebagai ri proses inflamasi tersebut, vaskularisasi pada dinding bronkial menjadi

banyak, juga disertai dengan adanya pembesaran aarteri bronkial dan anastomosis

diantara sirkulasi arteri bronkial dan pulmonal.

Terdapat tiga gambaran yang terjadi pada bronkiektasis. Pada bronkiektasis silindris,

bronkus yang mengalami gangguan secara seragam mengalami dilatasi dan pada

9

Page 10: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

akhirnya akan pecah dikarenakan saluran napas yang lebih kecil terobstruksi oleh

sekret. Pada bronkiektasis varikosa, bronkus yang mengalami gangguan memiliki

gambaran dilatasi irregular menyerupai vena varikosa. Pada bronkiektasis sakular

(kistik), bronkus memiliki gambaran seperti balon di bagian perifer.

2.5 PATOLOGI

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus

yang terkena maupun beratnya penyakit.

1. Tempat predisposisi bronkiektasis Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru,

bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan

merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian

lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.

2. Bronkus yang terkena

Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang

terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.

3. Perubahan morfologi bronkus yang terkena.

a. Dinding bronkus

Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan

ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagaitingkatan

keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang

mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.

b. Mukosa bronkus

10

Page 11: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan

metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi

eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan

pernanahan.

c. Jaringan paru peribronkial.

Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis

apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal

bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.

4. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis.

Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:

a. Bentuk tabung (Tubular, Cilindrical,Fusiform bronchiectasis)

Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada

bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronis.

b. Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan

penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista

(Cystic bronkiektasis).

c. Varicose bronchiectasis

Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena

perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena2. Adanya variasi

bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena

kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak

11

Page 12: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan

beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.

5. Pseudobronkiektasis

Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran

bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat

sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya

merupakan komplikasi pneumonia.

2.6 GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan

beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri

khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya

hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian

hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit

yang ringan. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan

memberikan gejala, sebagai berikut :

a. Batuk

Batuk pada bronkiektasis mempunyai cirri antara lain batuk produktif berlangsung

kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi,

umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi

tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila

terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak

sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum

12

Page 13: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya

timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada

sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila

ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan teratas agak

keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3. Lapisan

terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.

b. Hemoptosis

Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini

terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan

timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai

perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat

atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari

peredaran darah sistemik). Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan

gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik,

sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa

batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan

kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa

kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada

bronkiektasis walaupun kadang- kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis paru,

bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptisis.

c. Sesak nafas (dispnea)

Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan

beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi

serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi

13

Page 14: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan

emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing,

akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada

distribusi kelainannya.

d. Demam berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi

berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam.

Kelainan Fisik

Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan

pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda- tanda fisis

umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi

bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor

pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung

pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal

atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat

predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus

bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi

basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu

yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat

menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan

dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru

yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai

dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.

14

Page 15: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

Sindrom Kartagener

Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering

disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-

organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia,left sided gall bladder, left sided liver,

right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya

sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital

(suatu kebersamaan). Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini

belum diketahui dengan jelas.

Bronkolitiasis

Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa

kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis

bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat

masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah

bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah

di situ dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisi hebat.

Kelainan Laboratorium

Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat

ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal.

Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau

ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya

normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria.

Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk menentukan

kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas

15

Page 16: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.

Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum pada

hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau

hijau.

Kelainan Radiologis

Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,

tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto

dada tersebut kadang- kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang

sukar. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista

kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang

terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang

gambaran radiologis paru menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau

kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7%

kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram.

Kelainan Faal Paru

Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila

kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan

kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi

penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis

dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat,

tergantung pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya

abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada

perfusi paru.

16

Page 17: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

2.7 KLASIFIKASI BRONKIEKTASIS

Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis

membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.

1. Bronkiektasis Ringan

Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada

infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh,

biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.

Foto dada normal.

2. Bronkiektasis sedang

Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya

warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada hemoptisis,

pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari

tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah

paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.

3. Bronkiektasis berat

Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau.

Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering

ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya

dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan

umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan

sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-

kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada

17

Page 18: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan

bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey comb

appearance). Perjalanan Klinis Penyakit Sesudah seseorang menderita bronkiektasis,

perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas

drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau

pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak

menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat

menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul

infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya.

Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif

yaitu terjadi amiloidosis.

Berdasarkan kelainan anatomi:

1) Tubular atau cylindrical bronkiektasis. Merupakan bentuk bronkiektasis yang paling

ringan, sering ditemukan pada bronkiektasis yang disertai dengan bronkitis kronis.

2) Saccular/ cystic bronkiektasis. Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai

dengan dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular.

3)Varicose bronkiektasis.

18

Page 19: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi

dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat

bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap

pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat

kapan melakukannya dan sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya

memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis

dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang

kedokteran,meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis, (3) Pemeriksaan penunjang,

terutama pemeriksaan radiologic.

Tanda-tanda penting :

1. Sputum dan napas berbau.

2. Rhonki (+).

3. Kadang disertai bunyi wheezing.

4. Jari tabuh.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah Rutin

b. Radiologi

c. Analisis sputum

19

Page 20: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan

dengan bronkiektasis:

1. Bronkitis kronis

2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa

bronkiektasis).

3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).

4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan

sebagainya.

5. Fistula bronkopleural dengan empiema

2.10 KOMPLIKASI

Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:

1. Bronkitis kronik.

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi

berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini

sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik.

3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.

Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.

4. Efusi pleura atau empiema (jarang).

20

Page 21: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi

supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.

6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri

pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi

hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat

darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab

kematian utama pasien bronkiektasis.

7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi

bronkiektasis pada saluran nafas.

8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis

yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi

anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus

(bronkiektasis, akan terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah,

timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi

hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung

kanan.

9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien

bronkiektasis yang berat dan luas.

10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi

klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini

sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

21

Page 22: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

2.11 TATALAKSANA

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut :

Pengobatan Konservatif

1. Pengelolaan Umum

Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:

a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan

hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau

menghindari debu, asap dan sebagainya.

b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif

untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terus-menerus. Pasien

diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase

sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-

20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha

mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan

tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak

kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih tadi

adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke

hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah dibatukkan keluar.

Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak

keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas belum

diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan

ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage).

22

Page 23: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya:

inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan

mukolitik dan sebagainya.

d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur

sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase secret

bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian

kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang

sesuai untuk memudahkan drainase sputum.

e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus

diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA)

harus diberantas dengan antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila

ada sinusitis harus disembuhkan.

Farnakoterapi :

- Antibiotik : Claritromimicyn , Azitromycin, Trimethoprim-sulfamethoxazole, doxiciklin,levofloksasin, Tobramycin, Gentamisin , Amikacin

- Inhalasi B-Agonist : Salmeterol,Albuterol

- Inhalasi Kortikosteroid : Fluticason, Beclometason

- Expektoran : Guaifenesin

2.12 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit sewaktu pasien

berobat pertama kali. Pada kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek.

Kematian dapat terjadi akibat komplikasi pneumonia, gagal jantung kanan.

23

Page 24: LAPORAN KASUS Bronkiektasis

DAFTAR PUSTAKA

(1) Rahmatullah, Pasiyan.Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Empat Sub Bagian Pulmonologi.Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Siti Setiati.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.Halaman: 1035.

(2) Bronkiektasis dalam buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I Sub Bagian Pulmonologi.Arif Mansjoer, Kuspuji Triyati, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani.Media Aesculapius FKUI.2001.Halaman: 482.

(3) Gregory Tino, Steven E. Weinberger.Bronchiectasis dalam buku Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition Volume II.Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser Longo, Jameson, Loscalzo.Mc Graw Hill.2008.Page: 1629.

(4) Lorraine M. Wilson.Bronkiektasis dalam buku Patofisologi Edisi 6 Volume 2.Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.EGC.2005.Halaman: 783.

(5) Keistinen T, Saynajakangas O, Tuuponen T, Kivela SL. Bronchiectasis: an orphan disease with a poorly-understood prognosis. Eur Respir J. Dec 1997;10(12):2784-7.

(6) Saynajakangas O, Keistinen T, Tuuponen T, Kivela SL. Bronchiectasis in Finland: trends in hospital treatment. Respir Med. Aug 1997;91(7):395-8.

(7) Ip MS, Lam WK. Bronchiectasis and related disorders. Respirology. Jun 1996;1(2):107-14.

(8) emedicine.medscape.com

(9) www.lung.org American Lung Association

24