Bph
-
Upload
marhaban-wien -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of Bph
Tugas Refrat
Oleh:Oni Juniar Windrasmara, S.Ked
J 500090003
Pembimbing : dr. Bambang Suhartanto, Sp. B
Benign Prostate Hyperplasia(BPH)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHRSUD Dr. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
Latar BelakangJumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi perinatal dari ibunya
Laporan CDC (Central for Disease Control) Amerika memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0%-1,7%, pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena
Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI.
Di berbagai belahan dunia 2,3 juta anak di bawah 15 tahun hidup dengan HIV, kebanyakan melalui penularan dari ibu ke anak
Jika seorang perempuan hamil ter infeksi dengan HIV dan tidak memperoleh perawatan, maka terdapat 35 persen kesempatan ia menularkan virus itu kepada anaknya yang baru lahir selama masa kehamilan
Hingga akhir Juni 2008, data Departemen Kesehatan menunjuk kan bahwa hanya dalam jangka waktu Januari-Juni 2008, telah terda pat tambahan 1.758 kasus (212 kasus infeksi HIV dan 1.546 kasus AIDS).
Total kasus HIV & AIDS yang terdata di Indonesia berjumlah 18.963 orang, di mana 798 di antaranya berusia 0-19 tahun. Jumlah ini jauh di bawah estimasi yang dibuat tahun 2006 sebesar 193.000.
Anatomi Fisiologi Kelenjar Prostat
Prostat organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak persis dibawah kandung kemih.Berat prostat pada orang dewasa normal ±20 gram, didalamnya terdapat uretra posterior dengan panjangannya 2,5-3 cm
Prostat terdiri dari lima lobus :Lobus anterior, Lobus medius , Lobus posterior , Lobus dextra, Lobus sinistra
Prostat dibagi atas : Zona anterior fibromuskular , Zona transisi , Zona central, Zona perifer
Fungsi kelenjar prostat yaitu mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan sekresi vagina yang asam, karena sperma lebih dapat bertahan dalam suasana yang sedikit basa
Dihidrotestosteron (DHT) yang dibentuk dari testosteron di sel sertoli dan di beberapa organ memiliki peranan dalam pertumbuhan prostat dan merangsang aktivitas sekretorik prostat.
Prostat juga dipengaruhi oleh hormon androgen,bagian yang sensitif terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitif terhadap estrogen adalah bagian sentral sekresi androgen yang berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut orang tua bagian central yang mengalami hiperplasia
DEFINISIBPH
Benign Prostate Hyperplasia atau
BPH adalah pembesaran prostat
jinak yang menghambat aliran urin dari kandung
kemih. Pembesaran ukuran prostat ini
akibat adanya hiperplasia stroma
dan sel epitelial mulai dari zona
periuretra
Terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-
sel epitel kelenjar prostat yang biasanya timbul di periuretra
dan zona transisi dari kelenjar menekan
kelenjar normal yang tersisa
EPIDEMIOLOGI
Insidensi BPH mulai usia 40-an dimana kemungkinan seseorang tersebut menderita
40%, rentang usia 60-70 tahun, persentasenya 50%
diatas 70 tahun akan meningkat 90%
RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus BPH yang
dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras
sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama
Di Indonesia, BPH merupakan
penyakit tersering kedua di klinik urologi setelah batu saluran
kemih
EtiologiHIV awalnya dikenal dengan
nama Lymphadenophaty associated virus (LAV)
merupakan golongan retrovirus dengan materi genetic
ribonucleic acid (RNA) yang dapat diubah menjadi
deoxyribonucleic acid (DNA)
Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2.
Virus ini cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen CD4,
terutama limfosit T
Faktor RisikoKadar HormonUsiaRasRiwayat keluargaObesitasPola DietAktivitas SeksualKebiasaan MerokokKebiasaan minum-minuman alkoholOlahragaPenyakit Diabetes Mellitus
PatofisiologiGangguan
keseimbangan akibat senilitas
Testosteron menurun, Estrogen
tetap
Sensitifitas reseptor
Androgen ↑
Responsif thdp kerja
DHT (mediator
pertumbuhan prostat)
BPH
Penyempitan Lumen Uretra
Posterior
Tekanan Intravesika ↑
Gejala Obstruktif &
Iritatif
Gambaran klinis
Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang spesifik, dgn spektrum yg lebar, mulai dr infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pd gejala2 yg berat pd stadium yg lbh lanjut. Setelah diawali dgn infeksi akut, maka dpt terjadi infeksi kronis asimptomatis selama beberapa thn disertai replikasi virus secara lambat.
Kemudian setelah terjadi penurunan sistem imun yg berat, maka terjadi infeksi oportunistik dan dpt dikatakan pasien tlh msk keadaan AIDS.
KLASIFIKASI BPH•Colok dubur, penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa volume urin <50 mlDerajat I•Colok dubur, penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volume urin 50-100 mlDerajat II
•Colok dubur, batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urin > 100 mlDerajat III
• Terjadi retensi urin totalDerajat IV
Diagnosis• Keluhan yang dirasakan dan seberapa
lama keluhan itu telah mengganggu• Riwayat penyakit lain dan penyakit
pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi atau pembedahan)
• Riwayat kesehatan• Obat-obatan
Anamnesis
• Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) :
• Bentuk, Ukuran, Permukaan, Sulcus Medianus, Konsistensi,, Volume Prostat, Nyeri Tekan/tidak, nodul
• Tonus sfingter ani, mukosa rectum
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan PenunjangUrinalisis
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen)
Catatan Harian Miksi (Voiding Diaries)
Uroflometri
Uretrosistoskopi
Pemeriksaan Urodinamika
PENATALAKSANAAN•Pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter
Watchful waiting
•Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupapreparat non selektiif•Inhibitor 5α reductase, yaitu finasteride dan dutasteride•Fitofarmaka
Medikamentosa
•Teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan•Teknik instrumentasi alternatif
Terapi Intervensi
INDIKASI PEMBEDAHANretensi urine karena BPO (derajat obstruksi prostat)
infeksi saluran kemih berulang karena BPO
hematuria makroskopik karena BPE
batu kandung kemih karena BPO
gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO
TEKNIK PEMBEDAHAN
Prostatektomi
terbuka
TURP (Trans Uretra
Resection Prostat)
TUIP (Trans Uretra Insisi
Prostat)
Laser Prostatekt
omi
• merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%
• pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan oleh Hryntschack dan pendekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin
Prostatektomi terbuka
•90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH•TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat
TURP (Trans Uretra Resection
Prostat)
•direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat
TUIP (Trans Uretra Insisi
Prostat)
•Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan penyembuhan lebih cepat, tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax tidak sebaik TURP
Laser Prostatekto
mi
PROSTATEKTOMI TERBUKA
KOMPLIKASITrabekulasi yakni terjadi penebalan serat- serat otot
detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi karena obstruksi.
Sakulasi yaitu mukosa kandung kemih menerobos di antara serat-serat detrusor.
Divertikel yakni terjadi bila sakulasi menjadi besar.Pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa
urine setelah miksi, sehingga terjadi pengendapan batu
Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA Abbas, AK., 2005. Robbins Basic Pathology. W.B Saunders Amalia, R., 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Program Pasca Sarjana. Semarang : Fakultas Kedokteran UNDIP AUA, 2003. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia. Practice guidelines committee. Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. Journal
Urology 170: 530-547 Birowo, P., 2002. Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Kedokteran & Farmasi Medika. No 7 tahun XXVIII Burkit, HJ., 1992. Problem Diagnosis and Management in Essensial Surgery. Churchill Livingstone. London : p.405-482 Connell, JD., 1999. Etiology, Pathophisiology and Diagnosis of Benign Prostatic Hiperplasia. In: Campbell”s Urology, W.B Saunders : 1432-33, 1437-44 Fadlol, Mochtar., 2005. Prediksi Volume Prostat Pada Penderita Pembesaran Prostat Jinak. Indonesia Journal of Surgery; XXXIII-4; 139-145 Fairman, J., 2005. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). AUA Foundation Education, Research, Advocacy Furqan, 2003. Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter Menetap:Pertama Kali dan Berulang. Sumatera Utara : Bagian Ilmu Bedah FK USU Guess, 1995. Epidemiology and Natural History of Benign Prostatic Hiperplasia. Urological Clinic of North America, volume 22. No.2 IAUI, 2000. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Ikatan Ahli Urologi Indonesia Jacobsen, SJ., 1999. Treatment for Benign Prostatic Hyperplasia 15 among community dwelling men: the Olmsted County study of Urinary Symptoms and Healths Status.
J Urol 162: 1301-1306 Javle, P., 1998. Grading of Benign Prostatic Obstruction can Predict the Outcome of Transurethral Prostatectomy. Journal Urology 160: 1713-1717 Kirby, Roger S, Christmas, Timothy J, 1997. Benign Prostatic Hiperplasia. Second Edition. Mosby International Laguna, P., Alivizatos, G., 2000. Prostate Spesific Antigen and Benign Prostatic Hyperplasia. Curr Oppin Urol 10: 3-8 Leveillee, 2006. Prostate Hyperplasia Benign. http://www.emedicine.com (diakses 9 Juni 2013) McConnell, JD., Bruskewitz, R., 1998. The effect of finasteride on the risk of acute urinary retention and the need for surgical treatment among men with benign prostatic
hyperplasia. New England Journal Medicine 338: 557-563 Palinrungi, 2001. Terapi Medikamentosa Pembesaran Prostat Jinak dalam Jurnal Medika Nusantara, April-Juni. 22(2):360-69 Presti, JC., 2004. Neoplasms of the Prostate Gland in Smith”s General Urology Sixteenth Edition Mc Graw Hill : Boston ; p.367-84 Purnomo, 2007. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 69-85 Raharjo, D., 1997. Pembesaran Prostat Jinak Manifestasi Klinik dan Manajemen. Jakarta : Ropansuri ; 15(1) : 37-44 Ramsey, EW., 2000. Practice patterns of Canadian Urologist in BPH and prostate cancer. Journal Urology 163: 499-502 Roehborn, Calus G, McConnell, John D., 2002. Etiology, Pathophysiology, and Naturall History of Benign Prostatic Hyperplasia. In Campbell’s Urology 8th ed W.B
Saunders : p.1297-1330 Roehrborn, CG., 2001. Guidelines for the diagnosis and treatment of benign prostatic hyperplasia: a comparative, international review. Urology 58: 642-650 Samira, I., 2011. Benign Prostat Hyperplasia. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Sarim, ES., 1987. Usaha Menurunkan Angka Bakteriuria Setelah Pemasangan Kateter Uretra Menetap dan Perawatan Terbuka dengan Pemakaian Salep Povidone Iodine.
UPF Imu Bedah FK UNPAD. Bandung : RS Hasan Sadikin Sjamsuhidajat, R., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah de jong. Ed 3. Jakarta : EGC Snell, RS., 2006. Prostat. Anatomi Klinik. Ed 6. Jakarta : EGC;p.345-50 Walsh, Patrick C, 1992. Benign Prostatic Hyperplasia. In : Campbell’s Urology. 6th ed W.B Saunders ; p.1009-1025 Weinerth, 1992. The Male Genital System in Textbook of Surgery, Pocket Companion, Edited by: Sabiston DC and Liverly HK, W.B Saunders Company : 670-680