BPH Jadi Revisi Fix.

37
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hiperplasia Prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat bersifat jinak yang disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat dan mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). BPH adalah kondisi patologis kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Smeltzer, 2002). Menurut Lewis (2011) Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang terjadi pada pria dewasa usia lebih dari 50 tahun dan membutuhkan intervensi medis. Beberapa dari pengertian mengenai Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah keadaan pembesaran kelenjar prostat jinak yang terjadi pada pria dewasa usia > 50 tahun dan dapat mengakibatkan penyumbatan aliran urin. 2.2 Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses aging (menjadi

description

bph revisi

Transcript of BPH Jadi Revisi Fix.

Page 1: BPH Jadi Revisi Fix.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Hiperplasia Prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

pembesaran progresif dari kelenjar prostat bersifat jinak yang disebabkan oleh

hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat dan mengakibatkan

penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). BPH adalah kondisi

patologis kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke

dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium

uretra (Smeltzer, 2002). Menurut Lewis (2011) Benigna Prostatic Hyperplasia

(BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang terjadi pada pria dewasa usia

lebih dari 50 tahun dan membutuhkan intervensi medis.

Beberapa dari pengertian mengenai Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

adalah keadaan pembesaran kelenjar prostat jinak yang terjadi pada pria dewasa

usia > 50 tahun dan dapat mengakibatkan penyumbatan aliran urin.

2.2 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan

peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses aging (menjadi tua).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat

adalah ( Purnomo, 2011):

a. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel kelenjar prostat. Pada berbagai penelitian

dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tiddak jauh berbeda dengan kadarnya

pada prostat normal, hanya saja aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah

reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel

prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih

banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

Page 2: BPH Jadi Revisi Fix.

4

b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar

estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron

relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan terjadinya proliferasi sel

kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel prostat terhadpa

rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan

menurunkan jumlah kematian sel prostat (apoptosis). Rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, sel-sel

prostat yang telah ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat

lebih besar.

c. Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) dalam buku Purnomo (2011) membuktikan bahwa

diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol

oleh stroma melalui suatu mediator tertentu. Setelah sel-sel stroma

mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

suatu faktor Growth Factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri secara intrakin dan autokin serta mempengaruhi sel-sel epitel secara

parakin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel

maupun sel stroma.

d. Berkurangnya kematian sel prostat

Apoptosis pada sel prosta adalah mekanisme fisiologis untuk

mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel mengalami apoptosis

dan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel

dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada

prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati

dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan

menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang

menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam

Page 3: BPH Jadi Revisi Fix.

5

menghambat proses kematian sel. Estrogen diduga mampu memperpanjang

usia sel prostat.

e. Teori sel stem

Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat

ekstensif. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada keberadaan hormon

androgen. Jika androgen menurun menyebabkan apoptosis. Ketidaktepatan

aktivitas sel stem menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel yang

berlebihan.

2.3 Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika

dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesika. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi dengan kuat

supaya dapat melawan tahanan. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan

perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula dan diventrikel buli-buli. Perubahan struktur ini

menyebabkan keluhan saluran kemih bagian bawah yang didahului gejala

prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini

dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi reflukd

vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasis prostat benigna tidak hanya

disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi

disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan

otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh saraf simpatis dari

nervus pudendus.

2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Lewis (2011) manifestasi klinis BPH terbagi menjadi 2 yaitu

gejala obstruktif dan gejala iritatif:

Page 4: BPH Jadi Revisi Fix.

6

a. Gejala obstruktif meliputi retensi urin, volume urin menurun dan harus

mengejan saat berkemih, kesulitan memulai berkemih dan urin menetes

pada akhir berkemih.

b. Gejala iritatif meliputi peningkatan frekuensi urin, urgency (kebelet),

disuria, nyeri pada kandung kemih, nokturia dan incontinensia urin.

2.5 Pemeriksaan Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik meliputi pemeriksaan rektal digital untuk mengetahui

ukuran, bentuk dan konsistensi kelenjar prostat.

2. Urinalisis untuk mengidentifikasi infeksi dan peradangan.

3. Antigen spesifik prostatic untuk mengidentifikasi adanya kanker prostat.

4. Cystoscopy untuk melihat keadaan uretra dan kandung kemih.

5. Pancaran urin (flow rate) dapat dihitung secara sederhanan yaitu

menghitung jumlah urine dibagi dengan jumlah urin dengan lamanya

miksi berlangsung.

6. Residual urine adalah jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat

dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi.

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki keluhan miksi,

meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan

fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi residu urin setelah miksi dan

mencegah progresifitas penyakit (Purnomo, 2011).

Tindakan non bedah

“watch full waiting” adalah pengobatan yang sesuai bagi banyak pasien

karena kecenderungan progresi penyakit atau terjadinya komplikasi tidak

diketahui. Pasien dipantau secara periodik terhadap keparahan gejala,

pemeriksaan fisik, laboratorium dan uji urologi diagnostik (Winkelman, 2010).

a. Obat-obatan

1. Penghambat 5 alfa reduktase

Page 5: BPH Jadi Revisi Fix.

7

Obat ini bekerja dengan cara menghambat dihidrotestosteron (DHT)

dari testosteron yang dikatalis oleh 5 alfa-reduktase di dalam sel

prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan

replikasi sel prostat menurun. Contoh obat: Finasteride (Proscar),

Dutastaride (Avodart).

2. Alfa Blocker

Obat ini bekerja untuk menurunkan tekanan uretra dan meningkatkan

aliran urin. Contoh obat: Tamsulotion (Flomax), Alfuzosin (Uroxatral),

Doxazosin (Cardura) dan Terazosin (Hytrin).

b. Kurangi aktivitas hubungan seksual.

c. Pendidikan kesehatan pada pasien:

1. Hindari alkohol, diuretik dan kafein.

2. Hindari minum obat yang dapat menyebabkan retensi urin seperti

antikolinergik, anti histamin dan dekongestan.

3. Jangan menahan urin terlalu lama.

d. Minimal Invasive Therapy

Minimal invasive terapi adalah teknik untuk mengurangi jaringan prostat.

1. Transurethral needle ablation (TUNA).

Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan

panas sampai 1000C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.

Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan

generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490

Hz. Kateter dimasukkan dalam uretra melalui sistoskopi dengan

pemberian anestesi lokal xylocaine sehingga jarum yang bterletak pada

ujung kateter terletak pada kelenjar prostat.

2. Transurethral microwave therapy (TUMT)

Pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Hz

yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam uretra.

Pemanasan 1130F (450C) menyebabkan destruksi jaringan pada zona

transisional prostat karena nekrosis koagulasi.

Page 6: BPH Jadi Revisi Fix.

8

3. Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi

karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher

buli-buli dan sebelah proximal verumontanum sehingga urin dapat

leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara

temporer atau permanen.

4. Electrovaporization Prostate

Cara electrovaporization prostat adalah sama dengan TURP, hanya

saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin

diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi

kelenjar prostat. Teknik ini aman, tidak menimbulkan perdarahan pada

saat operasi. Teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak

terlalu besar (<50gr).

Tindakan Bedah

Prosedur Pembedahan

Keuntungan Kerugian Implikasi Keperawatan

Reseksi Transuretral(TUR atau TURP)Mengangkat jaringan prostat dengan instrumen yang dimasukkan melalui uretra)

1. Menghindari insisi abdomen.

2. Lebih aman bagi pasien berisiko bedah

3. Hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat.

4. Angka morbiditas lebih rendah

5. Menimbulkan sedikit nyeri.

1. Membutuhkan dokter bedah yang ahli.

2. Obstruksi kambuhan, trauma uretral, striktur.

3. Perdarahan lama dapat terjadi.

1. Pantau terhadap hemoragi.

2. Amati gejala striktur uretra (disuria, mengejan, aliran urin lemah).

3. Pantau kejadian TURP sindrom pada saat irigasi kateter dengan aqudest. Kelebihan H2O dapat

Page 7: BPH Jadi Revisi Fix.

9

menyebabkan terjadinya hiponatremia atau gejala intoksikasi air dengan gejala pasien gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat dan bradikardi.

4. Kolaborasi dengan dokter untuk memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi dan pemberian glisin.

Pengangkatan dengan bedah terbuka: Pendekatan suprapubis

1. Secara teknis sederhana

2. Memberikan area eksplorasi yang lebih luas.

3. Memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa.

4. Memungkinkan pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit.

5. Memungkinkan pengobatan lesi

1. Membutuhkan pembedahan melalui kandung kemih.

2. Kontrol hemoragi sulit.

3. Urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis.

4. Pemulihan mungkin lama dan tidak nyaman.

1. Pantau terhadap indikasi hemoragi dan syok.

2. Lakukan perawatan aseptik yang sangat cermat pada area tuba suprapubis.

Page 8: BPH Jadi Revisi Fix.

10

Pendekatan perineal

Pendekatan Retropubis

kandung kemih yang berkaitan.

1. Memberikan pendekatan anatomis langsung

2. Memungkinkan drainase oleh bantuan gravitasi.

3. Efektif untuk terapi kanker radikal.

4. Angka mortalitas rendah.

5. Insiden syok rendah.

6. Ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, berisiko bedah buruk, pasien sangat tua.

1. Memungkinkan insisi kedalam kandung kemih.

2. Memungkinkan dokter bedah untuk melihat kontrol perdarahan.

3. Periode

1. Insiden impotensi, inkontinesia urin pascaoperatif tinggi.

2. Kemungkinan kerusakan pada rektum dan sfingter eksternal.

3. Potensial terhadap infeksi lebih besar.

1. Tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan.

2. Insiden hemoragi akibat

1. Hindari menggunakan selang rektal atau termometer dan enema setelah pembedahan.

2. Gunakan bantalan drainase untuk menyerap drainase urin yang berlebihan.

3. Berikan cincin karet busa untuk kenyamanan pasien ketika duduk.

4. Antisipasi kebocoran urin disekitar luka selama beberapa hari setelah kateter dilepaskan.

1. Pantau terhadap hemoragi.

2. Antisipasi kebocoran pasca urinari selama beberapa

Page 9: BPH Jadi Revisi Fix.

11

pemulihan lebih singkat .

4. Kerusakan sfingter kandung kemih lebih sedikit.

pleksus venosa prostat meningkat, osteitis pubis.

hari setelah mengangkat kateter.

TUR P (Reseksi Prostat Transuretra)

Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak

dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra

dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan

direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan

adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran

listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah

adalah H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga

cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremi relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR

P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera disertai, pasien akan mengalami edema otak yang

akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini

adalah sebesar 0.99 %. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP

dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades

antara adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,

dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli

selama reseksi prostat (Purnomo, 2010).

Page 10: BPH Jadi Revisi Fix.

12

2.7 Derajat Benigna Prostat Hyperplasia

Benigna Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat dengan gangguan

klinisnya:

1) Derajat 1

Keluhan protatisme, ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa

urine < 50 cc, pancaran lemah, berat kurang lebih 20 gram.

Penatalaksanaan belum memerlukan tindakan bedah. Diberikan

pengobatan konservatif misalnya penghambat adrenoreseptor alfa

seperti alfa-zosin, prazosin, terazosin dan tamsulosin. Pengambat

adrenoreseptor alfa memiliki efek positif segera terhadap keluhan

tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun.

2) Derajat 2

Keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nokturia bertambah

berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang,

prostat lebih menonjol, batas atasnya masih teraba, sisa urin 50 –

100 cc dan beratnya kurang lebih 20 – 40 gram. Dilakukan

pembedahan, dianjurkan reseksi endoskopk melalui uretra (trans

urethral resection, TUR).

3) Derajat 3

Gangguan lebih berat dari derjat 2, batas sudah tidak teraba, sisa

urine > 100cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm dan beratnya 40 gram.

Dilakukan reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah

yang cukup berpengalaman. Pembedahan terbuka dapat dilakukan

melalui transvesikal, retropubik atau peritoneal.

4) Derajat 4

Inkontenensia dan retensi urin total, prostat lebih menonjol dari 4

cm, ada penyulit ke ginjal seperti gagal ginjal, hidronefrosis.

Tindakan pertama adalah membebaskan penderita dari retensi urin

total dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis,

kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka

(Sjamsuhidajat, 2011).

Page 11: BPH Jadi Revisi Fix.

13

BAB III

PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas.

BPH terjadi pada pada pria dewasa usia lebih dari 50 tahun dan

membutuhkan intervensi medis.

2. Riwayat Keperawatan.

a. Keluhan Utama.

Gangguan berkemih

b. Riwayat Penyakit Sekarang.

Hesistensi (mengejan untuk memulai berkemih), pancaran urin

melemah, miksi tidak puas, miksi menetes, peningkatan frekuensi

berkemih, nokturia, rasa sakit sewaktu berkemih.

c.  Riwayat Penyakit Dahulu.

Peningkatan kadar dehidrotestosteron dan proses aging (menjadi

tua).

3. Pemeriksaan fisik (Review of System)

a. Sistem Pernapasan. (B1)

Frekuensi pernapasan meningkat (nyeri).

b. Sistem Kardiovaskuler (B2)

Takikardia dan hipertensi (nyeri), anemia (hematuria), hipertermia

(ISK).

c. Sistem Neurologi (B3)

Dalam batas normal

d. Sistem Bladder. (B4)

Distensi kandung kemih, hesistensi, pancaran urin melemah, urin

menetes, peningkatan frekuensi berkemihm urgensi, nokturia dan

disuria, teknik bimanual untuk mengetahui hidronefrosis dan

Page 12: BPH Jadi Revisi Fix.

14

pyelonefrosis, rektal touch untuk menentukan konsistenasi sistem

persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

e. Sistem Pencernaan (B5)

Bising usus dalam batas normal, perkusi timpani dan tidak ada

nyeri tekan.

f. Sistem Muskuloskeletal (B6)

Akral dingin (nyeri), kelemahan/ keletihan.

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan

Pra bedah

a) Gangguan eliminasi urine : retensi urine berhubungan dengan vesika

urinaria tidak berespon, abstruksi anatomis

b) Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi

c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi vesika

urinarius

d) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

(kerusakan kandung kemih)

Post bedah

a) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi aliran urin

akibat pembentukan clothing.

b) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan invasive

c) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan kebocoran urine setelah

pengangkatan kateter.

2. Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan eliminasi urine : retensi urine berhubungan dengan vesika

urinaria tidak berespon, abstruksi anatomis

Intervensi:

a. Pantau asupan dan haluaran pasien

R/ Pengukuran asupan dan haluaran yang akurat sangat penting untuk

terapi penggantian cairan secara benar.

Page 13: BPH Jadi Revisi Fix.

15

b. Pantau pola bekemih pasien

R/ Catatan waktu, tempat, jumlah dan kesadaran berkemih pasien

diperlukan untuk menetapkan pola

c. Bantu pasien dalam melakukan prosedur eliminasi kandung kemih

yang diprogramkan seperti berikut: teknik berkemih, kateterisasi

intermiten, kateter menetap, kateter suprapubik

d. Dorong asupan cairan yang banyak (2500ml/hari) kecuali jika

dikontraindikasikan

e. Lakukan kateterisasi jika pasien tidak dapat berkemih secara spontan

R/ Mencegah distensi abdomen yang berlebih

f. Berikan obat sesuai program

R/ Membantu menurunkan intensitas nyeri yaitu dengan mengurangi

ketegangan akibat ansietas.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi vesika

urinarius

a. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien (lokasi, intensitas, durasi dan

karakteristik nyeri)

R/ Pengkajian berkelanjutan membantu menyakinkan bahwa

penanganan dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam mengurangi

nyeri.

b. Duduk berendam dalam air hangat (sitz baths ), dan beri kompres air

hangat pada perineum

R/ Memberikan rangsangan hangat untuk melemaskan sfingter

c. Ciptakan lingkungan yang kondusif

R/ Memberikan ketenangan dan menurunkan kekewatiran dalam

berkemih

d. Atur periode istirahat tanpa terganggu

R/ Tindakan ini meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan

peningkatan tingkat energi, yang penting untuk mengurangi nyeri

e. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman

Page 14: BPH Jadi Revisi Fix.

16

R/ Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan

mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh

f. Berikan obat yang dianjurkan sesuai indikasi

R/ Untuk meyakinkan pengurangan nyeri yang adekuat

3. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi

a. Ukur suhu tubuh pasien setiap 4 jam atau lebih sering

R/ Mengevaluasi keefektifan intervensi

b. Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter

R/ Menurunkan demam

c. Beri kompres hangat

R/ Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan suhu tubuh

d. Pantau dan catat perubahan denyut nadi, tekanan vena sentral, RR,

tensi

R/ Mengindikasikan hipovolemik yang mengarah pada penurunan

perfusi jaringan

e. Anjurkan pasien untuk banyak minum jika tidak

dikontraindikasikan

R/ Memfaasilitasdi hidrasi yang adekuat

4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kerusakan

kandung kemih)

Hasil yang diharapkan:

- Pasien melaporkan perasaan cemas dan mengindikasi penyebab-

penyebabnya

- Pasien menggambarkan aktivitas yang menurunkan perilaku

kecemasan

- Pasien mempraktikkan teknik relaksasi progresif dua kali setiap hari

- Pasien mengerti penyebab dari ansietasnya

Intervensi:

a. Beri dorongan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaan

Page 15: BPH Jadi Revisi Fix.

17

R/ Untuk menciptakan iklim yang tenang dan terapeutik.

b. Secara seksama, perhatikan kebutuhan fisik pasien

R/ berikan makanan bergizi dan tingkatkan kualitas tidur disertai

langkah-langkah yang memberikan rasa nyaman untuk menciptakan

rasa nyaman dan meyakinkan pasien bahwa kebutuhannya akan

terpenuhi.

c. Berikan obat sesuai yang diresepkan

R/ Untuk membantu pasien rileks selama periode ansietas berat

d. Dengarkan dengan penuh perhatian. Kaji pengetahuan pasien

mengenai situasi yang dialaminya dan beri dorongan kepada pasien

R/ Untuk mendiskusikan alasan-alasan munculnya ansietas, sehingga

dapat membantu pasien mengidentifikasi perilaku kecemasan dan

menyadarkan penyebabnya.

e. Berikan penjelasan yang benar kepada pasien tentang semua tindakan

R/ Untuk menghindari terlalu banyaknya imformasi

3.3 Intervensi Perawatan Prabedah dan Post bedah

Perawatan Prabedah

1. Hindari minum alkohol dan kopi dapat meningkatkan gejala prostst karena

efek diuretik yang meningkatkan kejadian distensi bladder.

2. Sarankan pasien dengan gejala obstruksi untuk kencing setiap 2-3 jam saat

muncul keluhan tidak dapat menahan kencing setelah timbul sensasi ingin

kencing untuk mengurangi kejadian statis urin dan retensi urin akut.

3. Aliran urin harus dilancarkan sebelum tindakan bedah dengan dipasang

kateter urin.

4. Infeksi saluran kemih harus segera diobati sebelum dilakukan

pembedahan. Beri intake cairan 2-3L/ hari sesuai indikasi.

5. Pasien harus dipersiapkan dampak pembedahan pada fungsi sexual. Beri

kesempatan pasien dan pasangannnya untuk memutuskan kesepakatan.

Perawatan Post bedah

Page 16: BPH Jadi Revisi Fix.

18

Rencana perawatan harus berdasarkan tipe pembedahan, alasanya

pembedahan dan respon pasien terhadap pembedahan.

1. Irigasi kateter secara terus-menerus dan intermitten pada 24 jam post

operasi sampai tidak terbentuk clot pada aliran dari bladder. Observasi

masukan dan pengeluaran irigasi. Pemberian cairan irigasi secara terus-

menerus sampai aliran drain warna merah muda tanpa clot.

2. Cloting darah normal muncul pada 24-36 jam pertama post operasi tetapi

jika urin berwarna merah dapat diindikasikan perdarahan.

3. Kateter disambungkan pada sistem drain tertutup, akumulasi sekret sekitar

meatus dibersihkan dengan sabun dan air.

4. Spasme bladder terjadi akibat iritasi pemasangan kateter atau clot yang

menyumbat kateter. Jika terjadi spasme bladder akibat clot pada kateter,

hilangkan clot dengan irigasi kateter sehingga aliran urin lancar. Beri

belladona dan opium supositoria untuk mengurangi nyeri dan spasme.

5. Tonus otot spingter akan menurun setelah pelepasan kateter urin dan

mengakibatkan incontinensia urin atau urin menetes. Fungsi tonus otot

spingter dapat ditingkatkan dengan kegel exercise. Kontinence meningkat

selama 12 bulan.

6. Observasi tanda-tanda infeksi post operasi: observasi luka operasi meliputi

kemeraham, keadaan lupa, nyeri dan drain purulen. Manipulasi rektal

meliputi temperatur rektal dan enema harus dihindari (kecuali pemberian

lubrikasi pada belladona dan opium supositoria).

7. Intervensi diet: beri diet yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi.

8. Aktivitas yang dapat menigkatkan tekanan abdominal meliputi duduk,

berjalan dan mengejan saat BAB harus dihindari.

3.4 Discharge Planning dan Perawatan dirumah

1. Ajarkan pasien: perawatan kateter, managemen incontinensia urin,

pertahankan minum 2-3 L/hari, observasi tanda dan gejala infeksi saluran

kemih dan luka, hindari kejadian konstipasi, hindari mengangkat benda

berat > 4,5 kg dan hindari menyetir dan berhubungan seksual.

Page 17: BPH Jadi Revisi Fix.

19

2. Banyak kejadian ejakulasi retrograde karen trauma spingter interna. Cairan

semen masuk ke dalam bladder saat orgasme sehingga urin berkabut saat

berkemih setelah orgasme. Diskusikan perubahan ini dengan pasien dan

pasangannya dan ijinkan untuk bertanya serta mengekspresikan pikiran

mereka.

3. Konseling seksual dan terapi dibutuhkan pada kasus difungsi ereksi baik

kronik dan masalah permanen.

4. Fungsi bladder kembali normal selama 2 bulan. Pasien diinstruksikan

untuk minum 2 L perhari dan kencing setiap 2-3 jam untuk mengeluarkan

urin. Batasi konsumsi kafein, alkohol dan jus jeruk karena dapat

mengiritasi bladder.

5. Pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi

untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3

bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.

Page 18: BPH Jadi Revisi Fix.

20

BAB IV

KEGEL EXERCISE

4.1 Defenisi

Suatu tindakan untuk memperkuat dan melatih otot levator anus dan otot

urogenital untuk melakukan kontraksi secara berulang untuk mengurangi

inkontinensia (stres, urge atau campuran) (Dochterman & Bulechek, 2000).

4.2 Anatomi Fisiologi

Otot panggul atau Pubo Coccygea Muscles ( PC ) merupakan otot yang

melekat pada tulang – tulang panggul seperti ayunan dan berperan menggerakan

organ - organ panggul yaitu rahim, Kandung kemih, dan Usus.

4.3 Tujuan

Melatih kekuatan otot dasar panggul dalam berkontraksi untuk dapat

menahan kemih

4.4 Manfaat

1. Memperbaiki resistensi uretra dan pengendalian urinarius.

2. Meningkatkan tekanan mekanik pada uretra sehingga memperbaiki fungsi

sfingter uretra.

3. Menyanggah organ-organ pelvis sehingga mampu mencegah desensus

buli-buli uretra.

4. Mencegah ngompol saat bersin atau batuk.

5. Meringankan atau menyembuhkan inkontinensia stres.

4.5 Yang perlu diperhatikan saat melakukan latihan kegel

1. Pasien dilatih belajar cara melakukan atau mengenal kontraksi otot dasar

panggul dengan cara mencoba menghentikan aliran urin (melakukan kontraksi

otot-otot pelvis) kemudian mengeluarkan urin melalui relaksasi otot sfingter.

Page 19: BPH Jadi Revisi Fix.

21

2. Instruksikan pasien untuk menarik kedalam otot-otot sfingter ani seperti ketika

menahan urin atau defekasi tanpa mengkontraksikan otot-otot abdomen,

bokonh atau paha bagian dalam.

3. Jangan menahan napas saat melakukan latihan agar tubuh dan otot tetap

menerima pasokan O2.

4. Jangan melakukan latihan kegel pada saat berkemih secara rutin, yaitu dengan

menghentikan aliran urin dan mengeluarkan saat di kamar mandi, karena

tindakan ini dapat menyebabkan kandung kemih tidak benar – benar kosong,

akibatnya dapat terjadi ISK (Smeltzer, 2001).

4.6 Cara melakukan kegel exercise

Sebelum melakukan latihan kegel, harus memastikan menggunakan otot yang

benar. Ada beberapa cara untuk menentukan otot panggul yang digunakan dalam

latihan kegel, yaitu:

1. Instruksikan pasien untuk menarik kedalam otot-otot sfingter ani seperti

ketika menahan urin atau defekasi tetapi tanpa mengkontraksikan otot-otot

abdomen, bokong atau paha bagian dalam.

2. Instruksikan pasien untuk melakukan kontraksi dasar panggul (seolah-olah

menahan urin) secara bertahap 5, 10 dan 15 detik sebanyak 10-20x

kontraksi, diikuti relaksasi 10 detik.

3. Anjurkan pasien melakukan latihan ini 30-100x/menit. Tiap latihan tidak

boleh > 25x kontraksi (Smeltzer, 2001).

4.7 Cara berlatih kegel

1. Minta klien mencoba mengencangkan sfingter uretra saat berkemih untuk

merasakan sensasi yang berhubungan dengan kontraksi sfingter uretra.

2. Ajarakan latihan panggul secara progresif (latihan kegel).

3. Berikan instruksi tertulis/ bantuan audio untuk mengajarkan teknik dengan

lebih jelas.

4. Minta klien untuk duduk atau berdiri tanpa meregangkan otot kaki,

bokong atau abdomen:

a. Minta kline mengkontraksikan dan merelaksikan sfingter uretra dan

anus selama 3-4 detik dan ulangi dengan cepat.

Page 20: BPH Jadi Revisi Fix.

22

b. Minta klien mengulangi siklus ini sebanyak 10x, 5x sehari dengan

istirahat selama 30 detik secara bertahap, tingkatkan menjadi 3 set

dengan masing-masing set sebanyak 5 kontraksi selama 10 detik

dengan istirahat selama 10 detik. Lakukan istirahat antar set selama 30

detik.

c. Untuk pemeliharaan, minta klien melakukan latihan sebanyak 1-2x

seminggu. Klien harus mengontraksikan otot pelvis dan sfingter

sebelum bersin, batuk atau mengangkat benda.

d. Pertahankan kekuatan optimal melalui latihan kontraksi yang kuat.

5. Ajarkan dan awasi penggunaan pencacatan miksi (Potter, 2010).

Catatan :

Latihan kegel dengan menahan air seni, disarankanhanya dilakukan

pada saat awal berlatih, gunanya untuk menemukan letak otot PC.

Setelah itu sebaiknya jangan dilakukan lagi karena akan mengganggu

pola kencing.

4.8 Efek :

1. Menurt kozier (1995), latihan kegel yang dilakukan lansia secara rutin

dapat menguatkan otot – otot Pulbo coccygeal (PC) yang menyangga

kandung kemih dan sfingter uretra serta meningkatkan kemampuan

untuk memulai dan menghentikan laju urin. Latihan yang dilakukan

lansia (latihan kegel) dapat meningkatkan aliran darah keginjal,

meningkatkan efisiensi pengeluaran sisa metabolisme tubuh dan

meningkatkan tonus otot kandung kemih.

2. Latihan kandung kemih merupakan suatu upaya untuk mengurangi atau

mencegah timbulnya gangguan pemenuhan eliminasi urine. Menurut

Guyton dan Hall (1997), mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus

otot polos dinding kandung kemih sebagai dampak dari latihan. Latihan

kegel dapat menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivasi

dari kimiawi, neuromuskuler, dan muskuler. Otot polos kandung kemih

(muskulus destrusor) mengandung filament aktin dan myasin yang

mempunyai sifat kimiawi dan saling berinteraksi.

Page 21: BPH Jadi Revisi Fix.

23

3. Proses interaksi diaktifkan oleh ion kalsium dan adenotri fosfat (ATP)

selanjutnya dipecah menjadi Adenodifosfat (AD) untuk memberikan

energy bagi kontraksi muskulus destrusor kandung kemih, rangsangan

melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat saraf

otot polos kandung kemih, terutama saraf parasimpatik yang

merangsang produksi acetilkolin sehingga mengakibatkan terjadinya

kontraksi. Mekanis memelalui muskulus, terutama otot polos kandung

kemih akan meningkatkan metabolism mitokondria untuk menghasilkan

ATP yang dimanfaatkan otot polos kandung kemih sehingga untuk

kontraksi dan meningkatkantonus otot polos kandung kemih.

Page 22: BPH Jadi Revisi Fix.

24

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menurut Lewis (2011) Benigna Prostatic hyperplasia (BPH) adalah

pembesaran kelenjar prostat yang terjadi pada pria dewasa usia lebih dari 50 tahun

dan membutuhkan intervensi medis. Jadi kesimpulannya adalah keadaan

pembesaran kelenjar prostat jinak yang terjadi pada pria dewasa usia lebih dari 50

tahun dan dapat melibatkan penyumbatan aliran urin.

Penyebab BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi

hipotesis menyebutkan ada erat kaitanya dengan peningkatan kadar di

hidrotestosteron (DHT), proses aging (menjadi tua). Adapun beberapa hipotesis

yang diduga penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah : teori di

hidrotestosteron, ketidakseimbangan antara estrogen - testosteron, interaksi

stroma - epitel, berkurangnya kematian sel prostat dan teori sel stem. (Purnomo,

2011)

Menurut Lewis (2011) gejala BPH dibagi 2 yaitu gejala obstruktif yang

meliputi retensi urin, volume urin menurun, harus mengejan saat berkemih,

kesulitan memulai berkemih, dan urin menetes pada akhir berkemih sedangkan

gejala iritatif meliputi peningkatan frekwensi urin, urgensi (kebelet), dysuria,

incontinensia urin. BPH dibagi dalam 4 derajat yaitu : derajat satu ditemukan

penonjolan prostat 1 - 2 cm dan berat 20 gram, derajat dua prostat lebih

menonjol dengan berat 20 - 40 gram, derajat tiga penonjolan prostat 3 - 4 cm

dan beratnya 40 gram, dan derajat empat prostat lebih menonjol dari 4 cm dan ada

penyulit ke ginjal. BPH dapat menyebabkan komplikasi seperti :Retensi urine,

hidroureter, dan gagal ginjal.

Kegel Exercise adalah suatu bentuk kekuatan fisik yang memberikan

pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan

dengan tepat dan terarah . Kegel Exercise bermanfaat untuk meningkatkan tonus

otot KK, meningkatkan kekuatan otot dasar panggul serta sfingter uretra,

memperpanjang interval waktu berkemih, untuk melahirkan dan seksual. ( DEP

KES, 1994 )

Page 23: BPH Jadi Revisi Fix.

25

5.2 Saran

1. Untuk perawat

Perawat diharapkan mengetahui secra teoritis tentang BPH agar dapat

mengaplikasikannya dalam perawatan kepada pasien Benigna Prostat

Hyperplasia secra holistic.

Page 24: BPH Jadi Revisi Fix.

26

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC) Fourth Edition. Philadhelpia: Mosby Inc.

Doengoes, M.E,dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Lewis . 2011. Medical Surgical Nursing Eight Edition. Canada: Elsevier Mosby

Muttaqin, Arief. 2011. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Perry. 2010. Clinical nursing Skill & Techniques. Washington: Mosby Elsevier.

Pierce Grace and Neil Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah : Edisi Bahasa Indonesia. Surabaya : Penerbit Erlangga.

Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang: Sagung Seto

Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.Sustrani, Lanny, dkk. 2004. Prostat. Jakarta : GramediaPustakaUtama.

Taylor, Cynthia. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC

Winkelman. 2010. Medical Surgical Nursing Patient Centered Collaborative Care. Canada: Saunder Elsivier

Witkinson, Judith. 2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Zaslau, Stanley. 2010. SOAP untuk Urologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Page 25: BPH Jadi Revisi Fix.

27