BP

15
 BRONKOPNEUMONIA Oleh : Rolan Harabiti  NPM 09700284 Pembimbing : dr. Trijuni Andiharti, Sp. A ILMU PENY A KIT ANAK RSUD BANGIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAY A !"# KATA PENGANTAR 

description

rolan

Transcript of BP

BAB II

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Rolan Harabiti

NPM 09700284

Pembimbing :

dr. Trijuni Andiharti, Sp. A

ILMU PENYAKIT ANAK RSUD BANGIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2014KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bronkopneumonia dengan lancar.Tanpa bantuan dari Tuhan Yang MahaEsa maka tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadasemua pihak yang telah terlibat alam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang menyangkut makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Penulis

DAFTAR ISIHalaman juduli

Kata pengantarii

Daftar isi iiBAB 1 PENDAHULUAN1

1.1 Pendahuluan1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA3

2.1 Definisi3

2.2 Insiden3

2.3 Etiologi3

2.4 Patogenesis4

2.5 Gambaran Klinis5

2.6 Pemeriksaan Penunjang6

2.7 Diagnosis7

2.8 Diagnosis Banding9

2.9 Penatalaksanaan12.10 Komplikasi12.11 Prognosa12.12 Pencegahan1DAFTAR PUSTAKA0BAB I

PENDAHULUAN1.1 PENDAHULUANBronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,di Negara berkembang infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Gambaran klinis pada bronkopneumoni ini harus dapat dibedakan dengan gambaran klinis Bronkiolitis,Aspirasi pneumonia,Tb paru primer, sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara tepat.BAB II

TINJAUAN TEORI2.1. DefinisiBronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).Bronkopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.2.2. EpidemiologiInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.2.3 EtiologiPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah : Faktor Infeksi Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi :Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. Pada anak-anak :Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSPOrganisme atipikal : Mycoplasma pneumoniaBakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Pada anak besar dewasa muda :Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatisBakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis. Faktor Non Infeksi.Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.2.4 PatogenesisDalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari udara aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.d. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.2.5 Gambaran KlinisBronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.2.6 Pemeriksaan Penunjanga. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurunc. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.g. Pemeriksaan serologi : titer virus atau legionella, aglutinin dingin.h. LED : meningkati. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.j. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendahk. Bilirubin : mungkin meningkatl. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)2.7 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. Bukan bronkopenumonia :Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. Deteksi antigen bakteri2.8 Diagnosa Banding Bronkiolitis Aspirasi pneumonia Tb paru primer2.9Penatalaksanaan Indikasi MRS

1. Ada kesukaran nafas, toksis

2. Sianosis

3. Umur 5 tahun

Penyebab Streptococcus pneumoniae

- staphylococcus

Enterobacteriace (E.colli, Klebsiella, enterobachter) Streptococcus pneumoniae

Staphylococcus

haemophilus influenzae Streptococcus pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae

Antibiotik Cloxacilline IV dan Aminoglikosida (gentamycine, netromycine, amikacyne) IV/IM atau Ampiciline iv dan aminoglikosida atau Cephalosporin gen 3 IV (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidime, cefuroxime) atau Meropenem IV dan aminoglikosida iv/im Ampicillin iv dan chloramphenicol iv atau Ampicillin dan cloxacillin iv atau Cephalosporin gen 3 IV (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidime, cefuroxime) atau Meropenem IV dan aminoglikosida iv/im Ampicillin iv atau Erithromycine po atau Chlanitromycine po atau Azythromycine po atau Cotrimoxazole po atau Cephalosporin oral (cefuxime, cefachlor)

Tabel : antibiotik berdasarkan kelompok usia2.10 Komplikasi Otitis media Bronkiektase Abses paru Empiema

2.11 PrognosisSembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.2.12 PencegahanPenyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:1. Vaksinasi Pneumokokus2. Vaksinasi H. influenza3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.DAFTAR PUSTAKAMadhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization. 2008;86:36572Mardijanis, Said. 2001. Sari pediatric. Pneumonia Atipic pada anak. Sari pediatric. Vol.3, No.3, desember 2001;141-146Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara Kesehatan. 2011;15(2):58-64Price sylvia Anderson (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa: Peter anugerah. Jakarta. EGC.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. 2010;11:1228-33

Suyono,(2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi III. Jakarta: balai penerbit FKUI.Wirjodiardjo M, Sigarlaki JM, Said M, Boediman I, Rahajoe NN, Rahajoe N. Mycoplasma pneumonia sebagai penyebab infeksi saluran napas akut (ISNA) pada anak. MKI, 1988; 38:516-24.