Referat BP 1

30
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisai bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok). 1

description

koas anak

Transcript of Referat BP 1

Page 1: Referat BP 1

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya

disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau

kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem

pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak

di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak

diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional

(SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan

oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia

yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,

tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens

kolonisai bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi

industri atau asap rokok).

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan

respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai

penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae

dan Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau

bahkan anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor

imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru,

anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada

berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya

organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya

organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya

bronkopneumonia.

1

Page 2: Referat BP 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli

kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan

histologis terdapat reaksi inflamasi dan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,

klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab bronkopneumonia.

Bronkopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari

parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-

bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing.

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.

Bronkopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang lama,

tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat .

Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1) Pneumonia lobaris

2) Pneumonia interstisial

3) Bronkopneumonia.

Gambar 1, jenis-jenis pneumonia

2

Page 3: Referat BP 1

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai

alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-

paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat.

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak

di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak

diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional

(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh

penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia

yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,

tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens

kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi

industri atau asap rokok).

2.2 ETIOLOGI

3

Page 4: Referat BP 1

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus, bakteri,

jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh: aspirasi makanan dan asam lambung,

benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation induced

pneumonitis. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan

dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan

strategi pengobatan.

Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang

berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber

infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus

group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus

pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses

persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat

terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes

simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh

infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga

ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping

bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia

anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan

bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah

Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang

terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan

Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi

infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.

Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data

di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.

4

Page 5: Referat BP 1

c Etiologi yang Sering Etiologi yang JarangLahir-20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerobStreptococcus group B Streptococcus group DListeria moonocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniaeUreaplasma urealyticumVirusVirus SitomegaloVirus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BVirus Moraxella catharalisVirus Adeno Staphylococcus aureusVirus Influenza Ureaplasma urealyticumVirus Parainflueza 1,2,3 VirusRespiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Neisseria meningitidisVirus Staphylococcus aureusVirus Adeno VirusVirus Influenza Virus Varisela-ZosterVirus ParainfluenzaVirus RinoRespiratory Syncytial virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang5 tahun-remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzaeMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VirusVirus AdenoVirus Epstein-BarrVirus InfluenzaVirus ParainfluenzaVirus RinoRespiratory Syncytial virusVirus Varisela-Zoster

Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-

365.

2.3 PATOGENESIS

5

Page 6: Referat BP 1

Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang

menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan

jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia,

melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian

ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola

mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit

kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan

perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenesis kuman akibat adanya

berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta

berbagai bakteri gram negatif.

Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.

pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini meningi

merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan

reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan

reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negatif. Sumber basil gram negatif

dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.

Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat

terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada

pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya

adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada

yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.

Usia merupakan prediktor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme

penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada

bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun,

M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M.

catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering

didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia.

Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan

imunisupresi disertai lekopeni.

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasofaring dan bersifat

asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan

Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika

Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.

Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan

6

Page 7: Referat BP 1

invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus

ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan

reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium

ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

7

Page 8: Referat BP 1

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang

cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi

pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau

penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat

sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam

keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat,

tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya

mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,

8

Page 9: Referat BP 1

mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan

menimbulkan penyakit.

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

Filtrasi partikel di hidung

Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar

Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

Drainase melalui sistem limfatik.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga

sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi

komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis

pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang

luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur

diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,

tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

- Gambaran infeksi umum :

Demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC

Sakit kepala

Gelisah

Malaise

Penurunan nafsu makan

Keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare

Kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

- Gambaran gangguan respiratori:

Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif

Sesak nafas

Retraksi dada

Takipnea

Napas cuping hidung

9

Page 10: Referat BP 1

Penggunaan otat pernafasan tambahan

Air hunger

Merintih

Sianosis

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk

berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti

vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup

pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi

pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu

terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan /atau serologis

merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah

karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia

pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem

respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah

demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas

cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk

Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara

berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan

berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan

menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai

dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas

(retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada

anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,

mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan

pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahunPneumonia berat

10

Page 11: Referat BP 1

bila ada sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia bila tidak ada sesak napas ada napas cepat dengan laju napas

o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahuno > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oralBukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah

terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok

usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.

Bayi di bawah 2 bulanPneumonia

bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat

dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:

1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat

saja, dimana napas cepat adalah:

a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal

berikut ini:

a. kepala terangguk – angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat

11

Page 12: Referat BP 1

o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit

o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit

Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda

Pada auskultasi terdengar

o crackles ( ronki )

o suara pernapasan menurun

o suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

kejang, letargi, atau tidak sadar

sianosis

distress pernapasan berat

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam

batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan

leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan predominan PMN.

Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat

hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan

bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia

pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan

eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL,

dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang

terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat.

Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema.

Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara infeksi

virus dan infeksi bakteri secara pasti.

C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon

infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,

12

Page 13: Referat BP 1

terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat

mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara

klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi

dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan

profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi

bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.

Uji Serologis

Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam

mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1

Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan

bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang

berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan

pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia

sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.

Analisa Gas Darah

Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis

untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan,

misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan

dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada

gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering

memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien

dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan

foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau

untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya disebabkan oleh

13

Page 14: Referat BP 1

virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy consolidation karena

atelektasis

Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau

terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas

yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round

pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus atau bakteri lain.

Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer

paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu

paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan

pneumonia pada anak terbanyak di paru kanan, terutama lobus atas. Bila

ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut

merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko

terjadinya pleuritis lebih meningkat.

Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan

etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi

cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen

atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh

bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan

pneumoatokel dengan berbagai ukuran.

14

Page 15: Referat BP 1

Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa

kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain

itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, inflitrat

interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau

subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala

klinis. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan

gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh

infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground –

glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation.

2.8 KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah

ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

b. panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,

dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

2.9 DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia lobaris

Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi

kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak

nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak

lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi

pada satu atau beberapa lobus.

2. Bronkioloitis

Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung,

retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada

auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah menggambarkan

asidosis respiratotik ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing

15

Page 16: Referat BP 1

Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing atau suara

pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.

4. Tuberkulosis

Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( > 10 mm

atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3

minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun,

pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan

tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan

menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang

seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,

takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser

dan letak diafragma mungkin meninggi.

2.10 PENATALAKSANAAN 2,6

Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

Penatalaksanaan khusus

- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung

- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka

resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

16

Page 17: Referat BP 1

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam

pertama) menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai

hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan

kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya

penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak

efektif)

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah

empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada

yang mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada

17

Page 18: Referat BP 1

perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).

Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.

Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel

kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri

pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,

maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,

ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

2.12 PROGNOSIS 1,3

Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa

lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein dan

datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah

lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis,

maka malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar

dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.

2.14 PENCEGAHAN

Primer

Memberikan imunisasi

Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal

sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

Mengurangi kepadatan hunian rumah

Sekunder

Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik

benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.

Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.

Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam

Tersier

Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.

Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung

Berikan anak cairan tambahan untuk minum.

18

Page 19: Referat BP 1

Tingkatkan pemberian ASI

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Referat BP 1

1. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7

2. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi 3rd

Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8

3. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.

4. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS,

et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI. 2004. hal. 351 - 354.

5. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia

Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.

6. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000.

Hal. 74 – 92

7. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th

ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810

8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007

9. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta:

World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113

20