Lapkas BP+Gikur

download Lapkas BP+Gikur

of 26

description

pediatri

Transcript of Lapkas BP+Gikur

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.1 Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak-bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak-anak.2Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju.1,3 Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, pneumonia termasuk salah satu dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit. Cakupan penemuan pneumonia pada balita tahun 2013 sebesar 24,46% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 571.547 kasus.4Anak dengan pneumonia bisa menunjukkan berbagai gejala tergantung dari umur dan penyebab infeksinya. Pneumonia bakterial biasanya menyebabkan sakit yang parah pada anak dengan adanya demam tinggi dan pernapasan yang cepat. Sedangkan pada infeksi virus, biasanya gejalannya muncul secara bertahap dan bisa menjadi semakin buruk seiring berjalannya waktu.5Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) merupakan bakteri patogen yang paling umum didapatkan pada pneumonia, diikuti oleh Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama penderita dirawat inap dan kematian oleh karena pneumonia pada anak-anak di negara berkembang. Pada virus pernapasan, virus parainfluensa, Rhinovirus dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan patogen utama, khususnya pada anak dibawah 3 tahun.1,3,18Malnutrisi adalah penyebab utama angka morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang pada 5 tahun pertama kehidupannya. Hal ini biasanya terjadi pada anak balita antara 6 bulan sampai 2 tahun dan dihubungkan dengan pengenalan terhadap makanan tambahan, kurangnya asupan protein, dan sering terjadi infeksi. Hampir sepertiga jumlahnya mengarah kegangguan gizi.7Pneumonia umumnya terdapat pada anak-anak yang kekurangan gizi dan sering dihubungkan dengan hasil yang fatal, khususnya pada anak-anak yang berumur dibawah 24 bulan. Beberapa studi secara konsisten melaporkan adanya peningkatan resiko kematian sebesar 2 sampai 3 kali lipat pada kasus-kasus pneumonia yang dihubungkan dengan malnutrisi. Oleh karena itu pneumonia dan malnutrisi merupakan dua pembunuh terbesar di penyakit anak.8

LAPORAN KASUS

Nama: FWJenis kelamin: Laki-lakiTanggal lahir/umur: 1 Februari 2013 / 2 1/12 tahunLahir di: RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Berat waktu lahir: 3150 gramPanjang Badan: 50 cmPartus/oleh: DokterKebangsaan : IndonesiaSuku bangsa: MinahasaNama ibu/umur: Ny. FS / 26 tahunPerkawinan IPekerjaan ibu: Ibu Rumah TanggaPendidikan ibu: SMANama ayah/umur: Tn. DW/ 36 tahunPerkawinan IPekerjaan ayah: PetaniPendidikan ayah: SMAAlamat : Desa Mokupa TanawangkoTanggal MRS: 29 Maret 2015 Jam 02.00 WITA

Anamnesis diberikan oleh Ibu penderitaAnak ke-2 dari 2 bersaudara, anak kandung Anakumurketerangan1. 4 tahunsehat2. 2 1/12 tahun PenderitaFamily Tree

AnamnesisKeluhan Utama: Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Demam sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakitPenderita dibawa oleh ibu dan ayah ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak disertai dengan kebiruan pada bibir dan lidah. Penderita juga mengalami demam sejak 10 jam sebelum masuk demam dirasakan tinggi dengan perabaan, penderita minum obat panas tapi panas tidak turun, tidak ada bintik merah, tidak ada perdarahan dari hidung maupun gusi. Penderita mengalami batuk berlendir sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, batuk semakin menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan/minum penderita menurun sejak sakit. Ayah penderita adalah seorang perokok. BAB dan BAK normal

Anamnesis antenatal :ANC teratur sebanyak 9 kali di PuskesmasSuntikan TT 2 kali.Selama hamil ibu penderita sehat

Penyakit yang pernah dialami :Morbili: -Varicella: -Pertussis: -Diarrhea: +Cacing: -Batuk/Pilek: +

Kepandaian/kemajuan bayi:Pertama kali membalik5bulan tengkurap5bulan duduk8bulan merangkak9bulan berdiri10bulan berjalan12bulan tertawa4bulan berceloteh7bulan memanggil mama12bulan memanggil papa12bulan

Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang:ASI: -PASI: lahir 2 tahunBubur susu: 7 bulanBubur saring: 8 bulanBubur lunak: 11 bulan 2 tahunNasi: 2 tahun sekarang

Riwayat ImunisasiDASARLANJUTAN

IIIIIIIVIIIIII

BCG+

POLIO+++

DTP+++

CAMPAK+

HEPATITIS B+++

Anamnesis Keluarga:1. Riwayat keluargaDalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.2. Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan, dan lingkunganPenderita tinggal bersama orang tua di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton, berlantai semen, jumlah kamar ada 2 buah, dihuni oleh 2 orang dewasa dan 2 orang anak. WC/KM terdapat di dalam rumah. Sumber air minum dari air mineral kemasan. Sumber listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang di tempat pembuangan sampah.

Pemeriksaan fisik:Umur : 2 tahun 1 bulanBerat Badan : 9 kgTinggi Badan : 82 cmKeadaan umum : tampak sakit Gizi : kurangSianosis : (-)Anemia : (-)Ikterus : (-)Kejang : (-)T: 90/60 mmHgN: 124 x/menitRR: 48 x/menitSB: 39 C Kulit :Warna : sawo matangEfloresensi: (-)Pigmenntasi: (-)Jaringan parut: (-)Lapisan lemak : cukupTurgor : kembali cepatTonus : normotonusOedema: (-)Kepala : Bentuk : mesocephalRambut: hitam, tidak mudah dicabutUbun-ubun besar: datar Mata :Exophtalmus / Enophtalmus : -/-Tekanan bola mata : normal pada perabaanKonjungtiva : anemis -/-Sklera : ikterik -/-Refleks kornea : normalPupil : bulat, isokor, diameter 3 mm-3 mm, refleks cahaya +/+Lensa : jernihFundus : tidak dievaluasiVisus : tidak dievaluasiGerakan : normalTelinga : sekret -/-Hidung : sekret -/-, pernapasan cuping hidung (+)Mulut : Bibir : sianosis (-)Lidah : beslag (-)Gigi : karies (-)Mukosa mulut : basahGusi : perdarahan (-)Bau pernapasan : normalTenggorokan : Tonsil : T1 - T1 hiperemis (-) Faring : hiperemis (-)Leher : Trakea: letak ditengahKelenjar : pembesaran KGB (-)Kaku kuduk : (-)Thorax : Bentuk : normalRachitic Rosary (-)Xiphosternum (-)Ruang intercostal: retraksi (+)Harrisons groove (-)Precordial bulging (-) Pernapasan paradoksal (-)Paru-paru: Inspeksi : simetris, retraksi (+) minimal subcostalisPalpasi : stem fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor kanan = kiriAuskultasi : SP Bronkovesikuler kasar Rhonki +/+, Wheezing -/-Jantung : Detak jantung : 124 x/menitIktus kordis : tidak tampakBatas kiri : Linea midklavikularis sinistraBatas kanan : Linea parasternalis dextra Batas atas : ICS II-IIIBunyi jantung apex M1 > M2Bunyi jantung aorta A1 > A2Bunyi jantung pulmo P1 < P2Bising : (-)Abdomen : Bentuk : datar, lemas, bising usus (+) normalLien : tidak terabaHepar : tidak terabaGenitalia : normalKelenjar : pembesaran (-)Anggota gerak : akral hangat, CRT 2Tulang : deformitas (-)Otot : eutrofiRefleks : Refleks fisiologis +/+, Refleks patologi -/-, spastis (-), klonus (-)

Resume Masuk, umur 2 1/12 tahun, BB 9 kg, PB 82 cm. MRS 29/04/2015, jam 02.00 WITA.Keluhan: Sesak 1 hari SMRS + demam sejak 10 jam SMRS + batuk sejak 1 minggu SMRS Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHg N: 124 x/menitRR: 48 x/menitSB: 39 C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (+)Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: O2 nasal 1-2 L/menit IVFD NaCl 0.45% in D5% (HS) = 38 ml/jam = 12-13 gtt/m Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (ST) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 8 x 50 ml per NGT GDS tiap 24 jam

Anjuran pemeriksaan: Kultur darah, urinalisis, feses lengkap

Hasil laboratorium Darah LengkapAGD

Hematokrit35,5 %pH7,540

Hb12 g/dlpCO228,4 mmHg

Leukosit19.050/ lpO280 mmHg

Trombosit422.000/ lSO287%

CRP12 mg/dlHb11 g/dl

Hct33%

HCO315

X-foto Thoraks : Perihiler infiltrat dan pericardial infiltrat pada kedua lapangan paruFollow up30 Maret 2015 (hari perawatan ke II)S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHgN: 100 x/menitRR: 40 x/menit SB: 38 C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal minimal Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: O2 nasal 1-2 L/menit IVFD NaCl 0.45% in D5% (HS) = 38 ml/jam = 12-13 gtt/m Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (2) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (2) Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 100 ml per oral

Hasil Lab:Feses LengkapUrinalisis

KonsistensiLembekWarnaKuning

WarnaKuningBerat jenis1,010

Ingus-Albumin-

Darah-Reduksi-

Lekosit-Bilirubin-

Eritrosit-Urobilin-

Telur cacing-Lekosit10-1

Epitel-Eritrosit-

Bakteri+Torak 4-6

Jamur-Keton-

31 Maret 2015 (hari perawatan ke III)S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHgN: 120 x/menitRR: 38 x/menitSB: 37,5C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (+) subcostal minimal Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (3) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (3) Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 250 ml per oral

1 April 2015 (hari perawatan ke IV)S: batuk (+), sesak (+) menurun, demam (+), Intake (+)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHgN: 112 x/menitRR: 38 x/menitSB: 37,2C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (-) Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (4) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (4) Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 250 ml per oral

2 April 2015 (hari perawatan ke V)S: batuk (+), sesak (-), demam (-)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHgN: 94 x/menit RR: 30 x/menitSB: 36,2C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (-) Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (5) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (5) Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 250 ml per oral

3 April 2015 (hari perawatan ke VI)S: batuk (+), sesak (-), demam (-)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/50 mmHgN: 88 x/menit RR: 30 x/menitSB: 36,5C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (-) Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: Inj. Ampicillin 4 x 250 mg IV (6) Inj. Chloramphenicol 4 x 250 mg IV (6) Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 250 ml per oral

Hasil Lab:Hasil Kultur Darah : Tidak ada pertumbuhan kumanDarah Lengkap

Hematokrit35,4 %

Hb12,7 g/dl

Leukosit8.842/ l

Trombosit613.000/ l

4 April 2015 (hari perawatan ke VII)S: batuk (+), sesak (-), demam (-)Keadaan umum: tampak sakitKesadaran: compos mentisT: 90/60 mmHgN: 80 x/menit RR: 34 x/menitSB: 36,6C Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, PCH (-)Thorax: simetris, retraksi (-) Cor: bising (-), dalam batas normal Pulmo: Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh -/-, Wh -/-Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal Hepar: tidak teraba, Lien: tidak terabaEkstremitas: akral hangat, CRT 2, Sianosis (-)Diagnosis: Bronkopneumonia + gizi kurangTerapi: Amoxycilin 2 x 240 mg 2 x 1 pulv Ambroxol 5 mg (3 x 1 pulv) Paracetamol 3 x 100 mg tablet Susu 3 x 250 ml per oralPlan: rencana rawat jalan

PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah bronkopneumonia berat dengan gizi kurang. Pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.9WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut: Tabel 1. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5 Tahun.2,10Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

Pneumonia berat bila ada sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia bila tidak ada sesak napas ada napas cepat dengan laju napas > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.2Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit (WHO), pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat: 1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:a. pada usia 2 bulan 11 bulan : 50 kali / menitb. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40 kali / menit2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:a. kepala terangguk anggukb. pernapasan cuping hidungc. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalamd. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll.)Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini: Napas cepat anak umur < 2 bulan : 60 kali / menit anak umur 2 11 bulan : 50 kali / menit anak umur 1 5 tahun : 40 kali / menit anak umur 5 tahun : 30 kali / menit Suara merintih (grunting) pada bayi muda Pada auskultasi terdengar crackles (ronki) suara pernapasan menurun suara pernapasan bronkialDalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya kejang, letargi, atau tidak sadar sianosis distress pernapasan berat 11Dari anamnesis didapatkan penderita sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita juga mengalami demam sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan tinggi dengan perabaan. Batuk berlendir juga dikeluhkan oleh orang tua penderita sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan penderita turun sejak sakit. Berdasarkan kepustakaan, gambaran klinik yang biasanya ditemukan pada penderita pneumonia yaitu batuk berlendir, sesak napas, demam, kesulitan makan/minum, dan tampak lemah.1 Hal ini sesuai dengan anamnesis yang didapatkan dari orang tua penderita.Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi napas 48 kali/menit, adanya pernapasan cuping hidung, retraksi subcostal, rhonki basah halus. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pedoman Pelayanan Medis IDAI yang menyebutkan bahwa, diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu adanya sesak napas serta dengan pemeriksaan fisik diperoleh gejala distress pernapasan seperti takipnea > 30x per menit, retraksi minimal pada subcostal, adanya ronchi pada kedua lapangan paru dan tidak didapatkan adanya wheezing, Berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, maka dapat digolongkan dalam pneumonia berat sesuai dengan klasifikasi WHO untuk pneumonia pada usia 2 bulan 5 tahun.1Pemeriksaan penunjang didapati adanya peningkatan leukosit. Pada tanggal 29 Maret 2015 leukosit 19.050/l. Sesuai kepustakan pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar 15.000-40.000/mm3. Pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa didapati yaitu adanya peningkatan C-reactive protein. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisial dan profunda.Walaupun belum terbukti secara konklusif. mikrobiologisnya. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.9Hasil foto toraks menegaskan diagnosis pneumonia. Secara umum foto toraks menunjukkan infiltrat perihiler dan infiltrat pericardial pada kedua lapangan paru. Foto toraks anteroposterior bisa menunjukkan adanya penyebaran kelainan, utnuk menunjang diagnosis, untuk melihat adanya komplikasi seperti pneumotoraks, pneumo mediastinum, pneumotokel, abses paru dan efusi pleura. Infiltrat, konsolidasi lubus, bronkopneumonia difus infiltrasi merata pada kedua sisi dari daerah yang terinfeksi dengan adanya peningkatan corak bronkovaskuler.12 Banyak kasus lainnya dimana foto toraks dapat membantu membedakan pneumonia karena virus atau pneumonia karena bakteri. Pneumonia karena virus diasosiasikan dengan ditemukannya hiperekspansi, infiltrat parahiler peribronkial.12,13Kultur darah adalah suatu cara yag spesifik untuk mendapatkan hasil positif tetapi hanya untuk 10-15% kasus saja, khususnya pada anak yang lebih kecil.14 Pada pasien ini, hasil kultur darah menunjukkan hasil yang negatif, oleh karena sebelum dilakukan pemeriksaan ini pasien telah menerima pengobatan antibiotik. Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidiemiologis.9,11Pemilihan antibiotik lini pertama untuk pneumonia dapat menggunakan golongan beta laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.1Pada pasien ini diberikan antibiotik, ampisilin dan kloramfenikol secara intravena selama 5 hari. Dengan penggunaan antibiotik lini pertama ini, pasien menunjukan adanya tanda-tanda perbaikan klinis. Hal ini ditandai dengan pernapasan yang sudah kembali normal, tidak ada sesak, sudah tidak demam, dan juga berdasarkan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil yang normal. Oleh karena itu penggunaan antibiotik injeksi diganti pemberian antibiotik secara oral dengan amoxisilin oral. Pada pasien ini didiagnosa dengan gizi kurang berdasarkan kurva gizi WHO, nafsu makan penderita mulai turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Malnutrisi dianggap sebagai faktor risiko utama untuk terjadinya pneumonia dan mempertahankan status gizi yang baik sangat penting untuk pencegahan infeksi. Anak-anak dengan status gizi yang buruk diukur diukur dari pertumbuhan dan dengan berat lahir rendah memerlukan penanganan spesifik apabila datang dengan gejala-gejala infeksi paru. ASI memegang peranan penting dalam memberikan perlindungan melawan infeksi respiratorik dan harus dipromosikan dengan baik. Sebagian besar infeksi diasosiasikan dengan asupan makanan yang kurang.14Beberapa studi dari berbagai bidang ilmu menunjukan adanya hubungan dua arah. Sekitar 2/3 anak dengan gizi buruk dirawat dengan pneumonia, umumnya disebabkan oleh bakteri sterptococcus pneumonia. Pneumonia biasanya terjadi pada anak-anak dengan gizi buruk dan sering terkait dengan hasil yang fatal, khususnya pada anak dibawah 24 bulan dengan gizi buruk. Anak dengan pneumonia dan gizi buruk mengindikasikan terjadinya kematian.15 Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.11Menurut WHO (2010), WHO dan UNICEF pada tahun 2009 membuat rencana aksi global yaitu Global Action Plan for the Prevention (GAPP) untuk pencegahan dan pengendalian pneumonia. Tujuannya untuk mempercepat control pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi, mencegah dan mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi :1. Melindungi anak-anak dari pneumonia termasuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif dan mencuci tangan, mengurangi polusi dirumah2. Mencegah dengan pemberian vaksinasi3. Mengobati pneumonia difokuskan setiap anak memiliki akses ke perawatan yang tepat.16Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.11Prognosis dilihat dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan.17 Prognosis pada pasien ini baik, karena pada pemberian terapinya sudah sesuai dengan prinsip pengobatan pneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjadi AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. h. 250-55.2. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis proses proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804-8103. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 20074. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 20145. The United Nations Childrens Fund (UNICEF)/World Health Organization (WHO). Pneumonia: The forgotten killer of children. UNICEF/WHO. 2006; 4-56. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 20027. Adegbola RA, Falade AG, Sam BE, Aidoo M, Baldeh I, Hazlett D, Whittle H, Greenwood BM, Mulholland EK. The aetilogy of pneumonia in malnourished and well-nourished Gambian children: pediatr Infect Dis J.2010;13:975-828. Elsayh KI, Sayed DM, Zahran AM, Saad K, Badr G. Effects of pneumonia and malnutrition on the frequency of micronuclei in peripheral blood of pediatric patients: Int J Clin Exp Med 2013;6(10):942-9509. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.10. Departemen Kesehatan RI . Pedoman tatalaksana pneumonia balita. Jakarta: Depkes RI. 2007.11. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 11312. Kimberly E, Marilyn J, Gregory P, Daniel. Situs revisited, imaging of the heterotaxysyndrome. Radiographics 1999;19:837-52.13. Opstapchuck M, Roberts DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in infants and children. Am Fam Physician.2004;70;899-908.14. Moreno L, Krishnan JA, Duran P, Ferrero F. Development and validation of a clinical prediction rule to distinguish bacterial from viral pneumonia in children. Pediatr Pulmonol. 2006;41:331-7.15. Hansen J, Black S, Shinefield H, et al. Effectiveness of heptavalent pneumococcal conjugate vaccine in children younger than 5 years of age for prevention of pneumonia: updated analysis using World Health Organization standardized interpretation of chest radiographs. Pediatr Infect Dis J 2010;25:779-8216. WHO, UNICEF. Global action plan for prevention and control of pneumonia (GAPP). 200917. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-4. Jakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 200718. Harris M, Clark J, Coote N, Fletcher P. Guidelines for the Management of Community Acquired Pneumonia in Children: Update 2011. BMJI Journals: Thorax. 2011;66.xx

24