blok 30

28
ETIKA dan RAHASIA KEDOKTERAN Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510 BAB I PENDAHULUAN Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial di kalangan masyarakat bahkan di dalam lingkup medis itu sendiri. Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum yang lebih besar. Dalam makalah ini akan dibahas aspek dan hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan isi rekam medis dalam hal pendidikan, kewajiban dokter untuk melapor pada yang berwajib bila menemukan pasien yang diduga sebagai korban

description

makalah 30

Transcript of blok 30

Page 1: blok 30

ETIKA dan RAHASIA KEDOKTERAN

Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510

BAB I

PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sering

dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh kalangan penegak

hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan untuk kepentingan hukum

dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian

pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau

kematian yang mencurigakan.

Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial di kalangan

masyarakat bahkan di dalam lingkup medis itu sendiri. Seringkali kewajiban untuk

merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum yang lebih

besar. Dalam makalah ini akan dibahas aspek dan hukum yang berkaitan dengan kewajiban

menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan isi rekam

medis dalam hal pendidikan, kewajiban dokter untuk melapor pada yang berwajib bila

menemukan pasien yang diduga sebagai korban kekerasan, adanya penyakit menular yang

membahayakan orang sekitar serta pro-kontranya dengan kebebasan informasi.

BAB II

ISI

A. ETIKA dalam DUNIA KEDOKTERAN 1,2

Page 2: blok 30

Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan

tenteramnya pergaulan hidup dalam masyarakat. Namun pengertian etik dan hukum

berbeda. Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti “yang baik, yang layak.” Ini

merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu

dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.

Landasan etik kedokteran adalah :

1. Sumpah Hippokrates (460-377 SM)

2. Deklarasi Geneva (1948)

3. International Code of Medical Ethics (1949)

4. Lafal Sumpah Dokter Indonesia (1960)

5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (1983)

6. Pernyataan-pernyataan (Deklarasi) Ikatan Dokter Sedunia (World

Medical Association, WMA), yaitu antara lain :

7. Deklarasi Geneva (1948) tentang Lafal Sumpah Dokter

8. Deklarasi Helsinki (1964) tentang Riset Klinik

9. Deklarasi Sydney (1968) tentang Saat Kematian

10. Deklarasi Oslo (1970) tentang Pengguguran Kandungan atas Indikasi

Medik.

11. Deklarasi Tokyo (1975) tentang Penyiksaan.

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran

etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat

dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi

berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan

mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil

Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan

bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral yaitu2-3 :

Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy).

Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus

diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan

nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau

hilang perlu mendapatkan perlindungan.

Berbuat baik (beneficence).

Page 3: blok 30

Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar

pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).

Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari

sekedar memenuhi kewajiban.

Tindakan berbuat baik (beneficence)

General beneficence :

o melindungi & mempertahankan hak yang lain

o mencegah terjadi kerugian pada yang lain,

o menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,

Specific beneficence :

o menolong orang cacat,

o menyelamatkan orang dari bahaya.

o Mengutamakan kepentingan pasien

o Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan

dokter/rumah sakit/pihak lain

o Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)

o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence).

Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan

paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus

diikuti.

Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :

Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien

Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu

yang penting

Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko

minimal).

Keadilan (justice).

Page 4: blok 30

Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan

faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,

serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter

terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang

menjadi perhatian utama dokter.

Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan

sebagaifairness) yakni :

Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur

dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan

pasien yang memerlukan/membahagiakannya)

Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan

mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai

mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan

yang-baik

HUBUNGAN DOKTER- PASIEN1

Hubungan dokter dengan pasien pada prinsipnya merupakan hubungan yang

berdasarkan atas kepercayaan antara keduanya. Keberhasilan suatu pengobatan

tergantung di antaranya pada seberapa besar kepercayaan pasien kepada dokternya.

Hal inilah yang menyebabkan hubungan seorang pasien dengan dokternya kadang sulit

tergantikan oleh dokter lain.

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan

tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya

sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,

pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self);

dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama

dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi

dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman,

dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi

secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-

Page 5: blok 30

menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir

konsultasi.

Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:

Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,

menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari

tampak lelah).

Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter

umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi,

konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).

Menilai suasana hati lawan bicara

Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa

tubuh) pasien

Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan

makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi

yang tidak perlu.

Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter

tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau

pengambilan keputusan.

Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah

pihak.

Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan

kedua belah pihak.

Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

B. INFORM CONSENT 3

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat

penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau

memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang

diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat

Page 6: blok 30

didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya

atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya

serta resiko yang berkaitan dengannya.

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup

untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed

consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan

nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua

informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.

Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan

guncangan psikis pada pasien.

SAAT UNTUK MEMBERI INFORMASI

Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk

memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding,

pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter

seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera

memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONSENT 3

Suatu informed consent harus meliputi :

o Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi

dan penyakitnya

o Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan

seberapa besar kemungkinan keberhasilannya

o Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan

akibat apabila penyakit tidak diobati

o Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau

menolak terapi

Page 7: blok 30

o Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang

mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan

dan operasi yang dilakukan.

RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI3

Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan

medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung

jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.

Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar

menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian

pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan

dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam

mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat,

faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa

pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.

Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit

tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.

HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN3

Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah

diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.

Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi

yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan

kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter.

Page 8: blok 30

Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu

pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko

dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya

pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan

suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib

memberitahukan pada pasien.

Alternatif

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia

harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan

dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat

tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter

harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang

mungkin timbul.

Rujukan/ konsultasi

Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan

pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien

tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak

mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui

adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

Prognosis

Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,

biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan

atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang

diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas

kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau

tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.

Peraturan Tentang Informed Consent 3

Page 9: blok 30

Pasal 1. Permenkes no.585/MenKes/Per/IX/1989

a. Persetujuan tindakan medic/informed consent adalah persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang

akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa

diagnostic atau teraupeutik.

c. Tindakan invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi

keutuhan jaringan tubuh.

d. Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis

yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan/bersama.

Pasal 2

a. Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

b. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat

informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta

risiko yang dapat ditimbulkannya.

d. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan

serta kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3

a. Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan

tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

b. Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak

diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.

c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-nyata

atau secara diam-diam.

Pasal 4

a. Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta

maupun tidak diminta.

Page 10: blok 30

b. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter

menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien

atau pasien menolak diberikan informasi.

c. Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat

memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh

seorang perawat/paramedic lainnya sebagai saksi.

Pasal 5

a. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medic

yang akan dilakukan, baik diagnostic maupun terapeutik.

b. Informasi diberikan secara lisan.

c. Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa

hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

d. Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien

dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat.

Pasal 6

a. Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive lainnya, informasi

harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.

b. Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1),

informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk

dokter yang bertanggung jawab.

c. Dalam hal tindakan bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasive

lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawata, dengan

pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

Pasal 7

a. Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

b. Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa pasien.

c. Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus

memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.

Page 11: blok 30

Pasal 8

a. Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan

sehat mental.

b. Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun

atau telah menikah.

Pasal 9

a. Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan, persetujuan diberikan oleh

wali atau curator.

b. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh

orang tua wali atau curator.

Pasal 10

Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau wali dan

atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau

induk semang (guardian).

Pasal 11

Dalam hal pasien tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medic berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang

memerlukan tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan

persetujuan dari siapapun.

Pasal 12

a. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan

tindakan medik.

b. Pemberian persetujuan tindakan medic yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik,

maka rumah sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.

Page 12: blok 30

Pasal 13

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari pasien

atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat izin

prakteknya.

Pasal 14

Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program

pemerintah dimana tindakan medic tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak,

maka persetujuan tindakan medic tidak diperlukan.

C. Rahasia Kedokteran

Rahasia kedokteran adalah norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma

dasar yang menilndungi hubungan dokter dengan pasien. Salah satu sumpah dokter

Indonesia berbunyi: “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui

tentang keprofesian saya”, sedangkan Kode Etik Kedokteran Indonesia

merumuskannya sebagai “setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia”.

Peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan

rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala

sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan dibidang kedokteran sebagai

rahasia. Namun PP tersebut memberikan pengecualian sebagaiman terdapat dalam

pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang

lebih tinggi yang mengaturnya lain.

Baik UU Kesehatan maupun UU praktik kedokteran juga mewajibkan tenaga

kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran. Selanjutnya UU praktik kedokteran

memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam

pasal 48 ayat (2):

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka

penegakan hokum

c. Permintaan pasien sendiri

d. Berdasarkan ketentuan undang-undang.

Page 13: blok 30

Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipenjara

oleh karena melakukan sesuatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang

memperkuat peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan atau situasi tertentu dapat

membuka rahasia tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan bebasnya dokter dan

tenaga administrasi kesehatan dalam membuat visum et repertum dan dalam

menyampaikan laporan tentang statistic kesehatan, penyakit wabah dan karantina.

Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adlaah adanya izin

atau persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan, daya paksa, dan

dalam rangka membela diri. Selain itu etika kedokteran umumnya membenarkan

pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk kepentingan konsultasi

professional, pendidikan, dan penelitian. Dalam keadaan memaksa dikenal dua

keadaan, yaitu pengaruh daya paksa yang memadai dan keadaan yang memaksa.

Keadaan yang memaksa dapat diakibatkan oleh tiga keadaan, yaitu adanya

pertentangan antara dua kepentinagn hokum, pertentangan antara kepentingan hokum

dengan kewajiban hokum, dan pertentangan antara dua kewajiban hokum.

D. Hukum yang berlaku untuk tindakan dokter tersebut 5,6

Dalam hal ini seorang dokter harus melakukan inform consent.apabila seorang dokter

tidak melakukanya namun tetap melakukan tindakan yang pada dasarnya melanggar

kode etik maka akan terkena:

1. Hukum Pidana

Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat

dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault).

2. Hukum Perdata

Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus

dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir

tertentu dari tindakan dimaksud

3. Pendisiplinan oleh MKDKI

Page 14: blok 30

Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang

melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan

sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan

Surat Tanda Registrasi.

Hukum hukum yang berlaku 5,6

Hukum RAHASIA KEDOKTERAN 5,6

Kewajiban Dokter Menyimpan Rahasia 5,6

Pasal 1 PP No 10 / 1996

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh

orang- orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya

dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10 / 1996

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam

pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada

PP ini menentukan.

Pasal 3 PP No 10 / 1996

Yang wajib menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :

a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan

b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan

pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang

ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Dampak dari melanggar kerahasiaan kedokteran

Pasal 4 PP No 10 / 1996

Terdapat pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak

atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan

dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang tenaga

kesehatan.

Page 15: blok 30

Pasal 5 PP No 10 / 1996

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang

disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-

tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6 PP No 10 / 1996

Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan

Pelindung Susila Kedokteran dan atau badan- badan lain bilamana perlu.

Pasal 322 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya baik yang sekarang atau yang dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan

ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Membuka Rahasia Kedokteran Yang Tidak Dipidana

Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004

Tentang praktek kedokteran ditetapkan sebagai berikut:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib

menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,

permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 Tentang

rekam medis sebagai berikut : informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,

riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

Page 16: blok 30

b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum atas perintah pengadilan

c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri

d. Permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-

undangan dan

e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang

tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

MA 117/K/Kr/1968 2 Juli 1969

Dalam “noostoestand” harus dilihat adanya :

1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum.

2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum.

3. Pertentangan antara dua kewajiban hukum.

Pasal 49 KUHP

(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk

diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri

maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat

pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan

keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak

dipidana.

Pasal 50 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang

tidak dipidana.

Pasal 51 KUHP

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang

diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

Page 17: blok 30

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana,

kecuali jika yang diperintah, dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan

dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

BAB III

PENUTUP

Seorang dokter tidak hanya dituntut bisa mengobati penyakit fisik pasien, namun juga harus

bisa membangun komunikasi yang baik dengan pasien, dan menyelenggarakan praktek yang

tidak hanya bersifat individual. Hal ini tentu juga berkaitan dengan fungsi dokter sebagai

dokter keluarga.

Dalam mengobati pasien, dokter harus mempertimbangkan aspek bioetik kedokteran, tentunya

dengan mempertimbangkan apa yang baik buat pasien, bukan untuk orang lain. Selain itu,

dokter juga harus menjaga rahasia pasien sesuai dengan sumpah dokter dan kode etik

kedokteran.

Pada kasus ini, dokter dapat memberitahukan isteri pasien tentang penyakit pasien. Hal

ini berdasarkan Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 dan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri

Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 yang menyatakan dokter dapat membuka rahasia

kedokteran demi kepentingan kesehatan pasien. Namun, harus dipertimbangkan aspek privasi,

di mana menyatakan seseorang tidak ada hak untuk campur tangan dalam hidup orang lain

dan dampak kepada rumahtangga pasien.

Namun, adalah lebih baik dan lebih profesional bagi seorang dokter untuk negosiasi

dengan pasien dalam hal pemberitahuan kepada isterinya tentang penyakitnya. Dokter harus

berusaha dengan sebaiknya untuk memujuk pasien dan meyakinkan pasien untuk jujur dengan

isterinya tentang penyakitnya dan membawa isterinya juga datang melakukan pemeriksaan

dan pengobatan. Lebih baik lagi dokter mendapat persetujuan pasien untuk memberitahukan

penyakit pasien kepada isteri pasien. Hal ini berdasarkan Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 dan

Page 18: blok 30

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 yang

menyatakan bahwa dokter dapat membuka rahasia kedokteran jika dengan permintaan atau

persetujuan pasien sendiri.

Hal yang sama juga dilakukan jika ternyata pasien tersebut adalah orang dengan AIDS. Yang

bisa kita lakukan lebih kearah mencegah supaya pasien tidak menularkan AIDS pada istrinya,

yaitu dengan cara memkakai kondom bila melakukan hubungan suami istri.

Pada akhirnya, dalam melakukan komunikasi dokter pasien perlu mempertimbangkan hak

pasien, tapi dokter juga mempunyai kewajiban untuk membuat pasien sehat. Pasien juga harus

dibuat mengerti semua tindakan yang dilakukan dokter juga untuk kebaikan pasien sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Mulyohadi Ali, Ieda Poernomo Sigit Sidi dan Huzna Zahir.

Komunikasi efektif dokter pasien. 2006. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. h :

1 – 40.

2. Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia - Majelis Kehormatan Etik

Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia. Fakultas Kedokteran

USU : Kode Etik Kedokteran, 2004. USU Repository © 2006 di unduh dari

http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf

3. Guwandi, Johanes. 2008. Informed Consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

4. Sampurna Budi, Syamsy, Zulhasmar, Ssiswaja, Tjetjep Dwidja, 2007, Bioetik dan

Hukum Kedokteran, Jakarta. Pustaka Dwipar

5. Bagian kedokteran forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang

kedokteran. Cetakan kedua. 1994. Jakarta : FKUI. h : 17 – 18.

Page 19: blok 30

6. Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta:Bumi Aksara;2007.h. 3-

174.