Blok 19 Cor Pulmonale Copd
description
Transcript of Blok 19 Cor Pulmonale Copd
Cor Pulmonale et causa PPOK
Dessy Christina Noelik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No 6, JakartaTelp. (021) 5657867
Abstrak
Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien
gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal
diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan,
serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal,
seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitalis, dan antikoagulan.
Kata kunci : Kor Pulmonal, PPOK
Abstract
Cor pulmonale is hypertrophy / right ventricular dilatation caused due to pulmonary
hypertension and pulmonary parenchymal disease or pulmonary veins that are not associated
with left heart abnormalities. To establish the presence of cor pulmonale clinically in patients
with respiratory failure required mark on the physical examination edema. Chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) is a major cause of chronic respiratory insufficiency and cor
pulmonale. Investigations can be done to support the diagnosis of cor pulmonale include
laboratory examination, chest X-ray, echocardiography, CT scan and ECG. There are several
ways in which to treat cor pulmonale, such as oxygen administration, bed rest, diuretics,
digitalis, and anticoagulants.
Keywords : Cor pulmonale, COPD
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1
Pendahuluan
Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah
pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan
bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara selektif
jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah
peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi
arteri pulmonal.2
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut
tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-
ekonomi. Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, seperti nama, umur, alamat,
dan pekerjaan. Untuk keluhan utama, biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai
diagnosis banding, dan memberikan gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting.
Pasien dapat ditanyakan mengenai keluhan yang dialami dan sejak kapan keluhan muncul.
Untuk riwayat penyakit sekarang, ditanyakan lebih mendalam mengenai keluhan utama,
seperti letak gejala, waktu munculnya gejala, lamanya gejala muncul, faktor pencetus timbulnya
gejala. Riwayat penyakit dahulu ini dapat ditanyakan mengenai gangguan atau penyakit lain
yang pernah dialami sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga pasien. Riwayat sosial dan
kebiasaan pribadi pasien tersebut juga ditanyakan.2
Keluhan utama: laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari
yang lalu.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2
Riwayat penyakit sekarang: sesak makin memburuk saat beraktivitas, berkurang saat
istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3
bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu lain. Tidak ada demam dan nyeri dada.
Riwayat penyakit dahulu: sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga: -
Riwayat pengobatan: -
Riwayat sosial: merokok
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu
bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan
pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah,
frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.
a. Inspeksi
Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh. 2
b. Palpasi
Edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung
kanan dan ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Hepatomegali,
splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada
ventrikel kanan. 2
c. Perkusi
Pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa
menyebabkan asites. 2
d. Auskultasi
Pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru
akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic
pulmonary hypertension. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan
terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase
dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan
murmur akibat insufisiensi trikuspid. 2
Pemeriksaan penunjang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 3
a. Pemeriksaan radiologi
Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan,
dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup
oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya normal. 2
b. Elektrokardiografi2
a. Pada EKG Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
c. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
d. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
e. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.
f. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya
hiperinflasi.
g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran
gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark
miokard.
c. Pemeriksaan tes faal paru
Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah. Ada
respons polisistemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru dapat menentukan penyebab
dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi O2 menurunnya
PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular paru, PCO2
biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar misalnya karena PPOK
menahun dengan emfisema, PCO2 menigkat. 2
d. Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis
kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dimensi ruang ventrikel kanan membesar,
tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup
pulmonal gelombang ’a’ hilang menunjukan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 4
pemeriksaan ekokardiografi sulit terlihat katup pulmonal karena accoustic window
sempit akibat penyakit paru. 2
Working Diagnosis : Kor pulmonal kronik et causa PPOK
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal secara
pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara
tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.1
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara
primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru.
Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturut-
turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial
paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Kor pulmonal mempunyai insiden sekitar 6-7%
dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika serikat, dengan penyakit PPOK karena
bronkitis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal.1
Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada
ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang
menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung. 1
Differential Diagnosis
1. Kor pulmonal akut
Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli
paru masif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat pertukaran
gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan
vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat
(hipertensi pulmonal).3
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup
bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 5
akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-
tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang
terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP yang meningkat, liver
yang membengkak dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid. 3
2. Congestive heart failure
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. 4
Mekanisme yang mendasari terjadinya aggal jantung kongestif adalah penurunan
kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi
penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini
akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokontriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan
ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan
lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.4
Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :1
1. Penyakit pembuluh darah paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau
fibrosis
3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru
lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.
Epidemiologi
Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi
tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 %
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 6
dari seluruh penyakit jantung. Di Inggris, terdapat kira-kira 0.3%, sedikitnya populasi dengan
resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi
telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. 5
Patofisiologi
Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan hiperkapnea/
asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru,
demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia
sehingga visikositas darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya
juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya penurunan vaskuler
bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini
disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan
pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan
dilatasi. Keadaan ini yang disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme kompensasi ini gagal
maka terjadilah gagal jantung kanan.1
Manisfestasi klinis
Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu : 6
Fase I
Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru, bronkiektasis
dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan sering dalam
anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok. 6
Fase II
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara
lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas
ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum
nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah
dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya
corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal. 6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 7
Fase III
Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada
pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang
lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 6
Fase IV
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 6
Fase V
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-
tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat
kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung
kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali,
edema tungkai dan kadang asites. 6
Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup
belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi
vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi
sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan
meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. 1
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health,
USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH) meningkatkan
kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi oksigen.1
2. Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung
kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor
pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi
ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Pada
pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. 1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 8
3. Diuretik
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan. Namun
harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis
metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi
diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan
dan curah jantung menurun. 1
4. Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, dan postaglandin. Bekerja langsung merelaksasikan otot polos arteri
menyebabkan vasodilatasi, namun pemakainnya belum direkomendasikan secara rutin. 1
5. Antikoagulan
Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi dan
pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien. 1
Prognosis
Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun
dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien.7
Pasien dengan PPOK yang menderita cor pulmonale memiliki angka kematian 50% pada
2-3 tahun, meskipun ini mungkin ditingkatkan dengan oksigen.8
Kesimpulan
Kor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel
kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan. Penyebab yang
paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur jalan napas dan hipersekresi yang
mengganggu ventilasi alveolar. Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernafasan,
dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor
pulmonal.
Kor pulmonale sangat erat hubunganya dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis kor
pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari kelainan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 9
fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks,
ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitalis, dan
antikoagulan.
Daftar Pustaka
1. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI;
2009.h. 1842-4.
2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-Hill
Companies Inc; 2008.p. 217-244
3. Kumar, Clark. Cardiovascular disease. Clinical medicine. 6th ed. Philadelphia.: Elsevier
Saunders; 2005.p. 725-7.
4. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2007.h. 53-4.
5. Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
IIIedisi IV. 2008. Hal. 1695-96
6. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam
diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.
7. Gray H, Dawkins Keith, Morgan J, Simpson I. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2005.p.80-96.
8. Nixon JV. The AHA Clinical Cardiac Consult. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2010.p.136-7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 10