Blepharokalasis Print

download Blepharokalasis Print

of 13

Transcript of Blepharokalasis Print

BAB I PENDAHULUAN I.1 L atar Belakang Blefarokalasis merupakan gangguan yang jarang terjadi dan ditandai dengan edema palpebra berulang, tak nyeri, dan nenerythemathous.1

Blefarokalasis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari blepharon dan chalasis. Blepharon berarti palpebra dan chalasis berarti relaksasi, sehingga

blepharokalasis dapat diartikan sebagai relaksasi kulit palpebra karena atropi jaringan interseluler.2 Pertama kali dijelaskan oleh Beers pada tahun 1807, namun istilah blefarokalasis pertama kali diperkenalkan oleh Fuchs pada tahun 1896. Blefarokalasis dibedakan menjadi bentuk hipertropi dan atropi.3 Sejak saat itu mulai dilaporkan penemuan klinis dan patologis blefarokalasis. Setelah mengalami edema, kulit palpebra menjadi berkerut, berlebihan, tak berwarna, tipis, dan terdapat lekukan vena. Palpebra seperti ini digambarkan oleh Fuchs sebaga cigarette-paper appereance.4 Penatalaksanaan blepharokalasis adalah pembedahan blepharoplasty. Penentuan waktu dilakukan operasi ditunggu saat fase inaktif hingga 6 bulan. Semakin bertambahnya usia, kekambuhan semakin berkurang sehingga

penundaan operasi cukup beralasan.4,5

1

I.2

Tujuan Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis

dan pembaca mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosa, penatalaksanaan, serta prognosis dari blefarokalasis.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Blefarokalasis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari blepharon dan chalasis. Blepharon berarti palpebra dan chalasis berarti relaksasi, sehingga

blepharokalasis dapat diartikan sebagai relaksasi kulit palpebra karena atropi jaringan interseluler.2 Blefarokalasis juga disebut dengan ptosis atonia, ptosis adipose, atau dermatolisis palpebra.3 Blefarokalasis merupakan sindrom yang jarang terjadi berupa edema

palpebra superior sehubungan dengan penepisan, peregangan dan pengerutan pada kulit palpebra. Palpebra inferior tidak terlibat pada sindrom ini.6

II.2 Etiologi Penyebab sindrom ini masih belum diketahui. Beberapa penyakit dihubungkan dengan sindrom ini. Sindrom Ascher berupa edema palpebra superior dan struma tiroid nontoksisk diduga berhubungan dengan blefarokalasis. Satu kasus blefarokalasis dilaporkan berhubungan dengan dermatomiositis dan leukemia limfositik. Blefarokalasis dapat dipicu oleh pengaruh hormonal, infeksi saluran nafas atas, dan alergi. Pada beberapa kasus ditemuka kelainan sistemik seperti anomaly vertebra, agenesis renal, penyakit jantung bawaan. Penyakit ini kemungkinan bersifat herediter dimana pada pengamatan sebuah keluarga besar

3

didapatkan banyak anggota keluarga yang menderita blefarokalasis dengan derajat keparahan yang bervariasi. Diduga sifat herediter berupa autosomal dominan.6

II.3 Patofisiologi Blefarokalasis merupakan bentuk angioedema kronik dengan dilatasi vascular local dan ekstravasasi cairan yang mengandung protein. Pemicu berupa reaksi imun dan faktor lingkungan. Deposit immunoglobulin A pada lesi di kulit mengarahkan adanya penyebab imunopatogenesis. Pada satu kasus didapatkan peningkatan kadar immunoglobulin E yang menunjukkan keterlibatan atopi pada blefarokalasis.6 Infiltrat perivaskular sebanding dengan degradasi elastin dan kolagen di dermis, hal ini menunjukkan adanya pengaruh inflamasi. Ekspresi mRNA elastin pada blefaroklasis normal setelah dibandingkan dengan control, hal ini menunjukkan adanya gangguan dari lingkungan seperti enzimatik postinflamasi.6

II.4 Manifestasi Klinik Pasien mengeluhkan bengkak pada kelopak mata atas baik pada satu maupun kedua mata tanpa nyeri, diikuti penipisan kulit. Kasus ini biasa dialami pada usia 10 hingga 20 tahun. Kebanyakan kasus terjadi bilateral, namun unilateral juga dapat terjadi.6 Biasanya didapatkan riwayat alergi.4,6 Pada tahap awal didapatkan edem nonerythematous palpebra superior baik unilateral maupun bilateral. Jarang didapatkan edem nonerythematous palpebra inferior. Penipisan kulit palpebra superior dapat ditemukan tahap aktif

4

penyakit ini. Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan adalah proptosis, blepharoptosis, blepharofimosis, injeksi konjunctiva, dan malposisi palpebra.6

Gambar 2.1 Bilateral blepharochalasis

Gambar 2.2 Bilateral blepharosis (kiri). Diperbesar mata kiri (kanan)

Gejala sisa dari tahap aktif merupakan fase atropi dari blefarokalasis yang terdiri dari6: 1. Penipisan kulit palpebra yang berat 2. Kerutan halus kulit palpebra (cigarette-paper skin) 3. Peregangan, kulit palpebra berlebihan, yang dapat menyebabkan obstruksi visual 4. Telangektase subkutan 5. Perubahan pigmentasi kulit yang disebabkan deposit bronze

5

6. Blepharoptosis 7. Malposisi palpebra 8. Blepharofimosis 9. Atropi lemak medial sehingga terjadi psuedoepichantus 10. Prolaps lemak orbita 11. Prolaps kelenjar lakrimal

II.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil dalam batas normal.4 Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain penyebab edem palpebra seperti distroid orbithopaty, inflamasi orbita idiopatik, Pencitraan dianjurkan pada kasus dengan gambaran klinis atipikal.6 Pemeriksaan histology dari biopsy sampel kulit yang diserang

menunjukkan deposit immunoglobulin A pada dermoepidermal junction serta hilangnya serat elastic kolagen di dermis. Selain itu juga didapatkan sel inflamasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, sel mast, histiosit, dan eosinofil.7

II.6 Diagnosis Diagnosis blefarokalasis ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik.7 Pada anamnesa didapatkan bengkak kelopak mata atas baik hanya pada satu maupun keduanya. Pembengkakan dapat terjadi berulang tanpa disertai nyeri. Selain itu juga ditanyakan usia saat pertama kali keluhan muncul, faktor pemicu

6

stress emosional, riwayat menstruasi, riwayat alergi, keluarga yang menderita keluhan serpa, dan adanya penyakit lain.6 Pemeriksaan fisik akan didapatkan edem nonerythematous pada palpebra superior, jarang didapatkan di inferior. Juga didapatkan cigarette-paper skin, proptosis, blepharoptosis, blepharofimosis, injeksi konjunctiva, dan malposisi palpebra.6

II.7 Penatalaksanaan Hingga saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologis yang terbukti bermanfaat dalam terapi blefarokalasis. Kemampuan antihistamin, steroid, mast sel stabilizer, dan komres dingin dalam mengurangi gejala serangan akut belum ditentukan.5 Penatalaksanaan merupakan intervensi bedah yaitu blepharoplasty. Blepharoplasty meliputi memindahkan lemak psuedoherniasi yang protusi melalui septum orbita yang lemah. Prosedur ini dapat dilakukan melalui transkutaneus atau transkonjunctiva, paling sering dilakukan adalah blepharoplasty

transkutaneus palpebra inferior. Blepharoplasty transkutaneus palpebra inferior memiliki keuntungan dapat mengkoreksi kelebihan kulit dan kelemahan otot, sedangkan kerugiannya yaitu meningkatkan resiko retraksi palpebra inferior.3 Ahli bedah biasanya menunda operasi sampai penyakit tenang, biasanya paling tidak 6 bulan karena bila tidak demikian operasi dapat gagal dan terjadi edema palpebra postoperative.3,5

7

Kelebihan kulit palpebra superior dikoreksi denhgan blepharoplasty dengan membetnuk kembali lipatan palpebra melalui jahitan. Eksisi lemak orbita yang prolaps dapat dipertimbangkan, namun biasanya dilakukan konservatif. Kelenjar lakrimal yang turut mengalami prolaps dapat dikembalikan ke posisi semula.5 Blepharoptosis bagian atas dikoreksi dengan memperbaiki dehisense levator. Canthoplasty lateral efektif dalam memperbaiki blepharofimosis karena redaman struktur penyokong canthus lateralis. Perbaikan dilakukan dengana melekatkan lidah tarsal lateralis ke periosteoum di internal rima orbita lateralirs dengan jahitan nonabsorbable.5 Atropi lemak dan defek sulcus superior dapat diatasi dengan teknik grafting termasuk reposisi lemak orbita, grafting lemak dermis, dan transfer lemak yang teraspirasi. Injeksi bahan pengisi sintetik seperti asam hialuronat, asam atau kalsium hidroksialapatit dapat dipertimbangkan.5 Berikut adalah gambar kasus blepharokalasis pada wanita 23 tahun dengan riwayat edem palpebra superior berulang selama 16 tahun. Episode edema telah mereda 2 minggu dan kembali kambuh 2 hari terakhir.8

Gambar 2.3 Blefarokalasis bilateral, mata terbuka (atas) dan tertutup (bawah)

8

Gambar 2.4 Perioperatif blepharoplasty pada bilateral palpebra superior, tampak jaringan prolaps melalui septum orbita.

Gambar 2.5 Postoperatif Saat ini telah dikembangkan metode blepharoplasty dengan

memanfaatkan laser. Metode ini mulai digunakan sejak satu decade yang lalu. Penggunaan laser untuk incise memberikan keuntungan berupa lebih sedikit menyebabkan stimulasi nervus sensorik, kurang beresiko menciderai musculus obliqus inferior, perdarahan minimal, dan lebih sedikit echimosis postooperatif.

9

Hasil penggunaan laser ini menunjukkan hasil dengan kualitas yang baik, komplikasi rendah, dan peningkatan kepuasan pasien.9 Blephaaroplasty dengan laser biasanya memakan waktu 3 hingga 4 jam. Anastesi yang diberikan merupakan kombinasi anastesi local dan general. Laser yang digunakan merupakan laser karbon dioksida. Waktu penyembuhan yang diperlukan pada metode ini lebih sedikit dibandingkan metode konvensional.10

II.8 Prognosis Frekuensi serangan akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Namun, episode ulangan dapat muncul kembali secara tak terduga setelah periode inaktif. Bahkan, blepharokalasis dapat muncul kembali setelah dilakukan operasi blepharoplasty.4,5

10

BAB III KESIMPULAN

1. Blefarokalasis merupakan sindrom yang jarang terjadi berupa edema palpebra superior sehubungan dengan penipisan, peregangan, dan pengerutan kulit palpebra. 2. Etiologi hinggi kini belum jelas, dihubungkan dengan pengaruh hormonal, infeksi, alergi, kelainan sistemik, dan herediter. 3. Manifestasi khas berupa bengkak kelopak mata atas tanpa nyeri diikuti penipisan kulit. 4. Biasa dialami pada usia 20 hingga 20 tahun. 5. Penatalaksanaan berupa pembedahan yaitu blepharoplasty baik konvensional maupun dengan laser.

11

Daftar Pustaka

1. Bergin DJ, McCord CD, Berger T, Friedberg H, Waterhouse W. Blepharochalasis. British Journal of Ophtalmology, 1988. 72, page : 863-67. 2. Farlex. Blepharochalasis. The Free Dictionary.[Online]diakses tanggal 2 Agustus 2011, http://medical-

dictionary.thefreedictionary.com/blepharochalasis. 3. Brar BK, Puri N. Blepharovhalasis A Rare Entity. Dermatology Online Journal. 2008. 14, 1, page: 8. 4. Collin JR, Beard C, Stern WH, Schoengarth. Blepharochalasis. British Journal of Ophtalmology. 1979. 63, page: 542-46. 5. Kotlus BS. Blepharochalasis Syndrome Treatment and Management. Medscape Reference, Drugs, Diseases, and Procedure. [Online] diakses tanggal 2 Agustus 2011, http://emedicine.medscape.com/article/1214014treatment#showall.

6. Kotlus BS. Blepharochalasis Syndrome. Medscape Reference, Drugs, Diseases, and Procedure. [Online] diakses tanggal 2 Agustus 2011,http://emedicine.medscape.com/article/1214014-overview#showall : reference drugs, diseaase & procedure. Medscape

7. Kotlus BS. Blepharochalasis Syndrome Workup. Medscape Reference, Drugs, Diseases, and Procedure. [Online] diakses tanggal 2 Agustus 2011,http://emedicine.medscape.com/article/1214014--workup#showall.

12

8. Hundal KS, Mearza AA, Joshi N. Lacrimal Gland prolapsed in Blepharochalasis. Letter to The Journal. Eye. 2004. 18, page: 429-30.9. Roberts TL. Laser Blepharoplasty and Laser Resurfacing of The Periorbital

Area. Abstract. Clin Plast Surg. 1998. 25,1, page : 95-108.10. Anonim. Laser Eyelid Surgery (Blepharoplasty). DocShopcom. 2011. [Online]

diakses

tanggal

9

Agustus

2011,

http://www.docshop.com/education/cosmetic/face/eyelid-surgery/laser

13